bab i pendahuluan 1.1 latar belakangdigilib.unimed.ac.id/38880/9/9. 8176164005 bab i.pdf · 2020....

15
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kinerja (performance) organisasi adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategi perencanaan organisasi (Mahsun, 2006:25). Kinerja organisasi juga dapat didefenisikan kemampuan organisasi untuk mencapai tujuannya dengan menggunakan sumber daya secara efisien dan efektif (Dahshan et al., 2018). Dari pengertian tersebut, maka sangat penting bagi manajer untuk mengetahui faktor-faktor mana yang mempengaruhi kinerja organisasi agar mereka mampu mengambil langkah- langkah yang tepat untuk memulainya (Milky, 2013:27). Obi dan Agwu (2017) dari Lagos Nigeria dan Wu et al., (2017) dari Cina melihat bahwa pengambilan keputusan sangat penting dan bahkan menempati posisi kunci dalam mencapai kinerja organisasi, dan Ceschi et al. (2017) juga menjelaskan bahwa beragam faktor kondisi dan latar belakang karyawan dapat mempengaruhi pengambilan keputusan yang dapat secara positif atau negatif akan mempengaruhi kinerja organisasi. Selain faktor pengambilan keputusan, hal lain yang dapat mempengaruhi kinerja organisasi adalah bakat individu (Dahshan et al., 2019), perencanaan (Chepchirchir et al., 2018), kekuatan perencanaan dan adaptasi (Prayag et al., 2018), informasi akuntansi (Nyathi et al., 2018), budaya organisasi (Kamau & Wanyoike, 2019) dan Spiritualitas di tempat kerja (Garg, 2017). Sedangkan pengambilan keputusan dapat diartikan sebagai suatu

Upload: others

Post on 05-Feb-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Kinerja (performance) organisasi adalah gambaran mengenai tingkat

    pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan

    sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategi perencanaan

    organisasi (Mahsun, 2006:25). Kinerja organisasi juga dapat didefenisikan

    kemampuan organisasi untuk mencapai tujuannya dengan menggunakan sumber

    daya secara efisien dan efektif (Dahshan et al., 2018). Dari pengertian tersebut,

    maka sangat penting bagi manajer untuk mengetahui faktor-faktor mana yang

    mempengaruhi kinerja organisasi agar mereka mampu mengambil langkah-

    langkah yang tepat untuk memulainya (Milky, 2013:27).

    Obi dan Agwu (2017) dari Lagos Nigeria dan Wu et al., (2017) dari Cina

    melihat bahwa pengambilan keputusan sangat penting dan bahkan menempati

    posisi kunci dalam mencapai kinerja organisasi, dan Ceschi et al. (2017) juga

    menjelaskan bahwa beragam faktor kondisi dan latar belakang karyawan dapat

    mempengaruhi pengambilan keputusan yang dapat secara positif atau negatif akan

    mempengaruhi kinerja organisasi. Selain faktor pengambilan keputusan, hal lain

    yang dapat mempengaruhi kinerja organisasi adalah bakat individu (Dahshan et

    al., 2019), perencanaan (Chepchirchir et al., 2018), kekuatan perencanaan dan

    adaptasi (Prayag et al., 2018), informasi akuntansi (Nyathi et al., 2018), budaya

    organisasi (Kamau & Wanyoike, 2019) dan Spiritualitas di tempat kerja (Garg,

    2017). Sedangkan pengambilan keputusan dapat diartikan sebagai suatu

  • 2

    pendekatan yang sistematis terhadap hakikat alternative yang dihadapi dan

    mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling

    tepat (Hasan, 2002). Maka dalam usaha mencapai kinerja organisasi yang baik,

    pengelola harus memiliki keahlian dalam pengambilan keputusan agar keputusan

    yang diambil merupakan tindakan yang paling tepat berdasarkan beragam factor

    yang telah dianalisis.

