a. work engagementeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5257/3/bab ii.pdf · 2019. 3. 15. · 14 adanya...

22
12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Work Engagement 1. Pengertian Work Engagement Menurut Bakker (2011), work engagement merupakan keadaan motivasional yang positif yang mengandung karakteristik vigor, dedication, dan absorption. Vigor dikarakteristikkan sebagai level energi dan resiliensi yang tinggi. Dedication dikarakteristikkan sebagai keterlibatan kuat yang ditandai rasa antusias dan rasa bangga. Absorption dikarakteristik-kan dengan berkonsentrasi dan terlibat penuh dalam pekerjaan. Individu yang memiliki rasa keterikatan kerja memiliki dampak seperti rendahnya kecenderungan meninggalkan organisasi sehingga organisasi akan merasa terjamin dengan kehadiran dari pekerja (Bakker & Leiter, 2010). Menurut Federman (2009), work engagement karyawan adalah derajat di mana seorang karyawan mampu berkomitman pada suatu organisasi dan hasil dari komitmen tersebut ditentukan pada bagaimana mereka bekerja dan lama masa bekerja. Menurut Kahn (dalam May dkk, 2004) work engagement dalam pekerjaan dikonsepsikan sebagai anggota organisasi yang melaksanakan peran kerjanya, bekerja dan mengekspresikan dirinya secara fisik, kognitif dan emosional selama bekerja. Brown (dalam Robbins, 2003) memberikan definisi work engagement yaitu dimana seorang karyawan dikatakan memiliki work

Upload: others

Post on 15-Dec-2020

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: A. Work Engagementeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5257/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 15. · 14 adanya dukungan sosial yang diterima individu, baik berupa psikologis, fisik, maupun finansial

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Work Engagement

1. Pengertian Work Engagement

Menurut Bakker (2011), work engagement merupakan keadaan

motivasional yang positif yang mengandung karakteristik vigor, dedication,

dan absorption. Vigor dikarakteristikkan sebagai level energi dan resiliensi

yang tinggi. Dedication dikarakteristikkan sebagai keterlibatan kuat yang

ditandai rasa antusias dan rasa bangga. Absorption dikarakteristik-kan dengan

berkonsentrasi dan terlibat penuh dalam pekerjaan. Individu yang memiliki

rasa keterikatan kerja memiliki dampak seperti rendahnya kecenderungan

meninggalkan organisasi sehingga organisasi akan merasa terjamin dengan

kehadiran dari pekerja (Bakker & Leiter, 2010). Menurut Federman (2009),

work engagement karyawan adalah derajat di mana seorang karyawan mampu

berkomitman pada suatu organisasi dan hasil dari komitmen tersebut

ditentukan pada bagaimana mereka bekerja dan lama masa bekerja. Menurut

Kahn (dalam May dkk, 2004) work engagement dalam pekerjaan

dikonsepsikan sebagai anggota organisasi yang melaksanakan peran kerjanya,

bekerja dan mengekspresikan dirinya secara fisik, kognitif dan emosional

selama bekerja. Brown (dalam Robbins, 2003) memberikan definisi work

engagement yaitu dimana seorang karyawan dikatakan memiliki work

Page 2: A. Work Engagementeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5257/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 15. · 14 adanya dukungan sosial yang diterima individu, baik berupa psikologis, fisik, maupun finansial

13

engagement dalam pekerjaannya apabila karyawan tersebut dapat

mengidentifikasikan diri secara psikologis dengan pekerjaannya, dan

menganggap kinerjanya penting untuk dirinya, selain untuk organisasi.

Karyawan dengan work engagement yang tinggi dengan kuat memihak pada

jenis pekerjaan yang dilakukan dan benar-benar peduli dengan jenis kerja itu.

Hewitt (dalam Daryono, 2008) mendefinisikan employee work

engagement sebagai sikap positif pegawai dan perusahaan (komitmen,

keterlibatan, dan keterikatan) terhadap nilai nilai budaya dan pencapaian

keberhasilan perusahaan. Menurut Wulandari dan Gustomo (2009), work

engagement bergerak melampaui kepuasan yang menggabungkan berbagai

persepsi karyawan yang secara kolektif menunjukkan kinerja yang tinggi,

komitmen, serta loyalitas. Schmidt (2004) mengartikan work engagement

sebagai gabungan antara kepuasan dan komitmen, dan kepuasan tersebut

mengacu lebih kepada elemen emosional atau sikap, sedangkan komitmen

lebih melibatkan pada elemen motivasi dan fisik. Meskipun kepuasan dan

komitmen adalah dua elemen kunci, secara individu mereka tidak cukup untuk

menjamin work engagement, terdapat tema berulang yang menunjukkan work

engagement yang melibatkan pekerja yaitu “going extra mile” (akan bekerja

ekstra) dan mengupayakan sesuatu untuk pekerjaan di atas apa yang biasanya

diharapkan. Dalam jurnalnya, Puspita (2012) mengungkapkan pendapat

Bakker & Sallanova (2007) bahwa terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi keterikatan kerja, yaitu: sumber daya kerja, sumber personal,

dan tuntutan kerja. Faktor lain yang memengaruhi keterikatan kerja adalah

Page 3: A. Work Engagementeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5257/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 15. · 14 adanya dukungan sosial yang diterima individu, baik berupa psikologis, fisik, maupun finansial

