repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · bab ii tinjauan pustaka 2.1...

24
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Energi Listrik, Daya Listrik dan Tarif Listrik 2.1.1 Energi Listrik Energi didefenisikan sebagai suatu kemampuan untuk melakukan kerja. Ada berbagai jenis energi, misal energi mekanis, energi kimia, energi listrik, juga energi panas maupun energi cahaya. Energi-energi tersebut tidak dapat diciptakan ataupun dimusnahkan, namun sangat mudah untuk berubah bentuk. Hal ini sesuai dengan hukum kekekalan energi [4]. Satuan energi menurut Satuan Internasional adalah Joule, selain itu energi juga dinyatakan dalam kalori, BTU, atau Watt hour. Dari segi pemakaian, energi diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu energi primer dan energi sekunder. Energi yang langsung diberikan oleh alam dalam wujud aslinya dan belum mengalami perubahan (konversi) disebut sebagai energi primer. Contoh dari energi primer ini adalah gas bumi, minyak mentah, tenaga air, batu bara, dan lain-lain. Sementara energi sekunder adalah energi yang berasal dari energi primer yang telah diubah melalui proses teknologi menjadi bentuk energi yang lebih mudah/praktis digunakan. Contoh dari energi sekunder ini adalah minyak tanah, kokas, listrik, dan lain-lain. Energi listrik merupakan suatu bentuk energi yang berasal dari sumber arus yang biasanya dinyatakan dalam Watt hour. Energi yang digunakan oleh peralatan listrik merupakan laju penggunaan energi (daya) dikalikan dengan waktu selama peralatan tersebut digunakan [5]. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut [4]:

Upload: others

Post on 27-Feb-2020

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Energi Listrik, Daya Listrik dan Tarif Listrik

2.1.1 Energi Listrik

Energi didefenisikan sebagai suatu kemampuan untuk melakukan kerja.

Ada berbagai jenis energi, misal energi mekanis, energi kimia, energi listrik, juga

energi panas maupun energi cahaya. Energi-energi tersebut tidak dapat diciptakan

ataupun dimusnahkan, namun sangat mudah untuk berubah bentuk. Hal ini sesuai

dengan hukum kekekalan energi [4]. Satuan energi menurut Satuan Internasional

adalah Joule, selain itu energi juga dinyatakan dalam kalori, BTU, atau Watt hour.

Dari segi pemakaian, energi diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu energi

primer dan energi sekunder. Energi yang langsung diberikan oleh alam dalam wujud

aslinya dan belum mengalami perubahan (konversi) disebut sebagai energi primer.

Contoh dari energi primer ini adalah gas bumi, minyak mentah, tenaga air, batu bara,

dan lain-lain. Sementara energi sekunder adalah energi yang berasal dari energi primer

yang telah diubah melalui proses teknologi menjadi bentuk energi yang lebih

mudah/praktis digunakan. Contoh dari energi sekunder ini adalah minyak tanah, kokas,

listrik, dan lain-lain.

Energi listrik merupakan suatu bentuk energi yang berasal dari sumber

arus yang biasanya dinyatakan dalam Watt hour. Energi yang digunakan oleh

peralatan listrik merupakan laju penggunaan energi (daya) dikalikan dengan

waktu selama peralatan tersebut digunakan [5]. Secara matematis dapat dituliskan

sebagai berikut [4]:

7

Power x Time = Energy (2.1)

Dimana :

Power merupakan daya peralatan listrik (Watt)

Time merupakan waktu selama peralatan digunakan (jam/hour)

Energy merupakan energi listrik yang dikonsumsi peralatan listrik

(Watt hour).

2.1.2 Daya Listrik

Daya merupakan energi yang diperlukan untuk melakukan usaha/kerja.

Daya listrik biasanya dinyatakan dalam Watt. Secara matematis, besarnya daya

listrik dapat dituliskan sebagai berikut :

P = V I (2.2)

Dimana :

P : merupakan daya listrik (Watt)

V : merupakan tegangan (volt)

I : merupakan arus listrik (ampere)

Namun, pada sistem tenaga listrik bolak-balik dimana besaran tegangan

dan arus berubah sepanjang waktu, rumus sederhana diatas menjadi lebih sedikit

rumit. Besaran daya, arus dan tegangan merupakan bilangan kompleks dan

persamaan diatas menjadi :

S= I*V (2.3)

dimana S merupakan daya semu dan tanda asterisk (*) menunjukkan konjugasi

dari bilangan kompleks arus I, yang berarti bahwa dalam perhitungan tanda

8

(positif atau negatif) dari komponen imajiner bilangan kompleksnya harus dibalik

(positif menjadi negatif dan sebaliknya).

Sedangkan daya sebenarnya yang dikonsumsi oleh beban atau suatu

peralatan listrik adalah daya nyata (P) yang dinyatakan dalam watt. Dalam bentuk

matematis, dirumuskan :

P= Irms Vrms cos φ (2.4)

Dimana :

P : daya nyata/daya aktif (Watt)

Irms : arus rms (ampere)

Vrms : tegangan rms (volt)

φ : sudut yang dibentuk antara arus dan tegangan.

