96594156 copy of metode geolistrik
TRANSCRIPT
Metode Geolistrik Resistivitas 4 Januari 2011
Posted by tri susanto setiawan in Geofisika.
trackback
3 Votes
Metode geolistrik resistivitas adalah salah satu metode yang cukup banyak digunakan dalam
dunia eksplorasi khususnya eksplorasi air tanah karena resistivitas dari batuan sangat sensitif
terhadap kandungan airnya. Sebenarnya ide dasar dari metode ini sangatlah sederhana, yaitu
dengan menganggap bumi sebagai suatu resistor.
Metode geolistrik resistivitas atau tahanan jenis adalah salah satu dari kelompok metode
geolistrik yang digunakan untuk mempelajari keadaan bawah permukaan dengan cara
mempelajari sifat aliran listrik di dalam batuan di bawah permukaan bumi. Metode resistivitas
umumnya digunakan untuk eksplorasi dangkal, sekitar 300 – 500 m. Prinsip dalam metode ini
yaitu arus listrik diinjeksikan ke alam bumi melalui dua elektrode arus, sedangkan beda potensial
yang terjadi diukur melalui dua elektrode potensial. Dari hasil pengukuran arus dan beda
potensial listrik dapat diperoleh variasi harga resistivitas listrik pada lapisan di bawah titik ukur.
Metode kelistrikan resistivitas dilakukan dengan cara menginjeksikan arus listrik dengan
frekuensi rendah ke permukaan bumi yang kemudian diukur beda potensial diantara dua buah
elektrode potensial. Pada keadaan tertentu, pengukuran bawah permukaan dengan arus yang
tetap akan diperoleh suatu variasi beda tegangan yang berakibat akan terdapat variasi resistansi
yang akan membawa suatu informasi tentang struktur dan material yang dilewatinya. Prinsip ini
sama halnya dengan menganggap bahwa material bumi memiliki sifat resistif atau seperti
perilaku resistor, dimana material-materialnya memiliki derajat yang berbeda dalam
menghantarkan arus listrik.
Berdasarkan pada tujuan penyelidikan, metode resistivitas dibedakan menjadi dua yaitu mapping
dan sounding. Metode geolistrik resistivitas mapping merupakan metode resistivitas yang
bertujuan mempelajari variasi rasistivitas lapisan bawah permukaan secara horisontal. Oleh
karena itu, pada metode ini digunakan jarak spasi elektrode yang tetap untuk semua titik datum
di permukaan bumi. Sedangkan metode resistivitas sounding bertujuan untuk mempelajari
variasi resistivitas lapisan bawah permukaan bumi secara vertikal. Pada metode ini pengukuran
pada satu titik ukur dilakukan dengan cara mengubah-ubah jarak elektrode. Pengubahan jarak
elektrode tidak dilakukan secara sembarang, tetapi mulai jarak elektrode kecil kemudian
membesar secara gradual. Jarak elektrode ini sebanding dengan kedalaman lapisan yang
terdeteksi.
Resistivitas Semu (Apparent Resistivity)
Pada prinsipnya, pengukuran metode resistivitas dilakukan dengan mengalirkan arus melalui
elektrode C1 dan C2 dan pengukuran beda potensial pada P1 dan P2. Jika diasumsikan bahwa
bumi homogen isotropis, maka tahanan jenis yang diperoleh adalah tahanan jenis yang
sebenarnya dan tidak tergantung pada spasi elektrode. Namun, pada kenyataannya bumi tersusun
atas lapisan-lapisan dengan resistivitas yang berbeda-beda, sehingga potensial yang terukur
merupakan pengaruh lapisan-lapisan tersebut. Harga resistivitas yang diukur seolah-olah
merupakan harga resistivitas untuk satu lapisan saja. Sehingga resistivitas yang terukur adalah
resistivitas semu ( ), yang besarnya ditentukan dengan
dengan K adalah faktor geometri yang besarnya tergantung pada konfigurasi elektrode yang
digunakan. Nili K sendiri bisa dihitung dengan persamaan
Konfigurasi Elektrode
Terdapat banyak aturan penempatan elektrode (konfigurasi elektrode) yang digunakan dalam
metode resistivitas. Beberapa konfigurasi elektrode pada penerapan metode resistivitas
diantaranya adalah konfigurasi Wenner, konfigurasi Schlumberger dan konfigurasi Dipole-
dipole.