14

adanya dukungan sosial yang diterima individu, baik berupa psikologis, fisik,

maupun finansial.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa work engagement

merupakan keadaan motivasional yang positif yang mengandung karakteristik

vigor, dedication, dan absorption. Sedangkan definisi operasional work

engagement dalam penelitian ini adalah sikap positif karyawan di mana

seorang karyawan mampu berkomitmen pada suatu organisasi dan

melaksanakan peran kerjanya, bekerja serta mengekspresikan dirinya secara

fisik, kognitif dan emosional selama bekerja, yang juga mengandung

karakteristik vigor, dedication, dan absorption. Karyawan dengan work

engagement yang tinggi dengan kuat memihak pada jenis pekerjaan yang

dilakukan dan benar-benar peduli dengan pekerjaan itu.

2. Aspek-aspek Work Engagement

Menurut Schaufeli, dkk. (2008) terdapat tiga dimensi work

engagement yaitu vigor, dedication, dan absorption. Berikut penjelasan lebih

lanjut dari aspek-aspek tersebut :

a. Vigor

Vigor dikarakteristikkan melalui level tinggi dari energi dan resiliensi

mental selama bekerja, ketulusan untuk memberikan usaha dalam suatu

pekerjaan, dan ketekunan walaupun berhadapan dengan berbagai macam

kesulitan.

Page 4: A. Work Engagementeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5257/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 15. · 14 adanya dukungan sosial yang diterima individu, baik berupa psikologis, fisik, maupun finansial

15

b. Dedication

Dedication dikarakteristikkan lewat rasa signifikan dari antusiasme,

inspirasi, kebanggaan, dan tantangan. Istilah dedication mirip dengan

istilah involvement yang biasanya didefinisikan dalam istilah identifikasi

psikologis pekerjaan seseorang. Namun, setelah dilakukan pengumpulan

data secara kualitatif, dedication lebih mengacu pada suatu involvement

yang kuat atau selangkah lebih di depan daripada level identifikasi.

Dedication memiliki cakupan yang lebih luas tidak hanya mengacu pada

state keyakinan atau kognitif saja tetapi termasuk juga terhadap affective.

c. Absorption

Absorption dikarakteristikkan dengan konsentrasi yang penuh dan

mendalam dalam pekerjaan, ditandai dengan terasa cepatnya waktu

berlalu. Terabsorpsi penuh pada suatu pekerjaan mirip dengan apa yang

sering disebut “flow”, suatu state pengalaman optimal yang

dikarakteristikkan dengan perhatian, clear mind, mind and body unison,

effortless concentration, complete control, kurangnya kesadaran diri,

distorsi waktu dan kesenangan intrinsik. Bagaimanapun secara khusus

“flow” merupakan konsep yang lebih kompleks yang termasuk dalam

banyak aspek dan mengacu pada bagian khusus, pengalaman singkat

berbeda dengan engagement yang lebih pervasif dan persisten.

Page 5: A. Work Engagementeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5257/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 15. · 14 adanya dukungan sosial yang diterima individu, baik berupa psikologis, fisik, maupun finansial

16

Menurut Macey, Schneider, Barbera & Young (dalam Mujiasih,

2012), work engagement mencakup 2 dimensi penting, yaitu:

a. Work engagement sebagai energi psikis

Dimana karyawan merasakan pengalaman puncak dengan berada di

dalam pekerjaan dan arus yang terdapat di dalam pekerjaan tersebut.

Keterikatan kerjamerupakan tendangan fisik dari perendaman diri

dalam pekerjaan (immersion), perjuangan dalam pekerjaan (striving),

penyerapan (absorption), fokus (focus) dan juga keterlibatan

(involvement).

b. Work engagement sebagai energi tingkah laku

Bagaimana work engagement terlihat oleh orang lain. Keterikatan

kerja terlihat oleh orang lain dalam bentuk tingkah laku yang berupa

hasil.

Tingkah laku yang terlihat dalam pekerjaan berupa:

- Karyawan akan berfikir dan bekerja secara proaktif, akan

mengantisipasi kesempatan untuk mengambil tindakan dan akan

mengambil tindakan dengan cara yang sesuai dengan tujuan

organisasi.

- Karyawan yang engaged tidak terikat pada “job description”,

mereka fokus pada tujuan dan mencoba untuk mencapai secara

konsisten mengenai kesuksesan organisasi.

