repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 35047... · bab 2 tinjauan...
TRANSCRIPT
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana efektivitas KIE yang
dilakukan petugas puskesmas terhadap pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi
campak pada bayi, maka dalam tinjauan pustaka ini mengkaji mengenai efektivitas
KIE dan pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi campak pada bayi.
2.1. Efektivitas KIE
Untuk memahami efektivitas KIE terlebih dahulu dipahami arti efektivitas dan
arti dari KIE.
2.1.1. Efektivitas
Pemahaman terhadap efektivitas ini meliputi pengertian efektivitas, cara
pengukuran efektivitas, pendekatan efektivitas, dan masalah dalam pengukuran
efektivitas.
2.1.1.1. Pengertian Efektivitas
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, efektivitas berasal dari kata efektif
yang berarti mempunyai nilai efektif, pengaruh atau akibat, bisa diartikan sebagai
kegiatan yang bisa memberikan hasil yang memuaskan, dapat dikatakan juga bahwa
efektivitas merupakan keterkaitan antara tujuan dan hasil yang dinyatakan, dan
menunjukan derajat kesesuaian antara tujuan yang dinyatakan dengan hasil yang
dicapai. Jadi pengertian efektivitas adalah pengaruh yang ditimbulkan atau
Universitas Sumatera Utara
disebabkan oleh adanya suatu kegiatan tertentu untuk mengetahui sejauh mana
tingkat keberhasilan yang dicapai dalam setiap tindakan yang dilakukan (Starawaji,
2009).
Penjelasan di dalam Ensiklopedia Agama dan Filsafat yang disalin dari
Starawaji (2009) bahwa efektivitas adalah menunjukkan taraf tercapainya tujuan.
Suatu program atau usaha dikatakan efektif kalau usaha mencapai tujuannya. Secara
ideal efektivitas dapat dinyatakan dengan ukuran yang dapat dihitung seperti dalam
persentase.
Dapat disimpulkan bahwa pengertian efektivitas adalah keberhasilan suatu
aktifitas atau kegiatan dalam mencapai tujuan dan target, sesuai dengan yang telah
ditentukan sebelumnya, dan apabila tujuan dan target dapat tercapai sesuai dengan
yang telah ditentukan sebelumnya, dikatakan efektif dan sebaliknya apabila tujuan
dan target tidak dapat tercapai sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya maka
aktifitas itu dikatakan tidak efektif.
2.1.1.2. Cara Pengukuran Efektivitas
Menurut Starawaji (2009) yang mengutip pendapat Campbell (1989), terdapat
cara pengukuran terhadap efektivitas yang secara umum dan yang paling menonjol
adalah sebagai berikut:
1. Keberhasilan program
2. Keberhasilan sasaran
3. Kepuasan terhadap program
4. Tingkat input dan output
Universitas Sumatera Utara
5. Pencapaian tujuan menyeluruh
2.1.1.3. Pendekatan Efektivitas
Pendekatan efektivitas digunakan untuk mengukur sejauh mana aktivitas itu
efektif. Ada beberapa pendekatan yang digunakan terhadap efektivitas yaitu:
a. Pendekatan Sasaran
Pendekatan ini mencoba mengukur sejauh mana suatu lembaga berhasil
merealisasikan sasaran yang hendak dicapai. Pendekatan sasaran dalam
pengukuran efektivitas dimulai dengan identifikasi sasaran organisasi dan
mengukur tingkatan keberhasilan organisasi dalam mencapai sasaran tersebut.
