61005-12-651659587673
TRANSCRIPT
Modul 12Teori-teori Psikoanalisis, Adlerian, dan Humanistik
dari Konseling
Teori
Teori adalah suatu model yang dipergunakan oleh para konselor sebagai suatu panduan untuk
merumuskan formasi solusi atas suatu masalah. “Pemahaman teoritikal adalah suatu bagian
yang esensial dalam praktik konseling yang efektif. Teori-teori dapat membantu konselor
mengatur data klinis, membuat proses yang kompleks menjadi koheren, dan memberikan
panduan konseptual untuk intervensi-intervensi” (Hansen, 2006, p. 291). Para konselor
menentukan teori mana yang ingin digunakan berdasarkan latar belakang pendidikannya,
filosofinya, serta kebutuhan kliennya. Tidak semua pendekatan tepat digunakan bagi semua
konselor maupun klien. Para praktisioner tertentu yang memformulasikan gagasan mereka
berdasarkan pengalaman dan observasi mereka telah mengembangkan sebagian besar teori
konseling. Tetapi kebanyakan ahli teori masih merasa kurang yakin mengenai posisi mereka,
setelah sadar bahwa tidak ada satupun teori yang cocok untuk diterapkan pada semua situasi
ataupun klien (Tursi & Cochran, 2006). Memang benar, satu teori tidak akan cukup untuk satu
klien yang sama selama periode tertentu. Para konselor harus memilih posisi teoritikal mereka
dengan hati-hati dan menilai ulang secara berkala.
Beberapa model teori lebih komprehensif dibanding yang lain dan “semua teori
mengalami kebuntuan didalam kebudayaan, politik, dan bahasa” (Hansen, 2006, p. 293).
Konselor yang efektif menyadari hal ini dan sigap dalam memilih teori mana yang paling
komprehensif dan atas alasan apa digunakan. Mereka mengetahui bahwa teori yang digunakan
menentukan apa yang mereka lihat dan bagaimana penggunaannya di dalam konseling dan
teori tersebut dapat dikatalogkan dalam beberapa cara termasuk kategori modernisme dan
post-modernisme. Hansen, Stevic, dan Warner (1986) menyebutkan lima persyaratan teori
yang baik:
1. Jelas, mudah dipahami, dan dapat dikomunikasikan. Koheren dan tidak bertentangan.
2. Komprehensif. Memberikan penjelasan untuk fenomena yang sangat beragam.
3. Eksplisit dan heuristik. Menghasilkan penelitian karena desainnya.
4. Spesifik dalam menghubungkan pengertian pada hasil yang diinginkan. Berisi suatu
cara untuk mencapai suatu hasil akhir yang diinginkan (contohnya, pragmatik).
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II
5. Berguna bagi praktisi yang akan menggunakannya. Memberikan panduan bagi
penelitian dan prakteknya.
Sebagai tambahan lima kualitas tersebut, suatu teori yang baik bagi pra konselor adalah
yang cocok dengan filosofi pribadinya dalam memberikan bantuan. Shertzer dan Stone (1974)
menyarankan bahwa sebuah teori konseling harus cocok dengan konselornya seperti layaknya
pakaian. Beberapa teori, seperti layaknya buah, membutuhkan takaran. Oleh karena itu
konselor yang efektif harus menyadari pentingnya perubahan. Para konselor yang ingin menjadi
fleksibel dan efektif harus mempelajari ragam teori konseling dan mengetahui bagaimana cara
penerapannya tanpa menyalahi konsistensi internalnya (Auvenshine & Noffsinger, 1984).
REFLEKSI DIRI
Kapankah saat anda menerima pelatihan atau instruksi bagaimana caranya menendang bola
atau menggambar sosok seseorang sehingga anda dapat berkembang seperti seorang atlet
ataupun artis? Apa pendapat anda mengenai pengalaman tersebut jika dihubungkan dengan
teori konseling yang baik?
Pentingnya Teori
Teori adalah dasar dari konseling yang baik. Hal tersebut menantang konselor untuk lebih
kreatif dan peduli terhadap batasan-batasan suatu hubungan pribadi yang terstruktur demi
kemajuan dan pencerahan (Gladding, 1990b). Teori mempunyai dampak pada bagaimana
komunikasi klien dikonsepkan, bagaimana hubungan interpersonal berkembang, bagaimana
etika profesional diterapkan, dan bagaimana konselor memandang diri mereka sendiri sebagai
seorang profesional. Tanpa latar belakang teoritikal, konselor bertindak secara membabi-buta
dalam tindakan trial-and-error dan membahayakan. Brammer dan kawan-kawan (1993)
menegaskan nilai pragmatis teori yang diformulasikan secara solid bagi para konselor. Teori
yang dapat membantu menjelaskan apa yang terjadi dalam suatu hubungan konseling dan
membantu konselor dalam meramalkan, mengevaluasi, dan meningkatkan hasil. Teori
memberikan kerangka kerja dalam membuat observasi ilmiah mengenai konseling.
Penggunaan teori meningkatkan koherensi gagasan mengenai konseling dan menghasilkan
gagasan-gagasan baru. Sehingga, teori dapat menjadi praktis dengan cara membantu
menjelaskan observasi konselor tersebut.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II
Boy dan Pine (1983) memberikan detil pada nilai praktikal teori dengan menyarankan
bahwa teori adalah kata mengapa dibelakang bagaimana peranan konselor, memberikan suatu
kerangka dimana konselor dapat bekerja. Para konselor dipandu oleh teori dapat menemukan
tuntutan peranan mereka karena mereka mempunyai alasan atas apa yang mereka lakukan.
Boy dan Pine menunjukkan enam fungsi teori yang membantu konselor dalam cara yang
praktis:
1. Teori membantu konselor menemukan persatuan dan kesinambungan dalam perbedaan
eksistensi,.
2. Teori memaksa konselor untuk mengamati hubungan yang mungkin mereka lewatkan
sebelumnya.
3. Teori memberikan konselor panduan tidak wajib dengan membantu mereka bekerja dan
mengevaluasi perkembangannya sebagai seorang profesional.
4. Teori membantu konselor untuk fokus pada data yang relevan dan memberitahu pada
mereka apa yang harus dicari.
5. Teori membantu konselor dalam membantu klien dengan mengubah perilaku klien
secara efektif.
6. Teori membantu konselor mengevaluasi pendekatan lama dan baru pada proses
konseling. Hal tersebut merupakan dasar dimana pendekatan baru dalam konseling
dapat tercipta.
“Kriteria utama bagi semua teori konseling adalah bagaimana teori dapat memberikan
penjelasan atas apa yang terjadi selama proses konseling terjadi” (Kelly, 1988, p. 212-213).
Nilai teori sebagai cara untuk mengatur informasi “terpusat pada tingkat dimana mereka
diterapkan dalam bidang kehidupan nyata manusia” (Young, 1988, p. 336).
Teori ke Praktek
Pada tahun 2008, terdapat lebih dari 400 sistem psikoterapi dan konseling di seluruh dunia
(Corsini, 2008). Sehingga, konselor mempunyai pilihan ragam teori yang luas untuk dipilih.
Konselor yang efektif mengamati teori-teori untuk keefektifan yang telah terbukti dan
mencocokkannya pada keyakinan pribadinya dan realita mengenai sifat orang-orang dan
perubahan.
Bagaimanapun juga, seperti yang dinyatakan oleh Okun (1990), yang ditekankan dalam
konseling saat ini adalah menghubungkan teori-teori bukannya menciptakan. Penekanan ini
terbangun dalam asumsi fundamental bahwa “tidak satupun sudut pandang teori yang dapat
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II
menyediakan semua jawaban bagi klien yang kita lihat saat ini” (p. xvi). Lebih jauh lagi, konselor
tampaknya cenderung fleksibel secara pragmatik dalam mengadaptasi Teknik-Teknik dan
intervensi-intervensi dari pendekatan teoritikal yang berbeda ke dalam pekerjaan mereka tanpa
benar-benar menerima dasar sudut pandang beberapa teori. Praktek ini tampaknya menjadi
suatu keharusan karena konselor harus mempertimbangkan faktor internal, eksternal,
intrapersonal, dan interpersonal ketika bekerja bersama klien, dan beberapa teori
mencampurkan semua dimensi ini menjadi satu.
Kebanyakan dari konselor profesional masa kini (diperkirakan 60% hingga 70%)
mengidentifikasikan diri mereka sendiri sebagai campuran dalam menggunakan Teknik dan
teori (Lazarus & Beutler, 1993). Yaitu, mereka menggunakan berbagai Teknik dan teori untuk
dicocokkan dengan kebutuhan dengan “rata-rata 4.4 teori dicocokkan dengan pekerjaan
mereka dengan kliennya” (Cheston, 200, p. 254). Perubahan memang dibutuhkan, konselor
pindah dari satu teori yang mereka gunakan ke pendekatan lainnya (suatu fenomena yang
disebut konseling berganti-gaya). Perubahan yang dilakukan oleh konselor berhubungan
dengan tingkat perkembangan klien (Ivey, Ivey, Myers & Sweeney, 2005). Agar efektif, konselor
harus mempertimbangkan seberapa jauh kliennya telah mengalami kemajuan dalam
perkembangan struktural mereka, seperti yang digambarkan oleh Jean Piaget. Contohnya,
seorang klien yang tidak sadar akan perkembangan lingkungannya akan membutuhkan suatu
pendekatan terapi yang terfokus pada “emosi, tubuh, dan pengalamannya pada saat ini”;
sementara klien dengan tingkatan perkembagan yang lebih maju dapat ditanggapi dengan
suatu pendekatan “operasi konsultasi-formal”, dimana penekanan diberikan pada pemikiran
mengenai tindakan (Ivey & Goncalves, 1988, p. 410). Intinya adalah bahwa konselor dan teori
harus dimulai dengan dimana klien mereka berada, membantu mereka berkembang dalam pola
yang benar dan utuh.
Kekuatan dari campuranisme adalah kemampuannya untuk menarik teori-teori, Teknik,
dan praktiknya yang beragam untuk dicocokkan dengan kebutuhkan klien. Contohnya, sebuah
pendekatan campuran dapat membahayakan proses konseling jika konselor tidak familiar benar
dengan semua aspek teori yang dilibatkannya. Dalam situasi semacam itu konselor akan
menjadi tekhnisi tanpa memahami mengapa pendekatan tertentu akan bekerja dengan baik
dengan klien tertentu pada saat tertentu dan cara tertentu (Cheston, 2000). Pendekatan yang
tidak diamati oleh konselor yang kurang berpendidikan ini kadang-kadang dianggap sebagai
“elektrik” secara sarkastik; yaitu, seperti misalnya konselor mencoba semua cara dan metode
yang “merangsang mereka.” Permasalahan dalam orientasi campuran adalah bahwa konselor
lebih sering melakukan sesuatu yang membahayakan bagi proses konseling daripada hasil
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II
yang baik jika mereka mempunyai sedikit atau tidak sama sekali pemahaman mengenai apa arti
membantu klien.
Untuk menghadapi masalah ini, McBride dan Martin (1990) menyarankan suatu hierarki
praktek campuran dan mendiskusikan pentingnya mempunyai dasar yang kuat atas teori
sebagai panduan. Tingkatan yang paling rendah atau pertama campuranisme adalah
harmonisme – suatu proses yang tidak sistematis yang menempatkan konsep-konsep yang
tidak berhubungan menjadi satu. Sangat disarankan ketika siswa lulusan dipacu untuk
memformulasikan teori konseling mereka sendiri tanpa harus mencoba bagaimana model yang
telah diuji. Tingkat campuranisme yang kedua adalah tradisional. Hal tersebut menerapkan
“suatu kombinasi fitur kompatibel yang lebih lama dari sumber yang berbeda [menjadi suatu]
keutuhan yang harmonis” (English & English, 1956, p. 168). Hal tersebut lebih dipikirkan
daripada harmonisme, dan teori-teori diamati dengan lebih seksama.
