84-91-1-pb.doc

11
Vol.14.No.1.Th.2007 Studi Ekstraksi Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii Studi Ekstraksi Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii (Kajian Jenis Larutan Perendam dan Lama Perendaman) Warkoyo * Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Malang Jl. Raya Tlogomas No.246 Malang, Telp. (0341) 464318 Email: [email protected] ABSTRAK Latar belakang: Eucheuma cottonii adalah salah satu varietas rumput laut penghasil karaginan yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Metode ekstraksi karaginan yang optimal dari rumput laut varietas Eucheuma cottonii perlu digali, agar impor karaginan dapat dikurangi (karena sampai saat ini 80 % kebutuhan lokal masih impor), pendapatan petani dapat ditingkatkan, dan kalau berlebih dapat diekspor untuk meningkatkan devisa negara. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh jenis larutan perendam dan lama perendaman terhadap kualitas karaginan. Materi: Pelaksanaan percobaan dilakukan dengan menggunakan rancangan acak kelompok dua faktor yang diulang tiga kali. Faktor yang dicobakan adalah jenis larutan perendam (air tawar, air kapur) dan lama perendaman (12, 18 dan 24 jam). Adapun indikator kualitas yang diamati meliputi kadar air, abu, sulfat, CaCO 3 , rendemen, viskositas, kekuatan gel, dan derajat keputihan. Hasil dan Kesimpulan: Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis larutan perendam dan lama perendaman berpengaruh sangat nyata pada kualitas tepung karaginan. Kualitas tepung karaginan terbaik dihasilkan oleh perendaman dalam air kapur selama 12 jam. Kata kunci : karaginan, larutan perendam, lama perendaman The Study of Carrageenan Extraction from Seaweed Eucheuma cottonii (Evaluation of kind and time of solvents) ABSTRACT Back ground: Eucheuma cottonii is either of carrageenophyte sea weed variety of potency to develop in Indonesia. Optimal extraction methods of carrageenan is urgent to exploratory for import reducted. This study was aimed to know the influence of solvent kinds and deeping time on the carrageenan quality. Methods: The experiment used a factorial randomized block design with two factors and three replications. The first factor was solvent kinds (water, calcium oxide) and the second factor was deeping time (12, 18, 24 hours). The indicators of carrageenan quality were content of water, ash, sulfida, rendemen, viscocity, gell force and whiteness degree. 49

Upload: adamgemilang

Post on 10-Jul-2016

219 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: 84-91-1-PB.doc

Vol.14.No.1.Th.2007 Studi Ekstraksi Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii

Studi Ekstraksi Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii (Kajian Jenis Larutan Perendam dan Lama Perendaman)

Warkoyo *Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah MalangJl. Raya Tlogomas No.246 Malang, Telp. (0341) 464318 Email: [email protected]

ABSTRAK

Latar belakang: Eucheuma cottonii adalah salah satu varietas rumput laut penghasil karaginan yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Metode ekstraksi karaginan yang optimal dari rumput laut varietas Eucheuma cottonii perlu digali, agar impor karaginan dapat dikurangi (karena sampai saat ini 80 % kebutuhan lokal masih impor), pendapatan petani dapat ditingkatkan, dan kalau berlebih dapat diekspor untuk meningkatkan devisa negara. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh jenis larutan perendam dan lama perendaman terhadap kualitas karaginan. Materi: Pelaksanaan percobaan dilakukan dengan menggunakan rancangan acak kelompok dua faktor yang diulang tiga kali. Faktor yang dicobakan adalah jenis larutan perendam (air tawar, air kapur) dan lama perendaman (12, 18 dan 24 jam). Adapun indikator kualitas yang diamati meliputi kadar air, abu, sulfat, CaCO3, rendemen, viskositas, kekuatan gel, dan derajat keputihan.Hasil dan Kesimpulan: Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis larutan perendam dan lama perendaman berpengaruh sangat nyata pada kualitas tepung karaginan. Kualitas tepung karaginan terbaik dihasilkan oleh perendaman dalam air kapur selama 12 jam.

