61.8.75.22661.8.75.226/itblog/attachments/article/1215/riset sultan... · web viewrumah sakit...

92
EFEKTIVITAS MEDIA TV SEBAGAI OPTIMALISASI EDUKASI KESEHATAN DI RUANG TUNGGU RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang i

Upload: truongthuy

Post on 02-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

EFEKTIVITAS MEDIA TV

SEBAGAI OPTIMALISASI EDUKASI KESEHATAN DI RUANG TUNGGU

RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang i

PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT (PKRS)

RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2015

Abstrak

Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.Setiap rumah sakit di Indonesia berkewajiban untuk memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat khususnya pasien yang berobat di dalamnya.Beberapa penyebab dari munculnya ketidakpercayaan terhadap rumah sakit ialah karena faktor biaya yang mahaldan lemahnya sosialisasi rumah sakit seperti penyuluhan melalui media televisi yang terdapat di ruang tunggu rumah sakit.Siaran televisi yang disediakan lebih banyak memberikan nuansa hiburan dan informasi yang kurang bermanfaat bagi pasien dan pengunjung.Penelitian yang dilakukan oleh Dr. J. Lennert Veerman dari University of Queensland bahwa pemanfaatan televisi dengan meninggalkan nilai-nilai kesehatan akan membuat Pasien semakin menderita penyakit khususnya jantung dan diabetes. Terlebih lagi pasien dibiarkan berlama-lama menonton acara televisi tanpa pengendalian yang tepat dari rumah sakit.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas media televisi sebagai media edukasi kesehatan di ruang tunggu RSI Sultan Agung Semarang, untukmengetahuioptimalisasiedukasi kesehatan di ruang tunggu RSI Sultan Agung Semarang, untuk mengetahui pemanfaatan ruang tunggu di RSI Sultan Agung Semarang.Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan latar alami (Natural Setting).Sumber data yang digunakan adalah data primer dan sekunder dengan pengumpulan data menggunakan teknik wawancara, observasi dan studi dokumentasi.Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah efektifitas televisi telah berjalan dengan baik karena sebagian pengunjung, pasien dan keluarga pasien merasa terhibur dengan sajian channel-channel yang ditayangkan. Akan tetapi, sajian informasi melalui televisi hanya menyajikan rangkaian tayangan yang bersifat umum dan kurang menyentuh dunia kesehatan.Optimalisasi edukasi kesehatan di ruang tunggu telah berjalan dengan baik karena pengunjung telah merasakan kenyamanan. Akan tetapi, informasi-informasi yang diberikan oleh media audio-visual seperti televisi rumah sakit belum dapat menambah ilmu kesehatan khususnyadalam penyebaran informasi kesehatan.

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang ii

Abstract

The hospital is a health care institution that organize personal health services in plenary that provides inpatient, outpatient, and emergency department. Every hospital in Indonesia is obligate to provide maximum services to the public, especially the patients who get treatment. The mistrust of the hospital is because of the high cost and lack of socialization of the hospital such as counseling through television media contained in hospital waiting room. television broadcast provided more give the feel of entertainment and information is less useful for patients and visitors. Research by Dr. J. Lennert Veerman of the University of Queensland that the use of television by abandoning the values of health will make more patients suffering from heart disease and diabetes in particular. Moreover, patients are left to linger watching television without proper control of the hospital. This study aims to determine the effectiveness of television media as media health education in the waiting room RSI Sultan Agung Semarang, to determine the optimization of health education in the waiting room RSI Sultan Agung Semarang, to examine the use of the waiting room in RSI Sultan Agung Semarang. This research used a qualitative approach with a natural setting (Natural Setting). Source of data used are primary data and secondary data collection using interview, observation and documentation study. The results obtained from this study is the effectiveness of television has been running well since most visitors, patients and their families feel comforted with a dish channels are showed. However, present information through television only presents a series of impressions of a general nature and not touching the world of health. Optimization of health education in the waiting room has been running well since visitors have to feel comfortable. However , the information provided by the audio - visual media such as television hospital can not add health sciences , especially in the dissemination of health information.

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

taufik-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan bentuk yang

sangat sederhana. Salawat dan salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabiyullah

Muhammad SAW beserta sahabat tabi tabi’in dan seluruh umat muslim yang tetap

istiqamah di jalan-Nya.

Penelitian ini dilakukan sebagai indikator peningkatan kualitas mutu Bagian Humas

dan PKRS RSI Sultan Agung Semarang. Penelitian ini dapat terselesaikan sesuai dengan

waktu yang telah direncanakan. Dengan demikian peneliti mengucapkan terima kasih

terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. dr. H. Masyhudi AM., M. Kes, selaku Direktur Utama RSI Sultan Agung Semarang

2. dr. H. Sampurno, M. Kes, selaku Direktur PelayananRSI Sultan Agung Semarang

3. dr. Hj. Ken Wirastuti, Sp.S, M. Kes KIC, selaku Direktur PendidikanRSI Sultan

Agung Semarang

4. Hj. Miftachul Izah, M. Kes, selaku Direktur KeuanganRSI Sultan Agung Semarang

5. Manager Pemasaran, Kabag Humas dan PKRS, beserta staf RSI Sultan Agung

Semarang yang telah banyak memberikan dukungannya

6. Manager Litbang yang telah mempercayakan Bagian Humas dan PKRS RSI Sultan

Agung untuk melaksanakan penelitian ini

7. Keluarga yang senantiasa memberikan do’a dan dukungannya untuk memberikan

yang terbaik

Dengan semua keterbatasan yang peneliti miliki, pengetahuan yang terbatas, maupun

tinjauan pustaka dari penelitian ini, peneliti menyadari masih banyak keurangan dan perlu

pengembangan lebih lanjut agar bermanfaat kepada seluruh pihak. Oleh sebab itu peneliti

sangat mengharapkan kritik dan saran agar penelitian ini lebih sempurna sebagai masukan

bagi peneliti-peneliti berikutnya. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat terutama dalam

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang iv

pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dibidang pendidikan.

Semarang, 15 Agustus 2015

Bagian Humas dan Promosi Kesehatan Rumah Sakit

Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang

DAFTAR ISI

Cover Penelitian......................................................................................................... i

Daftar Isi.................................................................................................................... ii

Abstrak ...................................................................................................................... iii

Kata Pengantar ........................................................................................................... Iv

Daftar Isi V

BAB I . PENDAHULUAN 1

I.1 LatarBelakang ............................................................................................ 1

I.2 IdentifikasiMasalah .................................................................................... 5

I.3 BatasanPenelitian ....................................................................................... 6

I.4 RumusanMasalah ......................................................................................... 7

I.5 TujuanPenelitian .......................................................................................... 7

I.6 ManfaatPenelitian......................................................................................... 7

BAB II. KAJIAN PUSTAKA 8

2. 1.Efektivitas Media TV ................................................................................ 8

2.1.1. Definisi TV ..................................................................................... 9

2.1.2. Penyiaran dan Konten pada TV ...................................................... 13

2.1.3. Dampak TV Bagi Kesehatan .......................................................... 21

2.2. Isu Strategis Promosi Kesehatan .................................................................. 22

2.2.1. Dasar Hukum .................................................................................... 25

2.2.2. Pengertian PKRS ............................................................................. 25

2.2.3. Tujuan PKRS ................................................................................... 25

2.2.4. Sasaran PKRS ................................................................................. 26

2.2.5. Kebijakan Manajemen . .................................................................... 26

2.3. Tinjauan Ruang tunggu Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit …………….. 27

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang v

BAB III. KERANGKA BERFIKIR DAN KONSEPTUAL 28

BAB IV. METODE PENELITIAN 31

4.1. Pendekatan dan Jenis Penelitian .................................................................. 31

4.1.1. Pendekatan penelitian ....................................................................... 31

4.1.2. Jenis Penelitian ................................................................................. 31

4.2. Kehadiran peneliti ....................................................................................... 31

4.3. Lokasi Penelitian ......................................................................................... 32

4.4. Sumber Data ................................................................................................ 32

4.5. Prosedur Pengumpulan Data ....................................................................... 33

4.6.Observasi Partisipan ..................................................................................... 34

4.7. Studi Dokumentasi ...................................................................................... 34

4.8. Analisa Data ............................................................................................... 34

4.9. Tahap- tahap Penelitian ............................................................................... 36

BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 38

5.1. Gambaran Umum Rumah Sakit Islam Sultan Agung ................................ 38

5.1.1. Sejarah Singkat ................................................................................ 38

5.1.2. Visi dan Misi ................................................................................... 40

5.1.3. Tujuan Rumah Sakit Islam Sultan Agung ....................................... 41

5.1.4. Motto ............................................................................................... 42

5.2. Paparan Data ............................................................................................. 42

5.2.1. Pengetahuan Tentang Ruang Tunggu .............................................. 42

5.2.2. Peran TV di dalam ruang Tunggu ………………………………… 44

BAB VI. PENUTUP 47

6.1. Kesimpulan .................................................................................................. 47

6.2. Implikasi ..................................................................................................... 47

6.3. Saran .......................................................................................................... 48

DAFTAR PUSTAKA Vii

LAMPIRAN - LAMPIRAN Viii

A. Foto Ruang Tunggu dan Kegiatan Interview Viii

B. Rekap Hasil Interview X

C. Daftar Pertanyaan Interview Xi

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang vi

D. Form Kesediaan Peliputan

E. Bukti Persetujuan Peliputan

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang vii

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Sejalan dengan amanat Pasal 28 H, ayat (1) Perubahan UndangUndang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah ditegaskan bahwa setiap

orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan, kemudian dalam Pasal 34

ayat (3) dinyatakan negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas

pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.Rumah sakit

merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat

inap, rawat jalan, dan gawat darurat.Selanjutnya dikatakan bahwa Pelayanan

Kesehatan Paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif,

preventif, kuratif, dan rehabilitatif.Oleh karena itu telah menjadi kewajiban

setiap rumah sakit di Indonesia untuk memberikan pelayanan maksimal

kepada masyarakat khususnya pasien yang berobat di dalamnya.

Akan tetapi, dengan berbagai regulasi pelayanan dan edukasi yang

telah menjadi kewajiban rumah sakit ternyata masih ada kepercayaan sebagian

penduduk untuk melakukan pengobatan melalui perantara dukun atau

paranormal. Selain harga pengobatan yang cukup murah, mitos yang

berkembang juga mendidik penduduk bahwa pengobatan melalui dukun atau

paranormal terbukti cepat sembuh. Faktor penyebab dari munculnya

ketidakpercayaan terhadap rumah sakit ialah karena faktor biaya yang mahal.

Padahal, BPJS sebagai alat untuk membantu pengobatan fakir miskin telah

disediakan oleh pemerintah guna mengatasi masalah-masalah kesehatan yang

ada di masyarakat. Faktor kedua ialah lemahnya sosialisasi rumah sakit baik

melalui penyuluhan yang dilakukan di masyarakat dan penyuluhan melalui

media TV yang biasanya terdapat di ruang tunggu rumah sakit.

Sebaliknya, TV yang disediakan lebih banyak memberikan nuansa

hiburan dan informasi-informasi yang kurang bermanfaat bagi pasien,

pengunjung dan penyembuhanya kelak. Hal ini tentunya dapat menggeser

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang 1

pemahaman di dalam masyarakat bahwa rumah sakit tidak lagi menjadi wadah

yang efektif untuk menyembuhkan penyakit yang ada di masyarakat. Selain

itu, hiburan-hiburan yang dimunculkan akan dapat membebani pembiayaan

listrik yang besar namun kurang berimplikasi secara berimbang dalam

memotivasi pasien untuk proses penyembuhanya. diberikan oleh rumah sakit

ternyata masih ada pula kepercayaan sebagian penduduk untuk

menyembuhkan keluarga mereka ke dukun atau paranormal. Hal ini bisa saja

disebabkan oleh publikasi rumah sakit dalam bentuk audio visual yang bersifat

edukatif cukup kurang dilakukan di rumah sakit dan masyarakat. Selain itu,

masyarakat juga masih menganggap bahwa pelayanan rumah sakit masih

bersifat mahal dan membutuhkan banyak uang. Hal ini berimplikasi pada

pemahaman yang salah terhadap rumah sakit sebagai wadah formal

penyembuhan penyakit. Guna menyelesaikan itu semua maka salah satu solusi

yang dapat dimunculkan ialah melakukan sosialisasi melalui media audio

visual baik di masyarakat, ruang tunggu rumah sakit dan lain sebagainya.

