6_kreativitas all about

Upload: agus-saefudin

Post on 29-Oct-2015

165 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENGUKURAN KREATIVITASKreativitas atau bakat kreatif dapat diukur secara langsung dan tidak langsung, dan dapat menggunakan metode tes dan non- tes. Ada pula alat untuk mengukur cirri-ciri kepribadian kreatif, dan dapat dilakukan pengamatan langsung terhadap kinerja kreatif.Sesuai dengan definisi USOE (U. S Office of Education) yang membedakan enam jenis bakat dikembangkan alat identifikasi untuk masing-masing bidang tertentu.Untuk mengukur kemampuan intelektual umum, tes individual lebih cermat, tetapi lebih banyak memakan waktu dan biaya. Yang sudah dugunakan di Indonesia adalah tes Stanford-Binet dan Wechsler intelligence Scale for Children. Tes inteligensi kelompok lebih efisien dalam ukuran waktu dan biaya. Keterbatasannya adalah kita tidak tahu apakah prestasi anak sudah optimal. Di Indonesiayang sudah banyak digunakan adalah tes Progressive Matrices, Culture-Fair Intelligence Test dan Tes Inteligensi Kolektif Indonesia yang khusus dikontruksi untuk Indonesia.Tes Potensi Akademik (TPA) yang khusus dirancang untuk Indosnesia, dapat digunakan untuk mengukur bakat akademik, misalnya sejah mana seseorang mampu mengikuti pendidikan tersier.Tes untuk mengukur bakat kepemimpinan belum banyak digunakan di Indonesia, demikian pula tes untuk mengukur bakat dalam salah satu bidang seni atau bakat psikomotorik. Tes luar negeriyang mengukut kreativitas adalah tes dari Guilford yang mengukur kemampuan berpikir divergen, dengan membedakan aspek kelancaran, kelenturan, orisionalitas dan kerncian dalam berpikir.Tes Torrance untuk mengukur berpikir kreatif (Torrance Test of Creative Thinking) dapat digunakan mulai usia prasekolah sampai tamat sekolah menengah, mempunyai bentuk verbal dan figural. Tes ini telah digunakan di Indonesia untuk tujuan peneltian. Tes lainnya untuk mengukur berpikir kreatif dan termasuk baru ialah Tes Berpikir Kreatif-Produksi Menggambar (TRest forCreative Thinking-Drawing Production) dari Jellen dan Urban (1985). Penilaiannya mencakup sembilan dimensi.Tes yang khusus di konstruksi di Indonesia ialah Tes Kreativitas Verbal (Utami Munandar,1977). Tes ini disusun berdasarkan model Struktur Intelekdari Guilford, dengan dimensi operasi berpikir divergen, dimensi konten, dimensi berpikir verbal, dan berbeda dalam dimensi produk. Untuk setiap kategori produk ada satu sub-tes. Ada enam sub-tes, yaitu permulaan kata, menyusun kata, membentuk kalimat tiga kata, sifat-sifatyang sama, macam-macam penggunaan, dan apa akibatnya. Setiap sub-tes terdiri dari empat butir. Pada bentuk parallel (ada dua bentuk) hanya dua butir. Tes ini seperti tes Guilford mengukur kelancara, kelenturan, orisionalitas, dan elaborasi dalam berpikir. Tahun 1986 telah dilakukan penelitian pembakuan TKVyang menghasilkan nilai baku untuk umur 10 18 tahun, dan pengukuran Creative Questient.Tes Kreativitas Figural diadaptasi dari Torrance Circles Test, dan dibukukan untuk umur 10-18 tahun oleh Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. TKF kecuali mengukur aspek kreativitas tersebut di muka, juga mengukur kreativitas sebagai kemampuan untuk kombinasi antara unsure-unsuryang diberikan.Skala Sikap Kreatif yang juga khusus disusn di Indonesia mengukur dimensi efektif dari kreativitas, yaitu sikap kreatif, yang dioperalisasi dalam tujuh dimensi. Skala ini disusun untuk anak SD dan SMP. Skala Penilaian Anak Berbakat oleh Guru disusun oleh Renzulli dan terdiridari empat sub-skala, yaitu untuk mengukur fungsi kognitif (belajar), motivasi, kreativitas dan kepemimpinan. Sub-skala untuk kreativitas meliputi 10 butir untuk dinilai guru. Akibat kesuliatan dalam menggunakan alatdari Renzulli, maka disusun Alat Sederhana untuk Identifikasi Kreativitas, dengan format untuk Sekolah Dasar dan format untuk Sekolah Menengah. Disnilah dimensi kreativitas digabungka dengan dimensi laindari keberbakatan.Skala Nominasi Keberbakatan yang dapat digunakan oleh guru, teman sebaya, dan diri sendiri dikembangkan oleh Lydia Freyani Akbar untuk siswa SD. Ketiga skala tersebut ternyata mempunyai hubungan yang bermakan dengan pengubah keberbakatan.Sama dengan inteligensi, pengukuran kreativitas bisa diobyektifkan. Yaitu dengan memberikan suatu hal (misalnya: pinsil) untuk merangsang pemikiran manfaat dari benda tsb. (misalnya: untuk menulis, menggambar, mengorek, menggaris, melempar, batas halaman buku, mencungkil, dsb.). Makin banyak alternatif yang bisa dikembangkan, makin tinggi skornya, yang juga berarti makin kreatif. Skor kreativitas itu dinamakan CQ (creative quotient), yang diperoleh juga dengan cara membandingkan prestasi seseorang dengan kelompok sebayanya.Pencarian pengukuran proses kreatif,pemikiran primer didapat menggunakan deretan pemikiran divergent.Pada satu waktu,antara peneliti dan pembelajar menggunakan tes proses kreatif untuk beberapa decade,dan tes pemikiran divergent menjadi popular mengukur dari proses dan potensial kreatif.Tes pemikiran divergent meminta individu untuk menghasilkan beberapa respon tepat khusus, perbedaannya jelas menstandarisasi tes prestasi atau kemampuan membutuhkan satu jawaban yang benar.Diantara tes pemikiran divergent pertama yang dikeluarkan oleh Guilford(1967) structure of the intellect(SOI)divergent production test,Torrances (1962,1974) test of creative thinking (TTCT). Hampir semua dari tes-tes ini digunakan secara luas dalam penelitian dan pelajaran kreatifitas.The SOI test,terdiri dari beberapa tes yang subjeknya diminta menunjukkan fakta-fakta beberapa hasil area yang berbeda.Tes SOI ini mempresentasikan beberapa aspek dari (1)ketepatan,(2)kelenturan, (3)keaslian,(4)Inovasi ide terdahulu.Getzels dan Jackson (1962) and Wallach dan kogan (1965) mengembangkan deretan pemikiran divergent yang hampir sama dengan SOI tes.Sebagai contoh,The Instances Test meminta student list as many things that move on wheels,(Wallach dan Kogan, 1965) di variasi dari penggunan tes,student memberikan respon yang tepat ceritakan pada saya cara berbeda penggunaan kursi.Tes lainnya dari deretan tes kreatif memasukkan asosiasi kata,melekatkan angka atau bilangan,penyelesaian cerita, problem bangunan tugas-tugas dan interpretasi susunan gambar dan warna,dan interpretasi bermacam masalah . (Sternberg J.Robert, (1999),Handbook of Creativity, Cambridge University Press,United State of America)CONTOH - CONTOH ALAT UKUR KREATIVITASTes yang mengukur kreatifitas secara langsung, sejumlah tes kreatifitas telah disusun,diantaranya tes dari Torrance untuk mengukur pemikiran kreatif (Torrance Test of Creative Thingking : TTCT) yang mempunyai bentuk verbal dan bentuk figural.Yang terakhir sudah ada yang diadaptasi untuk Indonesia,yaitu tes lingkaran(circles test) dari Torrance. Tes ini pertama kali digunakan di Indonesia oleh Utami Munandar (1977) dalam penelitian untuk disertasinya Creativity and Education, guna membandingkan ukuran kreativitas verbal dengan ukuran kreativitas figu-ral.Kemudian tahun 1988 Jurusan Psikologi Pendidikan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia melakukan penelitian standarisasi tes lingkaran,dan tes ini kemudian disebut tes kreatifitas figural.Ditentukan nilai baku untuk usia 10 sampai dengan 18 tahun. Tahun 1977 diperkenankan tes kreatifitas pertama yang khusus dikonstruksikan untuk Indonesia,yaitu Tes Kreatifitas Verbal oleh Utami Munandar,berdasarkan konstruk Model Struktur Intelek dari Guilford.Tes yang mengukur Unsur-unsur kreatifitas, Kreatifitas merupakan suatu konstruk yang multi-dimensional,terdiri dari berbagai dimensi,yaitu dimensi kognitif (berfikir kreatif), dimensi afektif (sikap dan kepribadian),dan dimensi psikomotor (keterampilan kreatif).Masing-masing dimensi meliputi berbagai kategori,seperti misalnya dimensi kognitif dari kreatifitas-berfikir divergen-mencakup antara lain, kelancaran, kelenturan dan orisinilitas dalam berfikir,kemampuan untuk merinci (elaborasi) dan lain-lain.Untuk masing-masing unsure dikonstruksi tes tersendiri, misalnya untuk orisinalitas. Beberapa contoh tes yang mengukur orisinalitas adalah : tes menulis cerita. Tes penggunaan batu bata yang meminta subjek untuk memikirkan berbagai macam penggunaan yang tidak lazim untuk batu bata,tes purdue yang biasanya digunakan dikawasan industry juga meminta subjek untuk memberi macam-macam gagasan untuk penggunaan benda-benda yang berkaitan dengan industry.Tes yang mengukur ciri kepribadian kreatif, dari berbagai hasil ditemukan paling sedikit 50 ciri kepribadian yang berkaitan dengan kreatifitas;dari ciri-ciri ini disusun skala yang dapat mengukur sejauh mana seseorang memiliki ciri-ciri tersebut.beberapa tes mengukur ciri-ciri tersebut.Beberapa tes mengukur ciri-ciri khusus,diantaranya adalah:1. Tes mengajukan pertanyaan,yang merupakan bagian dari tes Torrance untuk berfikir kreatif dan dimaksudkan untuk mengukur kelenturan berfikir.2. Tes Risk Taking,digunakan untuk menunjukkan dampak dari pengambilan risiko terhadap kreatifitas.3. Tes Figure Preference dari Barron-Welsh yang menunjukkan prefensi untuk ketidakteraturan,sebagai salah satu cirri kepribadian kreatif4. Tes Sex