61003-12-794744241689
TRANSCRIPT
0
PERTEMUAN KE 13
MODUL 12
KONFORMITAS DAN
PENYIMPANGAN
OlehS. Sulistiyono
FAKULTAS PSIKOLOGIUNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
2009
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB S.SulistiyonoSOSIOLOGI
1
KONFORMITAS DAN PENYIMPANGAN
1. Pengantar
Modul ini dimaksudkan untuk memberikan memberikan kepada mahasiswa
mengenai konformitas dan penyimpangan sosial. Karena itu uraian dalam modul ini
mencakup pengertian konformitas dan penyimpangan, bagaimana konformitas dan
penyimpangan di dalam masyarakat tradisional dan masyarakat modern, teori-teori
konformitas dan penyimpangan, dan macam-macam kejahatan sebagai bentuk
penyimpangan.
2. Tujuan Instruksional
Setelah mempelajari modul ini diharapkan mahasiswa mempunyai
pemahaman tentang :
a) Pengertian konformitas
b) Pengertian penyimpangan sosial
c) Konformitas dan penyimpangan sosial dalam masyarakat tradisional dan
masyarakat modern
d) Teori-teori konformitas dan penyimpangan
e) Berbagai macam penyimpangan sosial dalam bentuk kejahatan
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB S.SulistiyonoSOSIOLOGI
2
KONFORMITAS DAN PENYIMPANGAN
A. PENGERTIAN KONFORMITAS DAN PENYIMPANGAN
Setiap anggota baru masyarakat disosialisasi agar berperilaku sesuai
dengan harapan masyarakat. Konsep konformitas berkaitan erat dengan
masalah sosialisasi, karena proses sosialisasi menghasilkan konformitas.
Konformitas adalah bentuk interaksi yang di dalamnya seseorang berperilaku
terhadap orang lain sesuai dengan harapan kelompok (Shepard, 1984).
Mengapa laki-laki cenderung berperilaku sesuai dengan apa yang diharapkan
dari laki-laki, dan perempuan berperilaku sesuai dengan harapan orang dari
perempuan ? Kita berperilaku sebagai laki-laki atau perempuan karena
identitas diri kita sebagai laki-laki atau perempuan diberikan kepada kita
melalui sosialisasi.
Melalui sosialisasi kita belajar tentang kaidah dan nilai-nilai dalam
masyarakat, sehingga kita dapat berperilaku sesuai dengan harapan
masyarakat. Perilaku yang tidak sesuai dengan yang diharapkan masyarakat
dapat disebut sebagai perilaku menyimpang, seperti dikatakan Soerjono
Soekanto (2006) bahwa deviasi adalah penyimpangan terhadap kaidah dan
nilai-nilai dalam masyarakat. Sebaliknya perilaku yang mengindahkan (sesuai
dengan) kaidah dan nilai-nilai dalam masyarakat disebut konformitas. Kaidah
dalam masyarakat diperlukan sebagai pengatur hubungan antara seseorang
denga orang lain atau antara seseorang dengan masyarakatnya. Maksud
diadakannya kaidah dan peraturan-peraturan di dalam masyarakat adalah
supaya ada konformitas warga masyarakat terhadap nilai-nilai yang berlaku di
dalam masyarakat yang bersangkutan.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB S.SulistiyonoSOSIOLOGI
3
B. KONFORMITAS DAN PENYIMPANGAN DALAM MASYARAKAT
TRADISIONAL DAN MASYARAKAT MODERN
Dalam masyarakat yang homogen dan tradisional konformitas warga
masyarakat cenderung kuat. Sebagai contoh, di desa-desa terpencil yang
masih memelihara dan mempertahankan tradisi dengan kuat, warga
masyarakat desa tersebut tidak mempunyai pilihan lain kecuali mengadakan
konformitas terhadap kaidah-kaidah serta nilai yang berlaku. Dalam
masyarakat tradisional tersebut kaidah-kaidah yang berlaku secara turun-