Guna memaksimalkan penggunaan TV sebagai media edukasi

kesehatan di rumah sakit. Maka penggunaannya membutuhkan perancangan

yang baik sesuai standar kesehatan. Karena jika hal itu tidak dilakukan maka

akan berefek sebaliknya dimana TV akan menjadi media yang menghilangkan

nilai-nilai edukasi bagi pasien, keluarga pasien dan pengunjungnya. Tidak

hanya itu, karena TV juga secara ilmiah berefek negatif pada munculnya

berbagai penyaki seperti Jantung, diabetes, ADD dan lain-lain

(www.ahcenter.blogspot.com, 11 Juli 2015). Penelitian yang dilakukan oleh

Dr. J. Lennert Veerman dari University of Queensland bahwa pemanfaatan TV

dengan meninggalkan nilai-nilai kesehatan akan membuat Pasien semakin

menderita penyakit khususnya jantung dan diabetes. Terlebih lagi pasien

dibiarkan berlama-lama menonton acara TV tanpa pengendalian yang tepat

dari rumah sakit.

Guna mendorong penggunaan TV sebagai salah satu media edukasi

kesehatan kepada masyarakat, maka TV akan menjadi media terbaik untuk

mendidik masyarakat akan pentingya menjaga kesehatan. Temuan yang

didapatkan oleh UNICEF di tahun 2013 melalui Angela Kearney selaku duta

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang 2

UNICEF untuk Indonesia melaporkan bahwa negara Indonesia mencatat 57

anak meninggal pada setiap 1.000 kelahiran hidup dan tingkat mortalitas

balita adalah 35. Perkiraan tersebut menunjukkan bahwa 150.000 anak

meninggal setiap tahun sebelum mencapai ulang tahun kelima mereka dan

hampir 10.000 wanita meninggal setiap tahun karena masalah dalam

kehamilan dan persalinan (www.unicef.org, 1 Juli 2015). Angka kematian ini

menjadi sebuah catatan penting dan membutuhkan tindakan preventif berupa

edukasi kesehatan yang bersifat massif di tengah-tengah masyarakat.

Ketepatan membuat media edukasi kesehatan yang mampu merangsang

masyarakat untuk sadar dan memperhatikan kesehatan di dalam hidup ialah

salah satu cara untuk mencegah meningkatnya angka kematian tersebut.

Hal ini wajib menjadi sebuah perhatian pemerintah dan pegiat

kesehatan dimana salah satu parameter pertumbuhan kemakmuran negara

ialah rendahnya angka kematian penduduk. Penduduk yang tidak hanya

menjadi regenerasi pembangunan bangsa namun sekaligus menjadi sumber

daya bagi kemakmuran sebuah negara. Hal inilah yang turut dijelaskan oleh

para pakar ekonomi dunia bahwa salah satu penyebab krisis moneter di eropa

saat ini ialah karena minimnya sumber daya manusia khususnya pemuda.

Tentunya kasus demografi penduduk diharapakan tidak lagi menjadi salah satu

penyebab kemunduran bangsa di saat populasi penduduk indonesia yang

cukup besar.

Selain itu, Edukasi kesehatan bertujuan untuk meningkatkan

kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar

terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai

investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara

sosial dan ekonomis. Selanjutnya dalam Pasal 46 dinyatakan bahwa untuk

mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat,

diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam

bentuk upaya kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat.

Upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan

promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang 3

terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan.Untuk menciptakan cita-cita

tersebut pelayanan edukasi kesehatan melalui media TV di ruang tunggu

rumah sakit Islam Sultan Agung menjadi solusi pelayanan yang efektif dalam

menambah pengetahuan Pengunjung dan pasien. Cara yang dapat dilakukan

ialah menayangkan iklan-iklan kesehatan, Film Dokumenter tentang

kesehatan, Slide Show, Video dan berbagai informasi-informasi yang mampu

menyadarkan arti penting kesehatan. Selain itu, Rumah sakit juga dapat

membuat content yang terbuat dari video, power point, pesan singkat dan

beragam lainya sebagai wadah komunikasi kepada seluruh pengunjung

rumah sakit. Hal ini akan mengefisiensi waktu dan tenaga. Selain itu, cara ini

juga akan mempermudah pengunjung dan keluarga pasien untuk mencari

informasi-informasi yang dibutuhkan seperti Jenis pelayanan rumah sakit,

informasi penyakit yang diderita, Tips Kesehatan dan Program-program yang

dilakukan oleh rumah sakit.

Guna memunculkan efisiensi tenaga, maka penggunaan TV akan

berdampak pada penghematan pengeluaran belanja rumah sakit. Karena

informasi tidak lagi berpusat di kertas. Akan tetapi informasi yang diberikan

telah berbentuk audio visual yang dapat ditayangkan di layar/TV rumah sakit

sehingga akan berdampak pada penghematan pembiayaan dari segi

pelayanan informasi. Penghematan biaya juga akan terjadi dalam pencetakan

pamflet dan berbagai sumber-sumber informasi yang menggunakan kertas

dimana penggunaan kertas sebagai sumber informasi telah berdampak pada

meningkatnya pengeluaran rumah sakit di seluruh dunia. Hal ini terjadi

karena bahan kertas selalu mengalami kenaikan harga sementara permintaan

kertas di seluruh dunia selalu mengalami kenaikan. Untuk itu, penghematan

sumber informasi akan menguntungkan badan pengelola anggaran rumah

sakit. Karena kebijakan tersebut dapat dipakai untuk keperluan lainya

misalnya, reparasi alat-alat medis, pemeliharaan AC, pembelian fasilitas

ruang pasien dan sebagainya.

Oleh karena itu pemanfaatan TV di ruang tunggu RSI Sultan Agung

sebagai media edukasi menjadi sebuah solusi untuk menambah pemahaman

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang 4

banyak orang tentang kesehatan. Hal ini akan berefek pada kesadaran pasien,

pengunjung dan keluarga pasien untuk selalu menjaga kesehatanya. Tidak

hanya itu, optimalisasi TV sebagai jembatan informasi kesehatan akan

bermanfaat dalam penghematan belanja rumah sakit sehingga anggaran yang

telah direncanakan dapat dikelola untuk keperluan lainnya. Untuk itulah

Peneliti melihat bahwa penelitian yang berjudul “Efektivitas TV Sebagai

Optimalisasi Edukasi Kesehatan Di Ruang Tunggu Rumah Sakit Islam

Sultan Agung Semarang” menjadi penelitian yang menarik dan karena

berbagai alasan inilah Peneliti mengambil judul tersebut.

I.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka identifikasi masalah yang bisa di

ambil adalah:

1. Lemahnya sosialisasi rumah sakit baik melalui penyuluhan yang

dilakukan di masyarakat dan penyuluhan melalui media TV yang

biasanya terdapat di ruang tunggu rumah sakit.

2. TV yang ada lebih banyak nuansa hiburan – hiburan, sehingga hal

tersebut hanya sekedar mengisi waktu luang, dan tidak memberikana

pengetahuan khusunya tentang kesehatan.

3. Pembiayaan listrik yang besar karena TV, tetapi tidak berimplikasi secara

berimbang dalam memotivasi pasien untuk proses penyembuhannya.

4. Kurangnya pengetahuan masyarakat akan pencegahan, suatu penyakit

ataupun perawatannya, sehingga ada sebagian masyarakat yang datang ke

dukun atau para normal ketika sakit.

5. Tingginya angka kematian yang disebabakan kurangnya tindakan

promotif dan preventif berupa edukasi kesehatan yang bersifat massif di

tengah –tengah masyarakat.

6. Peran TV sebagai sumber informasi dan content yang telah diberikan bagi

para pasien, pengunjung dan keluarga pasien Saat ini, TV juga merupakan

media yang menarik perhatian publik, apalagi jika di suguhkan hal yang

baru dan berbeda, dalam durasi yang hanya beberapa menit, sehingga jika

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang 5

edukasi kesehatan di kemas dalam program TV,di harapkan mampu

memberikan dampak peningkatan pengetahuan pada masyarakat.

7. Efisiensi waktu dan tenaga dalam mempermudah pengunjung dan

keluarga pasien untuk mencari informasi-informasi yang dibutuhkan

seperti Jenis pelayanan rumah sakit, informasi penyakit yang diderita, tips

Kesehatan dan Program-program yang dilakukan oleh rumah sakit.

1.3. Batasan Masalah

Berangkat dari latar belakang, maka yang menjadi batasan masalah

pada penelitian ini adalah:

1. Efektifitas TV di ruang tunggu Rumah Sakit Islam Sultan

Agung.Peneliti mengobservasi bagaimana efektifitas TV di ruang

tunggu RSI Sultan Agung Semarang. Hal ini dapat dilihat dari peran

TV sebagai sumber informasi dan content yang telah diberikan bagi

para pasien, pengunjung dan keluarga pasien.

2. Optimalisasi edukasi Kesehatan di ruang Tunggu RSI Sultan Agung

Semarang. Peneliti akan meneliti bagaimana optimalisasi edukasi

kesehatan di ruang tunggu dengan melihat berbagai program, cara

dan kiat yang telah dilakukan oleh RSI Sultan Agung dalam

meningkatkan pemahaman pasien, pengunjung dan keluarga pasien

terhadap kesehatan.

3. Pemanfaatan ruang tunggu sebagai wadah kesehatan di RSI Sultan

Agung Semarang. Peneliti akan mengobservasi pemanfaatan ruang

tunggu sebagai wadah peningkatan informasi kesehatan di RSI Sultan

Agung Semarang.

I.4. Rumusan Masalah

Berangkat dari beberapa fokus penelitian yang telah diuraikan maka

dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimanakah efektifitas media TV di ruang tunggu RSI Sultan Agung

Semarang?

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang 6

2. Bagaimanakah optimalisasi edukasi kesehatan di ruang tunggu RSI

Sultan Agung Semarang?

3. Bagaimanakah Pemanfaatan ruang tunggu di RSI Sultan Agung

Semarang?

I.5. Tujuan Penelitian

Ada beberapa tujuan dari penelitian ini, yaitu:

1. Untuk mengetahui efektifitas media TV sebagai media edukasi kesehatan

di ruang tunggu RSI Sultan Agung Semarang.

2. Untukmengetahuioptimalisasiedukasi kesehatan di ruang tunggu RSI

Sultan Agung Semarang.

3. Untuk mengetahui pemanfaatan ruang tunggu di RSI Sultan Agung

Semarang.

I.6. Manfaat Penelitian

Adapunbeberapa manfaatyang diharapakan dalampenelitianini, yaitu:

1. Manfaat teoritis, yaitu tambahan khasanah referensi dibidang edukasi

kesehatan, khususnya bidangedukasi kesehatan di Rumah Sakit.

2. Manfaat praktis, yaitu sebagai masukan untuk pengambilkebijakan

Rumah Sakit maupun pihak lainyang berkompeten dalambidang

promosi kesehatan.

BAB II

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang 7

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Efektifitas Media TV

2.1.1. Definisi TV

Televisi adalah sebuah media telekomunikasi terkenal yang

berfungsi sebagai penerima siaran gambar bergerak beserta suara, baik

itu yang monokrom (hitam-putih) maupun berwarna. Kata "televisi"

merupakan gabungan dari kata tele (τῆλε, "jauh") dari bahasa Yunani

dan visio ("penglihatan") dari bahasa Latin, sehingga televisi dapat

diartikan sebagai “alat komunikasi jarak jauh yang menggunakan media

visual/penglihatan.”

Penggunaan kata "Televisi" sendiri juga dapat merujuk kepada

"kotak televisi", "acara televisi", ataupun "transmisi televisi". Penemuan

televisi disejajarkan dengan penemuan roda, karena penemuan ini

mampu mengubah peradaban dunia. Di Indonesia 'televisi' secara tidak

formal sering disebut dengan TV (dibaca: tivi, teve ataupun tipi.)

Kotak televisi pertama kali dijual secara komersial sejak tahun

1920-an, dan sejak saat itu televisi telah menjadi barang biasa di rumah,

kantor bisnis, maupun institusi, khususnya sebagai sumber kebutuhan

akan hiburan dan berita serta menjadi media periklanan. Sejak 1970-an,

kemunculan kaset video, cakram laser, DVD dan kini cakram Blu-ray,

juga menjadikan kotak televisi sebagai alat untuk untuk melihat materi

siaran serta hasil rekaman. Dalam tahun-tahun terakhir, siaran televisi

telah dapat diakses melalui Internet, misalnya melalui iPlayer dan Hulu.

Walaupun terdapat bentuk televisi lain seperti televisi sirkuit

tertutup, namun jenis televisi yang paling sering digunakan adalah

televisi penyiaran, yang dibuat berdasarkan sistem penyiaran radio yang

dikembangkan sekitar tahun 1920-an, menggunakan pemancar frekuensi

radio berkekuatan tinggi untuk memancarkan gelombang televisi ke

penerima gelombang televisi.

Penyiaran TV biasanya disebarkan melalui gelombang radio

VHF dan UHF dalam jalur frekuensi yang ditetapkan antara 54-890

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang 8

megahertz. Kini gelombang TV juga sudah memancarkan jenis suara

stereo ataupun bunyi keliling di banyak negara. Hingga tahun 2000,

siaran TV dipancarkan dalam bentuk gelombang analog, tetapi

belakangan ini perusahaan siaran publik maupun swasta kini beralih ke

teknologi penyiaran digital.