Ada sebuah komponen daya lainnya yang disebut dengan daya reaktif,

yaitu daya yang diperlukan untuk pembentukan medan magnet. Disimbolkan

dengan Q, dinyatakan dalam Var dan secara matematis dituliskan :

Q= Irms Vrms sin φ (2.5)

Dimana :

Q : daya reaktif (Var)

Irms : arus rms (ampere)

Vrms : tegangan rms (volt)

φ : sudut yang dibentuk oleh arus dan tegangan.

9

Hubungan antara daya semu, daya aktif dan daya reaktif dapat dilihat

melalui segitiga daya, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 [6] :

Gambar 2.1 Segitiga Daya

2.1.3 Tarif Listrik

Tarif listrik merupakan tarif yang dikenakan kepada konsumen yang

menggunakan energi listrik yang bersumber dari Perusahaan Listrik Negara

(PLN). Berdasarkan Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral

Republik Indonesia Nomor 09 Tahun 2014, tarif tenaga listrik ditetapkan

berdasarkan golongan tarif.

Tarif tenaga listrik dibedakan atas beberapa golongan, sebagai berikut:

1. Tarif tenaga listrik untuk keperluan Pelayanan Sosial

2. Tarif tenaga listrik untuk keperluan Rumah Tangga

3. Tarif tenaga listrik untuk keperluan Bisnis

4. Tarif tenaga listrik untuk keperluan Industri

5. Tarif tenaga listrik untuk keperluan Kantor Pemerintah dan Penerangan

Jalan Umum

S = I V

Q = I V sin φ

P = I V cos φ

φ

10

6. Tarif tenaga listrik untuk keperluan Traksi pada tegangan menengah,

dengan daya diatas 200 kVA (T/TM) diperuntukkan bagi Perusahaan

Perseroan (Persero) PT Kereta Api Indonesia [7].

Biaya listrik yang dibayarkan konsumen terdiri atas dua komponen, yaitu:

1. Biaya Awal

Untuk mendapatkan suplai listrik oleh pihak penyedia listrik

pertama kali, maka konsumen harus membayar biaya awal. Biaya awal

terdiri atas biaya penyambungan dan biaya jaminan listrik.

2. Biaya Perbulan (Pemakaian)

Biaya perbulan merupakan biaya yang dibayarkan oleh konsumen

setiap bulan, biaya ini terdiri atas [8]:

a. Biaya Beban (Abonemen)

b. Biaya Pemakaian (kWh)

c. Biaya kelebihan Pemakaian kVarh

d. Biaya Pemakaian Trafo (jika ada)

e. Biaya lain-lain yang terdiri dari:

Biaya Pajak Penerangan Jalan

Biaya Materai

Biaya Pajak Pertambahan Nilai.

11

2.2 Manajemen Energi

Salah satu solusi dari permasalahan krisis energi listrik yang terjadi adalah

dengan melakukan pengelolaan energi listrik melalui konsep manajemen energi.

Manajemen energi didefenisikan sebagai program terpadu yang direncanakan dan

dilaksanakan secara sistematis untuk memanfaatkan sumber daya energi dan

energi secara efektif dan efisien dengan melakukan perencanaan, pencatatan,

pengawasan dan evaluasi secara kontinu tanpa mengurangi kualitas

produksi/pelayanan [9]. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Energi dan

Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012, Manajemen

energi adalah kegiatan terpadu untuk mengendalikan konsumsi energi agar

tercapai pemanfaatan energi yang efektif dan efisien untuk menghasilkan keluaran

yang maksimal melalui tindakan teknik secara terstruktur dan ekonomis untuk

meminimalisasi konsumsi bahan baku dan pendukung.

Manajemen energi diterapkan untuk memaksimalkan kapasitas

pembangkit yang ada dalam memenuhi kebutuhan energi listrik, yaitu dengan

melaksanakan program di sisi permintaan (Demand Side Management) dan di sisi

penyediaan (Supply Side Management). Program Demand Side Management

(DSM) dimaksudkan untuk mengendalikan pertumbuhan permintaan tenaga

listrik, dengan cara mengendalikan beban puncak, pembatasan sementara

sambungan baru terutama di daerah krisis penyediaan tenaga listrik, dan

melakukan langkah-langkah efisiensi lainnya di sisi konsumen. Program Supply

Side Management (SSM) dilakukan melalui optimasi penggunaan pembangkit

tenaga listrik yang ada dan pemanfaatan captive power. Melalui upaya DSM dan

12

SSM ini diharapkan keseimbangan antara sisi penyedia dan sisi konsumen tetap

terjaga [10].