temurun sama saja dari satu generasi ke generasi berikutnya, tanpa banyak
mengalami perubahan. Ukuran-ukuran yang dipakai merupakan ukuran-ukuran
yang telah dipakai oleh nenek moyangnya dahulu. Di samping itu kaidah-
kaidah dalam masyarakat tradsional juga tidak banyak ragamnya. Dalam
masyarakat yang demikian, apalagi yang hubungannya dengan dunia luar
masih sangat kurang, daya kreasi masyarakat sedikit sekali, sehingga
tindakan-tindakan yang menyimpang dari tradisi juga sangat jarang, bahkan
mungkin hampir tidak ada. Sebaliknya, masyarakat kota berlainan keadaannya
karena anggota-anggotanya selalu berusaha menyesuaikan diri dengan
perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakatnya. Warga masyarakat
kota sangat heterogen karena terdiri dari bermacam-macam latar belakang
kebudayaan, yang berbeda-beda. Di samping itu kota juga merupakan pintu
gerbang masuknya pengaruh-pengaruh luar. Dengan berbagai sarana
komunikasi massa, seperti koran, majalah, televisi, film, internet, dan lain-lain
warga masyarakat kota mengikuti perubahan-perubahan yang terjadi di luar
batas daerahnya. Dengan demikian kaidah-kaidah dalam masyarakat kota
selalu mengalami perkembangan dan perubahan. Hal ini menyebabkan
konformitas dalam masyarakat kota (terutama kota-kota besar) menjadi sangat
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB S.SulistiyonoSOSIOLOGI
4
kecil, sehingga proses institusionalisasi lebih sukar terjadi, dibandingkan
dengan masyarakat-masyarakat desa. Bahkan di kota besar seringkali
konformitas dianggap sebagai hambatan terhadap kemajuan dan
perkembangan. Konformitas ini biasanya menghasilkan ketaatan atau
kepatuhan.
Penyimpangan dalam masyarakat tradisional tidak akan disukai, karena
itu untuk melakukan penyimpangan terhadap kaidah-kaidah dalam masyarakat
tradisional diperlukan keberanian dan kebijaksanaan tersendiri. Namun jika
masyarakat tersebut merasakan manfaat dari suatu penyimpangan tertentu,
penyimpangan tersebut akan diterimanya. Proses tersebut biasanya dimulai
oleh generasi mudanya yang pernah pergi merantau. Kebiasaan-kebiasaan
yang dibawanya dari luar mulai ditiru orang-orang sekitarnya, dan kemudian
menjalar ke seluruh masyarakat.
Dari uraian di atas jelas bahwa pengertian penyimpangan adalah
ketidaksesuaian dengan nilai dan kaidah yang sedang berlaku di dalam
masyarakat. Penyimpangan tersebut dapat berarti ke arah positif, ataupun ke
arah negatif. Namun kebanyakan orang memberi makna penyimpangan
dengan konotasi ke arah yang negatif. Seperti yang dikemukakan oleh
Zanden, (1979) bahwa penyimpangan merupakan perilaku yang oleh sejumlah
besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan di luar batas toleransi.
Semua masyarakat, baik masyarakat desa maupun masyarakat kota
sebenarnya telah berusaha agar setiap anggotanya berperilaku sesuai dengan
harapan masyarakat, namun dalam kenyataannya dalam masyarakat manapun
selalu dapat kita temukan adanya anggota yang menyimpang atau tidak
konform (deviant). Contoh orang yang perilakunya menyimpang adalah
pencopet, pencuri, penodong, pengamen, anak perempuan berpakaian seperti
anak laki-laki, berambut pendek seperti laki-laki, atau sebaliknya anak laki-laki
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB S.SulistiyonoSOSIOLOGI
5
berambut panjang atau memakai asesoris seperti perempuan.