Pada tingkat yang ke tiga, campuranisme digambarkan sebagai profesional atau
teoritikal atau sebagai integrasionisme teoritikal (Lazarus & Beutler, 1993; Simon, 1989). Tipe
campuranisme ini membutuhkan konselor menguasai setidaknya dua teori sebelum mencoba
membuat kombinasinya. Permasalahan yang ada pada pendekatan ini adalah bahwa
pendekatan ini menganggap suatu tingkat kesamaan diantara teori-teori (yang mungkin tidak
benar) dan eksistensi kriteria “untuk menentukan porsi atau pecahan apa yang harus dipegang
teguh dari teori masing-masing teori” (Lazarus & Beutler, 1993, p. 382). Hal tersebut berbeda
dari model tradisional yang tidak membutuhkan penguasaan teori.
Tingkat ke empat campuranisme disebut campuranisme Teknikal, diilustrasikan dalam
pekerjaan Arnold Lazarus (2008) dan pendekatan multimodalnya pada konseling yang menilai
apa yang ia gambarkan sebagai tujuh elemen pengalaman klien. Vektor-vektor tersebut
diringkas dalam akronim BASIC ID:
Behavior (perilaku)
Affect (pengaruh)
Sensations (sensasi) (contoh, melihat, mendengar, membau, menyentuh, merasakan)
Imagery (gambaran)
Cognitions (kognisi) (misal, keyakinan dan nilai-nilai)
Interpersonal relationships (hubungan interpersonal)
Drugs (obat-obatan) (contoh, semua bidang kesehatan, termasuk penggunaan obat, fitness,
atau diet)
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II
Dalam pendekatan ini, prosedur dari teori-teori yang berbeda dipilih dan digunakan dalam
perawatan “tanpa perlu tambahan pada teori yang menghasilkan mereka” (Lazarus & Beutler,
1993, p. 384). Gagasannya adalah bahwa Teknik, bukan teori, sebenarnya digunakan dalam
merawan klien. Oleh karena itu, setelah menilai klien dengan benar, konselor dapat
menggunakan metode perilaku (seperti misalnya pelatihan dukungan) dengan Teknik
eksistensial (seperti menegaskan pada orang arti dalam kehidupan mereka) jika situasi
memungkinkan.
Pendekatan ini segaris dengan apa yang disarankan oleh Cavanagh (1990) sebagai
suatu pendekatan campuran yang sehat pada konseling. Hal ini membutuhkan konselor untuk
mempunyai (a) pengetahuan yang cukup dan pemahaman akan teori yang digunakannya, (b)
suatu filosofi dasar yang integratif akan perilaku manusia yang membawa bagian-bagian
terpisah dalam membedakan teori ke dalam koleksi acak yang berarti, dan (c) sebuah arti yang
fleksibel mengenai mencocokkan pendekatan pada klien, bukan sebaliknya. Konselor yang
mengikuti model ini dapat bekerja secara pragmatik dan efektif dalam suatu kerangka
campuran. Variabel penting agar menjadi konselor yang menggunakan pendekatan campuran
secara sehat adalah penguasaan teori dan sensitifitas yang tinggi untuk mengetahui
pendekatan apa yang harus digunakan kapan, dimana, dan bagaimana (Harman, 1977).
Sebuah tipe akhir dari pendekatan campuran adalah model transteoritikal (TTM)
(Norcross & Beutler, 2008; Prochaska & DiClemente, 1992). Model ini berdasarkan
perkembangan dan pendekatan-pendekatan yang cenderung inklusif pada poin yang
mempunyai ragam komponen yang ditangani secara bersama-sama ‘dengan cerobohnya’”
(Petrocelli, 2002, p. 23). Model ini berfokus pada arah dan tujuan lima tahap perubahan dari
pra-mediasi hingga perawatan. Terdapat juga lima tingkatan perubahan:
permasalahan symptom/situasi,
kognisi kesalahan adaptif,
konflik interpersonal saat ini, dan
konflik intrapersonal.
“Konseling dari perspektif TTM dapat menciptakan pendekatan yang lebih makroskopik
(termasuk kerangka teoritikal yang lebih luas dan komprehensif) dan adaptasi personal
(melibatkan suatu peningkatan dalam pemikiran yang logis, akurat, ilmiah, dan kritis) daripada
penambahan personal” (Petrocelli, 2002, p. 25). Efek sampingnya yang utama adalah ke-
komprehensif-an dan ke-kompleks-an dan fakta bahwa TTM hanya pernah diuji oleh
sekelompok orang tertentu (contoh, populasi pecandu).
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II
Melewati sudut pandang teori murni dan pendekatan-pendekatan campuran, teori-teori
konseling sekarang ini telah masuk pada era perspektif post-modern. Seperti layaknya mereka
dipandang sebagai naratif yang baru yang membantu klien menciptakan sistem pengertian
yang baru, “bukan dengan menemukan yang lama secara obyektif” (Hansen, 2006, p. 295). Inti
dari pandangan semacam itu terlihat pada pendekatan konstruktif sosial. Untuk sisa bab ini dan
yang berikutnya, 13 teori utama yang populer akan dijelaskan.
CONTOH KASUS: Teori Tim
Tim dulu adalah konselor yang cerdas. Sehingga, ia selalu mengamati dan cepat tanggap
dengan berbagai bentuk pendekatan terapi. Namun, Tim mengalami kesulitan. Ia menyukai
sebagian besar teori yang ia baca dan membutuhkan waktu yang lama untuk memutuskan teori
mana yang ingin ia kuasai. Kemudian ia mulai menggerutu saat ia menemukan bahwa
kebanyakan teori yang ia pelajari bekerja dengan baik ketika diterapkan oleh seorang ahli terapi
– yang rajin berpraktek selama setidaknya 10 tahun.
Dengan mengetahui dilema yang dihadapi Tim dan fakta bahwa ia tidak hanya ingin
menggunakan Teknik, apa yang dapat anda sarankan kepadanya untuk menentukan
pendekatan teoritikal yang harus ia gunakan? Akankah campuranisme akan berhasil bagi
seseorang yang tidak yakin seperti Tim? Mengapa atau mengapa tidak?
Teori Psikoanalisis
Dari sudut pandang historikal sendiri, teori psikoanalisis adalah hal yang penting. Merupakan
yang pertama mendapatkan pengakuan dan penerimaan dari publik. Psikoanalisis, yang
dikembangkan oleh Sigmund Freud, akan dibahas di dalam bab ini. Konseptualisasi dan
implementasi psikoanalisis Freud adalah dasar dimana munculnya teori-teori lain yang
berkembang, baik dengan memodifikasi sebagian dari pendekatan ini maupun reaksi dari
pendekatan ini.
Psikoanalisis
Penemu/Pengembang.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II
Sigmund Freud, seorang psikiatris dari Vienna (1985-1939), adalah seseorang yang selalu
diasosiasikan dengan psikoanalisis, khususnya pada sekolah pemikir klasik. Kejeniusannya
dalam menciptakan gagasan-gagasan original. Putrinya, Anna Freud, mengembangkan
teorinya lebih jauh lagi, secara khusus dihubungkan dengan anak-anak dan perkembangan
mekanisme pertahanan. Pada masa kini, Heinz Kohut telah mengembangkan teori tersebut ke
arah permasalahan perkembangan, khususnya tambahan, melalui konseptualisasinya terhadap
teori yang berhubungan dengan obyek.
Sudut Pandang Sifat Manusia.
Sudut pandang Freud terhadap sifat manusia selaras dengan transformasi dan pertukaran
energi di dalam kepribadian (Hall, 1954). Orang mempunyai pikiran sadar (berhubungan
dengan kesadaran terhadap dunia luar), pikiran pra-sadar (yang berisi kenangan-kenangan
akan pengalaman yang tersembunyi atau terlupakan yang masih dapat diingat), dan pikiran
bawah sadar (berisi insting, kekuatan yang terpendam). Menurut Freud, kepribadian terdiri dari
tiga bagian:
1. Id (terdiri dari insting dasar amoral, dan yang bertugas sesuai dengan prinsip
kesenangan)
2. Ego (“pusat pikiran”, bertugas membuat keputusan secara sadar sesuai dengan prinsip
kenyataan)
3. Superego (hati pikiran yang berisi nilai-nilai sosok orang-tua dan sesuai dengan prinsip
moral)
Id dan superego terhubung pada pikiran tidak sadar; ego secara primer terhubung dengan
pikiran sadar tetapi juga dengan pra sadar dan tidak sadar.
Psikoanalisis juga terbentuk dalam apa yang Freud sebut sebagai tahap perkembangan
psikoseksual. Masing-masing tahap berfokus pada zona kesenangan yang dominan pada
waktu tertentu.:
tahap oral, dimana mulut merupakan zona utama kesenangan dan kepuasan dasar
pada saat menggigit dan menyedot;
tahap anal, dimana kepuasan dirasakan saat menahan maupun mengeluarkan feces;
tahap phallic, dimana pusat kepuasan adalah organ seks, dan anggota-anggota bagian
kelamin harus bekerja sesuai hasrat seksual;
latency, dimana energi difokuskan pada aktivitas berpasangan dan penguasaan
pembelajaran kognitif serta kemampuan-kemampuan fisik; dan
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II
tahap genital, dimana semuanya telah dilalui dengan baik, masing-masing gender lebih
merasa saling tertarik satu sama lain dan pola interaksi heteroseksual yang normal telah
muncul.
Frustasi yang berlebih atau kepuasan berlebih pada tiga tahap awal merupakan
kesulitan utama yang dapat muncul, dimana pada kasus ini seseorang dapat menjadi terobsesi
(atau tertahan) pada tingkat perkembangan tersebut dan/atau terlalu tergantung pada
penggunaan mekanisme pertahanan (misal, suatu cara untuk mengatasi kegelisahan pada
tingkat tidak sadar dengan cara menyangkal atau membengkokkan realita) (lihat Tabel 9.1).
Peranan Konselor.
Para profesional yang mempraktekkan psikoanalisis klasik bertugas seperti seorang ahli.
Mereka memberikan dukungan pada kliennya untuk membicarakan mengenai apapun yang
muncul dalam benaknya, khususnya pengalaman di masa kanak-kanak. Untuk menciptakan
atmosfir dimana klien dapat merasa bebas untuk mengekspresikan kesulitan berpikirnya, ahli
psikoanalis, setelah melewati beberapa sesi secara langsung, sering kali meminta kliennya
untuk berbaring pada sofa sementara ahli analis tetap berada diluar pandangan (biasanya
duduk di belakang kepala klien). Peranan analis adalah berusaha membiarkan klien
mendapatkan pencerahan dengan meringkankan beban klien dan membicarakan pengalaman
masa lalu yang tak terpecahkan yang menjadi fokus selama sesi berlangsung. Perkembangan
transference diutamakan untuk membantu klien menghadapi masalahnya secara nyata dengan
materi tidak sadar. Tidak seperti beberapa pendekatan lainnya, psikoanalisis membantu
konselor untuk menginterpretasikan permasalahan bagi kliennya.
Tabel 9.1 Mekanisme pertahanan psikoanalitik
Represi Mekanisme pertahanan paling dasar, represi adalah
pengecualian tak sadar dari ketegangan atau pikiran-
pikiran atau kenangan-kenangan pahit. Mekanisme
pertahanan lainnya menggunakan represi.
Penyangkalan Dalam proses ini, seseorang menolak untuk melihat atau
menerima permasalahan apapun atau aspek-aspek
kehidupan yang menyulitkan. Penyangkalan bergerak
pada tingkat pra sadar atau sadar.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II
Regresi Ketika individu berada di bawah ketegangan, sering kali
mereka kembali menuju cara atau perilaku yang kurang
dewasa.