Role Identity untuk mengukur sejauh mana seseorang mengidentifikasikan diri dengan peran jenis kelaminnya.Alat yang sudah digunakan di Indonesia ialah Ben Sex Role Inventory.Mengatasi keterbatasan dari tes kertas dan pensil untuk mengukur kreatifitas,dirancang beberapa pendekatan alternatiF: Daftar periksa (Checklist) dan Kuisoner, alat ini disusun berdasarkan penelitian tentang karakteristik khusus yang dimiliki pribadi kreatif. Daftar pengalaman, teknik ini menilai apa yang telah dilakukan seseorang dimasa lalu. Beberapa studi menemukan korelasi yang tinggi antara laporan diri dan prestasi kreatif dimasa depan.Format yang paling sederhana meminta seseorang menulis autobiografi singkat, yang kemudian dinilai untuk kuantitas dan kualitas prilaku kreatif. Bagian dari berfikir kreatif. Asumsi kita adalah bahwa kreatif proses yang bergerak salah satunya karena suatu masalah telah teridentifikasi atau karena orang berlomba-lomba untuk menghasilkan sesuatu yang sebelumnya dianggap belum ada dan tidak mungkin,atau karena seseorang ingin mengetahui apa yang mungkin jika suatu aktifitas telah berjalan,orang kemudian harus mulai berfikir tentang berbagai arah tujuannya.Sekarang kita sampai pada inti dari proses ide kreatif,dalam konteks ini,(Guilford (1950) mengacu pada munculnya ide-ide ini tampak nyata ketika ide ini digunakan pada kesempatan sehingga berguna atau bermanfaat,Guilford berpendapat juga bahwa kelancaran ide/gagasan adalah kapasitas untuk menghasilkan sebuah angka besar Dari ide-ide dalam periode waktu yang diberikan,yang relavan dengan beberapa situasi,ini menjadi salah satu karakter berfikir positif.Selain itu untuk menjadi lancar dalam menghasilkan ide,pemikir kreatif juga harus menjadi pemikir yang fleksibel.Pendapat Guilford,berfikir negative dapat mungkin memerlukan bahwa menjauh dari suatu kebiasaan berfikir dan meninggalkannya kemudian masuk dalam pola fikir yang baru.Pemikir kreatif selalu menghasilkan ide yang original.Orang yang menghasilkan banyak ide-ide original, dalam pandangan Guilford adalah orang yang juga menghasilkan solusi yang kreatif untuk sebuah masalah.Guilford menyatakan kelancaran flexibilitas, originalitas dan combinasi pengukuran kedalam cara berfikir divergen.Sejauh ini bahwa Guilford menggunakan keahliannya dengan tes IQ dan pengembangan tes untuk mengukur kapasitas berfikir,lebih lanjut lagi persamaan psikometri dengan IQ,Guilford percaya bahwa masing-masing orang mempunyai kemampuan berfikir kreatif. Ini berarti kemampuan berfikir divergen, terditribusi dengan normal diantara populasi.Orang yang menghasilkan kemajuan - kemajuan kreatifitas (Picasso, Edison, Mozart) menjadi bagian dari kapasitas berfikir divergen untuk derajat yang luar biasa,tetapi tiap orang mempunyai beberapa kemampuan,jika satu dari kemampuan ini tidak dites dengan membuat suatu asumsi,ini bisa jadi bukan tes kreatifitas dan kepribadian kreatif,oleh karena itu tes yang lain harus diasumsikan sebagai kelanjutan diantara proses-proses. (Weisberg W.Robert,(2006), Creativity-Understanding Innovation in problem solving, science, inventions, and the arts, John Wiley & Sons,Inc)RELIABILITAS DAN VALIDITASPertanyaan pertama yang mesti diajukan tentang setiap instrumen pengukuran,apakah itu bathroom scale atau kapasitas berfikir kreatif (creative-thinking capacity) apakah ini reliabel?artinya apakah test itu memberikan hasil (outcomes) yang konsisten.stabilitas test melewati berbagai administrasi disebut test-retest reliability mendemonstrasikan reliabilitas test-retest merupakan kepentingan kritis bagi setiap tes, karena ini berarti kita bisa memiliki rasa percaya diri dalam skor yang dihasilkan oleh orang-orang ketika mereka menggunakannya.Bentuk lain reliabilitas menjadi penting ketika sebuah instrumen pengukuran mengandung aitem-aitem majemuk. Salah seorang menggabungkan aitem-aitem itu bersama-sama dalam men-skor tiap-tiap orang, karena lebih banyak aitem, maka skor akan lebih stabil.Itu berarti bahwa seseorang akan berharap bahwa aitem-aitem yang beragam akan memberikan support yang hampir sama,sejak mereka teleh merancang mengukur kapasitas yang sama(dalam contoh ini) kapasitas berfikir secara kreatif. Utnuk menentukan konsistensi beragam aitem itu pada tes,seseorang bisa memisahkan tes kedalam bagian-bagian. Seseorang lalu bisa menentukan tiap skor orang pada masing-masing bagian tes. Jika dua perangkat aitem variabel dalam mengukur kapasitas yang sama skor orang yang diberikan pada dua bagian dari tes seharusnya sama,hal ini disebut split half reliability.Studi penelitian telah menemukan bahwa tes berfikir divergent reliable;studi memberikan hasil bahwa tes-tes tersebut beralasan bersifat konsisten,(Baron and Harington,1981) ini berarti sebagaimana dicatat kita bisa percaya diri bahwa skor seseorang bersifat representatif,performansinya walaupun demikian ada satu penyebab yang harus dikemukan disini,kadang-kadang ditemukan bahwa performance pada tes berfikir divergent dipengaruhi oleh kondisi dimana tes di berikan. Sebagai contoh jika anda memerintah orang untuk menjadi kreatif dalam respon,mereka boleh memberi skor lebih tinggi daripada bila anda tidak mengatakan sesuatu tentang menjadi kreatif pada tes. Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan berfikir divergent adalah sebuah strategi yang bisa diterapkan kepada situasi pengetesan, daripada beberapa ciri menarik. Ide berubah secara otomatis atau karakteristik seseorang sehingga hal menarik dari temuan-temuan ini adalah bahwa seseorang bisa mengubah performance orang pada tes berfikir kreatif dengan mengatakan kepada mereka untuk menjadi kreatif,sebagai situasi analog,.dalam hal ini adalah ferformance pada tes intelegensi.Kesimpulan bahwa tes-tes yang di design untuk mengukur kapasitas berfikir kreatif adalah reliable,menimbulkan pertanyaan kedua tentang apakah bahwa instrumen-instrumen mengukur? kenyataannya menggunakan tes didasarkan pada asumsi bahwa tes-tes itu mengukur kapasitas untuk berfikir secara kreatif yaitu apa yang mereka(tes-tes) design untuk mengukur pertanyaan dari apakah sebuah tes mengukur sesuatu yang didesign untuk mengukur adalah pertanyaan,apakah tes itu valid?:sebuah tes yang valid mengukur apa yang disangka benar.Jika sebuah tes tidak valid,.kemudian ini bisa menjadi reliabel tetapi akan menjadi tidak berguna,Bathroom scale bisa secara ekstreem reliabel tapi ini tidak berguna jika kita ingin mengukur IQ atau jumlah uang dalam rekening tabungan. (Weisberg W.Robert,(2006), Creativity-Understanding Innovation in problem solving, science, inventions, and the arts, John Wiley & Sons,Inc)MACAM-MACAM PENGUKURAN KREATIVITASPENGUKURAN KREATIVITAS BERFIKIRGuilford merupakan salah seorang ahli yang berusaha mengembangkan instrumen yang diperlukan untuk mengukur kreativitas berpikir. Temuan baru Guilford merupakan kemajuan penting dalam psikologi dan pendidikan di mana kreativitas berpikir dapat diukur dan memungkinkan dihubungkan dengan gejala-gejala kejiwaan lainnya. Terdapat dua hal yang dapat disimpulkan dari instumen kreativitas berpikir yang dikembangkan oleh Guilford.1. Peserta didorong untuk memberikan penampilan maksimum dalam menjawab butir-butir instrumen. Oleh karenanya, instrumen yang dipakai untuk mengukur kreativitas berpikir merupakan instrumen jenis tes yang dikenal dengan tes kreativitas berpikir.2. Peserta tes tidak memberikan respons atas alternatif yang sudah disediakan, tapi harus memproduksi sendiri jawaban atas persoalan yang diajukan. Oleh karenanya, Guilford menyebut kreativitas berpikir dengan kemampuan memproduksi secara divergen (divergent production abilities).Tes kreativitas berpikir mengacu kepada model struktur intelektual Guilford. Dari segi operasi, tes kreativitas berpikir mengukur kemampuan berpikir divergen. Dari segi konten, proses berpikir divergen mengolah bahan berupa figural dan simbol. Sedang dari segi produk, proses berpikir divergen yang mengolah bahan berupa figural dan simbol akan menghasilkan produk berupa unit, kelas, hubungan, sistem, transformasi dan implikasi.Adapun butir-butir tes kreativitas berpikir itu adalah sebagai berikut : Dari bangun berikut buatlah sebanyak mungkin gambar nyata ! (waktu Anda 1 menit). Buatlah sebanyak mungkin kata dengan huruf awal L dan huruf akhir N! (waktu Anda 1 menit). Buatlah sebanyak mungkin gambar dengan mengkombinasikan bangun berikut! (waktu Anda 1 menit) Terdapat beberapa benda sebagai berikut:a. Anak panahb. Lebahc. Buayad. Ikane. Layang-layangf. PerahuDengan menuliskan huruf depannya saja, tentukan :a. Yang dijumpai di udarab. Yang dijumpai di airc. Binatangd. Punya ekor(waktu Anda 1 menit) Terdapat lima angka yaitu 1, 2, 3, 4, dan 5. Kombinasikan beberapa angka yang kalau dijumlahkan hasilnya 7 sebanyak mungkin (waktu Anda 1 menit). Terdapat empat bangun sebagai berikut :Kombinasikan dengan berbagai cara untuk membentuk objek sebanyak mungkin dan namailah objek itu (waktu Anda 1 menit). Misalnya: Wajah Buatlah kalimat dengan petunjuk huruf berikut sebanyak mungkin (waktu Anda 1 menit). M ------ E ------ PMisalnya : Mengapa engkau pergi.Dari gambar berikut, buanglah tiga garis sehingga membuang dua kotak.Misalnya:

Buatlah sebuah kotak dan hiasilah sehingga menjadi lebih bagus. Ada dua persamaan : B C = D dan Z = A + D. Kembangkan sebanyak mungkin persamaan baru berdasarkan kedua persamaan tersebut! Misalnya : B C = Z - APerhitungan skor kreativitas berpikirDalam perhitungan skor, jawaban peserta tes atas butir-butir pertanyaan kreativitas berpikir diubah ke dalam skor kreativitas berpikir dengan cara tertentu. Pengukuran kreativitas berpikir dilakukan dengan meminta peserta tes membuat jawaban sebanyak mungkin atas butir-butir tugas dalam waktu yang ditentukan. Untuk dapat diubah menjadi skor, jawaban diinterpretasikan dalam kelancaran, keluwesan dan keaslian. Menurut Ellis dan Hunt (1993 : 280), Woolfolk dan Nicolich (1984 : 144), Good dan Brophy (1990 : 617), Winkel (1996 : 143) dan Rakhmat (1999 : 75), respons peserta tes akan diinterpretasikan berdasarkan tingkat kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility) dan keaslian (originality) proses berpikir. Skor kreativitas berpikir adalah skor gabungan dari ketiga unsur.Kelancaran menjawab berhubungan dengan kemampuan menghasilkan banyak gagasan alternatif pemecahan masalah dalam waktu yang singkat.Unsur ini mengukur kemampuan menguraikan banyak alternatif pemecahan masalah. Oleh karenanya kemampuan ini berhubungan dengan arus ide. Menurut Good dan Brophy (1999 : 75), kelancaran adalah kemampuan menghasilkan banyak gagasan pemecahan masalah dalam waktu singkat. Hal yang sama dinyatakan oleh Rakhmat (1999 : 75), kelancaran adalah kemampuan menyebutkan sebanyak mungkin.Kelancaran tidak hanya berhubungan dengan jumlah jawaban, tapi juga kesesuaian jawaban dengan masalahnya. Tes kreativitas berpikir mendorong peserta tes menyebutkan sebanyak mungkin jawaban dalam waktu tertentu dan skor diberikan dengan menghitung jumlah semua respons yang sesuai dengan masalahnya. Menurut Ellis dan Hunt (1993 : 280), kelancaran adalah kemampuan menguraikan banyak alternatif pemecahan masalah sesuai dengan perangkat yang dipersyaratkan. Sedang menurut Munandar (1992 : 49), kelancaran adalah kemampuan memberikan banyak jawaban. Jawaban yang diberikan hendaknya disesuaikan dengan masalahnya. Bukan hanya kuantitatas yang diperhatikan, tapi juga kualitasnya.Keluwesan adalah kemampuan yang berhubungan dengan kesiapan mengubah arah atau memodifikasi informasi. Keluwesan berhubungan dengan kemampuan mengubah dengan mudah pendekatan pemecahan masalah yang digunakan jika masalah atau kondisi baru membutuhkan pendekatan baru. Menurut Good dan Brophy (1990 : 617), keluwesan dapat mengubah dengan mudah pendekatan pemecahan masalah yang digunakan, jika masalah atau kondisi baru membutuhkan pendekatan atau perspektif baru. Pendapat sama dikemukakan oleh Ellis dan Hunt (1993 : 280) yang menyatakan bahwa keluwesan adalah kemampuan mengubah pendekatan dalam pemecahan masalah. Di samping itu, keluwesan memungkinkan seseorang melihat suatu masalah dari berbagai sudut tinjauan. Menurut Munandar (1992 : 49), keluwesan adalah kemampuan melihat masalah dari berbagai sudut tinjauan.Dalam tes kreativitas berpikir, keluwesan ditandai oleh jumlah golongan jawaban yang berbeda. Kadar keluwesan diukur dengan menghitung jumlah kategori respons yang berbeda. Peserta tes diminta memberikan respons sebanyak mungkin, lalu skor keluwesan diberikan pada jumlah kategori atau golongan respons. Skor diberikan atas jawaban yang menunjukkan keragaman atau variasi. Menurut Woolfolk dan Nicolich (1984 : 144), keluwesan diukur dengan menghitung jumlah kategori respons yang berbeda.Keaslian membuat seseorang mampu mengajukan usulan yang tidak biasa atau unik dan mampu melakukan pemecahan masalah yang baru atau khusus. Dengan kata lain, keaslian adalah kemampuan untuk menghasilkan jawaban yang jarang diberikan oleh peserta tes. Jawaban original adalah jawaban yang jarang diberikan oleh anak-anak lain. Keaslian mengukur kemampuan peserta tes dalam membuat usulan yang tidak biasa atau unik. Menurut Winkel (1996 : 143), jawaban mempunyai orisinalitas apabila sangat sedikit orang yang menghasilkan pikiran seperti itu. Woolfolk dan Nicolich (1984 : 144) memberikan kriteria mengenai keaslian. Respons yang orisinal menurutnya diberikan oleh lebih sedikit dari 5 atau 10 dari 100 peserta pengambil tes. Ada pendapat yang memberikan kriteria lebih spesifik. Menurutnya, respons yang diberikan oleh 5 % dari kelompok bersifat tidak biasa, dan respons yang hanya diberikan oleh 1 % dari kelompok bersifat unikPENGUKURAN KREATIVITAS UNTUK ANAK SEKOLAHMenurut Prof. Dr. Sukarni Catur Utami Munandar, Dipl. Psych., untuk menjadi individu kreatif, dibutuhkan kemampuan berpikir yang mengalir lancar, bebas, dan ide yang orisinal yang didapat dari alam pikirannya sendiri. Berpikir kreatif juga menuntut yang bersangkutan memiliki banyak gagasan. Agar anak bisa berpikir kreatif, ia haruslah bisa bersikap terbuka dan fleksibel dalam mengemukakan gagasan. Makin banyak ide yang dicetuskannya menandakan makin kreatif si anak.Untuk mengetahui sejauh mana tingkat kreativitas seorang anak, pakar pendidikan ini berupaya mengembangkanTes Kreativitas Verbal dan Figural. Tes kreativitas verbal dilakukan pada anak berusia minimal 10 tahun karena dianggap sudah lancar menulis dan kemampuan berbahasanya pun sudah berkembang. Sedangkan tes kreativitas figural dilakukan terhadap anak mulai usia 5 tahun.Adapun unsur penilaian berfikir keratif adalah sebagai berikut:1. Fleksibel. Anak mampu memberikan jawaban yang berbeda-beda. Untuk gambar lingkaran, contohnya, anak mengasosiasikannya sebagai piring, bulan, bola, telur dadar dan sebagainya. Anak juga diminta untuk membuat sebanyak mungkin objek mati maupun hidup pada gambar lingkaran tadi. Namun, tes kreativitas ini bukan dimaksudkan sebagai tes menggambar, melainkan sebagai tes gagasan, sehingga unsur "keindahan" tidak diprioritaskan.2. Orisinalitas.Anak mampu memberikan jawaban yang jarang/langka dan berbeda dengan jawaban anak lain pada umumnya. Dari bentuk lingkaran yang sama, contohnya, anak mahir menggambarkannya sebagai wajah orang.3.Elaborasi.Anak mampu memberikan jawaban secara rinci sekaligus mampu memperkaya dan mengembangkan jawaban tersebut. Dia bisa melengkapi gambar wajah tersebut dengan mata, hidung, bibir, telinga, leher, rambut sampai aksesoris semisal kalung dan jepit rambut. Makin detail ornamen atau organ-organ yang digambarkannya, berarti mencirikan ia anak yang kreatif. "Jadi, anak yang kreatif tak sekadar mengemukakan ide, tapi juga dapat mengembangkan gagasan yang dilontarkannya," tandas Utami.Untuk tes kreativitas figural, ada enam topik pertanyaan yang diajukan, yaitu :1. Tes Permulaan Kata.Misalnya kepada anak diberikan huruf "k" dan "a". Kemudian ia diminta untuk membentuk sebanyak mungkin kata yang bisa dibentuk dari kedua huruf tadi. Umpamanya anak menjawab "kami", "kapal", "karung" dan sebagainya.2. Tes Membentuk Kata.Kepada anak diberikan kata tertentu, semisal "proklamasi". Nah, berdasarkan kata tersebut anak diminta membentuk kata-kata lain sebanyak mungkin. Umpamanya anak akan menjawab "kolam", "lama", "silam" dan lain-lain.3. Tes Kalimat 3 Kata. Misalnya kepada anak diberi tiga huruf, yakni "a", "m", dan "p". Lalu mintalah ia menyusun sebanyak mungkin kalimat-kalimat yang diawali dari huruf-huruf yang diberikan tadi, dengan urutan yang boleh diubah-ubah. Umpamanya, jawabanya adalah "Ani makan pisang" atau "Mana payung Anton".4. Tes Kesamaan Sifat.Misalnya anak mendapat soal mengenai sifat bulat dan keras. Anak dimita untuk memikirkan dan menyebutkan sebanyak mungkin benda-benda yang memiliki sifat/ciri-ciri tersebut. Jawabannya mungkin adalah bola tenis, kelereng, roda kursi, dan sebagainya.5. Tes Penggunaan Tak Lazim.Contohnya, anak akan diberi benda yang ditemuinya sehari-hari. Akan tetapi, ia justru diminta untuk membuat sesuatu yang tak biasa dengan benda tersebut. Umpamanya, ketika anak diberi surat kabar, ia menggunakannya untuk membuat kapal-kapalan, topi, bola, dan sebagainya, bukan sebagai bahan bacaan.6. Tes Sebab-Akibat.Anak mendapat pertanyaan mengenai situasi tertentu yang dalam keadaan nyata tak pernah terjadi. Nah, mintalah anak untuk menjawab apa kira-kira akibatnya bila situasi tersebut betul-betul terjadi. Dalam hal ini, anak dituntut untuk bebas berimajinasi. Contohnya adalah pertanyaan, "Apa jadinya bila semua orang di dunia ini pandai?" atau, "Apa akibatnya jika setiap orang bisa mengetahui pikiranmu?"Menurut Utami, setiap tes tersebut terdiri dari 4 soal. Untuk tes pertama dan kedua, setiap soal harus dijawab dalam waktu 2 menit. Sedangkan untuk tes ketiga, diberikan waktu 3 menit untuk setiap soal, sementara untuk tes berikutnya per soal diberi durasi 4 menit.Hasil akhir tes kreativitas ini sama halnya dengan tes IQ, yakni berupa skor. Anak yang mencapai skor 90-110 berarti tingkat kreativitasnya rata-rata, skor di bawah 80 dikategorikan sangat lamban, sedangkan yang mampu mencapai skor 130 ke atas tergolong sangat unggul.Namun dari pengalaman Utami selama ini, hanya sedikit anak yang bisa mencapai skor kreativitas yang tinggi. Kebanyakan berada pada kisaran skor 90-100. Sebaliknya, banyak sekali anak yang bisa mencapai skor tinggi untuk tes IQ. Menurutnya, "Hal ini disebabkan berpikir kreatif kurang dirangsang, sehingga anak tak terbiasa berpikir bermacam-macam arah."Selain pengukuran kreativitas yang sudah disebutkan, ada juga pengukuran skala sikap kreatif yang lebih menyangkut pada segi afektif. Menurut Utami, dari berbagai penelitian ternyata kemampuan berpikir kreatif belumlah cukup jika tanpa disertai sikap kreatif. Tanpa sikap kreatif ini katanya produk kreatif pun takkan terwujud. Jadi, berpikir kreatif itu sendiri harus disertai ciri-ciri sikap kreatif sebagai berikut:1. Terbuka terhadap pengalaman baru,2. Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi,3. Tidak takut melakukan kesalahan ketika mengemukakan ide,4. Imajinatif, dan5. Berani mengambil risiko terhadap langkah yang diambil.KREATIVITAS ANGKAPotensi kreativitas sebenarnya ada pada tiap orang dan kreativitas tersebut dapat diasah salah satunya melalui Angka (METRIS), yaitu dalam hal kemampuan mengenali keteratutan pola bilangan. Bila daya kreativitas seseorang dalam pengenalan pola meningkat maka tentu saja dapat berimbas ke jenis kreativitas yang lain, seperti peningkatan daya kreativitas pada seni,strategi bisnisatau ilmu pengetahuan. Dengan begitu peningkatan kreativitas tersebut dapat dijadikan sebagai barometer dalam merepresentasikan potensi daya kreativitas seseorang.Dengan perkembangan teknologi pengenalan pola pada cuaca seperti negara adidaya Uncle Sam maka badai topan yang maha dahysatpun dapat dikenali arah pola gerakannya sehingga mampu meminimalis jatuhnya korban jiwa. Contoh di atas membuktikan betapa pentingnya kemampuan kita dalam pengenalan pola untuk kasus tertentu. Nah, kemampuan pengenalan pola tersebut dapat terus diasah, dimana salah satu caranya dapat melalui kecerdasan kreativitas metris. Apalagi ditunjang oleh fakta bahwa pengukuran kecerdasan kreativitas metris sifatnya kuantitatif sehingga kemajuannya dapat dipantau dengan lebih objektif.Mengapa siswa perlu belajar kecerdasan kreativitas angka (metris)? Siswa bila telah dilatih sehingga mempunyai kemampuan pengenalan pola bilangan yang baik maka kemampuan dalam menyelesaikan permasalahan kuantitatif akan lebih cepat dan efisien. Kemampuan ini tentu saja akan berimbas pada kemampuan memilah-milah suatu permasalahan yang kemudian mampu berusaha mengelompokannya menjadi beberapa kelompok dengan lebih baik. Bila dalam mengklasifikasikan masalah sudah benar maka penyelesaiannya akan menjadi lebih mudah karena bisa tahu masalah mana yang lebih prioritas dan bisa tahu bagian apa saja yang tepat ditugaskan untuk menyelesaikan tiap kelompok masalah tersebut. Jadi orang yang bekerja pada bidang dimana kemampuan pengenalan pola masalah sangat dibutuhkan seperti pekejaan seorang manager, maka sangat diuntungkan apabila mempunyai kecerdasan kreativitas metris karena kemampuan pengenalan pola masalah tersebut dapat lebih terasah.Dalam dunia kerja kreativitas seseorang sangat dibutuhkan, misalkan seorang guru dalam mengajarkan matematika kepada anak didiknya. Kita semua tahu bahwa pelajaran matematika menjadi momok yang menakutkan bagi sebagian besar siswa. Oleh karena itu pengajaran yang bentuknya konkret tidak abstrak sangat penting bagi anak untuk belajar memvisualisasi suatu angka atau bilangan. Nah disitulah letak seberapa besar kreativitas seorang guru bisa membawa materi yang diajarkan sekonkret mungkin dalam kehidupan sehari-hari.Bagi seorang pengusaha (enterprenur) kemampuan mengenali pola usaha tertentu dengan potensi profit yang akan dihasilkan pada masa yang akan datang tentu saja sangat dibutuhkan. Orang sering menyebutnya kemampuan membaca pola usaha itu sebagaiintuisi bisnis. Demikian juga kemampuan menghubungan pola informasi yang satu dengan informasi yang lain sangat dibutuhkan dalam dunia bisnis, dunia saham. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan kemampuan tersebut sangat penting. Misalkan terbukti dalam sejarah ketika Michelson melakukan percobaan menentukan kecepatan cahaya dari berbagai arah terbukti secara eksperimen bahwa kecepatan cahaya terbukti selalu sama. Nah, informasi ini bagi sijenius Einstein mempunyai makna yang sangat spesial. Dengan kemampuan dia mengenali pola informasi dari percobaan Michelson dengan pemahaman dia saat itu maka muncul kreativitas dari pemikirannya bahwa ETER tidak perlu ada. Cahaya atau gelombang elektromagnet (gel.TV, gel.radio dll) dalam proses perambatannya tidak membutuhkan zat perantara atau ETER. Nah, jadi sudah menjadi lebih jelaskan, bahwa kemampuan mengenali keteraturan pola atau menghubungkan pola satu dengan pola yang lainnya akan memunculkan kemampuan daya kreativitas, makanya kemampuan ini sangat berguna bagi orang yang ingin sukses.Salah satu enterpreneur yang fenomenal adalah steve jobs, pendiri perusahaan komputer apple. Setelah cukup lama tidak me-lauchingproduk sefenomenal komputer apple yang menekankan pada konsep grafis, namun daya kreativitasnya tidaklah meredup. Hal ini terbukti setelah apple memproduksi iPod yang laku keras dan yang lebih fenomenal adalah produk iPhonenya dengan konsep inovatifnya dimana semua tombol untuk mengoperasikan sebuahhand phonemenggunakanfull touch screen. Ini sungguh ide kreatif yang sangat brialian sehingga produknya selalu laris diserap oleh pasar.Kemampuan kreativitas Angka (Metris) dapat diasah melalui peningkatan kemampuan pengenalan keteraturan pola bilangan dengan makin baik. Beberapa pola bilangan yang akan coba dikenali keteraturannya membutuhkan tingkat kreativitas tertentu mulai dari yang biasa (pola bilangan eksplisit) hingga kreativitas tinggi (pola bilangan implisit). Kelebihan dari mengasah Kreativitas melalui Angka (Metris) ini karena pengukuran kreativitas dapat dilakukan secara obyektif melalui faktorketepatan dan kecepatandalam mengeksekusi pola bilangan.

