9. bab i pendahuluan
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kepemerintahan yang baik (Good Governance) merupakan issue yang
menonjol dalam pengelolaan administrasi publik yang muncul sekitar dua
dasa warsa yang lalu. Tuntutan kepada pemerintah untuk melaksanakan
penyelenggaraan pemerintahan adalah sejalan dengan kemajuan tingkat
pengetahuan serta pengaruh globalisasi.
Di dalam rumusan Pasal 3 UU. Nomor 28 Tahun 1999, telah secara
tegas dan limitatif diatur prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik atau lebih
dikenal dengan istilah good governance. Kesemua prinsip-prinsip good
governance harus menjadi pedoman bagi pemerintah daerah dalam
menjalankan kewenangan penerimaan CPNS, khususnya prinsip
transparansi dan akuntabilitas. Hal ini dimaksudkan, agar filosofi the right
man on the right place (penempatan seseorang sesuai dengan keahliannya)
tetap menjadi dasar pertimbangan dalam rangka penerimaan CPNS. Namun
tidak menutup kemungkinan penerimaan CPNS di daerah-daerah, dinilai
sangat sarat dengan perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Pada masa orde baru pengangkatan seorang aparat birokrasi
pemerintahan menghendaki profesionalisme dalam diri seorang pejabat.
Indikasi ini dapat dilihat pada jabatan-jabatan birokrasi pemerintahan yang
1
dijabat oleh orang-orang profesional sesuai dengan potensi, dedikasi, dan
prestasi yang bersangkutan.
Di era reformasi, nuansa profesionalisme dalam sistem rekruitmen PNS
tuntutannya semakin tinggi. Konsep teori “The Right Man on The Right
Place” ingin diwujudkan dan menjadi agenda reformasi dan birokrasi
pemerintahan. Aplikasinya, dilakukanlah perubahan peraturan
penyelenggaraan pemerintah daerah dengan menetapkan Undang-Undang
No. 32 Tahun 2004 sebagai pengganti Undang-Undang No. 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah yang memberikan otonomi daerah yang
nyata, luas dan bertanggungjawab dan dapat menjamin perkembangan dan
pembangunan daerah.
Dan sebagaimana diamanatkan dalam Penjelasan Undang – Undang
Nomor 8 Tahun 1974; Jo. Undang – Undang Dasar Nomor 43 Tahun 1999
tentang pokok – pokok kepegawaian bahwa diperlukan Pegawai Negeri yang
berkemampuan melaksanakan tugas secara profesional dan bertanggung
jawab dalam penyelesaian tugas pemerintahan dan pembangunan, serta
bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Pekerjaan PNS saat ini diminati oleh sebagian besar pencari kerja. Di
Indonesia menjadi seorang PNS bisa jadi sebuah impian untuk hampir
semua pencari kerja. PNS sangat menarik karena adanya kepastian seperti
gaji, keberlangsungan pekerjaan, dan pensiunan.
2
Di dalam organisasi birokrasi tidak hanya terdapat Pegawai Negeri Sipil
yang memberikan pelayanan kepada masyarakat tetapi terdapat pegawai
honorer yang membantu PNS dalam melaksanakan tugas birokrasi. Tenaga
honorer menurut PP No 48 tahun 2005 Jo. PP 43 tahun 2007 tentang
Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi CPNS adalah seseorang yang
diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian atau pejabat lain dalam
pemerintahan untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu pada isntansi
pemerintah atau yang penghasilannya menjadi beban APBN/APBD.
Eksistensi pegawai honorer daerah diakui secara formal dalam UU No.
43 tahun 1999 tentang perubahan Atas UU No. 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Kepegawaian pasal 2 ayat (3) dan diimplementasikan dalam
struktur sumber daya aparatur Indonesia, yang berfungsi membantu
pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dan pelayanan pada masyarakat
khususnya di daerah. Belum adanya sistem pengelolaan pegawai honorer
daerah secara nasional, telah mendorong pemerintah daerah berinisiatif
mengangkat pegawai honorer daerah dengan alasan kebutuhan unit kerja
walaupun rekruitmennya dilakukan tanpa mekanisme standar seleksi yang
benar.
