61-218-1-pb
TRANSCRIPT
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
NASKAH PUBLIKASI
PENENTUAN PENYEBARAN DAN PERHITUNGAN SUMBERDAYA RESERVOAR
COAL BED METHANE PADA FORMASI MUARA ENIM, BLOK Y,
CEKUNGAN SUMATERA SELATAN
DENGAN PENDEKATAN MODEL 3-D GEOSELULLER
Disusun oleh :
Dwi Kurniawan Said
08/272707/TK/34563
YOGYAKARTA
2013
2
3
PENENTUAN PENYEBARAN DAN PERHITUNGAN SUMBERDAYA RESERVOAR
COAL BED METHANE PADA FORMASI MUARA ENIM, BLOK Y,
CEKUNGAN SUMATERA SELATAN
DENGAN PENDEKATAN MODEL 3-D GEOSELULLER
Dwi Kurniawan Said
1, Jarot Setyowiyoto
2, Arifudin Idrus
2
1Mahasiswa Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada 2Dosen Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada
SARI
Blok Y merupakan blok eksplorasi coalbed methane (CBM). Blok ini bertampalan dengan
blok pengembangan minyak conventional yang terlebih dahulu ada. Untuk mendapatkan
gambaran yang utuh mengenai kondisi reservoar CBM dalam blok yang memiliki luas 142.714,5
acre atau sekitar 577,54 kilometer persegi (km2) ini, diperlukan adanya integrasi antara data yang
berasal dari sumur eksplorasi CBM dengan data yang berasal dari sumur minyak conventional.
Namun, integrasi tersebut seringkali tidak berjalan dengan mudah. Kualitas dan resolusi data yang
berbeda, berasal dari hasil pengukuran berbeda, menjadi penghalang utama. Selain itu, informasi
pengukuran data yang ada juga sering dijumpai dalam skala yang berbeda sehingga diperlukan
berbagai macam pendekatan model reservoar untuk mendapatkan gambaran yang utuh mengenai
kondisi reservoar CBM-nya, salah satunya adalah pendekatan model 3-D geoseluller. Model 3-D
geoseluller merupakan suatu pemodelan tiga dimensi suatu properti reservoar yang berbasis pada
metode geostatistik, dengan pemodelan tersebut properti reservoar yang tersedia akan dimasukkan
ke dalam grid dan metode geostatistik tertentu untuk selanjutnya ditentukan nilai data dan
penyebarannya pada daerah yang tidak memiliki sampel data. Oleh karena itu, model reservoar
yang diperoleh nantinya tidak terlalu bersifat spekulatif, melainkan lebih bersifat interpolatif.
Selain itu, bersamaan dengan proses pembuatan model reservoar dengan menggunakan
pendekatan tersebut, nantinya juga dapat dikembangkan suatu cara untuk melakukan perhitungan
sumberdaya coalbed methane-nya. Tujuan pengaplikasian pendekatan tersebut dalam penelitian
ini adalah untuk melakukan analisis penentuan penyebaran dan perhitungan sumberdaya reservoar
coalbed methane yang terletak di dalam empat zona prospek reservoar coalbed methane pada
Formasi Muara Enim, Blok Y, Cekungan Sumatera Selatan. Adapun hasil dari penentuan
penyebaran menunjukkan penyebaran reservoar coalbed methane berkembang pada lingkungan
pengendapan delta plain, dengan sifat menerus, dengan arah orientasi sikuen pengendapan Timur
Laut-Barat Daya serta ketebalan maksimal (35-55 ft) dijumpai pada slope cekungan dalam blok
penelitian ini. Sementara, hasil perhitungan sumberdaya coalbed methane-nya menunjukkan
besaran sumberdaya gas pada blok ini mencapai 2,1 TCF.
Kata kunci: Model 3-D geoseluller, penyebaran dan perhitungan sumberdaya reservoar coalbed
methane, geostatistik.
