92589224 keteladanan guru dalam pembentukan karakter siswa
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan Karakter merupakan upaya yang harus melibatkan semua
pihak baik rumah tangga dan keluarga, sekolah dan lingkungan sekolah,
masyarakat luas. Oleh karena itu, perlu menyambung kembali hubungan dan
educational networks yang mulai terputus tersebut. Pembentukan dan pendidikan
karakter tersebut, tidak akan berhasil selama antar lingkungan pendidikan tidak
ada kesinambungan dan keharmonisan. Dengan demikian, rumah tangga dan
keluarga sebagai lingkungan pembentukan dan pendidikan karakter pertama dan
utama harus lebih diberdayakan.
Fenomena merosotnya karakter bangsa di tanah air ini dapat disebabkan
lemahnya pendidikan karakter dalam meneruskan nilai-nilai kebangsaan pada saat
alih generasi. Keadaan bangsa ini sangat rapuh, penuh dengan ketidakjujuran,
kecurangan, dan juga ketidakadilan dalam berbagai bidang politik, social, dan
termasuk bidang pendidikan. Kecurangan pendidikan misalnya adanya bantuan
kepada siswa pada saat ujian nasional berupa jawaban yang diberikan sekolah.
Hal ini dilakukan pihak manajemen sekolah karena mereka takut reputasi sekolah
mereka menjadi buruk. Mereka beranggapan bahwa sekolah yang bagus adalah
sekolah yang tingkat kelulusan peserta didiknya mencapai 98%-100%. Tentunya
tindakan ini tidak menggambarkan karakter yang baik dan bisa membangun,
membangkitkan bangsa ini dari keterpurukan. Salah satu solusi yang diharapkan
dapat membenahi setiap kekurangan tersebut maka digalakkanlah pendidikan
karakter.
Inti pendidikan adalah pembelajaran. Pembelajaran dapat berlangsung
secara alamiah melalui pemaknaan individu terhadap pengalaman-pengalamannya
dalam menjalani kehidupan. Baik pengalaman yang menyenangkan ataupun
tidak, semuanya dapat menjadi proses pembelajaran untuk membangun karakter
kehidupan.
Guru adalah pihak yang berhubungan langsung dengan peserta didik
dalam praktik pendidikan. Maka guru merupakan ujung tombak dari program
pendidikan karakter di lembaga-lembaga pendidikan. Seorang guru haruslah
mempunyai karakter positif yang kuat agar mampu membentuk karakter siswa.
Karakter positif guru sering disebut dengan sikap professional guru. Di lapangan
masih banyak guru yang belum menyadari peranan mereka sebagai ujung tombak
dalam program pembentukan karakter siswa di sekolah. Guru tersebut tidak
memberi contoh ataupun teladan yang baik bagi siswanya. Pada makalah ini akan
dibahas bagaimana bagaimana keteladanan guru dalam pembentukan karakter
siswa.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas maka dapat dibuat
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana hakekat pendidikan karakter dan sikap profesional seorang
guru
2. Bagaimana keteladanan guru dalam pembentukan karakter siswa
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pendidikan Karakter dan Sikap profesional Guru
Pengertian karakter adalah pribadi yang relatif stabil pada diri inndividu
yang menjadi landasan bagi penampilan perilaku dalam standar nilai dan norma
yang tinggi. Relatif stabil berarti telah terbentuk dan tidak akn mudah untuk
diubah.
Menurut Raharjo S. B. menyatakan, pendidikan karakter adalah suatu proses
pendidikan secara holistic yang menghubungkan dimensi moral dengan ranah
sosial dalam kehidupan peserta didik sebagai pondasi bagi terbentuknya generasi
yang berintelektual dan berakhlak.
Pendidikan karakter seharusnya dapat membawa siswa untuk mengenal
nilai secara kognitif , penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke
pengamalan nilai secara nyata. Pendidikan karakter juga dapat diintegrasikan
dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran.
Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan
dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan
karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai
standar kompetensi lulusan.
Dengan adanya program pendidikan karakter diharapkan para peserta didik
memiliki ilmu pengetahuan, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa ,bertanggung jawab, jujur, sopan, dan menggunakan ilmu yang dimiliki untuk
menciptakan kesejahteraan manusia.
Sikap merupakan suatu kecenderungan perasaan terhadap suatu objek yang
dimiliki seseorang terhadap suatu pekerjaan yang bisa dipakai sebagai alat untuk
memprediksi perilaku orang tersebut dalam bekerja. Sikap guru dalam
menjalankan profesinya disebut profesionalisme dan tentunya sangat beragam.
Sikap professional guru memiliki komponen kognisi, afeksi, dan konasi. Kognitif
yang berkenaan dengan keyakinan, ide, konsep. Afeksi berkenaan dengan
perasaan/ emosional. Konasi berkenaan dengan tingkah laku atau perbuatan guru.
Menurut Nasution ada empat sikap guru dalam pembelajaran yaitu: sikap
otoriter, sikap permissive, dan sikap riil. Bila guru mengajarkan suatu mata
pelajaran, ia tidak hanya mengutamakan mata pelajaran akan tetapi harus juga
memperhatikan anak itu sendiri sebagai mnusia yang harus dikembangkan
pribadinya. Hanya mementingkan bahan pelajaran dengan mengabaikan anak
dapat merugikan anak tersebut. Banyak cara yang digunakan guru untuk
mengharuskan anak belajar. Tak jarang guru menjadi otoriter dan
menggunakannya untuk mencapai tujuannya tanpa lebih jauh mempertimbangkan
akibatnya bagi anak, khususnya bagi perkembangan pribadinya.
Sikap permissive cenderung membiarkan anak berkembang dalam
kebebasan tanpa banya tekanan frustasi, larangan, perintah, atau paksaan. Guru
tidak berada di depan tetapi di belakang untuk member bantuan jika diperlukan.
Sikap otoriter maupun sikap permissive tidak baik untuk perkembangan siswa,
guru sebaiknya tidak terlalu otoriter, tetapi juga tidak terlalu permissive
melainkan memberi kebebasan yang bertanggung jawab kepada siswa.
Dalam rancangan Kode Etik Guru Indonesia diantaranya dinyatakan
bahwa: “ Guru harus berperilaku secara professional dalam melaksanakan tugas
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.” Guru harus mencurahkan secera
langsung usaha-usaha profesionalnya untuk membantu peserta didik dalam
mengembangkan kepribadiannya termasuk karakternya.
Menurut Kamus Bahasa Indonesia, sikap berarti perbuatan atau tindakan
yang berdasarkan pendirian, pendapat, atau keyakinan. Guru yang memiliki sikap
professional berarti guru yang melakukan tindakan pembelajaran sesuai
keyakinannya tentang profesinya, ahli dibidangnya, berkarakter positif dan
mampu mengarahkan dan membimbing siswa selama masa pendidikan,
menguasai materi dan mampu menyesuaikannya dengan kemampuan peserta
didik, serta mampu menunaikan tugasnya secara berintegritas.
2.2 Karakteristik Kepribadian Guru
Menurut tinjauan psikologi, kepribadian pada prinsipnya adalah susunan
atau kesatuan antara aspek perilaku mental (pikiran, perasaan, dan sebagainya)
dengan aspek perilaku. Aspek-aspek ini secara fungsional berkaitan dalam diri
seorang individu, sehingga membuatnya bertingkah laku secara khas dan tetap.
