8. pemungut ppn
TRANSCRIPT
Halaman 79
Kegiatan
Belajar
8 8. PEMUNGUT PPN
A. Indikator
a. Peserta pelatihan dapat menyebutkan pihak-pihak yang ditunjuk sebagai pemungut PPN
b. Peserta pelatihan dapat menjelaskan mekanisme pemungutan PPN oleh Pemungut
PPN
B. Uraian dan Contoh
a. Pihak-Pihak yang Ditunjuk Sebagai Pemungut PPN
Secara umum PPN yang terutang atas transaksi penyerahan BKP/JKP dipungut oleh
PKP Penjual. Dengan demikian, pembeli BKP/JKP yang bersangkutan wajib membayar kepada
PKP Penjual sebesar harga jual ditambah PPN yang terutang (10%). Namun demikian, apabila
yang bertindak sebagai pembeli BKP/JKP tersebut berstatus Pemungut PPN (Pembeli Khusus),
PPN yang terutang atas transaksi penyerahan BKP/JKP tidak dipungut oleh PKP Penjual,
melainkan disetor langsung ke Kas Negara oleh Pemungut PPN tersebut. Dengan demikian,
Pemungut PPN hanya membayar kepada PKP Penjual sebesar harga jual, sedangkan PPN-
nya (10%) disetor langsung ke Kas Negara. Adapun pihak-pihak yang ditunjuk debagai pemgut
adalah:
a. Instansi Pemerintah (Pusat/Daerah/Desa)
b. Kontraktor kontrak kerja sama pengusahaan minyak dan gas bumi dan kontraktor atau
pemegang kuasa/pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi
c. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
d. Badan usaha tertentu
e. Pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi (IUPK OP)
b. Mekanisme Pemungutan PPN oleh Pemungut PPN
1. Instansi Pemerintah
Setiap Instansi Pemerintah wajib mendaftarkan diri pada KPP atau KP2KP yang wilayah
kerjanya meliputi tempat kedudukan Instansi Pemerintah menurut keadaan yang sebenarnya.
Instansi Pemerintah ditunjuk sebagai pemungut PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang atas
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh PKP Rekanan Pemerintah
kepada Instansi Pemerintah.Instansi Pemerintah wajib memungut, menyetor, dan melaporkan
PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang. 52
Mekanisme pemungutan PPN oleh Instansi Pemerintah dapat digambarkan sebagai berikut ;
1. Pada saat PKP Rekanan mengajukan tagihan, wajib membuat:
52 PMK 231/PMK.03/2019
Halaman 80
a) Faktur Pajak dan SSP, dengan ketentuan Faktur Pajak diisi dengan lengkap rangkap 3
dengan peruntukan :
- lembar ke-1 untuk Instansi pemerintah sebagai Pemungut PPN
- lembar ke-2 untuk arsip PKP Rekanan
- lembar ke-3 untuk KPP melalui Instansi Pemerintah.
Oleh Instansi Pemerintah yang melakukan pemungutan, pada setiap lembar Faktur
Pajak wajib dibubuhi cap “Disetor tanggal ……..” dan ditandatangani oleh Instansi
Pemerintah yang bersangkutan.
Oleh KPKN yang melakukan pemungutan untuk kepentingan Instansi Pemerintah, pada
setiap lembar Faktur Pajak dicantumkan “nomor dan tanggal advis SPM”.
b) SSP yang diisi adalah kolom identitas dan jumlah pajak terutang, sedangkan kolom
lainnya tidak perlu diisi. Adapun jumlah lembar SSP dibuat rangkap 5. Setelah PPN dan
PPnBM, atau PPN yang terutang disetor ke bank persepsi atau kantor pos, SSP
tersebut didistribusikan :
- lembar ke-1 untuk PKP Rekanan
- lembar ke-2 untuk Kantor Pelayanan Pajak
- lembar ke-3 untuk PKP Rekanan, akan dilampirkan pada SPT Masa PPN
- lembar ke-4 untuk bank persepsi atau kantor pos.
- lembar ke-5 untuk pertinggal Instansi Pemerintah.
