88323232-makalah-tunagrahita
DESCRIPTION
Semoga bermanfaatTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Upaya pembangunan pendidikan dalam gerak pembangunan
nasional merupakan suatu yang wajar dan harus tetap dilakukan. Hal ini
dilandasi pemikiran bahwa pendidikan merupakan faktor strategis dalam
menunjang keberhasilan pembangunan.
Pendidikan luar biasa, sebagai salah satu bentuk pendidikan yang
khusus mengenai anak-anak ber kelainan sebagai objek formal dan
materialnya dari berbagai jenis kelainan termasuk anak-anak tunagrahita,
secara terus-terus berupaya untuk meningkatkan pelayanan dengan sebaik-
baiknya. Bagaimanapun, sebagai warga negara anak-anak tunagahita
memiliki hak yang sama untuk mendapat pendidikan. Pasal 5 undang-undang
Nomor 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional menyatakan, bahwa
setiap warga mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan, yang
diantaranya dalah anak-anak tunagahita. Demikian pula pada pasal 8 ayat 1
dari undang-undang yang sama menyebutkan, bahwa warga negara yang
memiliki kelainan fisik dan/atau mental berhak memperoleh pendidikan luar
biasa adalah pendidikan yang disesuaikan dengan kelainan peserta didik
berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bersangkutan.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun Rumusan Masalah Dari Makalah Ini Adalah :
1. Apa pengertian dari Tuna grahita ?
2. Apa saja klasifikasi dari Tuna grahita ?
3. Bagaimana karakteristik anak dengan ketuna grahitaan?
4. Apa faktor penyebab terjadinya dan pencegahan Tuna grahita ?
5. Bagaimanakah implikas pendidikan Tuna grahita
6. Bagaimana model pelayanan pendidikan bagi anak tuna grahita?
7. Bagaimanakah bimbingan perilaku non adpatif berdasarkan pendekatan
sistem bagi anak tuna grahita ?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui pengertian dari Tuna grahita
2. Untuk mengetahui klasifikasi dari Tuna grahita
3. Untuk mengetahui karakteristik anak dengan ketuna grahitaan
4. Untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya dan pencegahan Tuna
grahita
5. Untuk mengetahui implikas pendidikan Tuna grahita
6. Untuk mengetahui model pelayanan pendidikan bagi anak tuna grahita
7. Untuk mengetahui bimbingan perilaku non adpatif berdasarkan
pendekatan sistem bagi anak tuna grahita
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN DAN DEFINISI TUNAGRAHITA
Di mana-mana didunia ini, disamping ada anak yang normal, ada
pula anak dibawah normal dan diatas normal. Beberapa anak lebih cepat
belajar daripada anak yang lain, di samping ada juga anak yang belajar lebih
lamban dari teman seusianya. Demikian pula perkembangan sosial anak, ada
yang cepat, ada pula yang lebih lamban dari anak normal. Anak-anak dalam
kelompok di bawah normal dan/atau lebih lamban daripada anak normal, baik
perkembangan sosial maupun kecerdasannya disebut anak terbelakang mental
: istilah resminya di Indonesia disebut anak tunagahita (PP No. 72 Tahun
1991).
Anak tunagahita adalah mereka yang kecerdasannya jelas berada
di bawah rata-rata. Di samping itu mereka mengalami keterbelakangan dalam
menyusahkan diri dengan lingkungan. Mereka kurang cakap dalam
memikirkan hal-hal yang abstrak, yang sulit-sulit, dan yang berbelit-belit.
Mereka kurang atau terbelakang atau tidak berhasil bukan untuk sehari dua
hari atau sebulan atau dua bulan, tetapi untuk selam-lamanya, dan bukan
hanya dalam satu dua hal tetapi hampir segala-galanya, lebih-lebih dalam
pelajaran seperti : mengarang, menyimpulkan isi bacaan, menggunakan
simbol-simbol, berhitung, dan dalam semua pelajaran yang bersifat teroris.
Dan juga mereka kurang/terlambat dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungan.
Tunagrahita ialah istilah yang digunakan untuk menyebut anak
yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata
(Somantri,2006:103). Istilah lain untuk siswa (anak) tunagrahita dengan
sebutan anak dengan hendaya perkembangan. Diambil dari kata Children
with developmental impairment. Kata impairment diartika sebagai hendaya
atau penurunan kemampuan atau berkurangnya kemampauan dalam segi
kekuatan, nilai, kualitas, dan kuantitas (American Heritage Dictionary,1982:
644; Maslim.R.,2000:119 dalam Delphie:2006:113).
Penyandang tunagrahita (cacat ganda) adalah seorang yang
mempunyai kelainan mental, atau tingkah laku akibat kecerdasan yang
terganggu, adakalanya cacat mental dibarengi dengan cacat fisik sehingga
disebut cacat ganda Misalnya, cacat intelegensi yang mereka alami disertai
dengan keterbelakangan penglihatan (cacat pada mata), ada juga yang disertai
dengan gangguan pendengaran. Adanya cacat lain yang dimiliki selain cacat
intelegensi inilah yang menciptakan istilah lain untuk anak tunagrahita yakni
cacat ganda. Penanganan pada setiap ABK memiliki cara tersendiri.Mulai
dari segi akademik, pribadi dan sosial mereka. Semuanya disesuaikan dengan
kondisi fisik dan mental mereka.
Anak tunagahita banyak macamnya, ada yang disertai dengan
buta warna, disertai dengan kerdil badan, disertai dengan berkepala panjang,
di sertai dengan bau badan tertentu, dan segalanya : tetapi ada pula yang tidak
disertai apa-apa. Mereka semua mempunyai persamaan yaitu kurang cerdas
dan terhambat dalam menyesuaikan dir dengan lingkungan jika dibandingkan
dengan teman sebayanya. Mereka mempunyai ciri-ciri khas dan tingkat
tunagahitaan yang berbeda-beda, ada yang ringan, sedang, berat, dan sangat
berat.