Besarnya animo masyarakat bekerja jadi honorer tidak terlepas dari
pola pikir yang menjadikan honorer sebagai daftar tunggu untuk menjadi
PNS. Hal ini disebabkan PNS dianggap memiliki jaminan hidup dan
3
kemapanan. Dengan pekerjaan ringan dan mendapatkan gaji tiap bulan serta
tunjangan pensiun memberikan rasa aman bagi PNS.
Setelah munculnya PP No. 48 Tahun 2005 jo PP No. 43 tahun 2007
tentang pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS, praktis banyak
masyarakat dalam usia kerja rela menjadi tenaga honorer. Masuk menjadi
tenaga honorer dengan honor yang sangat sedikit bahkan cenderung tidak
manusiawi dan berada jauh dibawah UMR rela dijalani dengan harapan
suatu saat dapat diangkat menjadi PNS dengan mempertimbangkan masa
kerja dan pengabdian mereka.
Seiring dengan kebijaksanaan pemerintah sesuai dengan PP No. 43
tahun 2007 tentang pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS,
mendorong pemerintah Kabupaten Barru instansi terkait untuk melakukan
rekruitmen CPNS sesuai dengan mekanisme yang termuat dalam peraturan
pemerintah tersebut. Di dalam PP No. 43 Tahun 2007 tersebut. Di atur
sejumlah persyaratan, kriteria, sistem dan prosedur (mekanisme)
pelaksanaann rekruitmen CPNS yang menjadi pedoman atau petunjuk teknis
pelaksanaan bagi instansi terkait khususnya BKD baik itu untuk tenaga
honorer kategori 1 maupun kategori 2. Tenaga honorer Kategori 1
merupakan tenaga honorer yang penghasilannya dibiayai oleh Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah sedangkan tenaga honorer kategori 2 merupakan tenaga honorer
yang penghasilannya tidak dibiayai oleh APBN/APBD.
4
Dalam pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS harus disertai
dengan pelaksanaan prinsip transparansi dan akuntabilitas sebagai upaya
mewujudkan Good Governance di Indonesia. Transparansi (Krina, 2003:14)
adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang
untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan , yakni
informasi tentang kebijakan proses pembuatan dan pelaksanaanya serta
hasil-hasil yang dicapai. Sedangkan akuntabilitas (Mardiasmo, 2009:18)
merupakan pertanggungjawaban kepada publik atas setiap aktivitas yang
dilakukan.
Realitas yang terjadi selama proses pelaksanaan rekruitmen honorer
menjadi CPNS di beberapa wilayah, dimana sejumlah ketentuan
pelaksanaan yang telah diatur dalan PP No. 43 Tahun 2007 seharusnya
dipedomani/dijalankan oleh pihak-pihak yang terkait langsung dalam proses
penerimaan CPNS namum dalam kenyataannya kurang optimal. Hal ini
terlihat dalam beberapa praktek pelaksanaannya di beberapa wilayah di
Indonesia dimana terdapat beberapa hal yang seharusnya ditransparansikan
dan dilaksanakan secara akuntabel sebagaimana tuntunan peraturan
pemerintah diatas namun justru cenderung disalah artikan dan tidak
dilaksanakan secara konsisten dan bertanggung jawab. Di samping itu,
beberapa persyaratan seperti usia CPNS honorer dan masa pengabdian
dipolitisir oleh pemerintah daerah. Selain itu, ada pula permasalahan
5
mengenai ketidaksesuaian antara latar pendidikan tenaga honorer dengan
unit kerja mereka.