Konfigurasi Wenner
Pada konfigurasi Wenner, elektrode arus dan elektrode potensial diletakkan seperti pada gambar
Dalam hal ini, elektrode arus dan elektrode potensial mempunyai jarak yang sama yaitu C1P1=
P1P2 = P2C2 = a. Jadi jarak antar elektrode arus adalah tiga kali jarak antar elektrode potensial.
Perlu diingat bahwa keempat elektrode dengan titik datum harus membentuk satu garis.
Pada resistivitas mapping, jarak spasi elektrode tidak berubah-ubah untuk setiap titik datum yang
diamati (besarnya a tetap), sedang pada resistivitas sounding, jarak spasi elektrode diperbesar
secara bertahap, mulai dari harga a kecil sampai harga a besar, untuk satu titik sounding. Batas
pembesaran spasi elektrode ini tergantung pada kemampuan alat yang dipakai. Makin sensitif
dan makin besar arus yang dihasilkan alat maka makin leluasa dalam memperbesar jarak spasi
elektrode tersebut, sehingga makin dalam lapisan yang terdeteksi atau teramati.
Dari gambar, dapat diperoleh besarnya Faktor Geometri untuk Konfigurasi Wenner adalah
sehingga pada konfigurasi Wenner berlaku hubungan
Konfigurasi Wenner-Schlumberger
Konfigurasi ini merupakan perpaduan dari konfigurasi Wenner dan konfigurasi Schlumberger.
Pada pengukuran dengan faktor spasi (n) = 1, konfigurasi Wenner-Schlumberger sama dengan
pengukuran pada konfigurasi Wenner (jarak antar elektrode = a), namun pada pengukuran
dengan n = 2 dan seterusnya, konfigurasi Wenner-Schlumberger sama dengan konfigurasi
Schlumberger (jarak antara elektrode arus dan elektrode potensial lebih besar daripada jarak
antar elektrode potensial).
Maka, berdasarkan gambar, faktor geometri pada konfigurasi Wenner-Schlumberger adalah
Sehingga berlaku hubungan
Konfigurasi Dipole-dipole
Selain konfigurasi Wenner dan Wenner-Schlumberger, konfigurasi yang dapat digunakan adalah
Pole-pole, Pole-dipole dan Dipole-dipole. Pada konfigurasi Pole-pole, hanya digunakan satu
elektrode untuk arus dan satu elektrode untuk potensial. Sedangkan elektrode yang lain
ditempatkan pada sekitar lokasi penelitian dengan jarak minimum 20 kali spasi terpanjang C1-P1
terhadap lintasan pengukuran. Sedangkan untuk konfigurasi Pole-dipole digunakan satu
elektrode arus dan dua elektrode potensial. Untuk elektrode arus C2 ditempatkan pada sekitar
lokasi penelitian dengan jarak minimum 5 kali spasi terpanjang C1-P1. Sehingga untuk
penelitian skala laboratorium yang mungkin digunakan adalah konfigurasi Dipole-dipole.
Pada konfigurasi Dipole-dipole, dua elektrode arus dan dua elektrode potensial ditempatkan
terpisah dengan jarak na, sedangkan spasi masing-masing elektrode a. Pengukuran dilakukan
dengan memindahkan elektrode potensial pada suatu penampang dengan elektrode arus tetap,
kemudian pemindahan elektrode arus pada spasi n berikutnya diikuti oleh pemindahan elektrode
potensial sepanjang lintasan seterusnya hingga pengukuran elektrode arus pada titik terakhir di
lintasan itu.
Sehingga berdasarkan gambar, maka faktor geometri untuk konfigurasi Dipole-dipole adalah
Sehingga berlaku hubungan
GEOLISTRIK
Metode Geolistrik
Penggunaan geolistrik pertama kali dilakukan oleh Conrad Schlumberger pada tahun 1912.
Geolistrik merupakan salah satu metoda geofisika untuk mengetahui perubahan tahanan jenis
lapisan batuan di bawah permukaan tanah dengan cara mengalirkan arus listrik DC (‘Direct
Current’) yang mempunyai tegangan tinggi ke dalam tanah. Injeksi arus listrik ini menggunakan
2 buah ‘Elektroda Arus’ A dan B yang ditancapkan ke dalam tanah dengan jarak tertentu.