Sebuah kotak televisi terdiri dari bermacam-macam sirkuit

elektronik didalamnya, termasuk di antaranya sirkuit penerima dan

penangkap gelombang penyiaran. Perangkat tampilan visual yang tidak

memiliki perangkat penerima sinyal biasanya disebut sebagai monitor,

bukannya televisi. Sebuah sistem televisi dapat dipakai dalam berbagai

penggunaan teknologi seperti analog (PAL, NTSC, SECAM), digital

(DVB, ATSC, ISDB dsb.) ataupun definisi tinggi (HDTV). Sistem

televisi kini juga digunakan untuk pengamatan suatu peristiwa,

pengontrolan proses industri, dan pengarahan senjata, terutama untuk

tempat-tempat yang biasanya terlalu berbahaya untuk diobservasi

secara langsung.

Televisi amatir (ham TV atau ATV) digunakan untuk kegiatan

percobaan dan hiburan publik yang dijalankan oleh operator radio

amatir. Stasiun TV amatir telah digunakan pada kawasan perkotaan

sebelum kemunculan stasiun TV komersial. Televisi telah memainkan

peran penting dalam sosialisasi abad ke-20 dan ke-21. Pada tahun 2010,

iPlayer digunakan dalam aspek media sosial dalam bentuk layanan

televisi internet, termasuk di antaranya adalah Facebook dan Twitter.

2.1.2. Penyiaran dan konten pada televisi

a. Acara

Terdapat berbagai cara untuk menyiarkan konten TV yang dapat

disiarkan untuk umum. Setelah diproduksi, langkah selanjutnya

adalah memasarkan dan menjualnya kepada pasar manapun yang

ingin membelinya. Hal ini secara tipikal terbagi dalam dua

tingkatan:

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang 9

1. Tayangan Pertama atau Tayangan Perdana — sebuah badan

produksi menghasilkan acara yang terdiri dari satu atau beberapa

episode yang kemudian ditayangkan dalam sebuah stasiun atau

jaringan televisi yang telah membayar untuk produksi itu sendiri

ataupun telah menerima lisensi acara tersebut dari produser

aslinya.

2. Sindikasi penyiaran — istilah umum yang digunakan untuk

menggambarkan penggunaan acara selanjutnya (setelah

tayangan pertama). Hal ini tidak saja mengatur tayangan

lanjutan di negara yang sama (dengan tayang perdananya), tetapi

juga penggunaan internasional yang mungkin sudah tidak lagi

diurus dan berhubungan oleh produser aslinya. Pada umumnya,

organisasi lain (stasiun televisi ataupun individu) akan terikat

dalam melakukan sindikasi, dalam kata lain, mereka hanya dapat

menjual suatu acara ke suatu pasar secara legal dengan adanya

kontrak dengan pemegang hak cipta, pada umumnya adalah

produser.

b. Pembiayaan

Cara pembiayaan penyiaran televisi di seluruh dunia

secara spesifik berbeda-beda. Namun pada dasarnya, konsep

pembiayan yang digunakan adalah sama, yaitu dari pengiklanan,

pelisensian (cukai), langganan, dan sebagainya. Secara global,

sumber pendapatan stasiun TV berkisar antara 45—50% dari

pengiklanan, 40—45% dari biaya langganan, dan 10% dari

pembiayaan swasta.

Bagi saluran TV berlangganan, demi melindungi

pendapatan, biasanya mereka melakukan enkripsi sinyal untuk

memastikan bahwa hanya orang-orang yang berlangganan saja

yang dapat melakukan dekripsi dan melihat siaran mereka.

Sedangkan untuk saluran TV tanpa enkripsi disebut sebagai

siaran gratis (en: free to air / FTA).

c. Pengiklanan

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang 10

Penyiaran yang luas membuat televisi menjadi media

yang amat menarik bagi para pengiklan. Kebanyakan jaringan

dan stasiun televisi menjual beberapa bagian waktu penyiaran

kepada pengiklan atau sponsor untuk membiayai jaringan siaran

mereka.[32] Harga pengiklanan setiap jaringan berbeda-beda

untuk setiap blok waktunya, tergantung dari rating (larisnya

acara) yang dimiliki oleh suatu acara yang dihitung melalui

survei setiap hari.

d. Cukai dan lisensi

Di beberapa negara, layanan televisi dibiayai dengan

menggunakan sebuah lisensi televisi atau sejenis cukai yang

membuat peran iklan dalam pembiayaan menjadi kecil atau

bahkan tidak ada. Sebagai contoh, beberapa saluran TV yang

sedikit menggunakan iklan atau bahkan tidak sama sekali adalah

ABC (Australia), NHK (Jepang), BBC (Inggris) dan lain-lain.

BBC Inggris tidak menyiarkan iklan pada salurannya di

Britania Raya, namun mereka dibiayai dari lisensi tahunan yang

dibayar oleh semua pemirsa. Iuran lisensi ini ditetapkan oleh

pemerintah, tetapi BBC tidak bertanggungjawab kepada

pemerintah atau dikontrol oleh pemerintah.Dua saluran utama

jaringan BBC ditonton oleh lebih kurang 90% warga Inggris

setiap minggu dan menguasai 27% jumlah tontonan

keseluruhan, meskipun 85% rumah tangga menerima berbagai

saluran, dengan 42% di antaranya menerima sekitar 200 saluran

gratis via satelit dan 43% lagi menerima lebih dari 30 saluran

melalui layanan Freeview. Lisensi yang membiayai tujuh

saluran TV BBC yang bebas iklan kini seharga £139.50 per

tahun (setara USD 215). Ketika suatu acara olahraga yang sama

disiarkan di BBC dan saluran swasta, BBC selalu berhasil

mencatat jumlah penonton terbanyak, menandakan bahwa para

penonton lebih suka menonton TV tanpa gangguan dari iklan.

ABC Australia tidak menyiarkan iklan sama sekali (kecuali

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang 11

sebagai materi promo internal) karena telah dilarang dalam Akta

ABC 1983. ABC menerima dana pembiayaan dari Pemerintah

Australia setiap tiga tahun sekali. Pada Anggaran Belanja

Australia 2008/09, ABC menerima $ 822,67 juta. Dana tersebut

digunakan untuk seluruh operasional Jaringan Televisi ABC,

termasuk radio, online, dan Produksi Internasional. Jaringan

ABC juga memperoleh keuntungan dari toko-toko ABC Shop di

seluruh negara Australia. Meski dibiayai oleh Pemerintah

Australia, kemerdekaan editorial ABC dijamin di bawah hukum.

Di Perancis dan Irlandia, saluran-saluran yang dibiayai

pemerintah tetap dapat menyiarkan iklan, namun semua yang

memiliki TV harus membayar pajak cukai tahunan (la

redevance audiovisuelle). Di Jepang, Jaringan NHK dibiayai

oleh cukai lisensi (dikenal di Jepang sebagai pajak resepsi (受信

料 Jushinryō?)). Terdapat undan-undang yang menetapkan

bahwa setiap televisi yang menerima siaran NHK diharuskan

membayar pajak. Besarnya pajak telah ditetapkan, dengan

diskon untuk pekerja kantor dan siswa sekolah, termasuk diskon

umum untuk penduduk di Daerah Administrasi Okinawa.

e. TV berlangganan

Sebagian saluran TV dibiayai oleh pelanggan, oleh

karena itu sinyal siaran akan dipancarkan dengan enkripsi untuk

memastikan bahwa hanya pelanggan yang membayar yang dapat

menikmati siaran Stasiun TV tersebut. Namun, kebanyakan

layanan TV berlangganan juga didanai oleh iklan.

f. Genre

Genre televisi mencangkup bermacam jenis acara yang

bertujuan untuk menghibur, memberi pengetahuan, serta

mendidik para penonton. Genre hiburan dengan biaya produksi

paling mahal biasanya adalah drama dan mini seri.Diantara

genre-genre hiburan yang paling diminati adalah acara denan

genre action seperti yang melibatkan polisi, kriminal, detektif,

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang 12

horor, maupun thriller. Terdapat pula ragam genre drama non-

aksi seperti opera sabun. Tontonan fiksi ilmiah dapat tergolong

dalam kategori aksi maupun drama, tergantung apakan lebih

menonjolkan sisi filosofikal atau sisi petualangan. Komedi juga

merupakan jenis tontonan populer, termasuk Sitkom (sitkom)

dan animasi acara dewasa seperti Family Guy.

Acara hiburan yang lebih murah antara lain termasuk

acara kuis, wawancara, atraksi, dan realitas. Acara kuis

menampilkan para peserta memperebutkan hadiah dengan

menjawab beberapa soal maupun menyelesaikan teka-teki.

Acara wawancara menampilkan wawancara maupun bincang-

bincang bersama tokoh-tokoh terkenal seperti artis hiburan,

politikus, pengusaha dan lain-lain.

2.1.3. Dampak TV bagi Kesehatan

a. Dampak sosial

Sejak akhir 1990-an, semakin banyak orang tua yang

mengizinkan bayinya menonton televisi seiring dengan semakin

banyaknya produk DVD yang diiklankan dapat membantu

perkembangan bahasa dan kognitif bayi. Namun, tidak ada

penelitian yang menunjukkan bahwa menonton televisi sejak

usia dini dapat meningkatkan perkembangan berbahasa anak.

Sebaliknya, bukti ilmiah menunjukkan bahwa bayi yang

menonton DVD semacam itu memiliki kemampuan berbahasa

yang lebih rendah. Selain itu, bila kemampuan anak mengenal

huruf dan angka diukur pada usia sekolah, anak yang menonton

televisi sebelum berusia 3 tahun memiliki skor yang lebih

rendah daripada anak yang tidak menonton televisi sebelum

berusia 3 tahun. Demikian pula, semakin banyak anak

menonton televisi sebelum usia 3 tahun, semakin tinggi

kemungkinannya mengalami masalah perhatian pada usia 7

tahun.

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang 13

Sebaliknya, menonton acara televisi yang berkualitas

dapat meningkatkan kemampuan kognitif anak usia prasekolah.

Acara televisi yang paling banyak diteliti ialah Sesame Street

yang menunjukkan efek positif untuk pembelajaran bahasa bila

ditonton anak usia 3–5 tahun. Sebagai perbandingan, penelitian

menunjukkan bahwa acara televisi tanpa maksud pendidikan—

seperti film kartun pada umumnya—tidaklah berhubungan

dengan peningkatan kemampuan berbahasa. Setelah remaja,

anak-anak yang pada usia prasekolah biasa menonton Sesame

Street ternyata meraih nilai pelajaran yang lebih tinggi, lebih

banyak membaca buku, dan lebih bermotivasi untuk meraih

prestasi dibandingkan dengan remaja yang pada saat berusia

prasekolah tidak menonton acara tersebut.

Melalui televisi, anak-anak dan remaja juga dapat

belajar mengenai perilaku antikekerasan, empati, toleransi

kepada orang dari ras atau etnis lain, dan rasa hormat kepada

orang yang lebih tua. Informasi mendidik juga dapat diselipkan

dalam program yang populer bagi remaja, misalnya pendidikan

mengenai kontrasepsi yang berhasil dilakukan melalui salah

satu episode serial televisi Amerika Serikat, Friends.

Namun, menonton televisi juga berpotensi memberikan

dampak negatif bagi anak-anak dan remaja, seperti perilaku

agresif, penyalahgunaan zat, aktivitas seksual yang berisiko,

obesitas, gangguan pola makan, dan menurunnya prestasi di

sekolah. Bila di dalam kamar anak terdapat televisi, risiko anak

mengalami kelebihan berat badan dan kemungkinan anak

merokok meningkat, anak menjadi kurang membaca dan

melakukan hobi lainnya, serta waktu tidur anak berkurang.

Pada tahun 2001, Akademi Dokter Anak Amerika

merekomendasikan sejumlah hal untuk mengatasi potensi dampak

negatif televisi bagi anak-anak dan remaja, termasuk mengeluarkan

televisi dari kamar anak, menghindarkan tontonan televisi dari

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang 14

anak berusia di bawah 2 tahun, serta mendorong orang tua untuk

menemani anak menonton televisi dan memantau program televisi

yang ditonton anak-anak agar informatif, mendidik, dan tidak

berisi kekerasan.

b. Dampak kesehatan

Karena berkaitan dengan perilaku menetap (sedentary

behavior) seperti duduk dan berbaring dalam waktu lama tanpa

mengeluarkan energi, terlalu banyak menonton televisi ditengarai

berdampak negatif bagi kesehatan. Banyak penelitian telah

menunjukkan bahwa menonton televisi dalam waktu lama

berasosiasi dengan indeks massa tubuh yang lebih tinggi, tingkat

kebugaran yang lebih rendah, dan tingkat kolesterol darah yang

lebih tinggi. Semakin banyak seseorang menonton televisi pada

saat masih anak-anak, semakin tinggi kemungkinannya untuk

mengalami obesitas pada saat dewasa. Menonton televisi dan

perilaku menetap lainnya juga berasosiasi dengan semakin

tingginya risiko kanker kolorektal, endometrial, ovarium, dan

prostat serta risiko penyakit kardiovaskular.