Di Kabupaten Barru, dari sekitar 53 tenaga honorer kategori 1 yang
diloloskan oleh Badan Kepegawaian Daerah untuk diusulkan ke pemerintah
pusat, ada 18 tenaga honorer yang dinyatakan lolos menjadi CPNS pada
tahap verifikasi pertama dan setelah diverifikasi ulang ternyata tenaga
honorer yang tersisa sebanyak 17 orang. Diperlukan keterbukaan perihal
tenaga honorer yang memenuhi kriteria dan yang tidak tidak memenuhi
kriteria. Mengenai prosedur pengangkatan CPNS ini dibutuhkan pelaksanaan
prinsip transparansi dan akuntabilitas karena tidak menutup kemungkinan
penerimaan CPNS di daerah-daerah, dinilai sangat sarat dengan perbuatan
korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Berangkat dari permasalahan-permasalahan tersebut, maka penulis
tertarik untuk melakukan penelitian terkait dengan pengangkatan tenaga
honorer menjadi CPNS yang terkhusus pada tenaga honorer kategori 1 (K1)
di Kabupaten Barru dengan Judul “Implementasi Prinsip Good
Governance dalam Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi CPNS di
Kabupaten Barru”
6
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka dapat
ditetapkan suatu masalah pokok, yaitu:
1. Bagaimana implementasi prinsip transparansi dalam pengangkatan
tenaga honorer kategori 1 menjadi CPNS di Kabupaten Barru?
2. Bagaimana implementasi prinsip akuntabilitas dalam pengangkatan
tenaga honorer kategori 1 menjadi CPNS di Kabupaten Barru?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui implementasi prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam
pengangkatan tenaga honorer kategori 1 menjadi CPNS di Kabupaten Barru.
1.4. Manfaat Penelitian
Dari tujuan penelitian tersebut, maka penelitian ini diharapkan memiliki
manfaat sebagai berikut :
1. Manfaat akademis:
a. Sebagai salah satu kontribusi pemikiran ilmiah dalam
melengkapi kajian yang mengarah pada pengembangan ilmu
pengetahuan terutama ilmu pemerintahan.
b. Sebagai salah satu bahan referensi bagi para peneliti lainnya
yang berminat mengenai masalah-masalah pengangkatan
tenaga honorer menjadi CPNS.
7
2. Manfaat praktis:
Sebagai bahan masukan atau sumbangan pemikiran bagi pihak
pemerintah Kabupaten Barru agar kedepannya lebih baik dalam
proses pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS.
1.5. Kerangka Konsep
1.5.1. Konsep Implementasi
Secara harfiah implementasi dapat diartikan sebagai pelaksanaan.
Untuk lebih jelasnya, implementasi dapat diartikan sebagai suatu usaha
atau kegiatan berkesinambungan yang dilakukan untuk mewujudkan
rencana atau program menjadi kenyataan. Bernadine R. Wijaya &
Susilo Supardo dalam Harbani Pasolong (2011:57), mengatakan bahwa
implemetasi adalah proses mentransformasikan suatu rencana ke
dalam praktik. Implementasi pada dasarnya operasionalisasi dari
berbagai aktivitas guna mencapai suatu tujuan.
Sejalan dengan pendapat Hinggi dalam Harbani Pasolong
(2011:57) yang mendefinisikan implementasi sebagai rangkuman dari
berbagai kegiatan yang di dalamnya sumber daya manusia
menggunakan sumber daya yang lain untuk mencapai sasaran strategi.
1.5.2. Konsep Good Governance
World Bank dan OECF dalam Rahardjo Adisasmita (2011:23)
mensinonimkan Good Governance dengan penyelenggaraan
manajemen pembangunan yang solid dan bertanggungjawab yang
8
sejalan dengan demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah
alokasi dana investasi yang langka, dan pencegahan korupsi, baik
secara politik maupun administrative, menjalankan disiplin anggaran
serta penciptaan legal and political frameworks (kerangka dasar hokum
dan politik) bagi tumbuhnya kewiraswastaan.