Page 6: A. Work Engagementeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5257/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 15. · 14 adanya dukungan sosial yang diterima individu, baik berupa psikologis, fisik, maupun finansial

17

- Karyawan secara aktif mencari jalan untuk dapat memperluas

kemampuan yang dimiliki dengan jalan yang sesuai dengan yang

penting bagi visi dan misi perusahaan.

- Karyawan pantang menyerah walau dihadapkan dengan rintangan

atau situasi yang membingungkan.

Dari kedua aspek-aspek dan dimensi tersebut, peneliti memilih

untuk menggunakan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Schaufeli, dkk.

sebagai indikator penelitian yaitu vigor, dedication, dan absorption.

Karena berdasarkan data awal, aspek-aspek tersebut yang muncul pada

perilaku ATC.

3. Faktor yang mempengaruhi Work Engagement

Albrecht (2010) dalam bukunya Handlbook of Employee

Engagement, menganalisis hasil penelitian cross sectional yang dilakukan

oleh Bakker dan Demerouti (2007) mengenai berbagai pendorong atau

cara meningkatkan engagement yang dapat digunakan juga dalam konsep

work engagement. Berbagai penelitian telah meneliti faktor-faktor yang

menjadi pendorong work engagement. Faktor-faktor tersebut adalah :

a. Job Characteristic

Kahn (1990) mengungkapkan bahwa kebermaknaan psikologis dapat

dicapai dari karakteristik tugas yang menyediakan pekerjaan

menantang, bervariasi, membutuhkan berbagai keterampilan,

kebebasan mengambil keputusan sendiri dan kesempatan untuk

Page 7: A. Work Engagementeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5257/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 15. · 14 adanya dukungan sosial yang diterima individu, baik berupa psikologis, fisik, maupun finansial

18

membuat suatu kontribusi yang penting. Hal ini sesuai dengan

karakteristik pekerjaan dari Hackman dan Oldham, yaitu skill variety,

task identity, task significance, autonomy, dan feedback. Menurut

Kahn, pekerja akan lebih engaged apabila disediakan pekerjaan yang

memiliki kelima karakteristik tersebut.

b. Perceived Organizational Support

Variabel yang penting dalam dukungan sosial adalah peresepsi

terhadap dukungan organisasi dan persepsi terhadap dukungan

supervisor. POS mengacu pada keyakinan umum bahwa organisasi

menghargai kontribusi mereka dan peduli akan kesejahteraan mereka.

Dasar dari penelitian dukungan organisasi adalah social exchange

theory (SET). SET merupakan norma timbal balik antara karyawan

dengan perusahaan, dimana ketika karyawan menerima sumber-

sumber yang penting dari organisasi, maka karyawan akan merasa

berkewajiban untuk membayar ataupun meresponnya dengan

kinerjanya terhadap organisasi. POS menciptakan sebuah kewajiban

karyawan untuk peduli terhadap kesejahteraan organisasi dan

membantu organisasi mencapai tujuannya sebagai balasannya

organisasi akan menghargai kontribusi karyawannya dan peduli

terhadap kesejahteraan karyawannya. POS dapat membawa pada hasil

yang postitif yaitu melalui engagement. Dengan kata lain, karyawan

yang memiliki POS yang tinggi, menjadi lebih engaged terhadap

pekerjaan dan organisasi karyawan sebagai bagian dari norma timbal

Page 8: A. Work Engagementeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5257/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 15. · 14 adanya dukungan sosial yang diterima individu, baik berupa psikologis, fisik, maupun finansial

19

balik dari SET sehingga membantu organisasi untuk mencapai

tujuannya (Saks, 2006).

c. Reward and Recognition

Kahn (dalam Saks, 2006) mengungkapkan bahwa karyawan bervariasi

dalam engagement-nya sesuai dengan bagaimana fungsi karyawan

mempersepsikan keuntungan yang diterima dari perannya. Karyawan

akan lebih mungkin untuk engaged dalam pekerjaan sejauh mana

karyawan mempersepsikan jumlah yang lebih besar dari rewards dan

rekognisi bagi kinerja peran mereka.

d. Distributive Justice-Procedural Justice

Distributive justice merupakan persepsi terhadap keadilan sebuah

keputusan sedangkan procedural justice merupakan persepsi keadilan

terhadap proses yang digunakan dalam menentukan dan

mendistribusikan sumber daya yang ada. Ketika karyawan memiliki

persepsi yang tinggi terhadap keadilan organisasi, karyawan akan lebih

mungkin untuk merasa wajib adil untuk berperforma dalam peran

karyawan dengan memberikan diri karyawan sendiri melalui tingkat

engagement yang lebih besar (Saks, 2006).