Selain tercapainya tujuan, efektivitas juga selalu memperhatikan faktor waktu
pelaksanaan. Oleh karena itu dalam efektivitas selalu terkandung unsur waktu
pelaksanaan. Tujuan tercapai dengan waktu yang tepat maka program tersebut
efektif (Starawaji, 2009).
b. Pendekatan Sumber
Pendekatan sumber mengukur efektivitas melalui keberhasilan suatu lembaga
dalam mendapatkan berbagai macam sumber yang dibutuhkannya. Suatu lembaga
harus dapat memperoleh berbagai macam sumber dan juga memelihara keadaan
dan sistem agar dapat efektif. Pendekatan ini didasarkan pada teori mengenai
keterbukaan sistem suatu lembaga terhadap lingkungannya, karena lembaga
mempunyai hubungan yang merata dengan lingkungannya dimana dari
lingkungan diperoleh sumber-sumber yang merupakan input lembaga tersebut dan
Universitas Sumatera Utara
out put yang dihasilkan juga dilemparkannya pada lingkungannya (Starawaji,
2009).
c. Pendekatan Proses
Pendekatan proses menganggap sebagai efisiensi dan kondisi kesehatan dari
suatu lembaga internal. Pada lembaga yang efektif, proses internal berjalan
dengan lancar dimana kegiatan bagian-bagian yang ada berjalan secara
terkoordinasi. Pendekatan ini tidak memperhatikan lingkungan melainkan
memusatkan perhatian terhadap kegiatan yang dilakukan terhadap sumber-
sumber yang dimiliki lembaga, yang menggambarkan tingkat efisiensi serta
kesehatan lembaga.
2.1.1.4. Masalah dalam Pengukuran Efektivitas
Efektivitas selalu diukur berdasarkan prestasi, produktivitas dan laba.
Pengukuran efektivitas dengan menggunakan sasaran yang sebenarnya dan
memberikan hasil pengukuran efektivitas berdasarkan sasaran dengan memperhatikan
masalah yang ditimbulkan oleh beberapa hal berikut:
a. Adanya macam-macam output
Adanya bermacam-macam output yang dihasilkan menyebabkan pengukuran
efektivitas dengan pendekatan sasaran menjadi sulit untuk dilakukan. Pengukuran
juga semakin sulit jika ada sasaran yang saling bertentangan dengan sasaran lainnya.
Efektivitas tidak akan dapat diukur hanya dengan menggunakan suatu indikator atau
efektivitas yang tinggi pada suatu sasaran yang seringkali disertai dengan efektivitas
yang rendah pada sasaran lainnya. Dengan demikian, yang diperoleh dari pengukuran
Universitas Sumatera Utara
efektivitas adalah profil atau bentuk dari efek yang menunjukkan ukuran efektivitas
pada setiap sasaran yang dimilikinya.
Selanjutnya hal lain yang sering dipermasalahkan adalah frekuensi
penggunaan kriteria dalam pengukuran efektivitas seperti yang dikemukakan oleh
Steers (1985) yang dikutip oleh Starawaji (2009) yaitu bahwa kriteria tersebut dalam
pengukuran efektivitas adalah: Adaptabilitas dan fleksibilitas, Produktivitas,
keberhasilan memperoleh sumber, keterbukaan dalam komunikasi, Keberhasilan
pencapaian program, Pengembangan program.
b. Subjektivitas dalam penilaian
Pengukuran efektivitas dengan menggunakan pendekatan sasaran seringkali
mengalami hambatan, karena sulitnya mengidentifikasi sasaran yang sebenarnya dan
juga karena kesulitan dalam pengukuran keberhasilan dalam mencapai sasaran. Untuk
itu ada baiknya bila meninjau bahwa perlu masuk kedalam suatu lembaga untuk
mempelajari sasaran yang sebenarnya karena informasi yang diperoleh hanya dari
dalam suatu lembaga untuk melihat program yang berorientasi ke luar atau
masyarakat, seringkali dipengaruhi oleh subjektifitas. Untuk sasaran yang dinyatakan
dalam bentuk kualitatif, unsur subjektif itu tidak berpengaruh tetapi untuk sasaran
yang harus dideskripsikan secara kuantitatif, informasi yang diperoleh akan sangat
tergantung pada subjektifitas dalam suatu lembaga mengenai sasarannya.
