8631768 30 hari aku bersajak antologi sajak kehidupan

68
Irfani e-Publika

Upload: teorisastra

Post on 05-Aug-2015

47 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

30 Hari Aku Bersajak 1

Irfani e-Publika

Page 2: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

30 Hari Aku Bersajak; Antologi Sajak Kehidupan Sukron Abdilah@2008 Penyunting : Sukron Abdilah Desain Cover : Dasam Syamsuddin Layout : Sukron Abdilah Hak cipta dilindungi undang-undang All rights reserved Terbit, November 2008 Diterbitkan oleh: Irfani e-Publika Jln. A.H. Nasution Gg. Kujang No. 61B Rt 04/ Rw 05 Cipadung Bandung 40614 Cp: 081322151160 e-mail: [email protected] weblog: http://irfanipublika.blogspot.com Perpustakaan Pribadi: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Sukron Abdilah 30 Hari Aku Bersajak; Antologi sajak Kehidupan Bandung: Irfani e-Publika ; Terbit, November 2008 68 hlm; kertas A5

30 Hari Aku Bersajak 2

Page 3: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

Kenapa saya bersajak? Entah kenapa, hari-hari ini saya lebih suka menulis puisi dan cerpen. Bermain-main dengan keindahan kata. Meski ada yang pernah bilang bahwa hidup ini tidak sesingkat cerpen, prosa dan puisi. Namun, saya semakin terperosok pada lubang keindahan dunia estetika bahasa. Ya, bidang sastra namanya. Ada perasaan malu. Tapi tanpa belajar merangkai kata, mana mungkin saya bisa menulis cerpen dan puisi. Ini hanya untuk konsumsi pribadi. Bahkan hanyalah luapan emosi sesaat yang tak akan pernah kembali mengisi kedalaman hati. Memohon saya dengan sangat pada pembaca. Sudi kiranya jika saya menengadahkan tangan untuk menerima tetes demi tetes dari bergalon-galon kritik dan saran para pembaca. Saya sadar e-book ini akan menjadi penghantar untuk dicemoohi, tapi ; saya yakin ini adalah luapan hati saya atas realitas kehidupan. Jadi, tak salah kalau saya bikin versi e-booknya. Karya tanpa tata aturan ini menggelayuti otak kiri dan otak kanan. Selamat berimajinasi !!!!

Bandung, 2008 Karya @sli Sukron Abdilah

30 Hari Aku Bersajak 3

Page 4: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

Daftar Isi Pengantar; Kenapa Saya Bersajak? Satu Paham Saja Cukup! Kelelawar Malam Lelah pada Hidup Aku Bukan Sisifus Dingin Atas Nama Kasih Abjeksi Bebatuan Rasa Bibir Sunggingmu Suara Parau itu MATI Juga Tempatku di Sini Pesan dari Kampung Surau Kotor Hemat Kata Mencari Makan Nasi Aking Cahaya Peradaban Asam Garam Kecapi Suling Gelanggang Kebudayaan Gangsingku dicuri orang Sang Pemarah 30 Hari Aku Bersajak Insomnia Kanuraga

30 Hari Aku Bersajak 4

Page 5: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

Tanah pusaka Kemana kau pergi? Bangsa terus bermimpi Goyang Dangdut Pakem Kebudayaan Kasih Palsu Akhirat Khuldi Duniawi Aku Bukan Sisifus Dingin Atas Nama Kasih Abjeksi Sufi Pedesaan Surau Kotor Dll………………..Lihat saja sendiri

30 Hari Aku Bersajak 5

Page 6: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

Satu Paham Saja Cukup! NASIONALISME hadir. Kapitalisme hadir. Agamaisme hadir. Sosialisme ketok palu hadir. Bahkan, komunisme juga masih hadir. Belum lagi yang lain-lain. Belum lagi yang kawinan. Belum lagi yang adofsian. Belum lagi yang pertukaran. Ah, pokoknya kalau dituliskan belum lagi cukup saya menuliskannya. Mang Tarjo tukang kebo, hanya inginkan satu. Si Jimmy hanya ingin satu pula. Ahmad juga maunya sih satu saja. Safitri juga satu saja sudah cukup. Bahkan, si Kolep bilang harus satu paham saja. Titik! Saya juga maunya satu saja. Kesejahteraanisme. Atau, rakyatisme ketok palu hukum. Titik, koma, dan titik seterusnya. Insyaallah dengan titik-titik kesejahteraan ini bangsa tak perlu harus saling menjatuhkan. Ya, kesejahteraanisme saja satu paham cukup ampuh. 2007

30 Hari Aku Bersajak 6

Page 7: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

Kelelawar Malam Cari makan halal saja susahnya minta ampun! Bagaimana dengan yang haram? Ah, sama saja susahnya. Kalau tidak ada kesejahteraan dan keadilan dan dikejar-kejar orang berdasi. 2007 Lelah pada Hidup Terkungkung jiwa dan rasaku. Menukik aku ke kedalaman alam bawah sadar. Namun tak ketemukan secuil pun Kebebasan rasa. Aku hanya bisa melilitkan rasa lelah. Di kedua belah mata yang kosong dari cahaya kehidupan. 2007

30 Hari Aku Bersajak 7

Page 8: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

Aku Bukan Sisifus Hari ini aku mengantuk, esok-lusa pun masih mengantuk Hari ini aku suntuk, satu-dua tahun pun ku masih suntuk Aku mengangguk, Bahwa hidup tak semestinya begini terus-menerus Aku bukan Sisifus Manusia yang terjebak rutinitas Bahkan nihil kreativitas Tapi kegembiraannya adalah aku yang berwujud orang lain 2007

30 Hari Aku Bersajak 8

Page 9: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

Dingin Menggigil tubuh kedinginan, bayangkan hangatnya kopi panas dan nikmatnya sebatang rokok Kepulan asap kopi tebarkan aroma kehangatan Bergerombolannya asap rokok bawa hantarkan aku Bertajalli dengan segenap kegelisahan Imajiku berputar kian kemari jelajahi kemaha-indahan alam marcapada, Laiknya sang Gatot Kaca yang kepakkan sayap terbang ke angkasa raya Mencari para kurawa yang hancurkan tatanan dunia Sekadar untuk hangatkan rasa dengan deburan ombak darah di urat nadi 2007

30 Hari Aku Bersajak 9

Page 10: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

Atas Nama Kasih Abjeksi Atas nama cinta kau duakan hati. Atas nama agama kau eksploitasi tubuh wanita. Deretan diksi yang menggedor kembali keterpendaman rasa tak setuju terhadap poligami mulai merangkak naiki ubun-ubun kepala. Ingatan itu kembali meronta hendak keluar dari alam bawah sadar yang puluhan tahun mulai kutekan, kuhancurkan dan kuremas-remas agar tak menghantui bayang-bayang tubuhku. 2007