Seorang dikatakan normal (rata-rata) jika MA-nya sama hampir
dengan CA-nya. Sedangkan apabila MA seorang jelas-jelas di atas CA-nya
maka anak tersebut tergolong anak cerdas (di atas normal). Sebaliknya bila
MA-nmnya jelas-jelas di bawah CA-nya maka ia tergolong kecerdasannya
terbelakang , dan jika disertai terbelakang dalam adaptasi perilaku dengan
lingkungan maka ia disebut anak tunagahita sehubungan dengan
keterbelakangan kecerdasan ini R.P mendey dan jhon wiles (1929 : 40).
Sebagai catatan bahwa seseorang yang MA-nya jelas-jelas di
bawah normal (IQ-nya 70 ke bawah) baru dikategorikan tunagahita jika
adaptasi tingkah lakunya pada lingkungan juga dibawah usianya (CA-nya).
Abraham levinson (Achmad, 1970 : 62-53) menggambarkan tentang
perkembangan anak-anak yang tergolong normal yang dapat digunakan
sebagai bahan rujukan/perbandingan dalam menentukan apakah seseorang
anak mengalami hambatan adaptasi perilaku atau tidak. Sebagaimana dapat
dilihat pada tabel. I
Jika anak pada usia tertentu belum mampu melakukan perbuatan
(sesuai dengan tingkah CA-nya) sebagaimana di gambarkan pada tabel I,
maka anak tersebut mengalami hambatan dalam adaptasi perilaku terhadap
lingkungannya. Dengan kata lain, anak tersebut dikategorikan tunagahita jika
IQ-nya juga di bawah 70.
Terdapat perbedaan antara tunagahita dengan skait mental, sakit
jiwa, atau sakit ingatan. Dalam bahasa inggris sakit mental disebut mental
illness yaitu merupakan kegagalan dalam membina kepribadian dan tingkah
laku. Sedangkan tunagahita dalam bahas inggris di sebut mentally retarded
merupakan kurang berkembang serta kemampuan adaptasi perilakunya
terlambat. Hal ini yang membedakan tunagahita dengan sakit jiwa adalah :
tunagahita bermula dan berkembang pada masa perkembangan, yaitu sejak
anak lahir sampai kira-kira usia 18 tahun. Sedangkan sakit jiwa dapat
menyerang setiap saaat, kapan saja. Namun sekalipun sakit jiwa dan
tunagahita berbeda, tidak mustahil anak tunagahita menderita sakit jiwa.
B. KLASIFIKASI DAN PREVALENSI
Pengklasifikasian anak tunagrahita yang sudah lama dikenal ialah
Debil untuk yang ringan, Imbesil untuk yang sedang, dan Idiot untuk berat
dan sangat berat. P1ompokktunagrahita yang digunakan oleh kalangan
pendidik di amerika (American Education) ialah Educable Mentali
Retarded, Trainable Mentally Retarded, dan Totally/Custodial Dependent
yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia : Mampu didik, Mampu latih,
dan Mampu rawat. Pengelompokan tunagrahita berdasarkan IQ menurut
WHO (Vivian Navaratman, 1987:403) yaitu : tunagrahita ringan dengan IQ
50—70, tunagrahita sedang dengan IQ 30—50, dan tunagrahita yang
berat/sangat berat dengan IQ kurang dari 30.
a. Menurut AAMD dan PP No. .72 Tahun
1) Tunagrahita ringan
Mereka yang termasuk dalam kelompok mi meskipun
kecerdasannya dan adaptasi sosialnya terhambat, namun mereka
mempunyai kemampuan untuk berkembang dalam bidang
pelajaran akademik, penyesuaian sosial, dan kemampuan
bekerja. Dalam mata pelajaran akademik mereka pada umumnya
mampu mengikuti mata-mata pelajaran tingkat sekolah lanjutan,
baik SLTPLB dan SMLB, maupun di sekolah biasa dengan
program khusus sesuai dengan berat ringannya ketunagrahitaan
yang disandangnya. Program yang diterapkan hendaknya
disesuaikan dengan kebutuhan khusus mereka. IQ anak
tunagrahita ringan berkisar 50-70. Dalam penyesuaian sosial
mereka dapat bergaul, dapat menyesuaikan din dalam
Iingkungan sosial tidak saja pada lingkungan yang terbatas
tetapi juga pada lingkungan yang lebih luas, bahkan kebanyakan
dan mereka dapat mandiri dalam masyarakat.
Dalam kemampuan bekerja, mereka dapat melakukan
pekerjaan yang semi skill dan pekerjaan sosial sederhana,
bahkan sebagian besar dan mereka mandiri seluruhnya dalam
melakukan pekerjaan sebagai orang dewasa. Anak tunagrahita
ringan seringkali tidak dapat diidentifikasi serupai ini mencapai
usia sekolah. Biasanya mereka diketahui setelah mengikuti
pelajaran di sekolah biasa selama satu atau dun tahun karena
kesukaran mereka dalam mengikuti pelajaran dan penyesuaian
diri dengan teman-temannya.
