61005-12-651659587673

52
Modul 12 Teori-teori Psikoanalisis, Adlerian, dan Humanistik dari Konseling Teori Teori adalah suatu model yang dipergunakan oleh para konselor sebagai suatu panduan untuk merumuskan formasi solusi atas suatu masalah. “Pemahaman teoritikal adalah suatu bagian yang esensial dalam praktik konseling yang efektif. Teori-teori dapat membantu konselor mengatur data klinis, membuat proses yang kompleks menjadi koheren, dan memberikan panduan konseptual untuk intervensi-intervensi” (Hansen, 2006, p. 291). Para konselor menentukan teori mana yang ingin digunakan berdasarkan latar belakang pendidikannya, filosofinya, serta kebutuhan kliennya. Tidak semua pendekatan tepat digunakan bagi semua konselor maupun klien. Para praktisioner tertentu yang memformulasikan gagasan mereka berdasarkan pengalaman dan observasi mereka telah mengembangkan sebagian besar teori konseling. Tetapi kebanyakan ahli teori masih merasa kurang yakin mengenai posisi mereka, setelah sadar bahwa tidak ada satupun teori yang cocok untuk diterapkan pada semua situasi ataupun klien (Tursi & Cochran, 2006). Memang benar, satu teori tidak akan cukup untuk satu klien yang sama selama periode tertentu. Para konselor harus memilih posisi teoritikal mereka dengan hati-hati dan menilai ulang secara berkala. Beberapa model teori lebih komprehensif dibanding yang lain dan “semua teori mengalami kebuntuan didalam kebudayaan, politik, dan bahasa” (Hansen, 2006, p. 293). Konselor yang efektif menyadari hal ini dan sigap dalam memilih teori mana yang paling komprehensif dan Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II

Upload: mike-ku

Post on 02-Jan-2016

33 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Modul 12Teori-teori Psikoanalisis, Adlerian, dan Humanistik

dari Konseling

Teori

Teori adalah suatu model yang dipergunakan oleh para konselor sebagai suatu panduan untuk

merumuskan formasi solusi atas suatu masalah. “Pemahaman teoritikal adalah suatu bagian

yang esensial dalam praktik konseling yang efektif. Teori-teori dapat membantu konselor

mengatur data klinis, membuat proses yang kompleks menjadi koheren, dan memberikan

panduan konseptual untuk intervensi-intervensi” (Hansen, 2006, p. 291). Para konselor

menentukan teori mana yang ingin digunakan berdasarkan latar belakang pendidikannya,

filosofinya, serta kebutuhan kliennya. Tidak semua pendekatan tepat digunakan bagi semua

konselor maupun klien. Para praktisioner tertentu yang memformulasikan gagasan mereka

berdasarkan pengalaman dan observasi mereka telah mengembangkan sebagian besar teori

konseling. Tetapi kebanyakan ahli teori masih merasa kurang yakin mengenai posisi mereka,

setelah sadar bahwa tidak ada satupun teori yang cocok untuk diterapkan pada semua situasi

ataupun klien (Tursi & Cochran, 2006). Memang benar, satu teori tidak akan cukup untuk satu

klien yang sama selama periode tertentu. Para konselor harus memilih posisi teoritikal mereka

dengan hati-hati dan menilai ulang secara berkala.

Beberapa model teori lebih komprehensif dibanding yang lain dan “semua teori

mengalami kebuntuan didalam kebudayaan, politik, dan bahasa” (Hansen, 2006, p. 293).

Konselor yang efektif menyadari hal ini dan sigap dalam memilih teori mana yang paling

komprehensif dan atas alasan apa digunakan. Mereka mengetahui bahwa teori yang digunakan

menentukan apa yang mereka lihat dan bagaimana penggunaannya di dalam konseling dan

teori tersebut dapat dikatalogkan dalam beberapa cara termasuk kategori modernisme dan

post-modernisme. Hansen, Stevic, dan Warner (1986) menyebutkan lima persyaratan teori

yang baik:

1. Jelas, mudah dipahami, dan dapat dikomunikasikan. Koheren dan tidak bertentangan.

2. Komprehensif. Memberikan penjelasan untuk fenomena yang sangat beragam.

3. Eksplisit dan heuristik. Menghasilkan penelitian karena desainnya.

4. Spesifik dalam menghubungkan pengertian pada hasil yang diinginkan. Berisi suatu

cara untuk mencapai suatu hasil akhir yang diinginkan (contohnya, pragmatik).

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II

5. Berguna bagi praktisi yang akan menggunakannya. Memberikan panduan bagi

penelitian dan prakteknya.

Sebagai tambahan lima kualitas tersebut, suatu teori yang baik bagi pra konselor adalah

yang cocok dengan filosofi pribadinya dalam memberikan bantuan. Shertzer dan Stone (1974)

menyarankan bahwa sebuah teori konseling harus cocok dengan konselornya seperti layaknya

pakaian. Beberapa teori, seperti layaknya buah, membutuhkan takaran. Oleh karena itu

konselor yang efektif harus menyadari pentingnya perubahan. Para konselor yang ingin menjadi

fleksibel dan efektif harus mempelajari ragam teori konseling dan mengetahui bagaimana cara

penerapannya tanpa menyalahi konsistensi internalnya (Auvenshine & Noffsinger, 1984).

REFLEKSI DIRI

Kapankah saat anda menerima pelatihan atau instruksi bagaimana caranya menendang bola

atau menggambar sosok seseorang sehingga anda dapat berkembang seperti seorang atlet

ataupun artis? Apa pendapat anda mengenai pengalaman tersebut jika dihubungkan dengan

teori konseling yang baik?

Pentingnya Teori

Teori adalah dasar dari konseling yang baik. Hal tersebut menantang konselor untuk lebih

kreatif dan peduli terhadap batasan-batasan suatu hubungan pribadi yang terstruktur demi

kemajuan dan pencerahan (Gladding, 1990b). Teori mempunyai dampak pada bagaimana

komunikasi klien dikonsepkan, bagaimana hubungan interpersonal berkembang, bagaimana

etika profesional diterapkan, dan bagaimana konselor memandang diri mereka sendiri sebagai

seorang profesional. Tanpa latar belakang teoritikal, konselor bertindak secara membabi-buta

dalam tindakan trial-and-error dan membahayakan. Brammer dan kawan-kawan (1993)

menegaskan nilai pragmatis teori yang diformulasikan secara solid bagi para konselor. Teori

yang dapat membantu menjelaskan apa yang terjadi dalam suatu hubungan konseling dan

membantu konselor dalam meramalkan, mengevaluasi, dan meningkatkan hasil. Teori

memberikan kerangka kerja dalam membuat observasi ilmiah mengenai konseling.

Penggunaan teori meningkatkan koherensi gagasan mengenai konseling dan menghasilkan

gagasan-gagasan baru. Sehingga, teori dapat menjadi praktis dengan cara membantu

menjelaskan observasi konselor tersebut.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II

Boy dan Pine (1983) memberikan detil pada nilai praktikal teori dengan menyarankan

bahwa teori adalah kata mengapa dibelakang bagaimana peranan konselor, memberikan suatu

kerangka dimana konselor dapat bekerja. Para konselor dipandu oleh teori dapat menemukan

tuntutan peranan mereka karena mereka mempunyai alasan atas apa yang mereka lakukan.

Boy dan Pine menunjukkan enam fungsi teori yang membantu konselor dalam cara yang

praktis:

1. Teori membantu konselor menemukan persatuan dan kesinambungan dalam perbedaan

eksistensi,.

2. Teori memaksa konselor untuk mengamati hubungan yang mungkin mereka lewatkan

sebelumnya.

3. Teori memberikan konselor panduan tidak wajib dengan membantu mereka bekerja dan

mengevaluasi perkembangannya sebagai seorang profesional.

4. Teori membantu konselor untuk fokus pada data yang relevan dan memberitahu pada

mereka apa yang harus dicari.

5. Teori membantu konselor dalam membantu klien dengan mengubah perilaku klien

secara efektif.

6. Teori membantu konselor mengevaluasi pendekatan lama dan baru pada proses

konseling. Hal tersebut merupakan dasar dimana pendekatan baru dalam konseling

dapat tercipta.

“Kriteria utama bagi semua teori konseling adalah bagaimana teori dapat memberikan

penjelasan atas apa yang terjadi selama proses konseling terjadi” (Kelly, 1988, p. 212-213).

Nilai teori sebagai cara untuk mengatur informasi “terpusat pada tingkat dimana mereka

diterapkan dalam bidang kehidupan nyata manusia” (Young, 1988, p. 336).

Teori ke Praktek

Pada tahun 2008, terdapat lebih dari 400 sistem psikoterapi dan konseling di seluruh dunia

(Corsini, 2008). Sehingga, konselor mempunyai pilihan ragam teori yang luas untuk dipilih.

Konselor yang efektif mengamati teori-teori untuk keefektifan yang telah terbukti dan

mencocokkannya pada keyakinan pribadinya dan realita mengenai sifat orang-orang dan

perubahan.

Bagaimanapun juga, seperti yang dinyatakan oleh Okun (1990), yang ditekankan dalam

konseling saat ini adalah menghubungkan teori-teori bukannya menciptakan. Penekanan ini

terbangun dalam asumsi fundamental bahwa “tidak satupun sudut pandang teori yang dapat

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II

menyediakan semua jawaban bagi klien yang kita lihat saat ini” (p. xvi). Lebih jauh lagi, konselor

tampaknya cenderung fleksibel secara pragmatik dalam mengadaptasi Teknik-Teknik dan

intervensi-intervensi dari pendekatan teoritikal yang berbeda ke dalam pekerjaan mereka tanpa

benar-benar menerima dasar sudut pandang beberapa teori. Praktek ini tampaknya menjadi

suatu keharusan karena konselor harus mempertimbangkan faktor internal, eksternal,

intrapersonal, dan interpersonal ketika bekerja bersama klien, dan beberapa teori

mencampurkan semua dimensi ini menjadi satu.

Kebanyakan dari konselor profesional masa kini (diperkirakan 60% hingga 70%)

mengidentifikasikan diri mereka sendiri sebagai campuran dalam menggunakan Teknik dan

teori (Lazarus & Beutler, 1993). Yaitu, mereka menggunakan berbagai Teknik dan teori untuk

dicocokkan dengan kebutuhan dengan “rata-rata 4.4 teori dicocokkan dengan pekerjaan

mereka dengan kliennya” (Cheston, 200, p. 254). Perubahan memang dibutuhkan, konselor

pindah dari satu teori yang mereka gunakan ke pendekatan lainnya (suatu fenomena yang

disebut konseling berganti-gaya). Perubahan yang dilakukan oleh konselor berhubungan

dengan tingkat perkembangan klien (Ivey, Ivey, Myers & Sweeney, 2005). Agar efektif, konselor

harus mempertimbangkan seberapa jauh kliennya telah mengalami kemajuan dalam

perkembangan struktural mereka, seperti yang digambarkan oleh Jean Piaget. Contohnya,

seorang klien yang tidak sadar akan perkembangan lingkungannya akan membutuhkan suatu

pendekatan terapi yang terfokus pada “emosi, tubuh, dan pengalamannya pada saat ini”;

sementara klien dengan tingkatan perkembagan yang lebih maju dapat ditanggapi dengan

suatu pendekatan “operasi konsultasi-formal”, dimana penekanan diberikan pada pemikiran

mengenai tindakan (Ivey & Goncalves, 1988, p. 410). Intinya adalah bahwa konselor dan teori

harus dimulai dengan dimana klien mereka berada, membantu mereka berkembang dalam pola

yang benar dan utuh.