Penelitian yang dipimpin roleh Dr. J. Lennert Veerman dari

University of Queensland ini mengklaim, menonton TV

merupakan suatu gaya hidup sedentari yang berdampak buruk bagi

kesehatan, seperti halnya merokok dan obesitas. Selain itu, dengan

terus menonton TV orang akan cenderung tidak aktif dan

mengonsumsi makanan yang tidak sehat.

Penelitian ini melibatkan lebih dari 11.000 orang berusia di

atas 25 tahun. Studi dilakukan untuk menghitung risiko secara

keseluruhan terhadap harapan hidup seseorang dari aktiivitas

menonton televisi.“Menonton TV mungkin berhubungan dengan

berkurangnya harapan hidup seseorang, dimana sebanding dengan

faktor risiko utama terjadinya penyakit kronis seperti obesitas,”

kata peneliti yang memuat risetnya dalam British Journal of Sports

Medicine.

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang 15

Temuan ini juga menunjukkan, kebiasaan berlama-lama

menonton televisi sebanding dengan faktor risiko yang ditimbulkan

akibat merokok. Penelitian menunjukkan bahwa satu batang rokok

bisa memotong kehidupan seseorang sebesar 11 menit, setara

dengan setengah jam menonton TV.

Sementara itu, peneliti dari Harvard School of Public

Health, Boston, mengatakan temuan itu ‘sangat masuk akal’ karena

menonton TV berkepanjangan rentan terhadap timbulnya penyakit

dan kematian dini.

Bahkan data lain menunjukkan, selain obesitas, perilaku

seperti keranjingan nonton TV juga terkait dengan timbulnya

penyakit lainnya seperti, tingginya kadar lemak jahat dalam darah,

risiko penyakit jantung, serta lebih mungkin untuk mengonsumsi

makanan seperti misalnya junk food.

Berikut ini adalah sejumlah penyakit yang mungkin bisa

menimpa Anda jika terlalu lama menghabiskan waktu di depan

televisi

1. Risiko sakit jantung: Berdasarkan analisis data yang

dikumpulkan selama enam tahun dengan melibatkan 8.800 laki-

laki dan perempuan di Australia (usia 25 yang tidak memiliki

riwayat penyakit jantung), peneliti menemukan bahwa setiap

satu jam menonton TV dapat meningkat risiko kematian akibat

serangan jantung sebesar 18 % dan risiko kematian akibat kanker

sebesar 9 %. Ini berarti bahwa orang yang menonton TV lebih

dari empat jam memiliki 80 % peningkatan risiko kematian

akibat penyakit kardiovaskuler selama periode waktu 6 tahun

dibandingkan orang yang menonton kurang dari 2 jam setiap

harinya.

2. Gangguan tidur : Terlalu sering menonton TV dapat mengurangi

kadar hormon melatonin di otak yang dapat mempengaruhi ritme

alami tubuh sehingga membuat Anda terjaga lebih lama, tidur

tidak teratur dan lelah. Berkurangnya level melatonin juga kerap

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang 16

dikaitkan dengan pubertas dini pada anak perempuan.

3. Diabetes: Sebuah studi pada perempuan yang diterbitkan Journal

of American Medical Association tahun 2003 menunjukkan,

risiko diabetes meningkat sebesar 14 % pada mereka yang

menonton TV selama 2 dalam sehari. Penelitian lain juga

menemukan bahwa pria yang menonton TV lebih dari 40 jam

seminggu, 3 kali lebih berisiko menderita diabetes tipe 2

daripada pria yang menonton TV kurang dari 1 jam setiap

minggunya.

4. Obesitas: Menonton televisi terlampau sering membuat otot

Anda tidak bergerak. Jika otot-otot Anda tidak aktif dalam

jangka waktu yang sangat lama, dapat mengganggu metabolisme

dan menyebabkan kenaikan berat badan.

5. Attention Deficit Disorder (ADD): ADD adalah gangguan

pemusatan perhatian/konsentrasi dan sifat impulsif yang tidak

sesuai pada umur anak, bahkan beberapa anak dapat

menunjukkan sifat hiperaktif. Penelitian di University of

Washington Child Health Institute menemukan bahwa pada anak

usia 3 (tiga) tahun yang menonton TV dua jam per hari, 20%

berisiko memiliki masalah gangguan perhatian pada usia 7 tahun

dibandingkan anak-anak tidak menonton televisi

6. Peningkatan risiko asma: Di Inggris, sebuah penelitian

mempelajari kebiasaan menonton TV lebih dari 3.000 anak-anak

mulai usia bayi sampai 11 tahun. Hasil penelitian membuktikan

bahwa anak-anak yang menghabiskan 2 jam atau lebih menonton

televisi per hari, dua kali lebih berisiko menderita asma.

7. Mindless eating: Banyak orang tidak sadar, bahwa ketika

menonton televisi Anda memiliki kesempatan lebih banyak

makan dibandingkan saat melakukan kegiatan lain.

8. Memberi efek negatif pada mental: Menonton TV untuk jangka

waktu lama memiliki efek negatif pada perkembangan intelektual

anak. American Academy of Pediatrics melarang anak-anak

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang 17

dibawah 2 tahun untuk menonton TV dan merekomendasikan

pada anak usia diatas 2 tahun untuk tidak menonton TV lebih

dari dua jam sehari.

9. Sakit mata: Menonton televisi terlalu banyak buruk bagi mata

Anda, terutama ketika menonton televisi di ruangan gelap.

Memfokuskan mata Anda terlalu lama pada salah satu objek

dapat membuat mata Anda tegang.

10. Perilaku agresif: Anak-anak kecil lebih mungkin untuk

menunjukkan perilaku agresif setelah melihat acara TV atau film

kekerasan. Sebuah penelitian yang melibatkan lebih dari 3.000

anak usia 3 tahun menemukan bahwa anak-anak yang terlalu

sering menonton TV, secara langsung atau pun tidak, akan

berisiko untuk memamerkan perilaku agresif.

11. Kurang sosialisasi: Terlalu sering menonton televisi dapat

mengurangi interaksi sosial Anda dengan teman dan keluarga.

Hal ini dapat menyebabkan berbagai fobia sosial.

Tidak hanya itu, dampak negatif pada anak juga tidak kalah.

Sehingga memang, menonton televisi harus dikurangi karena beberapa

hal:

1. Menonton televisi berpengaruh pada perkembangan otak: Pengaruh

menonton televisi pada anak dibedakan berdasarkan tingkatan umur.

Bagi anak berusia 0-3 tahun, televisi dapat mengakibatkan

gangguan perkembangan bicara, menghambat kemampuan

membaca secara verbal maupun pemahaman, dan menghambat

kemampuan berekspresi melalui tulisan. Pada anak usia 5-10 tahun,

televisi dapat meningkatkan agresivitas serta kekerasan dan tidak

mampu membedakan kenyataan dan khayalan.

2. Menonton televisi mendorong sifat konsumtif.Menonton televisi

bagi anak-anak memang terlihat menarik. Selain karena acara

televisi yang dihadirkan, berbagai sajian iklan yang dimuat dalam

setiap tayangan televisi juga mampu menarik perhatian mereka.

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang 18

Berbagai iklan produk di televisi benar-benar mudah merasuki

pikiran anak. Anak merupakan target pengiklan yang paling utama.

Anak-anak cenderung tergiur untuk memiliki produk-produk seperti

yang diiklankan. Hal ini tentu saja akan membuat anak menjadi

konsumtif.

3. Menonton televisi berpengaruh terhadap sikap.Pada dasarnya, anak

belum bisa membedakan hal baik dan hal buruk. Anak-anak

cenderung akan mencontoh segala hal yang dilihatnya, termasuk

tontonan di televisi. Akhirnya, mereka yang hobi menonton televisi

akan berpikir bahwa semua orang memiliki sifat sama seperti

ditampilkan di televisi. Hal ini tentu saja mempengaruhi sikap anak

dan bisa terbawa hingga dewasa.

4. Menonton televisi mengurangi semangat belajar.Bahasa televisi

memang terkesan lebih simple dan memikat. Hal ini tentu saja

berbanding terbalik dengan buku pelajaran yang terkesan sangat

kaku dengan penggunaan bahasa ilmiah. Akhirnya, menonton

televisi banyak menghasilkan "bahasa televisi" yang nantinya akan

membuat anak ketagihan dan malas belajar karena mereka lebih

memilih melakukan hal simple.

5. Menonton televisi membentuk pola pikir sederhana.Akibat sering

menonton televisi, anak akan kehilangan minat membaca sehingga

mereka memilih pola pikir sederhana, kurang kritis, dan linear atau

searah. Pada akhirnya, pola pikir tersebut akan berpengaruh pada

imajinasi, intelektualitas, kreativitas, serta perkembangan kognitif

anak.

6. Menonton televisi akan berakibat pada konsentrasi.Anak hanya

memiliki rentang konsentrasi sekitar 7 menit. Rentang waktu ini

sama persis seperti acara dari iklan ke iklan. Hal inilah yang akan

membuat konsentrasi anak menjadi terbatas jika mereka menonton

televisi terlalu sering dan dalam waktu yang lama.

7. Menonton televisi akan mengurangi kreatifitas.Televisi membuat

anak-anak menjadi kurang bermain sehingga mereka akan menjadi

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang 19

manusia yang individualis. Ketika merasa bosan, mereka tidak akan

keluar untuk bermain dengan teman-temannya. Yang mereka

lakukan hanya memencet tombol remote control untuk mendapat

hiburan. Bahkan akhir pekan pun dihabiskan untuk menonton

televisi. Cara ini tentu saja akan membuat anak tidak kreatif.

8. Menonton televisi meningkatkan kemungkinan obesitas.Menonton

televisi tentu saja membuat anak tidak bergerak aktif. Terlebih,

menonton televisi selalu ditemani dengan jajanan atau makanan

lain. Akhirnya, mereka hanya berdiam di depan layar seraya

mengisi perut dengan jajanan. Cara makan seperti ini hanya akan

menurunkan metabolisme sehingga membuat timbunan lemak yang

berujung pada kegemukan.

9. Menonton televisi dapat merenggangkan hubungan antar

keluarga.Anak rata-rata menghabiskan waktu sekitar 3 jam per

hari. Hal ini tentu saja akan mengurangi kebersamaan antar

anggota keluarga. Bahkan, waktu makan yang seharusnya dilewati

bersama keluarga akan menjadi agenda sendiri-sendiri karena anak

lebih memilih makan di depan televisi sambil menonton.

2.2. Isu Strategis Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS)

Di masa yang lampau sistem kesehatan lebih banyak berorientasi

pada penyakit, yaitu hanya menunggu sampai ada yang sakit, barulah

kemudian yang bersangkutan diberi pengobatan. Dalam keadaan yang

memerlukan,si sakit dirawat di rumah sakit. Sesudah sembuh dipulangkan,

ditimpa oleh penyakit yang sama sehingga yang bersangkutan dirawat

kembali di rumah sakit. Demikian siklus ini berlangsung terus, sampai

kemudian disadari, bahwa sebenarnya untuk memelihara kesehatan

masyarakat diperlukan suatu rangkaian usaha yang lebih luas, di mana

perawatan dan pengobatan dirumah sakit hanyalah salah satu bagian kecil

dari rangkaian usaha tersebut. Efektivitas suatu pengobatan, selain

dipengaruhi oleh pola pelayanan kesehatan yang ada serta sikap dan

keterampilan para pelaksananya, juga sangat dipengaruhi oleh lingkungan,

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang 20

sikap, pola hidup pasien dan keluarganya.

Selain itu, tergantung juga pada kerja sama yang positif antara

petugas kesehatan dengan pasien dan keluarganya. Kalau pasien dan

keluarganya memiliki pengetahuan tentang cara-cara penyembuhan dan

pencegahan penyakit, serta keluarga pasien mampu dan mau berpartisipasi

secara positif, maka hal ini akan membantu peningkatan kualitas kesehatan

masyarakat pada umumnya.

Promosi Kesehatan di Rumah Sakit (PKRS) berusaha

mengembangkan pengertian pasien, keluarga, dan pengunjung rumah sakit

tentang penyakit dan pencegahannya. Selain itu, Promosi kesehatan di

Rumah Sakit juga berusaha menggugah kesadaran dan minat pasien,

keluarga, dan pengunjung rumah sakit untuk berperan secara positif dalam

usaha penyembuhan dan pencegahan penyakit. Oleh karena itu, Promosi

Kesehatan di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak terpisah dari

program pelayanan kesehatan di rumah sakit.