30 Hari Aku Bersajak 10

Page 11: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

Bebatuan Rasa Sayup suara resisten di tengah jalan tak mendobrak ketetapan. Manusia batu yang hanya memendam kegelisahan di pagi, siang, sore dan malam hari; hanya sekadar menumpuki diri dengan jutaan kilogram harta. Merambat hingga mencekik ketuhanan di sisi kemanusiaan. Urat nadi dan hati tak berdegup, mati merasai kehadiran sisi kemanusiaannya. Nafas kepeduliaan di hati sanubari pun tertimbun lapisan ruang dan waktu; mati tak menjelajahi sisi ketuhanan di kedalaman spiritualitas. Pancaroba membentuk hatinya sekeras batu. Rengekan mereka, adalah milik mereka. Tak sudi ia hantarkan kegelisahan manusiawi, karena telanjur ku menjadi manusia dari bebatuan rasa. 2007

30 Hari Aku Bersajak 11

Page 12: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

Bibir Sunggingmu Tersungging bibirmu bikin hatiku mulai tersinggung. Terkelupas kepedulianmu yang mencipta kebencian rasa. Kala aktualisasi kata yang menjemukan merasuki rasanya aku tak bisa hindarkan maut. Mematungkan diri pada sebongkah cermin di dinding berlumur kotoran-kotoran hidup. Sunggingan bibirmu pun tak kuasa aku tahan hingga kebencian membuncah dan terhunjam di dasar kalbu manusia miskin, kumuh, dan tertindas oleh setiap sunggingan bibirmu. Kapankah sungginganmu tak terlihat, dan tak terasa menohok hatiku ini? Mungkin esok, lusa, lusa dan lusa lagi; Ataukah mungkin tak pernah sama sekali? Ah, aku masih tetap tersinggung atas sunggingan bibirmu kala kemiskinan, kekumalan, dan ketidaksejahteraan merembet di urat nadi realitas masyarakat kampung bau lisung. 2007

30 Hari Aku Bersajak 12

Page 13: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

Suara Parau itu MATI Juga Bosan aku terus berteriak lantang tak didengar meski itu meneriaki ketulianmu. Kesal aku melemparkan kepalan tangan ke angkasa yang berbalas letupan-letupan senapan dengan gagah perkasa. Akhirnya, suaraku makin parau; tak terdengar di tengah-tengah genjlong yang mengguncang dunia maya bahkan dengan pekik histeris pun tak kunjung membuka lem perekat di telinga kiri dan kananmu yang tuli dan tak mendengar. Suara parauku sekarang tak pernah terdengar berteriak-teriak. Mungkin, telah mati diterjang peluru panas yang mengganas. Innalillahi wa inna ilaihi raaji'un!!! Suara perjuanganku kini tengah duduk di sisi Tuhan. 2007

30 Hari Aku Bersajak 13

Page 14: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

Tempatku di Sini Tempatku di sini lahir dan mati tak kan kutinggalkan kendati kekumuhan menghantui. Tempatku di sini berkeluarga dan beranak pinak menuliskan tinta takdir kehidupan yang berjibun ketidakpastian. Gerangan kuhampiri wajah jijikmu kusemburkan ludah bau dan kulepaskan kepalan tinju karena aku hanya akan terus menetap hidup di sini dan mati pun aku mau di sini. Di kampung tempatku berdendang teduh yang pancari hidup dengan cahaya ke seluruh tubuh yang ringkih seringkih tiang dari bambu kuning! 2007

30 Hari Aku Bersajak 14

Page 15: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

Pesan dari Kampung Aku mulai membosani tingkah polah yang datang bertubi dari ketakmanusiawian diri. Kepulan asap dari dapur, hanya kepulan kesedihan pembunuh kepercayaan. Kata-katamu hanya disimpan di bawah bantal yang tebarkan harum pesona. Wajahmu jernih tak sejernih hati hingga aku menolak buncahkan kata yang berjibun kekaguman. Kau tersenyum, aku ketus tersenyum dalam hati. Kau melambaikan tangan, aku kepalkan tangan kebencian dibelakangmu. Kau sorotkan pandang kebahagiaan, aku tersedu-sedu seminggu setelah kunjunganmu itu berlalu. Pesanku ternyata tak kau baca! 2007

30 Hari Aku Bersajak 15

Page 16: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

Surau Kotor Kotoran hidup jengahi Tuhan atap genteng dari keringat kemunafikan, menghisap ketulusikhlasan; tembikar dari penghisapan kaum miskin tak dikehendaki Tuhan. Korupsi! 2007 Hemat Kata Itu saja judul puisi yang kutulis di atas kertas putih. Tak sudi kuhambur-hamburkan isi kepala kalau saja masih sisakan kepedihan. 2007 Mencari Makan Cari makan halal saja susahnya minta ampun! Bagaimana dengan yang haram? Ah, sama saja susahnya. Kalau tidak ada kesejahteraan, nirkeadilan dan dikejar-kejar orang berdasi. 2007

30 Hari Aku Bersajak 16

Page 17: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

Nasi Aking Lari kecilmu menahan lapar. Ma aku ingin makan! Tak ada apa-apa di rumah! Jawabnya. Hanya sisa-sisa nasi kemarin ditinggali jamur, lumutan, dan kekuning-kuningan hampari jutaan harap di dasar keramaian. Ambil. Marilah masak rame-rame. Biar dunia tahu. Kemunafikan masih menjadi menu sistem nilai bangsa ini. Sudah tiga bulan hujan tak kunjung mengunjungi. Lihatlah sawah, masih sisakan retakan-retakan menyayat hati. Ketika hujan guyuri tanah ini, benih dan pupuk pun susah kugenggam. Jengah ema-mu ini de! Makanan sehari-hari juga nasi aking. Bagaimana kamu mau pintar, nak! 2007