Pada setiap lembar SSP ini oleh KPKN yang melakukan pemungutan pajak untuk
kepentingan Instansi Pemerintah dibubuhi “nomor dan tanggal advis SPM”. pada SSP
lembar ke-1 dan lembar ke-2 dibubuhi cap “TELAH DIBUKUKAN” oleh KPKN.
2. Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN dan PPnBM.
3. Pemungut PPN wajib memungut pajak yang terutang pada saat pembayaran;
4. Penyetoran Pajak yang dipungut.
Instansi Pemerintah Pusat dan Instansi Pemerintah Daerah wajib menyetorkan PPh dan
PPN atau PPN dan PPnBM yang telah dipotong dan/atau dipungut paling lama 7 (tujuh) hari
setelah tanggal pelaksanaan pembayaran dengan mekanisme Uang Persediaan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; atau pada hari yang sama
dengan pelaksanaan pembayaran dengan mekanisme Langsung sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan.
Instansi Pemerintah Desa wajib menyetorkan PPh dan PPN atau PPN dan PPnBM yang
telah dipotong dan/atau dipungut paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah
pelaksanaan pembayaran..
5. Pelaporan pajak yang telah dipungut dan disetor.
Instansi Pemerintah yang melakukan pemungutan dan penyetoran PPN dan PPnBM atau
PPN wajib menyampaikan laporan kepada KPP tempat Instansi Pemerintah terdaftar dengan
menggunakan formulir “Surat Pemberitahuan Masa Bagi Pemungut PPN Formulir 1107PUT”
yang dibuat dalam rangkap 2 paling lambat akhir bulan berikutnya setelah bulan dilakukan
pembayaran atas tagihan, yang masing-masing diperuntukkan sebagai berikut :
- lembar ke-1, dilampiri Faktur Pajak lembar ke-3 untuk KPP ;
- lembar ke-2, untuk arsip Instansi Pemerintah.
6. Beberapa pembayaran ini tidak perlu dilakukan pemungutan PPN oleh Pemungut PPN
Instansi Pemerintah, yaitu:
Halaman 81
PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut oleh Instansi Pemerintah, dalam hal:
a. pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) tidak
termasuk jumlah PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang, dan bukan merupakan
pembayaran yang dipecah dari suatu transaksi yang nilai sebenarnya lebih dari
Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah);
b. pembayaran dengan kartu kredit pemerintah atas belanja Instansi Pemerintah Pusat
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara
pembayaran dan penggunaan kartu kredit pemerintah;
c. pembayaran untuk pengadaan tanah;
d. pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bahan bakar bukan minyak
oleh PT Pertamina (Persero);
e. pembayaran atas penyerahan jasa telekomunikasi oleh perusahaan telekomunikasi;
f. pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan
penerbangan; dan/atau
g. pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang
menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan, mendapat fasilitas
PPN tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN.
PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai
dengan huruf f, dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh PKP Rekanan Pemerintah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
2. Kontraktor Kontrak Kerja Sama Migas
Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2010 kontraktor kontrak
kerja sama pengusahaan minyak dan gas bumi dan kontraktor atau pemegang
kuasa/pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi ditunjuk untuk memungut,
menyetor, dan melaporkan pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak
penjualan atas barang mewah. Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Rekanan kepada Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang
Izin dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin.
Jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang harus dipungut oleh Kontraktor atau Pemegang
Kuasa/Pemegang Izin adalah sebesar 10% dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak. Dalam
hal penyerahan Barang Kena Pajak selain terutang Pajak Pertambahan Nilai juga terutang
Pajak Penjualan atas Barang Mewah, maka jumlah Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang
harus dipungut oleh Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin adalah sebesar tarif
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang berlaku dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak.