Pendahuluan
Blok Y merupakan blok eksplorasi coalbed
methane (CBM) yang dioperasikan oleh PT
Medco CBM Sekayu. Baru terdapat tiga
sumur eksplorasi CBM dan tujuh sumur
minyak conventional dalam blok yang
memiliki luas 142.714,5 acre atau sekitar
577,54 kilometer persegi (km2) ini.
Berdasarkan kondisi tersebut, dipastikan
sulit untuk mendapatkan gambaran kondisi
4
reservoar CBM sesungguhnya. Oleh karena
itu, diperlukan adanya integrasi antara data
yang berasal dari sumur eksplorasi CBM
dengan data yang berasal dari sumur minyak
conventional.
Hasil integrasi data nantinya dapat
digunakan untuk mengembangkan berbagai
macam pendekatan model reservoar, salah
satunya dapat digunakan untuk
mengembangkan pendekatan model 3-D
geoseluller. Model 3-D geoseluller sendiri
merupakan suatu pemodelan tiga dimensi
suatu properti reservoar yang berbasis pada
metode geostatistik, dengan pemodelan
tersebut properti reservoar yang tersedia
akan dimasukkan ke dalam grid dan metode
geostatistik tertentu untuk selanjutnya
ditentukan nilai data dan penyebarannya
pada daerah yang tidak memiliki sampel
data. Tujuan utama pengembangan
pendekatan model tersebut dalam penelitian
ini adalah untuk menghasilkan model
reservoar CBM yang mendekati kondisi
reservoar sesungguhnya serta meminimalkan
model reservoar yang dibangun agar tidak
terlalu bersifat spekulatif dikarenakan
adanya keterbatasan data. Selain itu, melalui
proses pembuatan model reservoar dengan
pendekatan tersebut, nantinya juga dapat
dikembangkan suatu cara untuk melakukan
perhitungan sumberdaya CBM.
Berdasarkan permasalahan diatas,
memunculkan ide bagi peneliti untuk
melakukan penentuan penyebaran dan
perhitungan sumberdaya reservoar CBM
dengan pendekatan model 3-D geoseluller
pada daerah penelitian. Adapun reservoar
CBM yang menjadi objek penelitian pada
studi ini, berdasarkan PT Medco CBM
Sekayu, terletak di dalam empat zona
prospek reservoar CBM, dari yang berumur
paling tua hingga yang paling muda sebagai
berikut: zona Palembang D, zona Palembang
C, zona Palembang B, dan zona Palembang
A.
Metode Penelitian
Beberapa metode penelitian digunakan
untuk mendukung keberhasilan penelitian
ini, antara lain:
1.Metode analisis log kualitatif dan
elektrofasies untuk penentuan litologi
dan analisis fasies
2.Metode korelasi stratigrafi sikuen dan
litostratigrafi untuk korelasi
3. Metode pemodelan 3-D geoseluller
untuk pemodelan data
4. Metode volumetrik untuk melakukan
perhitungan sumberdaya
Geologi Regional
Daerah penelitian termasuk dalam
Cekungan Sumatera Selatan. Cekungan ini
merupakan rangkaian cekungan back-arc
berumur Tersier yang terbentuk selama
Eosen-Oligosen dan terletak pada sisi
Tenggara Pulau Sumatera (Kamal et al.,
2008). Konfigurasi cekungan berbentuk
asimetris (Gambar 1), terbentuk ketika
graben dengan arah trend Utara berkembang
akibat adanya pergerakan intra-plate secara
ekstensional ke arah Timur-Barat.
Batas Barat Daya dan Barat cekungan ini
dipisahkan oleh zona sesar dan
pengangkatan Pegunungan Barisan, batas
Barat Laut dan Utara berbatasan dengan
Cekungan Sumatera Tengah yang dipisahkan
oleh basement kristalin dan meta sedimen
pra-Tersier dari tinggian Pegunungan
Tigapuluh, batas Timur Laut dipisahkan oleh
sedimen pada batas pengendapan Paparan
Sunda, dan pada bagian Timur dan Selatan
dibatasi oleh Pulau Bangka dan
pengangkatan basement dari Paparan Sunda
yang dikenal dengan Tinggian Lampung
(Sapiie dkk., 2005).