Prevalensi anak tunagrahita ringan kira-kira 75 % dari
jumlah seluruh anak tunagrahita.
b. Klasifikasi menurut tingkatan IQ
Tabel 2
TERM IQ RANGE FOR LEVEL
Mild Mental Retardition
Moderate Mental Retardition
Sevare Mental Retardition
Unspecified
50-55 Aporox, 70
35-40 to 50-55
20-25 to 35-40
Bellow 20 or 25
Tidak begitu berbeda dengan klasifikasi di atas, Hebert
(1977) yang menggunakan skala sistem penilaian WISC (paye & patton,
1981 : 49)
- Mild (ringan) : IQ 55-70
- Moderate (sedang) : IQ 40-55
- Severe-Fropound (berat-sangat berat) : Di bawah 40
c. Klasifikasi menurut tipe klinis
1) Dwon syndrom dahulu disebut mongoloid
Anak tunagrahita jenis ini disebut demikian karena
seo1ah-oIahTgnyerupai orang Mongol dengan ciri-ciri : mata sipit
dan miring : lidah tebal dan berbelah-belah serta biasanya suka
rnenu1ur keluar : telinga kecil : tangan kering : makin dewasa
kulitnya makin kasar ; kebanyakan mempunyai susunan gigi
geligi yang kurang baik sehingga berpengaruh pada pencernaan ;
dan lingkar tengkoraknya biasanya kecil. kebanyakan mempunyai
susunan gigi geligi yang kurang baik sehingga berpengaruh pada
pencernaan ; dan lingkar tengkoraknya biasanya kecil.
2) kretin
Dalam bahasa Indonesia disebut kate atau cebol. Ciri-
cirinya: badan gemuk dan pendek; kaki dan tangan pendek dan
bengkok; badan dingin kulit kering, tebal dan keriput; rambut
kering; lidah dan bibir tebal; kelopak mata, telapak tangan dan
kaki, dan kuduk tebal; pertumbuhan gigi terlainbat; serta hidung
lebar. Penyebabnya karena ada gangguan Hyphotyroid.
Ketunagrahitaan yang disertai kelainan mi dapat dicegah atau
diatasi dengan yodium yang terdapat dalarn makanan atau
minuman, yang dewasa mi masyarakat mengenalnya dengan
istilah garam.
3) hydrocephal
Anak mi memiliki ciri-ciri: kepala besar; raut muka
kecil; tengkoraknya ada yang membesar ada yang tidak;
pandangan dan pendengaran tidak sempurna ; mata kadang-
kadang juling. Kondisi ini terjadi disebabkan oleh karena dua hal,
yaitu cairan otak yang berlebihan atau kurang, dan sistem
penyerapannya tidak seimbang dengan cairan yang dihasilkan.
Jika hal tersebut terjadi sebelum lahir, maka si bayi jarang lahir
dalam keadaan hidup.
d. Klasifikasi Leo Kanner
Leo Kanner membedakan anak tunagrahita atas tiga golongan yaitu :
1) Absolute Mentally’ Retarded (tuna grahita absolut)
Yaitu seorang anak tunagrahita dimana pun Ia berada. Maksudnya
anak tersebut jelas-jelas tunagrahita baik kalau ia tinggal di pedesaan
maupun di perkotaan; di masyarakat pertanian maupun masyarakat
industri; di lingkungan keluarga, sekolah dan tempat pekerjaan.
Tunagrahita tipe ini pada umumnya adalah penyandang tunagrahita
sedang (terutama kelompok bawah), berat dan sangat berat.
2) Relative Mentally Retarded (tunagrahita relatif)
Yaitu anak tunagrahita hanya dalam masyarakat tertentu saja.
Misalnya di sekolah ia termasuk tunagrahita tetapi di keluarga ia
tidak termasuk tunagrahita. Tunagrahita tipe ini pada umumnya
adalah penyandang tunagrahita ringan.
3) Pseudo Mentally Retarded (tunagrahita semu)
Yaitu anak yang menunjukkan performance (penampilan) sebagai
penyandang tuhagrahita tetapi sesungguhnya ia mempunyai
kapasitas kemampuan. yang normal. Misalnya seorang anak dikirim
ke sekolah khusus karena menurut hasil tes kecerdasannya (IQ-nya
rendah, tetapi setelah anak mengikuti pendidikan di sekolah, ternyata
kemampuan belajar dan adaptasi sosialnya adalah normal, maka
anak tersebut bukanlah penyandang tunagrahita.
C. KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN ANAK TUNAGRAHITA
1. Karakteristik anak tunagrahita
James D. Page Suhaerni H.N : 1979 : 25 menguraikan
karakteristik anak tunagrahita dalam hal : kecerdasan, sosial, fungsi-
fungsi mental lain, dorongan dan emosi, kepribadian dan organisme.
Kecerdasan. Kapasitas belajarnya sangat terbatas terutama untuk
hal-hal yang abstrak. Mereka lebih banyak belajar dengan cara membeo
(rote learning) bukan dengan pengertian. Dari hari ke hari dibuatnya
kesalahan-kesalahan yang sama. Perkembangan mentalnya mencapai
puncak pada usia yang masih muda.
Fungsi-fungsi mental lain. Mereka mengalami kesukaran dalam
memusatkan perhatian. Jangkauan perhatiannya sangat sempit dan cepat
beralih sehingga kurang tangguh dalam menghadapi tugas. Pelupa dan
mengalami kesukaran mengungkapkan kembali suatu ingatan. Kurang
mampu membuat asosiasi-asosiasi dan sukar membuat kreasi-kreasi baru.
Yang agak cerdas. Biasan menyalurkan hasrat-hasrat Re dalam lamunan-
lamunan, sedang yang san berat lebih suka ―mengistirahatkan otak.‖
Mereka menghindar dari berpikir.
Dorongan dan Emosi, Perkembangan dan dorongan emosi anak
tunagrahita berbeda-beda sesuai dengan tingkat ketunagrahitaan masing-
masing. A yang berat dan sangat berat tingkat ketunagrahitaannya.
hampir-hampir 1. Memperhatikan dorongan untuk mempertahankan diri.