UNDP memberikan beberapa karakteristik pelaksanaan good
governance, meliputi: partisipasi,rule of law, transparansi, responsive,
consensus orientation, equity, efisien dan efektif, akuntabilitas dan
strategic vision.
1.5.3. Implementasi Prinsip Good Governance
Dalam proses pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS dalam
penelitian ini akan ditinjau melalui dua prinsip Good Governance, yaitu
prinsip transparansi dan akuntabilitas.
Krina (2003:13) mendefinisikan transparansi sebagai prinsip yang
menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh
informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan , yakni informasi
tentang kebijakan proses pembuatan dan pelaksanaanya serta hasil –
hasil yang dicapai.
Transparansi adalah adanya kebijakan terbuka bagi pengawasan.
Sedangkan yang dimaksud dengan informasi adalah informasi
mengenai setiap aspek kebijakan pemerintah yang dapat dijangkau
publik. Keterbukaan informasi diharapkan akan menghasilkan
9
persaingan politik yang sehat, toleran, dan kebijakan dibuat
beradsarkan preferensi public.
Makna dari transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah dapat dilihat dalam dua hal yaitu: (1) salah satu wujud
pertanggung jawaban pemerintah kepada rakyat, dan (2) upaya
peningkatan manajemen pengelolaan dan penyelenggaraan
pemerintahan yang baik dan mengurangi kesempatan praktek kolusi,
korupsi dan nepotisme (KKN).
Agus Dwiyanto (2006:80) mendefinisikan transparansi sebagai
penyediaan informasi tentang pemerintahan bagi publik dan dijaminnya
kemudahan di dalam memperoleh informasi-informasi yang akurat dan
memadai. Dari pengertian tersebut dijelaskan bahwa transparansi tidak
hanya sekedar menyediakan informasi tentang penyelenggaraan
pemerintahan, namun harus disertai dengan kemudahan bagi
masyarakat untuk memperoleh informasi tersebut.
Pelaksanaan prinsip transparansi pemerintahan paling tidak dapat
diukur melalui sejumlah indikator sebagai berikut:
a. Adanya sistem keterbukaan dan standarisasi yang jelas dan
mudah dipahami dari semua proses-proses penyelenggaraan
pemerintahan.
10
b. Adanya mekanisme yang memfasilitasi pertanyaan-pertanyaan
publik tentang proses-proses dalam penyelenggaraan
pemerintahan.
c. Adanya mekanisme pelaporan maupun penyebaran informasi
penyimpangan tindakan aparat publik di dalam kegiatan
penyelenggaraan pemerintahan.
Konsep akuntabilitas menurut Taliziduhu Ndraha (2003:85)
berawal dari konsep pertanggungjawaban, konsep pertanggungjawaban
sendiri dapat dijelasakan dari adanya wewenang. Wewenang di sini
berarti kekuasaan yang sah. Menurut Krina (2003:9) akuntabilitas
adalah prinsip yang menjamin setiap kegiatan penyelenggaraan
pemerintahan dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka oleh
pelaku kepada pihak yang terkena dampak penerapan kebijakan.
Akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan dituntut di
semua tahap mulai dari penyusunan program kegiatan, pembiayaan,
pelaksanaan, dan evaluasinya, maupun hasil dan dampaknya. Untuk
mengukur akuntabilitas pemerintahan secara objektif perlu adanya
standar dan indikator yang jelas untuk mengukur pelaksanaan
penyelenggaraan pemerintahan. Indikator dari prinsip akuntabilitas
dapat dilihat dari:
a. Adanya mekanisme pelaporan atas kinerja kepada instansi
pihak yang berwenang.
11
b. Pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan didasarkan atas
peraturan hukum yang berlaku, memiliki prosedur serta standar
yang jelas.
c. Adanya tindak lanjut pengaduan.