Di Indonesia, kebijakan pengelolaan energi lebih diprioritaskan pada

bagaimana menyediakan energi atau memperluas akses terhadap energi kepada

masyarakat (SSM). Untuk itu, diperlukan perubahan paradigma konservasi energi

dari Supply Side Management (SSM) ke arah Demand Side Management yang

memfokuskan pada konservasi energi pada sektor pengguna [11].

Sumber: Paparan DJEBTKE Lokakarya Konservasi Energi

Gambar 2.2 Perubahan Paradigma Pengelolaan Energi

Perubahan paradigma ini dimaksudkan agar para pengguna energi

melakukan konservasi energi, sehingga dapat mengefisiensikan kebutuhan energi.

Selain itu juga dapat memanfaatkan sumber energi terbarukan dan mengurangi

energi fosil dengan mengubah peran energi fosil sebagai faktor penyeimbang, dan

bukan faktor utama.

13

Hal yang dapat dilakukan dalam menerapkan program manajemen energi

antara lain:

a. Pada anggaran energi untuk menyiapkan sumber-sumber energi yang

dibutuhkan.

b. Mengumpulkan dan menganalisis data pemakaian energi saat ini.

c. Melaksanakan audit energi untuk mengetahui dimana dan bagaimana

mengefektifkan pemakaian energi.

d. Menerapkan penghematan energi.

e. Secara berkala melaporkan penghematan yang telah dicapai.

Ada dua strategi pokok manajemen energi, yaitu:

1. Konservasi energi

Melalui konservasi energi pemakaian energi yang tidak perlu dapat

dihindari serta diharapkan dapat mengurangi permintaan pada pelayanan

yang berkaitan dengan energi.

2. Efisiensi energi

Pengurangan pemakaian energi pada saat penggunaan.

Beberapa hal yang sangat mempengaruhi kesuksesan dari program

manajemen energi, yaitu [12]:

1. Komitmen menyeluruh dari seluruh bagian dalam organisasi tersebut,

mulai manajer senior sampai ke bawahan.

2. Sistem pelaporan yang efektif dimana dapat dipertanggungjawabkan pada

manajer dalam penggunaan energi.

14

3. Perhatian dari staf dan program pelatihan.

Program manajemen energi ini merupakan sebuah proses yang

berkelanjutan. Program ini akan lebih efektif jika dilaksanakan secara rutin, dan

ditinjau ulang bila diperlukan.

Di Indonesia, pelaksanaan manajemen energi diatur dalam Peraturan

Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia No. 14 Tahun

2012 Tentang Manajemen Energi. Pada Pasal 4 dalam peraturan ini dikatakan

bahwa Pengguna sumber energi dan pengguna energi yang menggunakan sumber

energi dan/atau energi kurang dari 6000 setara ton minyak per tahun agar

melaksanakan manajemen energi dan/atau penghematan energi. Sedangkan

pelaksanaan penghematan energi diatur secara terpisah dalam Peraturan Menteri

Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia No. 13 Tahun 2012

Tentang Penghematan Pemakaian Tenaga Listrik.

2.3 Konservasi Energi

Seperti yang telah disebutkan pada sub bab diatas bahwa konservasi energi

merupakan salah satu strategi dalam manajemen energi dan juga merupakan salah

satu cara yang dapat dilakukan untuk mengendalikan pertumbuhan permintaan

tenaga listrik pada sisi konsumen. Konservasi energi dapat diartikan sebagai

upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai efisiensi pemakaian energi dan

menghindari terjadinya pemborosan energi [3].

15

Selama ini, kegiatan konservasi energi hanya dilakukan sebatas sukarela

(voluntary) saja. Namun, dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 70 Tahun 2009 Tentang Konservasi Energi, kegiatan ini bersifat

wajib (mandatory), terutama bagi pengguna energi dalam jumlah besar [13].

Dimana menurut Pasal 12 Ayat (2) Peraturan Pemerintah tersebut, pengguna

energi yang menggunakan energi lebih besar atau sama dengan 6000 TOE per

tahun wajib melakukan konservasi energi melalui manajemen energi.

Selain itu, konservasi energi di Indonesia juga diatur dalam Instruksi

Presiden No. 9 Tahun 1982 tentang Konservasi Energi. Undang-undang yang

secara langsung terkait dengan konservasi energi adalah Undang-undang No. 30

Tahun 2007 tentang Energi. Undang-undang ini menjadi payung hukum bagi

kebijakan energi nasional termasuk didalamnya kebijakan konservasi energi.

2.4 Audit Energi

Untuk menghitung besarnya konsumsi energi listrik pada bangunan

gedung serta untuk mengenali atau mengetahui langkah-langkah penghematan

energi yang dapat diambil agar tercapai efisiensi pemakaian energi listrik dapat

dilakukan melalui kegiatan audit energi. Secara umum audit energi adalah

kegiatan untuk mengidentifikasi dimana dan berapa energi yang digunakan serta

langkah-langkah apa yang dapat dilakukan dalam rangka konservasi energi pada

suatu fasilitas pengguna energi.