Kalau mereka/atau haus, mereka tidak menunjukkan tanda-tandanya.
Demikian pula mereka mendapat perangsang yang menyakitkan hampir-
hampir tidak men kemampuan menjauhkan dirinya dari perangsang
tersebut. Kehidupan emosinya lemah. Jika telah mencapai umur belasan
tahun dorongan biologisnya biasanya.
Organisme. Baik struktur maupun fungsi organisme pada
umumnya kurang dari anak normal. Mereka baru dapat berjalan dan
berbicara pada usia yang lebih tua dan anak normal. Sikap dan gerak
lagaknya kurang indah. Di antaranya banyak yang mengalami cacat
bicara. Mereka kurang mampu membedakan persamaan dan perbedaan.
Pendengaran dan penglihatannya banyak yang kurang sempurna. Anak
yang berat apalagi yang sangat berat ketunagrahitaannya kurang rentan
dalam perasaan sakit, bau yang tidak enak, dan makanan yang tidak enak.
Badannya relatif kecil seperti kurang segar. Tenaganya kurang; cepat
letih, kurang mempunyai daya tahan dan banyak tahan dan banyak yang
meninggal pada usia muda.
2. Karakteristik anak tunagrahita ringan
Anak tunagrahita ringan banyak yang lancar berbicara tetapi
kurang perbendaharaan kata-katanya. Mereka mengalami kesukaran
berfikir abstrak, tetapi mereka masih dapat mengikuti pelajaran akademik
baik di sekolah biasa maupun di sekolah khusus sebagaimana telah
diuraikan di muka. Pada umur 16 tahun baru mencapai umur kecerdasan
yang sama dengan anak umur 12 tahun, tetapi itu pun hanya sebagian
dari mereka. Sebagian tidak dapat mencapai umur kecerdasan setinggi
itu.
3. Karakteristik anak tunagrahita sedang
Anak tunagrahita sedang hampir tidak bisa mempelajari-
pelajaran-pelajaran akademik. Mereka pada umumnya belajar secara
membeo. Perkembangan bahasanya lebih terbatas daripada anak
tunagrahita ringan. Mereka hampir selalu bergantung pada perlindungan
orang lain, tetapi dapat membedakan bahaya dan yang bukan bahaya.
Mereka masih mempunyai potensi untuk belajar memelihara diri dan
menyesuaikan diri terhadap lingkungan, dan dapat mempelajari beberapa
pekerjaan yang mempunyai anti ekonomi.
4. Karakteristik Anak Tunagrahita berat dan sangat berat
Anak tunagrahita berat dan sangat berat sepanjang hidupnya akan
selalu tergantung pada pertolongan dan bantuan orang lain. Mereka tidak
dapat memelihara diri sendiri (makan, berpakaian, ke WC. dan
sebagainya harus dibantu). Pada umumnya mereka tidak dapat
membedakan yang berbahaya dengan yang tidak berbahaya, tidak
mungkin berpartisipasi dengan lingkungan di sekitarnya, dan jika sedang
berbicara maka kata-kata dan ucapannya sangat sederhana. Kecerdasan
seorang anak tunagrahita berat dan sangat berat hanya dapat berkembang
paling tinggi seperti anak normal yang berumur 3 atau 4 tahun.
D. FAKTOR PENYEBAB DAN PENCEGAHANNYA
1. Faktor penyebab
Cara lain Yang juga sering digunakan dalam pengelompokan
faktor-faktor penyebab ketunagrahitaan adalah membaginya dalam 3 (tiga)
gugus, yang jika disusun secara kronologis adalah (1) faktor-faktor yang
terjadi sebelum anak lahir (prenatal), (2) Faktor-faktor yang terjadi saat
dilahirkan (natal atau perinatal), dan (3) faktor-faktor yang terjadi sesudah
dilahirkan (postnatal). Perlu diingat bahwa istilah prenatal, natal atau
perinatal, dan postnatal, bukanlah penyebab melainkan hanya waktu
terjadinya penyebab. Pada gugus prenatal tercakup hal- hal yang terjadi
pada faktor keturunan dan yang tidak terjadi pada faktor keturunan akan
tetapi anak masih dalam kandungan. Berikut ini akan dibahas beberapa
penyebab ketunagrahitaan yang sering ditemukan baik yang berasal dari
faktor lingkungan.
2. Faktor pencegahan
Beberapa alternatif upaya pencegahan yang disarankan. Antara
lain sebagai berikut :
a. Diagnostik prenatal, yaitu suatu usaha yang di lakukan untuk
memeriksa kehamilan. Dengan usaha ini diharapkan dapat ditemukan
kemungkinan adanya kelainan-kelainan pada jamin, baik berupa kelainan
kromosom maupun kelainan enzim yang diperlukan bagi perkembangan
janin. Seandainya ditemukan adanya kelainan, maka tindakan selanjutnya
diserahkan kepada ibu hamil atau keluarganya atau pertimbangan-
pertimbangan dan dokter ahli dalam masalah tersebut.
b. Imunisasi dilakukan terhadap ibu hamil maupun anak-anak balita.