Kepribadian adalah factor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan
seorang guru sebagai pengembang sumber daya manusia juga dalam pembentukan
karakter siswa. Karena di samping berperan sebagai pembimbing dan pembantu,
guru juga berperan sebagai anutan. Oleh karena itu, setiap calon guru dan guru
professional sangat diharapkan memahami bagaimana karakteristik kepribadian
dirinya sehingga mampu mengoptimalkan potensi sebagai seorang pendidik yang
mampu mengajar, mendidik, dan menjadi anutan bagi peserta didik. Secara
konstitusional, guru hendaknya berkepribadian Pancasila dan UUD 1945 yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan memiliki kualifkasi
sebagai tenaga pengajar.
Kepribadian guru yang diharapkan siswa: periang, suka berteman,
beremosi matang, jujur dan ikhlas, dapat dipercaya, dapat menyesuaikan diri,
sehat mental, jasmani, dan rohani, merupakan pribadi yang kuat dan berotoritas
ataupun berwibawa, terbuka dan mau mendengar dan menghargai pendapat orang
lain, aktif dalam melaksanakan tugas, tidak membosankan, berorientasi
pemecahan masalah sehingga dapat menjadi anutan bagi peserta didik.
Sebagai ujung tombak pendidikan dalam membentuk siswa yang tidak
hanya cerdas tetapi juga berkarakter sebagai generasi penerus bangsa, maka
diperlukan guru yang memang berkompeten, sadar akan ekistensi dan tanggung
jawabnya. Guru yang sungguh seorang pendidik dan dewasa adalah guru yang
memiliki kematangan intelektual dan emosional. Kematangan intelektual dan
emosional dapat dilihat dari kemampuan berpikir, bertutur, memberi sikap
teladan, mengerti perkembangan siswanya, dan mampu menyusun perangkat
pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan siswanya.
Pembelajaran harus menolong siswa untuk memahami proses
pembelajaran, mendorong munculnya penampilan perilaku gemar belajar melalui
prosedur yang sistematis terhadap rancangan pembelajaran: tujuan, materi,
metode, sumber, dan bahan serta evaluasi terhadap proses pelaksanaan
pembelajaran sampai dengan hasil-hasilnya.
Pendekatan yang menekankan pada pengetahuan yang mendasar,
mengakibatkan terpisahnya kognitif dari afektif dan Psikomotor yang seharusnya
menjadi suatu kesatuan yang harus dikembangkan dalam diri peserta didik.
Akibatnya pembelajaran hanya menghasilkan pengetahuan-pengetahuan tanpa
dapat diubah menjadi perilaku, sikap, apalagi menjadi karakter.
2.3 Keteladanan Guru dalam Pembentukan Karakter Siswa
Pepatah yang mengatakan “ guru kencing berdiri, murid kencing berlari”
memang benar adanya untuk menunjukkan besarnya pengaruh seorang guru untuk
menjadi teladan di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Apa yang
dilakukan oleh guru akan ditiru oleh siswa. Keselarasan antara kata-kata dan
tindakan dari guru akan sangat berarti dalam pembentukan karakter.
Pendapat lama banyak pihak, juga para pendidik masih berpendapat bahwa
kekerasan masih diperlukan untuk membentuk disiplin sebagai salah satu karakter
yang diharapkan melekat dalam diri siswa, ataupun semacam rasa patuh kepada
guru oleh siswa. Kekerasan dianggap sebagai hukuman seperti memarahi,
mengumpat, bentuk perlakuan kasar secara fisik, dan melarang siswa masuk
ruangan selama pelajaran tertentu berlangsung. Mereka beranggapan bahwa
kekerasan dapat digunakan untuk membentuk karakter siswa.
Jika seorang guru hendak membentuk karakter peserta didik yang berbudi
luhur, tentunya sang guru pun harus berkarakter. Jika seorang guru menegakkan
pilar kewibawaannya dalam mengajar, maka guru tidak perlu menggunakan
tindakan kekerasan agar terbentuk karakter disiplin, patuh, sopan, dan mau
belajar. Modal dasar bagi penyelenggaraan pendidikan karakter meliputi
profesionalisme pendidik yang berkarakter.