C. TEORI MENGENAI PENYIMPANGAN
Mengapa orang melakukan penyimpangan ? Ada beberapa teori
sosiologi yang berusaha menjelaskan mengapa penyimpangan itu terjadi.
Antara lain teori mikrososiologi, teori makrososiologi, teori biologi, dan teori
psikologi.
1. Teori mikrososiologi
Dalam mikrososiologi dikenal berbagai teori interaksi untuk
menjelaskan penyimpangan. Dua di antaranya adalah teori differential
association dan teori labeling.
Teori differential association dikemukakan oleh Edwin H.
Sutherland. Menurut teori ini penyimpangan bersumber pada differential
association-pada pergaulan yang berbeda. Penyimpangan itu dipelajari
memalui proses alih budaya (cultural transmission). Melalui proses belajar
ini, seseorang mempelajari suatu suatu deviant subculture-suatu
subkebudayaan menyimpang. Contoh yang dikemukakan Sutherland adalah
proses mengisap ganja. Proses yang sama berlaku pula dalam mepelajari
berbagai jenis perilaku menyimpang lainnya. Seperti hasil penelitian
Nanette J. Davis mengenai pekerja seks di Minesota, AS, ia menemukan
bahwa :
Intimate association with sophistecated deviants ... may provide an incentive to learn the hustler role (“the girls told me about it – i was such an avid listener”), and thus resolve the status anxiety by gaining prestige thorugh association with deviants, and later, experimentation in the deviant role.
Jadi peran sebagai pekerja seks itu dapat dipelajari melalui
pergaulan intim dengan deviant yang sudah berpengalaman. Pergaulan
yang dianggap dapat mengangkat prestise sesorang itu kemudian diikuti
dengan percobaan memerankan peran penyimpang tersebut --- peran
sebagai pekerja seks. Penelitian Kuncoro juga menemukan hasil l yang
hampir sama dengan penelitian Davis tersebut. Kuncoro menemukan
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB S.SulistiyonoSOSIOLOGI
6
bahwa mengapa daerah daerah tertentu (seperti Wonogiri, Indramayu, dan
beberapa daerah lain) tetap sebagai pemasok pelacur, di samping nilai
budaya adalah karena belajar memalui proses meniru. Pada waktu-waktu
tertentu (biasanya menjelang idul Fitri) para pelacur tersbut pulang ke
kampung (daerah) masing-masing dengan membawa banyak uang, pakain
dan barang-barang yang mewah, sehingga prestisenya di kampung naik.
Hal tersebut membuat sanak saudara atau teman-temannya ingin mengikuti
jejaknya. Sehingga ketika ia merantau kembali ke kota ia membawa teman-
teman sebagai calon pelacur baru.
Teori labeling dipelopori oleh Edwin M. Lemert. Menurut Lemert,
seseorang menjadi deviant karena proses labeling --- pemberian julukan,
cap, label, etiket, merk – yang diberikan masyarakat kepadanya. Mula-mula
seseorang melakukan suatu penyimpangan, yang oleh Lemert disebut
penyimpangan primer. Akibatnya masyarakat mencapnya sebagai
penyimpang, seperti pencuri, pencopet, penipu, pemerkosa, perempuan
nakal, dsb. Sebagai tanggapan terhadap pemberian label tersebut oleh
orang lain, kemudian si pelaku penyimpang primer mendefinisikan dirinya
sebagai penyimpang dan mengulanginya lagi perbuatan menyimpangnya
sehingga terjadi penyimpangan sekunder, dan selanjutnya menganut suatu
gaya hidup menyimpang.
2. Teori makrososiologi
Ada beberapa teori yang berakar pada jenjang makro yaitu jenjang
struktur sosial. Beberapa teori tersebut antara lain : Teori Merton, toeri
fungsi dari Durkheim, dan teori konflik.