30 Hari Aku Bersajak 17

Page 18: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

Cahaya Peradaban Sang surya di ufuk sebelah Timur pancarkan berjuta cahaya peradaban. Kutinggalkan kursi malas yang teronggok di depan teras rumah, hendak kusongsong cahaya itu biar dunia bergemuruh menepuk-nepukkan telapak tangan. Kubangkitkan tubuh ini dan kuayuhkan kedua kaki; pergi tinggalkan anak-istri dan kembali lagi nanti sore hari kala matahari tenggelam di sebelah Barat. oh...Tuhan sang pencipta Surya, cahaya-Mu hunjamkan daya hidup ke peluh keringat dingin mendobraki sumpah serapah kemalasan yang dari dulu, semenjak orde baru menempeli ulu hati. Cangkul di belakang rumah di samping kandang kambing aku dudukkan di pundak pengharapan. Cahaya pagi hari cipratkan bintik-bintik hormon semangat hidup, hari esok pasti aku beroleh seberkah kesejahteraan; kendati diperolehnya hanya sekejap hari yang terus lahirkan kebimbangan. Hari -- sebagai kumpulan waktu -- menjadi semacam penantian panjang

30 Hari Aku Bersajak 18

Page 19: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

kala perut anak dan istriku terus bernyanyi riang. oh...Tuhan sang pencipta hari, guliran waktu-Mu itu telah perdayai aku yang lemah, para pengharap hari esok terserah kepada kemurahan-Mu dan itu aku rasakan semenjak cahaya peradaban dibantai keserakahan-keserakahan saudara sepermanusiaan. Namun, aku yakin bahwa asma-Mu akan pancarkan cahaya peradaban...! -- 02 November 2007

30 Hari Aku Bersajak 19

Page 20: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

Asam Garam Gerah eskalasi politik bangsa, tatkala aku terhuyung-huyung menahan sakit, perih, luka menganga, dan perut keroncongan; bekerja di rumah sendiri tapi merasa seperti di sebuah hutan belantara yang dihuni hewan-hewan bertaring yang siap menyergapku. Aku sudah makan asam garam dengan kemiskinan dan kelaparan, kebutuhan pokok yang mahal dan intrik-intrik penipuan yang licik selicik manusia kerdil. Aku ibarat domba yang terasing sendirian di padang ilalang dikerubuti serigala-serigala penyantap dagingku yang peot, ringkih, kurus dan pancarkan kemelaratan. Aku korban para penggembala domba yang makan asam garam dan meninggalkanku sendirian di padang rumput untuk dilahap Serigala. Mereka telah makan asam garam menindih, menindas, dan menggasak. Sementara aku hanya bisa berdalih, berpuluh tahun aku lihai menjadi korban dari politik asam garam. -- 02 November 2007

30 Hari Aku Bersajak 20

Page 21: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

Kecapi Suling Getar senar berdawai menari meliuk-liuk hinggapi telinga kiri-kanan. Gerlik alunan nada tulat-tulit terobosi ulu pilu qalb yang undang bulu romaku bergidig. Ketakutan aku setengah mati, atau malah berjingkrak-jingkrak aku melenggok kangkung kala angin hantarkan suara kecapi suling dari dalam gubuk rumah tua di sebelah sungai Cimanuk. Tetabuhan dari arah Barat, aku tutupi dengan kain batik Garutan kusumpali dengan saputangan merah jambu kelabu pemberian nenek moyang Ki Sunda. Seperti kecapi dan suling yang saat ini aku tak lagi dengar dan nikmati aku menjadi manusia Sunda yang kehilangan jati diri. Bergeol, bergitek, dan bergoyang bukan dengan apa yang diakarkan kepada Ki Sunda. Malahan pada dunia yang aku pun tak kuasa menahan rasa kantuk akibat semburan mantranya. Tapi, kecapi suling yang dipajang di dinding rumah uwak ingatkan aku pada pengembaraan sang nenek moyang Ki Sunda yang upayakan melestarikan pohon-pohonan dan awi tamiang.

30 Hari Aku Bersajak 21

Page 22: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

Dua karya bangsa itu pun -- suling dan kecapi -- kini teronggok di dinding menjadi hiasan mata, tidak lagi menjadi pelipur lara di kala aku berduka. Dinding di rumah almarhum Uwak Elim sekarang hanya dihiasi kecapi dan suling yang menunggu anak cucunya memetik dan meniupnya seindah dan seasyik ma'syuk mungkin, hingga sang uwak berpepatah-berpepitih: "jangan sampai Ki Malaya mencurinya dari tangan kita, seperti nasib alat musik kembarannya, angklung dari Tanah Sunda, Jawa Barat". -- 02 November 2007

30 Hari Aku Bersajak 22

Page 23: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

Gelanggang Kebudayaan Suburnya tanah Negaraku kaya akan kebudayaan tentunya bangsaku dari Sabang sampai Merauke aku hanya bisa mendecak-decaki lokalitas yang plural. Sang merpati terbang sebebas-bebasnya kalahkan para pengelana namun hari ini wajah negaraku coreng-moreng oleh lumpur keseragaman. Mang Udin tidak lagi asyik membajak sawah dengan kerbau sambil mengumandangkan kalimat perintah "kiya-kiya" di sawah hanya terdengar sumpah serapah dan deru-menderu suara mesin yang membunuh belut, bekicot, dan ikan impun di areal pesawahan juragan Udung. Malunya, bangsaku kala bertandang ke luar negeri dan membincangkan persoalan ekonomi negeri. Tapi itu tidak semalu -- malahan gembira -- kala bangsaku membincangkan soal kebudayaan negara Indonesia. Orang luar akan mengacungkan jempol seraya berujar: "wah memang kaya kebudayaan Negara Indonesiamu". Ya, saking kayanya bangsaku dengan kebudayaan hingga lupa bahwa local genious

30 Hari Aku Bersajak 23

Page 24: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

banyak yang dicuri saudara dari bangsa lain. Gelanggang kebudayaan kita sekarang tengah terancam oleh gerusan dan ancaman "aku-aku angga" bangsa luar. Para arif cendekia pecinta kebudayaan pun berteriak lantang: "Lindungi HAK CIPTA INTELEKTUAL MASYARAKAT LOKAL".....! Gelanggang kebudayaan bangsaku tak ingin dikebiri hingga anak cucu tak mengenal lagi keaslian dirinya yang sekarang mulai tak dilirik dan mulai menghilang dari jati diri. -- 03 November 2007

30 Hari Aku Bersajak 24

Page 25: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

Gangsingku dicuri orang* Aku susun pakem permainan gangsing buat melawan orang yang berusaha mencurinya dariku. Dari saluran FM sebuah radio swasta memberitakan bahwa gangsingku akan dicuri bangsa lain. Bangsa yang tak punya kreativitas budaya setinggi saudara-saudaraku di Indonesia. Aku kembali mengukuhkan bahwa aku dan saudara-saudaraku adalah para pencipta permainan gangsing. Tak sudi kalau nasibnya seperti angklung dan kain batik, yang distempeli cap Ki Malaya. Aku susun buku tentang tata-aturan bermain gangsing, jangan-jangan ada maling yang hendak mencuri di tengah kelengahan. Kan mereka bakal malu kalau mencuri, sementara bukti tertulis ada dihadapan mata setengah memandangnya itu. Ini lho buku Panduan bermain Gangsing! -- 03 November 2007 * judul ini terinspirasi oleh pencurian-pencurian kekayaan intelektual bangsa Indonesia oleh bangsa luar.