Kata kunci : karaginan, larutan perendam, lama perendaman

The Study of Carrageenan Extraction from Seaweed Eucheuma cottonii (Evaluation of kind and time of solvents)

ABSTRACT

Back ground: Eucheuma cottonii is either of carrageenophyte sea weed variety of potency to develop in Indonesia. Optimal extraction methods of carrageenan is urgent to exploratory for import reducted. This study was aimed to know the influence of solvent kinds and deeping time on the carrageenan quality. Methods: The experiment used a factorial randomized block design with two factors and three replications. The first factor was solvent kinds (water, calcium oxide) and the second factor was deeping time (12, 18, 24 hours). The indicators of carrageenan quality were content of water, ash, sulfida, rendemen, viscocity, gell force and whiteness degree.Result: The research result showed that solvent kinds and deeping time caused the different quality. The best quality of carrageenan was produced from deeping of 12 hours with calcium oxide solvent.

Key word : carrageenan, solvent kinds, deeping time

49

* Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Malang

Page 2: 84-91-1-PB.doc

Warkoyo Jurnal Protein

PENDAHULUAN

Keanekaragaman jenis rumput laut di perairan Indonesia cukup tinggi dan secara umum sudah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat pesisir sebagai makanan dan obat tradisional, dan tidak banyak memberikan kontribusi terhadap perekonomian mereka. Sementara itu, rumput laut dapat diolah atau diproses menjadi beberapa produk yang mempunyai nilai tambah seperti agar-agar, karaginan dan algin yang selama ini 80 % kebutuhan lokal masih diperoleh dari hasil impor.

Ada beberapa varietas rumput laut penghasil karaginan (karaginofit) yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia, dan salah satunya adalah Eucheuma cottonii (Anonim, 2002). Metode ekstraksi karaginan yang optimal dari rumput laut varietas Eucheuma cottonii perlu digali, agar impor karaginan dapat dikurangi, pendapatan petani dapat ditingkatkan, dan kalau berlebih dapat diekspor untuk meningkatkan devisa negara.

MATERI DAN METODE PENELITIAN

Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian UMM, pada bulan September – Desember 2006. Adapun bahan baku (rumput laut) berbentuk kering yang diperoleh dari pengepul di Situbondo.

Penelitian ini dilakukan dengan rancangan acak kelompok faktorial dengan dua faktor dengan tiga kali ulangan. Faktor I berupa jenis larutan perendam (J : air tawar, J2 : air kapur) dan faktor II berupa lama perendaman (L : 12 jam, L2 : 18 jam, L3 : 24 jam)

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah kadar air (Nollet, 1996), derajat keputihan dengan metode Colour Reader (Yuwono dan Susanto, 1998), viskositas (Yuwono dan Susanto, 1998), kadar abu (Sudarmadji, dkk, 1984), kadar CaCO3 (Metode Vogel’s, 1983), rendemen (Sudarmadji, dkk, 1984). Adapun tahapan penelitian yang dilakukan disajikan pada Gambar 1.

50

Page 3: 84-91-1-PB.doc

Vol.14.No.1.Th.2007 Studi Ekstraksi Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii

Gambar 1. Ekstraksi Karaginan Termodifikasi (Sediadi dan Budihardjo, 2000)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Kadar Air KaraginanHasil analisa ragam kadar air

menunjukkan bahwa terjadi interaksi antara

perlakuan jenis larutan perendam dan lama perendaman serta pada masing-masing perlakuan berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air. Rerata kadar air karaginan dapat dilihat pada Tabel 1.

51

Perendaman *)(air tawar, air kapur selama 12, 18, 24 jam)

Perebusan (100 0C, 3 jam)

Pemblenderan

Pengendapan (24 jam)

Filtrasi II

Pengeringan (500C, 24 jam)

Tepung Karaginan

IPA (3:2)

Ampas

Air Panas (1:30)

Air (1:15)

Filtrasi I

Penepungan

Rumput Laut

Page 4: 84-91-1-PB.doc

Warkoyo Jurnal Protein

Tabel 1. Rerata Kadar Air dan Abu akibat Perlakuan Jenis Larutan Perendam dan Lama Perendaman

Perlakuan Kadar Air (%)

Kadar Abu (%)

Rendemen (%)

Viskositas (cps)

Kekuatan Gel (mm/g/dt)

Derajat Putih

J1L1J1L2J1L3J2L1J2L2J2L3

11,85 a11,56 a11,58 a11,89 a10,51 a14,50 b

15,97 b12,35 a12,14 a

14,62 ab14,35 ab15,26 b

4,09 a4,59 a

5,26 ab7,16 b8,35 b9,85 bc

4,00 ab4,17 ab4,37 ab4,67 ab5,20 ab3,43 a

5,40 bc4,29 ab3,39 a4,96 b3,77 a5,38 bc

27,20 ab25,42 a30,43 b29,00 b27,94 ab28,04 ab

Keterangan : Nilai yang diikuti oleh notasi yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 5%.