Semakin panjang jarak elektroda AB akan menyebabkan aliran arus listrik bisa menembus
lapisan batuan lebih dalam.
Dengan adanya aliran arus listrik tersebut maka akan menimbulkan tegangan listrik di dalam
tanah. Tegangan listrik yang terjadi di permukaan tanah diukur dengan penggunakan multimeter
yang terhubung melalui 2 buah ‘Elektroda Tegangan’ M dan N yang jaraknya lebih pendek dari
pada jarak elektroda AB. Bila posisi jarak elektroda AB diubah menjadi lebih besar maka
tegangan listrik yang terjadi pada elektroda MN ikut berubah sesuai dengan informasi jenis
batuan yang ikut terinjeksi arus listrik pada kedalaman yang lebih besar.
Dengan asumsi bahwa kedalaman lapisan batuan yang bisa ditembus oleh arus listrik ini sama
dengan separuh dari jarak AB yang biasa disebut AB/2 (bila digunakan arus listrik DC murni),
maka diperkirakan pengaruh dari injeksi aliran arus listrik ini berbentuk setengah bola dengan
jari-jari AB/2.
Cara Kerja Metode Geolistrik
Umumnya metoda geolistrik yang sering digunakan adalah yang menggunakan 4 buah elektroda
yang terletak dalamsatu garis lurus serta simetris terhadap titik tengah, yaitu 2 buah elektroda
arus (AB) di bagian luar dan 2 buah elektroda ntegangan (MN) di bagian dalam.
Kombinasi dari jarak AB/2, jarak MN/2, besarnya arus listrik yang dialirkan serta tegangan
listrik yang terjadi akan didapat suatu harga tahanan jenis semu (‘Apparent Resistivity’). Disebut
tahanan jenis semu karena tahanan jenis yang terhitung tersebut merupakan gabungan dari
banyak lapisan batuan di bawah permukaan yang dilalui arus listrik.
Bila satu set hasil pengukuran tahanan jenis semu dari jarak AB terpendek sampai yang
terpanjang tersebut digambarkan pada grafik logaritma ganda dengan jarak AB/2 sebagai sumbu-
X dan tahanan jenis semu sebagai sumbu Y, maka akan didapat suatu bentuk kurva data
geolistrik. Dari kurva data tersebut bisa dihitung dan diduga sifat lapisan batuan di bawah
permukaan.
Kegunaan Geolistrik
Mengetahui karakteristik lapisan batuan bawah permukaan sampai kedalaman sekitar 300 m
sangat berguna untuk mengetahui kemungkinan adanya lapisan akifer yaitu lapisan batuan yang
merupakan lapisan pembawa air. Umumnya yang dicari adalah ‘confined aquifer’ yaitu lapisan
akifer yang diapit oleh lapisan batuan kedap air (misalnya lapisan lempung) pada bagian bawah
dan bagian atas. ‘Confined’ akifer ini mempunyai ‘recharge’ yang relatif jauh, sehingga
ketersediaan air tanah di bawah titik bor tidak terpengaruh oleh perubahan cuaca setempat.
Geolistrik ini bisa untuk mendeteksi adanya lapisan tambang yang mempunyai kontras
resistivitas dengan lapisan batuan pada bagian atas dan bawahnya. Bisa juga untuk mengetahui
perkiraan kedalaman ‘bedrock’ untuk fondasi bangunan.
Metoda geolistrik juga bisa untuk menduga adanya panas bumi (geotermal) di bawah
permukaan. Hanya saja metoda ini merupakan salah satu metoda bantu dari metoda geofisika
yang lain untuk mengetahui secara pasti keberadaan sumber panas bumi di bawah permukaan.