30 Hari Aku Bersajak 25

Page 26: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

Sang Pemarah Marah rona wajahmu mengguratkan sejibun beban berat yang gagahi kehidupan, entah kamu akan terus memeras keringat hanya untuk menumplekkan kekesalan-kekesalan itu ? ataukah hanya mengeram dan memantul dari dalam badanmu menggigil membendung aliran amarah yang terus menggenangi setiap langkah? Aku terbata-bata merangkai kata, menerawangi kekikukkan serasa dunia menjadi neraka. Tutur aku ucapkan buat memaklumimu yang tiap hari guratkan amarah dan pantulkan kebencian-kebencian. Terperanjat aku digubris kala aku menelungkupi diri dengan selimut imajinasi mendengarmu merintih-rintih kesakitan menahan rasa ageung kedigjayaan nafsu-amarah yang kian hari kian terpancar kuat dari ilham fujur kamu. Sekarang aku menumbuk ketakutan-ketakutan kala bertatap wajah denganmu, tapi saat ini dirimu telah membaringkan tubuh di kursi roda, khusus kaum manula. Dan, lagi-lagi aku tatap keriput di wajahmu..., tentunya pancarkan kedamaian diselingi ketakutan

30 Hari Aku Bersajak 26

Page 27: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

yang dari dulu kau benamkan di alam bawah sadar, hingga akhirnya di akhir hayatmu, tatkala malaikat pencabut nyawa mendekapmu, dari mulut keringmu pun terlontar ucap-kata yang janggal. :"Aku sang pemarah yang tak bisa marah lagi kala diriku diculik pencabut nyawa melintasi semesta alam raya"....! 03 November 2007

30 Hari Aku Bersajak 27

Page 28: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

30 Hari Aku Bersajak Peluh keringatku pantulkan bau amis. Jari-jemari meliuk merangkai kata untuk kuucapkan manakala aku bertatap dengan hari yang terus saja bergonta-ganti. Ku rajut kata-kata ejawantah dari realitas tuk ukirkan hati dengan berjuta kata-ucap hikmah. Terus dan terus kurangkai kata selama 30 hari tanpa henti untuk bersajak indah pada alam, manusia dan Tuhan. Kerongkonganku saja mulai mengeluarkan dahak yang menggumpal tidak pernah aku ambil gelas berisi air disamping note book yang hitam legam dan kelabu. Akankah aku ambil gelas dan air pelepas dahaga itu? Ah, kupalingkan kembali wajah ini pada suatu dahan yang mengering kekeringan dan menerbangkan dedaunan, sisakan kelakai-kelakai keputusasaan. Aku pun mulai kembali merangkai kata bersajak selama 30 hari tanpa memejamkan mata. Menderaikan nafas hidup yang sedari dulu mulai berkurang seiring hari berganti. Karena.., aku pun tahu bahwa siapa tahu esok aku kan mati. 04 Oktober 2007

30 Hari Aku Bersajak 28

Page 29: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

Insomnia Wah, batinku serasa tertusuk sebilah pedang. Gelisah hingga mata lelah namun susah untuk dipejamkan. Suntuk hati dan aku ambil buku di almari kemudian mulai kutelaah halaman per halaman, hingga aku merasa mataku mulai terantuk-antuk. Lagi-lagi, aku hanya bisa menguapkan mulut tanpa bisa menutupkan mata merah yang menahan kantuk. Aku sang manusia gelisah pengidap insomnia. Mulai lagi berkecawas-keciwis memarahi kenapa mata ini susah terpejam. Ah, rasanya aku hanya akan merasa kaduhung ketika mata ini terpejam selamanya di pembaringan. Meratapi segala tindak yang dulu pernah aku hadiahkan untuk memenuhi kepuasan-kepuasan tak abadi. Masih untung aku mengidap insomnia. Coba kalau mata ini terpejam selamanya? Oh..., aku belum siap rasanya menghadapi kematian, karena aku tak bisa membawa amal apa-apa. Akhirnya aku pun terpejam selama dua jam dan bangun membahagiakan mata dengan hijau-hijau dedaunan serta cericit suara burung yang mengindahkan telinga.

30 Hari Aku Bersajak 29

Page 30: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

Aku mulai lagi bersajak untuk menyambut cerahnya kehidupan. 04 Oktober 2007

30 Hari Aku Bersajak 30

Page 31: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

Kanuraga Tubuhku mendekap kegelapan ruh tinggalkan cahaya kerumunan tuk mengangkasa temui manusia beraneka ragam Ruang pengap kamar sesaki detak jantung hingga berhenti hanya tuk keluarkan diri dari hari-hari yang tak bergantung melayang aku hampir terjatuh dari lelangitan ruh yang tinggi dan mulai meninggi tinggalkan kerangkeng tubuh Dingin dan mulai tak berdaya aku meninggalkan penjara rasa dari jasad yang mulai terkelupas mengangkasa 05 Oktober 2007

30 Hari Aku Bersajak 31

Page 32: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

TANAH PUSAKA Kingkilaban tina tanah Sunda estuning matak kagagas lalangse acian diri ngahimengkeun sumeredetna hate ka tanah pusaka anu dilaksa ku Gusti Nu Maha Kawasa Nanjerkeun darma ku laku nyata nu mercekakeun gemah ripahna tanah Sunda teu kabita tanah lian, ngan aya tanah pusaka ngancik dina bale hate kawula 12 November 2007

30 Hari Aku Bersajak 32

Page 33: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

KEMANA KAU PERGI? Kau hanyutkan rasa di limbo hatiku yang meredup seraya bayangi bayangan tubuhku yang gempal, menerawang ke angkasa dan percikan api kebencian, hingga darahku mulai memuncaki kepala yang kubungkus dengan sehelai kain putih Kau pergi sejak kuludahi dan kutampar tapi kau tahu, bahwa rasa ini nyinyir tak berarah, mendobrak pintu hati yang tertancap di kedalaman hati dan kubungkus dengan kerinduan semu berbalut rasa kesal 12 November 2007