Teori Robert K. Merton mencoba menjelaskan penyimpangan
sosial dengan argumen bahwa struktur sosial tidak hanya menghasilkan
perilaku konform, tetapi juga menghasilkan perilaku menyimpang, karena
struktur sosial menciptakan keadaan yang menghasilkan pelanggaran
terhadap aturan sosial, menekan orang tertentu ke arah perilkau
nonkonform. Menurut Merton di antara segenap unsur sosial dan budaya,
terdapat dua unsur penting, yaitu kerangka aspirasi dan unsur-unsur yang
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB S.SulistiyonoSOSIOLOGI
7
mengatur segala kegiatan untuk mencapai aspirasi tersebut dengan kata
lain ada nilai-nilai budaya yang merupakan rangkaian konsepsi-konsepsi
yang hidup dalam alam pikiran warga masyarakat tentang apa yang
dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. Di samping itu ada juga
kaidah-kaidah yang mengatur kegiatan manusia untuk mencapai cita-cita.
Nilai sosial budya berfungsi sebagai pedoman dan pendorong
perilaku manusia dalam hidupnya. Jika terjadi ketidakserasian antara
aspirasi dengan saluran-saluran yang tujuannya untuk mencapai cita-cita
tersebut, maka terjadilah perilaku menyimpang. Perilaku menyimpang itu
terjadi jika manusia lebih mementingkan suatu nilai sosial budaya daripada
kaidah-kaidah yang ada untuk mencapai cita-cita tersebut. Keadaan ini
dapat menimbulkan anomie yaitu memudarnya fungsi kaidah dan
menimbulkan keadaan yang tidak stabil. Gejala seperti ini berwujud sebagai
mentalitas penerabas yang pada hakekatnya menimbulkan sikap mencapai
tujuan secepatnya tanpa memperhatikan langkah-langkah atau kaidah-
kaidah yang telah ditentukan. Sebagai contoh ; ingin kaya – korupsi, ingin
nilai ujiannya baik -- nyontek, tidak mau urusannya bertele-tele – menyuap.
Berkaitan dengan perilaku menyimpang, Merton telah menyusun
skema yang menggambarkan cara-cara adaptasi indivdiu terhadap nilai-nilai
dan kaidah-kaidah yang ada dalam masyarakat. Cara-cara atau pola-pola
tersebut adalah seperti skema di bawah ini.
No Cara-cara Adaptasi Nilai Sosial BudayaCara-cara yang telah
melembaga
1 Conformity + +2 Innovation + -
3 Ritualism - +
4 Retreatism - -
5 Rebellion ± ±
Cara adaptasi pertama adalah konformitas. Cara ini paling banyak
digunakan Di sini perilaku mengikuti tujuan (nilai-nilai) yang ditentukan
masyarakat, dan mengikuti cara (kaidah) yang ditentukan oleh masyarakat.
Konformitas ini terjadi pada masyarakat yang relatif stabil. Cara-cara yang
telah melembaga memberikan peluang yang sesuai dengan kebutuhan
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB S.SulistiyonoSOSIOLOGI
8
masyarakat untuk mencapai nilai-nilai sosial yang menjadi cita-citanya.
tujuan tersebut. Pada innovation tekanan terlampau diletakkan pada nilai-
nilai sosial budaya yang pada suatu saat berlaku, sedangkan warga
masyarakat merasakan bahwa cara atau kaidah-kaidah untuk mencapai
tujuan tersebut kurang memadai. Sebagai contoh suatu suku bangsa yang
menentukan mas kawin yang sangat tinggi di dalam perkawinan. Nilai sosial
budaya tersebut tidak selaras dengan kaidah-kaidah yang ada dalam
masyarakat untuk mendapatkan mas kawin tersebut, sehingga timbullah
perilaku menyimpang, yaitu dengan adanya kawin lari. Nilai sosial budaya
semacam itu menimbulkan orientasi pada perbuatan-perbuatan yang
mengandung resiko karena terjadi kekecewaan-kekecewaan yang diderita
sebagai akibat tidak tercapainya aspirasi-aspirasi yang ada.