Proyeksi Bukannya menyatakan apa yang sebenarnya dipikirkan, ia
malah menggambarkan suatu pemikiran, perasaan, atau
motif yang tidak dapat dipahami.
Rasionalisasi Mekanisme pertahanan ini melibatkan pemberian “alasan
intelektual” untuk membenarkan suatu tindakan. Alasan
dan tindakan tersebut hanya berhubungan bagi pikiran
orang tersebut setelah tindakan tersebut selesai
dilakukan.
Formasi Reaksi Ketika seseorang bertindak dalam suatu cara yang
merupakan kebalikan dari apa yang ia rasakan, hal itu
dikenal dengan “formasi reaksi.” Jenis perilaku ini
biasanya bersifat melebih-lebihkan, seperti hanya berbuat
baik pada orang yang ia tidak ia suka sama sekali.
Dislokasi Pertahanan ini adalah suatu pengubahan arah emosional
pada sebuah “target aman.” Orang lain atau obyek lain
yang diganti tersebut malah menerima perasaan yang
diungkapkan, bukannya orang yang secara langsung
berhubungan dengan pemberi pesan tersebut.
Tujuan.
Tujuan psikoanalisis bervariasi tergantung pada klien, tetapi fokus utamanya pada peningkatan
personal, biasanya melibatkan reorganisasi kekuatan internal di dalam diri seseorang. Pada
kebanyakan kasus tujuan utamanya adalah untuk membantu klien menjadi lebih sadar akan
aspek-aspek tidak sadar dalam kepribadiannya dan untuk menghadapi reaksi-reaksi yang
mungkin menjadi disfungsional (Tursi & Cochran, 2006).
Tujuan utama yang ke dua, sering kali berkaitan dengan yang pertama, yaitu untuk
membantu klien menghadapi tahap perkembangan yang belum terpecahkan. Jika tercapai,
klien akan menjadi tidak macet dan dapat hidup lebih produktif. Menghadapi tahap
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II
perkembangan yang belum terpecahkan membutuhkan rekonstruksi kepribadian secara besar-
besaran.
Tujuan akhir psikoanalisis adalah untuk membantu klien menghadapi tuntutan dari
kehidupan bermasyarakatnya. Orang yang tidak bahagia, menurut teori ini, adalah orang yang
tidak selaras dengan diri mereka sendiri maupun masyarakat disekitarnya. Psikonalisis
menegaskan pada penyesuaian lingkungan, khususnya dalam bidang pekerjaan dan hubungan
intim. Fokusnya adalah memperkuat ego sehingga persepsi dan rencana akan menjadi lebih
realistis.
Teknik.
Teknik-Teknik psikonalisis sering kali diterapkan dalam lingkungan tertentu, seperti misalnya
pada kantor konselor atau ruang wawancara di rumah sakit. Diantara Teknik-Teknik yang paling
sering digunakan adalah asosiasi bebas, analisa mimpi, analisa transference, analisa resistensi,
dan interpretasi. Meskipun masing-masing Teknik akan diamati secara terpisah disini, dalam
prakteknya mereka saling mendukung.
Asosiasi Bebas. Dalam asosiasi bebas, klien mengabaikan cara normal dalam
mensensor pemikiran dengan secara sadar menekan pemikiran tersebut dan bukannya
mengatakan apa yang ada dibenaknya, meskipun jika pemikiran tersebut terdengar
konyol, irasional, sugestif, atau menyakitkan. Dengan begini, id diminta untuk berbicara
dan ego tetap diam (Freud, 1936). Materi tak sadar memasuki pikiran sadar, dan disitu
konselor menginterpretasikannya.
Analisa Mimpi. Freud yakin bahwa mimpi merupakan jalan utama untuk memahami
alam tidak sadar, bahkan menyebutnya “jalan mewah menuju alam tidak sadar.” Ia
berpikir mimpi merupakan suatu upaya untuk memenuhi keinginan di masa kanak-kanak
atau ekspresi hasrat seksual yang tidak diakui. Di dalam analisa mimpi, klien didukung
untuk bermimpi dan mengingat mimpi-mimpinya. Konselor harus benar-benar sensitif
terhadap dua aspek mimpi: isi manifestasi (makna yang jelas) dan isi laten (tersembunyi
tetapi makna yang benar) (Jones, 1979). Ahli analisa membantu menginterpretasikan ke
dua aspek tersebut kepada klien.
Analisa Transference. Transference merupakan tanggapan klien pada konselor seolah-
olah konselor tersebut adalah Gambar yang signifikan di dalam kehidupan masa lalu
klien, biasanya Gambar orang-tua. Ahli analisa mendukung transference ini dan
menginterpretasikan perasaan negatif maupun positif yang diekspresikan.
Pengungkapan ekspresi ini bersifat terapi, dan meringankan beban. Tetapi nilai
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II
sebenarnya dari pengalaman ini berada pada rasa sadar yang meningkat pada diri klien
itu sendiri, yang keluar melalui analisa transference konselor. Mereka yang mengalami
transference dan memahami apa yang terjadi kemudian akan merasa lepas untuk maju
ke tahap perkembangan yang selanjutnya.
Analisa Resistensi. Terkadang klien mengalami kemajuan pesat saat menjalani
psikoanalisis dan kemudian melambat atau berhenti. Resistensi mereka terhadap
proses terapi ini dapat berupa, seperti misalnya melewatkan janji temu, datang
terlambat, tidak membayar biaya perawatan, tetap berada pada transference, memblokir
pemikiran pada asosiasi bebas, atau menolak untuk mengingat mimpi atau kenangan
yang lebih awal. Analisa konselor terhadap resistensi dapat membantu klien untuk
mendapatkan pencerahan tentang hal ini dan juga pada perilaku lainnya. Jika resistensi
tidak dihadapi, maka proses terapi tersebut kemungkinan akan mengalami kebuntuan
lagi.
Interpretasi. Interpretasi harus dipandang sebagai bagian dari Teknik-Teknik yang telah
kita amati dan bersifat saling mendukung. Ketika memberikan interpretasi, konselor
membantu klien memahami makna peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lampau dan
masa kini. Interpretasi memberikan penjelasan dan analisa terhadap pemikiran,
perasaan dan tindakan klien. Para konselor harus berhati-hati dalam menggunakan
Teknik interpretasi. Jika dilakukan terlalu cepat, hal itu dapat membuat klien menjauh.
Tetapi, jika tidak digunakan sama sekali atau digunakan terlalu sering, maka klien akan
gagal dalam mendapatkan pencerahan.
Kekuatan dan Kontribusi.
Psikoanalisis klasik mempunyai beberapa penekanan yang unik:
Pendekatan ini menekankan pada pentingnya seksualitas dan alam tidak sadar pada
perilaku manusia. Sebelum teori ini dibuat, seksualitas (khususnya seksualitas pada
masa kanak-kanak) disangkal dan kurang mendapatkan perhatian dari kekuatan alam
tidak sadar.
Pendekatan ini memberikan sumbangan pada penelitian-penelitian empiris; bersifat
heuristik. Proposal Freud telah menghasilkan begitu banyak penelitian.
Pendekatan ini menyediakan dasar teori yang mendukung sejumlah instrumen
diagnostik. Beberapa tes psikologi, seperti Tes Apresiasi Tematik atau Noda Tinta
Rorschach, berakar di dalam teori psikoanalisis.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II
Psikoanalisis terus berevolusi dan akhir-akhir ini telah menekankan pada proses adaptif
dan hubungan-hubungan sosial.
Pendekatan ini tampaknya efektif bagi mereka yang menderita gangguan yang sangat
bervariasi, termasuk histeria, narsisme, reaksi obesif-kompulsif, gangguan karakter,
kegelisahan, fobia, dan gangguan seksualitas (Luborsky, O’Reilly-Landry, & Arlow,
2008).
Pendekatan ini menekankan pentingnya tahap perkembangan pertumbuhan.
Batasan-batasan.
Di bawah ini faktor-faktor pembatas yang mejadi bagian dari psikoanalisis:
Pendekatan ini menghabiskan waktu dan biaya yang banyak. Seseorang yang menjalani
psikoanalisis biasanya bertemu sebanyak tiga hingga lima kali dalam seminggu dalam
kurun waktu bertahun-tahun (Bankart, 1997; Nye, 2000).
Pendekatan ini tidak terlalu berguna bagi klien yang lebih tua atau bahkan sekelompok
klien yang bervariasi. “Pasien yang mendapatkan keuntungan paling banyak dari
analisa” terutama adalah “pria paruh baya dan wanita yang tertekan oleh suatu rasa
ketidak-mampuan dan mencari arti di dalam kehidupan” (Bradley & Cox, 2001, p. 35).
Pendekatan ini telah diklaim paling eksklusif oleh para psikiater, meskipun Freud tidak
mengharapkannya (Vandenbos, Cummings & Deleon, 1992). Para konselor dan para
psikologis tanpa tingkat medikal mendapatkan kesulitan untuk mendapatkan pelatihan
yang ekstensif di bidang psikoanalisis.
Pendekatan ini berdasarkan pada banyak konsep yang tidak mudah dipahami atau
dikomunikasikan – id, ego, dan superego, contohnya. Terminologi psikoanalitikal
tampaknya telalu rumit.
Pendekatan ini menuntut kepastian. Sebagai contohnya, Freud menyebutkan batasan
tertentu dimana wanita disebut sebagai hasil perbedaan jenis kelamin – yaitu, menjadi
perempuan.
Pendekatan ini tidak terlalu berguna dalam kebutuhan kebanyakan individual yang
mencari konseling profesional. Model psikoanalitik telah diasosiasikan dengan orang-
orang yang mempunyai masalah besar atau ingin atau butuh untuk mengeksplorasi
alam tidak sadarnya.
REFLEKSI DIRI
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II
Terkadang psikoanalisis klasik dikarakteristikkan dengan cara ini: Terlalu besar superego, anda
adalah kubis; terlalu besar id anda adalah hewan buas.
Bagaimana mungkin suatu karakterisasi semacam itu dapat menghakimi atau tidak
menghakimi suatu ego yang sehat di dalam diri seseorang? Apa yang dikatakan hal tersebut
berkaitan dengan tantangan terapi dalam menerapkan pendekatan psikoanalisis dalam
konseling?
Teori Adlerian
Teori Adlerian berfokus pada bidang sosial seperti halnya determinasi perilaku dan pentingnya
mengembangkan suatu gaya hidup yang sehat. Pendekatan terapi yang telah tumbuh sebagai
hasil dari teori ini sudah terkenal secara internasional.
Konseling Adlerian
Penemu/Pengembang.
Alfred Adler (1870- 1937) adalah penemu pendekatan Adelrian pada konseling, juga dikenal
sebagai psikologi individual (untuk menekankan holistik dan sifat manusia yang tidak terlihat). Ia
adalah Sigmund Freud di masa kini dan bahkan seorang anggota dari Masyarakat Psikoanalitik
Vienna yang didirikan oleh Sigmund Freud. Tetapi, Adler mempunyai perbedaan dengan Freud
mengenai pentingnya biologikal yang berfungsi sebagai motivator utama dalam kekuatan
kehidupan dan menekankan pentingnya perasaan subyektif dan kepedulian sosial. Teorinya ini
lebih membantu. Psikologi individual semakin berkurang kepopulerannya setelah kematiannya
tetapi di revitalisasikan diantaranya oleh Rudolph Dreikurs, Manford Sonstegard, Oscar
Christensen, Raymond Corsini, Donald Dinkmeyer, dan Thomas Sweeney.
Sudut Pandang Sifat Manusia.