Hal ini didukung oleh pendapat Steers (1985) yang dikutip oleh starawaji
(2009) yaitu bahwa lingkungan dan keseluruhan elemen-elemen kontekstual
berpengaruh terhadap informasi lembaga dan menentukan tercapai tidaknya sasaran
Universitas Sumatera Utara
yang hendak dicapai. Karena itu perbedaan karakteristik faktor-faktor kontekstual ini
perlu diperhatikan apabila hendak bermaksud mengukur efektifivas program yang
terdapat pada lingkungan yang berbeda. Dengan demikian, suatu usaha atau kegiatan
dikatakan efektif apabila tujuan atau sasaran dapat dicapai sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan sebelumnya dan dapat memberikan manfaat yang nyata sesuai
dengan kebutuhan.
2.1.2. KIE Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) berasal dari bahasa Inggris yang
telah diterjemahkan kedalam bahasa indonesia, yaitu dari kata Communication
Information, Education, (CIE). Istilah KIE mempunyai pengertian yang komplek
karena dalam proses komunikasi terkandung unsur informasi dan informasi itu sendiri
mempunyai unsur edukasi, yang mempunyai sifat dapat menggerakkan seseorang
atau kelompok untuk melakukan sesuatu (Depkes RI, 1993). Tujuan KIE adalah
peningkatan pengetahuan dan perubahan perilaku individu maupun kelompok
(Depkes RI, 2002). Secara rinci pengertian KIE dapat diformulasikan sebagai
berikut:
a) Komunikasi
Diartikan sebagai proses penyampaian berbagai informasi antara petugas KIE
dengan masyarakat sehingga pada akhirnya tercapai suatu persepsi (pandangan)
yang sama antara petugas dengan masyarakat.
b) Informasi
Universitas Sumatera Utara
Diartikan sebagai semua data, fakta, rumusan serta acuan yang perlu diketahui,
dipahami dan dilaksanakan oleh petugas dan masyarakat dalam rangka
melaksanakan suatu kegiatan.
c) Edukasi
Diartikan sebagai proses kegiatan yang teratur yang mendorong terjadinya proses
perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat tentang suatu kegiatan
tersebut secara wajar, sehingga masyarakat melaksanakan kegiatan tersebut dan
bertanggung jawab atas keberhasilannya (Depkes RI, 1993).
Agar berjalan dengan efektif sebaiknya topik KIE berdasarkan kebutuhan dan
kondisinya. Mengingat ruang lingkup penyampaian KIE adalah perilaku dengan
berbagai variabelnya, maka KIE ini juga mempergunakan prinsip dan metoda dari
berbagai disiplin ilmu seperti komunikasi, antropologi medis, psikologi sosial dan
pemasaran sosial.
Pengelolaan KIE dibagi dalam 3 tahap pokok, yaitu:
1. Tahap Perencanaan
Pada tahap ini, kegiatan pokoknya yang dilakukan adalah: Mengumpulkan
data, Mengembangkan strategi, Mengembangkan, menguji coba dan
memproduksi bahan-bahan komunikasi, Membuat rencana pelaksanaan,
Menyiapkan pelaksanaan (Triamanah, 2004).
2. Tahap Intervensi (Pelaksanaan)
Tahap intervensi ini dibagi kedalam siklus-siklus pesan yang terpisah. Setiap
siklus pesan mencakup informasi yang serupa dengan pendekatan yang sedikit
Universitas Sumatera Utara
berbeda disesuaikan dengan perubahan kebutuhan sasaran. Perubahan-
perubahan ini dilakukan secara periodik, dapat mengurangi kejenuhan sasaran
dan memungkinkan keterlibatan sasaran secara berkesinambungan. Cara ini
memungkinkan perencana program untuk memasukkan hasil-hasil tahap
sebelumnya ke dalam perencanaan tahap-tahap berikutnya. Cara ini
memungkinkan perencana membuat beberapa kali perubahan-perubahan
penting dalam strategi yang ditempuh. Perubahan-perubahan ini harus
dilakukan sebagai jawaban terhadap informasi-informasi tentang penerimaan
sasaran terhadap program dan efektifitas kegiatan yang dilaksanakan
(Triamanah, 2004).
3. Tahap Monitoring dan Evaluasi (Pemantauan dan Penilaian)
Tahap monitoring memberikan informasi kepada perencana mengenai
pelaksanaan program, secara teratur dan pada waktu yang tepat, hingga
perbaikan yang diperlukan dapat segera dilaksanakan (Triamanah, 2004).