Dapat juga diartikan sebagai suatu prosedur pengukuran dan pencatatan

penggunaan energi secara sistematis dan berkesinambungan, melalui

16

pengumpulan data kemudian diikuti dengan analisis dan kegiatan konservasi

energi yang akan dilaksanakan.

Kegiatan audit energi dimulai dari survei data sederhana hingga pengujian

data yang sudah ada secara rinci, dianalisis dan dirancang untuk menghasilkan

data baru. Melalui audit energi, kita dapat memperoleh potret penggunaan energi

pada sebuah gedung yaitu gambaran mengenai jenis, jumlah penggunaan energi,

peralatan energi, intensitas energi, maupun data-data lainnya [3].

2.4.1 Intensitas Konsumsi Energi Listrik

Intensitas konsumsi energi listrik menggambarkan banyaknya energi

listrik yang dikonsumsi per satuan luas bangunan dalam rentang waktu tertentu.

IKE dapat dirumuskan sebagai berikut:

𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼 = 𝐼𝐼𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸 (𝐸𝐸𝑘𝑘ℎ)𝐸𝐸𝐿𝐿𝐿𝐿𝐸𝐸𝐵𝐵𝐿𝐿𝐸𝐸𝐸𝐸𝐿𝐿𝐸𝐸𝐿𝐿𝐸𝐸 (𝑚𝑚2)

(2.6)

Dari nilai IKE inilah nantinya ditentukan tingkat efisiensi penggunaan energi

listrik berdasarkan standar yang digunakan.

Konsumsi energi spesifik per luas lantai menggunakan AC dan atau tidak

menggunakan AC adalah sebagai berikut [14]:

a. Jika presentase perbandingan luas lantai yang menggunakan AC terhadap

luas lantai total gedung kurang dari 10%, maka gedung tersebut termasuk

gedung yang tidak menggunakan AC dan konsumsi energi perluas lantai

adalah:

𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼1 = 𝑇𝑇𝑇𝑇𝐸𝐸𝐿𝐿𝑇𝑇 𝐼𝐼𝑇𝑇𝐸𝐸𝐸𝐸𝐿𝐿𝑚𝑚𝐸𝐸𝐸𝐸 𝐼𝐼𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸 (𝐸𝐸𝑘𝑘ℎ)𝐸𝐸𝐿𝐿𝐿𝐿𝐸𝐸 𝐸𝐸𝐿𝐿𝐸𝐸𝐸𝐸𝐿𝐿𝐸𝐸 𝑇𝑇𝑇𝑇𝐸𝐸𝐿𝐿𝑇𝑇 (𝑚𝑚2)

(2.7)

17

b. Jika presentase perbandingan luas lantai yang menggunakan AC terhadap

luas lantai total gedung lebih dari 90%, maka gedung tersebut termasuk

gedung yang menggunakan AC dan konsumsi energi perluas lantai adalah:

𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼2 = 𝑇𝑇𝑇𝑇𝐸𝐸𝐿𝐿𝑇𝑇 𝐼𝐼𝑇𝑇𝐸𝐸𝐸𝐸𝐿𝐿𝑚𝑚𝐸𝐸𝐸𝐸 𝐼𝐼𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸 (𝐸𝐸𝑘𝑘ℎ)𝐸𝐸𝐿𝐿𝐿𝐿𝐸𝐸 𝐸𝐸𝐿𝐿𝐸𝐸𝐸𝐸𝐿𝐿𝐸𝐸 𝑇𝑇𝑇𝑇𝐸𝐸𝐿𝐿𝑇𝑇 (𝑚𝑚2)

(2.8)

c. Jika presentase perbandingan luas lantai yang menggunakan AC terhadap

luas lantai total gedung lebih dari 10% dan kurang dari 90%, maka gedung

tersebut termasuk gedung yang menggunakan AC dan tidak menggunakan

AC dan konsumsi energi perluas lantai adalah:

• Konsumsi energi per luas lantai tidak menggunakan AC adalah:

𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼3 = 𝑇𝑇𝑇𝑇𝐸𝐸𝐿𝐿𝑇𝑇 𝐼𝐼𝑇𝑇𝐸𝐸𝐸𝐸𝐿𝐿𝑚𝑚𝐸𝐸𝐸𝐸 𝐼𝐼𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸 (𝐸𝐸𝑘𝑘ℎ)−𝐼𝐼𝑇𝑇𝐸𝐸𝐸𝐸𝐿𝐿𝑚𝑚𝐸𝐸𝐸𝐸 𝐼𝐼𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸 𝐴𝐴𝐴𝐴 (𝐸𝐸𝑘𝑘ℎ)𝐸𝐸𝐿𝐿𝐿𝐿𝐸𝐸 𝐸𝐸𝐿𝐿𝐸𝐸𝐸𝐸𝐿𝐿𝐸𝐸 𝑇𝑇𝑇𝑇𝐸𝐸𝐿𝐿𝑇𝑇 (𝑚𝑚2)

(2.9)

• Komsumsi energi per luas lantai menggunakan AC adalah :

𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼4= 𝐼𝐼𝑇𝑇𝐸𝐸𝐸𝐸𝐿𝐿𝑚𝑚𝐸𝐸𝐸𝐸 𝐼𝐼𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸 𝐴𝐴𝐴𝐴𝐸𝐸𝐿𝐿𝐿𝐿𝐸𝐸 𝐸𝐸𝐿𝐿𝐸𝐸𝐸𝐸𝐿𝐿𝐸𝐸 𝐵𝐵𝐸𝐸𝐸𝐸 −𝐴𝐴𝐴𝐴 +

𝑇𝑇𝑇𝑇𝐸𝐸𝐿𝐿𝑇𝑇 𝐼𝐼𝑇𝑇𝐸𝐸𝐸𝐸𝐿𝐿𝑚𝑚𝐸𝐸𝐸𝐸 𝐼𝐼𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸 −𝐼𝐼𝑇𝑇𝐸𝐸𝐸𝐸𝐿𝐿𝑚𝑚𝐸𝐸𝐸𝐸 𝐼𝐼𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸 𝐴𝐴𝐴𝐴𝐸𝐸𝐿𝐿𝐿𝐿𝐸𝐸 𝐸𝐸𝐿𝐿𝐸𝐸𝐸𝐸𝐿𝐿𝐸𝐸 𝑇𝑇𝑇𝑇𝐸𝐸𝐿𝐿𝑇𝑇

(2.10)

Standar IKE dari suatu bangunan gedung diperlihatkan pada Tabel 2.1 di

bawah ini:

Tabel 2.1 Standar Intensitas Konsumsi Energi

Kriteria Ruangan Dengan AC (kWh/m2/bln)

Ruangan Non AC (kWh/m2/bln)

Sangat Efisien 4,17 - 7,92 - Efisien 7,92 - 12,08 - Cukup Efisien 12,08 - 14,58 0,84 - 1,67 Cenderung Tidak Efisien 14,58 - 19,17 1,67 - 2,50 Tidak Efisien 19,17 - 23,75 2,50 – 3,34 Sangat Tidak Efisien 23,75 - 37,50 3,34- 4,17

Sumber: Pedoman Pelaksanaan Konservasi Energi dan Pengawasannya di

Lingkungan Depdiknas 2002

18

Nilai Intensitas konsumsi energi dihitung berdasarkan data yang diperoleh

dari kegiatan audit energi pada bangunan gedung yang bersangkutan.

2.4.2 Jenis Audit Energi

Secara umum, audit energi dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu audit

energi awal dan audit energi rinci.

a. Audit Energi Awal

Untuk melakukan audit energi awal dibutuhkan data rekening pembayaran

energi dan pengamatan visual. Hal ini dapat dilakukan oleh pemilik ataupun

pengelola bangunan gedung yang bersangkutan. Kemudian dari data yang

diperoleh, dapat dihitung Konsumsi Energi Bangunan Gedung dan Intensitas

Konsumsi Energi Bangunan Gedung [3]. Hal ini dilakukan untuk mengetahui

apakah penggunaan energi pada suatu area masih dalam kategori efisien atau

tidak.

Dalam Pedoman Teknik Audit Energi Dalam Implementasi Konservasi

Energi Dan Pengurangan Emisi CO2 di Sektor Industri (2011), Survei Awal atau

Audit Energi Awal (AEA), terdiri dari dua bagian, yaitu:

1. Survei Manajemen Energi

Auditor energi atau surveyor mencoba untuk memahami kegiatan

manajemen yang sedang berlangsung dan kriteria putusan investasi yang

mempengaruhi proyek konservasi.

2. Survei Energi (Teknis)

19

Bagian teknis dari AEA secara singkat mengulas kondisi dan operasi

peralatan dari pemakai energi yang penting (misalnya sistem HVAC) serta

instrumentasi yang berkaitan dengan efisiensi energi.

AEA sangat berguna untuk mengenali sumber-sumber pemborosan energi

dan tindakan-tindakan sederhana yang dapat diambil untuk meningkatkan

efisiensi energi dalam jangka pendek. Contoh tindakan yang dapat diidentifikasi

dengan mudah ialah hilang atau cacatnya insulasi, peralatan yang tidak dapat

digunakan, dll. AEA seharusnya juga mengungkapkan kurang sempurnanya

pengawasan manajemen energi. Hasil yang khas dari AEA adalah seperangkat

rekomendasi tentang tindakan berbiaya rendah yang segera dapat dilaksanakan

dan rekomendasi audit yang lebih baik.

b. Audit Energi Rinci

Apabila nilai IKE yang didapatkan melalui Audit Energi Awal lebih besar

dari nilai standar yang ditentukan, maka Audit Energi Rinci perlu dilakukan guna

memperoleh profil penggunaan energi bangunan sehingga dapat diketahui

peralatan-peralatan listrik apa saja yang penggunaan energinya cukup besar. Pada

Audit energi Rinci, seluruh analisis energi dilakukan berdasarkan data yang

diperoleh dari hasil pengukuran. Alat ukur yang digunakan adalah alat ukur yang

telah terkalibrasi baik berupa alat ukur permanent pada instansi maupun alat ukur

portable [3].