Dengan imunisasi ini dapat mencegah timbulnya penyakit-penyakit yang
mengganggu perkembangan bayi/anak.
c. Tes darah, dilakukan terhadap pasangan-pasangan yang akan menikah
untuk menghindari kemungkinan menurunkan benih-benih yang
berkelainan.
d. Pemeliharaan Kesehatan, terutama bagi ibu-ibu hamil. Hal ini terutama
menyangkut pemeriksaan kesehatan selama hamil, penyediaan gizi nutrisi
serta vitamin yang memadai, menghindari radiasi, dan sebagainya.
e. Program Keluarga berencana diperlukan untuk mengatur kehamilan
thn menciptakan keluarga yang sejahtera baik dalam segi fisik manapun
psikis. Keluarga kecil lebih memungkinkan terbinanya hubungan fisik
yang relatif lebih baik serta terjaminnya kebutuhan fisik yang relatif lebih
baik pula.
f. Sanitasi lingkungan, yaitu mengupayakan terjaganya suatu lingkungan
yang bersih dan sehat, sehingga dapat mencegah timbulnya penyakit-
penyakit yang membahayakan perkembangan anak.
g. Penyuluhan genetik, yaitu suatu usaha mengkomunikasikan berbagai
informasi yang berkaitan dengan masalah genetika dan masalah-masalah
yang ditimbulkannya. ini dapat dilakukan melalui media cetak, elektronik,
maupun secara Iangsung melalui Posyandu atau klinik-klinik kesehatan.
E. IMPLIKASI PENDIDIKAN BAGI ANAK TUNAGRAHITA
Pendekatan yang dapat diberikan kepada anak tunagrahita adalah
1. Occuppasional terapy , ( terapi gerak)
Terapi ini diberikan kepada anak tunagrahita untuk melatih gerak
fungsional anggota tubuh gerak kasar atau halus.
2. Paly terapi (terapi bermain)
Terapi yang diberikan kepada anak tunagrahita dengan cara bermain,
misalnya : memberikan pelajaran tentang hitungan, anak diajarkan
tentang tata cara sosial drama , bermain jual beli.
3. Aktivity daily living (ADL) atau emampuan merawat diri
Untuk memandirikan anak tunagrahita, mereka harus diberikan
pengetahuan dann ketermpilan tenang kegiatan kehidupan sehari-hari
(ADL) agar mereka dapat merawat diri sendir tanpa bantuan orang lain
dan tidak tergantung kepada orang lain.
4. Lives kill , keterampilan hidup
Anak yang memerlukan layanan khusus, terutama anak dengan IQ di
bawah rata-rata biasanya tidak diharapkan bekerja sebagai
administrator. Bagi anak tunagrahita yang memiliki IQ di bawah rata-
rata , merekajuga diharapkan untuk dapat hidup mandiri oeh karena itu
untuk bkal hidup, mereka diberikan pendidikan keterampilan. Dengan
ketermpilan yang dimilikinya, mereka dapat hidup di lingkungan
keluarga dan masyarakat serta dapat bersaing di dunia industri dan
usaha.
5. Fokastional terapi (terapi bekerja)
Selain diberikan latihan ketermpilan. Anak tunagrahita juga diberikan
latihan kerja. Dengan bekal latihan yang telah dimilikinya, anak
tunagrahita diharapkan dapat bekerja.
F. MODEL PELAYANAN PENDIDIKAN UNTUK ANAK TUNAGRAHITA
Pelayanan pendidikan bagi anak tunagrahita atau retdasi mental dapat
diberikan pada
1. Klas transisi , klas ini diperuntukan bagi anak yang memerlukan
layanan khusus termasuk anak tunagrahita. Kelas transisi sedapat
mungkin berada disekolah reguler, sehingga pada saat tertentu anak
dapat bersosialisasi dengan anak lain. Kelas transsi merupakan
kelas persiapan dan pengenalan pengajaran dengan acuan
kurikulum SD dengan modifikas sesuai kebutuhan anak.
2. Sekolah khusus (sekolah luar biasa bagian C dan C 1/SLB – C, C
1)
Layanan pendidikan untuk anak tunagrahita omdel ini dibeikan
pada sekolah luar biasa. Dalam satu kelas maksimal 10 anak
dengan pembimbing atau pengajar guru khusus dan teman seke;las
yang dianggap sama kemampuanya ( tunagrahita. Kegiatan belajar
mengajar sepanjnag hari penuh di kelas khusu untuk anak
tunagrahitaringan dapat bersekolah di SLB – C , sedangkan anak
tunagrahita sedang dapat bersekolah di SLBC 1.
3. Pendidikan terpadu
Layanan pendidikan pada model ini diselenggarakan di sekolah
reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak
reguler di kelas yang sama dengan bimbingan guru reguler. Untuk
mata pelajaran tertentu, jika anak mempunyai kesulitan, anak
tunagrahita akan mendapat bimbingan/remidial dari guru
pembimbing khusus (GPK) dari SLB terdekat,pada ruangan khusus
atau ruangan smber. Biasanya anak yang belajar di sekolah terpadu
adalah anak yang tergolong tunagrahita ringan. Yang termasuk ke
dalam kategori borderline yang biasanya mempnyai kesulitan-
kesulitan dalam belajar (learning difficulties) atau disebut dengan
lamban belajar (slow learner).
4. Program sekolah di rumah
Program ini diperuntukan bagi anak tunagrahita yang tidak mampu
mengikuti pendidikan di sekolah khusus karena keterbatasannya.
Misalnya: sakit. Perorang dilaksanakan di rumah dengan cara
mendatangkan guru PLB (GPK) terrapis. Hal ini dilaksanakan atas
kerjasama antara orang tua, sekolah, masyrakat.
5. Pendidikan Inklusif
Sejalan dengan perkembangan layanan pendidikan untuk anak
berkebutuhan khusus, terdapat kecenderungan baru yaitu model
pendidikan insklusisi. Model ini menekankan pada keterpaduan
penuh, menghilangkan labelisasi anak dengan prinsip education for
all. Layanan pendidikan insklusif diselenggarakan pada sekolah
reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak
reuler, pada ke;as dan guru atau pembimbing yanga sama. Pada
kelas inklusif siswa dibimbing oleh 2 orang guru, satu guru reguler
dan satu guru khusus. Guna guru khusus untuk memberikan
bantuan kepada siswa tunagrahita jika anak tersebut mempunyai
kesulitan di dalam kelas. Semua anak diberlakukan dan
mempunyai hak dan kewajiban yang sama tapi,saat ini pelayanan
pendidikan insklusi masi dalam tahap rintisan.