Ritualism terjadi pada warga masyarakat yang berpegang teguh
pada kaidah-kaidah yang berlaku, walaupun harus mengorbankan nilai-nilai
sosial budaya yang ada dan berlaku. Penyerasian semacam ini banyak
dijumpai pada masyarakat-masyarakat yang sudah achieved oriented, di
mana peran dan kedudukan seseorang ditentukan oleh usaha-usahanya.
Retreatism terjadi jika nilai-nilai sosial budaya yang berlaku tak dapat
tercapai melalui cara-cara yang telah melembaga. Akan tetapi para warga
mempnyai kepercayaan yang demikian dalamnya sehingga mereka tidak
mau menyimpang dari norma-norma yang telah melembaga. Oleh karena
itu konflik yang timbul dalam diri masing-masing individu dihilangkan dengan
jalan meninggalkan, baik nilai-nilai sosial budaya maupun cara-cara untuk
mencapainya, dengan jalan menarik diri. Pada rebellion, semua nilai sosial
budaya maupun kaidah-kaidah yang berlaku ingin diubah semua untuk
diganti dengan hal yang sama sekali baru.
Penyimpangan mungkin berwujud sebagai pengecualian atau
penyelewengan. Dalam hal sebagai pengecualian, penyimpangan itu dapat
diberi pembenaran, tetapi dalam hal sebagai penyelewengan berarti telah
terjadi suatu delik. Delik adalah suatu proses di mana warga masyarakat
gagal atau tidak mempunyai kemampuan untukmenaati nilai atau norma
yang berlaku. Terjadinya penyimpangan kadang-kadang dianggap sebagai
pertanda bahwa struktr sosial perlu diubah. Hal ini merupakan suatu
petunjuk bahwa struktur yang ada tidak mencukupi dan tidak dapat
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB S.SulistiyonoSOSIOLOGI
9
menyesuaiakan diri dengan perkembangan kebutuhan yang terjadi. Oleh
karena itu masalah penyimpangan harus selalu ditelaah dari sudut
pendekatan yang netral agar benar-benar dapat diketahui segi positif dan
negatifnya.
Teori fungsi dari Durkheim. Menurut durkheim, keseragaman
dalam kesadaran moral semua anggota masyarakat tidak dimungkinkan;
tiap individu berbeda satu dengan lainnya karena dipengaruhi secara
berlainan oleh berbagai faktor, seperti faktor keturunan, lingkungan fisik,
dan lingkungan sosial. Dengan demikian orang yang berwatak jahat akan
selalu ada, dan kejahatan juga akan selalu ada. Durkheim bahkan
berpandangan bahwa kejahatan perlu bagi masyarakat, karena dengan
adanya kejahatan maka moralitas dan hukum dapat berkembang secara
normal.
Teori konflik dari penganut Marxisme, menganggap bahwa
kejahatan terkait erat dengan perkembangan kapitalisme. Perilaku
menyimpang didefinisikan oleh kelompok penguasa dalam masyarakat
untuk melindungi kepentingan kelas yang berkuasa, dan bahwa sistem
peradilan pidana mencerminkan nilai dan kepentingan mereka. Oleh karena
itu orang yang dianggap melakukan tindak pidana dan yang terkena
hukuman biasanya lebih banyak terdapat di kalangan orang miskin; banyak
perusahaan besar melakukan pelanggaran hukum tetapi tidak dituntut ke
pengadilan.
D. MACAM-MACAM KEJAHATAN
Kejahatan merupakan suatu bentuk penyimpangan sosial dalam arti
yang negatif dan tetntu saja menimbulkan akibat yang kurang baik. Yang
dimaksud dengan kejahatan dalam bidang hukum mungkin berbeda dengan
kejahatan menurut para ahli sosiologi. Kejahatan menurut Light, keller, dan
Calhoun (1989) ahli sosiologi diklasifikasikan menjadi kejahatan tanpa korban
(crimes without victims), kejahatan terorganisasi (organized crime), kejahatan
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB S.SulistiyonoSOSIOLOGI
10
oleh orang terpandang dan berstatus tinggi (white-collar crime), dan kejahatan
yang dilakukan atas nama perusahaan (corporate crime).