Basement pada cekungan ini berumur pra-
Tersier dan merupakan hasil amalgamasi
yang kompleks dari beberapa microplate
yang tersusun atas interkalasi batuan beku,
metamorf, dan sedimen yang memiliki
orientasi Barat Laut-Tenggara (Pertamina
5
5
BPPKA, 1997). Selain itu, granite yang
terdeformasi secara kuat, batuan volkanik,
dan batuan metamorf yang berumur
Cretaceous dan Tersier juga ikut menyusun
basement pada cekungan ini.
Pada penelitian ini, fokus studi reservoar
coalbed methane (CBM) berada pada
Formasi Muara Enim, dikarenakan adanya
beberapa beberapa lapisan batubara sebagai
reservoar CBM yang diendapkan pada
lingkungan fluvial hingga laut dangkal pada
formasi tersebut. Adapun rezim tektonik
pada saat pengendapan Formasi tersebut
berupa rezim transpression yang
berlangsung saat terjadi inversi. Kondisi
seperti itu menghasilkan interpretasi awal
adanya palegeografi pengendapan Formasi
Muara Enim yang dikontrol oleh kehadiran
slope di sekitar cekungan dalam blok
penelitian ini. Berikutnya untuk
mempertegas interpretasi adanya kontrol
slope pada saat pengendapan Formasi Muara
Enim tersebut, diperlukan pemahaman
mengenai perkembangan paleogeografi dan
stratigrafi dari formasi-formasi yang
terbentuk lebih tua dan muda pada saat
sebelum dan sesudah keterbentukan Formasi
Muara Enim. Selain itu, hal tersebut
nantinya juga dapat ditujukan untuk
membangun pemahaman mengenai arah
pengendapan dan sedimentasi Formasi
Muara Enim. Hasil dan Pembahasan
Penentuan Penyebaran Reservoar
Coalbed Methane
Penentuan penyebaran reservoar coalbed
methane diawali dengan analisis terhadap
data well log dan mud log untuk keperluan
penentuan litologi dan analisis fasies. Hasil
penentuan litologi dalam penelitian ini
mengelompokkan litologi ke dalam tiga
kelompok, yaitu shale, sand, dan coal.
Litologi shale menunjukkan pembacaan nilai
American Petroleum Institute (API) tinggi
dengan pola defleksi kurva log GR ke arah
kanan, sedangkan litologi sand dan coal
menunjukkan pembacaan nilai API rendah
dengan pola defleksi kurva log GR ke arah
kiri. Sementara, hasil dari analisis fasies
pada penelitian ini, menghasilkan
pengelompokkan fasies ke dalam empat
kelompok fasies berdasarkan kesamaan sifat
fisik batuan, yaitu fasies interdistributary
bay shale, fasies delta channel sand, fasies
mouthbar sand, dan fasies delta slope sand.
Selanjutnya, hasil penentuan litologi dan
analisis fasies tersebut digunakan sebagai
bahan log upscalling sebagai bahan dasar
melakukan pemodelan fasies (facies
modeling), hasil penentuan lingkungan
pengendapan untuk penentuan bidang kunci
stratigrafi yang berikutnya akan digunakan
untuk melakukan korelasi stratigrafi sikuen,
dan hasil penentuan reservoar CBM
digunakan untuk melakukan korelasi
litostratigrafi terhadap litologi coal sebagai
reservoar CBM. Dalam penentuan suatu
lingkungan pengendapan, langkah yang
harus dilakukan adalah melakukan integrasi
antara hasil analisis data sekunder dan fasies
tersebut. Hasil integrasi tersebut
menghasilkan kesimpulan jika terdapat dua
suksesi lingkungan pengendapan yang
berkembang pada daerah penelitian ini,
yaitu lingkungan pengendapan delta plain
dan delta front.