6. Panti (griya) rehabilitasi
Panti ini diperuntukan bagi anak tunagrahita pada tingkat berat,
yang mempunyai kemampuan pada tingkat sangat rendah dan pada
umumnya memiliki kelainan ganda seperti penglihatan,
pendengaran atau motorik. Program di panti lebih terfokus pada
perawatan. Pengembangan pada panti ini terbatas dalam hal :
a. Pengenalan diri
b. sensor motor dan persepsi
c. motorik kasar dan ambulasi (pindah dari satu tempat ke
tempat lain)
d. kemampuan berbahasa dan komunikasi
e. bina diri dan kemampuan sosial
G. BIMBINGAN PERKEMBANGAN PRILAKU NON ADAPTIF
BERDASARKAN PENDEKATAN SISTEM
a. Masukan (input)
Komponen awal bmbingan penjeasn prilaku non adaptif meliuti
1. Masukan mentah (raw input)
2. Masukan instrumen (instrumental Input)
3. Masukan lingkungan ( invironmental input)
1. Masukan mentah (raw input)
Masukan mentah bikmbingna perkembangan untuk perilaku non adapti
fyaitu prilaku agresif secara fisik seperti anak memukul orang
disekitarnya , ketka ia merasa lelah dan bosan
2. Masukan instrumen (instrumental Input)
Masukan instrumen dalam bimbingan perkembangan prilaku non adptif
berupa perangkat bantu dan wahana yagmendukung keterlaksanaan
proses bimbingan yang terintegrasi kedalam pembelajaran, meliputi
pembimbing , program, sarana dan tahapan .
a. Pembimbing
Pembimbing dsini adalah guru yang dapat merancang program ,
pembimbing dituntuk untuk memliki pengetahuan ketermpilan, dan
siap tertentu yang dimiliki o;eh clien nya pembimbing harus bisa
mengembangkan hubungan interaksi denan siswa tunagrahita sebagai
clien, yang disarankan atas kepercayaan, pengertian, danrasa saling
menghargaio. Hubungan ini haurus ditetapkan, dibentuk tanpa
memnadang sikap , keyakinan, suku bangsa , jneis kelamin, atau status
sosial ekonomi kelarga siswa tunagrahita tersebut. Pembimbing hatus
mampu membuat iklim dan kondisi yang mendoromng pertumbuhan
yang sesuai.
b. Program
Program disini merupakan seperangkat kegiatan bimbingna yang
disusun secara terencana, erorganisasi , terkoordinasi, selama periode
tertentu dsan dilakukan secara kait mengait untuk mnecapai
tujuan.perilaku spesifik yang nampak pada siswa tunagrahita adalah
perilaku agresif secara fisik, dimana anak tunagrahita sering memukul
orang yang bersada disekitarnya ketika ia merasa elalah atau bosan,
biasaya perilaku ini muncul menjelang akhirjam belajar atau sebelum
anak pulang sekolah. Sehingga dibutuhkan kegiatan yang dapat
mengalihkan perilaku sisw tunagrahita tersebut agar lbih bermanfaat
bagi baik dirinya maupun orang lain. Permainan terapeutik adalah
salah satu kegiatan yang dapat digunakan yang dapat digunakan
sebagai intervensi kepada siswa tunagrahita. Salah satu permainan
yang dapat digunakan untuk mengurangi perilaku agresif (memukul)
pada siswa tunagrahita adalah permaina eksplorasi. Permainan ini
memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat menjelajahi sering
memukul adalah permainan yang melibatkan kegiatan tangan , yaitu
permainan dengan alat musik pukul.
c. Sarana
Sarana taau alat alat bantu yang dibutuhkan meliputi : ruangan atau
temapta alat edukatif, berbagai macam bentuk permainan edukatif (
seperti drum mini) , perlengkapan admnistrasi sebagai pengumpul
data ( format-format, pedoman observasi, pedoman wawancara,
angket , catatan harian, datar nilai prestas belajar, kartu konsultasi,
instrument penelusuran bakan dan minat) , penyimpan data (kartu
pribadi, map dan buku pribadi), perlengkapan teknis ( buku pedoman,
buku informasi, paket bimbingan).
d. Tahapan
Tahapan permulaan adalah menyiapkan seting kelas untuk kegiatan
bimbingan non adaptif dalam ruang keas dengan mata [pelajaran
terentu , dan perlengklapan permainan terapeutik ( drum mini atau alat
musik pukul lain) sehingga siswa tunagrahita akan diberikan
bimbingna siap melaksanakan kegatan bimbingan yang diintegrasikan
kedalam pembelajaran.