e. Keterlibatan Dalam Pembuatan Keputusan

Sejauh mana karyawan merasa mampu menyuarakan ide, manajer

mendengar pandangan karyawannya dan menghargai kontribusi dari

karyawan, kesempatan karyawan untuk mengembangkan pekerjaan,

dan sejauh mana organisasi perhatian terhadap kesehatan dan

Page 9: A. Work Engagementeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5257/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 15. · 14 adanya dukungan sosial yang diterima individu, baik berupa psikologis, fisik, maupun finansial

20

kesejahteraan karyawan akan meningkatkan engagement (Robinson,

2004).

f. Komunikasi

Perusahan harus mengikuti kebijakan pintu terbuka. Harus ada

komunikasi ke atas dan ke bawah dengan jalur komunikasi yang tepat

dalam organisasi. Jika karyawan diizinkan dalam memberikan

pembuatan keputusan dan benar-benar di dengar oleh pemimpinnya,

maka level engagement akan tinggi (Vazirani, 2007).

g. Kepemimpinan

Organisasi yang sukses menghargai setiap kualitas dan kontribusi

karyawan tanpa menghiraukan level pekerjaan karyawan (Vazirani,

2007). Pemimpin yang efektif mampu mempengaruhi pengikutnya

untuk dapat mencapai tujuan organisasi. Pemimpin memiliki peran

penting dalam mengembangkan engagement dengan menunjukkan

karakteristik yang mendorong engagement, seperti mau berbagi visi

organisasi dan menjadi supportive (Taran, Shuck, Gutierrez, & Baralt,

2009).

h. Health and Safety

Penelitian telah mengindikasikan bahwa level engagement rendah jika

karyawan merasa tidak aman ketika bekerja. Oleh sebab itu, organisasi

seharusnya membuat metode dan sistem yang berkaitan dengan

kesehatan dan keselamatan karyawan (Vazirani, 2007).

Page 10: A. Work Engagementeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5257/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 15. · 14 adanya dukungan sosial yang diterima individu, baik berupa psikologis, fisik, maupun finansial

21

i. Job Satisfaction

Hanya karyawan yang puas yang dapat menjadi karyawan yang

engaged. Oleh sebab itu, sangat penting bagi organisasi untuk melihat

pekerjaan yang diberikan kepada karyawan dan membuat suatu tujuan

karir dimana hal tersebut akan membuat mereka menikmati pekerjaan

mereka dan otomatis akan puas dengan pekerjaannya (Vazirani, 2007).

j. Kepercayaan dan Integritas

Karyawan yang mempercayai pemimpin-pemimpin di organisasi

karena pemimpin yang mengatur irama dari kebudayaan organisasi dan

menginspirasi kinerja dan komitmen yang tinggi akan mendorong

engagement. Kepercayaan yang tinggi pada manajer dan pemimpin-

pemimpin senior berhubungan dengan skor engagement yang tinggi

(Blessing White, 2010).

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, faktor yang paling

mempengaruhi work engagement pada penelitian ini adalah faktor

perceived organizational support, karena berdasarkan data awal jika

karyawan merasa dukungan dari organisasi kurang, akan berdampak

aspek-aspek dari work engagement karyawan. Oleh karena itu peneliti

memilih perceived organizational support untuk dijadikan variabel bebas

pada penelitian ini.

Page 11: A. Work Engagementeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5257/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 15. · 14 adanya dukungan sosial yang diterima individu, baik berupa psikologis, fisik, maupun finansial

22

B. Perceived Organizational Support

1. Pengertian Perceived Organizational Support

Organizational Support Theory (OST; Eisenberger, Huntington,

Hutchison, & Sowa, 1986; Eisenberger & Stinglhamber, 2011; Shore & Shore,

1995) menyatakan bahwa “employees develop a general perception

concerning the extent to which the organization values their contributions and

cares about their well-being (Perceived Organizational Support, or POS)”.

Bila diartikan akan menjadi “karyawan akan mengembangkan sebuah persepsi

umum tentang bagaimana organisasi menghargai kontribusi dan peduli tentang

kesejahteraan karyawan (Perceived Organizational Support atau POS)”.

Pembentukan persepsi dukungan organisasi dimulai dari kecenderungan

karyawan memberi karakteristik manusia kepada organisasi (Eisenberger,

dkk., 1986). Pemberian karakteristik manusia ini terjadi karena karyawan

cenderung mengartikan perlakuan pengelola sumber daya manusia sebagai

perlakuan organisasi. Pemberian karakteristik manusia terhadap organisasi

membentuk ekspektasi karyawan akan timbal balik dari kontribusi yang telah

diberikan terhadap organisasi dan kepedulian organisasi akan kesejahteraan

karyawan (Eisenberger, dkk., 1986).