REFERENSIDarsono, Licen Indahwati.DETERMINAN KREATIVITAS DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KINERJA: SEBUAH STUDI EMPIRIS DI DUNIA PENDIDIKAN TINGGI. Unika Widya Mandala. Surabaya: 2006

http://old.nabble.com/TaManBinTaNG-%3E%3E%3E-KAKA:-Kompetisi-Asah-Kreativitas-Angka-td19196323.html. 18 Desember 2009

Purwanto.Kreativitas Berpikir Menurut Guilford.STAIN Surakarta; 2007

Sarwono, Sarlito Wirawan.Emotional dan Spiritual Quotient untuk meningkatkan Produktivitas Kerja.www.indonesianpsychologist.blogspot.com

www.nakita.com.Mengukur Tingkat Kreativitas Si Prasekolah.18 Desember 2009

www.portalhr.com.Mitos Tentang Kreativitas. 20 Desember 2009

www.unikaatmajaya.com.Kreativitas Angka. 18 Desember 2009

www.wahyubk.blogspot.com.Pengertian Kreativitas, 16 Desember 2009

(Sumber: http://www.psychologymania.com/2010/01/pengukuran-kreativitas.html diunduh Jumat, 17 Mei 2013)

KONSEPKREATIVITASPosted: April 20, 2011 inUncategorized 0PENDAHULUANPengertian KreativitasUtami MunandarKreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi, atau unsur-unsur yang ada. Dalam hal ini, Munandar mengartikan bahwa kreativitas sesungguhnya tidak perlu menciptakan hal-hal yang baru, tetapi merupakan gabungan (kombinasi) dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya. Sedangkan yang dimaksud dengan data, informasi, atau unsur-unsur yang ada, dalam arti sudah ada atau sudah dikenal sebelumnya, adalah semua pengalaman yang telah diperoleh seorang selama hidupnya termasuk segala pengetahuan yang pernah diperolehnya. Oleh karena itu, semua pengalaman memungkinkan seseorang mencipta, yaitu dengan menggabung-gabungkan (mengkombinasikan) unsur-unsurnya menjadi sesuatu yang baru. Kreativitas (berpikir kreatif atau berpikir divergen) adalah kemampuan berkreasi berdasarkan data atau informasi yang tersedia dalam menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, dimana penekanannya adalah pada kuantitas, ketepatgunaan, dan keragaman jawaban. Jawaban-jawaban yang diberikan harus sesuai dengan masalah yang dihadapi dengan memperhatikan kualitas dan mutu dari jawaban tersebut. Berpikir kreatif dalam menjawab segala masalah adalah dengan menunjukkan kelancaran berpikir (dapat memberikan banyak jawaban), menunjukkan keluwesan dalam berpikir (fleksibilitas), memberikan jawaban yang bervariasi, dan melihat suatu masalah dari berbagai sudut tinjauan. Secara operasional kreativitas dapat dirumuskan sebagai kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), dan orisinalias dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, memperinci) suatu gagasan.

Mary MayeskyKreativitas adalah proses membawa sesuatu yang baru menjadi suatu hasil. Kreativitas adalah sebuah cara berpikir dan bertindak atau membuat sesuatu yang orisinal untuk diri sendiri dan bernilai bagi orang lain. Kreativitas berawal di dalam pemikiran seseorang dan biasanya merupakan hasil dari bentuk sebuah ekspresi yang dapat dilihat, didengar, dicium, dirasakan, atau dirasa.

WikipediaKreativitas adalah sebuah proses mental meliputi penemuan ide baru atau konsep atau sebuah hubungan baru dari idea tau konsep yang sudah ada, dihasilkan berdasarkan proses dari pemikiran yang secara sadar ataupun tidak sadar

Clark MoustatisKreativitas adalah pengalaman mengekpresikan dan mengaktualisasikan identitas individu dalam bentuk terpadu dalam hubungan dengan diri sendiri, dengan alam, dan dengan orang lain.

Conny R. SemiawanKreativitas merupakan kemampuan untuk memberi gagasan baru yang menerapkannya dalam pemecahan masalah.

Carl Rogers(1982)Kreativitas adalah kecenderungan untuk mengaktualisasikan diri, mewujudkan potensi, dorongan untuk berkembang dan menjadi matang ,kecenderungan untuk mengekpresikan dan mengaktifkan semua kemampuan organisme. Proses kreatif sebagai munculnya dalam tindakan suatu produk baru yang tumbuh dari keunikan individu di satu pihak dan dari kejadian,orang-orang, dan keadaan hidupnya dilain pihak.

David CampbellKreativitas adalah kegiatan yang mendatangkan hasil yang sifatnya: 1) Baru(novel):inovatif, belum ada sebelumnya, segar, menarik, aneh, mengejutkan. 2)Berguna(useful):lebih enak , lebih praktis, mempermudah, memperlancar, mendorong, mengembangkan, mendidik, memecahkan masalah, mengurangi hambatan, mengatasi kesulitan, mendatangkan hasil lebih baik/ banyak. 3)Dapat dimengerti(understandable):hasil yang sama dapat dimengerti dan dapat dibuat di lain waktu.

Britannica Concise EncyclopediaKreativitas adalah kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang baru melalui kemampuan imajinasi, sebuah solusi baru untuk sebuah masalah, sebuah metode baru atau alat, atau sebuah objek atau bentuk baru yang artistik.

Childrens Health EncyclopediaKreativitas adalah kemampuan untuk memikirkan dan menemukan desain baru, membuat karya seni, menyelesaikan masalah menggunakan penyelesaian baru, atau mengembangkan ide dasar yang orisinal, baru atau pendekatan secara tidak sadar. Kreativitas adalah kemampuan untuk melihat sesuatu di sebuah pemikiran baru, untuk melihat dan menyelesaikan masalah dengan cara yang berbeda, dan terlibat dalam pengalaman mental dan fisik yang baru, unik, atau berbeda.

Hurlock 1978Kreativitas adalah suatu proses yang menghasilkan sesuatu yang baru apakah suatu gagasan atau suatu objek dalam suatu bentuk atau suatu susunan yang baru

Alvian 1983Kreativitas adalha suatu proses upaya manusia atua bangsa untuk membangun dirinya dalalm berbagai aspek kehidupannya. Tujuan pembengunan diri itu ialah untuk menikmati kualitas kehidupan yang semakin baik.

Selo Soemardjan 1983Kreativitas merupakan sifat pribadi seorang individu (dan bukan merupakan sifat sosial yang dihayati oleh masyarakat) yang tercermin dari kemampuanya untuk menciptakansesuatu yang baru.

Solso (1998)Kreativitas adalah aktivitas kognitif yang menghasilkan cara pandang baru terhadap suatu masalah atau situasi.

Drevdal (1999)Kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk menghasilkan komposisi, produk, atau gagasan apa saja yang pada dasarnya baru, dan sebelumnya tidak dikenal pembuatnya.

Parnes (1963)Kreativitas adalah proses berfikir dan merespon yang melibatkan hubungan dengan pengalaman sebelumnya, respon terhadap rangsangan yang berupa objek, symbol, ide-ide, orang maupun situasi dan menghasilkan paling tidak satu kombinasi yang unik.Berdasrakan pengertian di atas dapat disimpulakan bahwa Kreativitas adalah proses berpikir dan bertindak untuk menciptakan atau menyusun gagasan baru, baik yang benar-benar baru (belum ada sebelumnya) ataupun yang merupakan kombinasi dari unsur/elemen yang sudah ada sehingga menghasilkan sesuatu yang baru, dapat berupa ide pemikiran maupun produk, yang bersifat unik, orisinil, berbeda dari sebelumnya sehingga dapat dijadikan sebagai pemecahan masalah ataupun dirasakan, dilihat, dinikmati dan bermanfaat bagi dirinya sendiri dan/atau orang lain.

NEUROBIOLOGI DALAM KREATIVITASProses pemikiran untuk menyelesaikan masalah secara efektif melibatkan otak kiri atau otak kanan. Pemecahan masalah adalah kombinasi dari pemikiran logis dan kreatif. Secara umum, otak kiri memainkan peranan dalam pemrosesan logika, kata-kata, matematika, dan urutan yang disebut pembelajaran akademis. Otak kanan berurusan dengan irama, rima, musik, gambar, dan imajinasi yang disebut dengan aktivitas kreatif.

Bagan Proses Pemikiran Otak Otak Kiri Otak Kanan

Vertikal Kritis Strategis Analistis Lateral Hasil kreatif

Keterangan:1. Berpikir Vertikal. Suatu proses bergerak selangkah demi selangkah menuju tujuan Anda, seolah-olah Anda sedang menaiki tangga.2. Berpikir Lateral. Melihat permasalahan Anda dari beberapa sudut baru, seolah-olah melompat dari satu tangga ke tangga lainnya.3. Berpikir Kritis. Berlatih atau memasukkan penilaian atau evaluasi yang cermat, seperti menilai kelayakan suatu gagasan atau produk.4. Berpikir Analitis. Suatu proses memecahkan masalah atau gagasan Anda menjadi bagian-bagian. Menguji setiap bagian untuk melihat bagaimana bagian tersebut saling cocok satu sama lain, dan mengeksplorasi bagaimana bagian-bagian ini dapat dikombinasikan kembali dengan cara-cara baru.5. Berpikir Strategis. Mengembangkan strategi khusus untuk perencanaan dan arah operasi-operasi skala besar dengan melihat proyek itu dari semua sudut yang mungkin.6. Berpikir tentang Hasil. Meninjau tugas dari perspektif solusi yang dikehendaki.7. Berpikir Kreatif. Berpikir kreatif adalah pemecahan masalah dengan menggunakan kombinasi dari semua proses.

Pada usia dini anak masih dalam taraf pertumbuhan dan perkembangan dalam berbagai segi termasuk otaknya. Otak merupakan pusat dari intelegensi pada anak. Koestler telah mengemukakan suatu teori tentang istilah belahan otak kiri dan kanan yang tugas dan fungsi, ciri dan responnya berbeda terhadap pengalaman belajar, meskipun tidak dalam arti mutlak. Respon kedua belahan otak ini tidak sama, dan menuntut pada pengalaman belajarnya. Seorang anak secara genetis telah lahir dengan suatu organisme yang disebut intelegensi yang bersumber dari otaknya. Kalau struktur otak telah ditentukan secara biologis, berfungsinya otak tersebut sangat dipengaruhi oleh interaksi dengan lingkungannya.Otak tersebut terdiri dari dua belahan otak (kiri dan kanan) yang disambung oleh segumpal serabut yang disebut corpus callosum. Kedua belahan otak tersebut berfungsi tugas dan responnya berbeda dan seharusnya tumbuh dalam keseimbangan. Pada anak-anak usia dini, maka program yang dilakukan seharusnya adalah upaya memaksimalkan pengembangan otak kanan anak. Hal ini disebabkan bahwa belahan otak kanan lebih banyak berfungsi untuk mengutamakan respon yang terkait dengan persepsi holistik, imajinatif, kreatif dan bisosiatif. Hal ini berbeda dengan otak kiri yang lebih bertugas untuk menangkap persepsi kognitif serta berpikir secara linier, logis, teratur dan lateral. Biasanya fungsi otak kiri lebih pada bidang pengajaran yang verbalistis dengan menekankan pada segi hapalan dan persepsi kognitif saja. Untuk itulah guna mengefektifkan otak kanan anak sejak usia dini maka diperlukan experiental learning (belajar berdasarkan pengalaman langsung) untuk anak-anak usia dini guna lebih mengefektifkan fungsi divergennya (dimana anak-anak dibiasakan untuk selalu memberikan ide dan alternatif yang tidak homogen). Hal ini akan berdampak pada anak yang kreatif, suka berpikir beda dan penuh ide. Oleh karena itu, terdapat beberapa ciri yang bisa dilihat pada anak usia dini yang dipercaya sebagai tanda-tanda positif untuk anak yang kreatif. Kemampuan motorik yang lebih awal seperti kemampuan untuk berjalan, memanjat, memakai baju dan sepatu ataupun menyuapi diri sendiri, anak mampu bicara dengan kalimat yang lengkap, kosa kata yang banyak, daya ingat yang baik dan menunjukkan keinginan yang kuat untuk belajar dan hasrat yang besar terhadap buku ataupun gambar-gambar dibandingkan dengan anak yang lainnya. Biasanya akan terlihat dari kecenderungannya untuk menyukai permainan yang merangsang daya khayalnya, adanya daya ingat yang baik, kemampuan coba-salah dan mempu menyenangi dirinya (bersibuk diri) dalam waktu yang cukup lama. Bagaimana kita dapat mengoptimalkan kemampuan otak kanan anak kita sejak usia dini. Ada beberapa motede yang dapat dipakai antara lain dengan bermain musik, bermain, menggambar, dan lain-lain. Akan tetapi terdapat pendapat lain yang mengatakan bahwa kreativitas memerlukan pengaktifan dan komunikasi bersama antara kedua belahan otak yang dalam kondisi normalnya tidak terhubung secara kuat. Orang-orang dengan tingkat kreatifitas tinggi yang unggul dalam inovasi kreatif cenderung berbeda dengan orang biasa pada tiga hal, yaitu:a) Mereka mempunyai level yang tinggi dari pengetahuan khusus / tertentub) Mereka mampu untuk berpikir divergen yang diperantarai oleh lobus frontal.c) Dan mereka dapat memodulasi neurotransmitters seperti norepinephrine di lobus frontal mereka.Selain memerlukan keseimbangan antara otak kanan dan kiri, di dalam otak juga terdapat bagian lain yang berpengaruh dalam kreativitas. Adapaun terdapat beberapa ahli yang telah menelitinya, antara lain:

Alice FlahertyKreativitas merupakan hasil dari interaksi antara lobus frontal, lobus temporal, dan dopamine dari system limbic. Lobus frontal dapat dipandang sebagai pihak yang berperan dalam kemunculan ide, dan lobus temporal berperan dalam menyunting dan mengevaluasi ide tersebut. Abnormalitas di lobus frontal seperti depresi dan ketakutan pada umumnya mengurangi kreativitas, sebaliknya abnormalitas di lobus temporal sering kali meningkatkan kreativitas. Aktivitas yang tinggi di lobus temporal biasanya mengurangi kinerja/aktivitas di lobus frontal dan bagitu pula sebaliknya. Level yang tinggi dari dopamine meningkatkan perilaku kebangkitan umum dan arah tujuan dan mengurangi keputusasaan dan pengaruh ketiganya mengingkatkan kemunculan ide-ide.