    Ada empat perspektif dalam pengukuran kinerja organisasi sector public

    yang menjadi pertimbangan penting yang mau dicapai dalam pengambilan

    keputusan pengelola organisasi. Keempat perspektif tersebut adalah perspektif

    financial, perspektif proses internal, perspektif pelayanan dan perspektif inovasi

    dan pembelajaran (Mahsun, 2006:129). Sedangkan aspek pengambilan keputusan

    yang baik menurut Mincemoyer & Perkins (2003) terdiri dari pengidentifikasian

    masalah, merumuskan alternative-alternatif, mempertimbangkan resiko atau

    konsekuensi, memilih alternative dan evaluasi. Sedangkan Dermawan, (2004)

    berpendapat bahwa factor-faktor penentu dalam pengambilan keputusan terkait

    dengan landasan waktu adalah masa lalu, masa kini dan masa mendatang.

    Ketidak mampuan organisasi dalam merangkum keempat perspektif

    kinerja organisasi dalam aspek-aspek pengambilan keputusan dengan faktor

    landasan waktu mengakibatkan beberapa organisasi akhirnya menyatakan

    bangkrut dan tutup. Hal ini semakin marak di era revolusi industri 4.0 saat ini.

    Beberapa contoh perusahaan besar yang akhirnya tutup karena tidak mampu

    bersaing dalam mempertahankan kinerjanya adalah 7-Eleven (Sevel), PT.

    Ramayana Lestari Sentosa Tbk (Ramayana), PT. Matahari Department Store Tbk

  • 3

    dan Lotus. Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution (2019)

    mengatakan, bangkrutnya sejumlah toko ritel ini disebabkan oleh pola belanja

    yang semakin berubah yang tidak diimbangi dengan pengambilan keputusan

    untuk melakukan inovasi bisnis oleh pihak perusahaan.

    Demikian juga dengan perguruan tinggi dan sekolah-sekolah yang dikelola

    oleh yayasan pendidikan swasta. Keterlambatan dalam menentukan keputusan

    untuk melakukan perubahan dan pengembangan unit pendidikan merupakan

    faktor utama unit pendidikan berkembang ke arah negatif yang menyebabkan

    terhentinya pertumbuhan unit pendidikan. Hal ini terjadi karena pengelola

    lembaga tidak bisa menggali dan mendiagnosa permasalahan yang ada dalam

    internal dan eksternal lembaga, sehingga alasan-alasan yang ada sebagai dasar

    pengembangan dan pertumbuhan lembaga tidak teridentifikasi dan dianalisa

    secara benar dalam pengambilan keputusan (Kartika, 2017).

    Yayasan Pendidikan yang mau bertahan diera persaingan yang semakin

    ketat harus berubah. Yayasan perlu mengevaluasi pengelolaan yayasan dalam

    pengambilan kebijakan untuk menentukan program kerja dan strategi yang perlu

    dipertahankan atau dirubah dalam usaha mencapai kinerja yayasan dimasa

    mendatang (Bastian, 2007:54). Berikut adalah beberapa contoh daerah yang

    menyatakan unit pendidikan didaerahnya terpaksa tutup dan sebagian lagi

    terancam tutup. Menurut Dian Armanto selaku kepala lembaga layanan Dikti

    Wilayah I Sumut bahwa ada 9 PTS di Sumut akan tutup berdasarkan SK

    penutupan PTS di Sumut yang dikeluarkan pada 21 Desember 2018 oleh

    Kemenristekdikti berdasarkan hasil evaluasi kerja akademik yang tidak

  • 4

    menunjukkan peningkatan kinerja (Kahfi, 2019). Dan Menristekdikti Mohammad

    Nasir menyatakan bahwa pada tahun 2019 pemerintah akan melakukan merger

    atas 1000 PTS untuk tujuan meningkatkan kinerja perguruan tinggi (Informasi

    Publik, 2018).

    Sekretaris BMPS Kota Bekasi, Ayung Sardi Dauly menyatakan bahwa ada

    8 SMP swasta yang terancam tutup karena ketidakmampuan dalam membiaya

    operasional karena kekurangan murid (Radar, 2019). Ketua Badan Musyawah

    Perguruan Swasta (BMPS) Jembrana (Bali) I Ketut Udara Narayana menyatakan

    12 SMAS/SMKS juga terancam tutup karena jumlah pendaftar siswa yang sangat

    minim sehingga mengalami kerugian dalam pembiayaan operasional sekolah

    (Factual News, 2019). Banyak sekolah-sekolah swasta terancam tutup karena

    kekurangan siswa, dan beberapa sekolah swasta yang dulunya jayapun mengalami

    hal serupa yaitu penurunan jumlah siswa. Menanggapi hal ini Mendikbud

    Muhadjir Effendy mengatakan bahwa sekolah swasta agar dikejar masyarakat

    harus berbenah memacu kualitas pendidikan dengan menggencarkan terobosan-

    terobosan baru mulai dari sarana dan prasarana dan SDM tenaga pendidik yang

    professional (Asyari, 2018).