Berikutnya setelah proses diatas telah
selesai dilakukan, maka dilanjutkan dengan
pengikatan antara bidang kunci stratigrafi
dengan data seismik 2-D melalui proses well
seismic tie. Kemudian diteruskan dengan
horizon dan fault interpretation. Horizon
interpretation diperlukan untuk mengetahui
penyebaran lateral bidang kunci stratigrafi
pada penampang seismik, sedangkan fault
interpretation diperlukan untuk mengetahui
perkembangan struktur geologi berupa
patahan dan orientasi arahnya pada daerah
penelitian ini.
6
Hasil dari horizon interpretation seismik,
seperti pada Gambar 2, menunjukkan
penyebaran marker maximum flooding
surface (MFS) 2 hingga 6 menerus dalam
blok penelitian. Penyebaran marker MFS
yang paling dalam ditemukan pada bagian
tengah blok penelitian dan menerus ke arah
Barat Daya, sedangkan pada arah Timur
Laut, Barat Laut, Utara, dan Tenggara pada
blok penelitian ini terjadi pendangkalan.
Pendangkalan tersebut diduga disebabkan
karena pada arah-arah tersebut merupakan
suatu morfologi tinggian. Selanjutnya,
dengan mengamati ketebalan antara bidang
marker satu dengan marker lainnya yang
relatif sama mengindikasikan pengendapan
material sedimen dalam cekungan pada blok
penelitian ini relatif mempunyai energi yang
sama dengan lingkungan pengendapan
tertentu yang terjadi berulang kali.
Hasil dari fault interpretation, seperti pada
Gambar 3, menunjukkan keterdapatan fault
dalam penelitian ini terbagi kedalam enam
kelompok dengan arah orientasi Timur Laut-
Barat Daya yang dihasilkan dari interpretasi
pada seismic line yang mempunyai arah
tegak lurus terhadap fault tersebut.
Berdasarkan rangkaian tahapan analisis
diatas, meliputi penentuan litologi hingga
interpretasi seismik, menunjukkan litologi
coal pada blok penelitian ini berkembang
pada saat terjadinya transgresi, TST, dengan
lingkungan pengendapan delta plain dan
orientasi arah mengikuti arah orientasi
pengendapan sedimen dalam suatu cekungan
dalam blok penelitian ini, Timur Laut-Barat
Daya. Adapun untuk ketebalan reservoar
CBM dalam blok penelitian yang paling
tebal (35-55 ft) berada di sekitar slope
cekungan.
Hal tersebut dikarenakan pada saat
transgresi cekungan berlangsung, tersedia
ruang akomodasi yang besar hingga sangat
besar, dikarenakan adanya kenaikan base
level changes dan rates of base-level change
yang tinggi serta subsidence cekungan yang
konstan. Selain itu, pada saat transgresi
cekungan berlangsung juga dipengaruhi oleh
sedimentation rate yang konstan.
Keseluruhan kondisi tersebut memungkinkan
suatu material sedimen silisiklastik dan
material organik untuk diendapkan pada
ruang akomodasi tersebut. Adapun pada saat
lowstand system tract tidak terbentuk coal,
dikarenakan terjadi penurunan base level
changes dan rate of base level change-nya
yang tingkatnya masih dibawah
sedimentation rate-nya, sehingga rentan
terjadi erosi terhadap material sedimen
silisikastik dan organik yang diendapkan.
Sementara pada highstand system tract tidak
terbentuk coal, dikarenakan sedimentation
rate-nya melampaui rate of base level
change-nya. Kondisi tersebut menyebabkan
adanya gangguan pada saat pengendapan
material organik oleh kehadiran material
sedimen silisiklastik dalam kondisi
melimpah yang masuk kedalam cekungan.
Secara detail, prediksi geometri dan
ketebalan litologi coal yang berlangsung
selama transgressive system tract dapat
dibedakan menjadi tiga bagian, antara lain:
awal hingga pertengahan transgressive
system tract, pertengahan transgressive
system tract, dan pertengahan transgressive
system tract hingga awal highstand system
tract.