Audit energi dan kemungkinan penghematan energi yang diidentifikasikan

dalam audit adalah penerapan yang paling baik dalam program manajemen energi

dimana pengoperasiannya, secara formal telah diketahui, merupakan bagian yang

20

tidak terpisahkan dari keseluruhan aktivitas manajemen yang sedang berjalan pada

suatu organisasi [12].

2.5 Pengaruh Kualitas Daya Listrik Terhadap Penghematan Energi Listrik

Kualitas daya listrik adalah suatu konsep yang memberikan gambaran

tentang baik atau buruknya mutu daya listrik akibat adanya beberapa jenis

gangguan yang terjadi pada sistem kelistrikan [15]. Permasalahan yang berkaitan

dengan kualitas daya diantaranya adalah fluktuasi tegangan, harmonisa yang

mencakup Total Harmonic Distortion (THD), Individual Harmonic Distortion

(IHD), dan K-Factor. Hal lain yang berkaitan dengan kualitas daya yaitu sag,

swell, transient, variasi frekuensi, ketidakseimbangan tegangan,

ketidakseimbangan arus pada sistem tiga fasa, beban induktif yang berdampak

pada turunnya faktor daya, efisiensi beban rendah dan sebagainya. Masalah

kualitas daya listrik ini dapat menimbulkan kerugian-kerugian seperti: kesalahan

operasi peralatan, menaikkan arus netral pada jaringan bintang, menimbulkan rugi

energi yang lebih besar, juga kerugian lainnya, sehingga penurunan kualitas daya

dapat dikatakan sebagai salah satu komponen pemborosan energi listrik pada

aspek teknis [16].

2.5.1 Faktor Daya

Faktor daya adalah ukuran keefektifan sebuah peralatan dalam mengubah

arus dan tegangan menjadi daya aktif atau daya yang berguna. Faktor daya

merupakan persentase dari total daya semu yang diubah menjadi daya aktif atau

daya yang berguna. Faktor daya sebesar 0,8 menunjukkan 80% dari daya semu

diubah menjadi daya yang berguna [16].

21

Faktor dayatermasuk dalampembahasankualitas dayakarena beberapa alasan.

Yang menjadi masalah kualitas daya adalah faktor daya rendah yang dapat

menyebabkan kegagalan peralatan. Selain itu,konsumen yang memiliki faktor daya

rendah akan menanggung biaya energi listrik yang lebih tinggi karena penyedia tenaga

listrik memberi denda kepada konsumen yang memiliki faktor daya rendah. Di

Indonesia, PLN mengenakan denda bagi para konsumen yang memiliki faktor

daya kurang dari 85%. Hal ini karena penyedia listrik (PLN) harus menyediakan

daya kompleks (kVA) yang lebih besar untuk memenuhi kebutuhan energi listrik

untuk daya aktif (kW) yang tetap apabila faktor dayanya rendah [16].

Peningkatan faktor daya dapat dilakukan dengan pemasangan kapasitor

parallel pada sisi beban. Perbaikan tersebut dapat dijelaskan melalui Gambar 2.3

dibawah ini:

Gambar 2.3 Perbaikan Faktor Daya

φ1

φ2

Xc2

X1

X2

Xc1

XL

Z1

Z2

R

22

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa dengan menambahkan kapasitor

maka komponen XL (induktif) akan tereduksi sehingga cos φ (faktor daya) akan

meningkat.

Faktor daya dapat dirumuskan sebagai berikut:

Faktor daya (PowerFactor) = Cos φ =𝑃𝑃𝑆𝑆

(2.11)

2.5.2 Harmonisa

Harmonisa didefenisikan sebagai gelombang-gelombang sinus (arus dan

tegangan) yang mempunyai frekuensi kelipatan bilangan bulat dari frekuensi

fundamentalnya. Dalam menganalisis harmonisa terdapat beberapa indeks yang

penting untuk mengetahui efek dari harmonisa tersebut pada sistem tenaga, yaitu

Individual Harmonic Distortion (IHD) dan Total Harmonic Distortion (THD).

a. Individual Harmonic Distortion (IHD)

Individual harmonic distortion (IHD) adalah perbandingan antara nilai rms

dari individual harmonisa terhadap nilai rms fundamentalnya. IHD ini berlaku

untuk tegangan dan arus. Adapun rumus untuk menghitung IHD pada harmonisa

ke-n adalah sebagai berikut [16]:

𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐸𝐸 = 𝐼𝐼𝐸𝐸𝐼𝐼1

(2.12)

Dimana:

In adalah arus pada harmonisa ke-n (A)

I1 adalah arus fundamental (A)