Berdasarkan analisa lanjut (Tabel 1), nilai kadar air tertinggi dihasilkan perlakuan J2L3 (Perendam Air Kapur dan Lama Perendaman 24 jam) yaitu sebesar 14,49%. Sedangkan nilai kadar air relatif rendah pada perlakuan J2L2 (Perendam Air Kapur dan Lama Perendaman 18 jam) yaitu sebesar 10,51%. Menurut Wiraatmadja (1988), dasar dari pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Kadar air karaginan yang diperoleh dari penelitian ini sudah memenuhi syarat tepung karaginan yang dikeluarkan oleh FAO yaitu sebesar 12% (Anonim,2003), kecuali pada perlakuan J2L3 (Perendam Air Kapur dan Lama Perendaman 24 jam) yang mencapai 14,49%. Kadar air ini adalah salah satu peubah syarat mutu yang perlu diperhatikan, karena umumnya produk tepung harus aman untuk disimpan dalam kurun waktu yang cukup lama. Syarat tersebut menuntut produk pada kondisi kadar air rendah.

2. Kadar Abu KaraginanHasil analisa ragam kadar abu

menunjukkan adanya interaksi yang sangat nyata antara perlakuan jenis larutan perendam dan lama perendaman terhadap kadar abu karaginan. Jenis larutan perendam dan lama perendaman memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kadar air karaginan. Rerata dari kadar abu karaginan dapat dilihat pada Tabel 1.

Berdasarkan analisa lanjut, nilai kadar abu tertinggi yaitu 15,97% dihasilkan oleh

perlakuan J1L1 (Perendam Air Tawar dan Lama Perendaman 12 jam). Sedangkan kandungan kadar abu relatif rendah pada perlakuan J1L3 (Perendam Air Tawar dan Lama Perendaman 24 jam) yaitu 12,14%. Kadar abu yang terkandung dalam karaginan berkisar antara 14-15%, yang berarti semua perlakuan menghasilkan karaginan yang memenuhi standar mutu, karena batas maksimum kadar abu yang ditetapkan oleh FAC/FCC (Anonim,1994) adalah 15-40%.

Besarnya kadar abu dalam suatu bahan pangan menunjukkan tingginya kandungan mineral dalam bahan pangan tersebut namun kadar abu juga ditunjukkan dengan adanya unsur logam yang tidak larut dalam air terutama Ca yang menempel pada bahan (rumput laut) (Sudarmadji, 1984). Kandungan mineral total dalam bahan pangan dapat diperkirakan sebagai kandungan abu yang merupakan residu an-organik yang tersisa setelah bahan-bahan organik terbakar habis, semakin banyak kandungan mineralnya maka kadar abu menjadi tinggi begitu juga sebaliknya apabila kandungan mineral sedikit maka kadar abu bahan juga sedikit.

3. Rendemen KaraginanHasil analisa ragam terhadap

rendemen, menunjukkan bahwa terjadi interaksi antara perlakuan jenis larutan perendam dan lama perendaman. Kedua faktor yang dicobakan memberikan pengaruh nyata terhadap rendemen karaginan. Rerata rendemen karaginan dapat dilihat pada Tabel 1.

52

Page 5: 84-91-1-PB.doc

Vol.14.No.1.Th.2007 Studi Ekstraksi Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii

Berdasarkan analisa lanjut (Tabel 1), rendemen tertinggi dihasilkan oleh perlakuan L2J3 (Perendam Air Kapur dan Lama Perendaman 24 jam) sebesar 9,85%, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan J2L1 dan J2L2. Sedangkan rendemen terendah dihasilkan oleh perlakuan J1L1 (Perendam Air Tawar dan Lama Perendaman 12 jam) sebesar 4,09%, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan J1L2. Perbedaan rendemen tersebut dapat diakibatkan pada saat proses pembuatan yaitu pada proses pemblenderan maupun penyaringan yang kurang maksimal. Akan tetapi jika nilai rendemen dibandingkan dengan bahan baku awal, maka akan terjadi penurunan berat. Hal ini dikarenakan kandungan air yang cukup tinggi pada bahan baku. Selain itu penurunan nilai rendemen juga diakibatkan karena sifat karaginan mudah larut dalam air sehingga mudah terurai membentuk fraksi/molekul yang lebih sederhana. Menurut Desrosier (1986), menyatakan bahwa rendemen bahan kering dipengaruhi kadar air bahan awal dan akhir yang diinginkan. Dimana semakin tinggi kadar air dalam bahan, maka berat akhir yang dihasilkan akan semakin tinggi pula.