Pendidik profesional harus memahami keprofesiannya dalam bidang
khusus kependidikannya. Profesi meliputi tiga komponen, yaitu komponen dasar
keilmuan, substansi profesi, dan praktik profesi. Seorang guru hendaknya
melaksanakan tugas fungsi profesionalnya dengan dasar keilmuan profesi
pendidik. Sedangkan substansi profesinya adalah wilayah proses pembelajaran,
dan praktik profesi adalah penampilan profesi dalam proses pembelajaran secara
langsung, nyata, dan profesional terhadap peserta didik. Dalam Keprofesiannya
tercakup keempat kompetensi standar seorang guru sebagai pendidik profesional,
yaitu:
a. Kompetensi kepribadian
b. Kompetensi pedagogik
c. Kompetensi profesional
d. Kompetensi sosial
Semua penjelasan di atas dimaksudkan untuk memperjelas kedudukan
guru dan bagaimana peranannya dalam membentuk karakter siswa. Guru yang
professional pasti mengetahui batasan hak dan kewajibannya. Guru tersebut akan
melakukan yang terbaik agar siswanya memperoleh ilmu, dan guru tersebut akan
menanamkan nilai-nilai karakter dalam pembelajarannya.
Telah dikemukan sebelumnya bahwa pembentukan karakter dapat
diintegrasikan pada setiap pelajaran. Artinya setiap guru mata pelajaran memiliki
tugas dan tanggung jawab untuk mendidik karakter siswanya.
Pembentukan karakter pada dasarnya sangat dekat kepada setiap mata
pelajaran. Karena pada dasarnya setiap mata pelajaran memiliki nilai-nilai
karakter yang harus dilalui dan dicapai siswa. Hanya saja, sebagian besar guru
tidak menyadari bahwa ada nilai-nilai yang dapat membentuk karakter siswa
karena guru hanya melihat sisi kognitif dari mata pelajaran tertentu tanpa
memperhatikan sisi afektifnya. Sehingga ilmu yang diperoleh siswa bersifat kaku,
tidak bisa diubah atau diwujudnyatakan dalam sikap apalagi karakter. Mereka
beranggapan bahwa karakter siswa dapat dibetuk hanya dengan mempelajari
pendidikan moral pancasila dan agama.
Pada mata pelajaran matematika dapat ditanamkan sikap kejujuran,
disiplin, tepat waktu, bertanggung jawab, kreatif, dan mampu bekerja sama.
Ketika mengerjakan permasalahan-permasalahan matematika, siswa diajarkan
untuk mengerjakannya secara hati-hati, tidak asal ada akan tetapi jawabannya pun
bisa dipertanggungjawabkan. Pada mata pelajaran matematika, siswa perlu
memiliki kemampuan memperoleh, memilih, dan mengelola informasi untuk
bertahan pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
Kemampuan ini membutuhkan pemikiran kritis, sistematis, logis, dan kreatif.
Pada pengerjaan soal matematika, siswa diajarkan untuk melakukan operasi
hitung dengan teliti, jangan terjadi manipulasi data agar memperoleh hasil yang
benar. Artinya memperoleh jawaban yang benar dengan adanya manipulasi data
ataupun kecurangan yang lainnya tidak dibenarkan dalam matematika. Guru dapat
mengoptimalkan kesempatan membentuk karakter siswa melalui nilai-nilai yang
tertanam pada mata pelajaran tersebut.
Selanjutnya, pada mata pelajaran kimia guru dapat mengajarka banyak
sekali nilai-nilai yang dapat membentuk karakter siswa. Pelajaran kimia sarat
dengan materi yang dapat membahayakan keselamatan umat manusia disamping
juga dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Jika manusia
berkarakter baik, maka ilmu yang dimilikinya akan digunakan untuk meningkatka
kesejahteraan manusia, akan tetapi jika manusia itu berkarakter buruk, maka ilmu
yang dimilikinya akan mendatangkan bahaya. Oleh karena itu guru kimia member
teladan kepada siswa dengan menanamkan nilai-nilai kemanusiaan, cinta damai,
kasih, dan lain sebagainya.