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah tidak dipungut oleh Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin dalam
hal:
a) pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp10.000.000,00 termasuk jumlah Pajak
Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah yang terutang dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
b) pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang
menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan mendapat fasilitas Pajak
Halaman 82
Pertambahan Nilai tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai;
c) pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bahan bakar bukan minyak oleh
PT Pertamina (Persero);
d) pembayaran atas rekening telepon;
e) pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan;
dan/atau
f) pembayaran lainnya untuk penyerahan barang dan/atau jasa yang menurut ketentuan
perundang-undangan di bidang perpajakan tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai atau
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah yang terutang sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d,
dan huruf e dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Rekanan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan.
Rekanan wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin. Faktur
Pajak harus dibuat pada saat:
a. penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;
b. penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak; atau
c. penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan.
Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang dilakukan paling lama pada saat:
a. penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;
b. penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak; atau
c. penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan.
Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin wajib menyetorkan Pajak
Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
yang telah dipungut ke Kantor Pos/ Bank Persepsi paling lama tanggal 15 bulan berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir. Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin wajib
melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah yang telah dipungut ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Kontraktor atau
Pemegang Kuasa/Pemegang Izin terdaftar paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah
berakhirnya Masa Pajak. Pelaporan atas pemungutan dan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai
atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dilakukan dengan
menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi pemungut Pajak
Pertambahan Nilai.
Adapun tata cara pemungutan dan penyetoran adalah sebagai berikut:
1. Rekanan wajib membuat Faktur Pajak dan SSP atas setiap penyerahan BKP dan/atau
JKP kepada Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin.
2. Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 1 dibuat sesuai dengan ketentuan di
bidang perpajakan.
Halaman 83
3. SSP sebagaimana dimaksud pada angka 1 diisi dengan membubuhkan NPWP serta
identitas Rekanan, tetapi penandatanganan SSP dilakukan oleh Kontraktor atau
Pemegang Kuasa/Pemegang Izin sebagai penyetor atas nama Rekanan.
4. Dalam hal penyerahan BKP selain terutang PPN juga terutang PPnBM, maka Rekanan
harus mencantumkan juga jumlah PPnBM yang terutang pada Faktur Pajak.
5. Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam angka 1dibuat dalam rangkap 3 (tiga):
1. lembar kesatu untuk Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin;
2. lembar kedua untuk Rekanan; dan
3. lembar ketiga untuk Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin yang
dilampirkan pada SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN.
6. SSP sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dibuat dalam rangkap 5 (lima) dengan
peruntukkan sebagai berikut:
1. lembar kesatu untuk Rekanan;
2. lembar kedua untuk KPPN melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos;
3. lembar ketiga untuk Rekanan yang dilampirkan pada SPT Masa PPN;
4. lembar keempat untuk Bank Persepsi atau Kantor Pos; dan
5. lembar kelima untuk Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin yang
dilampirkan pada SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN.
7. Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin yang melakukan pemungutan wajib
membubuhkan cap "Disetor Tanggal .............." dan menandatanganinya pada Faktur
Pajak sebagaimana dimaksud dalam angka 5.
8. Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN atau PPN
dan PPnBM.
Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin selaku pemungut PPN wajib
melaporkan pemungutan dan penyetoran PPN dengan mengisi SPT Masa PPN Formulir
1107PUT. Pelaporan dilakukan setiap bulan ke KPP tempat Kontraktor atau Pemegang
Kuasa/Pemegang Izin terdaftar paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa
Pajak, dilampiri Faktur Pajak lembar ke-3 dan SSP lembar ke-5.
3. Badan Usaha Milik Negara
Badan Usaha Milik Negara ditunjuk sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai atau
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Pajak Pertambahan Nilai
atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang atas
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh rekanan kepada Badan Usaha
Milik Negara dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Badan Usaha Milik Negara. Jumlah Pajak
Pertambahan Nilai yang harus dipungut oleh Badan Usaha Milik Negara adalah sebesar 10%
dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak. Dalam hal atas penyerahan Barang Kena Pajak
selain terutang Pajak Pertambahan Nilai juga terutang Pajak Penjualan atas Barang Mewah,
jumlah Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang harus dipungut oleh Badan Usaha Milik
Negara adalah sebesar tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang berlaku dikalikan
dengan Dasar Pengenaan Pajak.