Persepsi dukungan organisasi atau Perceived Organizational Support

(POS) mengacu pada persepsi karyawan mengenai sejauh mana organisasi

menilai kontribusi, memberi dukungan, dan peduli pada kesejahteraannya

(Rhoades & Eisenberger, 2002). Jika karyawan menganggap bahwa dukungan

organisasi yang diterimanya tinggi, maka karyawan tersebut akan menyatukan

Page 12: A. Work Engagementeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5257/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 15. · 14 adanya dukungan sosial yang diterima individu, baik berupa psikologis, fisik, maupun finansial

23

keanggotaan sebagai anggota organisasi ke dalam identitas dirinya dan

kemudian mengembangkan hubungan dan persepsi yang lebih positif terhadap

organisasi tersebut. Hal tersebut yang juga akan meningkatkan komitmen pada

diri karyawan. Komitmen inilah yang pada akhirnya akan mendorong

karyawan untuk berusaha membantu organisasi mencapai tujuannya, dan

meningkatkan harapan bahwa performa kerja akan diperhatikan serta dihargai

oleh organisasi (Rhoades & Eisenberger, 2002).

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa definisi Perceived

Organizational Support adalah persepsi karyawan mengenai sejauh mana

organisasi menilai kontribusi, memberi dukungan, dan peduli pada

kesejahteraannya. Definisi operasional Perceived Organizational Support

dalam penelitian ini adalah pembentukan persepsi dukungan organisasi

dimulai dari kecenderungan karyawan memberi karakteristik manusia kepada

organisasi mengacu pada persepsi karyawan mengenai sejauh mana organisasi

menilai kontribusi, memberi dukungan, dan peduli pada kesejahteraannya.

Jika karyawan menganggap bahwa dukungan organisasi yang diterimanya

tinggi, maka karyawan tersebut akan menyatukan keanggotaan sebagai

anggota organisasi ke dalam identitas dirinya dan kemudian mengembangkan

hubungan dan persepsi yang lebih positif terhadap organisasi tersebut.

Page 13: A. Work Engagementeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5257/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 15. · 14 adanya dukungan sosial yang diterima individu, baik berupa psikologis, fisik, maupun finansial

24

2. Aspek-aspek Perceived Organizational Support

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Rhoades dan Eisenberger

(2002) mengindikasikan bahwa 3 kategori utama dari perlakuan yang

dipersepsikan oleh karyawan memiliki hubungan dengan Perceived

Organizational Support. Ketiga kategori utama ini adalah sebagai berikut:

a. Keadilan

Keadilan prosedural menyangkut cara yang digunakan untuk menentukan

bagaimana mendistribusikan sumber daya di antara karyawan. (Greenberg,

dalam Rhoades & Eisenberger 2002). Shore dan Shore (dalam Rhoades &

Eisenberger, 2002) menyatakan bahwa banyaknya kasus yang

berhubungan dengan keadilan dalam distribusi sumber daya memiliki efek

kumulatif yang kuat pada Perceived Organizational Support dimana hal

ini menunjukkan bahwa organisasi memiliki kepedulian terhadap

kesejahteraan karyawan. Cropanzo dan Greenberg (dalam Rhoades &

Eisenberger, 2002) membagi keadilan prosedural menjadi aspek keadilan

struktural dan aspek sosial. Aspek struktural mencakup peraturan formal

dan keputusan mengenai karyawan. Sedangkan aspek sosial seringkali

disebut dengan keadilan interaksional yang meliputi bagaimana

memperlakukan karyawan dengan penghargaan terhadap martabat dan

penghormatan mereka.

b. Dukungan supervisor

Karyawan mengembangkan pandangan umum tentang sejauh mana atasan

menilai kontribusi karyawan dan peduli terhadap kesejahteraan karyawan

Page 14: A. Work Engagementeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5257/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 15. · 14 adanya dukungan sosial yang diterima individu, baik berupa psikologis, fisik, maupun finansial

25

(Kottke & Sharafinski, dalam Rhoades & Eisenberger, 2002). Karena

atasan bertindak sebagai agen dari organisasi yang memiliki tanggung

jawab untuk mengarahkan dan mengevaluasi kinerja bawahan, karyawan

pun melihat orientasi atasan sebagai indikasi adanya dukungan organisasi

(Levinson dkk., dalam Rhoades & Eisenberger, 2002).

c. Penghargaan Organisasi dan Kondisi Pekerjaan

Bentuk dari penghargaan organisasi dan kondisi pekerjaan ini adalah

sebagai berikut:

- Pelatihan.

Pelatihan dalam bekerja dilihat sebagai investasi pada karyawan yang

nantinya akan Perceived Organizational Support (Wayne dkk., dalam

Rhoades & Eisenberger, 2002).

- Gaji, pengakuan, dan promosi.

Sesuai dengan teori dukungan organisasi, kesempatan untuk

mendapatkan hadiah (gaji, pengakuan, dan promosi) akan

meningkatkan kontribusi karyawan dan akan meningkatkan Perceived

Organizational Support (Rhoades & Eisenberger, 2002).

- Keamanan dalam bekerja.

