6. sistem penunjang keputusan (spk) agroestat · rekayasa sistem penunjang keputusan (spk)...

34
146 6. SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN (SPK) AGROESTAT 6.1 Konfigurasi Model Rekayasa Sistem Penunjang Keputusan (SPK) Agroestat mempertimbangkan aspek potensi sumberdaya lokal pada suatu kawasan yang telah ada (given factor) menuju kepada tatanan ideal yang dikehendaki. Model dirancang terbuka sesuai diagram pada Gambar 21, yang memungkinkan untuk aplikasi pada daerah otonom lain dengan beberapa penyesuaian. Gambar 21. Diagram Rekayasa SPK Agroestat Cakupan dari SPK Agroestat dibatasi pada subsistem infrastruktur, yaitu tentang perhitungan penyediaan dan pengelolaan jaringan infrastruktur, sesuai kebutuhan (demand) dan dana tersedia pada anggaran Pemerintah Daerah (APBD). Hal ini terjadi

Upload: docong

Post on 09-Mar-2019

263 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

146

6. SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN (SPK) AGROESTAT

6.1 Konfigurasi Model

Rekayasa Sistem Penunjang Keputusan (SPK) Agroestat mempertimbangkan

aspek potensi sumberdaya lokal pada suatu kawasan yang telah ada (given factor)

menuju kepada tatanan ideal yang dikehendaki. Model dirancang terbuka sesuai

diagram pada Gambar 21, yang memungkinkan untuk aplikasi pada daerah otonom lain

dengan beberapa penyesuaian.

Gambar 21. Diagram Rekayasa SPK Agroestat

Cakupan dari SPK Agroestat dibatasi pada subsistem infrastruktur, yaitu tentang

perhitungan penyediaan dan pengelolaan jaringan infrastruktur, sesuai kebutuhan

(demand) dan dana tersedia pada anggaran Pemerintah Daerah (APBD). Hal ini terjadi

147

karena subsistem yang lain tentang Pewilayahan, Bisnis, Pembiayaan, dan Manajemen

merupakan bagian dari pola Agroestat yang bersifat deskriptif.

Model terdiri dari tiga bagian utama, yaitu: sistem manajemen basis data, sistem

manajemen basis model, dan sistem manajemen dialog. SPK didesain dalam bentuk

software dengan menggunakan program Visual Basic 6.0.

Gambar 22. Diagram Alir Deskriptif – Pemilihan Strategi.

148

6.1.1 Sistem Manajemen Basis Model

Sistem manajemen basis model, yang didukung oleh beberapa submodel,

merupakan fasilitas yang digunakan sebagai penunjang pengambilan keputusan yang

berisi formula matematis. Model-model simulasi dilakukan dalam koridor kenaikan

minimal penghasilan petani. Basis model utama terdiri dari empat model simulasi guna

pemilihan strategi dan perhitungan hubungan keterkaitan antara besarnya peningkatan

irigasi oleh Pemerintah dengan potensi peningkatan demand, yaitu:

1) Model Pemilihan Strategi

Dengan mempelajari hasil Analisis Strategi Dasar Pengembangan Agroestat, maka

diperoleh altenatif strategi internal dan eksternal yang dimasukkan sebagai data

alternatif dari database. Penilaian, penentuan prioritas dan pemilihan strategi dasar

dilakukan dengan bantuan pakar. Kriteria data yang digunakan adalah sepuluh nilai

sesuai hasil pengolahan data dari Analisis Kebutuhan. Melalui scoring (pemberian

bobot kriteria) oleh pakar, maka seluruh alternatif strategi yang disusun dapat

disimpulkan dalam urutan prioritas strategi yang direkomendasikan. Proses ini

digambarkan dalam Gambar 22.

2) Model Perubahan Demand

Model Perubahan Demand adalah bagian dari SPK Agroestat untuk menghitung

peningkatan jaringan irigasi yang diperlukan berkenaan dengan antisipasi kenaikan

demand pada tahun-tahun mendatang (Gambar 23).

3) Model Perubahan Irigasi

Tingkat harga pasar bebas sangat terpengaruh oleh besarnya pasok (supply) yang

masuk ke pasar, yang berasal dari hasil produksi budidaya. Keseimbangan besarnya

pasok terhadap tingkat permintaan (demand) menciptakan keseimbangan harga alami

pada tingkat harga yang dikehendaki.

Untuk mengurangi fluktuasi produksi, maka penanaman pada musim hujan harus

dikurangi dan sebaliknya penanaman di musim kemarau harus ditingkatkan, yaitu

tercermin dari intensitas tanam oleh petani yang sangat tergantung dari luas lahan yang

149

beririgasi. Hal ini berarti dibutuhkan peningkatan jaringan irigasi yang sebenarnya telah

ada secara fisik namun tanpa air yang disalurkan, khususnya di musim kemarau.