Demikian sedikit contoh tentang penerapan nilai-nilai karakter baik dalam
setiap mata pelajaran. Pembelajaran baik yang menyenangkan ataupun yang
tidak , akan membentuk karakter siswa secara tidak langsung.
Guru sebagai teladan dalam pembentukan karakter memiliki karakteristik
sebagai berikut:
1. Guru harus mengetahui karaketr apa saja yang harus dimiliki oleh setiap
peserta didik.
2. Guru harus meneladani teladan seluruh alam yaitu Allah sang pencipta.
Ketika guru mengikut teladan Kristus maka guru tersebut akan mampu
menjadi teladan yang baik bagi siswanya.
3. Guru harus benar-benar mengetahui prinsip-prinsip keteladanan. Bahwa
keteladanan dimulai dari diri sendiri.
4. Guru harus mengetahui tahapan perkembangan siswa sehingga mampu
memilih metode pembelajaran yang tepat untuk mendidik karakter
siswanya.
5. Dalam membentuk karakter siswa, guru harus menggunakan prinsip 3P,
yaitu: pemikiran, perasaan, dan perbuatan.
6. Guru mengetahui cara untuk mengajarkan pendidikan karakter kepada
siswa.
7. Guru harus menyadari eksistensinya sebagai pelayan pendidikan, jadi
mengajar dengan ikhlas, sabar, sopan, disiplin, tepat waktu, tidak
sombong, dan bertanggung jawab.
8. Guru menyesuaikan pola mengajar, gaya, dan sikap guru di kelas dengan
tahap perkembangan siswa.
9. Pribadi guru yang baik mencakupi potensi akal, bakat, minat, mental, dan
fisik yang terimplikasi dalam pikiran yang cerdas, hati yang ikhlas,
perkataan yang santun, dan perbuatan yang mulia.
10. Guru mengenal dengan baik sarana-sarana modern dalam pendidikan
sehingga guru dapat mentransfer pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki
dengan mudah.
11. Guru bersikap objektif, maksudnya bersikap sama kepada semua peserta
didik; tidak pilih kasih. Menjauhi sikap condong kepada sebagian siswa
dan mengabaikan yang lain.
Pembentukan karakter siswa juga dipengaruhi kesadaran guru tentang visi,
profesinya sebagai guru. Jika seseorang mendengar panggilan jiwanya dan
mengetahui visinya sebagai seorang pendidik, ia akan bekerja dengan sukacita
menjalankan profesinya, mengusahakan segala yang terbaik yang dapat
dilakukannya supaya tercipta generasi yang tidak hanya cerdas tetapi juga
berkarakter. Seseorang itu akan bekerja secara ikhlas tanpa mengharapkan
imbalan, karena baginya kekayaan sebenarnya adalah murid-muridnya. Ketika
murid-muridnya berhasil maka terbalaslah jerih payahnya selama mengajar.
Jansen Sinamo dalam bukunya juga menyatakan “Keterpanggilan biasanya
muncul berbentuk kecenderungan hati, dorongan hati, atau kemauan hati yang
kuat, mulanya dirangsang oleh kesempatan yang muncul di ufuk timur hati kita.”
Keterpanggilan membuat arah dan tujuan hidup menjadi tegas, visi dan misi terasa
jelas. Ini membuat kita berpandangan jauh ke depan, tidak terjebak picik dalam
kacamata kuda yang sempit dan pendek yang kemudian membuahkan sikap
konsisten dan persisten.
Keterpanggilan juga menimbulkan keberanian moral, keteguhan hati,
integritas tinggi dalam berkarya yaitu totalitas yang seimbang antara emosi,
pikiran dan jiwa. Tetapi hal inilah yang jarang ditemukan sekarang ini ditemukan
dalam kepribadian seorang guru. Karena panggilan itu sendiri telah terkaburkan
oleh kebutuhan akan uang yang lebih banyak.