Adanya jaminan bahwa organisasi ingin mempertahankan

keanggotaan di masa depan memberikan indikasi yang kuat terhadap

Perceived Organizational Support (Griffith dkk., dalam Eisenberger

and Rhoades, 2002).

Page 15: A. Work Engagementeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5257/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 15. · 14 adanya dukungan sosial yang diterima individu, baik berupa psikologis, fisik, maupun finansial

26

- Peran stressor. Stress mengacu pada ketidakmampuan individu

mengatasi tuntutan dari lingkungan. Stres terkait dengan tiga aspek

peran karyawan dalam organisasi yang berkorelasi negatif dengan

Perceived Organizational Support, yaitu: tuntutan yang melebihi

kemampuan karyawan bekerja dalam waktu tertentu (work-overload),

kurangnya informasi yang jelas tentang tanggung jawab pekerjaan

(role-ambiguity), dan adanya tanggung jawab yang saling

bertentangan (role-conflict) (Lazarus & Folkman, dalam Rhoades &

Eisenberger, 2002).

Worley, Fuqua, dan Hellman (2009) menjelaskan bahwa terdapat dua

aspek dalam persepsi dukungan organisasi :

a. Keyakinan umum karyawan akan sejauhmana organisasi

menyadari dan menghargai kontribusi karyawan. Karyawan

menilai apresiasi organisasi akan kontribusi karyawan melalui

pemberian imbalan material oleh organisasi seperti gaji, jabatan,

imbalan, atau kompensasi dan keuntungan dalam bentuk lain.

b. Keyakinan karyawan akan kepedulian organisasi terhadap

kesejahteraan sosioemosional dari karyawan. Aspek persepsi

dukungan organisasi ini mencerminkan persepsi karyawan

terhadap peraturan organisasi dan aplikasinya terkait dengan

pemakaian waktu untuk hal personal dan hal yang berkaitan

dengan keluarga.

Page 16: A. Work Engagementeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5257/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 15. · 14 adanya dukungan sosial yang diterima individu, baik berupa psikologis, fisik, maupun finansial

27

Peneliti memilih aspek-aspek yang dikemukakan oleh Rhoades &

Eisenberger untuk digunakan sebagai indikator di dalam alat ukur penelitian,

aspek-aspek tersebut adalah keadilan, dukungan supervisor, serta penghargaan

organisasi dan kondisi pekerjaan. Karena aspek-aspek tersebut yang juga

muncul dalam data awal penelitian.

C. Hubungan Antara Perceived Organizational Support dengan Work

Engagement

Saks (2006) berpendapat bahwa Perceived Organizational Support (POS)

dapat membawa pada hasil yang postitif yaitu melalui engagement. Dengan kata

lain, karyawan yang memiliki POS yang tinggi menjadi lebih engaged terhadap

pekerjaan dan organisasi sebagai bagian dari norma timbal balik dari social

exchange theory sehingga membantu organisasi untuk mencapai tujuannya.

Albrecht (2010) dalam bukunya Handbook of Employee Engagement,

menganalisis hasil penelitian cross sectional yang dilakukan oleh Bakker dan

Demerouti (2007) mengenai berbagai pendorong atau cara meningkatkan

engagement yang dapat digunakan juga dalam konsep work engagement di

antaranya adalah Job Characteristic, Perceived Organizational Support, Reward

and recognition, kepemimpinan, komunikasi, job satisfaction, kepercayaan dan

intregitas. Menurut Rhoades & Eisenberger (2008), Perceived Organizational

Support merupakan teori dukungan organisasi yang beranggapan bahwa untuk

menentukan kesiapan organisasi memberikan rewards atas peningkatan kinerja

Page 17: A. Work Engagementeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5257/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 15. · 14 adanya dukungan sosial yang diterima individu, baik berupa psikologis, fisik, maupun finansial

28

dan memenuhi kebutuhan sosioemosional, karyawan mengembangkan

kepercayaan bahwa organisasi menghargai konstribusi dan memperhatikan

kesejahteraan mereka.

Menurut Rhoades dan Eisenberger (2002), persepsi terhadap dukungan

organisasi mengacu pada persepsi karyawan mengenai sejauh mana organisasi

menilai kontribusi dan peduli pada kesejahteraan karyawan. Dukungan organisasi

juga merupakan upaya untuk memberi penghargaan, perhatian, dan peningkatan

kesejahteraan kepada setiap karyawan sesuai dengan usaha yang diberikan bagi

organisasi. Pada dasarnya, dukungan organisasi senantiasa diharapkan oleh setiap

karyawan. Jika karyawan merasakan adanya dukungan dari organisasi yang sesuai

dengan norma, keinginan, dan harapannya, maka karyawan akan dengan

sendirinya memiliki komitmen dalam memenuhi kewajibannya pada organisasi

(Eisenberger, dkk., 2002).