Vandevert (Memory kerja dan Cerebellum)Vandenvert menjelaskan bagaimana lobus frontal dan fungsi kognitif dari cerebellum berkolaborasi untuk menghasilkan kreatifitas dan inovasi. Vandenvert menjelaskan dari bukti yang dapat diperhitungkan, bahwa semua proses dari memory kerja (yang bertanggung jawab untuk memproses semua pikiran) adalah dapat disesuaikan dengan model tertentu oleh cerebellum. Cerebellum, yang terdiri dari 100 milyar neuron, juga dikenal luas dalam peranannya penyesuaian dalam pergerakan tubuh. Proses memory kerja dari model penyesuaian Cerebellum, kemudian di umpan balik lobus prefrontal yang mengontrol proses memory kerja (yang kemudian pandangan kreatif atau pengalaman aha! terpicu di lobus temporal). Menurut Vandervert, detail dari adaptasi kreatif dimulai di bagian depan cerebellar model, dimana merupakan control anticipatory/eksploratory dari pergerakan dan pikiran. Proses ini kemudian berkembang menjadi perenungan yang diperpanjang dari waktu ke waktu. Level baru dari bangunan control ini kemudian diumpankan kepada lobus frontal. Karena model adaptive cerebellum dalam semua pergerakan dan semua level dari pikiran dan emosi, pendekatan Vandenvert membantu menjelaskan kreativitas dan inovasi dalam olahraga, seni, music dan disain video games, teknologi, matematika dan keajaiban anak-anak dan pikiran secara umum.

DIMENSI KREATIVITASDimensi kreativitas menurut Rhodes (1961) terbagi menjadi empat yang dikenal disebut sebagai The Four Ps of Creativity. Keempat dimensi tersebut adalahperson, process, product,danpress. Keempat P ini saling berkaitan, yaitu Pribadi (Person) kreatif yang melibatkan diri dalam proses (Process) kreatif, dan dengan dorongan dan dukungan (Press) dari lingkungan, menghasilkan produk (Product) kreatif.

Kreativitas dalam dimensi PersonKreativitas pada dimensi person adalah upaya mendefinisikan kreativitas yang berfokus pada individu atau person dari individu yang dapat disebut kreatif. Guilford menerangkan bahwa kreativitas merupakan kemampuan atau kecakapan yang ada dalam diri seseorang, hal ini erat kaitannya dengan bakat. Dalam mendefinisikan pribadai kreatif anak usia dini, perlu diperhatikan 4 kriteria dasar menurut Guilford (1957) dan Jackson&Messick (1965) dalam Isenberg dan Jalongo, sebagai berikut:1. Orisinal (original), perilaku yang tidak biasa dan di luar dugaan (mengejutkan) daripada hal yang khas dan dapat diprediksi.2. Sesuai dan berkaitan (appropriate and relevant), perilaku kreatif memiliki kesesuaian dan berkaitan dengan tujuan dari seseorang ketika ia membuat sesuatu.3. Kelancaran (fuent) yang menghasilkan sesuatu yang baru dalam bentuk yang berarti, perilaku kreatif menunjukkan kelancaran yang berkaitan dengan kreativitas dan dapat disamakan dengan kelancaran dalam berbahasa, hal ini dimaksudkan bahwa seorang anak dapat menghasilkan sebuah ide dengan mudah setelah menghasilkan ide sebelumnya.4. Fleksibel (flexible) dalam mengembangkan dan menggunakan pendekatan yang tidak biasanya dalam memecahkan masalah.Perilaku kreatif pada orang dewasa dan perilaku kreatif pada anak-anak adalah sesuatu yang berbeda. Kematangan kreativitas seseorang biasanya menekankan pada tiga hal yaitu, keahlian dalam kemampuan teknis dan artistik, kemampuan kreativitas seseorang, dan motivasi instrinsik. Seorang anak secara jelas memiliki pengalaman yang sedikit dibandingkan dengan orang dewasa, oleh sebab itu mereka memiliki sedikit keahlian dan gaya bekerja mereka belum berkembang dengan baik. Berikut ini merupakan karakteristik dasar yang dimiliki oleh seorang anak yang dapat membentuknya menjadi pribadi yang kreatif:1. Unik merupakan ciri khas cara berpikir anakMenurut Holden (1987), 3 hal keunggulan anak dalam berpikir untuk menjadi kreatif adalah: (a) sensitivitas dalam stimulasi internal dan eksternal, (b) tidak memiliki hinbition (pencegahan dalam diri), (3) kemampuan menyerap yang baik di dalam sebuah aktivitas.1. Imajnasi dan fantasiImajinasi dan fantasi merupakan bekal awal yang dimiliki seseorang ketika masa kanak-kanak untuk menjadi pribadi yang kreatif. Imajinasi adalah kemampuan untuk membentuk berbagai bentuk dan mencerminkan berbagai variasi pikiran/mental atau konsep pemikiran berbagai hal tentang orang, tempat, sesuatu dan situasi yang tidak nyata. Oleh karena itu, menurut Weigner (1983) imajinasi adalah masalah yang harus diselesaikan seorang anak dengan orang dewasa it is an atau as if situasi. Selain itu, menurut Weigner, fantasi adalah sebuah bagian khusus dari imajinasi untuk mencerminkan pemikiran atau konsep yang memiliki sedikit kesamaan dengan dunia nyata. Fantasi mengeksplor keadaan dalam mempercayai hal yang mustahil atau sedikit nyata.

Sedangkan Gardner (1983) menjelaskan bagaimana seorang anak memiliki kebebesan dalam berpikir, dan dengan mudah dapat bergerak termasuk dalam berbagai gaya berpikir.

Adapun karakteristik perkembangan anak dalam kemampuan berkreasi menurut Mayesky (1990) adalah sebagai berikut:UsiaKarakteritik PerkembanganIndikator

0 2 tahunKreativitas dalam berekspresi melalui kegiatan sensori dan eksplorasi dalam keadaan natural-Bereaksi terhadap pengalaman sensory-Mengeksplor media melalui segala indera-Mampu menggambar pertama kali pada usia 12-20 bulan-Mulai mengikuti pola perkembangan secara umum.

2 4 tahunKreativitas dalam berekspresi melalui kegiatan manipulate dan berorientasi pada kegiatan menemukan (discovery) dan kemampuan perkembangan-Mengeksplor dan memanipulasi bahan-bahan Berpengalaman pada permainan eksplorasi dan kegiatan seni-Sering mengulang kegiatan-Mulai memberi nama dan mengerti symbol.-Menilai bahwa hasil tidaklah begitu penting-Dapat merusak produk yang dihasilkan selama proses pembuatan-Mampu melihat bentuk dalam selama kegiatan

4 6 tahunKreativitas dalam berekspresi menjadi lebih kompleks dan representasional-Membuat berbagai simbol untuk menggambarkan berbagai perasaan dan ide- Mampu merepresentasikan apa yang ia telah ketahui, bukan apa yang ia telah lihat-Mulai menciptakan kegiatan secara detail dan realistik secara bertahap.-Menciptakan definisi dari bentuk dan ukuran-Sering melakukan kegiatan tanpa terencana dan melakukan kegiatan dengan hati-hati-Mulai jarang merusak kegiatan ataupun hasil produk selama proses berlangsung