Peningkatan jaringan irigasi berdampak pada intensitas tanam yang secara langsung

meningkatkan hasil produksi budidaya.

Gambar 23 : Diagram Alir Deskriptif – Perubahan Demand.

Model perubahan irigasi sebagai bagian dari SPK untuk menghitung kapasitas

perubahan demand yang dapat dilayani hasil dari peningkatan jaringan irigasi, untuk

150

dapat mencapai tingkat harga (stabil) yang dikehendaki. Fluktuasi produksi yang terjadi

pada periode bulanan diseimbangkan dengan pengendalian stok melalui fungsi gudang

(Gambar 24).

Gambar 24. Diagram Alir Deskriptif – Perubahan Irigasi.

151

4) Model Perubahan Irigasi Terbatas

Dalam kenyataan, walaupun dapat diprediksi tingkat demand yang akan terjadi

pada tahun bersangkutan serta diketahui besarnya lahan beririgasi yang diperlukan,

namun keterbatasan biaya yang dapat disediakan dalam Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah (APBD) seringkali terjadi. Melalui proses komputasi dengan metode

regresi dapat diperoleh hasil perhitungan tentang intensitas tanam yang dapat dicapai

serta tingkat harga yang akan terjadi. Melalui proses interaksi dengan pemasukan input

yang beragam dapat ditentukan tingkat/besarnya pasok (supply) yang masuk ke pasar,

yang berasal dari hasil produksi budidaya. Model memberi keleluasaan dengan

beberapa variabel yaitu tingkat permintaan (demand) dan luas lahan beririgasi yang

akan ditambahkan.

Model Perubahan Irigasi Terbatas sebagai bagian dari SPK untuk menghitung

tingkat harga yang terjadi akibat peningkatan jaringan irigasi yang ditentukan

berdasarkan ketersediaan dana pembangunan Pemerintah Daerah (Gambar 25).

6.1.2 Sistem Manajemen Basis Data

Sistem manajemen basis data merupakan komponen model pengelola data

meliputi fasilitas input, edit, hapus dan tampilan data. Model ini mencakup lima bagian

penanganan data, yaitu: basis data tata guna lahan dan infrastruktur, data perekonomian

wilayah, data potensi wilayah, data supply dan nilai tambah dalam agribisnis, dan data

kelembagaan.

6.1.3 Sistem Pengolahan Data Terpusat

Sistem pengolahan data terpusat berfungsi memadukan sistem manajemen basis

data dengan sistem manajemen basis model dalam sistem terintegrasi. Sistem

manajemen basis data dan sistem manajemen basis model bersifat komplemen dalam

sistem pengolahan data terpusat.

152

6.1.4 Sistem Manjemen Dialog

Sistem manajemen dialog adalah komponen yang dirancang untuk mengatur dan

mempermudah interaksi antara model (program komputer) dengan pengguna. Masukan

berupa parameter data dan pilihan skenario, sedangkan keluaran yang diberikan berupa

informasi dalam bentuk tabel dan pernyataan yang mudah dipahami.

Perhitungan menggunakan Metode Regresi Linear

Hasil :Perhitungan frekuensi tanam dan volume produksi budidayaTingkat keseimbangan harga yang terjadi

Selesai

Ya

Data luas lahan totalData produksi per hektarData tahunan :○ Data lahan tanam per bulan○ Data produksi per bulan○ Data harga per bulan

DATABASE

Mulai

Perhitungan dengan Metode Regresi Linear

FormulasiLuas lahan ber-irigasiFrekuensi tanam rata-rata

FungsiLuas lahan vs produksi

FungsiProduksi vs harga jual

Input manual :Prosentasi tambahan/peningkatan demand

Input manual :Prosentasi perubahan (kenaikan) keseimbangan harga per tahun

Input manual :Prosentasi tambahan jaringan irigasi - luas lahan

Anggaran Pendapatan

& BelanjaDaerah (APBD)

Keuntungan petani > 22% Tidak

Gambar 25. Diagram Alir Deskriptif – Perubahan Irigasi Terbatas.

153

6.2 Validasi Model

Model Agroestat dilengkapi dengan rekayasa Sistem Penunjang Keputusan (SPK)

yang memungkinkan untuk aplikasi pada suatu daerah otonom dengan beberapa

penyesuaian sesuai karakter khusus di daerah setempat. Rekayasa dilengkapi dengan

struktur data dan variable dengan mempertimbangkan aspek potensi sumberdaya lokal

pada suatu kawasan yang telah ada (given factor) menuju kepada tatanan ideal yang

dikehendaki (Gambar 26).