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah tidak dipungut oleh Badan Usaha Milik Negara dalam hal :
Halaman 84
a) pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp10.000.000,00 termasuk jumlah Pajak
Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah yang terutang dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
b) pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang
menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan mendapat fasilitas Pajak
Pertambahan Nilai tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai;
c) pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bahan bakar bukan minyak oleh
PT Pertamina (Persero);
d) pembayaran atas rekening telepon;
e) pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan;
dan/atau
f) pembayaran lainnya untuk penyerahan barang dan/atau jasa yang menurut ketentuan
perundang-undangan di bidang perpajakan tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai atau
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah yang terutang sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf
e, dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh rekanan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan di bidang perpajakan.
Rekanan wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Badan Usaha Milik Negara. Faktur Pajak harus dibuat pada
saat :
a. penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;
b. penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak; atau
c. penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan.
Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah dilakukan pada saat :
a. penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;
b. penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak; atau
c. penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan.
Badan Usaha Milik Negara wajib menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah dipungut ke Kantor
Pos/Bank Persepsi paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
Badan Usaha Milik Negara wajib melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah dipungut dan disetor ke Kantor
Pelayanan Pajak tempat Badan Usaha Milik Negara terdaftar paling lama pada akhir bulan
berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak. Pelaporan atas pemungutan dan penyetoran Pajak
Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
dilakukan setiap bulan dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan
Nilai bagi pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
Halaman 85
4. Badan Usaha Tertentu
Badan usaha tertentu ditunjuk sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Badan usaha tertentu tersebut
meliputi:
a. badan usaha milik negara yang dilakukan restrukturisasi oleh Pemerintah setelah
berlakunya Peraturan Menteri ini, dan restrukturisasi tersebut dilakukan melalui
pengalihan saham milik negara kepada badan usaha milik negara lainnya;
b. badan usaha yang bergerak di bidang pupuk, yang telah dilakukan restrukturisasi oleh
Pemerintah yaitu PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, PT Petrokimia Gresik, PT Pupuk
Kujang, PT Pupuk Kalimantan Timur, dan PT Pupuk Iskandar Muda;
c. badan usaha tertentu yang dimiliki secara langsung oleh badan usaha milik negara yaitu
PT Telekomunikasi Selular, PT Indonesia Power, PT Pembangkitan Jawa-Bali, PT Semen
Padang, PT Semen Tonasa, PT Elnusa Tbk, PT Krakatau Wajatama, PT Rajawali
Nusindo, PT Wijaya Karya Beton Tbk, PT Kimia Farma Apotek, PT Badak Natural Gas
Liquefaction, PT Kimia Farma Trading & Distribution, PT Tambang Timah, PT Terminal
Petikemas Surabaya, PT Indonesia Comnets Plus, Bank Syariah Mandiri, Bank BRI
Syariah, dan Bank BNI Syariah.
Dalam hal badan usaha tertentu sebagaimana dimaksud pada huruf b dan huruf c
melakukan perubahan nama badan usaha, badan usaha tertentu tersebut tetap ditunjuk
sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah. Jika badan usaha tertentu tidak lagi dimiliki secara langsung
oleh badan usaha milik negara, badan usaha tertentu dimaksud tidak lagi ditunjuk sebagai
pemungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah.
5. Pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi (IUPK OP)
Berdasarkan peraturan Menteri Keuangan Nomor 166/PMK.03/2018 Pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi (IUPK OP) ditunjuk sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi, (IUPK OP) adalah Pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi dengan kriteria:
a. merupakan perubahan bentuk usaha pertambangan dari Kontrak Karya yang belum berakhir kontraknya;
b. bergerak di bidang usaha pertambangan mineral; dan c. izinnya diterbitkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
energi dan sumber daya mineral sampai dengan tanggal 31 Desember 2019, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Rekanan kepada Pemegang IUPK OP, dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Pemegang IUPK OP. Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut oleh Pemegang IUPK OP dalam hal:
a. pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) termasuk jumlah Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
Halaman 86
b. pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan mendapat fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
c. pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bahan bakar bukan minyak oleh PT Pertamina (Persero);
d. pembayaran atas rekening telepon; e. pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan;
dan/atau f. pembayaran lainnya untuk penyerahan barang dan/atau jasa yang menurut ketentuan
perundang-undangan di bidang perpajakan tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Rekanan wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Pemegang IUPK OP. Faktur Pajak tersebut harus dibuat pada saat:
a. penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak; b. penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak; atau c. penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan.