30 Hari Aku Bersajak 33

Page 34: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

BANGSA TERUS BERMIMPI Negeri seribu pulau ini tengah berduka beratus juta anak bangsa gigih perjuangkan nasib, hendak keluar dari penjara ketidakberdayaan Negara. Topan angin silih berganti mendatangkan sejumput kekecewaan dan kegetiran yang meliak-liuk kian kesana semakin kemari hancurkan benteng-benteng yang mentereng, tapi tak sekuat dan setahan katulistiwa. Aku kobarkan api semangat yang merapat di tungku-tungku pembakaran arang, hanya tuk menyalakan semangat gotong royong yang sedari dulu terpateri sampai urat nadi. Jamrud katulistiwa itu kini kian meradang karena kehilangan pulau yang terhampar di tengah lautan, diperjualbelikan dan ditidakperhatikan bapak bangsa yang asyik berpoligami dengan kepentingan pribadi. Hanyut rasaku ke kedalaman jiwa tak tersadar, dibuai berjuta mimpi yang kini hanya bisa kunikmati dari alam tak berkepastian. Mimpi! Kekayaan negeri laiknya bunga tidur bagi anak bangsa, yang tak tahan ketika arus impor beras masuk ke sumsum dan tulang belulang, kendati negeri ini punya segudang sentra penghasil padi terbesar di dunia. 18 Nopember 2007

30 Hari Aku Bersajak 34

Page 35: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

Goyang Dangdut Jerit lengking suara berparas ayu luluhkan rasa Dentuman talu bersahutan kirimkan dag-dig-dug jantungku Melodi indah sayati hati ini Seruling bambu pun masih sisakan kegetiran yang mendayu-dayu Apalagi lenggak-lenggok pinggul biduanita usir kesuntukan Goyang dangdut memang terus terbayang Menyatukan ragam jiwa dan rasa dalam satu bayangan Dangdut is my country…! Jangan cemberut tapi teruslah berseri-seri - 2007

30 Hari Aku Bersajak 35

Page 36: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

Pakem Kebudayaan Aku bukan kebudayaan yang tak berkembang Pakem adalah dicipta untuk memudahkan kebudayaan terus berubah. Tapi, jangan lupakan dan hapuskan Intisari kearifan lokal…! Pakem tercipta agar kebudayaan terus berada di keaslian jati dirinya -2007

30 Hari Aku Bersajak 36

Page 37: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

KASIH PALSU Anak jalang tinggal dijalanan bukan berarti tak bertempat tinggal Hanya sekedar geliatkan jiwa dari kesuntukan setelah sekian lama hidup sepi di tengah keramaian O, akankah kau beri aku ketenangan rasa? Atau, mungkinkah akan kau jejali aku dengan berjuta penderitaan? Ternyata aku tak dapatkan keaslian kasih sayangmu Hanya kepalsuan kasih berbungkus senyum ketus Hingga ku tak kuasa menahan muntahan kata-kata kasih berbungkus kepalsuan itu

2008

30 Hari Aku Bersajak 37

Page 38: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

AKHIRAT

Negeri yang dulu kala ku bayangkan indah tentramkan kegelisahan rasa Merangkak aku menyembah-Mu hingga tengkuk, tumit, dan jidatku hitam mengkilat Ingin ku kembali ke dunia fana yang sekarang tak berpenghuni tuk torehkan segenap amal baik. Agar bekal hidup di tempat yang aku pijak sekarang tak pernah berkurang, namun berkecukupan Ya, tempat nan indah dulu itu berubah Dari metafora keindahan ke simbol kepedihan, kegetiran, dan kesakitan yang sesaki sukma Menjerit aku kesakitan, terima hantaman palu godam malaikat Mungkar-Nakir Meringis aku kegetiran, tatkala tubuh ini hancur berkeping-keping O, Tuhan kembalikan aku ke dunia nyata? Inilah dunia nyata itu! Jawab-Nya

2008

30 Hari Aku Bersajak 38

Page 39: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

KHULDI DUNIAWI

Berlomba-lomba manusia berkehendak gapai pohon kesenangan Sikut sana-sikut sini manusia bersaing saling rebut buah kebahagiaan semu Kehormatan, kedigjayaan, kesombongan dan aneka bentuk gambar kerakusan Rasuki motif kekuasaan umat manusia tuk rangsang gemerlap hasrat khuldi duniawi Perang dihalalkan, pertengkaran disebarkan dan ragam ketakteraturan hidup disandang kiri-kanan Hanya tuk nikmati khuldi duniawi yang berjibun ketakabadian

2008

30 Hari Aku Bersajak 39

Page 40: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

AKU BUKAN SISIFUS

Hari ini aku mengantuk, esok-lusa pun masih mengantuk Hari ini aku suntuk, satu-dua tahun pun ku masih suntuk Aku mengangguk, Bahwa hidup tak semestinya begini terus-menerus Aku bukan Sisifus Manusia yang terjebak rutinitas Bahkan nihil kreativitas

2008

30 Hari Aku Bersajak 40

Page 41: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

DINGIN Menggigil tubuhku kedinginan, bayangkan hangatnya kopi panas dan nikmatnya sebatang rokok Kepulan asap kopi tebarkan aroma kehangatan Bergerombolannya asap rokok bawa hantarkan Imajiku berputar-putar kian ke sana kian kemari jelajahi kemaha-indahan alam marcapada, Laiknya sang Gatot Kaca yang kepakkan sayap terbang ke angkasa raya Mencari para kurawa yang hancurkan tatanan dunia Sekedar untuk hangatkan rasa dengan deburan ombak darah di urat nadi

2008

30 Hari Aku Bersajak 41

Page 42: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

ATAS NAMA KASIH ABJEKSI Atas nama cinta kau duakan hati. Atas nama agama kau eksploitasi tubuh wanita. Deretan diksi yang menggedor kembali keterpendaman rasa tak setuju terhadap poligami mulai merangkak naiki ubun-ubun kepala. Ingatan itu kembali meronta-ronta hendak keluar dari alam bawah sadar yang puluhan tahun mulai kutekan, kuhancurkan dan kuremas-remas agar tak menghantui bayang-bayang tubuhku. Hari itu tepatnya tatkala matahari mengintip malu-malu dari balik gunung Cikurai, aku dan ibu sedang sarapan pagi di ruang makan. Seperti biasanya, ayahku selalu tak sudi sarapan berjamaah dengan keluarga. Tidak seperti sedang menunaikan shalat di Mesjid, dia sering kali menunggu warga agar bisa melaksanakan shalat secara berjamaah. Alasannya biar muncul kepekaan terhadap realitas sosial. Tapi, antara kenyataan dan logika meditatifnya tak gambarkan kesaling-jalanan. Malahan teramat sangat paradoksal. Kecewa aku! Hardikan ibuku redam segala keingintahuan yang berjejal-jejal di dalam lubang akal sehat dan kerongkongan seakan hendak bebaskan diri dari penjara-penjara ketidakpastian. Aku hendak dicipta laiknya Sisifus yang tak kritis tatkala dijatuhi hukuman oleh dewa untuk terus-terusan