Kekuatan dari campuranisme adalah kemampuannya untuk menarik teori-teori, Teknik,

dan praktiknya yang beragam untuk dicocokkan dengan kebutuhkan klien. Contohnya, sebuah

pendekatan campuran dapat membahayakan proses konseling jika konselor tidak familiar benar

dengan semua aspek teori yang dilibatkannya. Dalam situasi semacam itu konselor akan

menjadi tekhnisi tanpa memahami mengapa pendekatan tertentu akan bekerja dengan baik

dengan klien tertentu pada saat tertentu dan cara tertentu (Cheston, 2000). Pendekatan yang

tidak diamati oleh konselor yang kurang berpendidikan ini kadang-kadang dianggap sebagai

“elektrik” secara sarkastik; yaitu, seperti misalnya konselor mencoba semua cara dan metode

yang “merangsang mereka.” Permasalahan dalam orientasi campuran adalah bahwa konselor

lebih sering melakukan sesuatu yang membahayakan bagi proses konseling daripada hasil

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II

yang baik jika mereka mempunyai sedikit atau tidak sama sekali pemahaman mengenai apa arti

membantu klien.

Untuk menghadapi masalah ini, McBride dan Martin (1990) menyarankan suatu hierarki

praktek campuran dan mendiskusikan pentingnya mempunyai dasar yang kuat atas teori

sebagai panduan. Tingkatan yang paling rendah atau pertama campuranisme adalah

harmonisme – suatu proses yang tidak sistematis yang menempatkan konsep-konsep yang

tidak berhubungan menjadi satu. Sangat disarankan ketika siswa lulusan dipacu untuk

memformulasikan teori konseling mereka sendiri tanpa harus mencoba bagaimana model yang

telah diuji. Tingkat campuranisme yang kedua adalah tradisional. Hal tersebut menerapkan

“suatu kombinasi fitur kompatibel yang lebih lama dari sumber yang berbeda [menjadi suatu]

keutuhan yang harmonis” (English & English, 1956, p. 168). Hal tersebut lebih dipikirkan

daripada harmonisme, dan teori-teori diamati dengan lebih seksama.

Pada tingkat yang ke tiga, campuranisme digambarkan sebagai profesional atau

teoritikal atau sebagai integrasionisme teoritikal (Lazarus & Beutler, 1993; Simon, 1989). Tipe

campuranisme ini membutuhkan konselor menguasai setidaknya dua teori sebelum mencoba

membuat kombinasinya. Permasalahan yang ada pada pendekatan ini adalah bahwa

pendekatan ini menganggap suatu tingkat kesamaan diantara teori-teori (yang mungkin tidak

benar) dan eksistensi kriteria “untuk menentukan porsi atau pecahan apa yang harus dipegang

teguh dari teori masing-masing teori” (Lazarus & Beutler, 1993, p. 382). Hal tersebut berbeda

dari model tradisional yang tidak membutuhkan penguasaan teori.

Tingkat ke empat campuranisme disebut campuranisme Teknikal, diilustrasikan dalam

pekerjaan Arnold Lazarus (2008) dan pendekatan multimodalnya pada konseling yang menilai

apa yang ia gambarkan sebagai tujuh elemen pengalaman klien. Vektor-vektor tersebut

diringkas dalam akronim BASIC ID:

Behavior (perilaku)

Affect (pengaruh)

Sensations (sensasi) (contoh, melihat, mendengar, membau, menyentuh, merasakan)

Imagery (gambaran)

Cognitions (kognisi) (misal, keyakinan dan nilai-nilai)

Interpersonal relationships (hubungan interpersonal)

Drugs (obat-obatan) (contoh, semua bidang kesehatan, termasuk penggunaan obat, fitness,

atau diet)

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II

Dalam pendekatan ini, prosedur dari teori-teori yang berbeda dipilih dan digunakan dalam

perawatan “tanpa perlu tambahan pada teori yang menghasilkan mereka” (Lazarus & Beutler,

1993, p. 384). Gagasannya adalah bahwa Teknik, bukan teori, sebenarnya digunakan dalam

merawan klien. Oleh karena itu, setelah menilai klien dengan benar, konselor dapat

menggunakan metode perilaku (seperti misalnya pelatihan dukungan) dengan Teknik

eksistensial (seperti menegaskan pada orang arti dalam kehidupan mereka) jika situasi

memungkinkan.

Pendekatan ini segaris dengan apa yang disarankan oleh Cavanagh (1990) sebagai

suatu pendekatan campuran yang sehat pada konseling. Hal ini membutuhkan konselor untuk

mempunyai (a) pengetahuan yang cukup dan pemahaman akan teori yang digunakannya, (b)

suatu filosofi dasar yang integratif akan perilaku manusia yang membawa bagian-bagian

terpisah dalam membedakan teori ke dalam koleksi acak yang berarti, dan (c) sebuah arti yang

fleksibel mengenai mencocokkan pendekatan pada klien, bukan sebaliknya. Konselor yang

mengikuti model ini dapat bekerja secara pragmatik dan efektif dalam suatu kerangka

campuran. Variabel penting agar menjadi konselor yang menggunakan pendekatan campuran

secara sehat adalah penguasaan teori dan sensitifitas yang tinggi untuk mengetahui

pendekatan apa yang harus digunakan kapan, dimana, dan bagaimana (Harman, 1977).

Sebuah tipe akhir dari pendekatan campuran adalah model transteoritikal (TTM)

(Norcross & Beutler, 2008; Prochaska & DiClemente, 1992). Model ini berdasarkan

perkembangan dan pendekatan-pendekatan yang cenderung inklusif pada poin yang

mempunyai ragam komponen yang ditangani secara bersama-sama ‘dengan cerobohnya’”

(Petrocelli, 2002, p. 23). Model ini berfokus pada arah dan tujuan lima tahap perubahan dari

pra-mediasi hingga perawatan. Terdapat juga lima tingkatan perubahan:

permasalahan symptom/situasi,

kognisi kesalahan adaptif,

konflik interpersonal saat ini, dan

konflik intrapersonal.

“Konseling dari perspektif TTM dapat menciptakan pendekatan yang lebih makroskopik

(termasuk kerangka teoritikal yang lebih luas dan komprehensif) dan adaptasi personal

(melibatkan suatu peningkatan dalam pemikiran yang logis, akurat, ilmiah, dan kritis) daripada

penambahan personal” (Petrocelli, 2002, p. 25). Efek sampingnya yang utama adalah ke-

komprehensif-an dan ke-kompleks-an dan fakta bahwa TTM hanya pernah diuji oleh

sekelompok orang tertentu (contoh, populasi pecandu).

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II

Melewati sudut pandang teori murni dan pendekatan-pendekatan campuran, teori-teori

konseling sekarang ini telah masuk pada era perspektif post-modern. Seperti layaknya mereka

dipandang sebagai naratif yang baru yang membantu klien menciptakan sistem pengertian

yang baru, “bukan dengan menemukan yang lama secara obyektif” (Hansen, 2006, p. 295). Inti

dari pandangan semacam itu terlihat pada pendekatan konstruktif sosial. Untuk sisa bab ini dan

yang berikutnya, 13 teori utama yang populer akan dijelaskan.

CONTOH KASUS: Teori Tim

Tim dulu adalah konselor yang cerdas. Sehingga, ia selalu mengamati dan cepat tanggap

dengan berbagai bentuk pendekatan terapi. Namun, Tim mengalami kesulitan. Ia menyukai

sebagian besar teori yang ia baca dan membutuhkan waktu yang lama untuk memutuskan teori

mana yang ingin ia kuasai. Kemudian ia mulai menggerutu saat ia menemukan bahwa

kebanyakan teori yang ia pelajari bekerja dengan baik ketika diterapkan oleh seorang ahli terapi

– yang rajin berpraktek selama setidaknya 10 tahun.

Dengan mengetahui dilema yang dihadapi Tim dan fakta bahwa ia tidak hanya ingin

menggunakan Teknik, apa yang dapat anda sarankan kepadanya untuk menentukan

pendekatan teoritikal yang harus ia gunakan? Akankah campuranisme akan berhasil bagi

seseorang yang tidak yakin seperti Tim? Mengapa atau mengapa tidak?

Teori Psikoanalisis

Dari sudut pandang historikal sendiri, teori psikoanalisis adalah hal yang penting. Merupakan

yang pertama mendapatkan pengakuan dan penerimaan dari publik. Psikoanalisis, yang

dikembangkan oleh Sigmund Freud, akan dibahas di dalam bab ini. Konseptualisasi dan

implementasi psikoanalisis Freud adalah dasar dimana munculnya teori-teori lain yang

berkembang, baik dengan memodifikasi sebagian dari pendekatan ini maupun reaksi dari

pendekatan ini.

Psikoanalisis

Penemu/Pengembang.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II

Sigmund Freud, seorang psikiatris dari Vienna (1985-1939), adalah seseorang yang selalu

diasosiasikan dengan psikoanalisis, khususnya pada sekolah pemikir klasik. Kejeniusannya

dalam menciptakan gagasan-gagasan original. Putrinya, Anna Freud, mengembangkan

teorinya lebih jauh lagi, secara khusus dihubungkan dengan anak-anak dan perkembangan

mekanisme pertahanan. Pada masa kini, Heinz Kohut telah mengembangkan teori tersebut ke

arah permasalahan perkembangan, khususnya tambahan, melalui konseptualisasinya terhadap

teori yang berhubungan dengan obyek.

Sudut Pandang Sifat Manusia.

Sudut pandang Freud terhadap sifat manusia selaras dengan transformasi dan pertukaran

energi di dalam kepribadian (Hall, 1954). Orang mempunyai pikiran sadar (berhubungan

dengan kesadaran terhadap dunia luar), pikiran pra-sadar (yang berisi kenangan-kenangan

akan pengalaman yang tersembunyi atau terlupakan yang masih dapat diingat), dan pikiran

bawah sadar (berisi insting, kekuatan yang terpendam). Menurut Freud, kepribadian terdiri dari

tiga bagian:

1. Id (terdiri dari insting dasar amoral, dan yang bertugas sesuai dengan prinsip

kesenangan)

2. Ego (“pusat pikiran”, bertugas membuat keputusan secara sadar sesuai dengan prinsip

kenyataan)

3. Superego (hati pikiran yang berisi nilai-nilai sosok orang-tua dan sesuai dengan prinsip

moral)

Id dan superego terhubung pada pikiran tidak sadar; ego secara primer terhubung dengan

pikiran sadar tetapi juga dengan pra sadar dan tidak sadar.

Psikoanalisis juga terbentuk dalam apa yang Freud sebut sebagai tahap perkembangan

psikoseksual. Masing-masing tahap berfokus pada zona kesenangan yang dominan pada

waktu tertentu.:

tahap oral, dimana mulut merupakan zona utama kesenangan dan kepuasan dasar

pada saat menggigit dan menyedot;

tahap anal, dimana kepuasan dirasakan saat menahan maupun mengeluarkan feces;

tahap phallic, dimana pusat kepuasan adalah organ seks, dan anggota-anggota bagian

kelamin harus bekerja sesuai hasrat seksual;

latency, dimana energi difokuskan pada aktivitas berpasangan dan penguasaan

pembelajaran kognitif serta kemampuan-kemampuan fisik; dan

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II

tahap genital, dimana semuanya telah dilalui dengan baik, masing-masing gender lebih

merasa saling tertarik satu sama lain dan pola interaksi heteroseksual yang normal telah

muncul.

Frustasi yang berlebih atau kepuasan berlebih pada tiga tahap awal merupakan

kesulitan utama yang dapat muncul, dimana pada kasus ini seseorang dapat menjadi terobsesi

(atau tertahan) pada tingkat perkembangan tersebut dan/atau terlalu tergantung pada

penggunaan mekanisme pertahanan (misal, suatu cara untuk mengatasi kegelisahan pada

tingkat tidak sadar dengan cara menyangkal atau membengkokkan realita) (lihat Tabel 9.1).

Peranan Konselor.

Para profesional yang mempraktekkan psikoanalisis klasik bertugas seperti seorang ahli.