Aspek-aspek yang dipantau meliputi input, proses, dan output dari suatu
kegiatan KIE. Aspek-aspek tersebut meliputi: sasaran, media, jalur, isi pesan,
hasil-hasil kegiatan, permasalahan yang dihadapi, kegiatan pemantauan oleh
instansi di atasnya, tindak lanjut kegiatan dan kemandirian (Depkes RI, 1993).
Tahap Evaluasi dilakukan terhadap keluaran (output) program, dampak
primer, perubahan perilaku dan perubahan status dari sasaran yang
perinciannya antara lain sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Tahapan Indikator Keberhasilan
Keluaran (output) Frekuensi kegiatan KIE kelompok
Frekuensi kegiatan KIE perorangan
Frekuensi kegiatan KIE massa
Efek Primer Tingkat pengetahuan
Perubahan Perilaku Tingkat partisipasi dalam program
Tingkat kelestarian partisipasi
Perubahan Status Tingkat kesadaran
Kegiatan KIE dapat dibagi menjadi 2 (dua) kegiatan pokok yakni: Kegiatan
KIE kesepakatan dan Kegiatan KIE Perubahan Perilaku (Depkes RI, 1993)
1. Kegiatan KIE Kesepakatan
Seperti diketahui bahwa program KIE mengandung unsur inti yaitu proses
peningkatan pengetahuan, perubahan sikap dan perilaku. Sebagai proses
perubahan sikap, kita perlu menyiapkan terlebih dahulu lingkungan yang
mendukung. Hal ini dapat berarti kesiapan, baik para pengelola program maupun
masyarakat sasaran. Dapat dikatakan bahwa KIE-Kesepakatan adalah kegiatan
KIE yang ditujukan untuk meningkatkan pemahaman dan dukungan serta
kesepakatan tokoh-tokoh masyarakat, baik politis maupun operasional dalam
melaksanakan program tersebut.
2. Kegiatan KIE Perubahan Perilaku
Kegiatan KIE yang ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan, merubah sikap
dan perilaku dilaksanakan melalui 3 (tiga) bentuk kegiatan KIE yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a). KIE massa: Kegiatan KIE yang dilaksanakan melalui media elektronik dan cetak.
Kegiatan ini dilaksanakan untuk menyiapkan kondisi sebelum kegiatan KIE yang
lain dimulai. Kegiatan ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan
multimedia khususnya pada waktu melaksanakan kampanye program yang
sifatnya masih inovatif/baru. Ide penggunaan pendekatan Multi media ini
dimaksudkan agar penyampaian pesan dapat secara intensif dan sekaligus
menghilangkan terjadinya distorsi informasi yang disampaikan oleh salah satu
media.
b). KIE Wawan Muka (Interpersonal): kegiatan KIE yang dilaksanakan secara
perorangan melalui kunjungan rumah. Kegiatan ini dilaksanakan secara kontinyu
dan berkesinambungan baik oleh para petugas KIE maupun kader. Petugas KIE
harus dengan sabar dan tekun mengadakan kunjungan ulang pada setiap sasaran,
hingga akhirnya sasaran mau melakukan apa yang disarankan oleh petugas KIE
maupun kader.
c). KIE Kelompok: Kegiatan KIE dilaksanakan secara berkelompok, untuk
mendiskusikan hal-hal yang berkaitan dengan KIE. KIE kelompok dapat
dilaksanakan dengan menggunakan forum komunikasi yang sudah melembaga
(musyawarah desa), maupun forum komunikasi yang telah terbentuk seperti
klompencapir.
Ketiga bentuk kegiatan dapat dilaksanakan sendiri-sendiri, tetapi terkoordinasi,
khususnya dalam isi pesan yang mau di sampaikan pada sasaran (Depkes RI,
1993).