Konfigurasi
Metoda geolistrik terdiri dari beberapa konfigurasi, misalnya yang ke 4 buah elektrodanya
terletak dalam satu garis lurus dengan posisi elektroda AB dan MN yang simetris terhadap titik
pusat pada kedua sisi yaitu konfigurasi Wenner dan Schlumberger. Setiap konfigurasi
mempunyai metoda perhitungan tersendiri untuk mengetahui nilai ketebalan dan tahanan jenis
batuan di bawah permukaan. Metoda geolistrik konfigurasi Schlumberger merupakan metoda
favorit yang banyak digunakan untuk mengetahui karakteristik lapisan batuan bawah permukaan
dengan biaya survei yang relatif murah.
Umumnya lapisan batuan tidak mempunyai sifat homogen sempurna, seperti yang
dipersyaratkan pada pengukuran geolistrik. Untuk posisi lapisan batuan yang terletak dekat
dengan permukaan tanah akan sangat berpengaruh terhadap hasil pengukuran tegangan dan ini
akan membuat data geolistrik menjadi menyimpang dari nilai sebenarnya. Yang dapat
mempengaruhi homogenitas lapisan batuan adalah fragmen batuan lain yang menyisip pada
lapisan, faktor ketidakseragaman dari pelapukan batuan induk, material yang terkandung pada
jalan, genangan air setempat, perpipaan dari bahan logam yang bisa menghantar arus listrik,
pagar kawat yang terhubung ke tanah dsbnya.
‘Spontaneous Potential’ yaitu tegangan listrik alami yang umumnya terdapat pada lapisan batuan
disebabkan oleh adanya larutan penghantar yang secara kimiawi menimbulkan perbedaan
tegangan pada mineral-mineral dari lapisan batuan yang berbeda juga akan menyebabkan
ketidak-homogenan lapisan batuan. Perbedaan tegangan listrik ini umumnya relatif kecil, tetapi
bila digunakan konfigurasi Schlumberger dengan jarak elektroda AB yang panjang dan jarak MN
yang relatif pendek, maka ada kemungkinan tegangan listrik alami tersebut ikut menyumbang
pada hasil pengukuran tegangan listrik pada elektroda MN, sehingga data yang terukur menjadi
kurang benar.
Untuk mengatasi adanya tegangan listrik alami ini hendaknya sebelum dilakukan pengaliran arus
listrik, multimeter diset pada tegangan listrik alami tersebut dan kedudukan awal dari multimeter
dibuat menjadi nol. Dengan demikian alat ukur multimeter akan menunjukkan tegangan listrik
yang benar-benar diakibatkan oleh pengiriman arus pada elektroda AB. Multimeter yang
mempunyai fasilitas seperti ini hanya terdapat pada multimeter dengan akurasi tinggi.
Konfigurasi Wenner
Konfigurasi Wenner
Keunggulan dari konfigurasi Wenner ini adalah ketelitian pembacaan tegangan pada elektroda
MN lebih baik dengan angka yang relatif besar karena elektroda MN yang relatif dekat dengan
elektroda AB. Disini bisa digunakan alat ukur multimeter dengan impedansi yang relatif lebih
kecil.
Sedangkan kelemahannya adalah tidak bisa mendeteksi homogenitas batuan di dekat permukaan
yang bisa berpengaruh terhadap hasil perhitungan. Data yang didapat dari cara konfigurasi
Wenner, sangat sulit untuk menghilangkan factor non homogenitas batuan, sehingga hasil
perhitungan menjadi kurang akurat.
Konfigurasi Schlumberger
Pada konfigurasi Schlumberger idealnya jarak MN dibuat sekecil-kecilnya, sehingga jarak MN
secara teoritis tidak berubah. Tetapi karena keterbatasan kepekaan alat ukur, maka ketika jarak
AB sudah relatif besar maka jarak MN hendaknya dirubah. Perubahan jarak MN hendaknya
tidak lebih besar dari 1/5 jarak AB.
Konfigurasi Schlumberger
Kelemahan dari konfigurasi Schlumberger ini adalah pembacaan tegangan pada elektroda MN
adalah lebih kecil terutama ketika jarak AB yang relatif jauh, sehingga diperlukan alat ukur
multimeter yang mempunyai karakteristik ‘high impedance’ dengan akurasi tinggi yaitu yang
bisa mendisplay tegangan minimal 4 digit atau 2 digit di belakang koma. Atau dengan cara lain
diperlukan peralatan pengirim arus yang mempunyai tegangan listrik DC yang sangat tinggi.