Rendemen yang dihasilkan pada penelitian ini masih jauh dari harapan. Karena metode ini memerlukan biaya operasi yang besar, sehingga untuk dapat diaplikasikan perlu usaha-usaha untuk memperbesar rendemen dan metode ekstraksinya menjadi efektif dan aplikatif untuk industri kecil. Atau perlu dicoba modifikasi ekstraksi yang tidak menggunakan alkohol atau metode khemis, misalnya dengan perlakuan pembekuan.

4. Viskositas KaraginanHasil analisa ragam terhadap

viskositas, menunjukkan adanya interaksi yang sangat nyata antara jenis larutan perendam dan lama perendaman. Kedua perlakuan yang dicobakan memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap viskositas karaginan.

Berdasarkan analisa lanjut (Tabel 1), nilai viskositas tertinggi dihasilkan oleh perlakuan J2L2 (jenis larutan perendam air kapur dan lama perendaman 18 jam) yaitu 5,20 cps. Sedangkan nilai viskositas terendah terdapat pada perlakuan J2L3 (jenis larutan

perendam air kapur dan lama perendaman 24 jam) yaitu 3,43 cps. Perendaman satu hari dinding sel rumput laut mulai pecah akibat terlalu banyak menyerap air, sehingga mengakibatkan keluarnya karaginan yang merupakan bahan utama pembentuk gel (Anonim, 2003). Selain itu kekentalan disebabkan karena kandungan sulfat masing-masing bahan yang berbeda. Menurut Guiseley (1980), bahwa adanya sulfat ini akan menyebabkan gaya tolak-menolak antara group sulfat bermuatan negatif sehingga rantai polimer akan tertarik kencang-kencang. Semakin kecil kandungan sulfat tepung karaginan, semakin kecil pula nilai kekentalannya tetapi konsistensi gelnya semakin meningkat (Percival and Mc Dowel, 1967).

5. Kekuatan Gel KaraginanHasil analisa ragam terhadap kekuatan

gel karaginan, menunjukkan terjadi interaksi yang sangat nyata antara jenis larutan perendam dan lama perendaman, dan masing-masing perlakuan sangat berpengaruh nyata terhadap kekuatan gel karaginan. Rerata kekuatan gel karaginan dapat dilihat pada Tabel 1.

Berdasarkan analisa lanjut (Tabel 1), dihasilkan nilai kekuatan gel tertinggi yaitu 5,40 mm/g/detik, pada perlakuan J1L1 yaitu jenis larutan perendam air tawar dan lama perendaman 12 jam, tetapi tidak berbeda nyata dengan J2L3. Sedangkan kekuatan gel terendah yaitu 3,39 mm/g/detik, pada perlakuan J1L3 yaitu dengan jenis larutan perendam air tawar dan lama perendaman 24 jam. Tingkat kekuatan gel yang terbaik ditunjukkan oleh skor yang terendah, semakin rendah skornya kekuatan gel semakin tinggi. Kekuatan gel karaginan ini juga dipengaruhi oleh adanya sulfat, karena semakin rendah sulfat yang terdapat pada karaginan akan meningkatkan kekuatan gelnya. Kekuatan gel adalah salah satu sifat penting dari karaginan untuk aplikasi pada proses pengolahan. Menurut Warkoyo dan Eryanti (2004), kekuatan gel yang tinggi akan sangat membantu bagi industri makanan dan minuman, karena akan mengefisienkan penggunaannya.

6. Derajat Keputihan Karaginan

53

Page 6: 84-91-1-PB.doc

Warkoyo Jurnal Protein

Hasil analisa ragam terhadap derajat keputihan, menunjukkan terjadi interaksi antara jenis larutan perendam dan lama perendaman, sedangkan pada perlakuan jenis larutan perendam terdapat pengaruh nyata dan lama perendaman tidak berpengaruh terhadap derajat keputihan karaginan. Rerata derajat keputihan karaginan dapet dilihat pada Tabel 1.