Promosi Kesehatan di Rumah sakit telah diselenggarakan sejak tahun

1994dengan nama Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah sakit

(PKMRS).Seiring dengan perkembangannya, pada tahun 2003, istilah

PKMRS berubahmenjadi Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS).

Berbagai kegiatan telahdilakukan untuk pengembangan PKRS seperti

penyusunan pedoman PKRS,advokasi dan sosialisasi PKRS kepada

Direktur rumah sakit pemerintah,pelatihan PKRS, pengembangan dan

distribusi media serta pengembanganmodel PKRS antara lain di Rumah

Sakit Pasar Rebo di Jakarta danSyamsuddin, SH di Sukabumi. Namun

demikian pelaksanaan PKRS dalamkurun waktu lebih dari 15 tahun belum

memberikan hasil yang maksimal dankesinambungannya di rumah sakit

tidak terjaga dengan baik tergantung padakuat tidaknya komitmen Direktur

rumah sakit. Berdasarkan hal tersebut, beberapa isu strategis yang muncul

dalam PromosiKesehatan di Rumah Sakit, yaitu:

a. Sebagian besar Rumah sakit belum menjadikan PKRS sebagai salahsatu

kebijakan upaya pelayanan Kesehatan di Rumah sakit.

b. Sebagian besar Rumah sakit belum memberikan hak pasien

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang 21

untukmendapatkan informasi tentang pencegahan dan pengobatan

yangberhubungan dengan penyakitnya.

c. Sebagian besar Rumah sakit belum mewujudkan tempat kerja

yangaman, bersih dan sehat.

d. Sebagian besar Rumah sakit kurang menggalang kemitraan

untukmeningkatkan upaya pelayanan yang bersifat preventif dan

promotif.

2.2.1. Dasar Hukum

Ada beberapa landasan tentang regulasi pendidikan kesehatan di rumah

sakit. Misalnya saja:

a. Undang-undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Pasal 7 .

Setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi dan edukasi

tentangkesehatan yang seimbang dan bertanggungjawab.

Pasal 8.

Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data

kesehatandirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang telah

maupun yang akanditerimanya dari tenaga kesehatan.

Pasal 10.

Setiap orang berkewajiban menghormati hak orang lain dalam

upayamemperoleh lingkungan yang sehat baik fisik, biologi, maupun

sosial.

Pasal 11.

Setiap orang berkewajiban berperilaku hidup sehat untuk

mewujudkan,mempertahankan, dan memajukan kesehatan yang

setinggi-tinginya.

Pasal 17.

Pemerintah bertanggungjawab atas ketersediaan akses

terhadapinformasi, edukasi, dan fasilitas pelayanan kesehatan untuk

meningkatkandan memelihara derajat kesehatan yang setinggi-

tingginya.

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang 22

Pasal 18.

Pemerintah bertanggungjawab memberdayakan dan mendorongperan

aktif masyarakat dalam segala bentuk upaya kesehatan.

Pasal 47.

Upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan

denganpendekatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif

yangdilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan

berkesinambungan

Pasal 55

Pemerintah wajib menetapkan standar mutu pelayanan kesehatan

(2)Standar mutu pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada

ayat(1) diatur dengan peraturan Peraturan Pemerintah.

Pasal 62

1) Peningkatan kesehatan merupakan segala bentuk upaya

yangdilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,

dan/ataumasyarakat untuk mengoptimalkan kesehatan melalui

kegiatanpenyuluhan, penyebarluasan informasi, atau kegiatan

lain untukmenunjang tercapainya hidup sehat.

2) Pencegahan penyakit merupakan segala bentuk upaya

yangdilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,

dan/ataumasyarakat untuk menghindari atau mengurangi risiko,

masalahdan dampak buruk akibat penyakit.

3) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin dan

menyediakanfasilitas untuk kelangsungan upaya peningkatan

kesehatan danpencegahan penyakit.

4) Ketentuan lebih lanjut tentang upaya peningkatan kesehatan

danpencegahan penyakit diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 115

1) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) pada fasilitas pelayanan kesehatan

2) Pemerintah Daerah wajib menetapkan Kawasan Tanpa Rokok

diwilayahnya.

Pasal 168

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang 23

1) Untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang efektif

danefesien diperlukan informasi kesehatan.

2) Informasi kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1)dilakukan melalui sistem informasi dan melalui lintas sektor.

3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem informasi

sebagaimanadimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan

Pemerintah.

b. Undang-undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah sakit

Pasal 1. Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan

yangmenyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

secaraparipurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan,

dangawat darurat.

Pasal 4. Rumah sakit mempunyai tugas memberikan

pelayanankesehatan perorangan secara paripurna.

Pasal 10, ayat 2. Bangunan Rumah sakit paling sedikit terdiri

atasruang, butir m) ruang penyuluhan kesehatan masyarakat

Rumahsakit.

Pasal 29. Setiap Rumah sakit mempunyai kewajiban; butir

a)memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah

sakitkepada masyarakat.

Pasal 32. Setiap pasien mempunyai hak, butir d) memperoleh

layanankesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan

standar prosedur operasional.

Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

267/MENKES/SK/II/2010tentang Penetapan Road Map Reformasi

Kesehatan Masyarakat,dimana hal ini tidak terpisahkan dengan

Rencana Strategis KementerianKesehatan 2010-2014. Salah satu

Prioritas Reformasi Kesehatan yangdimaksud adalah Rumah Sakit

Indonesia Kelas Dunia (World ClasssHospital).

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang 24

2.2.2. Pengertian PKRS

Promosi Kesehatan di Rumah sakit adalah upaya Rumah sakit

untukmeningkatkan kemampuan pasien, klien, dan kelompok-

kelompokmasyarakat, agar pasien dapat mandiri dalam mempercepat

kesembuhandan rehabilitasinya, klien dan kelompok-kelompok

masyarakat dapat mandiridalam meningkatkan kesehatan, mencegah

masalah-masalah kesehatan,dan mengembangkan upaya kesehatan

bersumber daya masyarakat, melaluipembelajaran dari, oleh, untuk, dan

bersama mereka, sesuai sosial budayamereka, serta didukung kebijakan

publik yang berwawasan kesehatan

2.2.3. Tujuan PKRS

Terciptanya masyarakat rumah sakit yang menerapkan Perilaku Hidup

Bersihdan Sehat melalui perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku

pasien/klienRS serta pemeliharaan lingkungan RS dan

termanfaatkannya dengan baiksemua pelayanan yang disediakan RS.

2.2.4. Sasaran PKRS

Sasaran Promosi Kesehatan di Rumah sakit adalah masyarakat di

rumahsakit, yang terdiri dari:

- Petugas

- Pasien

- Keluarga Pasien

- Pengunjung

- Masyarakat yang tinggal/berada di sekitar rumah sakit

2.2.5. Kebijakan Manajemen

Organisasi Rumah sakit harus memiliki kebijakan tertulisuntuk

PKRS. Kebijakan ini diimplementasikan sebagai bagiandari

peningkatan kualitas pelayanan kesehatan masyarakatRumah sakit

secara keseluruhan.

a. Tujuan:

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang 25

- Adanya dukungan kebijakan untuk pelaksanaan PKRS

- sebagai bagian integral peningkatan kualitas

manajemenorganisasi.

Elemen:

a. Rumah sakit memiliki kebijakan tertulistentang PKRS.

b. Rumah sakit membentuk unit kerja PKRS.

c. Rumah sakit memiliki tenaga pengelolaPKRS.

d. Rumah sakit memiliki alokasi anggaran

untukpelaksanaanPKRS.

e. Rumah sakit memiliki perencanaan PKRSsecara berkala.

f. Rumah sakit memiliki sarana/peralatan untukpelaksanaan

PKRS.

g. Rumah sakit mensosialisasikan PKRS diseluruh jajaran Rumah

Sakit.

2.3. Tinjauan Ruang Tunggu Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994:599) ruang tunggu

diartikan sebagai ruang teras di dekat pintu masuk (bioskop,Instalasi rawat

jalan dan sebagainya) yang dilengkapi dengan beberapa perangkat meja-kursi

yang berfungsi sebagai ruang duduk atau ruang tunggu. Sedangkan menurut

Rumekso (2001:111), ruang tunggu merupakan pintu gerbang bagi para

pengunjung, serta merupakan tempat pertemuan antar pengunjung, baik di

antara pengunjung yang menginap maupun antara pengunjung dengan

pengunjung-pengunjungnya yang tidak menginap.

Instalasi rawat jalan adalah sebagai tempat konsultasi, penyelidikan,

pemeriksaan dan pengobatan pasien oleh dokter ahli dibidang masing –

masing yang disediakan untuk pasien yang membutuhkan waktu singkat untuk

penyembuhan atau tidak memerlukan pelayanan perawatan inap atau intensif

yang tinggi, dan memiliki beberapa fungsi antara lain : sebagai ruang tunggu

dan sebagai ruang pusat pelayanaan dan informasi.

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang 26

Analisis/Uji Hipotesis

Studi Teoritik Studi Empirik

RISET

Judul

Rumusan Masala

h

Studi Objek

Hipotesis

BAB III

KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEPTUAL

Dalam proses penelitian khususnya penelitian di bidang kualitatif, peran

kerangka konseptual menjadi penting. Fungsi kerangka konseptual ialah

menyajikan konsep-konsep baik yang bersifat teori dan empirik. Selain itu,

kerangka konseptual akan menggambarkan bangunan konsep penelitian yang akan

diteliti oleh peneliti. Fungsi selanjutnya ialah terciptanya alur penelitian yang jelas

sehingga bermanfaat bagi pembaca maupun orang laiN. Guna membangun konsep

penelitian yang jelas, maka Peneliti membangun konsep penelitian sebagai

berikut:

Kerangka berpikir akan menjelaskan konsep berpikir peneliti. Peneliti

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang 27

Gambar . 1 Kerangka Berpikir

“Efektivitas Media TV Sebagai Optimalisasi Edukasi Kesehatan Di Ruang Tunggu Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang”

MEDIA TVEDUKASI KESEHATAN RUANG TUNGGU

DefinisiManfaat bagi kesehatanDampak positif bagi pasien

DefinisiLandasan HukumAturan normatif edukasi kesehatan

DefinisiOptimalisasi ruang tunggu di rumah sakit

RISET

memulai penelitian ini dengan menjabarkan konsep teori dan konsep empirik.

Kedua konsep tersebut menjadi landasan dalan setiap riset dunia. Landasan teori

membahas konsep-konsep yang bersifat abstrak sedangkan konsep empirik akan

menyajikan konsep-konsep yang dibangun dalam pengalaman. Harmonisasi kedua

konsep tersebut akan menghasilkan rumusan masalah yang bersifat hipotesis.

Setelah itu, peneliti akan menjawab hipotesis dengan menggunakan uji hipotesis

atau analisis hipotesis. Pengujian hipotesis dilakukan dengan cara analisis data

setelah itu jadilah riset atau penelitian yang akan menjawab konsep teori dan

konsep empirik.

Setelah membentuk kerangka berpikir maka peneliti akan membuat

kerangka konseptual. Fungsi kerangka konseptual ialah menggambarkan

bangunan konsep yang akan diteliti oleh peneliti. Perbedaan antara kerangka

berpikir dan konseptual terletak pada substansi dan fungsinya. Karena kerangka

berpikir secara substansial menggambarkan penelitian secara menyeluruh

sedangkan kerangka konseptual berfokus pada konsep atau teori yang dibangun

oleh peneliti. Adapun kerangka konseptual dari riset ini adalah:

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang 28

Peneliti akan memulai penelitian dengan menjabarkan judul penelitian menjadi 3

bagian penting yaitu TV, Edukasi kesehatan dan ruang tunggu. Lalu elemen

tersebut akan dijabarkan lagi menjadi beberapa konsep. Lalu dari situlah riset

akan dibangun dengan beberapa pertanyaan yang mendasar yaitu:

1. Bagaimanah efektifitas TV sebagai media edukasi di ruang tunggu RSI Sultan

Agung Semarang?

2. Bagaimanakah manfaat TV dalam meningkatkan kesehatan pasien,

pengunjung di RSI Sultan Agung Semarang?

3. Bagaimanakah optimalisasi edukasi kesehatan di ruang tunggu RSI Sultan

Agung Semarang?

4. Bagaimanakah optimalisasi ruang tunggu RSI Sultan Agung Semarang?

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

4.1.1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan latar

alami (Natural Setting). Dasar penelitian ini adalah fenomenologis

karena tugas peneliti adalah memaknai atau memberikan interpretasi

terhadap gejala atau fenomena yang memancar dari objek penelitian.

