8.pengujian hipotesis dengan penelitian kualitatif

9
PENGUJIAN HIPOTESIS DENGAN PENELITIAN KUALITATIF : ANALISIS KASUS NEGATIF Hipotesis juga dapat diuji dengan data kualitatif. Misalnya, anggap saja bahwa seorang peneliti membuat kerangka teoritis setelah wawancara yang ekstensif, bahwa perilaku tidak etis oleh karyawan merupakan fungsi dari ketidakmampuan mereka untuk membedakan antara benar dan salah, atau karena kebutuhan yang mendesak akan uang yang lebih banyak, atau ketidakacuhan organisasi terhadap perilaku semacam tersebut. Untuk menguji hipotesis bahwa ketiga faktor tersebut merupakan sebab utama yang mempengaruhi perilaku tidak etis, peneliti akan mencari data yang menyangkal hipotesi. Bahkan jika suatu kasus tunggal tidak mendukung hipotesis, teori tersebut harus direvisi. Katakanlah bahwa peneliti menemukan satu kasus di mana seseorang dengan sengaja melakukan perilaku tidak etis dalam menerima pembayaran kembali (meskipun faktanya ia cukup mampu untuk membedakan benar dari salah, tidak membutuhkan uang, dan mengetahui bahwa organisasi tidak akan membiarkan perilakunya), hanya karena ia ingin “kembali” ke sistem yang “tidak akan menerima sarannya.” Penemuan baru ini melalui penolakan atas hipotesis semula, disebut sebagai metode kasus negative (negative case method), memungkinkan peneliti untuk merevisi teori dan hipotesis hingga waktu ketika teori tersebut menjadi kukuh. Dengan demikian, sejauh ini kita telah melihat bagaimana melakukan survei literature, merumuskan kerangka teoritis, dan

Upload: dewijy

Post on 23-Dec-2015

20 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

akuntansi

TRANSCRIPT

Page 1: 8.Pengujian Hipotesis Dengan Penelitian Kualitatif

PENGUJIAN HIPOTESIS DENGAN PENELITIAN KUALITATIF : ANALISIS KASUS

NEGATIF

Hipotesis juga dapat diuji dengan data kualitatif. Misalnya, anggap saja bahwa

seorang peneliti membuat kerangka teoritis setelah wawancara yang ekstensif, bahwa

perilaku tidak etis oleh karyawan merupakan fungsi dari ketidakmampuan mereka untuk

membedakan antara benar dan salah, atau karena kebutuhan yang mendesak akan

uang yang lebih banyak, atau ketidakacuhan organisasi terhadap perilaku semacam

tersebut. Untuk menguji hipotesis bahwa ketiga faktor tersebut merupakan sebab utama

yang mempengaruhi perilaku tidak etis, peneliti akan mencari data yang menyangkal

hipotesi. Bahkan jika suatu kasus tunggal tidak mendukung hipotesis, teori tersebut

harus direvisi. Katakanlah bahwa peneliti menemukan satu kasus di mana seseorang

dengan sengaja melakukan perilaku tidak etis dalam menerima pembayaran kembali

(meskipun faktanya ia cukup mampu untuk membedakan benar dari salah, tidak

membutuhkan uang, dan mengetahui bahwa organisasi tidak akan membiarkan

perilakunya), hanya karena ia ingin “kembali” ke sistem yang “tidak akan menerima

sarannya.” Penemuan baru ini melalui penolakan atas hipotesis semula, disebut

sebagai metode kasus negative (negative case method), memungkinkan peneliti untuk

merevisi teori dan hipotesis hingga waktu ketika teori tersebut menjadi kukuh.

Dengan demikian, sejauh ini kita telah melihat bagaimana melakukan survei

literature, merumuskan kerangka teoritis, dan menyusun hipotesis. Sekarang mari kita

mengilustrasikan urutan logis tersebut melalui sebuah contoh kecil di mana seorang

peneliti ingin menguji faktor-faktor-faktor organisasi yang memengaruhi kemajuan

wanita hingga posisi manajemen puncak. Survei literatur dan jumlah variable dengan

sengaja dibuat sedikit karena tujuannya semata-mata adalah untuk menjelaskan

bagaimana kerangka teoretis disusun dari survei literature, dan bagaimana hipotesis

dibuat berdasarkan kerangka teoretis.