    Ignatius Budi sebagai anggota komisi Pendidikan Katolik juga

    mengatakan bahwa pengelola yayasan pendidikan swasta, khususnya sekolah

    Katolik tidak boleh terlena dengan masa kejayaan sekolah-sekolah Katolik di

    masa lalu tanpa memutuskan melakukan perubahan-perubahan dalam pengelolaan

    sesuai dengan perubahan zaman (Mangu, 2018). Senada dengan hal itu Waruwu

    (2017) mengatakan sekolah katolik yang dulu terkenal unggul mengalami

  • 5

    kecenderungan menurun bahkan ada yang terancam tutup. Sementara ada sekolah-

    sekolah swasta lain yang mampu bertahan dan tetap diminati atau dikejar

    masyarakat yaitu sekolah yang dikelola dengan manajemen modern.

    Berkurangnya jumlah siswa akan mempengaruhi kemampuan pembiayaan

    operasional sekolah swasta, sehingga hal ini berpengaruh besar terhadap

    kelangsungan atau keberlanjutan operasional sekolah di masa depan.

    Berikut beberapa contoh data tentang sekolah Katolik yang akhirnya tutup

    dan sedang berjuang untuk bertahan hidup. Beberapa unit sekolah dasar (SD)

    Kanisius di Yogyakarta merger menjadi satu karena kekurangan murid. SMP

    Donbosco Pondok Indah terhimpit oleh sekolah-sekolah modern berbasis

    internasional, pada tahun ajaran (TA) 2019/2020 hanya memiliki siswa

    seluruhnya 60 orang. SMP St. Maria Magelang TA 2019/2020 memiliki jumlah

    siswa seluruhnya hanya 143 siswa. SMA St. Andreas Kedoyo pada tahun ajaran

    2016/2017 menyatakan tidak menerima murid baru lagi dan operasional berjalan

    hanya untuk menamatkan siswa yang sudah ada. SMK Sint Yoseph Kramat

    Jakarta menutup jurusan elektronika dan tinggal menamatkan siswa yang ada

    karena kekurangan siswa dan hanya mempertahankan 1 jurasan yaitu otomotif

    mesin dan TA 2019/20120 hanya memiliki siswa sebanyak 67 orang (Dapodik

    2019/2020). Sekolah-sekolah tersebut di atas diketahui adalah sekolah-sekolah

    Katolik yang dikejar dan diminati masyarakat pada tahun 1990an (Elu et al.,

    2017).

    SMK Pariwisata Paramitha Bekasi pada TA 2019/2020 hanya memiliki

    siswa seluruhnya 60 orang. TK St. Lusia Medan Perjuangan pada TA 2015/2016

  • 6

    memiliki siswa sebanyak 250 siswa dan pada TA. 2019/2020 tinggal 122 siswa.

    Dan SMP St. Lusia Bekasi pada TA 2015/2016 memiliki jumlah siswa seluruhnya

    sekitar 700 orang dan pada TA 2018/2019 jumlah tinggal 559. Meski masih

    tergolong memiliki jumlah siswa banyak tapi sudah menunjukkan terjadi

    penurunan secara signifikan. Demikian juga unit-unit sekolah Katolik yang lain

    juga menunjukkan penurunan meski saat ini masih bertahan hidup. Dan sebagian

    kecil sekolah lainnya yaitu sekolah yang dikelola yayasan, yang secara cepat dan

    tepat mengambil keputusan untuk melakukan perubahan atas tuntutan zaman

    masih tetap menjadi sekolah-sekolah favorit.