Gagasan utama pada teori Adler dalam hubungannya dengan sifat manusia adalah bahwa
manusia secara primer dimotivasi oleh kepedulian sosial, yaitu, suatu perasaan saling terkait
pada masyarakat sebagai suatu bagian dari masyarakat secara utuh, suatu ketertarikan aktif di
dalam dan empati kepada sesama, seperti halnya kebutuhan dan kemauan untuk berkontribusi
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II
pada kebaikan umum sosial (Mosak & Maniacci, 2008). Mereka yang mempunyai kepedulian
sosial mengambil tanggung-jawab atas diri mereka sendiri dan orang lain dan bekerja sama
serta positif dalam arti kesehatan mental mereka. “Mereka yang gagal, termasuk neurotik,
psikotik, dan individu yang berorientasi pada kriminal karena kurang dalam hal kepeduliannya
pada masyarakat” (Dsugherty, Murphy, & Paugh, 2001, p. 466).
Teori Adler menyatakan bahwa aspek sadar dari pola perilaku, daripada yang tidak
sadar, merupakan pusat dari perkembangan kepribadian. Prinsip dasar teori Adlerian adalah
bahwa manusia berjuang untuk kesuksesan (misal, sebaik yang bisa mereka lakukan); suatu
proses yang ia sebut perjuangan untuk kesempurnaan atau totalitas (Adler, 1964). Juga ada
kecenderungan pada masing-masing orang untuk merasa lebih unggul daripada yang lainnya.
Jika perasaan ini tidak diatasi, maka orang tersebut mengembangkan inferioritas kompleks.
Kompleks semacam itu jika tidak diubah, menjadi dasar dimana kepribadian seseorang akan
menetap. Sebagai lawannya, seseorang yang terlalu menuntut perasaan inferioritas
mengembangkan sebuah superioritas kompleks, yang mana disebut Adler sebagai suatu
neurotik fiksi yang tidak produktif.
Adler yakin bahwa manusia dipengaruhi oleh tujuan masa depan (teleogikal) sebagai
akibat dari masa lampau. Teorinya juga menempatkan penekanan pada urutan kelahiran:
mereka yang lahir berdasarkan urutan ordinal (misal, lahir pertama) lebih memiliki persamaan
dengan yang lainnya daripada keturunan dari keluarga yang sama (Dreikurs, 1950). Lima posisi
ordinal ditekankan di dalam literatur Adlerian pada konstelasi keluarga: lahir pertama, lahir ke
dua, anak tengah, anak termuda, dan anak satu-satunya (Dreikurs, 1967; Dreikurs & Soltz,
1964; Sweeney, 1998).
Sebagai tambahan pada urutan kelahiran, lingkungan keluarga juga penting bagi
perkembangan seseorang, khususnya pada usia 5 tahun pertama. Teori Adlerian menegaskan
bahwa masing-masing orang menciptakan gaya hidup mulai usia 5 tahun, secara primer melalui
interaksi dengan anggota keluarga lainnya. Suasana keluarga yang negatif dapat menjadi
terlalu keras, berisi penolakan, supresif, materialistis, terlalu protektif, atau mengiba (Dreikurs &
Soltz, 1964), dimana suasana keluarga yang positif dapat menjadi lebih demokratis, berisi
penerimaan, terbuka, dan sosial. Namun, persepsi atmosfir keluarga, daripada peristiwa
apapun pada diri mereka sendiri, lebih penting bagi perkembangan gaya hidup (Adler, 1964).
Para individu berperilaku seolah-olah jika dunia adalah mempunyai cara sendiri dan dipandu
oleh fiksi mereka – yaitu, evaluasi subyektif mereka terhadap diri mereka sendiri dan lingkungan
mereka.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II
Secara keseluruhan, penganut Adler percaya bahwa terdapat tiga tugas utama
kehidupan: masyarakat, pekerjaan, dan seksualitas. Seperti yang disebutkan sebelumnya, teori
Adlerian menempatkan penekanan yang kuat pada perkembangan kepedulian sosial dan
kontribusi pada masyarakat. Teori tersebut menyatakan bahwa pekerjaan adalah hal yang
esensial bagi kelangsungan hidup manusia dan bahwa kita harus belajar untuk mandiri. Lebih
jauh lagi, seseorang harus menentukan seksualitasnya sendiri dalam hubungannya pada diri
sendiri maupun orang lain, di dalam semangat kerja sama, bukannya kompetisi. Adler juga
menyebutkandua tantangan lain dalam kehidupan, meskipun ia tidak mengembangkan mereka
secara penuh: spiritualitas dan mengatasi diri sendiri (Dreikurs & Mosak, 1996). Menurut teori
Adlerian, sangat penting untuk menekankan bahwa, ketika menghadapi tugas kehidupan
apapun, keberanian (kemauan untuk mengambil resiko tanpa mengetahui apa konsekuensinya)
sangat diperlukan.
Peranan Konselor.
Konselor Adlerian bertugas secara primer sebagai ahli diagnostik, guru, dan model dalam
hubungan yang mereka tetapkan dengan klien mereka. Mereka mencoba menilai mengapa
klien berorientasi pada cara berpikir dan bertindak yang tertentu. Konselor membuat suatu
penilaian dengan mengumpulkan informasi pada konstelasi keluarga dan dari kenangan awal
klien. Konselor kemudian membagi impresi, opini, dan perasaannya bersama klien dan
berkonsentrasi untuk menerapkan hubungan terapi. Klien di dukung untuk mengamati dan
mengubah gaya hidup yang salah dengan mengembangkan kepedulian sosialnya (Adler, 1927,
1931).
Para penganut teori Adlerian seringkali aktif dalam berbagi firasat atau tebakan-tebakan
bersama klien dan seringkali mengarahkan ketika memberikan tugas rumah pada klien, seperti
diminta untuk bertindak “seandainya” klien menjadi orang yang ia inginkan. Konselor penganut
Adlerian menerapkan berbagai Teknik, beberapa diantaranya dipinjam dari pendekatan lain.
Tujuan.
Tujuan dari konseling Adlerian adalah membantu orang-orang untuk mengembangkan gaya
hidup holistik yang sehat. Hal ini berarti mendidik atau mendidik ulang klien mengenai gaya
hidup semacam itu serta membantu mereka mengatasi perasaan inferioritas. Salah satu tujuan
utama konseling Adlerian adalah membantu klien mengatasi suatu gaya hidup yang salah,
yaitu, gaya hidup yang egois dan berdasarkan tujuan yang salah serta asumsi yang tidak benar
berkaitan dengan perasaan inferioritas. Perasaan-perasaan tersebut dapat lahir dari suatu
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II
gangguan mental ataupun fisik, karena sering dipukuli oleh orang tua, atau diabaikan. Perasaan
tersebut harus dikoreksi dan bentuk perilaku yang tidak benar harus dihentikan. Untuk
melakukannya, konselor mengasumsikan berperan sebagai guru dan interpreter peristiwa-
peristiwa. Konseling Adlerian berhadapan dengan seluruh orang (Kern & Watts, 1993). Klien
adalah orang yang paling berkuasa dalam menentukan apakah ingin mengejar kepedulian pada
diri sendiri atau sosial.
Teknik.
Penetapan hubungan konseling sangatlah penting jika tujuan konseling Adlerian ingin dicapai.
Teknik-Teknik tertentu dapat membantu meningkatkan proses ini. Konselor Adlerian mencoba
untuk mengembangkan suatu hubungan yang hangat, suportif, bersahabat, empati, dan erat
dengan kliennya. Konseling dipandang sebagai upaya kolaboratif (Adler, 1956). Konselor
mendengarkan secara aktif dan menanggapi dengan cara yang sama dengan yang dilakukan
konselor yang berpusat pada orang (James & Gilliland, 2003).
Setelah hubungan telah ditetapkan, konselor berkonsentrasi pada analisa terhadap gaya
hidup klien, termasuk pengamatan terhadap konstelasi keluarga, kenangan awal, mimpi, dan
prioritas. Seperti yang dicatatkan sebelumnya, konstelasi keluarga dan suasana dimana anak-
anak tumbuh mempunyai pengaruh yang sangat besar pada persepsi terhadap diri sendiri dan
persepsi pada orang lain. Tidak ada dua anak yang lahir pada lingkungan yang sama, tetapi
ordinal posisi seorang anak dan penilaian terhadap suasana keluarga mempunyai dampak yang
sangat besar pada perkembangan dan perilakunya. Seringkali seorang klien bisa mendapatkan
pencerahan dengan mengenang kembali kenangan-kenangannya, khususnya peristiwa
sebelum usia 10 tahun. Adler (1931) menyebutkan bahwa seseorang mengingat kenangan
masa kanak-kanak yang konsisten dengan sudu pandangnya di masa kini terhadap diri sendiri,
orang lain, dan dunia secara umum. Konselor Adlerian mencari tema maupun detil spesifik di
dalam rekoleksi tersebut (Slavik, 1991; statton & Wilborn, 1991; Watkins, 1985). Gambar-
Gambar pada masa lalu diperlakukan sebagai prototipe daripada individual secara spesifik.
Mimpi di masa lalu dan masa kini juga merupakan suatu bagian dari analisa gaya hidup. Teori
Adlerian menyebutkan bahwa mimpi juga merupakan suatu rehearsal yang memungkinkan bagi
tujuan tindakan di masa depan. Mimpi yang dikenang adalah yang paling penting. Dengan
memperhatikan apa yang menjadi prioritas bagi klien akan sangat membantu dalam memahami
gaya hidupnya. Seorang klien mungkin akan tetap mempertahankan gaya hidupnya yang
dominan, seperti misalnya selalu mencoba untuk memuaskan, kecuali ditantang untuk berubah.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II
Usaha konselor yang berikutnya adalah untuk mengembangkan pencerahan klien,
khususnya dengan menanyakan pertanyaan yang terbuka dan membuat interpretasi-
interpretasi. Pertanyaan terbuka membuat klien dapat mengeksplorasi pola-pola di dalam
kehidupan mereka yang telah diabaikan. Interpretasi seringkali dapat mengabil bentuk berupa
tebakan intuitif. Kemampuan untuk menekankan akan sangat penting bagi proses ini, dimana
konselor harus dapat merasakan bagaimana rasanya menjadi klien sebelum memberikan
penilaian buruk pada alasan klien atas perilakunya saat ini. Pada masa lain, interpretasi
didasarkan pada pengetahuan umum konselor mengenai posisi ordinal dan konstelasi keluarga.
Untuk mencapai perubahan perilaku, konselor menggunakan Teknik spesifik:
Konfrontasi. Konselor menantang klien untuk mempertimbangkan logika pribadinya.
Ketika klien mengamati logika ini, seringkali mereka sadar bahwa mereka dapat
mengubah logika dan perilakunya.
Menanyakan “pertanyaan tersebut.” Konselor bertanya, “Apa yang akan berbeda jika
anda membaik?” Klien seringkali diberikan pertanyaan tersebut pada wawancara awal,
tetapi hal ini tepat untuk dilakukan kapan saja.
Dukungan. Dukungan memperkuat keyakinan dalam diri seseorang (Dinkmeyer &
Losoncy, 1980; Dreikurs & Soltz, 1964). Para konselor memberikan dukungan pada
klien agar merasa nyaman mengenai diri mereka sendiri dan orang lain (Adler, 1931).
Mereka menyatakan keyakinan mereka bahwa perubahan perilaku dapat dilakukan
untuk klien. Pemberian dukungan merupakan kunci untuk membuat pilihan gaya yang
produktif dalam belajar dan hidup.
Bertindak “seandainya”. Klien diinstruksikan untuk bertindak “seandainya” mereka
menjadi seseorang yang mereka inginkan; contohnya, orang ideal yang mereka lihat di
dalam mimpi mereka (Gold, 1979). Adler pada awalnya mendapatkan ide bertindak
seandainya dari Hans Vaihinger (1911), yang menuliskan bahwa orang menciptakan
dunia dimana mereka hidup dengan mengasumsikan bahwa merekalah yang
menciptakannya.