Universitas Sumatera Utara
2.2. Pengetahuan Ibu tentang Pemberian Imunisasi Campak
Pengetahuan yang diperlukan seorang ibu tentang pemberian imunisasi
campak pada bayi meliputi pengetahuan mengenai penyakit campak dan
imunisasinya. Pengetahuan mengenai penyakit campak meliputi pengertian penyakit
campak, penyebab penyakit campak, gejala klinis penyakit campak, cara penularan
penyakit campak, komplikasi penyakit campak.
Pengetahuan mengenai imunisasi campak meliputi pengertian imunisasi,
manfaat imunisasi, usia pemberian imunisasi campak pada bayi, dosis dan cara
pemberian imunisasi campak, berapa kali pemberian imunisasi campak pada bayi,
kontra indikasi pemberian imunisasi campak pada bayi, efek samping imunisasi
campak dan tempat atau fasilitas yang dapat memberikan pelayanan imunisasi
campak.
2.2.1. Penyakit Campak
Pengetahuan yang sebaiknya seorang ibu ketahui tentang penyakit campak
meliputi definisi penyakit campak, penyebab penyakit campak, gejala klinis penyakit
campak, cara penularan penyakit campak, dan komplikasi penyakit campak.
2.2.1.1. Definisi Penyakit Campak
Campak adalah penyakit yang disebabkan oleh virus measles dengan gejala
bercak merah menyeluruh dengan panas dan disertai dengan salah satu gejala atau
lebih dari gejala batuk, pilek dan kemerahan pada mata. Pada mukosa mulut ada
bercak koplik. Setelah gejala mereda warna kulit menjadi kehitaman
(hiperpigmentasi) yang menetap 7-10 hari.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Septenia (2010) yang mengutip Maldorado (1996) Campak
merupakan suatu penyakit akut menular yang ditandai oleh 3 stadium: (1). Stadium
inkubasi sekitar 10-12 hari. Disertai dengan sedikit tanda-tanda atau gejala-gejala:
(2). Stadium prodromal ditandai dengan bercak koplik pada mukosa bukal dan faring,
demam ringan sampai dengan sedang, konjungtivitis ringan, koryza, dan batuk yang
semakin berat: (3). Stadium akhir dengan ruam makuler yang muncul berturut-turut
pada leher dan muka, tubuh, lengan dan kaki disertai demam yang tinggi.
2.2.1.2. Penyebab Penyakit Campak
Penyebab penyakit campak adalah virus RNA dari Famili Paramixoviridae,
genus Morbili virus. Hanya satu tipe antigen yang diketahui. Selama masa prodromal
dan selama masa waktu singkat sesudah ruam campak, Virus ditemukan dalam
sekresi nasofaring, darah dan urin. Virus dapat tetap aktif selama sekurang-kurangnya
34 jam dalam suhu kamar ini berdasarkan Septenia (2010) yang mengutip dari
Maldorado (1996).
2.2.1.3. Gejala Klinis Penyakit Campak
a) Panas badan biasanya ≥ 38 derajat celcius selama 3 hari atau lebih, disertai salah
satu atau lebih gejala batuk, pilek, mata merah atau mata berair.
b) Khas (Patognomonis) ditemukan Koplik’s spot atau bercak putih keabuan dengan
dasar merah di pipi bagian dalam (Mucosa Basal).
c) Bercak kemerahan rash yang dimulai dari belakang telinga pada tubuh berbentuk
makulo papular selama 3 hari atau lebih, beberapa hari (4-7 hari) ke seluruh
tubuh. Ruam ini tidak memucat dengan penekanan karena perdarahan kapiler.
Universitas Sumatera Utara
d) Bercak kemerahan makulo papular setelah 1 minggu sampai 1 bulan berubah
menjadi kehitaman (hiperpigmentasi) disertai kulit bersisik. Kasus yang telah
menunjukkan hiperpigmentasi (kehitaman) perlu dilakukan anamnesis dengan
teliti, dan apabila pada masa akut (permulaan sakit) terdapat gejala-gejala tersebut
di atas maka kasus tersebut termasuk kasus campak (Depkes RI. 2008).