Mereka memberikan dukungan pada kliennya untuk membicarakan mengenai apapun yang

muncul dalam benaknya, khususnya pengalaman di masa kanak-kanak. Untuk menciptakan

atmosfir dimana klien dapat merasa bebas untuk mengekspresikan kesulitan berpikirnya, ahli

psikoanalis, setelah melewati beberapa sesi secara langsung, sering kali meminta kliennya

untuk berbaring pada sofa sementara ahli analis tetap berada diluar pandangan (biasanya

duduk di belakang kepala klien). Peranan analis adalah berusaha membiarkan klien

mendapatkan pencerahan dengan meringkankan beban klien dan membicarakan pengalaman

masa lalu yang tak terpecahkan yang menjadi fokus selama sesi berlangsung. Perkembangan

transference diutamakan untuk membantu klien menghadapi masalahnya secara nyata dengan

materi tidak sadar. Tidak seperti beberapa pendekatan lainnya, psikoanalisis membantu

konselor untuk menginterpretasikan permasalahan bagi kliennya.

Tabel 9.1 Mekanisme pertahanan psikoanalitik

Represi Mekanisme pertahanan paling dasar, represi adalah

pengecualian tak sadar dari ketegangan atau pikiran-

pikiran atau kenangan-kenangan pahit. Mekanisme

pertahanan lainnya menggunakan represi.

Penyangkalan Dalam proses ini, seseorang menolak untuk melihat atau

menerima permasalahan apapun atau aspek-aspek

kehidupan yang menyulitkan. Penyangkalan bergerak

pada tingkat pra sadar atau sadar.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II

Regresi Ketika individu berada di bawah ketegangan, sering kali

mereka kembali menuju cara atau perilaku yang kurang

dewasa.

Proyeksi Bukannya menyatakan apa yang sebenarnya dipikirkan, ia

malah menggambarkan suatu pemikiran, perasaan, atau

motif yang tidak dapat dipahami.

Rasionalisasi Mekanisme pertahanan ini melibatkan pemberian “alasan

intelektual” untuk membenarkan suatu tindakan. Alasan

dan tindakan tersebut hanya berhubungan bagi pikiran

orang tersebut setelah tindakan tersebut selesai

dilakukan.

Formasi Reaksi Ketika seseorang bertindak dalam suatu cara yang

merupakan kebalikan dari apa yang ia rasakan, hal itu

dikenal dengan “formasi reaksi.” Jenis perilaku ini

biasanya bersifat melebih-lebihkan, seperti hanya berbuat

baik pada orang yang ia tidak ia suka sama sekali.

Dislokasi Pertahanan ini adalah suatu pengubahan arah emosional

pada sebuah “target aman.” Orang lain atau obyek lain

yang diganti tersebut malah menerima perasaan yang

diungkapkan, bukannya orang yang secara langsung

berhubungan dengan pemberi pesan tersebut.

Tujuan.

Tujuan psikoanalisis bervariasi tergantung pada klien, tetapi fokus utamanya pada peningkatan

personal, biasanya melibatkan reorganisasi kekuatan internal di dalam diri seseorang. Pada

kebanyakan kasus tujuan utamanya adalah untuk membantu klien menjadi lebih sadar akan

aspek-aspek tidak sadar dalam kepribadiannya dan untuk menghadapi reaksi-reaksi yang

mungkin menjadi disfungsional (Tursi & Cochran, 2006).

Tujuan utama yang ke dua, sering kali berkaitan dengan yang pertama, yaitu untuk

membantu klien menghadapi tahap perkembangan yang belum terpecahkan. Jika tercapai,

klien akan menjadi tidak macet dan dapat hidup lebih produktif. Menghadapi tahap

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II

perkembangan yang belum terpecahkan membutuhkan rekonstruksi kepribadian secara besar-

besaran.

Tujuan akhir psikoanalisis adalah untuk membantu klien menghadapi tuntutan dari

kehidupan bermasyarakatnya. Orang yang tidak bahagia, menurut teori ini, adalah orang yang

tidak selaras dengan diri mereka sendiri maupun masyarakat disekitarnya. Psikonalisis

menegaskan pada penyesuaian lingkungan, khususnya dalam bidang pekerjaan dan hubungan

intim. Fokusnya adalah memperkuat ego sehingga persepsi dan rencana akan menjadi lebih

realistis.

Teknik.

Teknik-Teknik psikonalisis sering kali diterapkan dalam lingkungan tertentu, seperti misalnya

pada kantor konselor atau ruang wawancara di rumah sakit. Diantara Teknik-Teknik yang paling

sering digunakan adalah asosiasi bebas, analisa mimpi, analisa transference, analisa resistensi,

dan interpretasi. Meskipun masing-masing Teknik akan diamati secara terpisah disini, dalam

prakteknya mereka saling mendukung.

Asosiasi Bebas. Dalam asosiasi bebas, klien mengabaikan cara normal dalam

mensensor pemikiran dengan secara sadar menekan pemikiran tersebut dan bukannya

mengatakan apa yang ada dibenaknya, meskipun jika pemikiran tersebut terdengar

konyol, irasional, sugestif, atau menyakitkan. Dengan begini, id diminta untuk berbicara

dan ego tetap diam (Freud, 1936). Materi tak sadar memasuki pikiran sadar, dan disitu

konselor menginterpretasikannya.

Analisa Mimpi. Freud yakin bahwa mimpi merupakan jalan utama untuk memahami

alam tidak sadar, bahkan menyebutnya “jalan mewah menuju alam tidak sadar.” Ia

berpikir mimpi merupakan suatu upaya untuk memenuhi keinginan di masa kanak-kanak

atau ekspresi hasrat seksual yang tidak diakui. Di dalam analisa mimpi, klien didukung

untuk bermimpi dan mengingat mimpi-mimpinya. Konselor harus benar-benar sensitif

terhadap dua aspek mimpi: isi manifestasi (makna yang jelas) dan isi laten (tersembunyi

tetapi makna yang benar) (Jones, 1979). Ahli analisa membantu menginterpretasikan ke

dua aspek tersebut kepada klien.

Analisa Transference. Transference merupakan tanggapan klien pada konselor seolah-

olah konselor tersebut adalah Gambar yang signifikan di dalam kehidupan masa lalu

klien, biasanya Gambar orang-tua. Ahli analisa mendukung transference ini dan

menginterpretasikan perasaan negatif maupun positif yang diekspresikan.

Pengungkapan ekspresi ini bersifat terapi, dan meringankan beban. Tetapi nilai

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II

sebenarnya dari pengalaman ini berada pada rasa sadar yang meningkat pada diri klien

itu sendiri, yang keluar melalui analisa transference konselor. Mereka yang mengalami

transference dan memahami apa yang terjadi kemudian akan merasa lepas untuk maju

ke tahap perkembangan yang selanjutnya.

Analisa Resistensi. Terkadang klien mengalami kemajuan pesat saat menjalani

psikoanalisis dan kemudian melambat atau berhenti. Resistensi mereka terhadap

proses terapi ini dapat berupa, seperti misalnya melewatkan janji temu, datang

terlambat, tidak membayar biaya perawatan, tetap berada pada transference, memblokir

pemikiran pada asosiasi bebas, atau menolak untuk mengingat mimpi atau kenangan

yang lebih awal. Analisa konselor terhadap resistensi dapat membantu klien untuk

mendapatkan pencerahan tentang hal ini dan juga pada perilaku lainnya. Jika resistensi

tidak dihadapi, maka proses terapi tersebut kemungkinan akan mengalami kebuntuan

lagi.

Interpretasi. Interpretasi harus dipandang sebagai bagian dari Teknik-Teknik yang telah

kita amati dan bersifat saling mendukung. Ketika memberikan interpretasi, konselor

membantu klien memahami makna peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lampau dan

masa kini. Interpretasi memberikan penjelasan dan analisa terhadap pemikiran,

perasaan dan tindakan klien. Para konselor harus berhati-hati dalam menggunakan

Teknik interpretasi. Jika dilakukan terlalu cepat, hal itu dapat membuat klien menjauh.

Tetapi, jika tidak digunakan sama sekali atau digunakan terlalu sering, maka klien akan

gagal dalam mendapatkan pencerahan.

Kekuatan dan Kontribusi.

Psikoanalisis klasik mempunyai beberapa penekanan yang unik:

Pendekatan ini menekankan pada pentingnya seksualitas dan alam tidak sadar pada

perilaku manusia. Sebelum teori ini dibuat, seksualitas (khususnya seksualitas pada

masa kanak-kanak) disangkal dan kurang mendapatkan perhatian dari kekuatan alam

tidak sadar.

Pendekatan ini memberikan sumbangan pada penelitian-penelitian empiris; bersifat

heuristik. Proposal Freud telah menghasilkan begitu banyak penelitian.

Pendekatan ini menyediakan dasar teori yang mendukung sejumlah instrumen

diagnostik. Beberapa tes psikologi, seperti Tes Apresiasi Tematik atau Noda Tinta

Rorschach, berakar di dalam teori psikoanalisis.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II

Psikoanalisis terus berevolusi dan akhir-akhir ini telah menekankan pada proses adaptif

dan hubungan-hubungan sosial.

Pendekatan ini tampaknya efektif bagi mereka yang menderita gangguan yang sangat

bervariasi, termasuk histeria, narsisme, reaksi obesif-kompulsif, gangguan karakter,

kegelisahan, fobia, dan gangguan seksualitas (Luborsky, O’Reilly-Landry, & Arlow,

2008).

Pendekatan ini menekankan pentingnya tahap perkembangan pertumbuhan.

Batasan-batasan.

Di bawah ini faktor-faktor pembatas yang mejadi bagian dari psikoanalisis:

Pendekatan ini menghabiskan waktu dan biaya yang banyak. Seseorang yang menjalani

psikoanalisis biasanya bertemu sebanyak tiga hingga lima kali dalam seminggu dalam

kurun waktu bertahun-tahun (Bankart, 1997; Nye, 2000).

Pendekatan ini tidak terlalu berguna bagi klien yang lebih tua atau bahkan sekelompok

klien yang bervariasi. “Pasien yang mendapatkan keuntungan paling banyak dari

analisa” terutama adalah “pria paruh baya dan wanita yang tertekan oleh suatu rasa

ketidak-mampuan dan mencari arti di dalam kehidupan” (Bradley & Cox, 2001, p. 35).

Pendekatan ini telah diklaim paling eksklusif oleh para psikiater, meskipun Freud tidak

mengharapkannya (Vandenbos, Cummings & Deleon, 1992). Para konselor dan para

psikologis tanpa tingkat medikal mendapatkan kesulitan untuk mendapatkan pelatihan

yang ekstensif di bidang psikoanalisis.

Pendekatan ini berdasarkan pada banyak konsep yang tidak mudah dipahami atau

dikomunikasikan – id, ego, dan superego, contohnya. Terminologi psikoanalitikal

tampaknya telalu rumit.

Pendekatan ini menuntut kepastian. Sebagai contohnya, Freud menyebutkan batasan

tertentu dimana wanita disebut sebagai hasil perbedaan jenis kelamin – yaitu, menjadi

perempuan.

Pendekatan ini tidak terlalu berguna dalam kebutuhan kebanyakan individual yang

mencari konseling profesional. Model psikoanalitik telah diasosiasikan dengan orang-

orang yang mempunyai masalah besar atau ingin atau butuh untuk mengeksplorasi

alam tidak sadarnya.

REFLEKSI DIRI

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II

Terkadang psikoanalisis klasik dikarakteristikkan dengan cara ini: Terlalu besar superego, anda

adalah kubis; terlalu besar id anda adalah hewan buas.

Bagaimana mungkin suatu karakterisasi semacam itu dapat menghakimi atau tidak

menghakimi suatu ego yang sehat di dalam diri seseorang? Apa yang dikatakan hal tersebut

berkaitan dengan tantangan terapi dalam menerapkan pendekatan psikoanalisis dalam

konseling?

Teori Adlerian

Teori Adlerian berfokus pada bidang sosial seperti halnya determinasi perilaku dan pentingnya

mengembangkan suatu gaya hidup yang sehat. Pendekatan terapi yang telah tumbuh sebagai

hasil dari teori ini sudah terkenal secara internasional.

Konseling Adlerian

Penemu/Pengembang.