    Dari data di atas, peneliti melihat bahwa salah satu penyebab kinerja

    sekolah negative sehingga sekolah terpaksa tutup dan terancam tutup adalah

    keterlabatan mengambil keputusan untuk melakukan perubahan atau terobosan

    baru dalam pengelolaan sekolah. Hal ini terjadi karena pengelola tidak menggali

    dan mendiagnosa persoalan yang ada lebih awal dalam pengambilan keputusan

    saat menentukan program kerja dan strategi yang bisa menjawab tantangan yang

    ada. Keputusan penetapan program kerja, yang diuraikan dalam anggaran biaya

    dan pendapatan dengan tidak melalui analisis yang baik dan tepat dapat

    mengakibatkan kinerja organisasi buruk. Penilaian kinerja organisasi ditunjukkan

    dengan pencapaian penggunaan dana secara efektif dan efisien, proses kerja

    internal terkontrol dengan baik, terjadi inovasi dan pembelajaran dalam kerja, dan

    tercapainya sasaran pelayanan yang terbaik bagi pelanggan (Mahsun, 2006).

    Pengelola yayasan pendidikan agar dapat menjawab tantangan zaman

    perlu tanggap atas fenomena yang sedang terjadi di masyarakat yang dapat

  • 7

    berpengaruh terhadap kinerja lingkungan yayasan saat ini dan dimasa mendatang.

    Saat ini fenomena teknologi semakin mendominasi hampir di setiap lini

    kehidupan dan merupakan sebuah realitas yang tidak bisa dihindari (Soesatyo,

    2018). Revolusi industry 4.0 yang bercirikan serba digital, menuntut lulusan atau

    output dunia pendidikan mampu berkolaborasi dengan tehnologi informatika.

    Untuk itu, pemerintah telah menetapkan mata pelajaran tehnik informatika masuk

    dalam kurikulum pembelajaran di sekolah untuk menjawab tantangan era revolusi

    industry 4.0 tersebut (Permendikbud No.36 Tahun 2018).

    Pemenuhan tuntutan era industri 4.0 membutuhkan pengadaan fasilitas

    yang lebih baik dan tenaga yang lebih kompoten, dan tentu membutuhkan biaya

    yang lebih besar lagi. Hal ini akan berpengaruh pada stabilitas keuangan yayasan.

    Kenaikan beban pembiayaan tersebut akan ditanggung anak didik, dan efeknya

    adalah menaikkan uang sekolah, maka biaya pendidikan akan lebih mahal lagi.

    Pemerintah juga telah menetapkan pembatasan jumlah siswa perombel yaitu

    maksimal 28 untuk SD, 32 untuk SMP, 36 untuk SMA (Permendikbud No. 17

    Tahun 2017). Pembatasan ini akan semakin memberatkan pembiayaan

    operasional sekolah kepada orang tua siswa, karena pembiayaan yang semakin

    besar akan ditanggung jumlah anak didik yang semakin sedikit.

    Sekolah swasta harus membiayai seluruh kegiatan diklatnya secara

    mandiri. Implikasinya, sekolah swasta harus menarik biaya pendidikan yang lebih

    mahal dari orangtua. Namun untuk menjaga stabilitas keuangan yayasan

    pendidikan dengan memutuskan menaikkan uang sekolah bukanlah persoalan

    yang mudah. Maka sekolah swasta sebaiknya dikelola oleh yayasan pendidikan

  • 8

    dengan sumber dana yang kuat, seperti mempunyai cabang usaha lain yang bisa

    melakukan subsidi silang untuk membantu biaya pendidikan yang dibebankan

    pada orang tua siswa khususnya yang kurang mampu (Helmi, 2018).

    Yayasan pendidikan Indonesia dalam menyediakan output SDM yang

    cerdas dan berkarakter tidak hanya dihadapkan pada kondisi keuangan saja, tapi

    juga persoalan-persoalan lain. Di era revolusi teknologi komunikasi, yang buruk

    muncul dimana saja dan kapan saja memasuki sistem proteksi norma-norma yang

    ada. Karena itu, lambat laun sistem sosial budaya mengalami entropi, pelan-pelan

    mati dan hancur (Rachbini, 2018). Urgensi Spiritualitas juga dirasakan menurun

    disebabkan adanya kepentingan politik yang menyebabkan terkikisnya nilai-nilai

    moral dan karena adanya kecenderungan mengandalkan logika semata dalam

    mengatasi berbagai masalah dan penolakan terhadap nilai-nilai spiritualitas agama

    resmi (Amalia, 2019).