Tahap ransisi, tahap ini merupakan masa peraihan setelah proses
bimbingan dan sebelm masa keaktifan belajar mengajar . pada tahap ini
biasanya siswa tunagrahita akan memperlihatkan perilaku nn adaptif
seperti rasa cdma, ketegangan, konflik, ketidak mampuan, kurang atensi,
suka menggagu teman, mencari perhatian orang lain. Saat ini gur kelas
selaku pembiming harus mampu melaksanakan bentuk bentukmotivasi
malalui reinforcement dan prompt untuk mendorong siswa tunagrahita
untuk aktif memanfaat kan alat permainan edukatif yang sesungguhnya
merupakan terapeutik bagi dirinya. Tahapan kegiatan, tahapan ini
merupakan tahapan bekerja, tahap penampilan , tahap tndakan yang
merupakan inti kegatan bimbingan perkembangan prilaku non adatif
dengan memanfaatkan permainan terapeutik tertentu untuk setiap siswa
tunagrahita dalam pembelajaran mata pelajaran tertentu. Tingkat
stabilits,perkembangan prilaku adaptif atau non adaptif setiap siswa
diamati, dicatat dan di tabulasikan ke format isian recording sheet for rate
data dalam A-B-A design.. kegiatan ini dilakukan oleh guru kelas selaku
guru pembimbing sebagai pengamat kegiatan bimbingan dan
jikamemungkinkan dengan dibantu perekaman melalui VCD. Penekanan
utama dalam kegiatan ini adalah siswa mwrasa senang dan bergairah
memainkan alat permainan edukatif, tapa dsadari setiap siswa sedang
melakukan [pembelajaran mata pelajatan tertentu. Tahap pengakhiran,
dalam tahap ini guru kelas dan guru pengamat melakukan refleksi
terhadap hasil selama di kelas, memproses , dan mengevaluasi apa yang
telah dilakukan baik keberhasilan terutama kegagalan-kegagaln untuk di
refisi ulang dalam perencanaan berikutnya. Partisipasi semua pihak
sangat dibutuhkan dalam penyusunan ulang rencana program bimbingan
dan perkembangan prilaku non adapif pada sesi berikutnya atau
penghentian kegiatan bimbingan. Evaluasi dan tindak lanjut , evaluasi
pada bimbingan perembangan prilaku non adaptif yang diamati terbagi
dua yaitu evaluasi [roses dan evaluasi hasil. Evaluasi proses
dimaksudkan untuk mengetahi sejauh mana emanfaatan dan keterpakaian
permainan terapeutik yang dimanfaatkan sebagai media bimbingan yang
diintergasikan dalam pembelajatan individal siswa tunagraita. Evaluasi
hasil bimbingan, dimaksudkan untuk memperoleh informasi kemanfaatan
danketerpakaian permainan terapeutik sebagi media pembelajaran,
keefektifan bimbingan prilku non asadaptif berdasarkan hasil yang
diperoleh. Dimana aspek yang diliha adalah :
1. Pemahaman baru tentang fungsionlanya
2. Perasaan harga diri dan [ercaya diri
3. Rencana siswa yang besrangkutan setelah asca pelayanan
bimbingan perkembangan perilaku no adaptif
3. Masukan Linngkungan (enviromental input)
Lingkungan kehidupan nyata siswa disekolah yang meliputi norma ,
tujuan , kebutuhan sekolah berkaitan degan proses pertumbuhan dan
aperkembangan sswa . lingkungan kehidupan nyata siswa disekolah
adalah lingkungan belajar yang dapat mempengaruhi pengembangan dan
memberikan penguasan kebutuhan siswa.
1. Proses
Komponen komponen proses akan meruah masukan (input) menjadi
keluatn (output) masukan dari proses bimbinganini adalah prilaku
agresif yaitiu anak memukul orang yang berada disekitarnya ketika ia
merasa lelah atau bsan. Intervensi yang diberuikan melalui [ermainan
terapeutik yaitu permainan dengan alat musik pukul diharapkan
mampu mengahsilkan outpu berupa berkurangnya bahkan hilangnya
periklaku memulul pada siswa tunagrahita.
2. Keluaran atau Out Put
Diharpan melalui kegiatan permoana terapeutik yaitu memainkan alat
musik pukul da (drum mini) , prilaku memukul anak dapat berkurang
atau menghilang.
3. Monitoring, evaluasi , dan balikan
Kegitan monitoring dan evaluasi akan menjawab pertanyaan : apakah
penerapan target behaviiour serasi atau tidak dengan related
karakteristik ? ataukah perminan dengan alat musik pukul kurang
cocok dengan kemampuan fungsional ssiswa tunagrahita? Kegitan
monitoring dan evaluasi selam proses pelaksanaan bimbingan ,
dilakukan secaras cermat melalui [proses refleksi yang dipakai sebagai
bentuk kegitan y=untuk membicarakan , dan memutuskan apakan
program bimbingan perkembangan prilaku yang sedang berjalan
tersebut di refisi ulang ataukah perlu perobakan progeram. Balikan
atau feed back merupakan fungs iyang memeberikan informasi atas
penyompanan dari keluaran berdasrakn standar dan control yang telah
ditentuka balikan dapat memasukan informasi terhadapa proses
sebagai masukan yang akan diproses menjadi keluaan (out put).
4. Prosedur kerja bimbingan perkembangan perilaku non adaptif
a. Kegiatan awal
1. Melakukan obserfasi terhadap prilaku anak tunagrahita dimana
salah satunya perilaku agresif anak adalah memukul oang
ayang ada disekitarnya ketika ia merasa leleah atau bosan.
2. Mencari jenis permainan yang dapat digunakan seagai alat
interfensi yang dapat digunakan oleh anak tunagrahita. Prilaku
yang sering diperliatkan anak adalah memukul, sehinga saya
memutuskan untuk menggunakan permainan eksplorasiyaitu
permainan dengan nmenggunakan alat musik pukul.
3. Menyediakan perangkat permainan eksploasi yaitu akat musik
pukul seperti drum ini, alat alat lain yang dapat mengeluarkan
suara seperti galon bekas atau botol bekas air mineral.
4. Menentukan target behavior dimana target behavior atau
perilaku non adaptif anak adalah mengalihkan perikau
memukul anak terhadap benda sehinga perilkau ini memiliki
nilai manfaat.