Alfred Adler (1870- 1937) adalah penemu pendekatan Adelrian pada konseling, juga dikenal

sebagai psikologi individual (untuk menekankan holistik dan sifat manusia yang tidak terlihat). Ia

adalah Sigmund Freud di masa kini dan bahkan seorang anggota dari Masyarakat Psikoanalitik

Vienna yang didirikan oleh Sigmund Freud. Tetapi, Adler mempunyai perbedaan dengan Freud

mengenai pentingnya biologikal yang berfungsi sebagai motivator utama dalam kekuatan

kehidupan dan menekankan pentingnya perasaan subyektif dan kepedulian sosial. Teorinya ini

lebih membantu. Psikologi individual semakin berkurang kepopulerannya setelah kematiannya

tetapi di revitalisasikan diantaranya oleh Rudolph Dreikurs, Manford Sonstegard, Oscar

Christensen, Raymond Corsini, Donald Dinkmeyer, dan Thomas Sweeney.

Sudut Pandang Sifat Manusia.

Gagasan utama pada teori Adler dalam hubungannya dengan sifat manusia adalah bahwa

manusia secara primer dimotivasi oleh kepedulian sosial, yaitu, suatu perasaan saling terkait

pada masyarakat sebagai suatu bagian dari masyarakat secara utuh, suatu ketertarikan aktif di

dalam dan empati kepada sesama, seperti halnya kebutuhan dan kemauan untuk berkontribusi

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II

pada kebaikan umum sosial (Mosak & Maniacci, 2008). Mereka yang mempunyai kepedulian

sosial mengambil tanggung-jawab atas diri mereka sendiri dan orang lain dan bekerja sama

serta positif dalam arti kesehatan mental mereka. “Mereka yang gagal, termasuk neurotik,

psikotik, dan individu yang berorientasi pada kriminal karena kurang dalam hal kepeduliannya

pada masyarakat” (Dsugherty, Murphy, & Paugh, 2001, p. 466).

Teori Adler menyatakan bahwa aspek sadar dari pola perilaku, daripada yang tidak

sadar, merupakan pusat dari perkembangan kepribadian. Prinsip dasar teori Adlerian adalah

bahwa manusia berjuang untuk kesuksesan (misal, sebaik yang bisa mereka lakukan); suatu

proses yang ia sebut perjuangan untuk kesempurnaan atau totalitas (Adler, 1964). Juga ada

kecenderungan pada masing-masing orang untuk merasa lebih unggul daripada yang lainnya.

Jika perasaan ini tidak diatasi, maka orang tersebut mengembangkan inferioritas kompleks.

Kompleks semacam itu jika tidak diubah, menjadi dasar dimana kepribadian seseorang akan

menetap. Sebagai lawannya, seseorang yang terlalu menuntut perasaan inferioritas

mengembangkan sebuah superioritas kompleks, yang mana disebut Adler sebagai suatu

neurotik fiksi yang tidak produktif.

Adler yakin bahwa manusia dipengaruhi oleh tujuan masa depan (teleogikal) sebagai

akibat dari masa lampau. Teorinya juga menempatkan penekanan pada urutan kelahiran:

mereka yang lahir berdasarkan urutan ordinal (misal, lahir pertama) lebih memiliki persamaan

dengan yang lainnya daripada keturunan dari keluarga yang sama (Dreikurs, 1950). Lima posisi

ordinal ditekankan di dalam literatur Adlerian pada konstelasi keluarga: lahir pertama, lahir ke

dua, anak tengah, anak termuda, dan anak satu-satunya (Dreikurs, 1967; Dreikurs & Soltz,

1964; Sweeney, 1998).

Sebagai tambahan pada urutan kelahiran, lingkungan keluarga juga penting bagi

perkembangan seseorang, khususnya pada usia 5 tahun pertama. Teori Adlerian menegaskan

bahwa masing-masing orang menciptakan gaya hidup mulai usia 5 tahun, secara primer melalui

interaksi dengan anggota keluarga lainnya. Suasana keluarga yang negatif dapat menjadi

terlalu keras, berisi penolakan, supresif, materialistis, terlalu protektif, atau mengiba (Dreikurs &

Soltz, 1964), dimana suasana keluarga yang positif dapat menjadi lebih demokratis, berisi

penerimaan, terbuka, dan sosial. Namun, persepsi atmosfir keluarga, daripada peristiwa

apapun pada diri mereka sendiri, lebih penting bagi perkembangan gaya hidup (Adler, 1964).

Para individu berperilaku seolah-olah jika dunia adalah mempunyai cara sendiri dan dipandu

oleh fiksi mereka – yaitu, evaluasi subyektif mereka terhadap diri mereka sendiri dan lingkungan

mereka.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II

Secara keseluruhan, penganut Adler percaya bahwa terdapat tiga tugas utama

kehidupan: masyarakat, pekerjaan, dan seksualitas. Seperti yang disebutkan sebelumnya, teori

Adlerian menempatkan penekanan yang kuat pada perkembangan kepedulian sosial dan

kontribusi pada masyarakat. Teori tersebut menyatakan bahwa pekerjaan adalah hal yang

esensial bagi kelangsungan hidup manusia dan bahwa kita harus belajar untuk mandiri. Lebih

jauh lagi, seseorang harus menentukan seksualitasnya sendiri dalam hubungannya pada diri

sendiri maupun orang lain, di dalam semangat kerja sama, bukannya kompetisi. Adler juga

menyebutkandua tantangan lain dalam kehidupan, meskipun ia tidak mengembangkan mereka

secara penuh: spiritualitas dan mengatasi diri sendiri (Dreikurs & Mosak, 1996). Menurut teori

Adlerian, sangat penting untuk menekankan bahwa, ketika menghadapi tugas kehidupan

apapun, keberanian (kemauan untuk mengambil resiko tanpa mengetahui apa konsekuensinya)

sangat diperlukan.

Peranan Konselor.

Konselor Adlerian bertugas secara primer sebagai ahli diagnostik, guru, dan model dalam

hubungan yang mereka tetapkan dengan klien mereka. Mereka mencoba menilai mengapa

klien berorientasi pada cara berpikir dan bertindak yang tertentu. Konselor membuat suatu

penilaian dengan mengumpulkan informasi pada konstelasi keluarga dan dari kenangan awal

klien. Konselor kemudian membagi impresi, opini, dan perasaannya bersama klien dan

berkonsentrasi untuk menerapkan hubungan terapi. Klien di dukung untuk mengamati dan

mengubah gaya hidup yang salah dengan mengembangkan kepedulian sosialnya (Adler, 1927,

1931).

Para penganut teori Adlerian seringkali aktif dalam berbagi firasat atau tebakan-tebakan

bersama klien dan seringkali mengarahkan ketika memberikan tugas rumah pada klien, seperti

diminta untuk bertindak “seandainya” klien menjadi orang yang ia inginkan. Konselor penganut

Adlerian menerapkan berbagai Teknik, beberapa diantaranya dipinjam dari pendekatan lain.

Tujuan.

Tujuan dari konseling Adlerian adalah membantu orang-orang untuk mengembangkan gaya

hidup holistik yang sehat. Hal ini berarti mendidik atau mendidik ulang klien mengenai gaya

hidup semacam itu serta membantu mereka mengatasi perasaan inferioritas. Salah satu tujuan

utama konseling Adlerian adalah membantu klien mengatasi suatu gaya hidup yang salah,

yaitu, gaya hidup yang egois dan berdasarkan tujuan yang salah serta asumsi yang tidak benar

berkaitan dengan perasaan inferioritas. Perasaan-perasaan tersebut dapat lahir dari suatu

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II

gangguan mental ataupun fisik, karena sering dipukuli oleh orang tua, atau diabaikan. Perasaan

tersebut harus dikoreksi dan bentuk perilaku yang tidak benar harus dihentikan. Untuk

melakukannya, konselor mengasumsikan berperan sebagai guru dan interpreter peristiwa-

peristiwa. Konseling Adlerian berhadapan dengan seluruh orang (Kern & Watts, 1993). Klien

adalah orang yang paling berkuasa dalam menentukan apakah ingin mengejar kepedulian pada

diri sendiri atau sosial.

Teknik.

Penetapan hubungan konseling sangatlah penting jika tujuan konseling Adlerian ingin dicapai.

Teknik-Teknik tertentu dapat membantu meningkatkan proses ini. Konselor Adlerian mencoba

untuk mengembangkan suatu hubungan yang hangat, suportif, bersahabat, empati, dan erat

dengan kliennya. Konseling dipandang sebagai upaya kolaboratif (Adler, 1956). Konselor

mendengarkan secara aktif dan menanggapi dengan cara yang sama dengan yang dilakukan

konselor yang berpusat pada orang (James & Gilliland, 2003).

Setelah hubungan telah ditetapkan, konselor berkonsentrasi pada analisa terhadap gaya

hidup klien, termasuk pengamatan terhadap konstelasi keluarga, kenangan awal, mimpi, dan

prioritas. Seperti yang dicatatkan sebelumnya, konstelasi keluarga dan suasana dimana anak-

anak tumbuh mempunyai pengaruh yang sangat besar pada persepsi terhadap diri sendiri dan

persepsi pada orang lain. Tidak ada dua anak yang lahir pada lingkungan yang sama, tetapi

ordinal posisi seorang anak dan penilaian terhadap suasana keluarga mempunyai dampak yang

sangat besar pada perkembangan dan perilakunya. Seringkali seorang klien bisa mendapatkan

pencerahan dengan mengenang kembali kenangan-kenangannya, khususnya peristiwa

sebelum usia 10 tahun. Adler (1931) menyebutkan bahwa seseorang mengingat kenangan

masa kanak-kanak yang konsisten dengan sudu pandangnya di masa kini terhadap diri sendiri,

orang lain, dan dunia secara umum. Konselor Adlerian mencari tema maupun detil spesifik di

dalam rekoleksi tersebut (Slavik, 1991; statton & Wilborn, 1991; Watkins, 1985). Gambar-

Gambar pada masa lalu diperlakukan sebagai prototipe daripada individual secara spesifik.

Mimpi di masa lalu dan masa kini juga merupakan suatu bagian dari analisa gaya hidup. Teori

Adlerian menyebutkan bahwa mimpi juga merupakan suatu rehearsal yang memungkinkan bagi

tujuan tindakan di masa depan. Mimpi yang dikenang adalah yang paling penting. Dengan

memperhatikan apa yang menjadi prioritas bagi klien akan sangat membantu dalam memahami

gaya hidupnya. Seorang klien mungkin akan tetap mempertahankan gaya hidupnya yang

dominan, seperti misalnya selalu mencoba untuk memuaskan, kecuali ditantang untuk berubah.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II

Usaha konselor yang berikutnya adalah untuk mengembangkan pencerahan klien,

khususnya dengan menanyakan pertanyaan yang terbuka dan membuat interpretasi-

interpretasi. Pertanyaan terbuka membuat klien dapat mengeksplorasi pola-pola di dalam

kehidupan mereka yang telah diabaikan. Interpretasi seringkali dapat mengabil bentuk berupa

tebakan intuitif. Kemampuan untuk menekankan akan sangat penting bagi proses ini, dimana

konselor harus dapat merasakan bagaimana rasanya menjadi klien sebelum memberikan

penilaian buruk pada alasan klien atas perilakunya saat ini. Pada masa lain, interpretasi

didasarkan pada pengetahuan umum konselor mengenai posisi ordinal dan konstelasi keluarga.

Untuk mencapai perubahan perilaku, konselor menggunakan Teknik spesifik:

Konfrontasi. Konselor menantang klien untuk mempertimbangkan logika pribadinya.

Ketika klien mengamati logika ini, seringkali mereka sadar bahwa mereka dapat

mengubah logika dan perilakunya.

Menanyakan “pertanyaan tersebut.” Konselor bertanya, “Apa yang akan berbeda jika

anda membaik?” Klien seringkali diberikan pertanyaan tersebut pada wawancara awal,

tetapi hal ini tepat untuk dilakukan kapan saja.