    Wajah masyarakat kita yang dulu khas dengan nilai humanis, religius

    lambat laun dapat berubah menjadi masyarakat garang, kurang humanis dan acuh

    terhadap budaya nasional sebagai efek dari derasnya globalisasi. Maka setiap

    sektor baik pemerintah maupun swasta, baik organisasi profit maupun non-profit

    diharapkan dapat bersama-sama menghambat efek negative dari era industri 4.0

    tersebut. Dunia pendidikan berperan penting dalam menciptakan output SDM

    yang berakarakter dalam menghadapi tantangan era industri 4.0 harus berefleksi,

    bahwa lembaga pendidikan tidak hanya membentuk manusia yang cerdas secara

    intelektual saja. Praktek pendidikan harus menyeimbangkan lulusan sekolah yang

    pintar (ngerti), berakhlak dan mampu melakoninya. Kecerdasan emosional,

  • 9

    kecerdasan spiritual dan kecerdasan kultural merupakan bagian integral yang

    harus dikembangkan dalam dunia pendidikan (Fauzan, 2018).

    Stabilitas keuangan penting untuk menjamin kualitas pelayanan yayasan

    pendidikan saat ini dan dimasa depan. Organ pengurus harus memikirkan

    investasi atau unit usaha yang dapat meningkatkan pendapatan yayasan untuk

    menunjang pembiayaan pendidikan yang bermutu di unit sekolah yang

    dilayaninya. Hal ini dimungkinkan bagi yayasan mendirikan badan usaha dan atau

    ikut serta dalam suatu usaha terutama untuk menunjang pencapaian maksud dan

    tujuan yayasan (Bastian, 2007). Maka untuk itu organ pengurus harus memiliki

    pengetahuan atau kemampuan pengelolaan keuangan, dan mampu memanfaatkan

    informasi akuntansi dan nonakuntasi secara maksimal dalam pengambilan

    keputusan untuk menetapkan program dan strategi yayasan yang tepat dalam

    mencapai tujuannya.

    Jezovita (2015) mengatakan bahwa informasi yang digunakan dalam

    proses keputusan organisasi dapat bersifat kualitatif dan kuantitatif. Informasi

    tersebut berupa informasi nonkeuangan yaitu semua bagian organisasi, dan

    informasi keuangan yaitu informasi yang diperoleh dari sistem akuntansi

    organisasi. Informasi akuntansi dan nonakuntansi dibutuhkan dalam pengambilan

    keputusan untuk menetapkan strategi perencanaan organisasi dalam usaha

    mencapai kinerja organisasi. Hal ini dapat diperoleh dari output yang disediakan

    dari akuntansi keperilakukan. Djasuli (2017) merujuk dari penelitian-penelitian

    sebelumnya menyatakan bahwa akuntansi keperilakuan menyajikan informasi

    yang bersifat non keuangan. Informasi tersebut dapat berupa motivasi, absensi,

  • 10

    gaya kepemimpinan, budaya organisasi, komitmen organisasi, agama dan

    spiritualitas yang dapat melatarbelakangi perilaku pengambil keputusan dalam

    mengambil kebijakan organisasi.

    Ameen et al., (2018) melihat bahwa keberadaan akuntansi manajeman

    yang berfungsi menyediakan informasi akuntansi dapat menjadi budaya organisasi

    dalam pengambilan keputusan, karena dalam setiap pengambilan keputusan

    senantiasa di konsultasikan pada akuntan manajemen. Lebih dalam lagi Anco

    (2017) menjelaskan bahwa koridor utama dalam proses pengambilan keputusan

    adalah budaya organisasi, dimana pemimpin bersama seluruh elemen organisasi

    sejatinya melakukan pengambilan keputusan secara bersama dalam organisasi.