Jelaslah bahwa menyadari keterpanggilan untuk menjadi seorang guru
akan sangat mempengaruhi karakter seorang calon guru. Dengan mengetahui
kehendak hati, maka seseorang akan lebih mudah merencanakan program-
program untuk mencapai kehendak hatinya. Sama halnya dengan hubungan
mengetahui keterpanggilan jiwa atau visi menjadi seorang guru. Seseorang
mengetahui bahwa dia terpanggil untuk menjadi seorang guru maka dia akan
menyukai segala aktifitas yang berkaitan dengan visinya. Dia akan melakukan
semua usaha yang terbaik untuk menghasilkan keluaran yang berkualitas,
cerdas ,dan berkarakter.
Menjadi teladan bagi siswa dalam pembentukan karakter, seorang guru
mempunyai banyak peran baik di sekolah maupun di luar sekolah. Guru sebagai
pendidik yang menjadi tokoh panutan, bertanggung jawab, berwibawa, dan
disiplin dalam menjalankan semua peraturan sekolah secara konsisten. Guru harus
mempunyai kelebihan dalam merealisasikan nilai intelektual, spiritual, emosional,
moral, dan sosial dalam pribadinya. Guru sebagai pengajar dan pembimbing yang
berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya bertanggung jawab atas perjalanan
mental, kreatifitas, moral, dan spiritual siswa yang ebih dalam dan lebih
kompleks.
Karakter-karakter guru tersebut tentu akan bermanfaat secara signifikan
manakala guru mampu mengaplikasikannya dalam praktek nyata di kelas, dalam
menjalankan kewajiban utamanya, selain mendidik yakni merencanakan,
melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran, hingga menganalisis hasil belajar.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Pendidikan karakter yang utuh dan menyeluruh tidak sekedar membentuk
peserta didik menjadi pribadi yang cerdas dan baik, melainkan juga
membentuk mereka menjadi pelaku bagi perubahan dalam hidupnya
sendiri, yang pada gilirannya akan menyumbangkan perubahan dalam
tatanan sosial kemasyarakatan menjadi lebih, adil, baik dan manusiawi.
2. Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap
mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau
nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan,
dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari supaya pembelajaran
nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh
pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik
sehari-hari di masyarakat.
3. Untuk menjadi agen pembentukan karakter siswa disekolah guru harus
menjadi teladan bagi siswanya baik dari segi perkataan maupun tindakan.
4. Guru harus memiliki kelebihan dalam merealisasikan nilai spiritual,
emosional, moral, sosial, intelektual dalam pribadinya dan pribadi
siswanya.
3.2 Saran
1. Mengingat pentingnya pendidikan karakter maka diharapkan program ini
hendaknya dilaksanakan secara terarah, terpadu dan terprogram baik bagi
instansi , guru, dan dinas jawatan pemerintah serempak dilaksanakan
secara bersama-sama
2. Setiap guru sebaiknya ammpu mengimplementasikan nilai-nilai karakter
yang terkandung dalam materi pembelajaran guna membentuk karakter
siswa.
3. Pendidikan karakter ini hendaknya dilaksanakan pada pendidikan formal,
informal dan nonformal.
DAFTAR PUSTAKA
Manullang, Belferik. Prayitno. 2010. Pendidikan Karakter dalam Pembangunan
Bangsa. Medan: Pascasarjana UNIMED
Nasution, S. 2008. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar.
Jakarta: Bumi Aksara
Sinamo, Jansen. 2010. 8 Etos Keguruan. Jakarta: Institut Mahardika
Tim Mata Kuliah. 2012. Profesi Kependidikan. Medan: FIP Unimed
Zuriah, Nurul. 2007. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif
Perubahan: Menggagas Platform Pendidikan Budi Pekerti Secara
Kontekstual dan Futuristik. Jakarta: Bumi Aksara