1.5.4.Tenaga Honorer dalam PP No. 48 tahun 2005 jo. PP No.43
Tahun 2007
Eksistensi pegawai honorer daerah diakui secara formal dalam
UU No. 43 tahun 1999 tentang perubahan Atas UU No. 8 Tahun 1974
tentang Pokok-pokok Kepegawaian pasal 2 ayat (3) dan
diimplementasikan dalam struktur sumber daya aparatur Indonesia,
yang berfungsi membantu pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dan
pelayanan pada masyarakat khususnya di daerah.
Tenaga honorer menurut PP No 48/2005 jo PP 43/2007 Tentang
Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi CPNS adalah seseorang yang
diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian atau pejabat lain dalam
pemerintahan untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu pada isntansi
pemerintah atau yang penghasilannya menjadi beban APBN/APBD.
Penghasilan tenaga honorer dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah
penghasilan pokok yang secara tegas tercantum dalam alokasi
belanja pegawai/upah pada Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
12
Dalam hal penghasilan tenaga honorer tidak secara tegas
tercantum dalam alokasi belanja pegawai/upah pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah, maka tenaga honorer tersebut tidak termasuk
dalam pengertian dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Misalnya,
dana bantuan operasional sekolah, bantuan atau subsidi untuk
kegiatan/ pembinaan yang dikeluarkan dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,
atau yang dibiayai dari retribusi.
Tenaga Honorer yang penghasilannya dibiayai oleh APBN/APBD
dikategorikan sebagai tenaga honorer kategori 1, sedangkan
tenaga honorer yang penghasilannya tidak dibiayai oleh
APBN/APBD dikategorikan sebagai tenaga honorer kategori 2.
Setelah dijelaskan mengenai prinsip transparansi dan akuntabilitas,
maka prinsip tersebut akan dikaitkan dengan PP No. 43 tahun 2007
tentang pengangkatan tenaga honorer kategori 1 menjadi CPNS.
13
Untuk lebih jelasnya maka dapat disusun suatu Kerangka konsep
yang dijabarkan melalui skema berikut:
Gambar 1.1 Kerangka Konseptual
14
Persyaratan Pengangkatan Tenaga honorer menjadi
CPNS berdasarkan PP No.43 Tahun 2007:
Usia
masa kerja
sumber penghasilan
Implementasi Prinsip Good Governance dalam pengangkatan
tenaga honorer
Indikator transparansi:keterbukaan dan kejelasan standarisasi mekanisme pertanyaanmekanisme pelaporanIndikator akuntabilitas:mekanisme pelaporan kinerjaberdasarkan peraturan hukum
tindak lanjut pengaduan
CPNS
1.6. Metode Penelitian
1.6.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi
Selatan khususnya dalam lingkungan Badan Kepegawaian Daerah
Kabupaten Barru.
1.6.2. Tipe dan Dasar Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian deskriptif
dimaksudkan untuk memberikan gambaran secara jelas mengenai
masalah-masalah yang diteliti, menginterpretasikan dan menjelaskan
data secara sistematis.
Dasar penelitian yang digunakan adalah studi kasus yang
menfokuskan masalah pada pelaksanaan prinsip transparansi dan
akuntabilitas dalam pengangkatan tenaga honorer kategori 1 menjadi
CPNS.
1.6.3. Informan
Informan dalam penelitian ini terdiri dari seluruh komponen atau
bagian yang terlibat dalam proses pengangkatan tenaga honorer
kategori 1 menjadi CPNS. Adapun informan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Kepala Badan Kepegawaian Daerah
Kepala Bidang Pengembangan dan Pelatihan Pegawai
Staf bidang Pengembangan dan Pelatihan Pegawai
15
Tenaga honorer yang lulus
Tenaga honorer yang tidak lulus
1.6.4. Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini mencakup data primer
dan data sekunder antara lain:
a. Data Primer, data yang diperoleh dari hasil wawancara yang
penulis lakukan serta pengamatan secara langsung terhadap
informan.
b. Data sekunder, data yang diperoleh dari dokumen-dokumen,
catatan-catatan, laporan-laporan maupun arsip-arsip resmi, yang
dapat mendukung kelengkapan data primer.