Sedangkan keunggulan konfigurasi Schlumberger ini adalah kemampuan untuk mendeteksi
adanya non-homogenitas lapisan batuan pada permukaan, yaitu dengan membandingkan nilai
resistivitas semu ketika terjadi perubahan jarak elektroda MN/2.
Agar pembacaan tegangan pada elektroda MN bisa dipercaya, maka ketika jarak AB relatif besar
hendaknya jarak elektroda MN juga diperbesar. Pertimbangan perubahan jarak elektroda MN
terhadap jarak elektroda AB yaitu ketika pembacaan tegangan listrik pada multimeter sudah
demikian kecil, misalnya 1.0 milliVolt.
Umumnya perubahan jarak MN bisa dilakukan bila telah tercapai perbandingan antara jarak MN
berbanding jarak AB = 1 : 20. Perbandingan yang lebih kecil misalnya 1 : 50 bisa dilakukan bila
mempunyai alat utama pengirim arus yang mempunyai keluaran tegangan listrik DC sangat
besar, katakanlah 1000 Volt atau lebih, sehingga beda tegangan yang terukur pada elektroda MN
tidak lebih kecil dari 1.0 milliVolt.
Parameter yang diukur :
1. Jarak antara stasiun dengan elektroda-elektroda (AB/2 dan MN/2)
2. Arus (I)
3. Beda Potensial (∆ V)
Parameter yang dihitung :
1. Tahanan jenis (R)
2. Faktor geometrik (K)
3. Tahanan jenis semu (ρ )
Cara intepretasi Schlumberger adalah dengan metode penyamaan kuva (kurva matching). Ada 3
(tiga) macam kurva yang perlu diperhatikan dalam intepretasi Schlumberger dengan metode
penyamaan kurva, yaitu :
Kurva Baku
Kurva Bantu, terdiri dari tipe H, A, K dan Q
Kurva Lapangan
Untuk mengetahui jenis kurva bantu yang akan dipakai, perlu diketahui bentuk umum masing-
masing kurva lapangannya.
Kurva bantu H, menunjukan harga ρ minimum dan adanya variasi 3 lapisan dengan ρ1 >
ρ2 < ρ3.
Kurva bantu A, menunjukkan pertambahan harga ρ dan variasi lapisan dengan ρ1 < ρ2 <
ρ3.
Kurva bantu, K menunjukan harga ρ maksimum dan variasi lapisan dengan ρ1 < ρ2 > ρ3.
Kurva bantu Q, menunjukan penurunan harga ρ yang seragam : ρ1 > ρ2 > ρ3
Kurva-Kurva Bantu Dalam Metode Penyamaan Kurva Schlumberger
Alat-alat yang digunakan : kertas kalkir/mika plastik, kertas double log, marker OHP.
Plot nilai AB/2 vs ρ pada mika plastik diatas double log. AB/2 sebagai absis dan ρ
sebagai ordinat.
Buat kurva lapangan dari titik-titik tersebut secara smooth (tidak selalu harus melalui
titik-titik tersebut, untuk itu perlu dilihat penyebaran titik-titiknya secara keseluruhan).
Pilih kurva Bantu apa saja yang sesuai dengan setiap bentukan kurva lapangan.
Letakkan kurva lapangan diatas kurva baku, cari nilai P1 merupakan kedudukan :
d1’,ρ1’ (kedalaman terukur, tahanan jenis terukur)
d1’ = kedalaman lapisan perama = sebagai absis
ρ1 = tahanan jenis lapisan pertama = sebagai ordinat
Pindahlah kurva lapangan dan letakkan diatas tipe kurva Bantu pertama yang telah
ditentukan. Tarik garis putus-putus sesuai dengan harga ρ1/ρ2 pada kurva Bantu tersebut.
Garis putus-putus sebagai kurva Bantu ini merupakan tempat kedudukan P2.
Kembalikan kurva lapangan diatas kurva baku, geser kurva lapangan berikutnya
sedemikian sehingga kurva baku pertama melalui pusat kurva baku. Tentukan nilai ρ3/ρ2
serta plot titik P2. (catatan : posisi sumbu-sumbunya harus sejajar dengan sumbu-sumbu
pada kurva Bantu)
Dari P2 dapat ditentukan d2’, ρ2’
Titik pusat P3, koordinat d3’, ρ3’ dan nilai kurva Bantu selanjutnya dapat dicari dengan
jalan yang sama.