2.2.1.4. Cara Penularan Penyakit Campak
a) Penularan dari orang ke orang melalui percikan ludah dan transmisi melalui udara
terutama batuk, bersin atau sekresi hidung.
b) Masa penularan 4 hari sebelum rash sampai 4 hari setelah timbul rash, puncak
penularan pada saat gejala awal (fase prodromal), yaitu pada 1-3 hari pertama
sakit (Depkes RI, 2008).
2.2.1.5. Komplikasi Penyakit Campak
Sebagian besar penderita campak akan sembuh, komplikasi sering terjadi pada
anak usia < 5 tahun dan penderita dewasa usia > 20 tahun. Penyakit campak dapat
menjadi lebih berat atau fatal pada penderita malnutrisi dan defisiensi Vitamin A
serta Human Immuno deficiency Virus (HIV). Komplikasi yang sering terjadi yaitu:
a). Diare b). Bronchopneumonia, c). Malnutrisi, d). Otitis Media, e). Kebutaan, f).
Encephalittis, g). Measles encephalittis, hanya 1/1.000 penderita campak, h).
Subacute sclerosing panencephalitis (SSPE), hanya 1/100.000 penderita campak dan,
i). Ulkus mukosa mulut (Depkes RI, 2008).
Universitas Sumatera Utara
2.2.2. Imunisasi Campak
Imunisasi berasal dari bahasa latin “ Immun” yang berarti kebal. Dalam istilah
kedokteran dikenal dengan istilah imunitas yaitu suatu peristiwa mekanisme
pertahanan tubuh terhadap serangan benda asing, sehingga terjadi interaksi antara
tubuh dengan benda asing tersebut.
Menurut Mansjoer (2000) yang dikutip oleh Lisnawati (2011) imunisasi
adalah suatu cara untuk memberikan kekebalan kepada seseorang secara aktif
terhadap penyakit menular. Berdasarkan Ranuh (2001) yang dikutip oleh Lisnawati
(2011) imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kesehatan seseorang secara
aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpapar antigen yang serupa tidak
pernah terjadi penyakit.
Dalam keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1059/MENKES/SK/IX/2004 imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan
kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia
terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan menderita penyakit tersebut
(Purnamaningrum, 2010).
2.2.2.1. Manfaat Imunisasi
1. Untuk anak: mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan
kemungkinan cacat atau kematian.
2. Untuk keluarga: menghilangkan kecemasan dan biaya pengobatan bila anak sakit.
Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan
menjalani masa kanak–kanak yang nyaman.
Universitas Sumatera Utara
3. Untuk negara: memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan
berpendidikan untuk melanjutkan pembangunan (Proverawati dan Andhini,
2010).
2.2.2.2. Usia Pemberian Imunisasi Campak pada Bayi
Bayi terlindung dari campak karena ada antibodi dari ibunya yang masuk
kedalam darah bayi melalui plasenta. Lama perlindungan bayi dari penyakit campak
tergantung pada jumlah antibodi yang disalurkan lewat plasenta, faktor genetik,
faktor lingkungan, perbedaan cepat lambatnya kehilangan antibodi pasif yaitu infeksi
kuman lain, katabolisme Ig G yang meningkat. Kekebalan maternal yang dibawa
berangsur-angsur menurun sampai pada usia 9 bulan. Keadaan ini dipakai alasan
program imunisasi pemberian imunisasi segera setelah anak berusia 9 bulan
(Wisnuwijoyo, 2004).
2.2.2.3. Dosis dan Cara Pemberian Imunisasi Campak
Dosis vaksin campak sebanyak 0,5 ml. Sebelum disuntikan, vaksin campak
terlebih dahulu dilarutkan dengan pelarut steril yang telah tersedia yang berisi 5 ml
cairan pelarut. Vaksin diberikan secara intramuskular.
Cara pemberian:
a. Atur bayi dengan posisi miring diatas pangkuan ibu dengan bahu lengan
telanjang.
b. Orang tua sebaiknya memegang kaki bayi, dan gunakan jari-jari tangan untuk
menekan ke atas lengan bayi.