23

Misalnya, asumsikan bahwa nilai rms harmonisa ketiga pada beban

nonlinear adalah 20A, nilai harmonisa kelimanya adalah 15A dan nilai

fundamentalnya adalah 60 A, maka nilai distorsi arus individual pada harmonisa

ketiga adalah :

IHD3 = 20/60 = 0,333 = 33,3 %

Dan nilai distorsi arus individual pada harmonisa kelima :

IHD5 = 15/60= 0,166 = 25%

Menurut standar Institute of Electrical and Electronics Enginers (IEEE)

IHD1 akan selalu bernilai 100%.

b. Total Harmonic Distortion (THD)

Total harmonic distortion (THD) adalah perbandingan antara nilai rms

dari seluruh komponen harmonisa terhadap nilai rms fundamentalnya. THD juga

berlaku untuk tegangan dan arus. Adapun rumus dari THD adalah:

𝑇𝑇𝐼𝐼𝐼𝐼𝑣𝑣 =�∑ 𝑉𝑉𝐸𝐸 2∞

𝐸𝐸=2

𝑉𝑉1 (2.13)

Dimana:

Vn adalah tegangan harmonisa ke-n (V)

V1 adalah tegangan fundamental (V)

Adapun rumus THD untuk arus adalah sebagai berikut [16]:

𝑇𝑇𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼 =�∑ 𝐼𝐼𝐸𝐸 2∞

𝐸𝐸=2

𝐼𝐼1 (2.14)

Dimana:

In adalah arus harmonisa ke-n (A)

24

I1 adalah arus fundamental (A)

Harmonisa yang dihasilkan harus dibatasi karena jumlah yang besar

harmonisa tersebut dapat merusak peralatan listrik yang terdapat dalam sistem

tenaga listrik. Standar harmonisa arus menurut EEC (Electrical Energy Code)

diperlihatkan pada Tabel 2.2 sebagai berikut:

Tabel 2.2 Standar Harmonisa Arus Menurut EEC

Circuit Current at Rated Load Condition

at 380 V /220 V

Maximum Total Harmonic Distortion

(THD) of Current I < 40 A 20.0 %

40 A ≤ I < 400 A 15.0 % 400 A ≤ I < 800 A 12.0 % 800 A ≤ I < 2000 A 8.0 %

I ≥ 2000 A 5.0 %

2.6 Efisiensi Pada Sistem Tata Udara

Menurut Laporan Proyek Audit Energi di Sektor Bangunan, DJLPE Tahun

2007, sistem tata udara menempati urutan pertama penggunaan energi paling

besar dalam konsumsi energi listrik harian sebuah gedung, yaitu sekitar 52%.

Besarnya penggunaan energi listrik oleh sistem tata udara ini menjadikan sistem

tata udara sebagai sasaran utama dalam kegiatan efisiensi energi.

Selain itu, penting untuk memilih daya pengkondisi udara(AC) yang

sesuai dengan kebutuhan pada ruangan. Tabel spesifikasi pengkondisi udara

ditunjukkan pada Tabel 2.3 dan tabel pendekatan BTU/hr yang dibutuhkan pada

ruangan berdasarkan luas ruangan ditunjukkan pada Tabel 2.4 di bawah ini:

25

Tabel 2.3 Spesifikasi Pengkondisi Udara (AC)

Kapasitas AC (PK)

Energi (BTU/hr)

0,5 5.000 0,75 7.000

1 9.000 1,5 12.000 2 18.000

Tabel 2.4 Pendekatan BTU/hr yang Dibutuhkan Pada Ruangan Berdasarkan

Luas Ruangan

Nomor Luas Ruangan (m2)

Energi (BTU/hr)

1 9 – 13,5 5.000 2 13,5 – 22,5 6.000 3 22,5 – 27 7.000 4 27 – 31,5 8.000 5 31,5 – 36 9.000 6 36 – 40,5 10.000 7 40,5 – 49,5 12.000 8 49,5 – 63 14.000 9 63 – 90 18.000

Berikut cara yang dapat digunakan untuk menentukan kapasitas AC

berdasarkan luas ruangan:

1. Hitung luas ruangan yang akan dikondisikan (dalam m2)

2. Berdasarkan hasil perhitungan luas ruangan pada point pertama, tentukan

energi pendinginan yang dibutuhkan sesuai dengan Tabel 2.4 diatas.

3. Sesuaikan kebutuhan energi pendinginan ruangan berdasarkan keadaan-

keadaan berikut:

26

• Jika ruangan terlindungi, kurangi energi pendinginan yang

dibutuhkan sebesar 10%.

• Jika ruangan menerima banyak sinar matahari langsung,

tambahkan energi pendinginan sebesar 10%.

• Tambahkan energi pendinginan sebesar 600 BTU/hr untuk tiap

orang jika jumlah orang yang menempati ruangan lebih dari 2

orang.

• Jika ruangan digunakan sebagai dapur, tambahkan energi

pendinginan sebesar 4000 - 6000 BTU/hr.