Kreativitas dalam dimensi ProsesKreativitas pada dimensi proses upaya mendefinisikan kreativitas yang berfokus pada proses berpikir sehingga memunculkan ide-ide unik atau kreatif.Creativity is a process that manifest in self in fluency, in flexibility as well in originality of thinking (Munandar, 1977 dalam Reni Akbar-Hawadi dkk, 2001). Utami Munandar menerangkan bahwa kreativitas adalah sebuah proses atau kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibititas), dan orisinalitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, memperinci), suatu gagasan. Pada definisi ini lebih menekankan pada aspek proses perubahan (inovasi dan variasi). Selain pendapat yang diuraikan diatas ada pendapat lain yang menyebutkan proses terbentuknya kreativitas sebagai berikut :Wallas (1976) dalam Reni Akbar-Hawadi dkk, 2001 mengemukakan empat tahap dalam proses kreatif yaitu:1) Tahap Persiapan; adalah tahap pengumpulan informasi atau data sebagai bahan untuk memecahkan masalah. Dalam tahap ini terjadi percobaan-percobaan atas dasar berbagai pemikiran kemungkinan pemecahan masalah yang dialami.2) Tahap Inkubasi; adalah tahap dieraminya proses pemecahan masalah dalam alam prasadar. Tahap ini berlangsung dalam waktu yang tidak menentu, bisa lama (berhari-hari, berbulan-bulan, bertahun-tahun), dan bisa juga hanya sebentar (hanya beberapa jam, menit bahkan detik). Dalam tahap ini ada kemungkinan terjadi proses pelupaan terhadap konteksnya, dan akan teringat kembali pada akhir tahap pengeraman dan munculnya tahap berikutnya.3) Tahap Iluminasi; adalah tahap munculnya inspirasi atau gagasan-gagasan untuk memecahkan masalah. Dalam tahap ini muncul bentuk-bentuk cetusan spontan, seperti dilukiskan oleh Kohler dengan kata-kata now, I see itu yang kurang lebihnya berarti oh ya.4) Tahap Verifikasi; adalah tahap munculnya aktivitas evaluasi tarhadap gagasan secara kritis, yang sudah mulai dicocokkan dengan keadaan nyata atau kondisi realita.Dari dua pendapat ahli diatas memandang kreativitas sebagai sebuah proses yang terjadi didalam otak manusia dalam menemukan dan mengembangkan sebuah gagasan baru yang lebih inovatif dan variatif (divergensi berpikir). Proses kegiatan kreatif bagi anak usia dini merupakan sebuah program yang memberikan kesempatan dan tempat untuk mereka mengekspresikan pikiran, ide, perasaan, aksi, dan kemampuan dalam berbagai penggunaan media dan aktivitas. Adapun menurut Mayesky (1990) prinsip yang perlu di perhatikan dalam melakukan proses kreativitas untuk anak usia dini adalah:1) Memperhatikan proses bukanlah hasil (product)Tujuan utama kegiatan kreativitas bukanlah terlihat dari produk yang dihasilkan melainkan proses ketika berkreasi tersebut. Dalam proses kretivitas tersebut dapat terlihat menggambarkan pengalaman dan perasaan anak. Alasan lainnya mengapa proses krativitas lebih penting daripada produk yang dihasilkan adalah seorang anak belum memiliki kemampuan yang cukup baik dalam menggunakan material. Oleh karena itu, sebaiknya kegiatan kreativitas memberikan kesempatan kepada anak untuk berekspresi berdasarkan kemampuan anak untuk mengkonstruk sesuatu melalui cara mereka sendiri.2) Memperhatikan kebutuhan anakKegiatan kreativitas harus memperhatikan kebutuhan anak, disesuaikan dengan usia, kemampuan, dan minat. Adapun hal-hal yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:- Menyiapkan area yang dapat memfasilitasi pengalaman kreatif anak- Menyiapkan material-material sehingga anak mendapatkan pengalaman berkreasi setiap hari- Menyiapkan kegiatan seni secara mingguanKreativitas dalam dimensi PressKreativitas menekankan pada faktor press atau dorongan, baik dorongan internal diri sendiri berupa keinginan dan hasrat untuk mencipta atau bersibuk diri secara kreatif, maupun dorongan eksternal dari lingkungan sosial dan psikologis. Definisi Simpson (1982) dalam S. C. U. Munandar 1999, merujuk pada aspek dorongan internal dengan rumusannya sebagai berikut : The initiative that one manifests by his power to break away from the usual sequence of thought Mengenai press dari lingkungan, ada lingkungan yang menghargai imajinasi dan fantasi, dan menekankan kreativitas serta inovasi. Kreativitas juga kurang berkembang dalam kebudayaan yang terlalu menekankan tradisi, dan kurang terbukanya terhadap perubahan atau perkembangan baru. Dalam mengembangkan kreativitas untuk anak usia dini, lingkungan juga merupakan faktor yang sangat menentukan. Jika lingkungan sekitar anak aman dan mampu menstimulasi maka lingkungan dapat meningkatkan kreativitas anak. Hal ini disebabkan anak secara natural selalu ingin mengetahui dan mencari tahu tentang lingkungan sekitar mereka. Oleh karena itu, lingkungan sekitar anak sebaiknya menjadi lingkungan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada anak untuk mengeksplorasi dan mendapatkan pelajaran serta memberikan kesempatan untuk anak berkreasi. Maxim (1985) menjelaskan tentang lingkungan yang mampu menstimulasi tindakan kreatif anak adalah lingkungan yang memperhatikan beberapa aspek di bawah ini:- Keterbatasan waktu sebaiknya dihapus dalam kegiatan yang mana anak terlibat secara lebih jauh.- Kebebasan, hal ini membangun keadaan dimana anak terdorong untuk berkespresi.- Anak mampu mengemukakan ide dan terstimulasi kemampuan berpikir lainnya.- Menghilangkan kondisi yang membuat stress dan cemas dalam lingkungan. Lingkungan harus dikondisikan dengan suasana yang menyenangkan.Selain itu, lingkungan yang mampu menstimulasi kegiatan kreativitas harus menyediakan berbagai material, sejak anak membutuhkannya dalam kegiatan manipulasi secara fisik sebagai kegiatan pembelajaran.Definisi Kreativitas dalam dimensi ProductDefinisi pada dimensi produk merupakan upaya mendefinisikan kreativitas yang berfokus pada produk atau apa yang dihasilkan oleh individu baik sesuatu yang baru/original atau sebuah elaborasi/penggabungan yang inovatif. Creativity is the ability to bring something new into existence(Baron, 1976 dalam Reni Akbar-Hawadi dkk, 2001) Definisi yang berfokus pada produk kreatif menekankan pada orisinalitas, seperti yang dikemukakan oleh Baron (1969) yang menyatakan bahwa kreatifitas adalah kemampuan untuk menghasilkan/menciptakan sesuatu yang baru. Begitu pula menurut Haefele (1962) dalam Munandar, 1999; yang menyatakan kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi-kombinasi baru yang mempunyai makna sosial. Dari dua definisi ini maka kreatifitas tidak hanya membuat sesuatu yang baru tetapi mungkin saja kombinasi dari sesuatu yang sudah ada sebelumnya.KARAKTERISTIK PRIBADI KREATIFMenurut Davis (1999), terdapat 115 karakter atau ciri-ciri yang ditemukan pada orang yang kreatif. Namun tidak setiap orang kreatif memiliki ke 15 karakter tersebut. Di sini ada beberapa contoh beberapa tokoh-tokoh yang kreatif namun para guru, professor atau pengawasnya TIDAK mengenali karakter mereka- Thomas Edision dibilang bodoh untuk melakukan segala sesuatuoleh gurunya- Albert einsten baru bisa berbicara umur 4 tahun dan membaca umur 7 tahun- Walt Disney dipecat oleh editor Koran karena ia tidak memiliki ide yang bagus- Charles Darwin berprestasi buruk ketika kecil dan gagal ketika kuliah kedokteranKe-15 karakter yang akan dibahas lebih lanjut adalah:Sadar bahwa ia kreatifSebagian besar orang-orang yang kratif menyadari akan kekreatifannya. Mereka memiliki kebiasaan melakukan hal yang kreatif dan meraka menyukai menjadi kretif. Davis (1999), mengatakan bahwa dalam meningkatkan kratifitas kita dan mengajarkannya kepada orang lain. Mengapa kesadaran kalau kreatif itu penting? Karena karakter ini dapat mendorong kepada karakter ini dapat mendorong kepada karakter-karakter yang lain. Ketika seseorang membangun kesadaran akam kreatif maka secara alam bawah sadar ia akan terbawa keperilaku dan bagaimana ia berfikir, ketika seseorang sadar bahwa ia kreatif, ia akan memilki rasa percaya diri yang tinggi. Ada beberapa strategi untuk membangun atau mengembangkan sifat ini- Buat anak-anak murid melangkah melewati batasan- Tanyakan pertanyaan yang memancng- Minta mereka membuat sesuati dari barang bekas- Katakana pada murid berulang kali bahwa mereka bisa lebih kreatif- Guru selalu mengatakan diawal pelajaran hai, apa kabarmu murid-muridku yang kreatif ? mereka akan termotivasi untuk berfikirOrisinilTradiff dan Stemberg (1988) mengatakan bahwa orisinalitas dan imajinasi yang baik biasa diasosiasikan dengan orang yang kreatif. Ada beberapa strategi untuk membangin atau mengembangkan sifat orisinal ini- Guru memberikan dorongan kepada murid- Guru memberikan ide-ide liar untuk mengembangkan atau memberikan ide-ide lain- Dalam tugas, beri kesempatan bagi murid untuk mengeluarkan banyak ide- Menyelenggarakan perlombaan yang meliputi motivasi originalitasIndependenOrang yang kreatif berani berbeda dari yang lain, melakukan perubahan, menonjol, menentang tradisi, dan membelokkan beberapa peraturan (bukan dalam arti melakukan hal negatif).Ada beberapa strategi untuk membangun atau mengembangkan sifat ini- Guru mengeajarkan murd untuk melakukan pekerjaan mereka secara mandiri dengan tema yang berbeda- Guru meluangkan waktu diluar jam pelajaran untuk mendengarkan masalah murid- Guru menyemangati murid- Membuat murid berfikir bahwa saya bisa melakukan ini- Murid diperbolehkan mengatur, merencanakan acara-acara sekolahBerani ambil resikoSifat ini berhubungan ketika berhadapan dengan segala sesuatu yang belum jelas, baik itu situasi, masalah, jawaban dan lain-lain. Hal yang belum jelas itu memiliki resiko. Orang kreatif akan berani mengambil resiko dengan tetap menghadapi masalah. Ada beberapa strategi untuk membangun atau mengembangkan sifat ini.- Guru membebaskan murid untuk mengemukakan ide-ide mereka- guru memberikan tanggapan yang positif kepada anak yang berani ambil resiko dan puji mereka- berikan kesempatan kepada murid untuk mengambil resiko yang tidak akan mempengaruhi nilai mereka, sehingga bisa merasa nyaman untuk mengambil resiko tersebut.Penuh energiOrang yang kreatif memilikii tipikal sebagai orang yang penuh energy. Biasanya ia pantang menyerah, berkomitmen penuh akan sesuatu dan memiliki loyalitas. Thomas Edison melakukan ratusan kali percobaan yang gagal hingga akhirnya menemukan bola lampu. Jika ia tidak memiliki energy yang melimpah mungkin ia akan menyerah. Ada beberapa strategi untuk membangun dan mengembangkan sifat ini:- guru mengetahui kegairahan bekerja yang dimiliki murid. Kenali bahasa penyelesaiannya dan motivasinya- selalu menyemangati murid untuk melakukan yang terbaik- menjadi teladan untuk murid penuh dengan energi ketika mengajarRasa ingin tahuOrang yang kreatif memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan kuat. Ia mempertanyakan segala sesuatu dan mempertahankan rasa ingin tahu mereka.Ada beberapa strategi untuk membangun atau mengembangkan sifat ini :- Guru memberikan objek nyata pada murid dan membiarkan murid-murid untuk bertanya- Guru memberikan kertas kosong dan tanyakan apa yang ingin dipelajari pada saat itu- Berikan pertanyaan terbuka (dengan kalimat,bagaimana jika?, apabila, kalaw? dll)Punya rasa humorSifat lain yang biasanya ditemukan pada orang kreatif adalah selera humor yang tinggi. Dalam mengahadapi masalah, rasa humor dapat menghadirkan suasana yang relaks. Ada beberapa strategi untuk membangun atau mengembangkan sifat ini:- Minta anak untuk berfikir: jika kamu adalah (professor Einsten, SBY, tutup kloset, dsb) apa yang akan kamu pikirkan/lakukan?..- Berikan banyak permainan- Menyeling pelajaran atau ketika mengajar dengan lelucon/cerita lucu- Mengadakan hari kostum lucuMemiliki kapasitas untuk berfantasiKemampuan berimajinasi dan berfantasi adalah sifat yang sering ditemukan pada orang yang kreatif. Imajinasi diperlukan untuk menjembatanai dari sesuatu yang sudah diketahui kesesuatu yang belum diketahui.Tertarik pada hal yang rumit, kompleks dan belum jelasOrang yang kreatif biasanya akan tertarik pada hal-hal yang rumit, kompleksitas, ketidak jelasan, fantasi dan kemisteriusan. Sifat ini merupakan hal yang penting karena seseorang akan menemukan tantangan-tantangan yang baru. Kerumitan, ketidakjelasan dan kekompleksan itulah yang membuat kreatifitasnya terasah. Ada beberapa strategi untuk membangun atau mengembangkan sifat ini:- Murid membuat cerita yang sangat imajinatif yang dibuat oleh murid sendiri- Murid bermain dengan pikiran yang imajinatif, seperti : bagaimana jika? Menantang situasi yang ada.- Membacakan dongeng- Minta murid-murid untuk membuat sesuatu yang seperti mainan yang belum pernah ada sebelumnya.ArtistikOrang kreatif biasanya menganggap dirinya artistic walaupun dirinya tidak bisa menggambar. Mengembangkan jiwa artistik akan penting untuk membantu kita melihat sesuatu dari sudut pandang yang berbeda. Jiwa artistik akan membantu kita untuk memberikan nilai lebih pada ide atau karya kita.Berfikir terbukaBerfikiran terbuka merupakan tingkah laku kreatif yang utaman juga. Ini merupakan keinginan untuk menerima ide-ide baru dan melihat sebuah masalah dari sudut pandang yang berbeda. Ada beberapa strategi untuk membangun atau mengembangkan sifat ini:- Permainan pern jika aku menjadi .- Memperbanyak diskusi debat- Membaca banyak buku untuk menambah wawasanCermat dan telitiSifat ini secara teori akan membuat orang terorganisir, disiplin dan komitmen penuh pada apa yang akan dikerjakan.Butuh waktu menyenderiBeberapa orang yang kreatif memilih untuk bekerja sendiri disbanding bekerja di kelompok. Dengan sendiri ia bisa melibatkan kemandirian kreatifnya.Mudah mengertiOrang kreatif biasanya mudah mengerti akan suatu masalah. Ia dapat melihat hubungan-hubungan dari data atau informasi yang didapatnya.EmotionalAda beberapa orang yang dianugerahi dengan kemampuan berimajinasi dan berfantasi yang hebat, meramal, berpuisi dan lain. Orang orang ini memiliki emosi yang sangat mendalam dan memiliki kepedulian yang tinggi mengenai mana yang benar dan salah.DAFTAR PUSTAKAIsenberg, Joan.P & Marry Renck Jalongo. Creative Expression And Play In The Early Chilhood Curriculum. 1993. Toronto: Maxwell Macmillan Canada.Mayesky, Mary. Creative Activities for Young Children. 1990. USA: Delmat Publisher Inc.Munandar, S.C. Utami. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah (Petunjuk Bagi Guru dan Orangtua). 1992. Jakarta: Gramedia.Oka, Aloysius dan Della Alamsyah. Buku Ajar Mata Kuliah Kreativitas (Pribadi yang Kreatif). Jakarta:KredoSuryani, Lilis. Buku Ajar Mata Kuliah Kreativitas. 2007. Jakarta: UNJwww.wikipedia.org/wiki/Creativitywww.creativityatwork.com/articlesContent/meaning

(Sumber: http://abdiplizz.wordpress.com/2011/04/20/konsep-kreativitas/ diunduh Jumat, 17 Mei 2013)

Implementasi Pendekatan Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan KreativitasSiswaOleh:Hj. Atit Suryati