Meludah di sup klien. Seorang konselor menunjukkan perilaku tertentu pada kliennya
dan sehingga menghancurkan balasan atas perilakunya. Contohnya, seorang ibu yang
selalu bertingkah superior pada putrinya dengan menunjukkan tindakan tersebut terus
dilakukan setelah perilaku tersebut telah ditunjukkan, tetapi hadiah karena melakukan
hal itu sekarang telah hilang.
Menangkap diri sendiri. Klien belajar untuk menjadi lebih sadar akan perilakunya atau
pemikirannya yang merusak diri sendiri. Saat awal, konselor dapat membantu di dalam
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II
prosesnya, tetapi pada akhirnya tanggung-jawab diambil alih oleh klien.
Penetapan tugas. Klien pada awalnya menetapkan jangkauan yang pendek, tujuan yang
mudah dicapai dan pada akhirnya berpindah pada obyektif realistis yang lebih jauh.
Setelah klien membuat perubahan perilaku dan menyadari kendali atas kehidupan
mereka sendiri, maka konseling telah berakhir.
Tekan tombol. Klien didukung untuk menyadari bahwa mereka mempunyai pilihan-
pilihan mengenai rangsangan apa yang ada pada kehidupan mereka yang harus
diperhatikan. Mereka diajarkan untuk menciptakan perasaan yang mereka inginkan
dengan berkonsentrasi pada pikiran mereka. Teknik ini seperti layaknya menekan
sebuah tombol karena klien dapat memilih untuk mengingat pengalaman negatif dan
positif (Mosak & Maniacci, 2008).
Kekuatan dan Kontribusi.
Pendekatan adelrian pada konseling mempunyai sejumlah kontribusi dan penekanan yang unik:
Pendekatan ini meningkatkan suatu suasana yang mendukung melalui Teknik positif
yang digunakan konselor. Ikatan dan komitmen ditingkatkan melalui prosesnya, dan
kesempatan untuk berubah semakin meningkat pula. Dukungan konselor merupakan
komoditas yang berharga. Konselor Adlerian mendekati klien dengan suatu orientasi
pendidikan dan mengambil pandangan yang optimistis pada kehidupan.
Pendekatan ini fleksibel untuk semua masa kehidupan. “Ahli teori Adlerian telah
mengembangkan model-model konseling untuk anak-anak, dewasa, orang-tua, seluruh
keluarga, kelompok guru, dan segmen masyarakat lainnya” (Purkey & Schmidt, 1987, p.
115). Bermain terapi bagi anak-anak usia 4 hingga 9 tahun tampaknya paling efektif.
Pendekatan ini berguna dalam perawatan berbagai penyimpangan, termasuk
penyimpangan perilaku, penyimpangan anti sosial, penyimpangan kegelisahan masa
kanak-kanak dan dewasa, penyimpangan-penyimpangan beberapa afektif, dan
penyimpangan kepribadian (Seligman, 1997).
Pendekatan ini berkontribusi pada teori-teori pembantu lain dan pada pengetahuan
umum dan pemahaman interaksi manusia. Banyak gagasan Adler telah diintegrasikan
ke dalam pendekatan-pendekatan konseling.
Pendekatan ini dapat digunakan secara selektif di dalam konteks kultural yang berbeda-
beda (Brown, 1997). Sebagai contohnya, konsept “dukungan” tepat untuk ditekankan
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II
dalam bekerja dengan kelompok yang secara tradisional telah menekankan kolaborasi
seperti masyarakat Hispanik dan Asia Amerika, dimana konsep “kompetisi keturunan”
yang bertentangan dengan masyarakat Amerika Utara Eropa tradisional yang
menekankan kompetisi ketegangan.
Batasan-Batasan.
Teori Adlerian dibatasi oleh hal-hal berikut ini:
Pendekatan ini kekurangan suatu dasar penelitian yang suportif. Hanya sedikit
penelitian emprikal yang telah dilakukan mengenai teori Adlerian dan keefektifannya di
dalam konseling.
Pendekatan ini masih kabur dalam hubungannya dengan beberapa konsep dan istilah-
istilah.
Pendekatan ini terlalu optimistik mengenai sifat manusia, khususnya dalam bidang
kerjasama dan kepedulian sosial. Beberapa kritik mengenai sudut pandangnya
mengabaikan dimensi-dimensi kehidupan lainnya, seperti kekuatan dan alam tidak
sadar.
Prinsip dasar pendekatan ini, seperti struktur keluarga yang demokratis misalnya, tidak
terlalu cocok dalam bekerja dengan klien yang konteks kulturalnya menekankan pada
hubungan sosial lineal, seperti masyarakat Amerika Arab tradisional misalnya (Brown,
1997).
Pendekatan ini, yang sangat bergantung pada penelitian verbal, logika, dan pencerahan,
mungkin terbatas dalam penerapannya pada klien yang kurang cerdas (James &
Gilliland, 2003).
CONTOH KASUS: Ansley bertindak “Seandainya”
Ansley selama ini dikenal karena agresif dalam bertutur kata. Ia mempunyai lidah yang tajam
dan kosa kata yang diluar kebiasaan. Ia dapat menyingkirkan gadis-gadis lainnya dengan
cepat. Sehingga ia sangat dibenci sekaligus dikagumi.
Seorang kawan memberinya saran, Ansley menemui seorang konselor Adlerian. Ia menyukai
penekanan sosial yang ia pelajari sehingga ia memutuskan untuk mengubah dirinya. Ansley
memikirkan cara tercepat untuk menjadi orang yang inginkan dengan bertindak “seandainya.”
Apakah Ansley naif dengan berpikir bahwa bertindak seandainya dapat membantu dirinya
menjadi ideal? Dari sudut pandang Adlerian, apa lagi yang dapat anda sarankan pada Ansley?
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II
Teori Humanistik
Istilah humanistik, sebagai seorang deskriptor konseling, berfokus pada potensi individual untuk
memilih secara aktif dan menentukan secara sengaja mengenai hal yang berhubungan dengan
diri mereka sendiri dan lingkungan mereka. Para profesional yang menganut pendekatan
konseling humanistik membantu orang-orang untuk meningkatkan pemahaman pribadi dengan
merasakan perasaan mereka. Istilah tersebut sangatlah luas pengertiannya dan memasukkan
teori konseling yang berfokus pada orang sebagai pengambil keputusan dan inisiator pada
pertumbuhan dan perkembangan mereka sendiri. Tiga dari teori-teori tersebut yang dibahas di
sini: berpusat pada orang, eksistensial, dan Gestalt.
Konseling Berpusat pada Orang
Penemu/Pengembang.
Carl Rogers (1902-1987) adalah orang yang paling dekat dengan konseling berpusat pada
orang. Benar, Rogerlah yang pertama kali memformulasikan teori tersebut dalam bentuk
psikoterapi tak langsung di dalam bukunya pada tahun 1942, Counseling and Psychotherapy.
Kemudian teori tersebut berkembang menjadi konseling berpusat pada klien dan berpusat pada
orang dengan berbagai penerapan pada kelompok, keluarga, dan komunitas serta individual-
individual.
Sudut Pandang Sifat Manusia.
Pemahaman dalam konseling berpusat pada orang adalah sudut pandang tertentu mengenai
sifat manusia: orang pada dasarnya baik (Rogers, 1961). Manusia secara karakteristik “positif,
bergerak maju, konstruktif, realistik, dan dapat diandalkan” (Rogers, 1957, p. 199). Masing-
masing orang sadar, terarah, dan maju ke arah aktualisasi diri sejak masa kanak-kanak.
Menurut Rogers, aktualisasi diri merupakan hal yang paling umum dan memberikan
motivasi pada keberadaan dan memperkuat tindakan yang mempengaruhi orang tersebut
secara keseluruhan. “Organisme mempunyai satu dasar kecenderungan dan perjuangan, untuk
aktualisasi diri, mempertahankan, dan meningkatkan organisme yang merasakan tersebut”
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II
(Rogers, 1951, p. 487). Para ahli teori yang berpusat pada orang yakin bahwa masing-masing
orang mampu menemukan arti diri dan tujuan dalam kehidupan. “Disfungsionalitas benar-benar
merupakan suatu kegagalan untuk belajar dan berubah” (Bohart, 1995, p. 94).
Rogers memandang individual dari suatu perspektif fenomenologikal: apa yang penting
adalah persepsi orang mengenai realita daripada peristiwa yang terjadi itu sendiri (Rogers,
1955). Cara memandang orang ini mirip dengan teori Adler. Konsep itu sendiri merupakan
suatu gagasan lain yang dimiliki oleh Adler dan Rogers. Tetapi bagi Rogers konsep tersebut
sangatlah penting bagi teorinya sehingga gagasannya sering disebut sebagai teori diri sendiri.
Kata sendiri merupakan hasil dari pengalaman yang dialami oleh seseorang, dan suatu
kesadaran akan diri sendiri dapat membantu seseorang membedakan dirinya sendiri dari orang
lain (Nye, 2000).
Agar diri sendiri yang sehat dapat muncul, seseorang membutuhkan hal positif – cinta,
kehangatan, kasih sayang, respek, dan penerimaan. Tetapi di masa kanak-kanak, dan di masa
kehidupan berikutnya, seseorang seringkali menerima pamrih dari orang-tua dan orang lain.
Perasaan tersebut dapat berkembang jika orang tersebut berperilaku dalam cara tertentu
karena penerimaan dengan pamrih mengajarkan orang untuk merasakan dihargai jika
memberikan kepuasan bagi keinginan orang lain. Oleh karena itu, seseorang terkadang perlu
menyangkal atau membelokkan persepsi ketika seseorang yang bergantung pada orang
tertentu melihat situasi secara berbeda. Individu yang terjebak di dalam dilema semacam itu
menjadi sadar akan perbedaan antara persepsi pribadi dan pengalaman. Jika seseorang
membuat nyaman, ia membuka jurang pemisah antara diri sendiri yang ideal (apa yang
diperjuangkan orang tersebut untuk menjadi) dan diri sendiri yang sebenarnya (orang tersebut
apa adanya). Semakin jauh diri sendiri yang ideal dari diri sendiri yang sebenarnya, semakin
asing dirinya dan semakin menyimpang dirinya dari aslinya.
Peranan Konselor.
Peranan konselor sangatlah penting di sini. Ia menetapkan dan meningkatkan suatu suasana
dimana klien bebas dan didukung untuk mengeksplorasi semua aspek mengenai diri sendiri
(Rogers, 1951, 1980). Suasana ini berfokus pada hubungan konselor-klien, yang digambarkan
Rogers sebagai seseorang dengan kualitas kepribadian “Saya-Anda” yang spesial. Konselor
sadar akan bahasa verbal maupun non-verbal klien, dan konselor merefleksikannya kembali
apa yang ia dengar maupun amati (Braaten, 1986). Klien maupun konselor tidak tahu arah sesi
apa yang akan dilakukan atau tujuan apa yang akan muncul selama proses berlangsung. Klien
merupakan seseorang yang “berwenang terhadap terapinya sendiri” (Moon, 2007, p. 277). Oleh
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II
karena itu, konselor mempercayai kliennya untuk mengembangkan agenda yang ingin ia
kerjakan. Tugas konselor adalah lebih sebagai fasilitator daripada pengarah. Dalam pendekatan
berpusat pada orang, konselor adalah ahli proses dan ahli penelitian (dari klien tersebut).
Kesabaran adalah kuncinya (Miller, 1996).
Tujuan.