30 Hari Aku Bersajak 42

Page 43: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

menggelindingkan batu ke puncak gunung. Setelah sampai di puncak, batu itu pun kembali jatuh ke kaki gunung. Begitulah hidupku saat itu. Tak bisa mengeksplorasi dan mentransformasi semangat dikedalaman jiwa. Aku hanya robot yang bergerak tatkala sipemiliknya memijit-mijit tombol start atau play. Dan berhenti tatkala mereka telah bosan menjalankanku, memasung kreativitasku dan mengatur hidupku. Tiga tahun lamanya aku hidup dalam abjeksi kasih sayang ibu kedua. Ada setitik rasa rindu bergelayutan di hati sanubari ketika wajah sendu ibu gerayangi puncak kesadaranku. Aku ingat waktu dulu, arogansi ayah membludak lewat tindakan patriarkhis. Ya, menampar ibu tercinta yang protes bahwa cintanya tak mau dibagi dengan orang lain. Apalagi kalau mesti dibagi dengan Tante Rina yang tak disukainya itu. Betul juga prasangka ibu. Sekarang, aku hanya bisa mangut-mangut, berkata sumuhun dawuh, dan kadangkala dampratan tangannya mendarat di pipi kanan-kiri. Cinta kasihnya pun seakan ucapan yang hampa tindakan. Di depan ayah, ia berpura-pura sayang.

30 Hari Aku Bersajak 43

Page 44: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

Namun, tatkala ayah menghilang dari panggung kehidupan rumah; tangan dan kata-katanya kembali torehkan luka mendalam. 2008

30 Hari Aku Bersajak 44

Page 45: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

SURGA KOK BEGINI

RENGEKAN anak kecil buncit. Undangi hormon kebencian menaiki ubun-ubun kepala. Rasa kolektif menghimpun partikel-partikel kecil di dinding hati saya untuk kemudian mendobraki pintu kesadaran akan realitas alam sekitar. Saya palingkan muka namun masih tetap saja menemukan anak kecil buncit yang busung lapar. Negeri antah berantah yang membikin saya mual-mual ingin muntah. Syukur-syukur negeri ini menanggalkan label tetesan surga yang disandangkan oleh para ahli hikmah. Surga kok begini tidak begitu. Kecewa saya dibikin muntah tatkala menyaksikan undangan realitas yang asal-asalan, sangkan paran, sakainget, dan pikarunyaeun ini. Surga kok begini. Ya, tidak begitu! Jangan heran kalau manusia tak lagi merasa terenyuh rasa dengan estetika gambaran surga. Lho, kenapa saya labelkan kata surga dengan estetika? Apa tidak melenceng? Ah, tidak juga saya pikir. Karena saking telah merasakan bagaimana keindahan surga di tanah air ini, manusia negeri ini jadi tak mau lagi masuk surga. Ngapain masuk surga, kalau negeri ini saja sudah seindah surga! Tapi, saya bunuh saja nyawa surga untuk negeri ini. Biar, mereka sadar bahwa tetesan surga itu telah berganti dengan tetesan neraka. Ih, amit-amit deh. Ya, saya juga setuju kalau negeri ini indah bagaikan surga. Tapi, untuk saat ini tak seindah surga lagi saya kira.

30 Hari Aku Bersajak 45

Page 46: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

Mengapa? Ya, kalau negeri ini tetesan surga kenapa harus ada anak buncit akibat busung lapar.

30 Hari Aku Bersajak 46

Page 47: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

BAPAK SATU PULAU

NEGERI ini dikasih predikat wilayah seribu pulau. Maka ada bahasa yang ngetrend bahwa generasi kita kerap disebut anak seribu pulau. Kalau anak seribu pulau itu betul eksistensinya, mengapa banyak bapak yang menganaktirikan pulau-pulau di negeri ini. Jadi, tepat kalau disebut negara satu kota dan berbapak satu pulau saja. Jakarta dan Jawa.

30 Hari Aku Bersajak 47

Page 48: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

SATU PAHAM SAJA CUKUP!

NASIONALISME hadir. Kapitalisme hadir. Agamaisme hadir. Sosialisme ketok palu hadir. Bahkan, komunisme juga masih hadir. Belum lagi yang lain-lain. Belum lagi yang kawinan. Belum lagi yang adofsian. Belum lagi yang pertukaran. Ah, pokoknya kalau dituliskan belum lagi cukup saya menuliskannya. Mang Tarjo tukang kebo, hanya inginkan satu. Si Jimmy hanya ingin satu pula. Ahmad juga maunya sih satu saja. Safitri juga satu saja sudah cukup. Bahkan, si Kolep bilang harus satu paham saja. Titik! Saya juga maunya satu saja. Kesejahteraanisme. Atau, rakyatisme ketok palu hukum. Titik, koma, dan titik seterusnya. Insyaallah dengan titik-titik kesejahteraan ini bangsa tak perlu harus saling menjatuhkan. Ya, kesejahteraanisme saja satu paham cukup ampuh.

30 Hari Aku Bersajak 48

Page 49: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

KELELAWAR MALAM

Cari makan halal saja susahnya minta ampun! Bagaimana dengan yang haram? Ah, sama saja susahnya. Kalau tidak ada kesejahteraan dan keadilan. Dan dikejar-kejar orang berdasi.

30 Hari Aku Bersajak 49

Page 50: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

TERKUNGKUNG Terkungkung jiwa dan rasaku. Menukik aku ke kedalaman alam bawah sadar. Namun tak ketemukan secuil pun Kebebasan rasa. Aku hanya bisa melilitkan kelelahan. Pada kedua belah mata. Yang kosong dari cahaya kehidupan.

Bandung, 31 Januari 2007

.