Koreksi Kedalaman
Untuk titik-titik pusat (Pn) yang terletak pada kurva bantu tipe H, tidak perlu dikoreksi.
Titik P pada kurva Bantu tipe A, K dan Q perlu dikoreksi.
Titik P1 apapun kurvanya tidak perlu dikoreksi.
Contoh Kurva Bantu
Titik P1, tidak perlu dikoreksi
Titik P2, tidak perlu dikoreksi karena terletakpada kurva Bantu tipe H
Titik P3 dan P4, perlu dikoreks nilai d (kedalaman), karena terletak pada kurva Bantu selain tipe
H.
Cara Koreksi Kedalaman
Untuk titik P3 :
Letakkan/impitkan kembali mika plastik diatas kurva Bantu tipe A (dengan nilai ρ4/ρ3 = 10)
dengan pusat P2. baca nilai koreksi (sebagai n) tepat pada titik P3 (nilai absis dari kurva Bantu
tersebut ditandai dengan garis putus-putus). Kemudian dapat dicari ketebalan lapisan ke-3
dengan rumus :
H3 = n.d2
Sehingga kedalaman lapisan ke-3 dapat dihitung dengan rumus:
D3 = h3 + d2
Demikian juga untuk titik P4, dan seterusnya.
Jadi, dari hasil penyamaan kurva (curve matching) akan diperoleh data sebagai berikut :
1. Koordinat Pn = (dn’, ρn)
2. Kn = ρn+1/ρn
3. Jenis Kurva Bantu
4. Nilai Koreksi Kedalaman (n)
Setelah diperoleh nilai-nilai ρ dan d, kemudian dibuat penampang tegaknya (berupa kolom)
sesuai harga d-nya (menggunakan skala). Selanjutnya dilakukan pendugaan unt interpretasi
litologi penyusun pada masing-masing lapisan berdasarkan nilai ρ.
Penafsiran litologi ini akan semakin mendekati kebenaran apabila kita memiliki data bawah
permukaan seperti data dari sumur. Jika tidak ada sumur, maka kita sebaiknya mengetahui
geologi regional daerah penelitian tersebut atau data yang diperoleh dari pengamatan geologi
daerah sekitar (untuk mengetahui variasi litologi).
Tabel Nilai Resistivitas
Rock Resitivitas
Common rocks
Topsoil
Loose sand
Gravel
Clay
Common rocks
50–100
500–5000
100–600
1–100
Weathered bedrock
Sandstone
Limestone
Greenstone
Gabbro
Granite
Basalt
Graphitic schist
Slates
Quartzite
Ore minerals
Pyrite (ores)
Pyrrhotite
Chalcopyrite
Galena
Sphalerite
Magnetite
Cassiterite
Hematite
100–1000
200–8000
500–10 000
500–200 000
100–500 000
200–100 000
200–100 000
10–500
500–500 000
500–800 000
Ore mineral
0.01–100
0.001–0.01
0.005–0.1
0.001–100
0.01–1 000 000
0.01–1000
0.001–10 000
1000–1 000 000
Resistivities of common rocks and ore minerals (ohm-metres) Milsom After Palacky, 1987
Nov 2009
Metode geolistrik/resistivity dalam eksplorasi emas
Posted by eff.amin
Emas merupakan salah satu bahan galian logam yang bernilai tinggi baik dari sisi harga maupun
sisi penggunaan. Logam ini juga merupakan logam pertama yang ditambang karena sering
dijumpai dalam bentuk logam murni. Bahan galian ini sering dikelompokkan ke dalam logam
mulia (precious metal). Penggunaan emas telah dimulai lebih dari 5000 tahun yang lalu oleh
bangsa Mesir. Emas digunakan untuk uang logam dan merupakan suatu standar untuk sistem
keuangan di beberapa negara. Di samping itu emas juga digunakan secara besar-besaran pada
industri barang perhiasan.