Page 2: 8.Pengujian Hipotesis Dengan Penelitian Kualitatif

Contoh 5.21

CONTOH SURVEI LITERATUR, KERANGKA TEORETIS, DAN PENYUSUNAN

HIPOTESIS

Pendahuluan

Meskipun terjadi peningkatan dramatis dalam jumlah manajer wanita selama

decade terakhir, jumlah wanita dalam posisi manajemen puncak masih saja sedikit dan

statis, menegaskan efek rumah kaca (glass ceiling effect) yang saat ini wanita hadapi

(Morrison, White, & Vura, 1999); Van Velsor,2000). Berdasarkan demografi tempat

kerja yang telah diperhitungkan, yang meramalkan bahwa untuk setiap enam atau tujuh

wanita yang memasuki dunia kerja di masa depan, hanya ada sekitar tiga pria kulit putih

yang memasuki pasar kerja, menjadi penting untuk menguji faktor organisasi yang akan

memudahkan kemajuan cepat wanita ke posisi eksekutif puncak. Studi ini merupakan

sebuah upaya untuk mengindentifikasi faktor-faktor yang saat ini menghalangi

kemajuan wanita ke puncak organisasi.

Sekilas Survei Literatur

Sering kali dianggap bahwa karena wanita baru-baru ini hanya memulai karier

dan memasuki tingkat manajerial, akan dibutuhkan lebih banyak waktu bagi mereka

untuk naik ke posisi eksekutif puncak. Tetapi, banyak wanita dalam posisi manajemen

menengah yang lebih tinggi merasa bahwa terdapat sekurangnya dua rintangan utama

yang menghambat kemajuan mereka: stereotip peran gender dan akses yang tidak

memadai ke informasi yang penting (Crosby, 1985; Daniel, 1998; Welch, 2001).

Stereotip gender, atau yang disebut juga sebagai stereotip peran gender,

merupakan keyakinan masyarakat bahwa pria lebih sesuai mengambil peran

kepemimpinan dan posisi otoritas dan kekuasaan, sementara wanita lebih tepat

memainkan peran mengasuh dan membantu (Eagly, 1989; Kahn & Crosby, 1998;

Smith, 1999). Keyakinan tersebut memengaruhi posisi yang diberikan kepada anggota

organisasi. Sementara saat ini pria yang cakap ditempatkan dalam posisi memerintah

dan diberikan tanggung jawab serta peran eksekutif yang lebih tinggi, wanita yang akan

Page 3: 8.Pengujian Hipotesis Dengan Penelitian Kualitatif

ditugaskan di posisi staf dan pekerjaan yang tidak berprospek bagi kemajuan karier.

Dengan pembukuan yang sedikit ke manajemen anggaran dan kesempatan untuk

pengambilan keputusan yang signifikan, wanita jarang mencapai posisi eksekutif

puncak.

Wanita juga tidak terhitung dalam jaringan “old boys” karena gender mereka.

Pertukaran informasi, pengembangan strategi karier, petunjuk terkait akses ke sumber

daya, dan informasi penting lainnya yang vital bagi mobilitas ke posisi puncak, dengan

demikian tidak tercapai oleh wanita (The Chronicle, 2000). Meskipun ada banyak faktor

yang menghalangi mobilitas ke atas bagi wanita, dua variable, stereotip peran gender

dan kesulitan untuk memperoleh informasi penting, adalah yang terutama menghambat

kemajuan wanita ke posisi tingkat senior.

Kerangka Teoritis

Variabel terikat kemajuan wanita ke posisi manajemen puncak dipengaruhi oleh

dua variable bebas –Stereotip peran gender dan akses ke informasi penting. Kedua

variable bebas tersebut juga saling berhubungan sebagaimana dijelaskan di bawah ini.

Stereotip peran gender secara negatif berdampak pada kemajuan karier wanita.

Karena wanita dianggap bukan pemimpin yang efektif tetapi pengasuh yang baik,

mereka tidak ditempatkan pada posisi memimpin di awal karier mereka, tetapi diberikan

tanggung jawab sebagi staf. Hanya di dalam posisi memimpin maka manajer dapat

mengambil keputusan penting, mengontrol anggaran, dan berhubungan dengan

eksekutif puncak yang mempunyai pengaruh pada karier masa depan mereka.

Kesempatan untuk belajar, bertumbuh, dan berkembang dalam pekerjaan, dan

memperoleh visibilitas dalam system menolong manajer untuk meningkat ke posisi

yang tinggi. Tetapi, karena wanita dalam posisi staf tidak memperoleh pengalaman

tersebut atau mempunyai visibilitas untuk dianggap sebagai orang kunci dalam

organisasi dengan potensi untuk menjadi manajer puncak yang sukses, kemajuan

mereka ke posisi tersebut tidak pernah dipertimbangkan oleh sistem dan mereka selalu

terabaikan. Dengan demikian, stereotip peran gender menghalangi kemajuan wanita ke

puncak.