    Jalal (2017) menunjukkan bahwa budaya organisasi dapat menjadi bagian

    dari kunci untuk pengambilan keputusan kepemimpinan dan pencapaian

    organisasi. Budaya ini dibangun dari kepercayaan dan kebiasaan-kebiasaan yang

    dipegang teguh secara mendalam tentang bagaimana organisasi seharusnya

    dijalankan atau beroperasi (Robbins dan Judge, 2013). Budaya organisasi juga

    berpengaruh terhadap kinerja organisasi. Penelitian yang menyatakan hal ini

    ditemukan dalam penelitian Kamau dan Wanyoike (2019) di Kenya berbicara

    tentang budaya kerja tim, keterlibatan karyawan dan kepemimpinan. Sedangkan

    penelitian Saad dan Abbas (2018) di Arab berbicara tentang budaya pengelolaan

    perubahan, pencapaian tujuan dan kerjasama tim. Pemimpin yang kurang

    memahami budaya organisasi dapat menimbulkan adanya kesalahan dalam

    pengambilan keputusan, sehingga kinerja yang diharapkanpun tidak tercapai.

  • 11

    Selain budaya organisasi, spiritualitas di tempat kerja menjadi hal yang

    sangat penting saat ini dalam suatu organisasi. Spiritualitas ini tidak dapat

    dipisahkan dari perilaku individu yang terkait dengan kepribadian individu

    manusia (Sahertian et al., 2019). Pandey (2017) menyatakan seseorang yang

    hidup dengan spiritualitas yang baik didalam dirinya akan selalu berorientasi

    untuk menebarkan kebaikan kepada sesama. Ia akan melihat segala peristiwa dari

    sudut pandang yang positif, mengambil hikmah dari setiap peristiwa (Habib,

    2019). Dengan adanya spiritualitas maka keputusan-keputusan yang diambil akan

    selalu mengarahkan kepada pilihan-pilihan positif dan berguna bagi kepentingan

    sesama.

    Yayasan sebagai organisasi non-profit didirikan dengan nilai-nilai

    spiritualitas yang melekat pada tujuan organisasi, dan membudaya dalam setiap

    aktivitasnya. Maka selain dari informasi akuntansi, kedua hal ini dipandang

    penting dan dapat mempengaruhi nilai-nilai financial yang akan ditetapkan dalam

    pengambilan keputusan baik dalam pembiayaan maupun pendapatan. Selain itu,

    budaya organisasi dan spiritualitas dipandang penting oleh penulis karena

    merupakan bagian dari identitas dari organisasi yang dapat membedakannya

    dengan organisasi lain, dan juga penting untuk menciptakan output atau lulusan

    yang mampu berkompetisi dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai budaya dan

    spiritualitas yang diprediksi dapat menghambat efek negative dari era industry 4.0

    (Habib, 2018).

    Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik dan termotivasi untuk

    melakukan penelitian yang lebih utuh tentang pengaruh informasi akuntansi,

  • 12

    budaya organisasi dan spiritualitas di tempat kerja terhadap pengambilan

    keputusan serta kinerja organisasi. Penelitian ini dimungkinkan dalam bidang

    penelitian akuntansi keperilakuan dengan menggunakan pendekatan teori

    contingency, yaitu dengan menempatkan informasi akuntansi, budaya organisasi

    dan spritualitas di tempat kerja sebagai variable contigensi yang diprediksi

    berpengaruh terhadap pengambilan keputusan sebagai variabel rancangan

    pengendalian terbaik bagi yayasan, serta pengaruhnya terhadap kinerja organisasi

    sebagai variabel konsekuensi yang diuji secara langsung maupun tidak langsung.

    Penelitian ini akan dilakukan pada yayasan pendidikan Katolik di Indonesia,

    dimana penulis melihat bahwa penelitian di Yayasan masih belum banyak

    dilakukan.

    1.2 Identifikasi Masalah

    Berdasarkan latarbelakang masalah di atas, maka peneliti dapat

    mengidentifikasi masalah sehingga penelitian ini dipandang sebagai suatu hal

    yang baru, yaitu sebagai berikut:

    1. Kinerja yayasan cenderung menurun karena adanya keterlambatan

    mengambil keputusan untuk melakukan perubahan atau terobosan baru

    dalam pengelolaan unit sekolah yayasan pendidikan.