Pada bab ini model yang telah diuraikan pada Bab 5 serta dilengkapi dengan

diagram alir deskriptif untuk masing-masing akan diuji (validasi) dengan data nyata

yang diperoleh dari hasil penelitian lapang. Validasi model penelitian ini dilaksanakan

untuk daerah otonom Kabupaten Brebes, dengan komoditi unggulan hortikultura. Data

yang digunakan terutama berbentuk data sekunder, dilengkapi beberapa data primer.

Analisis Model Konseptual Pola Agroestat dan rancang bangun SPK untuk pemilihan dan perencanaan

bentuk subsidi pemerintah

Struktur faktor-faktor keberhasilan

dalam pengembangan Agroestat

ValidasiModel SPK Agroestatdi Kabupaten Brebes,

Jawa Tengah

Mulai

Selesai

1. Pola Rekayasa dan2. Faktor Penentu Keberhasilan

Pengembangan Agroestat

1. Teori Sistem2. Analisis Financial

Rekayasa Model SPK untuk subsidi pemerintah

(jaringan infrastruktur) dalam Pola Agroestat

1. Data kabupaten2. Analisis Financial3. Metoda Regresi

1. Dasar keterpaduan wilayah dalam tata ruang Kabupaten2. Formulasi peran pemerintah3. Struktur dan bentuk subsidi 4. Keterkaitan infrastuktur dan

penghasilan petani5. Kemandirian petani dan Lembaga

Keuangan Mikro6. Kelembagaan Badan Pengelolaan

SPK AgroestatRekayasaPola Agroestat

Gambar 26. Alur Pikir Rekayasa SPK Agroestat.

154

Dalam lingkup nasional, perimbangan supply-demand komoditi hortikultura

masih menunjukkan ketimpangan (Tabel 23), sehingga upaya peningkatan

produksi/pengadaan hortikultura merupakan upaya substitusi impor (import

substitution) yang perlu dilakukan dengan sungguh-sungguh untuk mencapai hal-hal

berikut ini:

1) Kontinyuitas produksi dalam jumlah dan kualitas yang memadai.

2) Mutu yang sesuai standar konsumsi masyarakat yang hanya dapat dicapai dengan

mengurangi penggunaan pestisida, herbisida, fungisida, maupun insektisida,

sehingga sehat secara lingkungan.

3) Harga bersaing pada tingkat internasional, sehingga mampu bersaing dengan

negara-negara tropis penghasil komoditi hortikultura yang lainnya.

Tabel 23 Volume Ekspor/Impor Niaga Bawang Merah.

Tahun 2002 2003 2004

Konsumsi per kapita kilogram 2.20 2.20 2.19

Jumlah penduduk juta orang 231.40 234.90 238.45

Total konsumsi ribu ton 509.08 516.78 522.21

Jumlah produksi ribu ton 482.96 479.57 477.92

Ekspor ton 6,816 5,402 4,637

Impor ton 32,929 42,608 48,927

Net Ekspor (Impor) ton (26,113) (37,206) (44,290)

% -5.13% -7.20% -8.48% Sumber : BPS (2005) – (diolah)

Peta produksi bawang merah di Indonesia (Gambar 27) menunjukkan bahwa

pangsa produksi (1999) terbesar terletak di wilayah Brebes dan daerah sekitarnya

(48%), dimana Kabupaten Brebes sendiri menghasilkan 27.38% (atau 57.04% dari

wilayah Brebes). Hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten Brebes mempunyai peran

utama dalam perdagangan bawang merah di Indonesia, artinya kegagalan panen di

Brebes berakibat fatal pada volume impor yang melimpah dan sebaliknya, keberhasilan

peningkatan hasil budidaya (kualitas dan kuantitas) di Brebes mampu menangkal impor

bahkan meningkatkan ekspor bawang merah. Secara umum di Indonesia, petani-petani

155

dengan lahan sehamparan mendominasi produksi (budidaya), namun pemasaran, proses,

dan kegiatan ekspor/impor komoditi dikuasai oleh pengusaha dan perusahaan besar di

kota besar Jakarta dan Surabaya (Spencer dan Quane, 1999). Rantai usaha agroindustri

dalam alur niaga bawang merah dapat dilihat pada Tabel 18 di atas. Dapat disimpulkan

bahwa pemilihan bawang merah sebagai komoditi unggulan Kabupaten Brebes sudah

tepat karena perannya tidak terbatas pada kepentingan lokal tetapi juga regional maupun

nasional.

6.2.1 Industri Pasca Panen Bawang Merah

Industri pasca panen bawang merah merupakan peluang untuk mengalihkan

sebagian dari nilai tambah yang ada di subsektor agroindustri (industri) ke subsektor

usahatani (pertanian). Pengolahan bawang merah yang dilakukan oleh petani dengan

proses yang sederhana dan biaya investasi yang rendah memberi nilai tambah serta

peningkatan pendapatan petani secara nyata. Dalam kenyataan di lapangan, hal ini telah

diserukan oleh petugas penyuluhan namun masih sangat sedikit petani yang melakukan

diversifikasi kepada usaha industri rumah tangga. Umumnya hal ini diakibatkan oleh

tidak tersedianya modal investasi yang dibutuhkan.