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Rhoades dan Eisenberger (2002)

mengindikasikan bahwa 3 kategori utama dari perlakuan yang dipersepsikan oleh

karyawan memiliki hubungan dengan Perceived Organizational Support yaitu

keadilan, dukungan supervisor, serta penghargaan organisasi dan kondisi

pekerjaan. Keadilan prosedural menyangkut cara yang digunakan untuk

menentukan bagaimana mendistribusikan sumber daya di antara karyawan

(Greenberg, dalam Rhoades & Eisenberger 2002). Shore dan Shore (dalam

Rhoades & Eisenberger, 2002) menyatakan bahwa banyaknya kasus yang

berhubungan dengan keadilan dalam distribusi sumber daya memiliki efek

kumulatif yang kuat pada perceived organizational support di mana hal ini

Page 18: A. Work Engagementeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5257/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 15. · 14 adanya dukungan sosial yang diterima individu, baik berupa psikologis, fisik, maupun finansial

29

menunjukkan bahwa organisasi memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan

karyawan. Cropanzo dan Greenberg (dalam Rhoades & Eisenberger, 2002)

membagi keadilan prosedural menjadi aspek keadilan struktural dan aspek sosial.

Aspek struktural mencakup peraturan formal dan keputusan mengenai karyawan.

Sedangkan aspek sosial seringkali disebut dengan keadilan interaksional yang

meliputi bagaimana memperlakukan karyawan dengan penghargaan terhadap

martabat dan penghormatan karyawan. Karyawan yang memiliki keterikatan

tentunya memiliki sense of belonging yang lebih besar terhadap perusahaan, sense

of belonging merupakan aspek penting dimana semakin peduli karyawan pada

organisasinya maka karyawan akan merasakan tingkat stress yang lebih tinggi jika

diperlakukan tidak adil (Cropanzo, dkk. 2007). Persepsi karyawan terhadap

keadilan perusahaan dapat mempengaruhi peran karyawan di dalam perusahaan

melalui level engagement nya. Menurut Maslach (2001), jika karyawan memiliki

persepsi positif terhadap keadilan perusahaan, akan muncul rasa harus

memberikan timbal balik dalam diri karyawan dengan memberikan usaha lebih

ketika bekerja melalui level engagement yang lebih tinggi. Sebaliknya, jika

karyawan memiliki persepsi negatif terhadap keadilan perusahaan, akan

menyebabkan karyawan meninggalkan pekerjaannya dan berkurangnya peran

karyawan di dalam perusahaan. Persepsi yang positif terhadap keadilan

perusahaan dapat meningkatkan work engagement, sebaliknya persepsi negatif

terhadap keadilan perusahaan dapat menyebabkan burnout melalui level

engagement yang rendah.

Page 19: A. Work Engagementeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5257/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 15. · 14 adanya dukungan sosial yang diterima individu, baik berupa psikologis, fisik, maupun finansial

30

Lebih lanjut, adalah kategori dukungan supervisor, karyawan

mengembangkan pandangan umum tentang sejauh mana atasan menilai kontribusi

karyawan dan peduli terhadap kesejahteraan karyawan (Kottke & Sharafinski,

dalam Rhoades & Eisenberger, 2002). Hal ini dikarenakan atasan bertindak

sebagai agen dari organisasi yang memiliki tanggung jawab untuk mengarahkan

dan mengevaluasi kinerja bawahan, karyawan pun melihat orientasi atasan

sebagai indikasi adanya dukungan organisasi (Levinson dkk., dalam Rhoades &

Eisenberger, 2002). Menurut Eisenberger, dkk. (2002). Jika karyawan memiliki

persepsi yang positif terhadap dukungan supervisor maka hal tersebut akan

menghasilkan hubungan timbal balik di mana karyawan merasa terhubung secara

emosional dan berkewajiban untuk memberi timbal balik kepada supervisor dan

organisasi dengan memberikan lebih banyak kemampuannya melalui level

engagement yang tinggi. Sebaliknya, jika karyawan memiliki persepsi yang

negatif terhadap dukungan supervisor maka karyawan tidak merasa ada hubungan

baik dengan supervisor dan organisasi sehingga karyawan merasa tidak perlu

untuk memberikan banyak kemampuannya dan menyebabkan level engagement

yang rendah.

Kategori yang terakhir adalah penghargaan organisasi dan kondisi

pekerjaan, bentuk dari penghargaan organisasi dan kondisi pekerjaan ini adalah:

Pelatihan, pelatihan dalam bekerja dilihat sebagai investasi pada karyawan yang

nantinya akan Perceived Organizational Support (Wayne dkk., dalam Rhoades &

Eisenberger, 2002). Selanjutnya ada gaji, pengakuan, dan promosi. Sesuai dengan

teori dukungan organisasi, kesempatan untuk mendapatkan hadiah (gaji,

Page 20: A. Work Engagementeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5257/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 15. · 14 adanya dukungan sosial yang diterima individu, baik berupa psikologis, fisik, maupun finansial

31

pengakuan, dan promosi) akan meningkatkan kontribusi karyawan dan akan

meningkatkan Perceived Organizational Support (Rhoades & Eisenberger, 2002).