Tujuan dalam konseling berpusat pada orang berputar pada klien sebagai seseorang, bukan
permasalahan yang dihadapinya. Rogers (1977) menekankan bahwa orang membutuhkan
bantuan untuk belajar bagaimana menghadapi berbagai situasi. Salah satu cara utama untuk
mencapai hal ini adalah dengan membantu klien menjadi orang yang lebih berfungsi yang tidak
perlu menerapkan mekanisme pertahanan diri terhadap pengalaman sehari-harinya. Individu
semacam itu menjadi lebih berkeinginan untuk berubah dan bertumbuh. Ia lebih terbuka
terhadap pengalaman, lebih mempercayai persepsi diri sendiri, dan berpartisipasi dalam
eksplorasi dan evaluasi diri (Rogers, 1961). Lebih jauh lagi, orang yang berfungsi secara penuh
mengembangkan suatu penerimaan yang lebih besar pada diri sendiri dan orang lain dan
menjadi pembuat keputusan yang lebih baik di masa kini dan akan datang. Yang paling utama,
klien dibantu untuk mengidentifikasikan, menggunakan, dan mengintegrasikan sumber daya
dan potensialnya sendiri (Boy & Pine, 1983; Miller, 1996).
Teknik.
Bagi para terapis yang menggunakan pendekatan berpusat pada orang, kualitas hubungan
konseling lebih penting daripada Teknik yang digunakan (Glauser & Bozarth, 2001). Rogers
(1957) percaya ada tiga kondisi yang penting dan perlu pada konseling:
1. empati,
2. hal positif tanpa pamrih (penerimaan, penghargaan), dan
3. kongruen (ketulusan, transparansi, keterbukaan).
Empati dapat berarti subyektif, interpersonal, atau obyektif (Clark, 2004; Rogers, 1964).
Seringkali empati diartikan sebagai kombinasi ketiganya. Dalam situasi terapi empati adalah
kemampuan konselor untuk menyatu dengan klien dan memantulkan pemahaman ini kembali
kepada mereka. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara tetapi empati secara esensial
adalah suatu upaya untuk berpikir dengan, daripada untuk atau mengenai, klien untuk
menyerap komunikasi, maksud, dan pengertian klien tersebut (Brammer dkk., 1993; Clark,
2007; Moon, 2007). Rogers (1957) menuliskan, “Penelitian semakin banyak dan menunjukkan
secara kuat pada kesimpulan bahwa tingkat empati yang tinggi dalam suatu hubungan adalah
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II
yang paling berpotensi dan merpakan salah satu faktor paling penting dalam mewujudkan
perubahan dan pembelajaran” (p. 3). Penghargaan positif tanpa pamrih, juga dikenal sebagai
penerimaan, merupakan kasih sayang yang tulus dan dalam terhadap klien sebagai orang –
yaitu, memberikan penghargaan seseorang hanya karena memang demikian seharusnya
(Rogers, 1961, 1980). Kongruen merupakan kondisi yang transparan di dalam hubungan terapi
dengan menghilangkan aturan-aturan dan penghalang (Rogers, 1980). Hal tersebut merupakan
“kesiapan konselor untuk menjauhkan kesibukan pribadinya dan terbuka di dalam hubungan
dengan kliennya” (Moon, 2007, p. 278).
Sejak tahun 1980, para konselor yang menggunakan pendekatan berpusat pada orang
telah mencoba sejumlah prosedur lain untuk bekerja bersama klien, seperti pengungkapan
perasaan, pemikiran, dan nilai-nilai pribadi yang terbatas (Corey, 2005). Para klien,
bagaimanapun juga, bertumbuh dengan pengalamannya sendiri dan orang lain di dalam
hubungan tersebut (Cormier & Cormier, 1998). Oleh karena itu, Rogers (1967) yakin bahwa
“perubahan kepribadian positif yang signifikan” tidak terjadi kecuali di dalam hubungan (p. 73).
Metode-metode yang termasuk membantu meningkatkan hubungan klien-konselor,
tetapi tidak terbatas pada, mendengarkan secara pasif dan aktif, refleksi perasaan dan
pemikiran yang tepat, klarifikasi, menyimpulkan, konfrontasi, dan pengarahan umum atau
terbuka. Pertanyaan-pertanyaan dihindari sedapat mungkin di sini (Tursi & Cochran, 2006).
Kekuatan dan Kontribusi.
Aspek unik dalam konseling berpusat pada orang melibatkan hal-hal berikut ini:
Pendekatan ini merevolusi profesi konseling dengan menghubungkan konseling dengan
psikoterapi dan menunjukkan hal itu dengan membuat rekaman suara sesi aktual dan
menerbitkan transkrip aktual mengenai sesi konseling (Goodyear, 1987; Sommers-
Flanagan, 2007).
Pendekatan berpusat pada orang dalam konseling dapat diaplikasikan dengan
permasalahan manusia secara luas, termasuk perubahan institusional, hubungan
manajemen tenaga kerja, perkembangan kepemimpinan, pembuatan keputusan dalam
karir, dan diplomasi internasional. Sebagai contohnya, Cornelius-White (2005) telah
menemukan pendekatan berpusat pada orang dapat menjadi efektif dalam
meningkatkan konseling multikultural. Seperti halnya, Lemoire dan Chen (2005)
berpendapat bahwa “pendekatan berpusat pada orang tampaknya mempunyai potensial
untuk menciptakan kondisi yang diperlukan yang dapat menangkal stigmasasi,
membiarkan orang dewasa yang diasosiasikan dengan kelompok minoritas seksual
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II
stigmasasi untuk mengatur identitas seksual mereka dalam cara yang lebih konstruktif
bagi mereka” (p. 146).
Pendekatan ini telah menghasilkan penelitian yang ekstensif (Tursi & Cochran, 2006).
Pada dasarnya pendekatan ini menetapkan standar untuk melakukan penelitian pada
variabel-variabel konseling, khususnya yang dianggap oleh Rogers (1957) sebagai
“tepat dan penting” pada bidang perubahan terapis.
Pendekatan ini efektif dalam sejumlah pengaturan. Konseling berpusat pada orang
membantu meningkatkan pengaturan psikologikal, pembelajaran, dan toleransi frustasi
dan mengurangi pertahanan. Pendekatan ini tepat untuk mengobati kondisi kegelisahan
pada tingkat ringan sampai menengah, pembenahan penyimpangan, dan kondisi yang
tidak berhubungan dengan penyimpangan mental, seperti kesedihan yang tidak rumit
atau hubungan-hubungan interpersonal (Seligman, 1997).
Pendekatan berpusat pada orang dapat sangat membantu khususnya dalam bekerja
bersama dengan klien yang telah mengalami tragedi karena pendekatan ini membuat
mereka “berperang melawan emosi dan menjadi benar-benar lebih tidak terpengaruh
oleh seiring waktu berjalan dengan sepenuhnya menyadari perasaan yang berhubungan
dengan tragedi tersebut” (Tursi & Cochran, 2006, p. 395).
Pendekatan ini berfokus pada keterbukaan dan hubungan penerimaan yang ditetapkan
oleh konselor dan klien.
Dasar pendekatan ini hanya membutuhkan waktu yang relatif singkat untuk dipelajari.
Dengan penekanannya pada penguasaan kemampuan-kemampuan mendengarkan,
konseling berpusat pada orang merupakan suatu dasar untuk melatih para calon
pembantu profesional. Lebih jauh lagi, merupakan dasar untuk beberapa pendekatan
untuk perawatan yang baru dan seringkali dikombinasikan dengan orientasi teori lain
pada konseling seperti koginitif dan perilaku (Prochaska & Norcross; Seligman, 2006).
Pendekatan ini mempunyai sudut pandang sifat manusia yang positif dan terus
berevolusi.
Batasan-batasan.
Batasan-batasan pada teori berpusat pada orang yang perlu diingat:
Pendekatan ini terlalu sederhana, optimistik, santai, dan tidak terfokus untuk klien yang
dalam krisis atau klien yang membutuhkan struktur atau arah yang lebih jelas (Seligman,
2006; Tursi & Cochran, 2006).
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II
Pendekatan ini terlalu bergantung pada klien yang suka bekerja keras, cerdas, dan
berwawasan luas untuk mendapatkan hasil terbaik. Pendekatan ini memiliki penerapan
yang terbatas dan seringkali diterapkan pada anak-anak atau penderita cacat berat
(Thompson & Henderson, 2007).
Pendekatan ini mengabaikan diagnosa, ketidak sadaran, teori-teori perkembangan, dan
tuntutan agresif dan seksual yang dihasilkan secara alami. Banyak kritik yang berpikir
bahwa pendekatan ini terlalu optimistik.
Pendekatan ini hanya menghadapi permasalahan dipermukaan dan tidak menantang
klien untuk mengeksplorasi area-area yang lebih dalam. Karena konseling berpusat
pada orang hanya untuk jangka pendek, maka tidak mempunyai dampak yang
permanen pada orang tersebut.
Pendekatan ini lebih berdasarkan pada perilaku ketimbang Teknik. Pendekatan ini
menghindari penggunaan Teknik-Teknik tertentu untuk membawa perubahan bagi klien
(Moon, 2007).
REFLEKSI DIRI
Apa yang anda anggap paling menarik dari pendekatan berpusat pada orang ini? Mengapa?
Apa yang anda anggap paling tidak menarik? Mengapa?
Konseling Eksistensial
Penemu/Pengembang.
Rollo May (1909-1994) dan Viktor Frankl (1905-1997) adalah dua orang yang paling
berpengaruh di bidang konseling eksistensial. May secara ekstensif bergumul dengan masalah
kegelisahan, khususnya di dalam perjuangan kehidupan dan kematiannya karena tuberculosis,
sementara Frankl, yang berada di perkemahan pengungsian Nazi selama Perang Dunia II,
berfokus pada arti hidup meski berada di perkemahan dimana kondisi kematian ada di
sekelilingnya.
Sudut Pandang Sifat Manusia.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II
“Pendekatan eksistensial menolak sudut pandang sifat manusia yang deterministik dan
menekankan kebebasan bahwa manusia harus memilih apa yang harus dilakukan sesuai
kondisi mereka” (Fernando, 2007, p. 226). Sebagai sebuah kelompok, para penganut
eksistensial ini meyakini bahwa manusia membentuk kehidupan mereka dengan pilihan yang
mereka buat. Bahkan pada situasi yang paling buruk, seperti perkemahan orang mati Nazi, ada
sebuah kesempatan untuk membuat keputusan hidup-mati yang penting, seperti apakah harus
berjuang untuk tetap hidup (Frankl, 1969). Para penganut eksistensial berfokus pada
kebebasan memilih ini dan tindakan yang menyertainya. Mereka memandang manusia sebagai
penulis kehidupan mereka sendiri. Mereka menyebutkan bahwa manusia bertanggung-jawab
atas pilihan apapun yang mereka buat di dalam kehidupan mereka dan beberapa pilihan
tersebut lebih sehat dan lebih berarti daripada hal lain.
Menurut Frankl (1962), “arti hidup selalu berubah tetapi tidak pernah berakhir” (p. 113).
Teorinya, dikenal sebagai logoterapi, menyatakan bahwa arti melebihi aktualisasi diri dan ada
pada tiga tingkatan: (a) arti sejati (contoh, ada aturan pada alam semesta); (b) arti sesaat; dan
(c) umum, arti hari ke hari (Das, 1998). Kita dapat menemukan arti kehidupan dalam tiga cara:
1. dengan melakukan perbuatan baik, yaitu, menggapai sesuatu,
2. dengan mengalami suatu nilai, seperti cara kerja alam, kebudayaan, atau cinta dan,
3. dengan menderita, yaitu, dengan mencari suatu perilaku yang tepat terhadap takdir
yang tak dapat diubah.
Para penganut eksistensial percaya bahwa psikopathologi merupakan suatu kegagalan
untuk membuat pilihan-pilihan yang berarti dan memaksimalkan potensial seseorang (McIllroy,
1979). Pilihan-pilihan masih dihindari dan potensial belum disadari karena kegelisahan yang
terlibat di dalam tindakan. Kegelisahan seringkali diasosiasikan dengan kelumpuhan, tetapi May
(1977) berpendapat bahwa kegelisahan normal adalah hal yang sehat dan memotivasi dan
dapat membantu orang untuk berubah.