Berdasarkan analisa lanjut, nilai derajat keputihan tertinggi sebesar 30,43 pada perlakuan J1L3 yaitu dengan jenis larutan perendam air tawar dan lama perendaman 24 jam, tetapi tidak berbeda nyata dengan J2L1. Sedangkan derajat keputihan terendah sebesar 25,42 pada perlakuan J1L2 yaitu dengan jenis larutan perendam air tawar dan lama perendaman 18 jam. Dari Tabel 1, dapat diketahui bahwa dengan semakin lama waktu perendaman, akan dapat meningkatkan derajat keputihan dari tepung karaginan.

Oleh karena itu, warna merupakan salah satu parameter yang penting dalam menentukan mutu bahan makanan terutama produk tepung-tepungan karena warna putih suatu tepung berpengaruh terhadap produk yang akan dihasilkan. Derajat keputihan karaginan yang dihasilkan pada percobaan ini masih perlu ditingkatkan, supaya dapat memudahkan dalam pengaplikasiannya dan juga dapat bersaing dengan produk karaginan di pasaran.

7. Kadar Sulfat KaraginanHasil analisa ragam terhadap kadar

sulfat, menunjukkan tidak terjadi interaksi antara jenis larutan perendam dan lama perendaman, tetapi masing-masing perlakuan memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar sulfat karaginan. Rerata kadar sulfat karaginan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rerata Kadar Sulfat dan CaCO3 Karaginan akibat Perlakuan Jenis Larutan Perendam dan Lama Perendaman

Perlakuan Kadar Sulfat (%) Kadar CaCO3(%)J1: Perendam Air TawarJ2: Perendam Air Kapur

21,93 b17,83 a

0,111 b0,108 a

L1: Lama Perendaman 12 jamL2: Lama Perendaman 18 jamL3: Lama Perendaman 24 jam

23,01 c16,72 b13,67 a

0,112 c0,108 b0,105 a

Keterangan : Nilai yang diikuti oleh notasi yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 5%.

Berdasarkan analisa lanjut (Tabel 2), dihasilkan nilai kadar sulfat tertinggi terdapat pada perlakuan L1 (lama perendaman 12 jam) yaitu 23,01%, dan J1 (jenis larutan perendam air tawar) yaitu 21,93%. Sedangkan kadar sulfat terendah pada perlakuan J2 (jenis larutan perendam air kapur) yaitu 17,83% dan L3 (lama perendaman 24 jam) yaitu 13,67%. Dari Tabel 2, dapat diketahui bahwa dengan tinggi rendahnya kandungan sulfat pada karaginan akan berpengaruh terhadap sifat fisik karaginan terutama kekuatan gelnya. Kandungan sulfat karaginan yang diperoleh pada penelitian sudah sesuai standart karaginan yang dikeluarkan FAO yaitu sebesar 15-40% (Anonim, 2003). Penurunan kandungan sulfat diakibatkan terjadinya reduksi sulfat menjadi sulfit dimana

penurunan kadar sulfat yang terjadi dapat menyebabkan kekuatan gel semakin tinggi. Karaginan yang berkualitas adalah apabila kandungan sulfatnya rendah sehingga meningkatkan kekuatan gelnya (Murniyati, dkk, 1994).

8. Kadar CaCO3 KaraginanHasil analisa ragam terhadap kadar

CaCO3, menunjukkan tidak terjadi interaksi antara perlakuan jenis larutan perendam dan lama perendaman. Sedangkan pada masing-masing perlakuan memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar CaCO3

karaginan. Adapun rerata dari kadar CaCO3

karaginan dapat dilihat pada Tabel 2.Berdasarkan analisa lanjut,

menunjukkan bahwa kadar CaCO3 karaginan tertinggi terdapat pada perlakuan L1 (lama