Lalu ada keamanan dalam bekerja, adanya jaminan bahwa organisasi ingin

mempertahankan keanggotaan di masa depan memberikan indikasi yang kuat

terhadap Perceived Organizational Support (Griffith dkk., dalam Eisenberger and

Rhoades, 2002). Terakhir adalah peran stressor, stress mengacu pada

ketidakmampuan individu mengatasi tuntutan dari lingkungan. Stres terkait

dengan tiga aspek peran karyawan dalam organisasi yang berkorelasi negatif

dengan Perceived Organizational Support, yaitu: tuntutan yang melebihi

kemampuan karyawan bekerja dalam waktu tertentu (work-overload), kurangnya

informasi yang jelas tentang tanggung jawab pekerjaan (role-ambiguity), dan

adanya tanggung jawab yang saling bertentangan (role-conflict) (Lazarus &

Folkman, dalam Rhoades & Eisenberger, 2002).

Robertson (2007) berpendapat bahwa karyawan yang terikat dengan

pekerjaannya akan menunjukkan antusiasme, hasrat yang nyata menenai

pekerjaannya dan untuk organisasi. Selain itu, karyawan juga akan menikmati

pekerjaan yang dilakukannya dan berkeinginan untuk memberikan segala bantuan

untuk dapat mensukseskan organisasi tempatnya bekerja. Ismainar (2015)

berpendapat bahwa bagi karyawan, organisasi merupakan sumber penting bagi

kebutuhan sosioemosional, seperti respect (penghargaan), caring (kepedulian),

dan tangiblebenefit (berupa gaji dan tunjangan kesehatan). Perasaan dihargai oleh

organisasi membantu mempertemukan kebutuhan karyawan akan approval

(persetujuan), esteem (penghargaan) dan affiliation (keanggotaan). Penilaian

Page 21: A. Work Engagementeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5257/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 15. · 14 adanya dukungan sosial yang diterima individu, baik berupa psikologis, fisik, maupun finansial

32

positif dari organisasi juga meningkatkan kepercayaan bahwa peningkatan usaha

dalam bekerja akan dihargai, sehingga karyawan akan memberikan perhatian yang

lebih atas penghargaan yang diterima dari atasan, maka dari itu dukungan

organisasi memberikan hasil positif untuk karyawan dan organisasi.

Robbins dan Judge (2008) menyatakan bahwa dukungan organisasional

yang dirasakan adalah tingkat sampai dimana karyawan yakin organisasi

menghargai kontribusi dan peduli dengan kesejahteraan karyawan, kecuali jika

bagi karyawan manajemen tidak mendukung, karyawan dapat melihat tugas-tugas

tersebut sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan dan memperlihatkan hasil

kerja yang tidak efektif untuk organisasi. Dukungan organisasi dapat berdampak

pada peningkatan komitmen, kepuasan kerja dan mood yang positif, keterlibatan

kerja karyawan, performa kerja, keinginan untuk menetap dalam organisasi dan

menurunkan ketegangan dalam bekerja, serta menurunkan tingkat withdrawal

behavior, sehingga dapat meningkatkan produktivitas organisasi (Rhoades &

Eisenberger, 2002).

Menurut Soekiman (2007) karyawan yang merasakan adanya sistem di

dalam perusahaan yang mendukung keberadaan karyawan sebagai anggota

organisasi dengan adanya bentuk kepedulian akan masa depan, kebutuhan

karyawan di dalam organisasi, karier, dan peningkatan sistem sumber daya

manusia akan meningkatkan komitmen karyawan melalui level engagement yang

lebih tinggi. Sebaliknya, karyawan yang merasa tidak adanya sistem di dalam

perusahaan yang mendukung keberadaan karyawan sebagai anggota organisasi

dengan adanya bentuk kepedulian akan masa depan, kebutuhan karyawan di

Page 22: A. Work Engagementeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5257/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 15. · 14 adanya dukungan sosial yang diterima individu, baik berupa psikologis, fisik, maupun finansial

33

dalam organisasi, karier, dan peningkatan sistem sumber daya manusia maka

karyawan akan merasa tidak perlu berkomitmen tinggi terhadap perusahaan

sehingga menyebabkan level engagement karyawan rendah.

D. Hipotesis

Berdasarkan kerangka teori tersebut, dapat dirumuskan hipotesis penelitian

ini adalah “ada hubungan positif antara perceived organizational support dengan

work engagement pada air traffic controller (ATC)”. Artinya, semakin positif

perceived organizational support maka semakin tinggi work engagement pada

ATC di bandara Soekarno-Hatta Jakarta. Sebaliknya, semakin negatif perceived

organizational support maka semakin rendah work engagement pada ATC di

bandara Soekarno-Hatta Jakarta.