Ada tiga hal penting dalam membahas pembentukan emas, yaitu
1. suatu reservoar yang mengandung emas meskipun dalam kadar yang tidak begitu besar
2. larutan airpanas yang dapat membawa emas ke tempat penjebakan
3. tempat penjebakan
Emas dapat dijumpai dalam jumlah cukup besar pada inti bumi dan batuan-batuan yang
berukuran halus, seperti lempung hitam. Dua hal ini merupakan reservoar potensial dari logam
emas ini
Emas murni sangat mudah larut dalam KCN, NaCN, dan Hg (air raksa). Sehingga emas dapat
diambil dari mineral pengikatnya melalui amalgamasi (Hg) atau dengan menggunakan larutan
sianida (biasanya NaCN) dengan karbon aktif. Di antara kedua metode ini, metode amalgamasi
paling mudah dilakukan dan tentunya dengan biaya yang relatif rendah. Hanya dengan modal air
raksa dan alat pembakar, emas dengan mudah dapat diambil dari pengikatnya. Metode ini
umumnya dipakai oleh penduduk lokal untuk mengambil emas dari batuan pembawanya
Kecenderungan terdapatnya emas terdapat pada zona epithermal atau disebut zona alterasi
hidrothermal. Zona alterasi hidrotermal merupakan suatu zona dimana air yang berasal dari
magma atau disebut air magmatik bergerak naik kepermukaan bumi. Celah dari hasil aktivitas
Gunungapi menyebabkan air magmatik yang bertekanan tinggi naik ke permukaan bumi. Saat air
magmatik yang yang berwujud uap mencapai permukaan bumi terjadi kontak dengan air
meteorik yang menyebabkan larutan ion tio kompleks, ion sulfida, dan ion klorida yang
membawa emas terendapkan. Air meteorik biasanya menempati zona-zona retakan-retakan
batuan beku yang mengalami proses alterasi akibat pemanasan oleh air magmatik. Seiring
dengan makin bertambahnya endapan dalam retakan-retakan tersebut, semakin lama retakan-
retakan tersebut tertutup oleh akumulasi endapan dari logam-logam yang mengandung ion-ion
kompleks yang mengandung emas. Zona alterasi yang potensial mengandung emas dapat
diidentifikasi dengan melihat lapisan pirit atau tembaga pada suatu reservoar yang tersusun atas
batuan intrusif misalnya granit atau diorit.
Respon emas terhadap IP dan resistivity sangat beragam dan cukup sulit diidentifikasi dimana
tidak setiap vein atau retakan bekas hidrotermal mengandung emas. Berdasarkan hasil IP dan
resistivity atau magnetotelurik suatu vein dapat diidentifikasi mengandung emas dengan melihat
pada nilai true_R atau tahanan sebenarnya yang sangat kecil, namun perlu diperhatikan bahwa
tidak setiap nilai resistivity yang rendah dari suatu vein dipengaruhi oleh emas karena selain
emas juga ikut terendapkan mineral pirit dan tembaga yang juga memiliki nilai tahanan jenis
yang rendah.
Korelasi data IP dan resistivity dengan data geokimia suatu zona alterasi sangat penting dimana
melalui data geokimia kita dapat menentukan mineral apakah yang dominan mengontrol
rendahnya nilai resistivitas apakah emas, tembaga, atau pirit. Sehingga kita dapat mengetahui
mineral apa yang dominan terendapkan pada suatu vein.
Berdasarkan hasil dari IP dan resistivity sebaiknya dikorelasikan lagi dengan data bor lokasi
penelitian. Korelasi ini sangat penting karena metode geolistrik (IP dan resistivity) adalah proses
awal atau suatu proses perabaan yang merupakan dugaan sementara. Korelasi dari data bor tadi
akan meminimalkan error yang ada.
Dalam proses analisis geolistrik sebaiknya berhati-hati dengan water table yang akan
menurunkan nilai resistivitas apalagi jika daerah tersebut merupakan suatu zona basah seperti
adanya sungai dalam zona argilic nilai resistivitas akan bernilai rendah hal ini akan disebabkan
karena adanya ion-ion yang terikat dalam zona alterasi argilic.
Sumber :
1. http://warmada.blogspot.com/2007/08/emas-diburu-dan-memburu.html
2. http://alvathea.wordpress.com/discussion/
http://geoexplore-energy.blogspot.com/2009/11/metode-geolistrikresistivity-dalam.html