Dukungan. Dukungan memperkuat keyakinan dalam diri seseorang (Dinkmeyer &

Losoncy, 1980; Dreikurs & Soltz, 1964). Para konselor memberikan dukungan pada

klien agar merasa nyaman mengenai diri mereka sendiri dan orang lain (Adler, 1931).

Mereka menyatakan keyakinan mereka bahwa perubahan perilaku dapat dilakukan

untuk klien. Pemberian dukungan merupakan kunci untuk membuat pilihan gaya yang

produktif dalam belajar dan hidup.

Bertindak “seandainya”. Klien diinstruksikan untuk bertindak “seandainya” mereka

menjadi seseorang yang mereka inginkan; contohnya, orang ideal yang mereka lihat di

dalam mimpi mereka (Gold, 1979). Adler pada awalnya mendapatkan ide bertindak

seandainya dari Hans Vaihinger (1911), yang menuliskan bahwa orang menciptakan

dunia dimana mereka hidup dengan mengasumsikan bahwa merekalah yang

menciptakannya.

Meludah di sup klien. Seorang konselor menunjukkan perilaku tertentu pada kliennya

dan sehingga menghancurkan balasan atas perilakunya. Contohnya, seorang ibu yang

selalu bertingkah superior pada putrinya dengan menunjukkan tindakan tersebut terus

dilakukan setelah perilaku tersebut telah ditunjukkan, tetapi hadiah karena melakukan

hal itu sekarang telah hilang.

Menangkap diri sendiri. Klien belajar untuk menjadi lebih sadar akan perilakunya atau

pemikirannya yang merusak diri sendiri. Saat awal, konselor dapat membantu di dalam

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II

prosesnya, tetapi pada akhirnya tanggung-jawab diambil alih oleh klien.

Penetapan tugas. Klien pada awalnya menetapkan jangkauan yang pendek, tujuan yang

mudah dicapai dan pada akhirnya berpindah pada obyektif realistis yang lebih jauh.

Setelah klien membuat perubahan perilaku dan menyadari kendali atas kehidupan

mereka sendiri, maka konseling telah berakhir.

Tekan tombol. Klien didukung untuk menyadari bahwa mereka mempunyai pilihan-

pilihan mengenai rangsangan apa yang ada pada kehidupan mereka yang harus

diperhatikan. Mereka diajarkan untuk menciptakan perasaan yang mereka inginkan

dengan berkonsentrasi pada pikiran mereka. Teknik ini seperti layaknya menekan

sebuah tombol karena klien dapat memilih untuk mengingat pengalaman negatif dan

positif (Mosak & Maniacci, 2008).

Kekuatan dan Kontribusi.

Pendekatan adelrian pada konseling mempunyai sejumlah kontribusi dan penekanan yang unik:

Pendekatan ini meningkatkan suatu suasana yang mendukung melalui Teknik positif

yang digunakan konselor. Ikatan dan komitmen ditingkatkan melalui prosesnya, dan

kesempatan untuk berubah semakin meningkat pula. Dukungan konselor merupakan

komoditas yang berharga. Konselor Adlerian mendekati klien dengan suatu orientasi

pendidikan dan mengambil pandangan yang optimistis pada kehidupan.

Pendekatan ini fleksibel untuk semua masa kehidupan. “Ahli teori Adlerian telah

mengembangkan model-model konseling untuk anak-anak, dewasa, orang-tua, seluruh

keluarga, kelompok guru, dan segmen masyarakat lainnya” (Purkey & Schmidt, 1987, p.

115). Bermain terapi bagi anak-anak usia 4 hingga 9 tahun tampaknya paling efektif.

Pendekatan ini berguna dalam perawatan berbagai penyimpangan, termasuk

penyimpangan perilaku, penyimpangan anti sosial, penyimpangan kegelisahan masa

kanak-kanak dan dewasa, penyimpangan-penyimpangan beberapa afektif, dan

penyimpangan kepribadian (Seligman, 1997).

Pendekatan ini berkontribusi pada teori-teori pembantu lain dan pada pengetahuan

umum dan pemahaman interaksi manusia. Banyak gagasan Adler telah diintegrasikan

ke dalam pendekatan-pendekatan konseling.

Pendekatan ini dapat digunakan secara selektif di dalam konteks kultural yang berbeda-

beda (Brown, 1997). Sebagai contohnya, konsept “dukungan” tepat untuk ditekankan

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II

dalam bekerja dengan kelompok yang secara tradisional telah menekankan kolaborasi

seperti masyarakat Hispanik dan Asia Amerika, dimana konsep “kompetisi keturunan”

yang bertentangan dengan masyarakat Amerika Utara Eropa tradisional yang

menekankan kompetisi ketegangan.

Batasan-Batasan.

Teori Adlerian dibatasi oleh hal-hal berikut ini:

Pendekatan ini kekurangan suatu dasar penelitian yang suportif. Hanya sedikit

penelitian emprikal yang telah dilakukan mengenai teori Adlerian dan keefektifannya di

dalam konseling.

Pendekatan ini masih kabur dalam hubungannya dengan beberapa konsep dan istilah-

istilah.

Pendekatan ini terlalu optimistik mengenai sifat manusia, khususnya dalam bidang

kerjasama dan kepedulian sosial. Beberapa kritik mengenai sudut pandangnya

mengabaikan dimensi-dimensi kehidupan lainnya, seperti kekuatan dan alam tidak

sadar.

Prinsip dasar pendekatan ini, seperti struktur keluarga yang demokratis misalnya, tidak

terlalu cocok dalam bekerja dengan klien yang konteks kulturalnya menekankan pada

hubungan sosial lineal, seperti masyarakat Amerika Arab tradisional misalnya (Brown,

1997).

Pendekatan ini, yang sangat bergantung pada penelitian verbal, logika, dan pencerahan,

mungkin terbatas dalam penerapannya pada klien yang kurang cerdas (James &

Gilliland, 2003).

CONTOH KASUS: Ansley bertindak “Seandainya”

Ansley selama ini dikenal karena agresif dalam bertutur kata. Ia mempunyai lidah yang tajam

dan kosa kata yang diluar kebiasaan. Ia dapat menyingkirkan gadis-gadis lainnya dengan

cepat. Sehingga ia sangat dibenci sekaligus dikagumi.

Seorang kawan memberinya saran, Ansley menemui seorang konselor Adlerian. Ia menyukai

penekanan sosial yang ia pelajari sehingga ia memutuskan untuk mengubah dirinya. Ansley

memikirkan cara tercepat untuk menjadi orang yang inginkan dengan bertindak “seandainya.”

Apakah Ansley naif dengan berpikir bahwa bertindak seandainya dapat membantu dirinya

menjadi ideal? Dari sudut pandang Adlerian, apa lagi yang dapat anda sarankan pada Ansley?

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II

Teori Humanistik

Istilah humanistik, sebagai seorang deskriptor konseling, berfokus pada potensi individual untuk

memilih secara aktif dan menentukan secara sengaja mengenai hal yang berhubungan dengan

diri mereka sendiri dan lingkungan mereka. Para profesional yang menganut pendekatan

konseling humanistik membantu orang-orang untuk meningkatkan pemahaman pribadi dengan

merasakan perasaan mereka. Istilah tersebut sangatlah luas pengertiannya dan memasukkan

teori konseling yang berfokus pada orang sebagai pengambil keputusan dan inisiator pada

pertumbuhan dan perkembangan mereka sendiri. Tiga dari teori-teori tersebut yang dibahas di

sini: berpusat pada orang, eksistensial, dan Gestalt.

Konseling Berpusat pada Orang

Penemu/Pengembang.

Carl Rogers (1902-1987) adalah orang yang paling dekat dengan konseling berpusat pada

orang. Benar, Rogerlah yang pertama kali memformulasikan teori tersebut dalam bentuk

psikoterapi tak langsung di dalam bukunya pada tahun 1942, Counseling and Psychotherapy.

Kemudian teori tersebut berkembang menjadi konseling berpusat pada klien dan berpusat pada

orang dengan berbagai penerapan pada kelompok, keluarga, dan komunitas serta individual-

individual.

Sudut Pandang Sifat Manusia.

Pemahaman dalam konseling berpusat pada orang adalah sudut pandang tertentu mengenai

sifat manusia: orang pada dasarnya baik (Rogers, 1961). Manusia secara karakteristik “positif,

bergerak maju, konstruktif, realistik, dan dapat diandalkan” (Rogers, 1957, p. 199). Masing-

masing orang sadar, terarah, dan maju ke arah aktualisasi diri sejak masa kanak-kanak.

Menurut Rogers, aktualisasi diri merupakan hal yang paling umum dan memberikan

motivasi pada keberadaan dan memperkuat tindakan yang mempengaruhi orang tersebut

secara keseluruhan. “Organisme mempunyai satu dasar kecenderungan dan perjuangan, untuk

aktualisasi diri, mempertahankan, dan meningkatkan organisme yang merasakan tersebut”

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II

(Rogers, 1951, p. 487). Para ahli teori yang berpusat pada orang yakin bahwa masing-masing

orang mampu menemukan arti diri dan tujuan dalam kehidupan. “Disfungsionalitas benar-benar

merupakan suatu kegagalan untuk belajar dan berubah” (Bohart, 1995, p. 94).

Rogers memandang individual dari suatu perspektif fenomenologikal: apa yang penting

adalah persepsi orang mengenai realita daripada peristiwa yang terjadi itu sendiri (Rogers,

1955). Cara memandang orang ini mirip dengan teori Adler. Konsep itu sendiri merupakan

suatu gagasan lain yang dimiliki oleh Adler dan Rogers. Tetapi bagi Rogers konsep tersebut

sangatlah penting bagi teorinya sehingga gagasannya sering disebut sebagai teori diri sendiri.

Kata sendiri merupakan hasil dari pengalaman yang dialami oleh seseorang, dan suatu

kesadaran akan diri sendiri dapat membantu seseorang membedakan dirinya sendiri dari orang

lain (Nye, 2000).

Agar diri sendiri yang sehat dapat muncul, seseorang membutuhkan hal positif – cinta,

kehangatan, kasih sayang, respek, dan penerimaan. Tetapi di masa kanak-kanak, dan di masa

kehidupan berikutnya, seseorang seringkali menerima pamrih dari orang-tua dan orang lain.

Perasaan tersebut dapat berkembang jika orang tersebut berperilaku dalam cara tertentu

karena penerimaan dengan pamrih mengajarkan orang untuk merasakan dihargai jika

memberikan kepuasan bagi keinginan orang lain. Oleh karena itu, seseorang terkadang perlu

menyangkal atau membelokkan persepsi ketika seseorang yang bergantung pada orang

tertentu melihat situasi secara berbeda. Individu yang terjebak di dalam dilema semacam itu

menjadi sadar akan perbedaan antara persepsi pribadi dan pengalaman. Jika seseorang

membuat nyaman, ia membuka jurang pemisah antara diri sendiri yang ideal (apa yang

diperjuangkan orang tersebut untuk menjadi) dan diri sendiri yang sebenarnya (orang tersebut

apa adanya). Semakin jauh diri sendiri yang ideal dari diri sendiri yang sebenarnya, semakin

asing dirinya dan semakin menyimpang dirinya dari aslinya.

Peranan Konselor.

Peranan konselor sangatlah penting di sini. Ia menetapkan dan meningkatkan suatu suasana

dimana klien bebas dan didukung untuk mengeksplorasi semua aspek mengenai diri sendiri

(Rogers, 1951, 1980). Suasana ini berfokus pada hubungan konselor-klien, yang digambarkan

Rogers sebagai seseorang dengan kualitas kepribadian “Saya-Anda” yang spesial. Konselor

sadar akan bahasa verbal maupun non-verbal klien, dan konselor merefleksikannya kembali

apa yang ia dengar maupun amati (Braaten, 1986). Klien maupun konselor tidak tahu arah sesi

apa yang akan dilakukan atau tujuan apa yang akan muncul selama proses berlangsung. Klien

merupakan seseorang yang “berwenang terhadap terapinya sendiri” (Moon, 2007, p. 277). Oleh

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II

karena itu, konselor mempercayai kliennya untuk mengembangkan agenda yang ingin ia

kerjakan. Tugas konselor adalah lebih sebagai fasilitator daripada pengarah. Dalam pendekatan

berpusat pada orang, konselor adalah ahli proses dan ahli penelitian (dari klien tersebut).