Penelitian ini lebih memfokuskan pada aktivitas yang dilakukan

di dalam ruang tunggu rumah sakit Islam sultan agung, prosedur dan

interaksi yang terjadi sehingga data yang didapatkan dapat dianalisis

secara induktif untuk membangun konsep dan hasil yang disajikan

dalam bentuk deskriptif. Data-data yang diperoleh akan dideskripsikan

dalam bentuk kata-kata, gambar-gambar dan skema. Penelitian ini

juga memuat kutipan-kutipan data sebagai ilustrasi dan pendukung

guna memperkuat data yang telah didapatkan. Misalnya transkrip

wawancara, catatan lapangan, foto, video tape, dokumen dan rekaman

lainya.

4.1.2. Jenis Penelitian

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang 29

Penelitian ini berjenis penelitian kualitatif dengan metode

deskriptif analitis. Pemilihan metode deskriptif analitis karena

penelitian ini bemaksud untuk mendeskripsikan dan menganalisis

gejala-gejala, peristiwa dan kejadian yang terjadi pada saat sekarang.

Jadi penelitian ini memfokuskan pada mengambil permasalahan atau

memusatkan perhatian pada masalah-masalah aktual sebagaimana

adanya setelah penelitian dilaksanakan.

4.2. Kehadiran Peneliti

Keterlibatan peneliti di lapangan menjadi salah satu penyebab

dihasilkanya penelitian yang maksimal. Terlebih lagi dalam penelitian

kualitatif karena peneliti menjadi instrumen penelitian utama sehingga

kehadiranya di lapangan dalam mengumpulkan data merupakan hal yang

perlu diperhatikan. Menurut Sugiyono (222:2008) bahwa peneliti kualitatif

sebagai Human instrumen dalam menetapkan fokus penelitian, memilih

informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai

kualitas data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuanya.

Untuk itu, peneliti diharapkan memiliki kecakapan dalam menjaring data

semaksimal mungkin sesuai kenyataan yang ada di lapangan. Hal ini

dilakukan agar data yang terkumpul benar-benar relevan dan terjamin

keabsahanya. Untuk menghasilkan itu semua peneliti harus bersikap hati-hati

terutama dalam berhubungan dengan informan kunci agar tercipta suasana

yang mendukung keberhasilan pengumpulan data. Selain itu, peneliti juga

diharapkan mampu menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi lapangan.

Setelah itu, Peneliti segera menganalisis data-data yang didapatkan guna

menjadi kesatuan yang utuh dan menyimpulkanya agar dipahami dengan

baik.

4.3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini berlokasi di Rumah sakit Islam Sultan Agung jalan

Kaligawe kilometer empat semarang. Fokus lokasi penelitian ini adalah di

ruang tunggu rawat jalan, poliklinik MCE, ruangg rawat inap MCE, ruang

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang 30

tunggu SEC, ruang rawat inap gedung D, ruang tunggu farmasi dan beberapa

karyawan.

Alasan pemilihan tempat karena objek penelitian berfokus pada ruang

tunggu yang memiliki fasilitas TV. Dengan banyaknya ruang tunggu akan

memudahkan Peneliti untuk melakukan riset lebih mendalam. Selain itu,

beberapa tempat tersebut memiliki kuantitas pengunjung dan pasien yang

cukup banyak sehingga pengambilan data diharapkan berjalan dengan baik.

4.4. Sumber Data

Adapun sumber data yang akan diambil berasal dari data primer dan

sekunder. Data primer adalah data yang langsung memberikan data kepada

pengumpul data dan data sekunder ialah sumber yang tidak langsung

memberikan data kepada pengumpul data (Sugiyono, 2008:225). Misalnya

saja data tersebut berasal dari orang lain baik melalui sahabat, keluarga atau

sejawat yang tidak tergolong data primer.

Guna mendapatkan data primer secara optimal maka peneliti

menggunakan teknik purposif. Penggunaan teknik purposif didasari oleh

pemahaman bahwa peneliti cenderung memilih informan yang dianggap

paling tahu tentang data yang diharapkan (Sugiyono, 2005:54). Bila melihat

objek lapangan seperti pasien dan pengunjung maka sampel data yang

dibutuhkan harus ditetapkan dengan baik. Untuk itu, peneliti berkeyakinan

bahwa pasien, pengunjung, keluarga pasien dan karyawan menjadi objek data

yang wajib mendapatkan porsi maksimal.

4.5. Prosedur Pengumpulan Data

Dalam proses pengumpulan data, peneliti menggunakan teknik tiga

teknik yaitu: 1). Wawancara, 2). Observasi dan 3). Studi dokumentasi.

1. Wawancara

Teknik wawancara menjadi hal yang harus diperhatikan dalam

pengumpulan data. Tujuan wawancara ialah untuk menggali informasi

kepara para informan. Hal ini juga dijelaskan oleh Sugiyono (2008:72)

bahwa tujuan wawancara adalah untuk mengetahui hal-hal yang lebih

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang 31

mendalam tentang informan dalam menginterpretasikan situasi dan

fenomena yang terjadi. Untuk mendukung penggalian data secara

maksimal, maka peneliti menggunakan beberapa cara:

a. Menentukan informan penting.

b. Menyusun pokok-pokok pertanyaan sesuai dengan fokus penelitian.

c. Melakukan wawancara.

d. Merekam pertanyaan dan jawaban informan

e. Mengetik hasil wawancara yang berisi identitas informan, pernyataan,

pertanyaan dan tanggapan yang diberikan oleh peneliti.

4.6. Observasi Partisipan

Observasi partisipan untuk melengkapi dan menguji hasil wawancara

yang diberikan informan kepada peneliti. Selain untuk menguji keabsahan

data, maka observasi partisipan juga akan menambah informasi-informasi

baru yang dihasilkan di lapangan. Moleong (2007:127) mengutip pendapat

Junker bahwa peneliti akan berfungsi sebagai pengamat dan pemeran.

Artinya, peneliti akan bertugas dalam mengamati hasil-hasil wawancara yang

membutuhkan observasi secara langsung. Dalam hal ini peneliti juga bisa

meminta bantuan informan bahkan dalam penelitianya akan diketahui secara

umum oleh banyak orang.

Semua data yang dibutuhkan akan dicatat dalam buku catatan lapangan

yang selalu dibawa oleh peneliti selama pengamatan berlangsung. Setelah itu,

data yang telah ditulis dapat dipindahkan ke dalam lembar catatan

pengamatan lapangan yang dapat diformat sesuai kebutuhan peneliti seperti

tempat, waktu, judul kejadian, rekonstruksi suasana dialog, tanggapan

pengamatan dan lain-lain.

4.7. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi berisi kelengkapan wawancara dan observasi.

Studi dokumentasi berisi dokumen-dokumen yang relevan dengan tujuan

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang 32

penelitian. Dalam studi dokumentasi akan terfokus pada manajemen

kurikulum misalnya profil sekolah, data guru, data siswa, dokumen kerja

sama, dokumentasi foto dan video serta pelaksanaan pembelajaran di dalam

kelas.

4.8. Analisis Data

Analisis data menjadi proses untuk mengatur dan menyusun data-data

yang telah didapatkan secara maksimal. Hal ini dilakukan oleh peneliti guna

mendapatkan pengetahuan, alur dan review terhadap data-data yang telah

didapatkan. Tidak hanya itu, analisis data juga akan menggambarkan proporsi

data dan relevansinya terhadap fokus masalah yang akan diteliti.

Dalam melakukan analisis data, Peneliti menggunakan metode

Triangulasi data yaitu metode dengan teknik pemeriksaan keabsahan data

yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan

pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong, 2007:330).

Pengecekan dan pembanding akan sangat diperlukan untuk menguatkan data-

data yang telah didapatkan oleh peneliti. Tujuan dari itu semua ialah

menghasilkan data yang akurat sehingga penelitian dikerjakan oleh peneliti

menjadi lebih baik.

Setelah melakukan metode triangulasi, hasil wawancara yang telah ada

akan ditelaah oleh peneliti melalui pengamatan secara langsung di lapangan

khususnya manajemen kurikulum yang dilakukan di kedua sekolah tersebut.

Setelah semua data telah terkumpul maka peneliti akan menjawab fokus

masalah secara deskriptif dan sistematis. Untuk mendukung interpretasi data

yang telah diperoleh maka peneliti menggunakan metode deskripsi kualitatif

yaitu suatu metode penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala,

peristiwa dan kejadian yang bersifat sekarang (Sudjana dan Ibrahim, 1989:

64). Setelah data telah disajikan secara deskriptif, maka peneliti akan

melakukan analisis kualitatif sesuai dengan yang dikemukakan oleh Miles

dan Huberman bahwa aktifitas dalam analisis kualitatif dilakukan secara

interaktif dan berlangsung secara terus menerus hingga tuntas hingga datanya

menjadi jenuh (Sugiyono: 2009). Jenuh didefinisikan dengan habis atau telah

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang 33

terjawab semua fokus masalah yang telah dibuat. Oleh karena itu ada tiga

langkah dalam analisis kualitatif dalam penelitian ini yaitu reduksi data,

penyajian data dan penarikan kesimpulan:

a. Data Reduction (Reduksi Data)

Reduksi data merupakan bentuk analisis dalam menajamkan,

menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan

mengorganisir data yang telah didapatkan. Reduksi data berlangsung

terus menerus selama penelitian berlangsung.

Setelah data yang dikumpulkan selesai, maka semua catatan

lapangan dibaca, dipahami dan dibuat ringkasan yang berisi uraian hasil

penelitian terhadap catatan lapangan yang berfokus pada masalah yang

akan diteliti. Langkah selanjutnya ialah membuat kode dari masing-

masing fokus masalah yang akan diteliti.

Penyajian data menjadi salah satu syarat dalam pelaksanaan

penelitian di berbagai tempat. Penyajian data ialah penyampaian

informasi yang disusun secara runtut sesuai fokus penelitian setelah

direduksi. Hal ini dilakukan untuk menemukan makna data-data yang

telah diperoleh hingga dapat dibuat secara sistematis dari bentuk

informasi yang kompleks menjadi sederhana. Menurut Miles dan

Huberman yang dikutip oleh Isnawati (2008: 65) bahwa penyajian data

menjadi cara utama dalam analisis kualitatif.

Oleh karena itu, data yang telah diperoleh baik berupa kata-kata,

kalimat-kalimat, paragraf-paragraf, temuan informan, observasi maupun

dokumen akan tersaji dengan baik dan mudah jika dilakukan penyajian

data yang baik. Guna menambah keabsahan data, penyajian data juga

dapat disajikan dalam bentuk gambar, diagram, matrik dan skema.

b. Conclusion Drawing (Penarikan Kesimpulan)

Analisis data yang telah dikumpulkan dapat digunakan untuk

menarik kesimpulan sehingga dapat menggambarkan suatu pola

penelitian. Dalam penarikan kesimpulan sangat bergantung pada data-

data yang dibutuhkan. Hal ini juga didukung oleh Miles dan Huberman

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang 34

bahwa penarikan kesimpulan yang baik akan terhenti di saat data yang

dibutuhkan telah mencukupi.

4.9. Tahap-tahap Penelitian

Ada beberapa tahapan-tahapan yang ditempuh dalam melaksanakan

penelitian ini yang meliputi tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap

pembuatan laporan.

1. Tahap Persiapan

Dalam tahap persiapan meliputi beberapa kegiatan, yaitu:

a. Studi Pendahuluan

b. Penyusunan Desain

c. Penyusunan Proposal

d. Konsultasi Pembimbing Akademik

e. Seminar Proposal

2. Tahap Pelaksanaan: Tahap pelaksanaan diawali dengan penyampaian

izin kepada beberapa objek/informan. Setelah itu dilakukan

pengambilan data sesuai dengan program-program yang telah

dilaksanakan. Pengambilan data dapat berbentuk wawancara kepada

pihak-pihak terkait, observasi dan dokumentasi. Setelah semua data

terkumpul maka dilakukan metode triangulasi untuk mengecek

keabsahan data.

3. Tahap pembuatan laporan: Tahap pembuatan laporan dimulai dari

penyusunan konsep, melakukan revisi sampai pembuatan laporan akhir.

Jika semua tahap telah dilaksanakan maka data yang telah diperoleh

dapat disusun ke bab selanjutnya.

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang 35

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini meliputi gambaran umum rumah sakit Islam Sultan Agung

Semarang, paparan data dan temuan penelitian yang diperoleh dari pengunjung,

pasien, keluarga pasien dan karyawan serta pembahasanya.