Peranan Konselor.
Tidak ada aturan yang seragam yang diikuti oleh para konselor eksistensial. Setiap klien
dianggap unik. Oleh karena itu, konselor sensitif terhadap semua aspek karakter klien mereka,
“seperti suara, postur, ekspresi wajah, bahkan pakaian dan pergerakan tubuh yang tidak
disengaja” (May, 1939, p. 101). Pada dasarnya, para konselor berkonsentrasi pada keaslian
klien mereka dan masuk pada hubungan yang lebih dalam dan personal dengan klien mereka.
“Konselor berusaha untuk selalu bersama klien, dan untuk memahami dan merasakan kondisi
emosi dan mental kliennya. Untuk melakukan hal ini, konselor perlu mengekspresikan
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II
perasaannya sendiri” (Fernando, 2007, p. 231). Oleh karena itu, bukannya tidak biasa bagi para
konselor eksistensial untuk berbagi pengalaman dengan klien untuk memperdalam hubungan
tersebut dan membantu klien untuk menyadari suatu perjuangan dan sisi kemanusiaannya.
Buhler dan Allen (1972) menyarankan bahwa para konselor eksistensial harus berfokus pada
hubungan orang-dengan-orang yang menekankan kebersamaan, kesatuan, dan pertumbuhan.
Konselor yang mempraktekkan logoterapi Frankl adalah sokratik dalam berdialog dengan klien
mereka (Alex Vesley, 19 Juni, 2007, komunikasi personal).
Bagaimanapun juga, semua konselor eksistensial bertugas sebagai suatu model
mengenai bagaimana untuk mencapai potensial individual dan membuat keputusan pribadi.
Mereka berkonsentrasi untuk membantu klien mengalami perasaan yang subyektif,
mendapatkan pemahaman yang lebih jelas, dan bergerak maju ke arah penetapan cara baru
dalam hidup di dunia. Fokusnya adalah hidup secara produktif di masa kini, bukannya mencari
masa lalu pribadi. Mereka juga “berfokus pada masalah manusia yang paling pokok (mati,
kebebasan, isolasi, dan ketidak berartian)” (May & Yalom, 2000, p. 289).
Tujuan.
Tujuan para penganut eksistensial adalah membantu klien menyadari pentingnya arti,
tanggung-jawab, kesadaran, kebebasan, dan potensial. Para penganut eksistensial berharap
bahwa selama proses konseling, klien akan lebih mengambil tanggung-jawab atas kehidupan
mereka. “Tujuan terapi ini adalah pasien merasakan keberadaannya sebagai kenyataan” (May,
Angel, & Ellenberger, 1958, p. 85). Di dalam prosesnya, klien dibebaskan dari menjadi
pengamat suatu peristiwa dan menjadi seorang pembentuk aktivitas personal yang berarti dan
pemegang nilai-nilai personal yang mengarah pada suatu gaya hidup yang berarti.
Teknik.
“Teori eksistensial tidak membatasi para konselor untuk menggunakan Teknik dan intervensi
yang spesifik” (Fernando, 2007, p. 230). Pendekatan eksistensial ini mempunyai Teknik yang
lebih sedikit yang dapat digunakan daripada model konseling lainnya. Tetapi kelemahan ini
(misal, kurangnya trik terapi dan jargon psikologikal) tertutupi dengan kekuatan dimana konselor
eksistensial dapat meminjam gagasan-gagasan lain dan menggunakan kemampuan personal
dan profesional yang luas cakupannya. “Mendekati manusia hanya dengan menggunakan
Teknik sama saja memanipulasi mereka,” dan manipulasi berlawanan dengan apa yang
diekspos oleh eksistensial (Frankl, 1967, p. 139). Jadi, para penganut eksistensial bebas untuk
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II
menggunakan Teknik-Teknik yang berbeda sebagai desensisisasi dan asosiasi bebas atau
untuk tidak mengasosiasikan diri mereka sendiri dari praktek ini sepenuhnya (Corey, 2005).
Teknik paling efektif dan kuat yang dimiliki oleh konselor eksistensial adalah
hubungannya dengan klien. Pada dasarnya, konselor melewatkan kebutuhannya sendiri dan
berfokus pada kebutuhan kliennya. Di dalam prosesnya, konselor membuka diri sebagai upaya
untuk membantu klien menjadi lebih dekat dengan perasaan dan pengalaman pribadinya.
Penekanan di dalam hubungan ini terletak pada ketulusan, kejujuran, dan spontanitas
(Mendelowitz & Schneider, 2008).
Para konselor eksistensial juga menggunakan konfrontasi. Klien dikonfrontasi dengan
gagasan bahwa semua orang bertanggung-jawab atas kehidupannya masing-masing. Para
konselor eksistensial meminjam beberapa Teknik dari model konseling lain seperti penerapan
pelatihan kesadaran, deskripsi, paradox, defleksi, dan aktivitas peneteapan tujuan.
Kekuatan dan Kontribusi.
Pendekatan eksistensial pada konseling mempunyai sejumlah kekuatan:
Pendekatan ini menekankan keunikan masing-masing individu dan pentingnya arti hidup
mereka. Hal ini merupakan cara paling manusiawi dalam bekerja dengan orang lain
(Alex Vesley, 19 Juni 2007, komunikasi personalk).
Pendekatan ini mengenali kegelisahan dan tidak menganggapnya sebagai kondisi yang
negatif. Kegelisahan merupakan bagian dari kehidupan manusia dan dapat memotivasi
beberapa individu untuk membuat keputusan-keputusan yang produktif dan sehat
(Fernando, 2007).
Pendekatan ini memberi konselor akses pada banyaknya filosofi dan literatur yang
sangat informatif dan memberikan penjelasan mengenai sifat manusia (Mendelowitz &
Schneider, 2008).
Pendekatan ini menegaskan pertumbuhan dan perkembangan manusia secara
berkelanjutan dan menawarkan harapan bagi klien melalui bacaan-bacaan langsung
dan pertemuan terapi dengan konselor.
Pendekatan ini efektif dalam situasi konseling multi kultural karena sudut pandang
terhadap keberadaan manusianya yang global membiarkan konselor untuk berfokus
pada orang dengan pola “Saya-Anda” tanpa memandang latar belakang ethnik atau
sosialnya (Epp, 1998; Jackson, 1987).
Pendekatan ini membantu menghubungkan individu kepada permasalahan unniversal
yang dihadapi oleh manusia seperti pencarian ketenangan dan tidak adanya kasih
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II
sayang (Baldwin, 1989).
Pendekatan ini dapat dikombinasikan dengan perspektif dan metode lain (seperti yang
berdasarkan pada prinsip pembelajaran dan perilaku) untuk mengatasi permasalahan
yang sangat sulit, seperti kecanduan (Fernando, 2007).
Batasan-batasan.
Para profesional yang memegang pendekatan yang lebih terstruktur dan berbeda telah
menemukan beberapa batasan dalam pendekatan eksistensial:
Pendekatan ini belum menghasilkan suatu model konseling yang berkembang secara
penuh. Para profesional yang menegaskan tahap-tahap perkembangan pada konseling
sangat setuju dengan kritik ini.
Pendekatan ini kekurangan program pelatihan dan pendidikan. Masing-masing
praktisioner adalah unik. Meskipun keunikan berharga, hal ini menghambat teori
pengajaran sistemik.
Pendekatan ini sulit untuk diterapkan pada tingkatan yang melebihi tingkat individual
karena sifatnya yang subyektif. Eksistensialisme kekurangan jenis metodologi dan
proses validasi dominanan dalam kebanyakan pendekatan lainnya. Secara singkat,
pendekatan ini kekurangan keseragaman yang dapat dipahami dengan mudah oleh
para konselor permula.
Pendekatan ini lebih dekat pada filosofi eksistensial daripada teori konseling lain.
Perbedaan ini membatasi kegunaannya dalam beberapa kasus.
CONTOH KASUS: Ketidak-berartian Ned
Ned adalah seorang eksistensialis yang percaya dalam ketidak-berartian. Ia tidak berpikir
bahwa ada arti atau logika apapun pada kehidupan dan bahwa orang yang mengambil posisi itu
adalah orang naif. Pendiriannya yang teguh ini pada saat-sat tertentu menjauhkan dirinya dari
orang lain, namun secara umum Ned dihormati karena alasan filosofinya.
Suatu hari, saat mencari pendukung atas pandangannya, Ned memanggil kelompok praktik
lokal dan membuat janji temu dengan Jim, seorang konselor yang mempunyai reputasi sebagai
eksistensialis. Ned mengharapkan Jim membahas filosofi dengannya dan mendukung nihilisme
Ned. Tetapi, Jim berkata pada Ned bahwa ia menemukan arti yang besar pada kehidupannya
setiap hari dalam setiap hal yang ia lakukan. Ned terkejut.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II
Bagaimana Ned bisa menjadi tidak akurat dalam penilaiannya terhadap Jim? Bagaimana
mendekatkan jurang antara Jim dan Ned secara konstruktif?
Terapi Gestalt
Terapi Gestalt diasosiasikan dengan psikologi Gestalt, sebuah sekolah pemikiran yang
menegaskan persepsi kesatuan dan keutuhan. Istilah gestalt berarti sosok utuh. Psikologi dan
terapi Gestalt muncul sebagai suatu reaksi atas penekanan penguruangan di dalam sekolah
psikologi dan konseling lain, seperti paham perilaku dan psikoanalisis. Oleh karena itu, terapi
Gestalt menekankan pada bagaimana manusia berfungsi dalam totalitas mereka.
Penemu/Pengembang.
Frederick (Fritz) Perls (1893-1970) diasosiasikan dengan penetapan terapi Gestalt dan
mempopulerkannya melalui kepribadiannya yang flamboyan dan tulisannya. Laura Perls
(istrinya) dan Paul Goodman membantu Perls mengembangkan dan memperbaiki gagasan
originalnya. Sejumlah ahli teori lain, khususnya Joen Fagan dan Irma Lee Shepherd (1970),
mengembangkan model selanjutnya.
Sudut Pandang Sifat Manusia.
Penganut Gestalt percaya bahwa manusia bekerja untuk kesatuan dan keutuhan di dalam
kehidupan. Masing-masing orang mempunyai kecenderungan aktualisasi diri yang muncul
melalui interaksi personal dengan lingkungan dan awal mula kesadaran diri sendiri. Aktualisasi
diri merupakan hal yang pokok di masa ini: hal ini “merupakan proses menjadi seseorang dan
bukan suatu proses berjuang untuk menjadi” (Kempler, 1973, p. 262). Sudut pandang terhadap
sifat manusia teori Gestalt menempatkan kepercayaan pada pengetahuan manusia dari dalam,
seperti halnya konseling berpusat pada orang. Masing-masing orang berupaya hidup secara
integratif dan produktif, berusaha untuk mengkoordinasi berbagai bagian dari orang tersebut
sehingga tercipta keutuhan yang sehat. Dari persepektif Gestalt, orang-orang dipandang lebih
dari sekedar sekumpulan dari bagian-bagian diri mereka sendiri (Perls, 1969).
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II
Sudut pandang Gestalt bersifat anti deterministik. Masing-masing orang dapat berubah
dan menjadi bertanggung-jawab (Hatcher & Himelsteint, 1997). Para individu merupakan aktor
dalam peristiwa yang terjadi di sekeliling mereka, bukan hanya reaktor pada peristiwa. Secara
keseluruhan, sudut pandang Gestalt mengambil posisi yang eksistensial, ekperiensial, dan
fenomenologikal: Sekarang adalah yang terpenting. Penemuan seseorang tentang aspek-aspek
yang berbeda pada diri sendiri melalui pengalaman, bukan hanya bicara, dan penilaian dan
interpretasi personal atas kehidupannya pada saat-saat tertentu adalah yang paling penting.