5. Menyusun program bimbingan yang diintegrasikan kdalam
pemelajaran program ini dilengkapi dengan permainan
terapeutik dan bentuk bentuk ibnterfebsi kegiatan proses
pembelajaran yang disertai bimbingan.
6. Melakukan pembelajaran individuaL untuk satu mata pelajaran
tertentu terhadap siswa yang akan di bimbing, tanpa
melibatkan permainan terapeutik hanya melibatkan permainan
edukatif sesai dengan kebutuhan siswa. Proses kegiatan ini
dilakukan dalam 4 kali pertemuan pembelajaran atau sampai
kepada tingkat kekonstansan perilakuk adaptif yang dimiliki
siswa terbimbing. Guru – pengamat mencatat kemunculan
prilau nn adaptif pada siswa kemudian menginfetarisasikan
keformat recording sheet for red data . guru kelas
melaksanakan kegiatan pembelajatan dan membat jurnal
harian pada akhir kegiatan.
7. Melakukan monitoring dan evaluasi hasil kegiatan
pembelajarantanpa menggunakan permainan terapeutik dalam
suatu kegiatan refleksi yang mlibatkan guru kelas , guru
pengamat , kepala sekolah . hasil refleksi dipakai pijakan
untuk penyusunan ulang (replan) program bimbingan
perkembangan prlaku non adaptif.
b. Kegiatan pelaksanaan bimbingan
1. Melakukan kegiatan bimbingan perkembangan perlaku non adaptif
yang diintergrasikan kedalam pembelajaran ndividual satu sesi dalam
matta pelajaran tertentu dengan menggunakan alat terapeutik.
2. Melakukan refleksi kegiatan pelaksanaan sebagai bentuk monitoring
dan evuasi, guna membahas faktor penghambat dan keterpakaian
permainan terapeutik dalam proses bimbingan.
3. Melakukan dua kegiatan di atas sampai jumlahnya mencapai 8 kali sesi
atau [ertemuan kegiatan proses bimbingan dikelas atau ruang khusus
tempat bermand engan alat edukatif.
4. Mencatat dan mentabuasikan hasil saaran target behaviour dari setiap
ssawa tunagarhita sebagai bahan analisis perkembangan perilaku non
adatif dalam format tertentu yang telah disediakan khusus untuk
kegiatan bimbingan perilasku non adaptif.
c. Kegiatan akhir bimbingan
1. Melakukan kegiatan pembelajaran tanpa mengguakan permainan
terapeutik dan tanpa interfensi yagdigunakan dalam proses bimbingan
kegiatanini bersifat kegiatan pembelajaran individual untuk satu mata
pelajaran tertentu tanpa dilibatkan permainan edukatif yang dipakai
pada saat proses bimbingan kegiatan ini dilakukan guru kelas,
sedangkan guru pengamat mengamati , mencatat semua kemunculan
perilaku adaptif setiap siswa terbimbing kemudian di infertisasikan
pada format khusus yang tersedia.
2. Dilanjutkan dengan monitoring dan evaluasi yang dilakukan dalam
bentuk pertemuan refleksi untuk membahas hasil keluaran pada sesi ni
terutama perkembangan perilaku non adaptif yag menjadi perilaku yang
adaptif.
3. Kegiatan no 1 adan 2 diatas dilakukan sampai mencapai jumlah
kegiatan sebanyak 4 kali , atau sampai dengan kegiatan awal. Seluruh
hasil sasaran target behaviour pada sesi in bersama-sama hasil target
behaviour kegiatan ini dan kegiatan peksanaan dicatat dan
diinfentarisasikan pada fromat khusus, kemudian dibuatkan gerafik
dengan A-B-A design.
4. Melakukan postesdengan PAC untuk mengukur tigkat kemampuan
fungsional setelah diberikan interfensi dalam kegiatan bimbingan yang
diintegrasikan dalam pembelajaran.
5. Melakukan anaisi terhadap hasil keluaran yang ada pada visual grafilk
A-B-A design untuk mengetahui tingkat stabiilitas perkembangan
prilaku adatif hasil perhitungan ini dipakai sebagai bahan umpan balik
berkaitan denagn peningkatan perilaku non adaptif menjadi perilaku
adaptif.
6. Melakukan perbandingan tingkat kemajuan perkembngan kemampuan
fungsional antara pre dan post test PAC . hasil ini akan di pakai sebagai
bahan pertimbnagan dalam menentukan pengaruh bimbingan terhadap
kemampuan sosial siswa terbimbing.
7. Hasil kegiatan no 5 & 6 dijadikan umpan balik sebagai bahan informasi
terhadap proses dan masukan dalam bimbingan perkembangan perilkau
adaptif.
8. Seluruh kegiatan selesai.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sebagai catatan bahwa seseorang yang MA-nya jelas-jelas di bawah
normal (IQ-nya 70 ke bawah) baru dikategorikan tunagahita jika adaptasi
tingkah lakunya pada lingkungan juga dibawah usianya (CA-nya). Abraham
levinson (Achmad, 1970 : 62-53) menggambarkan tentang perkembangan
anak-anak yang tergolong normal yang dapat digunakan sebagai bahan
rujukan/perbandingan dalam menentukan apakah seseorang anak mengalami
hambatan adaptasi perilaku atau tidak. Sebagaimana dapat dilihat di tabel I.n
Jika anak pada usia tertentu belum mampu melakukan perbuatan
(sesuai dengan tingkah CA-nya) sebagaimana di gambarkan pada tabel I,
maka anak tersebut mengalami hambatan dalam adaptasi perilaku terhadap
lingkungannya. Dengan kata lain, anak tersebut dikategorikan tunagahita jika
IQ-nya juga di bawah 70.