Universitas Sumatera Utara
c. Cepat tekan jarum ke dalam kulit yang menonjol ke atas dengan sudut 45
derajat.
d. Usahakan kestabilan posisi jarum (Proverawati dan Andhini, 2010).
2.2.2.4. Berapa Kali Pemberian Imunisasi Campak pada Bayi
Di Indonesia, sejak tahun 2004 imunisasi campak diberikan dua kali, yang
pertama pada umur 9-11 bulan dan yang kedua pada program Bulan Imunisasi Anak
Sekolah (BIAS) pada umur 6–7 tahun (Hartati, 2008).
2.2.2.5. Kontra Indikasi Pemberian Imunisasi Campak
Kontra indikasi pemberian vaksin campak:
1. Infeksi akut yang disertai demam lebih dari 38° Celcius
2. Gangguan sistem kekebalan
3. Pemakaian obat imunosupresan
4. Alergi terhadap protein telur
5. Hipersensitivitas terhadap kanamisin dan eritromisin
6. Wanita hamil (Lisnawati, 2011)
2.2.2.6. Efek Samping Imunisasi Campak
Hingga 15% pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan selama 3
hari yang dapat terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi (Proverawati dan Andhini, 2010).
2.2.2.7. Tempat untuk Mendapatkan Imunisasi Campak
Untuk memaksimalkan pelayanan imunisasi, dan mengoptimalkan
keberhasilan program imunisasi, telah disediakan tempat-tempat khusus yang bisa
digunakan untuk pemberian imunisasi. Imunisasi dapat dilakukan di posyandu,
Universitas Sumatera Utara
puskesmas, polindes, rumah sakit, bidan desa, praktek dokter, dan tempat lain yang
telah disediakan (Proverawati dan Andhini, 2010).
2.3. Landasan Teori
Perilaku dari pandangan biologis adalah merupakan suatu kegiatan atau
aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakekatnya
adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, perilaku manusia itu
mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup berjalan, berbicara, bereaksi,
berpakaian, dan sebagainya. Bahkan kegiatan internal (internal activity) seperti
berpikir, persepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia. Untuk kepentingan
kerangka analisis dapat dikatakan bahwa perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh
organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung atau secara tidak langsung.
Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan organisme tersebut
dipengaruhi oleh faktor genetik (keturunan) dan lingkungan. Secara umum dapat
dikatakan bahwa faktor genetik dan lingkungan ini merupakan penentu dari perilaku
makhluk hidup termasuk perilaku manusia. Perilaku manusia merupakan refleksi dari
berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi,
persepsi sikap dan sebagainya.
Perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh
pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat
yang bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
2.3.1. Landasan Teori Perubahan Pengetahuan
Kesehatan merupakan hasil interaksi berbagai faktor, baik faktor internal (dari dalam
diri manusia) maupun faktor eksternal (diluar diri manusia). Faktor internal terdiri dari faktor
fisik dan faktor psikis. Faktor eksternal terdiri dari berbagai faktor lain sosial, budaya
masyarakat, lingkungan fisik, politik, ekonomi, pendidikan dan sebagainya. Secara garis
besar faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan baik individu, kelompok, maupun
masyarakat, dikelompokkan menjadi 4 menurut Teori Blum yang dikutip dari Notoatmodjo
(2003) yaitu 1). Lingkungan, 2). Perilaku, 3). Pelayanan kesehatan, 4). Hereditas
(keturunan).
Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan masyarakat hendaknya juga
dialamatkan kepada empat faktor tersebut. Dengan kata lain intervensi atau upaya
kesehatan masyarakat juga dikelompokkan menjadi 4 (empat), yakni intervensi
terhadap faktor lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan hereditas.
Dalam rangka membina dan meningkatkan kesehatan masyarakat, maka
intervensi atau upaya yang ditujukan kepada faktor perilaku ini sangat strategis.
Intervensi terhadap faktor perilaku ini secara garis besar dapat dilakukan melalui
upaya yaitu dengan tekanan (enforcement), hukum (Regulation), dan edukasi
(Education) (Notoatmodjo, 2010).