Menurut terapi Gestalt, banyak individu yang bermasalah mempunyai ketergantungan
yang berlebihan pada pengalaman intelektual (Simkin, 1975). Penekanan semacam itu
menghilangkan pentingnya emosi dan indera-indera, membatasi kemampuan seseorang untuk
merespon berbagai situasi. Permasalahan umum lainnya adalah ketidak-mampuan untuk
mengenali dan memecahkan masalah yang belum terselesaikan – yaitu, pemikiran awal,
perasaan, dan reaksi yang masih mempengaruhi fungsi personal dan mengganggu kehidupan
di masa kini. Permasalahan umum yang berlum terpecahkan dalam kehdupan adalah tidak
memberikan maaf pada orang-tua atas kesalahan yang mereka buat. Gestalt tidak
menganggap kesulitan-kesulitan tersebut dengan kekuatan tidak sadar di dalam diri orang.
Tetapi, fokusnya adalah pada kesadaran, “kemampuan klien untuk menjadi lebih penuh secara
mental dan sensori” dalam “merasakan sekarang” (James & Gilliland, 2003, p. 49). Masing-
masing orang bergerak pada beberapa tingkatan kesadaran, dari sangat sadar menjadi sangat
tidak sadar. Individual yang sehat adalah mereka yang paling sadar.
Menurut penganut Gestalt, seseorang dapat mengalami kesulitan dalam beberapa cara.
Pertama ia kehilangan hubungan dengan lingkungan dan sumber daya yang ada di dalamnya.
Ke dua, orang tersebut dapat menjadi terlalu terlibat dengan lingkungannya dan tidak terlibat
dengan dirinya sendiri. Ke tiga, ia gagal untuk mengesampingkan masalah yang belum
terselesaikan. Ke empat, ia menjadi tercecer di berbagai arah. Ke lima, orang tersebut
mengalami konflik antara unggulan (apa yang dipikirkan seseorang seharusnya dilakukan) dan
juru kunci (apa yang ingin dilakukan seseorang). Terakhir, orang tersebut mempunyai kesulitan
dalam menangani dikotomi kehidupan, seperti cinta/benci, maskulin/feminin, dan
kesenangan/kepedihan.
Peranan Konselor.
Peranan konselor Gestalt adalah untuk menciptakan suasana yang meningkatkan eksplorasi
klien terhadap apa yang dibutuhkan untuk bertumbuh. Konselor menyediakan suasana
semacam itu dengan secara intens dan terlibat secara personal dengan klien dan jujur. Polster
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II
dan Polster (1973) menegaskan bahwa konselor haruslah bersikap menyenangkan, penuh
energi, dan manusiawi. Keterlibatan terjadi pada masa kini, yang merupakan proses yang
berkelanjutan (Perls, 1969). Hal tersebut seringkali melibatkan konselor untuk membantu klien
berfokus untuk memblokade energi dan menggunakan energi itu dalam cara yang positif dan
adaptif (Zinker, 1978). Hal ini juga melibatkan konselor untuk membantu klien mengenali pola-
pola di dalam kehidupannya (Fagan, 1970).
Tujuan.
Tujuan terapi Gestalt ditentukan dengan baik. Termasuk penekanan pada sekarang dan suatu
pengenalan pada imediasi pengalaman (Bankart, 1997). Tujuan yang lebih jauh melibatkan
fokus pada ekspresi verbal maupun nonverbal, dan fokus pada konsep bahwa kehidupan
melibatkan membuat pilihan-pilihan (Fagan & Shepherd, 1970). Pendekatan Gestalt
berkonsentrasi pada membantu klien memecahkan masa lalu sehingga menjadi terintegrasi.
Tujuan ini termasuk selesainya pertumbuhan mental. Pendekatan ini menekankan pada
penyatuan aspek emosional, kognitif, dan perilaku seseorang. Fokus utama adalah pada
penerimaan polaritas di dalam diri seseorang (Gelso & Carter, 1985).
Sebagai sebuah kelompok, terapis Gestalt menekankan tindakan, mendorong klien
mereka untuk mengalami perasaan dan perilaku. Mereka juga menegaskan arti kata sekarang.
Perls (1969) mengembangkan suatu formula yang mengekspresikan inti kata tersebut:
“Sekarang=pengalaman=kesadaran=kenyataan. Masa lalu sudah tidak ada lagi dan masa
depan belum ada. Hanya sekarang yang ada” (p. 14).
Teknik.
Beberapa Teknik konseling yang paling inovatif yang pernah dikembangkan dapat ditemukan
dalam terapi Gestalt (Harman, 1997). Teknik tersebut mengambil dua bentuk: latihan dan
eksperimen. Latihan adalah Teknik yang siap pakai, seperti misalnya peragaan main peran, dan
psikodrama (Coven, 1977). Mereka digunakan untuk membangkitkan tanggapan tertentu dari
klien, seperti kemarahan atau ekplorasi. Eksperimen, dilain pihak, merupakan aktivitas yang
tumbuh dari interaksi antara klien dan konselor. Mereka tidak direncanakan, dan apa yang
dipelajari biasanya mengejutkan bagi konselor maupun klien. Kebanyakan Teknik dalam terapi
Gestalt berupa eksperimen yang tidak terencana (Zinker, 1978). Fokusnya di sini,
bagaimanapun juga, adalah pada Teknik konseling yang berorientasi pada latihan.
Salah satu latihan yang paling umum adalah mimpi kerja. Perls menggambarkan mimpi
sebagai pesan yang melambangkan tempat seseorang pada waktu tertentu (Bernard, 1986).
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II
Tidak seperti psikoanalis, konselor Gestalt tidak melakukan interpretasi. Tetapi, klien
menghadirkan mimpi-mimpi dan kemudian diarahkan untuk mengalami bagaimana rasanya
menjadi tiap bagian dari mimpi tersebut – suatu tipe asosiasi bebas dramatisasi. Dengan cara
ini, seorang klien dapat menjadi lebih dekat dengan berbagai aspek diri sendiri.
Teknik lain yang efektif adalah kursi yang kosong (lihat Gambar 9.1). Pada prosedur ini,
klien berbicara pada berbagai bagian kepribadian mereka, seperti bagian yang dominan dan
bagian yang pasif. Sebuah kursi yang kosong adalah fokusnya. Mudahnya, klien berbicara pada
kursi yang kosong sebagai perwakilan salah satu dari bagian diri mereka, atau klien dapat
pindah dari satu kursi ke kursi yang lain dan masing-masing kursi sebagai perwakilan dari
bagian diri yang berbeda-beda. Dalam dialog ini, baik bagian rasional maupun irasional dari
klien menjadi fokusnya; klien tidak hanya melihat sisi-sisi tersebut tetapi juga menjadi mampu
menghadapi dikotomi di dalam dirinya sendiri. Metode ini tidak disarankan untuk mereka yang
terganggu secara emosional (Bernard, 1986).
Salah satu latihan Gestalt yang paling kuat adalah konfrontasi. Konselor menunjukkan
kepada klien perilaku dan perasaan yang tidak kongruen, seperti senyum klien ketika mengakui
kegugupannya. Sebenarnya orang gugup tidak tersenyum. Konfrontasi melibatkan memberikan
pertanyaan pada klien apa dan bagaimana. Pertanyaan mengapa dihindari karena mereka
mengarah pada intelektualisasi.
Beberapa latihan Gestalt yang kuat lainnya yang berorientasi pada individual sering
digunakan dalam kelompok (Harman, 1997).
Membuat lingkaran. Latihan ini digunakan ketika konselor merasa bahwa tema atau
perasaan tertentu diekspresikan oleh klien harus dihadapi oleh semua orang di dalam
kelompok. Klien berkata, misalnya, “Saya tidak tahan dengan semua orang.” Kemudian
klien diinstruksikan untuk mengatakan kalimat ini pada masing-masing orang di dalam
kelompok tersebut, dengan menambahkan beberapa komentar mengenai masing-
masing anggota kelompok. Latihan lingkaran tersebut fleksibel dan dapat melibatkan
perasaan nonverbal dan positif. Dengan berpartisipasi di dalamnya, klien menjadi lebih
sadar akan perasaan di dalam dirinya.
Saya bertanggung-jawab. Dalam latihan ini klien membuat pernyataan mengenai
persepsi dan menutup setiap pernyataan dengan frase “dan saya bertanggung-jawab
atas hal itu.” Latihan tersebut membantu klien mengintegrasikan perilaku dan persepsi
pribadinya.
Melebih-lebihkan. Klien melebih-lebihkan pergerakan atau gestur yang dilakukannya
secara tidak sengaja. Dengan melakukan hal itu, arti dari perilaku tersebut menjadi lebih
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II
jelas.
Dapatkah saya memberi anda sebuah kalimat? Konselor, yang sadar bahwa perilaku
atau pesan yang implisit disamarkan dalam apa yang dikatakan oleh klien, tanyakan
apakah klien tersebut akan mengatakan kalimat tertentu (yang disediakan oleh konselor)
yang membuat pemikiran klien manjadi eksplisit. Jika konselor benar mengenai pesan
yang tersembunyi tersebut, klien akan mendapatkan pencerahan setelah kalimat
tersebut diulanginya.
Kekuatan dan Kontribusi.
Kekuatan dan kontribusi terapi Gestalt tersebut di bawah ini:
Pendekatan ini menekankan memberi bantuan pada orang untuk memasukkan dan
menerima semua aspek kehidupan. Seorang individu tidak dapat dipahami diluar
konteks seluruh orang yang memilih untuk bertindak pada lingkungannya dimasa
sekarang (Passons, 1975).
Pendekatan ini membantu klien berfokus pada bidang pemecahan masalah yang belum
terselesaikan. Ketika klien dapat menyelesaikannya, hidup dapat dijalani secara
produktif.
Pendekatan ini menempatkan penekanan utama pada tindakan bukan hanya bicara.
Aktivitas membantu individual mengalami apa sebenarnya proses perubahan itu dan
membuat kemajuan yang lebih pesat.
Pendekatan ini fleksibel dan tidak terbatas hanya pada beberapa Teknik. Setiap aktivitas
yang membantu klien menjadi lebih integratif dapat diterapkan dalam terapi Gestalt.
Pendekatan ini tepat untuk mengobati penyimpangan afektif tertentu, kondisi
kegelisahan, penyimpangan somatoform, penyimpangan kepribadian, dan diagnosa
DSM-IV-TR seperti permasalahan yang berhubungan dengan pekerjaan dan
permasalahan interpersonal (Seligman, 1997). Singkatnya, terapi Gestalt adaptif.
Batasan-batasan.
Terapi Gestalt juga mempunyai keterbatasan:
Pendekatan ini kurang mempunyai dasar teoritikal. Beberapa kritik memandang
konseling Gestalt sebagai semua pengalaman dan Teknik – yaitu, sebagai terlalu
menarik perhatian (Corey, 2005). Mereka mempertahankan bahwa pendekatan ini anti
teoritikal.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II
Pendekatan ini beradapan ketat dengan pengalaman sekarang dan bagaimana (Perls,
1969). Dua prinsip bermata dua ini tidak membolehkan perubahan dan sudut pandang
yang pasif, yang lebih sering digunakan oleh klien.
Pendekatan ini menghindari diagnosa dan pengujian.
Pendekatan ini terlalu berfokus pada perkembangan individual dan dikritik atas
keegoisannya. Fokusnya adalah pada perasaan dan penemuan pribadi sepenuhnya.
REFLEKSI DIRI
Apakah sesuatu yang lebih besar dalam kehidupan anda daripada jumlah bagian-bagiannya?
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Sri Wulandari, S.Psi, Psi PSIKOLOGI UMUM II