Pada awal hingga pertengahan
transgressive system tract diendapkan coal
dengan geometri tipis dan tidak menerus
pada saat ruang akomodasi yang tersedia
besar, yang dipengaruhi oleh kenaikan base
level changes dan rates of base-level
change-nya melampaui sedimentation rate-
nya. Oleh karena itu, peat dapat
terakumulasi pada kapasitas maksimalnya
dalam suatu tempat membentuk endapan
coal yang tipis, sehingga pada arah
lateralnya tidak dijumpai pengendapan coal
yang menerus.
7
Lalu pada pertengahan transgressive
system tract diendapkan coal dengan
geometri yang relatif tebal, dibandingkan
pada awal transgressive system tract dan
tidak menerus. Hal tersebut dikarenakan
adanya pengaruh sedimentation rate yang
konstan dan keterbentukan ruang akomodasi
yang sangat besar. Terutama dikontrol oleh
adanya subsidence cekungan yang beriringan
dengan rate of base level change-nya yang
telah mencapai titik tertinggi, sehingga peat
dapat terakumulasi pada kapasitas
maksimalnya dalam suatu tempat akomodasi
yang sangat besar, membentuk endapan coal
yang tebal dan tidak menerus untuk
diendapkan.
Kemudian pada pertengahan transgressive
system tract hingga awal highstand system
tract, diendapkan coal dengan geometri yang
relatif tebal dan menerus dibandingkan pada
awal transgressive system tract yang
terutama dipengaruhi oleh berkurangnya
ruang akomodasi akibat penurunan pada rate
of base level change-nya yang beriringan
dengan sedimentation rate yang konstan,
sehingga memungkinkan material sedimen
silisiklastik dan organik untuk terendapkan
dengan pelamparan yang luas dan menerus.
Adapun model penyebaran coal pada blok
ini digambarkan seperti pada Gambar 4,
sedangkan model prediksi geometri dan
ketebalan coal digambarkan seperti pada
Gambar 5.
Pemodelan Data
Pada tahap ini dilakukan pemodelan data,
berbasis geostatistik, untuk mendapatkan
model 3-D geoseluller reservoar CBM pada
blok penelitian. Pemodelan ini didasarkan
pada hasil analisis kemenerusan lateral
bidang kunci stratigrafi pada penampang
seismik dan struktur geologi dari tahapan
sebelumnya.
Hasil analisis kemenerusan lateral bidang
kunci stratigrafi pada penampang seismik
digunakan untuk pembuatan time structure
map melalui proses making surface.
Sementara, hasil analisis struktur geologi
digunakan untuk pembuatan model fault
surface melalui proses fault modeling.
Integrasi kedua proses tersebut akan
menghasilkan model dalam domain waktu.
Berikutnya dilanjutkan dengan proses pillar
gridding, yaitu proses pembuatan horizontal
grid. Lalu setelah proses tersebut selesai
dilakukan, tahap selanjutnya adalah
pembuatan horizon (making horizon) yang
dilanjutkan dengan proses depth conversion.
Hasil dari depth conversion akan merubah
domain data, dari domain waktu menjadi
kedalaman sehingga dapat dihasilkan model
berupa depth structure map. Kemudian,
dilakukan integrasi antara hasil korelasi
stratigrafi sikuen dan litostratigrafi yang
dilakukan pada tahap analisis data dengan
hasil pembuatan horizon dalam proses
zonation dan layering. Hasil dari proses
zonation dan layering sendiri digunakan
sebagai bahan proses facies modeling untuk
menghasilkan model 3-D geoseluller. Selain
itu, juga dapat dijadikan sebagai bahan untuk
menghasilkan model isopach map, melalui
ekstraksi pada zone of interest tertentu, untuk
perhitungan volume reservoar menggunakan
metode volumetrik.