Kesabaran adalah kuncinya (Miller, 1996).

Tujuan.

Tujuan dalam konseling berpusat pada orang berputar pada klien sebagai seseorang, bukan

permasalahan yang dihadapinya. Rogers (1977) menekankan bahwa orang membutuhkan

bantuan untuk belajar bagaimana menghadapi berbagai situasi. Salah satu cara utama untuk

mencapai hal ini adalah dengan membantu klien menjadi orang yang lebih berfungsi yang tidak

perlu menerapkan mekanisme pertahanan diri terhadap pengalaman sehari-harinya. Individu

semacam itu menjadi lebih berkeinginan untuk berubah dan bertumbuh. Ia lebih terbuka

terhadap pengalaman, lebih mempercayai persepsi diri sendiri, dan berpartisipasi dalam

eksplorasi dan evaluasi diri (Rogers, 1961). Lebih jauh lagi, orang yang berfungsi secara penuh

mengembangkan suatu penerimaan yang lebih besar pada diri sendiri dan orang lain dan

menjadi pembuat keputusan yang lebih baik di masa kini dan akan datang. Yang paling utama,

klien dibantu untuk mengidentifikasikan, menggunakan, dan mengintegrasikan sumber daya

dan potensialnya sendiri (Boy & Pine, 1983; Miller, 1996).

Teknik.

Bagi para terapis yang menggunakan pendekatan berpusat pada orang, kualitas hubungan

konseling lebih penting daripada Teknik yang digunakan (Glauser & Bozarth, 2001). Rogers

(1957) percaya ada tiga kondisi yang penting dan perlu pada konseling:

1. empati,

2. hal positif tanpa pamrih (penerimaan, penghargaan), dan

3. kongruen (ketulusan, transparansi, keterbukaan).

Empati dapat berarti subyektif, interpersonal, atau obyektif (Clark, 2004; Rogers, 1964).

Seringkali empati diartikan sebagai kombinasi ketiganya. Dalam situasi terapi empati adalah

kemampuan konselor untuk menyatu dengan klien dan memantulkan pemahaman ini kembali

kepada mereka. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara tetapi empati secara esensial

adalah suatu upaya untuk berpikir dengan, daripada untuk atau mengenai, klien untuk

menyerap komunikasi, maksud, dan pengertian klien tersebut (Brammer dkk., 1993; Clark,

2007; Moon, 2007). Rogers (1957) menuliskan, “Penelitian semakin banyak dan menunjukkan

secara kuat pada kesimpulan bahwa tingkat empati yang tinggi dalam suatu hubungan adalah

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II

yang paling berpotensi dan merpakan salah satu faktor paling penting dalam mewujudkan

perubahan dan pembelajaran” (p. 3). Penghargaan positif tanpa pamrih, juga dikenal sebagai

penerimaan, merupakan kasih sayang yang tulus dan dalam terhadap klien sebagai orang –

yaitu, memberikan penghargaan seseorang hanya karena memang demikian seharusnya

(Rogers, 1961, 1980). Kongruen merupakan kondisi yang transparan di dalam hubungan terapi

dengan menghilangkan aturan-aturan dan penghalang (Rogers, 1980). Hal tersebut merupakan

“kesiapan konselor untuk menjauhkan kesibukan pribadinya dan terbuka di dalam hubungan

dengan kliennya” (Moon, 2007, p. 278).

Sejak tahun 1980, para konselor yang menggunakan pendekatan berpusat pada orang

telah mencoba sejumlah prosedur lain untuk bekerja bersama klien, seperti pengungkapan

perasaan, pemikiran, dan nilai-nilai pribadi yang terbatas (Corey, 2005). Para klien,

bagaimanapun juga, bertumbuh dengan pengalamannya sendiri dan orang lain di dalam

hubungan tersebut (Cormier & Cormier, 1998). Oleh karena itu, Rogers (1967) yakin bahwa

“perubahan kepribadian positif yang signifikan” tidak terjadi kecuali di dalam hubungan (p. 73).

Metode-metode yang termasuk membantu meningkatkan hubungan klien-konselor,

tetapi tidak terbatas pada, mendengarkan secara pasif dan aktif, refleksi perasaan dan

pemikiran yang tepat, klarifikasi, menyimpulkan, konfrontasi, dan pengarahan umum atau

terbuka. Pertanyaan-pertanyaan dihindari sedapat mungkin di sini (Tursi & Cochran, 2006).

Kekuatan dan Kontribusi.

Aspek unik dalam konseling berpusat pada orang melibatkan hal-hal berikut ini:

Pendekatan ini merevolusi profesi konseling dengan menghubungkan konseling dengan

psikoterapi dan menunjukkan hal itu dengan membuat rekaman suara sesi aktual dan

menerbitkan transkrip aktual mengenai sesi konseling (Goodyear, 1987; Sommers-

Flanagan, 2007).

Pendekatan berpusat pada orang dalam konseling dapat diaplikasikan dengan

permasalahan manusia secara luas, termasuk perubahan institusional, hubungan

manajemen tenaga kerja, perkembangan kepemimpinan, pembuatan keputusan dalam

karir, dan diplomasi internasional. Sebagai contohnya, Cornelius-White (2005) telah

menemukan pendekatan berpusat pada orang dapat menjadi efektif dalam

meningkatkan konseling multikultural. Seperti halnya, Lemoire dan Chen (2005)

berpendapat bahwa “pendekatan berpusat pada orang tampaknya mempunyai potensial

untuk menciptakan kondisi yang diperlukan yang dapat menangkal stigmasasi,

membiarkan orang dewasa yang diasosiasikan dengan kelompok minoritas seksual

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II

stigmasasi untuk mengatur identitas seksual mereka dalam cara yang lebih konstruktif

bagi mereka” (p. 146).

Pendekatan ini telah menghasilkan penelitian yang ekstensif (Tursi & Cochran, 2006).

Pada dasarnya pendekatan ini menetapkan standar untuk melakukan penelitian pada

variabel-variabel konseling, khususnya yang dianggap oleh Rogers (1957) sebagai

“tepat dan penting” pada bidang perubahan terapis.

Pendekatan ini efektif dalam sejumlah pengaturan. Konseling berpusat pada orang

membantu meningkatkan pengaturan psikologikal, pembelajaran, dan toleransi frustasi

dan mengurangi pertahanan. Pendekatan ini tepat untuk mengobati kondisi kegelisahan

pada tingkat ringan sampai menengah, pembenahan penyimpangan, dan kondisi yang

tidak berhubungan dengan penyimpangan mental, seperti kesedihan yang tidak rumit

atau hubungan-hubungan interpersonal (Seligman, 1997).

Pendekatan berpusat pada orang dapat sangat membantu khususnya dalam bekerja

bersama dengan klien yang telah mengalami tragedi karena pendekatan ini membuat

mereka “berperang melawan emosi dan menjadi benar-benar lebih tidak terpengaruh

oleh seiring waktu berjalan dengan sepenuhnya menyadari perasaan yang berhubungan

dengan tragedi tersebut” (Tursi & Cochran, 2006, p. 395).

Pendekatan ini berfokus pada keterbukaan dan hubungan penerimaan yang ditetapkan

oleh konselor dan klien.

Dasar pendekatan ini hanya membutuhkan waktu yang relatif singkat untuk dipelajari.

Dengan penekanannya pada penguasaan kemampuan-kemampuan mendengarkan,

konseling berpusat pada orang merupakan suatu dasar untuk melatih para calon

pembantu profesional. Lebih jauh lagi, merupakan dasar untuk beberapa pendekatan

untuk perawatan yang baru dan seringkali dikombinasikan dengan orientasi teori lain

pada konseling seperti koginitif dan perilaku (Prochaska & Norcross; Seligman, 2006).

Pendekatan ini mempunyai sudut pandang sifat manusia yang positif dan terus

berevolusi.

Batasan-batasan.

Batasan-batasan pada teori berpusat pada orang yang perlu diingat:

Pendekatan ini terlalu sederhana, optimistik, santai, dan tidak terfokus untuk klien yang

dalam krisis atau klien yang membutuhkan struktur atau arah yang lebih jelas (Seligman,

2006; Tursi & Cochran, 2006).

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II

Pendekatan ini terlalu bergantung pada klien yang suka bekerja keras, cerdas, dan

berwawasan luas untuk mendapatkan hasil terbaik. Pendekatan ini memiliki penerapan

yang terbatas dan seringkali diterapkan pada anak-anak atau penderita cacat berat

(Thompson & Henderson, 2007).

Pendekatan ini mengabaikan diagnosa, ketidak sadaran, teori-teori perkembangan, dan

tuntutan agresif dan seksual yang dihasilkan secara alami. Banyak kritik yang berpikir

bahwa pendekatan ini terlalu optimistik.

Pendekatan ini hanya menghadapi permasalahan dipermukaan dan tidak menantang

klien untuk mengeksplorasi area-area yang lebih dalam. Karena konseling berpusat

pada orang hanya untuk jangka pendek, maka tidak mempunyai dampak yang

permanen pada orang tersebut.

Pendekatan ini lebih berdasarkan pada perilaku ketimbang Teknik. Pendekatan ini

menghindari penggunaan Teknik-Teknik tertentu untuk membawa perubahan bagi klien

(Moon, 2007).

REFLEKSI DIRI

Apa yang anda anggap paling menarik dari pendekatan berpusat pada orang ini? Mengapa?

Apa yang anda anggap paling tidak menarik? Mengapa?

Konseling Eksistensial

Penemu/Pengembang.

Rollo May (1909-1994) dan Viktor Frankl (1905-1997) adalah dua orang yang paling

berpengaruh di bidang konseling eksistensial. May secara ekstensif bergumul dengan masalah

kegelisahan, khususnya di dalam perjuangan kehidupan dan kematiannya karena tuberculosis,

sementara Frankl, yang berada di perkemahan pengungsian Nazi selama Perang Dunia II,

berfokus pada arti hidup meski berada di perkemahan dimana kondisi kematian ada di

sekelilingnya.

Sudut Pandang Sifat Manusia.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II

“Pendekatan eksistensial menolak sudut pandang sifat manusia yang deterministik dan

menekankan kebebasan bahwa manusia harus memilih apa yang harus dilakukan sesuai

kondisi mereka” (Fernando, 2007, p. 226). Sebagai sebuah kelompok, para penganut

eksistensial ini meyakini bahwa manusia membentuk kehidupan mereka dengan pilihan yang

mereka buat. Bahkan pada situasi yang paling buruk, seperti perkemahan orang mati Nazi, ada

sebuah kesempatan untuk membuat keputusan hidup-mati yang penting, seperti apakah harus

berjuang untuk tetap hidup (Frankl, 1969). Para penganut eksistensial berfokus pada

kebebasan memilih ini dan tindakan yang menyertainya. Mereka memandang manusia sebagai

penulis kehidupan mereka sendiri. Mereka menyebutkan bahwa manusia bertanggung-jawab

atas pilihan apapun yang mereka buat di dalam kehidupan mereka dan beberapa pilihan

tersebut lebih sehat dan lebih berarti daripada hal lain.

Menurut Frankl (1962), “arti hidup selalu berubah tetapi tidak pernah berakhir” (p. 113).

Teorinya, dikenal sebagai logoterapi, menyatakan bahwa arti melebihi aktualisasi diri dan ada

pada tiga tingkatan: (a) arti sejati (contoh, ada aturan pada alam semesta); (b) arti sesaat; dan

(c) umum, arti hari ke hari (Das, 1998). Kita dapat menemukan arti kehidupan dalam tiga cara:

1. dengan melakukan perbuatan baik, yaitu, menggapai sesuatu,

2. dengan mengalami suatu nilai, seperti cara kerja alam, kebudayaan, atau cinta dan,

3. dengan menderita, yaitu, dengan mencari suatu perilaku yang tepat terhadap takdir

yang tak dapat diubah.