30 Hari Aku Bersajak 50

Page 51: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

limbo kehancuran kepulan asap bergeroyok tutupi mata sedesa nyanyian sumbang teriak warga menyelingi sukma duhai hutan belantara, adakah rasa benci menghunjam di kedalaman sanubarimu? cerah-benderah langit membiru warnanya kedapkan laksa rasa dan imaji warga berlari ke masa lalu saat tumbangkan pohon berjejer di hutan belantara duhai langit meluas, pongahkah aku? manusia berderai nafsu ngangkangi keagungan alam tanda-ayat itu kini menebar tak tergagahi merangsek menusuk-nusuki manusia pongah dengan ketidakadilan temaram malam kian gagapi aku yang malang melintang ke arah sumur tua di kabuyutan tepi sungai pun tak henti-hentinya aliri kekalutan dengan limbo-limbo kehancuran

Bandung, Maret 2008

30 Hari Aku Bersajak 51

Page 52: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

Berdetak Kencang duduk di tepi trotoar kaki kupanjatkan pada sebilah pedang sakit kupaksakan meski derai air mata meluber ke sekujur badan bus itu maju ke depan, tak ke belakang genjring, gitar, dan talu rebana mengiringi nada Sunda dari tiga pengamen jalanan lenyapkan duka lara cantik…, wanita Cicalengka pandangkan matanya aku tersipu malu menahan rasa cinta yang datang sekejap mata belokan jalan itu pun kembali buyarkan sejuta asa mengembalikan keterpurukan jiwa yang tak kunjung membaik

garut-bandung, Maret 2008

30 Hari Aku Bersajak 52

Page 53: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

Alamat kekerasan duka memendungi lelangitan hidupku baitullah di kampungku gosong terbakar api kebencian raungan titahnya memerindingkan bulu kudukku hingga senyap-senyipkan rasa kantuk yang sejak kemarin ku tahan erat-kuat agar me-“meleki” gerakan pedang dan serulitmu sumbing bibirku tak lenyapkan selaksa kata kebenaran tertusuk anak panah yang melesat dari busur digenggam angkara murka Arjuna yang kerasukan dedemit perusak kedamaian gerlik suara cericit burung kematian itu tetap terdengar jelas memekak ke dalam gendang telinga yang pecah karena kebengisan laku-kata yang tak luapkan ke-Mahapengasih-an Tuhan alamat kekerasan pula yang kemarin menuliskan kampung halaman, tempatku bercengkrama dengan berjuta derita dalam secarik kertas fatwa kekerasan atas nama Agama!

Garut-Bandung, Mei 2008

30 Hari Aku Bersajak 53

Page 54: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

matinya kebenaran mata elang itu tertusuk duri pohon salak hempasan tubuhnya membuat aku tersentak kaget lantas kemudian jejak-menjejaki menuntun langkah ketakpastianku yang terus menggerogoti keyakinan terbang juga akhirnya kau burung elang meski dengan satu mata kebenaran yang tak jamak di mata orang banyak biar matinya kebenaran menjadi petanda bahwa manusia gila akan terus menggilas suara sumbang kebenaran

Bandung, Mei 2008

30 Hari Aku Bersajak 54

Page 55: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

puncak kearifan

kerikil-kerikil tajam di sepanjang jalan kenangan menuju puncak gunung Manglayang yang tinggi menjulang hamparkan semiliar perbedaan di Kota kembang laiknya harum bunga di taman firdaus penuh harapan untuk terus menggerayangi memukaunya keindahan puncak gunung itu ajarkan aku melihat dari angkasa atas hamparan kota dipenuhi bangunan yang melalat kerlip cahaya lampu temaram dari arah Barat cerahi rasa egoisku atas penyeragaman keberbedaan pemahaman dan, aku pun menemukan puncak kearifan yang me-luas kala menyaksikan putaran Bumi yang diversif dan majemuk dari puncak menara Melayang aku terjatuh menimpa keindahan yang ragam dan unik lalu, aku pun tersedu menangis kembali kepada keegoisan yang melekatkan diri dengan berjumput laku kekerasan

bandung, Mei 2008

30 Hari Aku Bersajak 55

Page 56: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

tentang hitam hitam kotoran anjing menempel di baju putihku sehitam aspal di jalan raya Soekarno-Hatta aku melepuh tak bisa melepasnya dari hehitaman yang mencekat terus-terusan bagaikan dedakian di punggungku yang menghitam berlarian membercaki seluruh tubuh dan jiwa bajuku pun hanya bisa menundukkan diri nerima catatan ilahi yang digariskan dari lauhmahfudz dosaku kilatannya sedemikian tak terlihat hingga de javu kerap hantui akibat tak beringat akan kental menghitamnya dosaku yang kini mulai legam warna hitam dosa menutup diri dari nur aini menjadikan aku sebagai manusia berkubang dzulmun aini aku bermetamorofsa jadi makhluk wail yang tak bergeming kala si cacah miskin tak bisa makan nasi aking sekalipun jiwaku terkurung tubuh kasat yang tegak ajek menyombongi Tuhan karena matinya cahaya putih bersih bersinar dari jiwa terembusi angin kegelapan yang meracaukan kebejatan moral manusiawi di dalam diriku pun warnanya telah menghitamkan rasa berbagi dengan sesama aku, saat ini sang hitam yang merindukan sang putih hidupkan dirinya kembali merengkuh kemanusiaan yang seputih

30 Hari Aku Bersajak 56

Page 57: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

berbening-bening mutiara kalau dalam konteks keindonesiaan, hitam adalah warna kejahatan.

Bandung, Mei 2008

30 Hari Aku Bersajak 57

Page 58: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

Jamur kepedihan mati rasa aku tengkurap dalam kenestapaan kerinduan tak pasti terus saja menghinggapi asa aku dan ragam rasa bergelayutan jadi satu membunuh keangkaramurkaan tak biasa harus tertunduk pada hidup! tak bergeming kala rintih kepiluan datangkan kesenyapan hati yang tak bersahutan dengan biofilia yang sejak kemarin kalah mati tertunduk hasrat nekrofilia dalam diri pemimpinku, wahai yang tersenyum pada kemiskinan akankah kau balut diri dengan kepedulian? hari ini aku hanya bisa merengkuh sepiring nasi berlumur jamur kepedihan

Bandung, Mei 2008

30 Hari Aku Bersajak 58

Page 59: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

Wau qasam Wallahi Surti, Aku tak bisa membiarkan diperbudak berhala duniawi Wallahi Agami, Aku tak bisa menghalangi diri membumikan ajaran suci Wallahi Insani, Rasa kemanusiaanku tak akan pernah mati Wallahi Khalafi, Keberbedaan itu tak mungkin aku caci-maki Wallahi ya harfal ilahi, Huruf nan Agung itu ikatkan diri bersama ilahi Rabbi Wau qasam terus bersemayam menukik di hati Tak kuat diri melepaskan semangat Ilahi

bandung, Mei 2008

30 Hari Aku Bersajak 59

Page 60: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

Sufi pedesaan sarung lama lekat di pinggang kopiah ladus wadahi kepala sorba putih kecoklatan melilit leher berkurap tak menghijabnya berma’rifat pada Tuhan seusai Subuh bergulir, ia pergi ke sawah becek memangku cangkul di pundak bergontai lewati jalan penuh aral menghadang untuk menanam urat nadi kehidupan bulir-bulir padi itu merekah tanda keikhlasan sang sufi mengabdi pada ilahi yang tak tertandindi mobil, HP, dan duit bergepok dari kekuasaan yang berjabat-jabat

bandung, Mei 2008

30 Hari Aku Bersajak 60

Page 61: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

estetika kata kata apa yang harus kutuliskan di atas lembaran kertas? estetika kata pun tak menyerap dalam tarian jari tanganku ah, biar tak kau bilang estetis juga. Asal ada semangat kemanusiaan yang coba aku tawarkan. Karena itulah estetika kata yang didengungkan penyair ulung dunia humanitas.