    2. Pengelola yayasan pendidikan Katolik kurang menggali dan mendiagnosa

    persoalan yang ada lebih awal dalam pengambilan keputusan saat

    menentukan program kerja dan strategi yang bisa menjawab tantangan

    zaman.

  • 13

    3. Pengambilan keputusan kurang melalui analisis alternative-alternative

    pilihan terbaik sebagai terobosan baru sesuai dengan tuntutan zaman yang

    dapat dimasukkan dalam program kerja yayasan.

    4. Pengelola yayasan pendidikan Katolik kurang memanfaatkan secara

    maksimal informasi akuntasi dan nonakuntansi dalam proses pengambilan

    keputusan yang tepat dan terbaik untuk meningkatkan kinerja yayasan.

    1.3 Batasan Masalah

    Batasan masalah dari penelitian ini adalah bahwa penelitian ini dilakukan

    dalam batasan Yayasan pendidikan Katolik yang ada di Indonesia, maka dengan

    demikian variable-variabel yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dalam

    cakupan yang berlaku dalam organisasi tersebut.

    1.4 Rumusan Masalah Dan Tujuan Penelitian

    1.4.1 Rumusan Masalah

    Berdasarkan uraian latarbelakang dan identifikasi masalah yang dijelaskan

    sebelumnya, maka perumusan masalah dalam penelitian diajukan sebagai berikut:

    1. Apakah informasi akuntansi berpengaruh terhadap pengambilan keputusan

    organisasi pada yayasan pendidikan Katolik di Indonesia?

    2. Apakah informasi akuntansi berpengaruh terhadap kinerja organisasi pada

    yayasan pendidikan Katolik di Indonesia?

    3. Apakah budaya organisasi berpengaruh terhadap pengambilan keputusan

    organisasi pada yayasan pendidikan Katolik di Indonesia?

  • 14

    4. Apakah budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja organisasi pada

    yayasan pendidikan Katolik di Indonesia?

    5. Apakah spiritualitas di tempat kerja berpengaruh terhadap pengambilan

    keputusan organisasi pada yayasan pendidikan Katolik di Indonesia?

    6. Apakah spiritualitas di tempat kerja berpengaruh terhadap kinerja organisasi

    pada yayasan pendidikan Katolik di Indonesia?

    7. Apakah pengambilan keputusan berpengaruh terhadap kinerja organisasi

    pada yayasan Katolik di Indonesia?

    1.4.2 Tujuan Penelitian

    Berdasarkan uraian latarbelakang, identifikasi masalah dan perumusan

    masalah penelitian di atas, maka tujuan yang hendak dicapai oleh peneliti dalam

    melakukan penelitian ini adalah:

    1. Untuk menguji dan mengetahui pengaruh informasi akuntansi, budaya

    organisasi dan spiritualitas terhadap pengambilan keputusan pada yayasan

    pendidikan Katolik di Indonesia.

    2. Untuk menguji dan mengetahui pengaruh secara langsung maupun tidak

    langsung informasi akuntansi, budaya organisasi dan spiritualitas terhadap

    kinerja organisasi pada yayasan pendidikan Katolik di Indonesia.

    3. Untuk menguji dan mengetahui pengaruh pengambilan keputusan terhadap

    kinerja organisasi pada yayasan pendidikan Katolik di Indonesia.

  • 15

    1.5 Manfaat Penelitian

    Hasil penelitian ini memberikan manfaat dan kontribusi bagi berbagai

    pihak antara lain:

    1. Bagi seluruh Yayasan pendidikan secara umum dan Yayasan pendidikan

    Katolik secara khusus. Hasil penelitian ini dapat memberi pengetahuan,

    pemahaman dan sebagai referensi untuk semakin mengenal kekuatan

    yayasan yang perlu dipelihara, dikembangkan dan dipertahankan dalam

    mencapai tujuan yayasan pendidikan. Penelitian ini dapat digunakan

    sebagai panduan praktis untuk membangun iklim kerja yang sehat pada

    organisasi.

    2. Bagi akademisi dan peneliti selanjutnya. Hasil penelitian ini dapat

    menambah referensi tentang pentingya informasi akuntansi, budaya

    organisasi dan spiritualitas dalam pengambilan keputusan untuk mencapai

    kinerja organisasi.