5.1. Gambaran umum Rumah Sakit Islam Sultan Agung

5.1.1. Sejarah singkat

Berawal dari “ Health Center” pada 17 Agustus 1971, Rumah

Sakit Islam Sultan Agung memulai pengabdiannya. Memberikan

pelayanan sepenuh hati dalam bingkai syariat Islam, Rumah Sakit

Islam Sultan Agung hadir dan bergerak mengikuti dinamika

perubahan zaman. Tantangan dan harapan untuk mewujudkan Rumah

Sakit Islam terkemuka dalam pelayanan, pendidikan dan

pembangunan peradaban Islam membawa spirit baru dalam

pengembangan Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang.Tahapan

demi tahapan Pembangunan berbagai fasilitas pelayanan, penetapan

sebagai rumah sakit kelas B, Rumah Sakit pendidikan utama dan

Akreditasi dengan predikat Paripurna merupakan rangkaian ikhtiar

dalam menggapai kerahmatan Islam.Dengan Semangat mencintai

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang 36

Allah , menyayangi sesama, selamat menyelamatkan Rumah Sakit

Islam Sultan Agung kini berupaya mengokohkan pengabdianya

dengan mengembangkan pelayanan “ Multi center of Excellence” .

Pusat berbagai ragam pelayanan unggulan : Cardiac Center, Eye

Center, Rehabilitasi Medik Center, Stroke Center, Onkologi Center,

Geriatri Center, dan layanan unggulan lainnya.Nilai – nilai

pengabdian pun diselaraskan untuk memberikan makna mendalam

bagi setiap insan di rumah sakit Islam Sultan Agung agar menjadi

insan dengan integritas yang tinggi dalam ketaqwaan , professional

dalam pelayanan, kasih sayang dalam pengabdian, kerja sama sebagai

simpul kesuksesan dan inovatif sebagai pemimpin perubahan dan

peradaban. Bismillah Rumah Sakit Islam Sultan Agung berkhidmat

menyelamatkan Umat.

Berawal dari yang kecil, tumbuh menjadi semangat kuat untuk

melahirkan karya yang besar. Itulah kira-kira filosofiperjalanan

RSI Sultan Agung Semarang sejak awal berdiri hingga kini menjadi

rumah

sakit

yang

cukup

ternama

di

Semarang khususnya dan Jawa Tengah pada umumnya.Langkah

Awal Yang Menentukantahun 1970, adalah tahun bersejarah bagi RSI

Sultan Agung Semarang. Di tahun itu, tepatnya di Jalan Kaligawe

Semarang, atas bantuan dari Pemerintah Belanda didirikanlah Health

Centre (Pusat Kesehatan Masyarakat)yang kelak menjadi embrio

berdirinya RSI Sultan Agung di bawah payung Yayasan Badan Wakaf

(YBW) Semarang.Gagasan pendirian RSI dan sekaligus pendirian

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang 37

Gambar 4.3 awal Pembangunan RSI Sulatan Agung

Fakultas Kedokteran UNISSULA pertama kali diutarakan oleh

Pangdam VII/ Dip.–Brig. Jen. M. Sarbini kepada Rektor

UNISSULA– Kol. dr. Soetomo Bariodipoero dan Ka. Kesdam VII/

Dip.– Kol. dr. Soehardi.

Gayungpun bersambut. Pada tahun 1963 Universitas Islam

Sultan Agung (UNISSULA) membuka Fakultas Kedokteran. Hal itu

semakin mengukuhkan keinginan para pendiri Yayasan Badan Wakaf

(YBW), yayasan yang menaungi Unissula untuk mendirikan Rumah

Sakit Islam.

5.1.2. Visi dan Misi

5.1.2.1. Visi

RSI terkemuka dalam pelayanan kesehatan yangselamat

menyelamatkan,pelayananpendidikandalamrangkamembang

ungenerasi khaira ummah, dan pengembangan peradaban

Islam menujumasyarakat sehatsejahterayangdirahmatiAllah

5.1.2.2. Misi

1) Mengembangkan pelayanan kesehatan atas dasar nilai-

nilai Islam yangselamat menyelamatkan, dijiwai

semangat “Mencintai AllahMenyayangi Sesama”,

berpegang teguh pada Etika RSI dan EtikaKedokteran

Islam.

2) Membangun jamaah SDI yang memiliki komitmen

pelayanan kesehatanIslami.

3) Mengembangkan pelayanan untuk pendidikan kedokteran

dankesehatan bagi mahasiswa UNISSULA dan peserta

didik dari lembagapendidikan milik Yayasan Badan

Wakaf Sultan Agung, juga darilembaga pendidikan lain.

4) Mengembangkan pelayanan untuk penelitian dan

pengembangan ilmukedokteran dan ilmu kesehatan sesuai

standar yang tertinggi.

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang 38

5) Mengembangkan pengabdian kepada masyarakat dijiwai

dakwahIslamiyah melalui pelayanan kesehatan untuk

membangun peradabanIslam menuju masyarakat sehat

sejahtera yang dirahmati Allah SWT.

6) Mengembangkan gagasan, kegiatan dan kelembagaan

sejalan dengandinamika masyarakat, perkembangan

rumah sakit, dan perkembanganiptek kedokteran&

kesehatan

5.1.3. Tujuan Rumah Sakit Islam Sultan Agung

1) Terselenggaranya pelayanan kesehatan Islami

2) Terselenggaranya pelayanan kesehatan masyarakat untuk

keselamatan iman dan kesehatan jasmani sebagai upaya bersama

untuk mendapatkan kebahagiaan dunia akhirat.

3) Terbentuknya jamaah SDI yang memiliki komitmen pelayanan

kesehatan Islami yang:

Bertaqwa, dengan kecendiakawanan dan kepakaran dengan

kualitas universal.

Menjunjung tinggi etika RSI, etika kedokteran dan etika

kedokteran Islam

Menguasai nilai-nilai dasar Islam dan Islam untuk disiplin

ilmu kedokterandan kesehatan

Istiqomah melaksanakan tugas-tugas pelayanan rumah

sakit,pelayanan kependidikan, pelayanan penelitian dan tugas

dakwahdengan jiwa dan semangat “Mencintai Allah

Menyayangi Sesama”

4) Terselenggaranya pelayanan pendidikan dalam rangkamembangun

generasi khaira ummah di bidang kedokteran dankesehatan pada

program Diploma, Sarjana, Magister, Profesi, danDoktor, dengan

kualitas universal, siap melaksanakan tugaskepemimpinan dan

dakwah.

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang 39

5) Terwujudnya Rumah Sakit untuk Pendidikan kedokteran

dankesehatan Islam yang berkualifikasi B Plus untuk 5 tahun ke

depan,dan A untuk 10 tahun ke depan.

6) Terselenggaranya silaturrahim dan jejaring dengan pusat-

pusatpengembangan ilmu kedokteran & kesehatan dan RSI di

seluruhdunia.

7) Terselenggaranya silaturrahim yang intensif dengan masyarakatdan

partisipasi aktif dalam upaya membangun masyarakat

sehatsejahtera yang dirahmati Allah SWT.

8) Menjadi rujukan bagi masyarakat dan rumah sakit lain

dalampelayanan kesehatan Islami.

9) Terselenggaranya proses pengembangan gagasan, kegiatan

dankelembagaan sejalan dengan dinamika

masyarakat,perkembangan rumah sakit, dan perkembangan iptek

kedokteran &kesehatan.

10) Terwujudnya Rumah Sakit Pendidikan Islam Utama

(IslamicTeaching Hospital).

11) Terselenggaranya proses evaluasi diri secara teratur

danberkelanjutan

5.1.4. Motto

Mencintai Allah, menyayangi sesame

5.2. Paparan Data

Penelitian ini difokuskan pada “Efektifitas TV di ruang tunggu Rumah

Sakit Islam Sultan Agung”. Maka paparan data dikelompokan sesuai dengan

fokus penelitian, yaitu:

5.2.1. Pengetahuan Tentang Ruang Tunggu

Pengetahuan awal tentang ruang tunggu khususnya pasien

dan pengunjung menjadi objek awal penelitian ini. Karena hal ini akan

berdampak pada respon yang diberikan oleh pasien, pengunjung dan

keluarga pasien terhadap kenyamanan, fasilitas dan informasi yang

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang 40

didapatkan selama menghabiskan waktu di dalam ruang tunggu.

Harapan yang dapat dimunculkan ialah terjadinya simbiosis

mutualisme antar keduanya. Dimana pasien tidak hanya menjadikan

ruang tunggu sebagai wadah mendaftarkan diri di rumah sakit,

menunggu obat dan lain sebagainya. Akan tetapi, ruang tunggu dapat

menjadi mediator informasi kepada para pengunjung, pasien dan

keluarga pasien guna mendapatkan informasi-informasi penting

tentang kesehatan. Sesuai dari penelitian yang dilakukan khususnya

kepada keluarga pasien menjelaskan bahwa:

“Sudah nyaman, anak-anak sudah banyak bermain” (KP. 1.1)

Secara umum kondisi fasilitas ruang tunggu sudah terasa

nyaman oleh pasien. Pasien mendapatkan pelayanan yang maksimal

meskipun juga ada beberapa saran yang diberikan:

“kalau bisa ruang tunggu polianak punya ruang permainan sebagai

wadah anak, agar anak-anak yang menemani orang tua memiliki

pengetahuan dini dan kenyamanan berada di rumah sakit” (KP. 1.5)

Bila dianalisis lebih mendalam peran ruang tunggu

hendaknya tidak hanya menjadi wadah sementara menjalani aktifitas

menunggu atau mengantar pasien di rumah sakit, serta menjenguk

pasien. Akan tetapi ruang tunggu yang baik juga menjadi sarana

pendidikan kesehatan dan penyaluran informasi kepada pengunjung.

Guna meningkatkan fungsi ruang tunggu di rumah sakit

Islam Sultan Agung maka peningkatan sarana dan prasarana ruang

tunggu menjadi solusi efektif yang dapat dilakukan. Peningkatan

sarana dan prasarana akan menjadikan fungsi ruang tunggu semakin

besar. Misalnya saja dengan menambahkan Mading, penyedian

pamflet dan informasi-informasi positif lainya. Peneliti menemukan

bahwa:

“ruang tunggu yang disediakan sudah cukup baik, sarana yang

disediakan seperti tempat duduk dan meja juga sudah cukup

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang 41

nyaman. Akan tetapi ketersediaan pamflet dan sarana informasi

lainya belum kami temukan di setiap ruang tunggu” (KP. 1.3)

Sehingga ketersediaan sarana informasi di ruang tunggu akan

memberikan informasi kepada seluruh pasien, keluarga dan

pengunjung. Hal ini akan membangun efisiensi penyaluran informasi

kepada pasien dan keluarga pasien. Tidak hanya itu, hal ini juga akan

memudahkan mereka untuk mendapatkan informasi dimana saja

mereka berada sehingga peran pusat informasi rumah sakit dan

karyawan yang ada di dalamnya dapat sedikit berkurang.

5.2.2. Peran TV di dalam ruang tunggu

Selain ketersediaan ruang tunggu yang cukup nyaman. Rumah

Sakit Islam Sultan Agung juga menyediakan TV sebagai sarana

hiburan. Meskipun dalam beberapa teori yang ada, peran TV masih

penjadi pro dan kontra di berbagai kalangan khususnya dunia

kedokteran. Mengingat peran TV khususnya bagi anak dewasa ini

cukup mempengaruhi perkembangan psikis dan karakter.

Secara umum pasien telah memberikan apresiasi positif

terhadap fasilitas TV di dalam ruang inap. Dengan berbagai macam

informasi yang ditanyangkan, TV menjadi sarana hiburan bagi pasien:

“sudah bagus apalagi sudah ada acara ngaji” (KP.2.7)

Dimana sebagai rumah sakit yang berlandaskan Islam, rumah

sakit Islam Sultan Agung telah memberikan tayangan-tayangan positif

kepada pasien dan keluarga pasien. Terlebih lagi channel-channel

yang disiarkan di TV sebagaian besar berisi murotal Al Qur’an dan

lagu – lagu islami. Dari hasil studi peneliti bahwa dampak channel-

channel yang menayangkan dunia Islam memiliki apresiasi yang

besar dari pasien. Akan tetapi tidak sedikit diantara mereka yang

mengeluhkan kurangnya tayangan-tayangan yang berbasis kesehatan.

Hal ini mungkin dirasa cukup penting mengingat perawatan

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang 42

pasien oleh keluarga membutuhkan tips dan info guna membantu

proses pemulihan. Beberapa keluarga pasien mengatakan:

“Karena kita rumah sakit Islam sebaiknya yang ada acara rumah

sakitnya” (KP. 4.5)

Dalam regulasi pelayanan pendidikan kesehatan khususnya

penyaluran informasi rumah sakit di beberapa rumah sakit terkadang

kurang diperhatikan. Padahal dalam regulasi yang ada khususnya

undang-undang pendidikan rumah sakit sangat jelas dicantumkan

terkait regulasi tersebut.

Dalam penyaluran informasi khususnya dalam media

elektronik, Rumah Sakit Islam Sultan Agung menggunakan media TV

sebagai sarana penyaluran informasi. TV telah menjadi sarana

informasi yang telah ada di dalam ruang inap pasien dan ruang

tunggu. Channel yang ditayangkan juga disesuaikan dengan channel

TV pada umumnya sehingga pasien, pengunjung dan keluarga pasien

dapat menikmati TV seperti layaknya di rumah sendiri.