Walaupun disebut victimless crime (kejahatan tanpa korban) tetap
dianggap sebagai perbuatan tercela oleh masyarakat ataupun oleh kelompok
yang berkuasa. Dan kenyataannya, sesungguhnya victimless crime tersebut
juga dapat saja menimbulkan korban. Sebagai contoh ; pemabuk – sering
melakukan perbuatan yang membuat cedera orang lain, laki-laki ataupun
perempuan pekerja seks – sering menularkan penyakit kelamin atau bahkan
penyakit AIDS pada orang lain, dan pemakai obat bius sering menjadi korban
tindakannya sendiri.
Organized crime (kejahatan terorganisasi) adalah komplotan
berkesinambungan untuk memperoleh uang atau kekuasaan dengan jalan
menghindari hukum melalui penyebaran rasa takut atau melalui korupsi.
Contoh yang termasuk dalam bentuk kejahatan ini antara lain : monopoli
secara tidak sah atas jasa tertentu, pemutaran uang atas hasil kejahatan
dalam bentuk saham, penyediaan barang secara melanggar hukum seperti
penjualan barang hasil kejahatan, penyediaan jasa secara melanggar hukum
seperti pelacuran, perjudian gelap, peminjaman uang dengan bunga tinggi, dan
sebagainya.
Transnational organized crime adalah kejahatan terorganisasi yang
melampaui batas negara yang dilakukan oleh organisasi-organisasi dengan
jaringan global. Menurut dokumen kantor PBB untuk pengendalian Zat dan
Pencegahan Kejahatan (UNODCCP), kejahatan terorganisasi transnasional ini
antara lain terdiri atas penyelundupan senjata dan mesiu, perdagangan obat
terlarang dan bahan nuklir, penggunaan uang hasil kejahatan dalam usaha
legal atau rekening bank yang sah (money laundering), perdagangan
perempuan dan gadis di bawah umur untuk tujuan pelacuran, penyelundupan
pekerja asing ke dalam suatu negara.
White-collar crime adalah kejahatan yang dilakukan oleh orang
terpandang atau orang berstatus tinggi dalam rangka pekerjaannya. Yang
termasuk dalam kategori ini antara lain ; penghindaran pajak, penggelapan
uang perusahaan, dan penipuan.
Corparate crime adalah kejahatan yang dilakukan atas nama
organisasi formal dengan tujuan menaikkan keuntngan atau menekan
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB S.SulistiyonoSOSIOLOGI
11
kerugian. Karena tidak dilakukan oleh perseorangan, melainkan oleh badan
hukum, pelakunya tak dapat dipidana. Menurut Light, Keller, dan Calhoun, ada
empat macam corporate crime, yaitu ; kejahatan terhadap konsumen,
kejahatan terhadap publik, kejahatan terhadap pemilik perusahaan, dan
kejahatan terhadap karyawan.
Di samping itu Giddens (1989) menambahkan jenis kejahatan lain
yang ia sebut sebagai govermental crime, yaitu kesalahan moral para
pejabat pemerintah yang membawa dampak mengerikan. Contoh ;
pembantaian orang-orang Yahudi oleh Nazi, camp-camp konsentrasi di US
pada masa pemerintahan Stalin, penganiayaan terhadap tahanan,
penghilangan barang bukti dengan sengaja oleh petugas, dan menerima suap.
Jenis kejahatan lain yang relatif baru adalah cybercrime yaitu
kejahatan berupa penyebarluasan virus komputer melalui internet dengan
maksud mengubah ataupun merusak sistem informasi organisasi yang
bergabung dengan internet.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB S.SulistiyonoSOSIOLOGI