Berdasarkan model penyebaran log litologi
yang dihasilkan, khususnya pengamatan
intersection A-B dan X-Y (Gambar 6),
menunjukkan litologi coal sebagai reservoar
CBM memiliki penyebaran yang relatif
menerus dalam cekungan blok penelitian ini,
dengan orientasi arah mengikuti arah
orientasi pengendapan sedimen dalam suatu
cekungan dalam blok penelitian ini, Timur
Laut-Barat Daya. Adapun untuk ketebalan
reservoar CBM dalam blok penelitian yang
paling tebal berada disekitar slope cekungan.
Perhitungan Sumberdaya Coalbed
Methane
Perhitungan sumberdaya CBM pada
penelitian ini dilakukan dengan melakukan
8
perhitungan volume tiap seam. Volume seam
tersebut diperoleh dari peta isopach
(Gambar 7) yang dihasilkan dari ekstraksi
seam pada zona prospek reservoar CBM.
Berikutnya, besaran volume masing-masing
seam yang dihasilkan dari proses ekstraksi
tersebut dimasukkan ke dalam formula
perhitungan seperti pada persamaan menurut
PT Medco CBM Sekayu (2011) dibawah ini,
untuk melakukan kuantifikasi volume gas
untuk mengetahui sumberdaya CBM-nya:
Keterangan:
GIP : Gas in Place (cuft)
A : Luas area potensial (acre)
h : Ketebalan reservoar (ft)
Gv : Volume gas/ gas content (cuft/ton)
β : Densitas (gr/cc)
fa : Fraksi abu
fw : Fraksi air
Hasil perhitungan tersebut menunjukkan
besaran sumberdaya CBM dalam blok
penelitian secara keseluruhan mencapai 2,1
TCF.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan interpretasi
data, penulis mengambil beberapa
kesimpulan antara lain:
1. Penyebaran reservoar CBM pada zona
Palembang A, B, C, dan D berkembang
pada lingkungan pengendapan delta
plain yang didominasi oleh fasies
interdistributary bay shale dengan sifat
menerus, dengan arah orientasi sikuen
pengendapan Timur Laut-Barat Daya.
Analisis elektrofasies dari fasies tersebut
menunjukkan pola defleksi kurva log GR
berupa pola serrated. Pola tersebut
mengindikasikan adanya dominasi antara
litologi coal dan sand dengan nilai API
log GR rendah berselingan dengan
litologi shale dengan nilai API log GR
tinggi. Adapun ketebalan maksimal (35-
55 ft) dari reservoar CBM dalam
lingkungan pengendapan tersebut dapat
dijumpai disekitar slope cekungan dalam
blok penelitian ini.
2. Perhitungan sumberdaya CBM dengan
melakukan perhitungan volume tiap
seam yang dihasilkan dari ekstraksi seam
pada zona prospek reservoar CBM,
menunjukkan jumlah sumberdaya gas
yang terdapat pada reservoar CBM pada
zona Palembang A, B, C, dan D pada
blok ini secara keseluruhan mencapai 2,1
TCF. Daftar Pustaka
Aitken, J.F., 1995. Utility of coal seams as
genetic stratigraphic sequence
boundaries in non-marine basins: an
example from Gunedah Basin, Australia.
AAPG Bulletin 79 1179–1181.
Aminian, K., 2006. Evaluation of Coalbed
Methane Reservoirs. Petroleum &
Natural Gas Engineering Department 7.
Arditto, P.A., 1991. A sequence stratigraphic
analysis of the Late Permian succession
in the Southern coalfield, Sydney Basin,
New South Wales. Australian Journal of
Earth Science 38 125–137.
Argakoesoemah, R.M., Kamal, A., 2004.
Ancient Talangakar Deepwater
Sediments in South Sumatra Basin: A
New Exploration Play. Proc. of an
International Geoscience Conference on
Deepwater and Frontier Exploration in
Asia and Australasia, (eds.) Ron A.
Noble, Antonio Argenton and Charles A.
Caughey, IPA 251–267.
Bohacs, K., Suter, J., 1997. Sequence
stratigraphic distribution of coaly rocks:
fundamental controls and paralic
examples. AAPG Bulletin 81 1612–1639.