Akan tetapi dalam ruang tunggu hendaknya fungsi TV lebih

ditingkatkan lagi ke arah yang lebih baik. Karena TV dapat menjadi

sarana informasi bagi pasien dan keluarga. hal ini disarankan oleh

keluarga pasien:

“Hendaknya rumah sakit menyediakan informasi yang bermanfaat

khususnya menjadi referensi bagi pasien. Sekarang belum

membutuhkan tapi kedepanya akan sangat bermanfaat bagi

keluarga, orang lain” (KP. 2.7)

Pasien merasa bahwa informasi kesehatan menjadi sangat

penting guna membantu percepatan kesembuhan pasien. Tidak hanya

itu, harapan lainya ialah informasi yang diberikan bermanfaat kepada

banyak orang guna melakukan langkah-langkah pencegahan penyakit

di dalam tubuh. Manfaat lainya adalah rumah sakit secara tidak

langsung mencegah banyak orang dari penyakit atau rumah sakit telah

menolong banyak orang dari pola hidup yang kurang sehat.Saat hal

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang 43

ini terus dilakukan maka rumah sakit akan melakukan fungsi ganda

yaitu mengobati pasien yang sakit di dalam rumah sakit dan telah

melakukan penyuluhan intensif di luar rumah sakit hanya karena

informasi yang dimassifkan melalui siaran TV dan sarana prasarana

lainya.

BAB VI

PENUTUP

6.1. Kesimpulan

Data yang berkaitan dengan rumusan masalah dan kembali

dijabarkan dalam form interview. Data yang didapatkan di lapangan dianalisis

dan diuji secara berkala guna mendapatkan hasil penelitian yang tepat.

Namun sebelum itu semua terjawab dalam kesimpulan maka peneliti kembali

menjabarkan batasan masalah dalam penelitian ini sebagai acuan sebelumnya:

(1) Efektifitas TV di ruang tunggu Rumah Sakit Islam Sultan Agung. (2)

Optimalisasi edukasi Kesehatan di ruang Tunggu RSI Sultan Agung Semarang. (3)

Pemanfaatan ruang tunggu sebagai wadah kesehatan di RSI Sultan Agung Semarang.

Maka kesimpulanya adalah:

1. Efektifitas TV telah berjalan dengan baik karena sebagian pengunjung,

pasien dan keluarga pasien merasa terhibur dengan sajian channel-channel

yang ditayangkan. Akan tetapi, sajian informasi melalui TV hanya

menyajikan rangkaian tayangan yang bersifat umum dan kurang

menyentuh dunia kesehatan.

2. Optimalisasi edukasi kesehatan di ruang tunggu telah berjalan dengan baik

karena pengunjung telah merasakan kenyamanan. Akan tetapi, informasi-

informasi yang diberikan oleh media audio-visual seperti TV rumah sakit

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang 44

belum dapat menambah ilmu kesehatan khususnya keluarga pasien. Hal ini

terjadi karena TV lebih bersifat alat audio visual seperti pada umumnya.

3. Pemanfaatan ruang tunggu cukup baik. Karena ruang tunggu telah

menyediakan sarana dan prasarana yang memadai seperti kursi yang

sangat banyak, sofa di ruang VVIP dan berbagai sarana yang cukup

memadai.

6.2. Implikasi

Berdasarkan temuan peneliti dan hasil kesimpulan tersebut di atas,

maka implikasinya adalah sebagai berikut:

1. TV sebagai media audio visual belum dapat menjadi sumber informasi

khususnya dalam bidang kesehatan, hal ini akan berdampak pada

rendahnya pengetahuan pasien, keluarga pasien dan pengunjung. Dampak

yang lebih luas adalah memunculkan lemahnya ketahanan masyarakat

khususnya menjaga kesehatan karena TV belum menjadi mediator dalam

edukasi kesehatan.

2. Optimalisasi edukasi kesehatan memerlukan ide-ide yang lebih inovatif

dan kreatif khususnya dalam memaksimalkan TV sebagai media audio

visual, sehingga tayangan-tayangan yang diberikan berdampak positif

dalam menyembuhkan pasien, menambah pengetahuan pengunjung dan

keluarga pasien serta meningkatkan mutu edukasi kesehatan di rumah

sakit Islam Sultan Agung.

3. Optimalisasi ruang tunggu telah berperan positif dalam pelayanan rumah

sakit Islam sultan agung.

6.3. Saran-saran

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi dalam penelitian ini, maka

peneliti merekomendasikan beberapa hal sebagai berikut:

1. Diperlukan ide-ide inovatif dan kreatif dalam merancang fungsi TV yang

tidak hanya menjadi media intertaiment bagi pengunjug Rumah sakit

Islam Sultan Agung. Hal ini bisa dilakukan dengan memperbaiki channel-

channel yang ada atau membuat sistem informasi dan telekomunikasi

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang 45

sendiri seperti rumah sakit modern pada umumnya.

2. Optimalisasi edukasi kesehatan juga dapat ditingkatkan dengan

menambah sarana dan prasarana rumah sakit khususnya dalam penyebaran

informasi kesehatan.

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang 46

DAFTAR PUSTAKA

Azhar Arsyad. 2007. “Media Pembelajaran”. Jakarta: PT Raja

GrafindoPersada.

Kementerian Kesehatan RI.2010.Standar Promosi Kesehatan di Rumah Sakit.Jakarta:Dirjen Promosi Kesehatan R.I

Moleong.2007.Metodologi Penelitian Kualitatif.Bandung: PT

Remaja Rosdakarya

Haryoko,sapto.2009.Jurnal Edukasi Elektro Volume 5 Nomor 1.Makasar.Sulawesi Selatan

Ika Risqi dan Iwan Permana.2014.Pengaruh Media Audio-visual (Video) pada hasil belajar kelas XI pada konsep elastisitas.Jakarta:Seminar Nasional Pendidikan IPA UIN Syarif Hidayatullah

Sugiyono.2008.Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan

R&D.Bandung:Alfabeta

Ulum, Bahrul.2011Skripsi Studi Komparasi Efektifitas Media Audio Visual Dan Cerita Bergambar (Cergam) Dalam Meningkatkan Prestasi Siswa Pada Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (Ski) Materi Khalifah Usman Bin Affan Kelas Vi (Enam) Semester Genap Di Mi Kumpulrejo Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal Tahun Pelajaran 2010/2011.Semarang:Universitas Islam Negeri Walisongo

www.sarjanaku.com, 7 Juli 2015

www.edukasi.net, 8 Juli 2015

www.blogcepot.com, 12 Juli

www.islamedica.com, 10 agustus 2015

www.academiedu.com, 8 juli 2015

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang vii

A. LAMPIRAN KEGIATAN: FOTO RUANG DAN SAAT INTERVIEW

DI RUANG TUNGGU RSI SULTAN AGUNG

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang vii

Gambar 6. INTERVIEW DI RUANG TUNGGU RAWAT JALAN FARMASI MCE

Gambar 1. RUANG PENDAFTARAN REGISTRATION POLIKLINIK MCE

Gambar 2. RUANG TUNGGU FARMASI GEDUNG MCE

Gambar 5. RUANG TUNGGU SEC GEDUNG MCE

Gambar 3. RUANG TUNGGU VIP GEDUNG DGambar 4. RUANG TUNGGU VIP/VVIP GEDUNG MVE

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang viii

Gambar 7. INTERVIEW DI RUANG TUNGGU MCE Gambar 8. INTERVIEW DI RUANG TUNGGU SEC GEDUNG SEC MCE

Gambar 9. INTERVIEW DI RUANG TUNGGU SEC GEDUNG MCE

Gambar 10. INTERVIEW DI RUANG TUNGGU FARMASI GEDUNG MCE

Gambar 11. INTERVIEW DI KAMAR VIP GEDUNG MCE

Gambar 5. INTERVIEW DI RUANG HUMAS

REKAP HASIL INTERVIEW

1. Ibu Sutamiyah (KP.1)

1) Bagaimana pendapat anda tentang ruang tunggu sultan agung semarang?

Hendaknya slide bisa ditayangkan untuk menjadi pengetahuan bagi pasien,

tempatnya sudah nyaman dan dekat dengan rumah sakit.

2) Bagaimana ruang apotik?

Posisi sudah strategis, namun kelihatan pasien lebih terasa sedih

3) Sudah pernah melihat slide informasi rsi?

Sudah baik, namun belum ada link

4) Bagaimana dengan fasilitas ruang tunggu?

Sudah bagus

5) Apakah anda nyaman?

Nayaman

6) Saran?

Sudah bagus, Tempat tunggu pasien hendaknya fasilitas ditambah dengan

temapat tidur guna menunggu antrian pasien, kursinya keras hendaknya diganti

sofa atau memiliki busanya

7) Bagaimana pendapat anda tentang program TV?

Sudah bagus karena ada ngaji

8) Apakah informasi itu penitng? Iya penting

9) Saran terhadap program TV?

Setiap lantai ada TV agar bisa memberitahu pasien. Tidak hanya di ruang tunggu

2. Pertanyaan ke Mba Imah (KP. 2)

1) Bagaimana pendapat anda tentang ruang tunggu sultan agung semarang?

Jawaban:

2) Sudah nyaman, anak-anak sudah banyak bermain tapi ac nya kurang adem karena

ruang terbuka

3) Bagaimana ruang apotik?

Jawaban:

Posisi sudah strategis, namun kelihatan pasien lebih terasa sedih

4) Sudah pernah melihat slide informasi rsi?

Jawaban:

Sudah baik, namun belum ada link

5) Bagaimana dengan fasilitas ruang tunggu?

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang ix

Jawaban:

Sudah bagus

6) Apakah anda nyaman?

Jawaban:

Nyaman

7) Saran anda untuk ruang tunggu yang baik bagi RSI Sultan Agung?

Jawaban:

Aromanya sudah baik tapi ruang polianak ngga memiliki ruang permainan sebagai

wadah anak

8) Bagaimana pendapat anda tentang program TV?

Jawaban:

Hendaknya rumah sakit menyediakan informasi yang bermanfaat khususnya

menjadi referensi bagi pasien. Sekarang belum membutuhkan tapi kedepanya akan

sangat bermanfaat bagi keluarga, orang lain

9) Apakah informasi itu tentang kesehatan penting?

Jawaban:

Iya penting

3. Pertanyaan ke Alfin Kurniawan, 17 tahun Demak

1) Gimana ttg fasilitas ruang tunggu? Cukup nyaman

2) Fasilitas? Cukup baik,

3) Saran? Klu bisa yang tidak cocok dengan AC hendaknya tidak dipakai

4) Bagaimana pendapat bapak ttg program TV? Belum sempat melihat

5) Pentingkah TV? Menjadi sarana informasi hendaknya informasi yang

akurat khususnya seputar medis.

4. Pertanyaan ke Safiullah, 33 tahun demak (KP.2)

1) Gimana tentang ruang tunggu?

Jawaban: Kalau dilihat sudah cukup nyaman

2) Bagaimana dengan Fasilitas?

Jawaban: Sudah cukup nyaman

3) Apakah Saran anda tentang ruang tunggu?

Jawaban: Hendaknya ada pijet refleksi agar pasien yang membutuhkanya

bisa memakainya

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang x

4) Bagaimana pendapat bapak tentang program TV?

Jawaban: TV nya ngga nyala, siaran yang muncul hanya gambar.

5) Pentingkah TV bagi anda? Ia cukup Menghibur tapi hendaknya ada lagu-

lagu religi

5. Pertanyaan ke Bu Ike?

1) Bagaimana ttg ruang tunggu? Nyaman

2) Fasilitas? Bagus, kadang nunggu dokternya lama, kadang dokter keliling

dulu hingga wakunya lama.

3) Kenyamanan? Nyaman

4) Saran untuk ruang tunggu? Udah cukup bagus.

5) Program TV? Udah cukup hendaknya diperbaiki

6) Pentingkah TV?

6. Pertanyaan ke Bu Mira

1) Menurut Bu Mira? Nyaman, fasilitas cukup memuaskan, Cuma kamar

mandi hendak diperhatikan karena ada kotoran.

2) Saran bu Mira? Terlalu banyak pasien, terkadang tempatnya kurang?

3) Program TV? Cukup membantu

4) Penting? Penting

5) Saran dan masukan ttg acara TV? Karena kita rumah sakit Islam sebaiknya

yang ada acara rumah sakitnya

7. Pertanyaan ke Silfi, 50 tahun Semarang

1. Gimana ttg ruang tunggu? Bagus

2. Fasilitas? Lengkap, pelayananya tidak. Pertama kali ditolak tapi karena

ngotot akhirnya bisa dilayani

3. Saran?

4. Bagaimana pendapat bapak tentang program TV?

5. Pentingkah TV?

Bagian Humas – PKRS RSISultan Agung Semarang xi