Bandung, Mei 2008

30 Hari Aku Bersajak 61

Page 62: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

Sang Pemarah Marah rona wajahmu mengguratkan sejibun beban berat yang gagahi kehidupan, entah kamu akan terus memeras keringat hanya untuk menumplekkan kekesalan-kekesalan itu ? ataukah hanya mengeram dan memantul dari dalam badanmu menggigil membendung aliran amarah yang terus menggenangi setiap langkah? Aku terbata-bata merangkai kata, menerawangi kekikukkan serasa dunia menjadi neraka. Tutur aku ucapkan buat memaklumimu yang tiap hari guratkan amarah dan pantulkan kebencian-kebencian. Terperanjat aku digubris kala aku menelungkupi diri dengan selimut imajinasi mendengarmu merintih-rintih kesakitan menahan rasa ageung kedigjayaan nafsu-amarah yang kian hari kian terpancar kuat dari ilham fujur kamu. Sekarang aku menumbuk ketakutan-ketakutan kala bertatap wajah denganmu, tapi saat ini dirimu telah membaringkan tubuh di kursi roda, khusus kaum manula. Dan, lagi-lagi aku tatap keriput di wajahmu..., tentunya pancarkan kedamaian diselingi ketakutan

30 Hari Aku Bersajak 62

Page 63: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

yang dari dulu kau benamkan di alam bawah sadar, hingga akhirnya di akhir hayatmu, tatkala malaikat pencabut nyawa mendekapmu, dari mulut keringmu pun terlontar ucap-kata yang janggal. :"Aku sang pemarah yang tak bisa marah lagi kala diriku diculik pencabut nyawa melintasi semesta alam raya"....! 03 November 2007

30 Hari Aku Bersajak 63

Page 64: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

30 Hari Aku Bersajak Peluh keringatku pantulkan bau amis. Jari-jemari meliuk merangkai kata untuk kuucapkan manakala aku bertatap dengan hari yang terus saja bergonta-ganti. Ku rajut kata-kata ejawantah dari realitas tuk ukirkan hati dengan berjuta kata-ucap hikmah. Terus dan terus kurangkai kata selama 30 hari tanpa henti untuk bersajak indah pada alam, manusia dan Tuhan. Kerongkonganku saja mulai mengeluarkan dahak yang menggumpal tidak pernah aku ambil gelas berisi air disamping note book yang hitam legam dan kelabu. Akankah aku ambil gelas dan air pelepas dahaga itu? Ah, kupalingkan kembali wajah ini pada suatu dahan yang mengering kekeringan dan menerbangkan dedaunan, sisakan kelakai-kelakai keputusasaan. Aku pun mulai kembali merangkai kata bersajak selama 30 hari tanpa memejamkan mata. Menderaikan nafas hidup yang sedari dulu mulai berkurang seiring hari berganti. Karena.., aku pun tahu bahwa siapa tahu esok aku kan mati.

30 Hari Aku Bersajak 64

Page 65: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

04 Oktober 2007

30 Hari Aku Bersajak 65

Page 66: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

KEMANA KAU PERGI? Kau hanyutkan rasa di limbo hatiku yang meredup seraya bayangi bayangan tubuhku yang gempal, menerawang ke angkasa dan percikan api kebencian, hingga darahku mulai memuncaki kepala yang kubungkus dengan sehelai kain putih Kau pergi sejak kuludahi dan kutampar tapi kau tahu, bahwa rasa ini nyinyir tak berarah, mendobrak pintu hati yang tertancap di kedalaman hati dan kubungkus dengan kerinduan semu berbalut rasa kesal Oh, Tuhan kemana Engkau pergi 12 November 2007 BANGSA TERUS BERMIMPI Negeri seribu pulau ini tengah berduka beratus juta anak bangsa gigih perjuangkan nasib, hendak keluar dari penjara ketidakberdayaan Negara. Topan angin silih berganti mendatangkan sejumput kekecewaan dan kegetiran yang meliak-liuk kian kesana semakin kemari hancurkan benteng-benteng yang mentereng, tapi tak sekuat dan setahan katulistiwa.

30 Hari Aku Bersajak 66

Page 67: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

Aku kobarkan api semangat yang merapat di tungku-tungku pembakaran arang, hanya tuk menyalakan semangat gotong royong yang sedari dulu terpateri sampai urat nadi. Jamrud katulistiwa itu kini kian meradang karena kehilangan pulau yang terhampar di tengah lautan, diperjualbelikan dan ditidakperhatikan bapak bangsa yang asyik berpoligami dengan kepentingan pribadi. Hanyut rasaku ke kedalaman jiwa tak tersadar, dibuai berjuta mimpi yang kini hanya bisa kunikmati dari alam tak berkepastian. Mimpi! Kekayaan negeri laiknya bunga tidur bagi anak bangsa, yang tak tahan ketika arus impor beras masuk ke sumsum dan tulang belulang, kendati negeri ini punya segudang sentra penghasil padi terbesar di dunia. 18 Nopember 2007

Tentang AKU

Sukron Abdilah, Lahir di Garut 22 Maret 1982. Sedang mencoba mengadu nasib di dunia sastra persajakan. Tak ada antologi puisi satu pun yang pernah dihasilkannya. Sajak-sajak ini adalah karya pertama dari seorang manusia kelelawar pencari keadilan dan kesejateraan. Menyelesaikan kuliah di UIN SGD Bandung tahun 2007 ini. Selama ini ia terbiasa dengan menulis artikel opini dan kolom agama di

30 Hari Aku Bersajak 67

Page 68: 8631768 30 Hari Aku Bersajak Antologi Sajak Kehidupan

media massa lokal seperti Pikiran Rakyat, Kompas Jawa Barat, SKM Medikom, Galamedia, dan lain-lain.

30 Hari Aku Bersajak 68