Rekanan wajib melaporkan Faktur Pajak tersebut pada Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai.
Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dilakukan paling lama pada saat:
a. penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak; b. penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak; atau c. penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan.
Pemegang IUPK OP wajib menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah dipungut ke Bank Persepsi/Pos Persepsi paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Pemegang IUPK OP wajib melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah dipungut ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pemegang IUPK OP terdaftar paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak. Pelaporan atas pemungutan dan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dilakukan setiap bulan dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi pemungut Pajak Pertambahan Nilai. C. Rangkuman
Secara umum PPN yang terutang atas transaksi penyerahan BKP/JKP dipungut oleh
PKP Penjual. Dengan demikian, pembeli BKP/JKP yang bersangkutan wajib membayar kepada
PKP Penjual sebesar harga jual ditambah PPN yang terutang (10%). Namun demikian, apabila
yang bertindak sebagai pembeli BKP/JKP tersebut berstatus Pemungut PPN (Pembeli Khusus),
PPN yang terutang atas transaksi penyerahan BKP/JKP tidak dipungut oleh PKP Penjual,
melainkan disetor langsung ke Kas Negara oleh Pemungut PPN tersebut. Dengan demikian,
Pemungut PPN hanya membayar kepada PKP Penjual sebesar harga jual, sedangkan PPN-
nya (10%) disetor langsung ke Kas Negara. Pemungut PPN (Pembeli Khusus) terdiri dari
a. Instansi Pemerintah (Pusat/Daerah/desa) yang dananya berasal dari APBN/APBD
b. Kontraktor kontrak kerja sama pengusahaan minyak dan gas bumi dan kontraktor atau
pemegang kuasa/pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi.
Halaman 87
c. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
d. Badan Usaha Tertentu
PEMUNGUT PPN
Pemungut PPN
❑ Instansi Pemerintah
❑ K3S Migas dan Pemegang Izin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi
❑ Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
❑ Badan Usaha Tertentu
❑ Pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi (IUPK OP)
Perbandingan Pemungut PPN
Instansi Pemerintah K3S Migas, BUMN, Badan Usaha
Tertentu
Pengecualian
dari
pemungutan
a.pembayaran yang jumlahnya paling
banyak Rp2.000.000 tidak termasuk jumlah
PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang,
dan bukan merupakan pembayaran yang
dipecah dari suatu transaksi yang nilai
sebenarnya lebih dari Rp2.000.000;
b.pembayaran dengan kartu kredit
pemerintah atas belanja Instansi
Pemerintah Pusat sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai tata cara pembayaran
dan penggunaan kartu kredit pemerintah;
c.pembayaran untuk pengadaan tanah;
d.pembayaran atas penyerahan bahan bakar
minyak dan bahan bakar bukan minyak
oleh PT Pertamina (Persero);
e.pembayaran atas penyerahan jasa
telekomunikasi oleh perusahaan
telekomunikasi;
f. pembayaran atas jasa angkutan udara
yang diserahkan oleh perusahaan
penerbangan; dan/atau
g.pembayaran atas penyerahan Barang
Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
yang menurut ketentuan perundang-
undangan di bidang perpajakan, mendapat
fasilitas PPN tidak dipungut atau
dibebaskan dari pengenaan PPN
a. pembayaran yang jumlahnya paling
banyak Rp10.000.000 termasuk jumlah
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah yang terutang dan
tidak merupakan pembayaran yang
terpecah-pecah;
b. pembayaran atas penyerahan Barang
Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
yang menurut ketentuan perundang-
undangan di bidang perpajakan
mendapat fasilitas Pajak Pertambahan
Nilai tidak dipungut atau dibebaskan dari
pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
c. pembayaran atas penyerahan bahan
bakar minyak dan bahan bakar bukan
minyak oleh PT Pertamina (Persero);
d. pembayaran atas rekening telepon;
e. pembayaran atas jasa angkutan udara
yang diserahkan oleh perusahaan
penerbangan; dan/atau
f. pembayaran lainnya untuk penyerahan
barang dan/atau jasa yang menurut
ketentuan perundang-undangan di bidang
perpajakan tidak dikenai Pajak
Pertambahan Nilai atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah.