54

Page 7: 84-91-1-PB.doc

Vol.14.No.1.Th.2007 Studi Ekstraksi Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii

perendaman 12 jam) yaitu 0,112% dan J1 (perendam air tawar) yaitu 0,111%. Sedangkan kadar CaCO3 terendah pada perlakuan J2 (jenis larutan perendam air kapur) dengan nilai 0,108% dan L3 (lama perendaman 24 jam) yaitu 0,105%. Penurunan kadar CaCO3 diikuti oleh lamanya perendaman, semakin lama waktu perendaman maka kandungan CaCO3 nya semakin rendah. Menurut Winarno (1990), bahwasannya kapur dapat memberikan warna lebih cerah akan tetapi apabila melakukan perendaman yang terlalu lama akan menimbulkan penyerapan kapur kedalam bahan. Hal ini tidak berlaku dalam penelitian ini, hal ini dapat dipengaruhi oleh proses pencucian rumput laut setelah perendaman yang baik sehingga kandungan kapur dalam bahan berkurang.

KESIMPULAN DAN SARAN

KesimpulanBerdasarkan data yang telah didapatkan

dari penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :1. Terjadi interaksi antara penambahan jenis

larutan perendam dan lama perendaman terhadap kadar air, kadar abu, rendemen, viskositas, kekuatan gel, dan derajat keputihan dari karaginan yang dihasilkan.

2. Masing-masing perlakuan yang diujikan berpengaruh terhadap semua peubah yang diamati.

3. Perlakuan terbaik dihasilkan oleh perendaman selama 12 jam dengan air kapur, yaitu dengan karakteristik sebagai berikut : kadar air 11,89 %, kadar abu 14,62 %, kadar sulfat 0,09 %, kadar kapur 0,11 %, rendemen 7,16 %, viskositas 4,67 cps, kekuatan gel 4,96 mm/g/dt, dan derajat keputihan 29,00.

SaranBerdasarkan penelitian yang telah

dilakukan, maka peneliti dapat memberikan beberapa saran : 1. Perlu adanya penelitian atau kajian

aplikasi dari tepung karaginan yang dihasilkan guna menguji fungsinya.

2. Perlu adanya penelitian lanjut guna meningkatkan rendemen, sehingga nilai tambah dapat tercapai dan perbaikan warna agar dapat diaplikasikan secara luas.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anggadiredja, JT, A. Zatnika, H. Purwoto dan S. Istini. 2006. Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta.

2. . 2001. Laporan Forum Rumput Laut. Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

3. . 2002. Forum Rumput Laut. Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

4. . 2002. Pemerintah Ajak Investor Garap Rumput Laut. Bisnis Indonesia. Selasa, 05 Maret 2002.

5. . 2003. Teknologi Pemanfaatan Rumput Laut. Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

6. . 2003. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

7. Astawan, 1997. Mengapa Rumput Laut Dicari Orang?. Majalah Kesehatan Sartika No. II/1 November 1997 hal 98-103.

8. Indriani, H. dan E. Sumiarsih, 2001. Budidaya, Pengolahan dan Pemasaran Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta

9. Murniyati, Murtini, J.T. dan Indriati, N. 1994. Penyederhanaan Cara Ekstraksi Karaginan dari E. cottonii. Jurnal Penelitian Pasca Panen Perikanan No. 80 Hal. 23-33. Jakarta.

10. Nollet, L.M.L, 1996. Hand Book of Food Analysis. Two Edition. Marcel Dekker, Inc. New York

11. Sediadi, A. dan U. Budihardjo, 2000. Rumput Laut. Kantor Deputi Menteri Negara Riset dan Teknologi. www.ristek.go.id

55

Page 8: 84-91-1-PB.doc

Warkoyo Jurnal Protein

12. Setijawati, D, B.B Sasmita dan H, Nusyam. 2000. Pengaruh Jenis Rumput Laut dan Lama Fermentasi Terhadap Peningkatan Kualitas Karaginan dalam Jurnal Ilmu – Ilmu Hayati. Lembaga Penelitian Universitas Brawijaya. Malang.

13. Sudarmadji, S, H, Bambang dan Suhardi. 1984. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian Edisi Ketiga. Liberty. Yogyakarta.

14. Suptijah, P., 2002. Rumput Laut : Prospek dan Tantangannya. [email protected]

15. Warkoyo dan M.V. Eryanti, 2004. Pemanfaatan Rumput Laut (Sea weed) untuk Pembuatan Dodol (Kajian Jenis Larutan Perendam dan Proporsi Tepung Beras Ketan). Prosiding Seminar Nasional PATPI, Jakarta 17-18 Desember 2004

16. Winarno, F.G., 1990. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta

56