Kepala sekolah di SD Negeri Cangkuang II-IV kecamatan Dayeuhkolot kabupatenBandung.Abstrak:Salah satu bagian dari mata pelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar adalah berpuisi dengan standar kompetensi agar siswa memiliki kemampuan menulisdan membaca yang melibatkan aspek lafal, intonasi, kebermaknaan, ekspresi, dan gagasan. Berpuisi sangat penting dalam membangun karakter siswa karena mengandung unsur seni. Di dalamnya ada aspek rasa keindahan, baik sebagai karya tulis maupun dalam penyajiannya, sehingga dengan berpuisi kecerdasan intelektual, emosional, dan bahkan spiritual siswa dapat tumbuh dan berkembang. Namun demikian, pada umumnya siswa kurang motivasi terahadap materi berpuisi ini, di samping mendapat kesulitan dalam menulisnya juga dalam membacanya, hal ini disebabkan karena kurang penguasaan kosa kata, keberanian rendah dan rasa malu tinggi, pola komunikasi guru-siswa searah, dan budaya belajar yang masih senang menerima. Implementasi pendekatan kontekstual yang selalu terkait dengan dunia empirik siswa, pola komunikasi yang bersifat negosiasi-bukan instruksi, partisipasi siswa tinggi,konstruksivis, dan penciptaan suasana yang nyeman-menyenangkan ternyata dapat mengubah siswa menjadi bergairah dalam berpuisi.Kata Kunci:pendekatan kontekstual, kreativitasA.PendahuluanPuisi dapat diartikan sebagai hasil karya tulis yang mengandung unsur seni. Mengapa dikatakan demikian ? Karenapuisi adalah hasil buah fikir manusia (karya) dalam bentuk tertulis (tidak dalam bentuk lain, misal patung atau lukisan) yang penuh dengan unsur keindahan (rasa-emosi). Jika salah satu saja dari karakteristik tersebut hilang, misalkan unsur seni, tidak lagi disebut puisi, melainkan karya tulis biasa seperti halnya pengumuman, laporan, atau berita.Dalam berpuisi, baik waktu menulis, mambaca,maupun mendengarkannya, ada nuansa khusus sehingga emosional penulis, pembaca, ataupun pendengarnya terbawa hanyut oleh jiwa dari puisi itu. Lain halnya dengan sajian bahasa yang sifatnya informasi (mungkin) tidak akan menyentuh unsur afektif individu. Dengan demikian, melalui berpuisi sekaligus dapat membangkitkan dan mengembangkan (Bloom, BS dalam Erman, 2003) potensi emosional (affektive, rasa-budi) sekaligus kemampuan berfikir (cognitive, akal-fikir), dan ketrampilan psikis (psychomotoric). Dengan berpuisi, lengkaplah pengembangan potensi individu tersebut di atas, karena ketiganya selalu terbawa serta.Lain halnya dengan cabang mata pelajaran lain yang konon cenderung lebih memberikan penekanan pada salah satu aspek jatidiri manusia, terutama aspek kognitif.Bahayanya, bila unsur dominan dalam pembelajaran adalah kognitif atau psikomotorik dikhawatirkan manusia menjadi robot-komputer, sebaliknya bila tanpa kognitif cenderung hewani, dan bila hanya afektif yang dominan cenderung emosional dan tidak rasional.Pembelajaran membaca dan menulis puisi untuk siswa kelas V SD, yang melibatkan ketepatan aspek ( Depdiknas, 2003) lafal, intonasi, kebermaknaan, ekspresi, dan gagasan sangatlah penting bagi siswa dalam mengembangkan ketiga potensi di atas, agar pembelajaran benar-benar menjadi aktivitas memanusiakan manusia secara utuh. Inilah hakekat sebenarnya dari pembelajaran.Seperti dikemukakan oleh Goldman (dalam Erman, 2004) bahwa, kecerdasan individu terbagike dalam kecerdasan intelektual (IQ) pada otak kiri dan kecerdasan emosional (EQ pada otak kanan yang saling mempengarahui, di mana IQ berkontribusi untuk sukses hanya sekitar 20% sedangkan EQ bisa mencapai 40%.Pembelajaran berpuisi yang melibatkan otak kiri-kanan, bahkan kecerdasan intelektual (SQ), kedudukannya menjadi sangat penting dalam melatih dan mengembangkan ketiga kecerdasan tersebut untuk setiap individu (siswa) dalam mengembangkan kompetensinya secara terpadu.Namun demikian, puisi sebagai bagian tak terpisahkan dari pelajaran bahasaIndonesia, sampai sekarang ini dirasakan kurang mendapat perhatian dari siswa. Mereka seakan tidak merasa antusias bahkan terlihat rasa keengganan untuk berpuisi, hal ini mungkin disebabkan karena mereka kurang terbiasa untuk berapreasiasi yang melibatkan aspek akal, rasa, dan ketrampilan. Selain daripada itu pelaksanaan pembelajaranlain masih kurang menuntut hal seperti itu. Pada umumnya pembelajaran dilaksanakan dengan pola guru memberikan segalanya kepada siswa dan siswa tinggal menerima konsep yang sudah jadi, tinggal mendengar, mencatat, memahami, dan mengingatnya. Karena ketidakbiasaan tersebut, pembelajaran puisi yang menuntut kreativitas menjadi sesuatu yang menuntut usaha lebih dari siswa. Atau mungkin pula belum tumbuhnya kesadaran guru dan siswa akan peran berpuisi yang bisa mengembangkan IQ, EQ, dan SQ.Hal ini ditandai bahwa kebanyakan siswa (atau bahkan guru) enggan untuk berperan aktif dalam kegiatan yang menuntut penampilan, baik berpidato, berpuisi, atau bahkan bernyanyi. Bukankah bernyanyi pada hakekatnya adalah berpuisi dengan iringan nada ? Karena apa terjadi demikian?Biasanya yang terjadi adalah karena masalah sepele, yaitu tidak biasa dan tidak membiasakan berkomunikasi, sehingga yang tumbuh adalah rasa rendah diri, pemalu, dan rasa takut salah. Padahal salah adalah bagian dari belajar, tidak ada pembelajaran tanpa kesalahan, dan tidak pernah salah adalah cirinya tidak belajar.Dengan berpuisi (menulis dan mengkomunikasikan) siswa akan terlatih dalammenumbuhkan dan meningkatkan kemampuan berkreasi (kreativitas) melalui kegiatan eksplorasi, inkuiri, penalaran, dan komunikasi.Padahal, menurut teori belajar mutakhir (Peter Sheal, dalam Erman, 2004: 7) mengemukakan bahwa belajar yang paling bermakna hingga mencapai 90 % adalah dengan cara melakukan-mengalami dan mengkomunikasikan. Agar pembelajaran sesuai dengan prinsip tersebut, materi pelajaran haruslah disesuaikan dan diangkat dari konteks aktual yang dialami siswa dalam kehidupannya. Di sinilah guru dituntut untuk membelajarkan siswa dengan memandang siswa sebagai subjek belajar, yaitu dengan cara guru memulai pembelajaran yang dimulai atau dikaitkan dengan dunia nyata yaitudiawali dengan bercerita atau tanya-jawab lisan tentang kondisi aktual dalam kehidupan siswa (daily life), kemudian diarahkan melalui modeling agar siswa termotivasi, questioning agar siswa berfikir, constructivism agar siswa membangunpengertian, inquiry agar siswa bisa menemukan konsep dengan bimbingan guru, learning community agar siswa bisa berbagi pengetahuan dan pengalaman serta terbiasa berkolaborasi, reflection agar siswa bisa mereviu kembali pengalaman belajarnya, serta authentic assessment agar penilaian yang diberikan menjadi sangat objektif. Pembelajaran dengan sintaks seperti ini (Depdinas, 2002) menyebutnya dengan istilah Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning, CTL).Dengan pola CTL tersebut di atas, yang bisa memfasilitasi keterlibatan siswa dalam aktivitas belajar yang tinggi, diharapkan kemampuan kreativitas siswa pada pembelajaran berpuisi, dalam arti menulis dan mengkomunikasikan hasil puisinya, menjadi meningkat. Sehingga siswa merasa dihargai dan diberi kesempatan untuk mengembangkan diri sesuai dengan kemampuannya masing-mnasing, yang pada gilirannya nanti minat belajar meningkat, siswa belajar dengan antusias, dan dalam suasana pembelajaran yang menyenangkan.Dari uraian latarbelakang permasalahan tersebut di atas, judul proposal penelitian ini,yang diajukan penulis untuk penyusunan skiripsi adalah, Implementasi Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Kreativitas Siswa dalam Berpuisi. Kata implementasi pendekatan kontekstual sebagai variabel bebas (idependen, stimulus) di atas mengandung pengertian pelaksanaan, jadi penulis akan melaksanakan pendekatan pembelajaran kontekstual sebagai unsur inovasi dalam pembelajaran. Peningkatan kemampuan kreativitas sebagai variabel tak bebas (dependen, respons, terikat) dimaksudkan sebagai unsur solusi masalah yang terjadi di lapangan (kelas nyata),sedangkan berpuisi sebagai variabel perantara (intervening)dimaksudkan adalah menulis puisi dan mengkomunikasikannya.B.Rumusan dan Pembatasan Masalah1.Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah di atas, masalah penelitian ini dirumuskan,apakah implementasi pendekatan kontekstual dapat meningkatkan kemampuan kreativitas siswa dalam berpuisi ? Secara lebih terinci rumusan masalah tersebut dijabarkan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut:a.Apakah implementasi pendekatan kontekstual dapat meningkatkan kemampuan kreativitas siswa dalam menulis puisi ?b.Apakah implementasi pendekatan kontekstual dapat meningkatkan kemampuan kreativitas siswa dalam mempresentasikan puisi ?c.Unsur-unsur apa saja yang dapat diungkapkan siswa dalam menulis dan mempresentasikan puisi ?d.Bagaimana pendapat siswa tentang pelaksanaan pembelajaran berpuisi dengan menggunakan pendekatan kontekstual ?2.Pembatasan MasalahPermasalahan tersebut di atas bisa ditinjau dari berbagai aspek sehingga pembahasannya bisa sangat luas tetapi dangkal dan kurang terarah. Agar penelitian ini bisa tuntas dan terfokus, sehingga hasil penelitiannya akurat, permasalahan tersebut di atas akan dibatasi pada hal-hal tersebut di bawah ini.a.Subjek penelitian adalah pada siswa kelas V (sesuai kurikulum) SD Cangkuang Kecamatan Dayeuhkolot Kabupaten Bandung semester genap tahun ajaran 2006-2007, sebanyak 5 kali pertemuan @ 2 jam pelajaran (lima RPP)b.Implementasi (pelaksanaan) pendekatan kontekstual dalam penelitian ini menggunakan model klasikal dan kelompok (koperatif), model klasikal dengan menggunakan teknik probing-prompting yaitu metode tanya jawab yang menyajikan serangkaian pertanyaan kepada siswa yang sifatnya menggali dan menuntun sehingga siswa dapat diarahkan untuk membangun konsep (constructivism), melalui eksplorasi, inkuiri, dan penalaran. Juga digunakan model koperatif dengan menggunakan tipe Investigasi Kelompok (Group Investigastion), STAD (Student Teams Achievement Division), atau TPS (Think Pairs Share)c.Kemampuan kreativitas dalam berpuisi dimaksudkan sebagai kemampuan siswa dalam menggali, menemukan, dan presentasi ide baru yang orisinal. Dimulai dengan objek konkret dari lingkungan sekitar siswa, diangkat dan disusun dalam kata-kata indah sistematik sehingga menjadi puisi sesuai dengan pemaknaan siswa terhadap objek tersebut.Hal ini menyangkut tema, diksi, tipografi, amanat, dangayabahasa. Setelah itu mereka mengkomunikasikannya dengan cara presentasi-menyajikan (dibaca atau ditalar) sesuai dengan kemampuan apresiasi yang dikembangkannya. Hal ini menyangkut lafal, intonasi, ekspresi, improvisasi, pemaknaan, rima, irama, dan keindahan.C.Tujuan PenelitianSetiap rencana dari suatu aktivitas tentu memiliki tujuan khas masing-masing, sesuai yang ingin dicapainya sehingga pelaksanaannya bisa terarah, terpola, dan sistematik. Demikian pula dengan penelitian ini memiliki tujuan, yaitu:1.Untuk mengetahui apakah implementasi pendekatan kontekstual dapat meningkatkan kemampuan kreativitas siswa dalam menulis puisi2.Untuk mengetahui apakah implementasi pendekatan kontekstual dapat meningkatkan kemampuan kreativitas siswa dalam mempresentasikan puisi3.Untuk mengetahui unsur-unsur apa saja yang dapat diungkapkan siswa dalam menulis dan mempresentasikan puisi4.Untuk mengetahui bagaimana pendapat siswa tentang pelaksanaan pembelajaran berpuisi dengan menggunakan pendekatan kontekstual5.Untuk menumbuhkan dan mengembangkan sikap, minat, suasana, dan kreativitas siswa sehingga kesadaran terhadap pentingnya pembelajaran berpuisi