Diessel, C.F.K., Boyd, R., Wadsworth, J.,
Chalmers, G., 2000. The identification of
accomodation trends in coal seams.
Diessel, C.F.K., Boyd, R., Wadsworth, J.,
Leckie, D., Chalmers, G., 2000. On
9
balanced and unbalanced
accomodation/peat accumulation ratios
in the Cretaceous coals from Gates
Formation, Western Canada and their
sequence-stratigraphic significance.
International Journal of Coal Geology
43 143–186.
Galloway, W., 1989. Genetic stratigraphic
sequences in basin analysis: architecture
and genesis of flooding surfaces bounded
depositional units. AAPG Bulletin 73
125–142.
Ginger, D., Fielding, K., 2005. The
Petroleum Systems and Future Potential
of The South Sumatra Basin.
Proceedings Indonesian Petroleum
Association 30th Annual Convention &
Exhibition 67-76.
Hall, R., 1995. Plate Tectonic
Reconstructions of the Indonesian
Region. Proceedings Indonesian
Petroleum Association 24th Annual
Convention & Exhibition 71–84.
Hamilton, D.S., Tadros, N.Z., 1994. Utility
of coal seams as genetic stratigraphic
sequence boundaries in non-marine
basins: An example from Gunnedah
Basin, Australia. AAPG Bulletin 78 267–
286.
Holz, M., Wolfgang, K., Banerjee, I., 2002.
Sequence stratigraphy of paralic coal-
bearing strata: an overview.
International Journal of Coal Geology
48 147–179.
Holmes, M., 2000. LESA Coalbed methane
log analysis. Digital Formation 3.
Horne, J.C., Ferm, J.C., Caruccio, F.T.,
Baganz, B.P., 1979. Depositional models
in coal exploration and mine planning in
Apalachian Region. In: Carboniferous
Depositional Environments in the
Appalachian Region 544–575.
Kamal, A., Argakoesoemah, R.M.., Solichin,
2008. A Proposed Basin-Scale
Lithostratigraphy For South Sumatra
Basin. Sumatra Stratigraphy Workshop
Indonesia Association Of Geologist.
Kelkar, M., Perez, G., 2002. Applied
Geostatistics for Reservoir
Caharacterization. Society of Petroleum
Engineer 52-90.
Michaelsen, P., Henderson, R., 2000. Facies
relationships and cyclicity of high-
latitude, Late Permian coal measures,
Bowen Basin, Australia.
Pashin, J.C., 2000. Using flooding surface in
coal-bearing strata to model
accomodation space: example from the
Black Warior basin, Alabama. American
Association of Petroleum Geologists
Annual Meeting.
PERTAMINA BPPKA, 1997. Petroleum
Geology of Indonesia Basins Principles,
Methods and Application. Internal
Pertamina BPPKA
PT Medco CBM Sekayu, 2011. Proposal
usulan pemboran eksplorasi CBM SE-
07. Internal PT Medco CBM Sekayu 35.
Sapiie, B., Hadiana, M., Nugraha, I.,
Sayentika, 2005. Analogue Modeling of
Rift Mechanism in The Paleogene
Graben System of Western Indonesia.
Proceedings Indonesian Petroleum
Association 30th Annual Convention &
Exhibition 593-597.
Shearer, J.C., Staub, J.R., Moore, T.A.,
1994. The conundrum of coalbed
thickness: a theory for stacked mire
sequence. The Journal of Geology 102
611–617.
10
Gambar 1. Konfigurasi Cekungan Sumatera Selatan yang berbentuk
asimetris. Lokasi daerah penelitian ditandai dalam kotak merah
(Sapiie dkk., 2005 dengan modifikasi)
Gambar 2. Interpretasi horizon seismik
11
Gambar 3. Interpretasi fault seismik
Gambar 4. Model penyebaran coal Blok Y
Gambar 5. Model prediksi geometri dan ketebalan coal Blok Y
12
Gambar 6. Penyebaran log litologi
13
Gambar 7. Peta isopach seam Pal A-1-seam Pal D-1