Para penganut eksistensial percaya bahwa psikopathologi merupakan suatu kegagalan

untuk membuat pilihan-pilihan yang berarti dan memaksimalkan potensial seseorang (McIllroy,

1979). Pilihan-pilihan masih dihindari dan potensial belum disadari karena kegelisahan yang

terlibat di dalam tindakan. Kegelisahan seringkali diasosiasikan dengan kelumpuhan, tetapi May

(1977) berpendapat bahwa kegelisahan normal adalah hal yang sehat dan memotivasi dan

dapat membantu orang untuk berubah.

Peranan Konselor.

Tidak ada aturan yang seragam yang diikuti oleh para konselor eksistensial. Setiap klien

dianggap unik. Oleh karena itu, konselor sensitif terhadap semua aspek karakter klien mereka,

“seperti suara, postur, ekspresi wajah, bahkan pakaian dan pergerakan tubuh yang tidak

disengaja” (May, 1939, p. 101). Pada dasarnya, para konselor berkonsentrasi pada keaslian

klien mereka dan masuk pada hubungan yang lebih dalam dan personal dengan klien mereka.

“Konselor berusaha untuk selalu bersama klien, dan untuk memahami dan merasakan kondisi

emosi dan mental kliennya. Untuk melakukan hal ini, konselor perlu mengekspresikan

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II

perasaannya sendiri” (Fernando, 2007, p. 231). Oleh karena itu, bukannya tidak biasa bagi para

konselor eksistensial untuk berbagi pengalaman dengan klien untuk memperdalam hubungan

tersebut dan membantu klien untuk menyadari suatu perjuangan dan sisi kemanusiaannya.

Buhler dan Allen (1972) menyarankan bahwa para konselor eksistensial harus berfokus pada

hubungan orang-dengan-orang yang menekankan kebersamaan, kesatuan, dan pertumbuhan.

Konselor yang mempraktekkan logoterapi Frankl adalah sokratik dalam berdialog dengan klien

mereka (Alex Vesley, 19 Juni, 2007, komunikasi personal).

Bagaimanapun juga, semua konselor eksistensial bertugas sebagai suatu model

mengenai bagaimana untuk mencapai potensial individual dan membuat keputusan pribadi.

Mereka berkonsentrasi untuk membantu klien mengalami perasaan yang subyektif,

mendapatkan pemahaman yang lebih jelas, dan bergerak maju ke arah penetapan cara baru

dalam hidup di dunia. Fokusnya adalah hidup secara produktif di masa kini, bukannya mencari

masa lalu pribadi. Mereka juga “berfokus pada masalah manusia yang paling pokok (mati,

kebebasan, isolasi, dan ketidak berartian)” (May & Yalom, 2000, p. 289).

Tujuan.

Tujuan para penganut eksistensial adalah membantu klien menyadari pentingnya arti,

tanggung-jawab, kesadaran, kebebasan, dan potensial. Para penganut eksistensial berharap

bahwa selama proses konseling, klien akan lebih mengambil tanggung-jawab atas kehidupan

mereka. “Tujuan terapi ini adalah pasien merasakan keberadaannya sebagai kenyataan” (May,

Angel, & Ellenberger, 1958, p. 85). Di dalam prosesnya, klien dibebaskan dari menjadi

pengamat suatu peristiwa dan menjadi seorang pembentuk aktivitas personal yang berarti dan

pemegang nilai-nilai personal yang mengarah pada suatu gaya hidup yang berarti.

Teknik.

“Teori eksistensial tidak membatasi para konselor untuk menggunakan Teknik dan intervensi

yang spesifik” (Fernando, 2007, p. 230). Pendekatan eksistensial ini mempunyai Teknik yang

lebih sedikit yang dapat digunakan daripada model konseling lainnya. Tetapi kelemahan ini

(misal, kurangnya trik terapi dan jargon psikologikal) tertutupi dengan kekuatan dimana konselor

eksistensial dapat meminjam gagasan-gagasan lain dan menggunakan kemampuan personal

dan profesional yang luas cakupannya. “Mendekati manusia hanya dengan menggunakan

Teknik sama saja memanipulasi mereka,” dan manipulasi berlawanan dengan apa yang

diekspos oleh eksistensial (Frankl, 1967, p. 139). Jadi, para penganut eksistensial bebas untuk

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II

menggunakan Teknik-Teknik yang berbeda sebagai desensisisasi dan asosiasi bebas atau

untuk tidak mengasosiasikan diri mereka sendiri dari praktek ini sepenuhnya (Corey, 2005).

Teknik paling efektif dan kuat yang dimiliki oleh konselor eksistensial adalah

hubungannya dengan klien. Pada dasarnya, konselor melewatkan kebutuhannya sendiri dan

berfokus pada kebutuhan kliennya. Di dalam prosesnya, konselor membuka diri sebagai upaya

untuk membantu klien menjadi lebih dekat dengan perasaan dan pengalaman pribadinya.

Penekanan di dalam hubungan ini terletak pada ketulusan, kejujuran, dan spontanitas

(Mendelowitz & Schneider, 2008).

Para konselor eksistensial juga menggunakan konfrontasi. Klien dikonfrontasi dengan

gagasan bahwa semua orang bertanggung-jawab atas kehidupannya masing-masing. Para

konselor eksistensial meminjam beberapa Teknik dari model konseling lain seperti penerapan

pelatihan kesadaran, deskripsi, paradox, defleksi, dan aktivitas peneteapan tujuan.

Kekuatan dan Kontribusi.

Pendekatan eksistensial pada konseling mempunyai sejumlah kekuatan:

Pendekatan ini menekankan keunikan masing-masing individu dan pentingnya arti hidup

mereka. Hal ini merupakan cara paling manusiawi dalam bekerja dengan orang lain

(Alex Vesley, 19 Juni 2007, komunikasi personalk).

Pendekatan ini mengenali kegelisahan dan tidak menganggapnya sebagai kondisi yang

negatif. Kegelisahan merupakan bagian dari kehidupan manusia dan dapat memotivasi

beberapa individu untuk membuat keputusan-keputusan yang produktif dan sehat

(Fernando, 2007).

Pendekatan ini memberi konselor akses pada banyaknya filosofi dan literatur yang

sangat informatif dan memberikan penjelasan mengenai sifat manusia (Mendelowitz &

Schneider, 2008).

Pendekatan ini menegaskan pertumbuhan dan perkembangan manusia secara

berkelanjutan dan menawarkan harapan bagi klien melalui bacaan-bacaan langsung

dan pertemuan terapi dengan konselor.

Pendekatan ini efektif dalam situasi konseling multi kultural karena sudut pandang

terhadap keberadaan manusianya yang global membiarkan konselor untuk berfokus

pada orang dengan pola “Saya-Anda” tanpa memandang latar belakang ethnik atau

sosialnya (Epp, 1998; Jackson, 1987).

Pendekatan ini membantu menghubungkan individu kepada permasalahan unniversal

yang dihadapi oleh manusia seperti pencarian ketenangan dan tidak adanya kasih

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II

sayang (Baldwin, 1989).

Pendekatan ini dapat dikombinasikan dengan perspektif dan metode lain (seperti yang

berdasarkan pada prinsip pembelajaran dan perilaku) untuk mengatasi permasalahan

yang sangat sulit, seperti kecanduan (Fernando, 2007).

Batasan-batasan.

Para profesional yang memegang pendekatan yang lebih terstruktur dan berbeda telah

menemukan beberapa batasan dalam pendekatan eksistensial:

Pendekatan ini belum menghasilkan suatu model konseling yang berkembang secara

penuh. Para profesional yang menegaskan tahap-tahap perkembangan pada konseling

sangat setuju dengan kritik ini.

Pendekatan ini kekurangan program pelatihan dan pendidikan. Masing-masing

praktisioner adalah unik. Meskipun keunikan berharga, hal ini menghambat teori

pengajaran sistemik.

Pendekatan ini sulit untuk diterapkan pada tingkatan yang melebihi tingkat individual

karena sifatnya yang subyektif. Eksistensialisme kekurangan jenis metodologi dan

proses validasi dominanan dalam kebanyakan pendekatan lainnya. Secara singkat,

pendekatan ini kekurangan keseragaman yang dapat dipahami dengan mudah oleh

para konselor permula.

Pendekatan ini lebih dekat pada filosofi eksistensial daripada teori konseling lain.

Perbedaan ini membatasi kegunaannya dalam beberapa kasus.

CONTOH KASUS: Ketidak-berartian Ned

Ned adalah seorang eksistensialis yang percaya dalam ketidak-berartian. Ia tidak berpikir

bahwa ada arti atau logika apapun pada kehidupan dan bahwa orang yang mengambil posisi itu

adalah orang naif. Pendiriannya yang teguh ini pada saat-sat tertentu menjauhkan dirinya dari

orang lain, namun secara umum Ned dihormati karena alasan filosofinya.

Suatu hari, saat mencari pendukung atas pandangannya, Ned memanggil kelompok praktik

lokal dan membuat janji temu dengan Jim, seorang konselor yang mempunyai reputasi sebagai

eksistensialis. Ned mengharapkan Jim membahas filosofi dengannya dan mendukung nihilisme

Ned. Tetapi, Jim berkata pada Ned bahwa ia menemukan arti yang besar pada kehidupannya

setiap hari dalam setiap hal yang ia lakukan. Ned terkejut.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II

Bagaimana Ned bisa menjadi tidak akurat dalam penilaiannya terhadap Jim? Bagaimana

mendekatkan jurang antara Jim dan Ned secara konstruktif?

Terapi Gestalt

Terapi Gestalt diasosiasikan dengan psikologi Gestalt, sebuah sekolah pemikiran yang

menegaskan persepsi kesatuan dan keutuhan. Istilah gestalt berarti sosok utuh. Psikologi dan

terapi Gestalt muncul sebagai suatu reaksi atas penekanan penguruangan di dalam sekolah

psikologi dan konseling lain, seperti paham perilaku dan psikoanalisis. Oleh karena itu, terapi

Gestalt menekankan pada bagaimana manusia berfungsi dalam totalitas mereka.

Penemu/Pengembang.

Frederick (Fritz) Perls (1893-1970) diasosiasikan dengan penetapan terapi Gestalt dan

mempopulerkannya melalui kepribadiannya yang flamboyan dan tulisannya. Laura Perls

(istrinya) dan Paul Goodman membantu Perls mengembangkan dan memperbaiki gagasan

originalnya. Sejumlah ahli teori lain, khususnya Joen Fagan dan Irma Lee Shepherd (1970),

mengembangkan model selanjutnya.

Sudut Pandang Sifat Manusia.

Penganut Gestalt percaya bahwa manusia bekerja untuk kesatuan dan keutuhan di dalam

kehidupan. Masing-masing orang mempunyai kecenderungan aktualisasi diri yang muncul

melalui interaksi personal dengan lingkungan dan awal mula kesadaran diri sendiri. Aktualisasi

diri merupakan hal yang pokok di masa ini: hal ini “merupakan proses menjadi seseorang dan

bukan suatu proses berjuang untuk menjadi” (Kempler, 1973, p. 262). Sudut pandang terhadap

sifat manusia teori Gestalt menempatkan kepercayaan pada pengetahuan manusia dari dalam,

seperti halnya konseling berpusat pada orang. Masing-masing orang berupaya hidup secara

integratif dan produktif, berusaha untuk mengkoordinasi berbagai bagian dari orang tersebut

sehingga tercipta keutuhan yang sehat. Dari persepektif Gestalt, orang-orang dipandang lebih

dari sekedar sekumpulan dari bagian-bagian diri mereka sendiri (Perls, 1969).