4. Tentukan kapasitas AC berdasarkan kebutuhan energi pendinginan yang

diperoleh dari langkah sebelumnya sesuai dengan Tabel 2.3.

2.7 Efisiensi Pada Sistem Tata Cahaya

Setelah sistem tata udara, bagian yang menyerap energi paling besar pada

sebuah bangunan gedung adalah sistem tata cahaya yaitu sekitar 27% dari total

konsumsi energi listrik harian sebuah bangunan gedung [17]. Hal ini dikarenakan

jumlah pemakaian lampu penerangan yang sangat banyak, meskipun tingkat

pemakaian energi listriknya tidak sebesar peralatan lain, seperti AC[18].

Untuk kenyamanan pengguna ruangan bangunan gedung, maka salah satu

hal yang harus diperhatikan adalah dalam sistem tata cahaya adalah intensitas

cahaya ruangan. Tabel 2.5 berikut merupakan daftar intensitas cahaya pada

beberapa ruangan menurut SNI 03-6197-2000.

Tabel 2.5 Daftar Intensitas Cahaya Beberapa Ruangan

Fungsi Ruangan Tingkat Pencahayaan (Lux)

27

Lembaga Pendidikan: Ruang Kelas 250 Perpustakaan 300 Laboratorium 500 Ruang Gambar 750 Kantin 200

Sumber : Badan Standardisasi Nasional (SNI 03-6197-2000)

2.8 Peluang Hemat Energi

Berdasarkan data yang telah diperoleh, baik dari hasil pengukuran maupun

data historis penggunaan energi, maka dihitung besar Intensitas Konsumsi Energi

(IKE) listrik dan disusun profil penggunaan energi bangunan. Besarnya IKE hasil

perhitungan kemudian dibandingkan dengan standar IKE yang digunakan (target

IKE). Apabila besarnya IKE hasil perhitungan sama atau kurang dari target IKE,

maka kegiatan audit energi rinci dapat dihentikan atau diteruskan dengan tujuan

mendapatkan nilai IKE yang lebih rendah lagi. Namun apabila hasil perhitungan

IKE lebih besar dari target IKE berarti ada peluang untuk melanjutkan proses

audit energi rinci guna memperoleh penghematan energi.

Hal selanjutnya yang harus dilakukan adalah membuat sebuah daftar

peluang penghematan energi yang mungkin dapat dilakukan. Peluang

penghematan energi yang tidak dapat diimplementasikan atau yang tidak

diinginkan harus dihilangkan dari daftar dan peluang penghematan yang tersisa

selanjutnya akan dievaluasi atau dianalisis.

Analisis peluang hemat energi dilakukan dengan cara membandingkan

potensi perolehan hemat energi dengan biaya yang harus dibayar untuk

pelaksanaan rencana penghematan energi yang direkomendasikan. Penghematan

energi pada bangunan gedung tidak dapat diperoleh begitu saja dengan cara

28

mengurangi kenyamanan penghuni gedung ataupun produktivitas di lingkungan

kerja. Analisis peluang hemat energi dapat dilakukan denga usaha, antara lain [3]:

a. Menekan penggunaan energi sekecil mungkin (mengurangi daya

terpasang/terpakai dan jam operasi).

b. Memperbaiki kinerja peralatan.

c. Menggunakan sumber energi yang murah.

2.9 Rekomendasi Hemat Energi

Setelah melakukan survei dan menganalisa data penggunaan energi maka

hal selanjutnya yang harus dilakukan adalah membuat suatu rekomendasi hemat

energi. Rekomendasi ini merupakan usulan-usulan yang dapat dilakukan

perusahaan atau pemilik gedung untuk memperbaiki efisiensi penggunaan energi

di bangunan gedung tersebut. Secara umum, rekomendasi dapat berupa:

a. Rekomendasi untuk mengganti sistem, karena sistem yang lama dianggap

sudah tidak efisien.

b. Rekomendasi untuk perbaikan sistem, karena sistem dianggap kurang

efisien, sehingga perlu untuk melakukan sedikit perubahan agar

efisiensinya dapat ditingkatkan.

c. Rekomendasi untuk memasang peralatan baru.

Berdasarkan EMO (Energy Management Opportunity), rekomendasi dapat

dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan capital cost-nya, yaitu [19]:

a. Kategori 1: meliputi no cost investment dan tidak mengubah operasional

sistem. Biasanya hanya berupa rekomendasi untuk mematikan lampu atau

AC ketika tidak digunakan, mengubah setting-an suhu AC agar tidak

terlalu rendah, dll.

29

b. Kategori 2: meliputi low cost investment dengan sedikit perubahan atau

perbaikan pada sistem. Misalnya memasang timer untuk mematikan

peralatan, mengganti lampu T8 fluorescent tube dengan T5 fluorescent

tube.

c. Kategori 3: meliputi high cost investment dengan beberapa perubahan dan

perbaikan pada sistem. Misalnya memasang peralatan power factor

correction, memasang variable speed drive.