meningkatD.Manfaat PenelitianMenyimak uraian pada tujuan penelitian tersebut di atas, dan dengan tercapainya tujuan tersebut dapat dipetik manfaat penelitian, yaitu:1.Bagi guru; jika implementasi pendekatan kontekstual dapat meningkatan kemampuan kreativitas siswa dalam menulis dan mempresentasikan puisi,ini adalah pembelajaran inovatif yang mungkin bisa diterapkan pada materi lain?2.Bagi siswa;akan tumbuh kesadaran bahwa dengan belajar puisi dapat menumbuhkan dan mengembangkan kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual sebagai instrumen untuk membentuk pribadi positif. Di samping itu kompetensi kreativitas, sikap, dan minat siswa adalah salah satu unsur dari kecakapan hidup (life skill) yang harus digali melalui pembelajaran.3.Bagi dunia pendidikan; bahwa paradigma sekarang berubah dari pengajaran menjadi pembelajaran, yang berarti bahwa siswa belajar tidak cukup dengan memperhatikan, menulis, membaca,dan berlatih tetapi pembelajaran adalah membelajarkan siswa (sebagai subjek) dengan cara melakukan-mengalami-mengkomunikasikan. Mulai dari kehidupan nyata siswa diangkat menjadi konsep.E.Anggapan DasarAnggapan dasar (asumsi) adalah pernyataan yang diyakini kebenarannya oleh peneliti tanpa perlu dibuktikan terlebih dahulu, sebagai titik tolak untuk melakukan rencana dan aktivitas. Kenapa demikian ? Karena secara common sense mudah untuk menerima kebenaran tersebut.Begitu pula dalam rencana kegiatan penelitian ini, penulis akan bertitik tolak dari anggapan dasar berikut ini:1.Peneliti memiliki kemampuan untuk melaksanakan pembelajaran dengan menggunakanpendekatan kontekstual, dan pendekatan pembelajaran ini tepat digunakan untuk siswa tingkat SD2.Dengan pengetahuan dan pengalaman dalam belajar bahasa sejak kelas I SD, siswa SD kelas V memiliki kemampuan untuk menulis dan mempresentasikan puisi hasil karyanya3.Banyak benda-benda sekitar (local materials) kehidupan siswa untuk diangkat menjadi karya satra dalam bentuk puisi.F.KajianPustaka1.Hakekat PembelajaranParadigma interaksi guru-siswa di sekolah sekarang telah berubah, dari pengajaran (instructional, teaching-instruksional)menjadi pembelajaran (learning), dari guru sebagai subjek (pemain) dan siswa objek (penonton) menjadi siswa sebagai subjek dan guru menjadi sutradara. Dalam pengajaran yang berkonotasi aktivitas guru dengan pola informasi, contoh, tanya-jawab, latihan, tugas, dan evaluasi memandang siswa sebagai wadah kosong yang perlu diisi pengetahuan (sekedar tahu ?) sebanyak-banyaknya, suka atau tidak suka, senang atau tidak senang, berminat atau tidak berminat, yang penting materi (tugas) selesai tersampaikan.Sebaliknya, dalam konteks pembelajaran, memandang siswa sebagai subyek, jadi berkonotasi pada aktivitas siswa (minds-on dan hands-on).Mengapa demikian ? Karena pada pembelajaran, yaitu membelajarkan siswa membuat siswa belajar,berasumsi bahwa siswa telah memiliki bekal (potensi) berupa intelektual, emosional, dan spiritual yang perlu dikembangkan dengan fasilitasi dari guru. Jadi belajar dapat dipandang sebagai pengembangan potensi tersebut secara optimal. Prinsip pembelajaran yang dijadikan pedoman adalah (Erman, 2001) siswa pemain guru sutradara, siswa mengalami-melakukan-mengkomunikasikan, negosiasi bukan instruksi, konstruksivis dari daily life, orientasi pada kompetensi (pangabisa) tidak sekedar teori, dan nyaman-menyenangkan.2.Hakekat Siswa SDPada umumnya usia siswa SD berkisar pada umur 6 sampai dengan 12 tahun. Piaget (dalam Erman, 2001) mengemukakan bahwa pada usia ini siswa baru memiliki kemampuan berfikir konkrit, yang berarti bahwa mereka bisa belajar secara bermakna (meaningfull) jika menggunakan benda konkrit dari dunia mereka.Oleh karena itu, hindarilah pembelajaran yang sifatnya dominan verbal agar tidak verbalisme.Pendapat lain, Bruner (dalam Erman, 2001) mengemukakan bahwa siswa akan belajar efektif jika memanipulasi benda konkrit, yang secara intuitif akan melekat pada diri siswa. Pembelajaran menurut Bruner dengan menggunakanpendekatan spiral, dimulai dari hal konkrit ke abstrak dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks -dari hal yang mudah ke yang sukar. Ini berartibentuk spiraltersebut vertikal dari bawah ke atas, mulai dengan diameter kecil dan makin membesar. Hal ini sesuai dengan kondisi kemampuan berfikir siswa SD yang masih konkrit dan sederhana.Jika tidak demikian siswa akan merasa terbebani dengan pengajaran yang bersifat transmisi (searah). Ini akan berakibat fatal, karena pada saat berikutnya kondisi kognitif dan afektifnya terganggu sehingga akan menimbulkan kelelahan, ketakmampuan, kebosanan, kekesalan, kekecewaan, ketakutan, dan stres. Pada tahap lanjut dari kondisi seperti ini muncullah prilaku acuh tak acuh, menghindar, bahkan membenci. Kondisi ini seringkali terjadi karena salah memandang siswa secara utuh, parahnya hal ini tidak disadari oleh guru, dan ini bukanlah pembelajaran tetapi lebih cenderung pada pemerkosaan terhadap potensi siswa.Menurut Ace Suryadi (Pikiran Rakyat, 09 Maret 2007: 25) dikemukakan bahwa, kecerdasan anak akan berkembang pesat melalui interaksi intensif dengan lingkungan sekitar. Jika tidak, kecerdasan anak justru tidak akan berkembang, interaksi dengan lingkungan sekitar merupakan komponen pentuing untuk melejitkan kecerdasan anak. Sedangkan Maman Djauhari (Kompas, 23 Februari 2007) membelajarkan anak tanpa didasari dengan pengalaman konkrit dari dunia sekitarnya hanya mencapai tingkat mengetahui tanpa makna dan untuk dilupakan.3.Kecerdasan GandaGoldman (dalam Erman, 2004) mengemukakan bahwa, struktur otak sebagai instrumen kecerdasan, terbagi dua menjadi kecerdasan intektual pada otak kiri dan kecerdasan emosional pada otak kanan.Sel saraf otak kiri berfungsi sebagai alat kecerdasan yang sifatnya logis, sekuensial, linier, rasional, teratur, verbal, realitas, abstrak, dan simbolik yang berkontribusi untuk sukses individu sebesar 20%. Otak kanan berkenaan dengan kecerdasan yang sifatnya acak, intuitif, holistik, emosi, kesadaran, spasial, musik-puisi, keindahan-keburukan, dan kreativitas yang berkontribusi untuk sukses individu sebesar 40%.Ary Ginanjar (2005) mengemukakan bahwa ada kecerdasan ketiga yaitu kecerdasan spiritual (SQ, Spiritual Quotient) yang juga akan berkontribusi terhadap sukses individu, sehingga tidak cukup seorang individu hanya dengan IQ dan EQ, melainkan akan lebih sempurna jika ketiganya, yaitu IESQ.Goldman (dalam Erman, 2004) mengemukakan bahwa struktur otak sebagai instrumen kecerdasan akan bergerak (flow)antara kebosanan bila tuntutanpemikiran rendah dan kecemasan bila terjadi tuntutan terlalu tinggi-kompleks, bila terjadi kebosanan otak akan mengisinya dengan aktivitas lain, misalnya dengan kenakalan dan lamunan. Sebaliknya bila kerja otak tinggi karena tuntutan banyak akan menimbulkan kecemasan, yang bisa dinetralisir (relaksasi) dengan penciptaan suasana kondusif, nyaman dan menyenangkan.Gardner (dalam Erman, 2004) mengemukakan tentang kecerdasan lain, yaitu kecerdasan ganda (tuple) dalam akronim Slim n Bill, yaitu: Spasial-verbal, berpikir dengan ruang dan gambar;Linguistik-verbal, berpikir dengan kalimat-berbahasa; Interpesonal, berpikir dengan berkomunikasi; Musikal-ritmik, berpikir dalam musik dan ritmik; Natural, berpikir berbasis kontekstual-realistik; Body-kinestik, berpikir dengan mengalami-melakukan; Intrapersonal, metakognitif berpikir reflektf;Logis, berpikir dengan bernalar.4.Pendekatan KonstekstualPendekatan konstekstual berlatar belakang bahwa siswa belajar lebih bermakna dengan melalui kegiatan mengalami sendiri dalam lingkungan alamiah, tidak hanya sekedar mengetahui, mengingat,dan memahami. Pembelajaran tidak hanya berorientasi target penguasaan materi, yang akan gagal dalam membekali siswa untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya. Dengan demikian proses pembelajaran lebih diutamakan daripada hasil belajar, sehingga guru dituntut untuk merencanakan strategi pembelajaran yang variatif dengan prinsip membelajarkan memberdayakan siswa, bukan mengajar siswa.Dengan prinsip penmbelajaran seperti itu, pengetahuan bukan lagi seperangkat fakta, konsep, dan aturan yang siap diterima siswa, melainkan harus dikontruksi (dibangun) sendiri oleh siswa dengan fasilitasi dari guru. Siswa belajar dengan mengalami sendiri, mengkontruksi pengetahuan, kemudian memberi makna pada pengetahuan itu. Siswa harus tahu makna belajar dan menyadarinya, sehingga pengetahuan dan ketrampilan yang diperolehnya dapat dipergunakan untuk bekal kehidupannya. Di sinilah tugas guru untuk mengatur strategi pembelajaran dengan membantu menghubungkan pengetahuan lama dengan yang baru dan memanfaatkannya. Siswa menjadi subjek belajar sebagai pemain dan guru berperan sebagai pengatur kegiatan pembelajaran (sutradara) dan fasilitator.Pembelajaran dengan cara seperti di atas disebut pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual Contextual Teaching and Learning, CTL), yaitu dengan cara guru memulai pembelajaran yang dimulai atau dikaitkan dengan dunia nyata yaitudiawali dengan bercerita atau tanya-jawab lisan tentang kondisi aktual dalam kehidupan siswa (daily life), kemudian diarahkan melalui modeling agar siswa termotivasi, questioning agar siswa berfikir, constructivism agar siswa membangunpengertian, inquiry agar siswa bisa menemukan konsep dengan bimbingan guru, learning community agar siswa bisa berbagi pengetahuan dan pengalaman serta terbiasa berkolaborasi, reflection agar siswa bisa mereviu kembali pengalaman belajarnya, serta authentic assessment agar penilaian yang diberikan menjadi sangat objektif.Pembelajaran dalam sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan kontekstual jika menerapkan ketujuh komponen tersebut di atas, ini tidak sulit kalau sudah terbiasa, yang penting ada kemauan kuat untuk mengubah dan meningkatkan kualitas diri. Kurikulum berbasis kompetensi menuntut pelaksanaan pembelajaran model CTL tersebut, karena orientasinya pada proses sehingga siswa memiliki kompetensi-kemampuan-pangabisa, tidak sekedar mengetahui dan memahami. Jangan lupa bahwa kondisi emosional individu akan mempengaruhi pemikiran dan prilakunya, oleh karena itu CTL akan terlaksana dengan optimal jika guru mampu menciptakan suasana belajar yang kondusif, nyaman dan menyenangkan.5.Pembelajaran Klasikal dan KoperatifIstilah klasikal ( Erman, dkk. 2001) bisa diartikan sebagai secara klasik yang menyatakan bahwa kondisi yang sudah lama terjadi, bisa juga diartikan sebagai bersifat kelas. Jadi pembelajaran klasikal berarti pembelajaran konvensional yang biasa dilakukan di kelas selama ini, yaitu pembelajaran yang memandang siswa berkemampuan tidak berbeda sehingga mereka mendapat pelajaran secara bersama, dengan cara yang sama dalam satu kelas sekaligus. Model yang digunakan adalah pembelajaran langsung (direct learning). Pembelajaran klasikal tidak berarti jelek, tergantung proses kegiatan yang dilaksanakan, yaitu apakah semua siswa berartisipasi secara aktif terlibat dalam pembelajaran, atau pasif tidak terlibat, atau hanya mendengar dan mencatat. Pembelajaran klasikal yang akan dilaksanakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode tanya jawab dengan teknik probing-prompting agar partisipasi dan aktivitas siswa tinggi. Pada umumnya siswa akan belajar (berpikir-bekerja) secara individu, sehingga mereka dapat melatih diri dalam memupuk rasa percaya diri. Dengan teknik ini, indikator dari pendekatan kontekstual tetap diperhatikan.Pembelajaran koperat