1.6.5. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang akurat, relevan, dan dapat
dipertangggungjawabkan maka penulis menggunakan beberapa teknik
dalam pengumpulan data karena masing-masing mempunyai kelebihan
dan kekurangan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini, yaitu :
a. Observasi, yaitu pengumpulan data dengan cara mengadakan
pengamatan langsung objek penelitian.
b. Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data dimana peneliti
secara langsung mengadakan tanya jawab dengan informan
yang telah ditentukan.
16
c. Studi kepustakaan (library research), yaitu dengan membaca
buku, majalah, surat kabar, dokumen-dokumen, undang-
undang dan media informasi lain yang ada hubungannya
dengan pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS.
1.6.6. Analisis Data
Di dalam penelitian ini, untuk menganalisis data yang telah
dikumpulkan dan diseleksi digunakan teknik analisis data deskriptif-
kualitatif, yaitu data-data yang telah dihimpun dan dikumpulkan baik
primer maupun sekunder selanjutnya disusun, dianalisis,
diinterpretasikan untuk kemudian dapat diambil kesimpulan sebagai
jawaban atas masalah yang diteliti.
1.7. Definisi Operasional
Untuk memberikan suatu pemahaman agar memudahkan penelitian ini
maka disusun definisi operasional sebagai berikut:
1. Implementasi transparansi yang dimaksud adalah pelaksanaan prinsip
transparansi/keterbukaan dalam pengangkatan tenaga honorer kategori
1 menjadi CPNS di Kabupaten Barru. Adapun indikator-indikator dalam
prinsip transparansi yaitu:
a. Adanya sistem keterbukaan dan standarisasi yang jelas dan mudah
dipahami dari semua proses penyelenggaraan pengangkatan tenaga
honorer kategori 1 menjadi CPNS.
17
b. Adanya pemahaman akan peraturan/persyaratan atau mekanisme
yang memfasilitasi pertanyaan tentang proses pengangkatan tenaga
honorer kategori 1 menjadi CPNS.
c. Adanya mekanisme pelaporan maupun penyebaran informasi
penyimpangan tindakan aparat dalam penyelenggaraan
pengangkatan tenaga honorer kategori 1 menjadi CPNS.
2. Implementasi akuntabilitas yang dimaksud adalah pelaksanaan prinsip
akuntabilitas dalam pengangkatan tenaga honorer kategori 1 menjadi
CPNS di Kabupaten Barru. Adapun indikator dalam prinsip ini adalah:
a. Adanya mekanisme pelaporan atas kinerja pengangkatan tenaga
honorer kategori 1 menjadi CPNS kepada instansi pihak yang
berwenang.
b. Pelaksanaan pengangkatan tenaga honorer kategori 1 menjadi
CPNS didasarkan atas peraturan hukum yang berlaku.
c. Adanya mekanisme tindak lanjut pengaduan.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2007 sebagai perubahan
pertama PP Nomor 48 tahun 2005 menjelaskan bahwa tenaga honorer
adalah adalah seseorang yang diangkat oleh pejabat pembina
kepegawaian atau pejabat lain dalam pemerintahan untuk melaksanakan
tugas-tugas tertentu pada isntansi pemerintah atau yang penghasilannya
menjadi beban APBN/APBD.
18
Persyaratan pengangkatan tenaga honorer kategori 1 adalah sebagai
berikut:
a. Usia paling tinggi 46 tahun dan paling rendah 19 tahun pada 1
Januari 2006;
b. Mempunyai masa kerja sebagai tenaga honorer paling sedikit 1
(satu) tahun pada 31 Desember 2005, dan sampai saat
pengangkatan CPNS masih bekerja secara terus-menerus;
c. Penghasilannya dibiayai dari APBN/APBD.
19