Page 4: 8.Pengujian Hipotesis Dengan Penelitian Kualitatif

Tidak dimasukkan dalam jaringan di mana pria secara informal saling

berinteraksi (main golf, minum-minum di bar, dan sebagainya) juga menghalangi wanita

untuk memperoleh akses ke informasi penting dan sumber daya yang vital bagi

kemajuan mereka. Misalnya, banyak perubahan penting dalam organisasi dan

peristiwa-peristiwa terkini dibagas secara informal di antara pria di luar tempat kerja.

Wanita umumnya tidak menyadari perkembangan terbaru karena mereka bukan bagian

dari kelompok informal yang saling berhubungan dan bertukar informasi di luar tempat

kerja. Hal tersebut jelas merupakan rintangan. Misalnya, informasi mengenai lowongan

baru untuk sebuah posisi eksekutif memungkinkan seseorang menyusun strategi untuk

menempati posisi tersebut. Seseorang dapat menjadi pesaing kunci dengan

memperoleh informasi penting yang relevan dengan posisi tersebut, menyediakan

dokumen yang tepat untuk orang yang tepat pada waktu yang tepat, dan dengan

demikan memuluskan jalan menuju sukses. Jadi, akses ke informasi penting adalah

perlu bagi kemajuan semua orang, termasuk wanita. Bila wanita tidak memperoleh

informasi yang diberikan dalam jaringan informal, peluang mereka untuk naik ke posisi

puncak pun menjadi sangat terbatas.

Stereotip peran gender juga menghalangi akses ke informasi. Jika wanita tidak

menjadi pengambil keputusan dan pemimpin, tapi hanya dianggap sebagai personalia

pendukung, mereka tidak akan mengetahui informasi penting yang esensial bagi

kemajuan organisasi, karena hal tersebut tidak akan dipandang relevan bagi mereka.

Jika terdapat stereotip dan hambatan dalam memperoleh informasi penting, tidak

mungkin wanita dapat mencapai puncak. Hubungan ini ditampilkan secara skematis

dalam figure 5.11.

Singkatnya, stereotip peran gender dan akses ke informasi penting secara

seignifikan memengaruhi kemajuan wanita ke posisi yang tinggi dalam organisasi dan

menjelaskan variansnya.

Hipotesis

1. Semakin tinggi tingkat stereotip gender dalam organisasi, semakin sedikit jumlah

wanita di posisi puncak.

Page 5: 8.Pengujian Hipotesis Dengan Penelitian Kualitatif

2. Manajer pria mempunyai akses yang lebih besar ke informasi penting disbanding

manajer wanita dalam tingkatan yang sama.

3. Ada korelasi positif signifkan antara akses ke informasi dan peluang promosi

bagi wanita.

4. Stereotip peran ganda dan akses ke informasi penting, keduanya secara

signifikan akan menjelaskan variansi dalam kesempatan promise bagi wanita ke

posisi puncak.

KEUNTUNGAN MANAJERIAL

Pada titik ini, cukup mudah untuk mengikuti gerak maju penelitian dari tahap

pertama ketika manajer merasakan masalah, ke pengumpulan data awal (termasuk

survey literature), ke penyusunan kerangka teoretis berdasarkan survey literature dan

dipandu oleh pengalaman dan intuisi, serta ke perumusan hipotesis untuk diuji.

Jelas pula bahwa setelah masalah didefinisikan, pengertian yang baik mengenai

keempat jenis variable yang berbeda memperluas pemahaman manajer, misalnya

dalam hal bagaiman berbagai faktor bergesekan dengan keadaan organisasi.

Pengetahuan tentang bagaimana dan untuk tujuan apa kerangka teoretis dibangun dan

hipotesis disusun memampukan manajer untuk menjadi hakim yang cerdas terhadap

laporan penelitian yang diberikan oleh konsultan. Demikian pula, pengetahuan

mengenai arti signifikan, dan mengapa sebuah hipotesis yang diajukan diterima atau

ditolak, membantu manajer untuk bertahan dalam, atau berhenti dari dugaannya yang,

walaupun masuk akal, tidak terbukti. Jika pengetahuan semacam tersebut tidak dimiliki,

banyak temuan penelitia tidak akan terlalu berguna bagi manajer dan pengambilan

keputusan akan memunculkan kebingungan.

Page 6: 8.Pengujian Hipotesis Dengan Penelitian Kualitatif

Figur 5.11

Diagram skematik dari contoh 5.21.

Variabel bebas Variabel terikat

Stereotip peran ganda

Akses ke informasi

Kemajuan wanita ke

puncak