Upaya agar masyarakat berperilaku atau mengadopsi perilaku kesehatan
dengan cara persuasi, bujukan, himbauan, ajakan, memberikan informasi,
memberikan kesadaran, dan sebagainya, melalui kegiatan yang disebut pendidikan
atau penyuluhan kesehatan. Memang dampak yang timbul dari cara ini terhadap
Universitas Sumatera Utara
perubahan perilaku masyarakat akan memakan waktu yang lama, namun demikian
bila perilaku tersebut berhasil diadopsi masyarakat, maka akan langgeng, bahkan
selama hidup dilakukan.
Perubahan atau adopsi perilaku merupakan suatu proses yang komplek dan
memerlukan waktu yang relatif lama. Secara teori perubahan perilaku atau seseorang
menerima atau mengadopsi perilaku baru dalam kehidupannya melalui 3 tahapan
yaitu: pengetahuan, sikap dan praktek atau tindakan (practice).
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui
pancaindera manusia, yakni: indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Seperti telah diartikan diatas bahwa pengetahuan merupakan hasil tahu. Untuk
mendapatkan tahu itu seorang dapat melalui proses belajar. Seorang dapat dikatakan
belajar apabila di dalam dirinya terjadi perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari
tidak dapat mengerjakan sesuatu menjadi dapat mengerjakan sesuatu.
Belajar sebenarnya adalah suatu usaha untuk memperoleh hal-hal baru dalam
tingkah laku (pengetahuan, kecakapan, keterampilan, dan nilai-nilai) dengan aktivitas
kejiwaan sendiri. Dari pernyataan tersebut tampak jelas bahwa sifat khas dari proses
belajar ialah memperoleh sesuatu yang baru, yang dahulu belum ada, sekarang
menjadi ada, yang sebelum diketahui, sekarang diketahui, yang dahulu belum
mengerti sekarang dimengerti.
Universitas Sumatera Utara
Kegiatan belajar dapat terjadi dimana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja dan
kegiatan belajar mempunyai ciri-ciri: a). Belajar adalah kegiatan yang menghasilkan
perubahan pada diri individu yang sedang belajar, baik aktual maupun potensial. b).
Perubahan tersebut pada pokoknya didapatkan karena kemampuan baru yang berlaku
untuk waktu yang relatif lama. c). Perubahan-perubahan itu terjadi karena usaha.
Bukan karena proses kematangan (Notoatmodjo, 2003).
Telah disebutkan diatas salah satu cara untuk merubah perilaku adalah dengan
pendidikan. Menurut Craven dan Hirnle 1996 pendidikan kesehatan adalah
penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang melalui teknik praktek belajar
atau instruksi dengan tujuan untuk mengingat fakta/kondisi nyata, dengan cara
memberi dorongan terhadap pengarahan diri (self direction), dan aktif memberikan
informasi-informasi. Tujuan umum dari pendidikan kesehatan adalah bertujuan
meningkatkan pengetahuan, kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat untuk
hidup sehat dan aktif berperan serta dalam upaya kesehatan (Ali, 2010). Pendidikan
sebenarnya adalah suatu proses penyampaian bahan/materi pendidikan oleh pendidik
kepada sasaran pendidikan (anak didik) guna mencapai perubahan tingkah laku
(Notoatmodjo, 1981).
Penyuluhan kesehatan menurut Azrul Azwar dalam Ali (2010) adalah
kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara memberikan pesan, menanamkan
keyakinan, sehingga masyarakat tidak hanya sadar, tahu, dan mengerti tapi juga mau
dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1. Kerangka Teori
2.4. Kerangka Konsep
Keterangan: : tidak diteliti : diteliti
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Penyuluhan
Proses belajar dan mengajar
Pengetahuan sebelum proses belajar mengajar
Pengetahuan sesudah proses belajar mengajar
Tindakan Tindakan
KIE Imunisasi campak
Pengetahuan ibu
tentang pemberian imunisasi campak pada bayi sesudah
KIE
Pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi campak pada bayi sebelum
KIE
Tindakan Imunisasi campak
Tindakan Imunisasi campak
Universitas Sumatera Utara