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II

Sudut pandang Gestalt bersifat anti deterministik. Masing-masing orang dapat berubah

dan menjadi bertanggung-jawab (Hatcher & Himelsteint, 1997). Para individu merupakan aktor

dalam peristiwa yang terjadi di sekeliling mereka, bukan hanya reaktor pada peristiwa. Secara

keseluruhan, sudut pandang Gestalt mengambil posisi yang eksistensial, ekperiensial, dan

fenomenologikal: Sekarang adalah yang terpenting. Penemuan seseorang tentang aspek-aspek

yang berbeda pada diri sendiri melalui pengalaman, bukan hanya bicara, dan penilaian dan

interpretasi personal atas kehidupannya pada saat-saat tertentu adalah yang paling penting.

Menurut terapi Gestalt, banyak individu yang bermasalah mempunyai ketergantungan

yang berlebihan pada pengalaman intelektual (Simkin, 1975). Penekanan semacam itu

menghilangkan pentingnya emosi dan indera-indera, membatasi kemampuan seseorang untuk

merespon berbagai situasi. Permasalahan umum lainnya adalah ketidak-mampuan untuk

mengenali dan memecahkan masalah yang belum terselesaikan – yaitu, pemikiran awal,

perasaan, dan reaksi yang masih mempengaruhi fungsi personal dan mengganggu kehidupan

di masa kini. Permasalahan umum yang berlum terpecahkan dalam kehdupan adalah tidak

memberikan maaf pada orang-tua atas kesalahan yang mereka buat. Gestalt tidak

menganggap kesulitan-kesulitan tersebut dengan kekuatan tidak sadar di dalam diri orang.

Tetapi, fokusnya adalah pada kesadaran, “kemampuan klien untuk menjadi lebih penuh secara

mental dan sensori” dalam “merasakan sekarang” (James & Gilliland, 2003, p. 49). Masing-

masing orang bergerak pada beberapa tingkatan kesadaran, dari sangat sadar menjadi sangat

tidak sadar. Individual yang sehat adalah mereka yang paling sadar.

Menurut penganut Gestalt, seseorang dapat mengalami kesulitan dalam beberapa cara.

Pertama ia kehilangan hubungan dengan lingkungan dan sumber daya yang ada di dalamnya.

Ke dua, orang tersebut dapat menjadi terlalu terlibat dengan lingkungannya dan tidak terlibat

dengan dirinya sendiri. Ke tiga, ia gagal untuk mengesampingkan masalah yang belum

terselesaikan. Ke empat, ia menjadi tercecer di berbagai arah. Ke lima, orang tersebut

mengalami konflik antara unggulan (apa yang dipikirkan seseorang seharusnya dilakukan) dan

juru kunci (apa yang ingin dilakukan seseorang). Terakhir, orang tersebut mempunyai kesulitan

dalam menangani dikotomi kehidupan, seperti cinta/benci, maskulin/feminin, dan

kesenangan/kepedihan.

Peranan Konselor.

Peranan konselor Gestalt adalah untuk menciptakan suasana yang meningkatkan eksplorasi

klien terhadap apa yang dibutuhkan untuk bertumbuh. Konselor menyediakan suasana

semacam itu dengan secara intens dan terlibat secara personal dengan klien dan jujur. Polster

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II

dan Polster (1973) menegaskan bahwa konselor haruslah bersikap menyenangkan, penuh

energi, dan manusiawi. Keterlibatan terjadi pada masa kini, yang merupakan proses yang

berkelanjutan (Perls, 1969). Hal tersebut seringkali melibatkan konselor untuk membantu klien

berfokus untuk memblokade energi dan menggunakan energi itu dalam cara yang positif dan

adaptif (Zinker, 1978). Hal ini juga melibatkan konselor untuk membantu klien mengenali pola-

pola di dalam kehidupannya (Fagan, 1970).

Tujuan.

Tujuan terapi Gestalt ditentukan dengan baik. Termasuk penekanan pada sekarang dan suatu

pengenalan pada imediasi pengalaman (Bankart, 1997). Tujuan yang lebih jauh melibatkan

fokus pada ekspresi verbal maupun nonverbal, dan fokus pada konsep bahwa kehidupan

melibatkan membuat pilihan-pilihan (Fagan & Shepherd, 1970). Pendekatan Gestalt

berkonsentrasi pada membantu klien memecahkan masa lalu sehingga menjadi terintegrasi.

Tujuan ini termasuk selesainya pertumbuhan mental. Pendekatan ini menekankan pada

penyatuan aspek emosional, kognitif, dan perilaku seseorang. Fokus utama adalah pada

penerimaan polaritas di dalam diri seseorang (Gelso & Carter, 1985).

Sebagai sebuah kelompok, terapis Gestalt menekankan tindakan, mendorong klien

mereka untuk mengalami perasaan dan perilaku. Mereka juga menegaskan arti kata sekarang.

Perls (1969) mengembangkan suatu formula yang mengekspresikan inti kata tersebut:

“Sekarang=pengalaman=kesadaran=kenyataan. Masa lalu sudah tidak ada lagi dan masa

depan belum ada. Hanya sekarang yang ada” (p. 14).

Teknik.

Beberapa Teknik konseling yang paling inovatif yang pernah dikembangkan dapat ditemukan

dalam terapi Gestalt (Harman, 1997). Teknik tersebut mengambil dua bentuk: latihan dan

eksperimen. Latihan adalah Teknik yang siap pakai, seperti misalnya peragaan main peran, dan

psikodrama (Coven, 1977). Mereka digunakan untuk membangkitkan tanggapan tertentu dari

klien, seperti kemarahan atau ekplorasi. Eksperimen, dilain pihak, merupakan aktivitas yang

tumbuh dari interaksi antara klien dan konselor. Mereka tidak direncanakan, dan apa yang

dipelajari biasanya mengejutkan bagi konselor maupun klien. Kebanyakan Teknik dalam terapi

Gestalt berupa eksperimen yang tidak terencana (Zinker, 1978). Fokusnya di sini,

bagaimanapun juga, adalah pada Teknik konseling yang berorientasi pada latihan.

Salah satu latihan yang paling umum adalah mimpi kerja. Perls menggambarkan mimpi

sebagai pesan yang melambangkan tempat seseorang pada waktu tertentu (Bernard, 1986).

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II

Tidak seperti psikoanalis, konselor Gestalt tidak melakukan interpretasi. Tetapi, klien

menghadirkan mimpi-mimpi dan kemudian diarahkan untuk mengalami bagaimana rasanya

menjadi tiap bagian dari mimpi tersebut – suatu tipe asosiasi bebas dramatisasi. Dengan cara

ini, seorang klien dapat menjadi lebih dekat dengan berbagai aspek diri sendiri.

Teknik lain yang efektif adalah kursi yang kosong (lihat Gambar 9.1). Pada prosedur ini,

klien berbicara pada berbagai bagian kepribadian mereka, seperti bagian yang dominan dan

bagian yang pasif. Sebuah kursi yang kosong adalah fokusnya. Mudahnya, klien berbicara pada

kursi yang kosong sebagai perwakilan salah satu dari bagian diri mereka, atau klien dapat

pindah dari satu kursi ke kursi yang lain dan masing-masing kursi sebagai perwakilan dari

bagian diri yang berbeda-beda. Dalam dialog ini, baik bagian rasional maupun irasional dari

klien menjadi fokusnya; klien tidak hanya melihat sisi-sisi tersebut tetapi juga menjadi mampu

menghadapi dikotomi di dalam dirinya sendiri. Metode ini tidak disarankan untuk mereka yang

terganggu secara emosional (Bernard, 1986).

Salah satu latihan Gestalt yang paling kuat adalah konfrontasi. Konselor menunjukkan

kepada klien perilaku dan perasaan yang tidak kongruen, seperti senyum klien ketika mengakui

kegugupannya. Sebenarnya orang gugup tidak tersenyum. Konfrontasi melibatkan memberikan

pertanyaan pada klien apa dan bagaimana. Pertanyaan mengapa dihindari karena mereka

mengarah pada intelektualisasi.

Beberapa latihan Gestalt yang kuat lainnya yang berorientasi pada individual sering

digunakan dalam kelompok (Harman, 1997).

Membuat lingkaran. Latihan ini digunakan ketika konselor merasa bahwa tema atau

perasaan tertentu diekspresikan oleh klien harus dihadapi oleh semua orang di dalam

kelompok. Klien berkata, misalnya, “Saya tidak tahan dengan semua orang.” Kemudian

klien diinstruksikan untuk mengatakan kalimat ini pada masing-masing orang di dalam

kelompok tersebut, dengan menambahkan beberapa komentar mengenai masing-

masing anggota kelompok. Latihan lingkaran tersebut fleksibel dan dapat melibatkan

perasaan nonverbal dan positif. Dengan berpartisipasi di dalamnya, klien menjadi lebih

sadar akan perasaan di dalam dirinya.

Saya bertanggung-jawab. Dalam latihan ini klien membuat pernyataan mengenai

persepsi dan menutup setiap pernyataan dengan frase “dan saya bertanggung-jawab

atas hal itu.” Latihan tersebut membantu klien mengintegrasikan perilaku dan persepsi

pribadinya.

Melebih-lebihkan. Klien melebih-lebihkan pergerakan atau gestur yang dilakukannya

secara tidak sengaja. Dengan melakukan hal itu, arti dari perilaku tersebut menjadi lebih

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II

jelas.

Dapatkah saya memberi anda sebuah kalimat? Konselor, yang sadar bahwa perilaku

atau pesan yang implisit disamarkan dalam apa yang dikatakan oleh klien, tanyakan

apakah klien tersebut akan mengatakan kalimat tertentu (yang disediakan oleh konselor)

yang membuat pemikiran klien manjadi eksplisit. Jika konselor benar mengenai pesan

yang tersembunyi tersebut, klien akan mendapatkan pencerahan setelah kalimat

tersebut diulanginya.

Kekuatan dan Kontribusi.

Kekuatan dan kontribusi terapi Gestalt tersebut di bawah ini:

Pendekatan ini menekankan memberi bantuan pada orang untuk memasukkan dan

menerima semua aspek kehidupan. Seorang individu tidak dapat dipahami diluar

konteks seluruh orang yang memilih untuk bertindak pada lingkungannya dimasa

sekarang (Passons, 1975).

Pendekatan ini membantu klien berfokus pada bidang pemecahan masalah yang belum

terselesaikan. Ketika klien dapat menyelesaikannya, hidup dapat dijalani secara

produktif.

Pendekatan ini menempatkan penekanan utama pada tindakan bukan hanya bicara.

Aktivitas membantu individual mengalami apa sebenarnya proses perubahan itu dan

membuat kemajuan yang lebih pesat.

Pendekatan ini fleksibel dan tidak terbatas hanya pada beberapa Teknik. Setiap aktivitas

yang membantu klien menjadi lebih integratif dapat diterapkan dalam terapi Gestalt.

Pendekatan ini tepat untuk mengobati penyimpangan afektif tertentu, kondisi

kegelisahan, penyimpangan somatoform, penyimpangan kepribadian, dan diagnosa

DSM-IV-TR seperti permasalahan yang berhubungan dengan pekerjaan dan

permasalahan interpersonal (Seligman, 1997). Singkatnya, terapi Gestalt adaptif.

Batasan-batasan.

Terapi Gestalt juga mempunyai keterbatasan:

Pendekatan ini kurang mempunyai dasar teoritikal. Beberapa kritik memandang

konseling Gestalt sebagai semua pengalaman dan Teknik – yaitu, sebagai terlalu

menarik perhatian (Corey, 2005). Mereka mempertahankan bahwa pendekatan ini anti

teoritikal.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II

Pendekatan ini beradapan ketat dengan pengalaman sekarang dan bagaimana (Perls,

1969). Dua prinsip bermata dua ini tidak membolehkan perubahan dan sudut pandang

yang pasif, yang lebih sering digunakan oleh klien.

Pendekatan ini menghindari diagnosa dan pengujian.

Pendekatan ini terlalu berfokus pada perkembangan individual dan dikritik atas

keegoisannya. Fokusnya adalah pada perasaan dan penemuan pribadi sepenuhnya.

REFLEKSI DIRI

Apakah sesuatu yang lebih besar dalam kehidupan anda daripada jumlah bagian-bagiannya?

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II