Instansi Pemerintah
• Instansi Pemerintah adalah instansi pemerintah pusat, instansi pemerintah daerah, dan instansi pemerintah desa, yang melaksanakan kegiatan pemerintahan serta memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran
Pemungut PPN
• Instansi Pemerintah ditunjuk sebagai pemungut PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh PKP Rekanan Pemerintah kepada Instansi Pemerintah.
• Instansi Pemerintah wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang
• Saat pemungutan?
• Saat pembuatan faktur?
• Saat penyetoran ?
• Saat pelaporan ?
Lihat di bahan ajar
K3S MIGAS dan Pemegang Izin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi
Yang ditunjuk sebagai pemungut PPN adalaha. kontraktor kontrak kerja sama
pengusahaan minyak dan gas bumi; danb.kontraktor atau pemegang
kuasa/pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi, yang meliputi kantor pusat, cabang, maupun unitnya.
BUMN
BUMN yang ditunjuk sebagai pemungut PPN adalah BUMN yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, yaitu badan usaha yang paling sedikit 51% sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia, tidak termasuk anak perusahaan dan joint operation atau bentuk kerja sama lainnya.
• Saat pemungutan?
• Saat pembuatan faktur?
• Saat penyetoran ?
• Saat pelaporan ?
Lihat di bahan ajar
Badan Usaha Tertentu
a. badan usaha milik negara yang dilakukan restrukturisasi oleh Pemerintah, dan restrukturisasi tersebut dilakukan melalui pengalihan saham milik negara kepada badan usaha milik negara lainnya;
b. badan usaha yang bergerak di bidang pupuk, yang telah dilakukan restrukturisasi oleh Pemerintah yaitu PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, PT Petrokimia Gresik, PT Pupuk Kujang, PT Pupuk Kalimantan Timur, dan PT Pupuk Iskandar Muda;
c. badan usaha tertentu yang dimiliki secara langsung oleh badan usaha milik negara yaitu PT Telekomunikasi Selular, PT Indonesia Power, PT Pembangkitan Jawa-Bali, PT Semen Padang, PT Semen Tonasa, PT Elnusa Tbk, PT Krakatau Wajatama, PT Rajawali Nusindo, PT Wijaya Karya Beton Tbk, PT Kimia Farma Apotek, PT Badak Natural Gas Liquefaction, PT Kimia Farma Trading & Distribution, PT Tambang Timah, PT Terminal Petikemas Surabaya, PT Indonesia Comnets Plus, Bank Syariah Mandiri, Bank BRI Syariah, dan Bank BNI Syariah.
Dalam hal badan usaha tertentu tidak lagi dimiliki secara langsung oleh badan usaha milik negara, badan usaha tertentu dimaksud tidak lagi ditunjuk sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
• Saat pemungutan?
• Saat pembuatan faktur?
• Saat penyetoran ?
• Saat pelaporan ?
Pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi
• Pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi (IUPK OP) ditunjuk sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. – Pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi, (IUPK OP) adalah
Pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi dengan kriteria:– merupakan perubahan bentuk usaha pertambangan dari Kontrak Karya yang
belum berakhir kontraknya;– bergerak di bidang usaha pertambangan mineral; dan– izinnya diterbitkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang energi dan sumber daya mineral sampai dengan tanggal 31 Desember 2019,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.• Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Rekanan kepada Pemegang IUPK OP, dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Pemegang IUPK OP