Kandungan air bawang merah mencapai 80-85% menyebabkan bawang merah

bersifat bulky dan mudah rusak. Kadar air ini dapat mengalami penyusutan sekitar 10-

15% bergantung pada lamanya waktu penyimpanan. Penurunan kadar air dalam jumlah

yang lebih besar dapat terjadi bilamana bawang merah masih belum cukup matang saat

dipanen atau banyak mengalami kerusakan selama penjemuran dan pengangkutan. Oleh

karena itu bawang merah memerlukan penanganan pasca panen terutama dalam hal

pengolahannya sehingga produk bawang merah bisa didapat setiap saat dengan harga

yang stabil. Penanganan dan pengolahan pasca panen tersebut bertujuan untuk

mempertahankan mutu bawang merah sebelum dikonsumsi, dilakukan melalui

diversifikasi produk olahan (Rismunandar, 1989).

156

Propinsi %

Jawa Tengah 30.09%

Jawa Timur 28.50%

Jawa Barat 15.66%

Nusa Tenggara Barat 10.79%

Sumatera Utara 3.31%

DI Yogyakarta 3.23%

Sulawesi Selatan 2.38%

B a l i 1.64%

Sumatera Barat 1.06%

Nanggroe Aceh Darussalam 0.82%

NAD 0.82%

Sumatera Barat 1.06%

Sumatera Utara 3.31%

Jawa Barat 15.66%

Jawa Tengah 30.09% Jawa Timur

28.50%

Bali 1.67%

NTB 10.79%

DIY 3.28%

Sulsel 2.38%

Sulteng 0.58% Peta per Propinsi (2003)

48% 1.19%

1

2

3

94

7

6 5

8

12

1311

10

17

15

2014

16

19

2.35%

4.95% 22

19.65%

16.64%

2.53%

1.49%

1821

Brebes,Tegal, Slawi dan Sekitarnya

Kendal

Bandung & Garut

Pati

Nganjuk & sekitarnya

Bantul & Kulon Progo

Probolinggo & Situbondo

Pemekasan & Sampang

Peta per Kabupaten (1999)

Gambar 27. Peta Produksi Bawang Merah di Indonesia

157

Beberapa penanganan pasca panen bawang merah yang sudah dikenal masyarakat

diantaranya pengeringan umbi bawang merah dengan sinar matahari atau alat pengering

dan pengeringan irisan bawang merah dengan roasting. Pada dasarnya dalam proses

pengeringan terjadi penguapan air dengan tujuan untuk mengurangi kadar air sampai

batas terhambat atau terhentinya perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzimatis

yang dapat menyebabkan kebusukan.

Bawang merah dapat diproses menjadi bermacam-macam produk olahan yang

dapat memperpanjang umur simpannya. Industri pengolahan bawang merah yang ada di

Kabupaten Brebes adalah:

a. Industri bawang goreng merupakan industri mikro dengan lokasi tersebar di

Kecamatan Brebes, Wanasari, Jatibarang, Bulakamba dan Kersana. Industri ini

berproduksi secara besar-besaran pada saat panen raya atau saat harga bahan baku

murah, sementara bila harga bahan baku mahal hanya untuk memenuhi pesanan

bahkan tidak berproduksi.

b. Industri acar bawang merah merupakan industri sedang berskala ekspor milik PT.

Zeta Agro yang berlokasi di Kecamatan Paguyangan, daerah Brebes Selatan.

Tidak ada keterkaitan (kerjasama) antara industri bawang goreng dengan petani

budidaya. Tampak dari kenyataan bahwa bila harga bawang merah tinggi petani lebih

suka menjual langsung kepada pengumpul/bakul. Petani biasanya meminta harga yang

tinggi pada pengusaha agroindustri bawang merah sehingga bahan baku selama ini

diperoleh dari pengumpul atau pasar.

1) Industri Bawang Merah Goreng

Bawang merah goreng merupakan salah satu bumbu yang penting untuk

melengkapi kelezatan citarasa dengan cara ditabur pada berbagai masakan tradisional

Indonesia. Bawang merah goreng juga merupakan pelengkap dalam masakan siap

santap seperti mie instan, mie goreng, dan nasi goreng.

Di Kabupaten Brebes terdapat beberapa industri bawang goreng dengan skala

industri mikro atau industri rumah tangga. Menurut catatan Dinas Perindustrian

setempat, ada 16 pengrajin usaha bawang goreng dengan produksi antara 20-600

158

kg/bulan, sedangkan total produksi di Kabupaten Brebes mencapai 4,260 kg per bulan

atau 51,120 kg per tahun.

Para pengrajin usaha bawang goreng ini mempunyai suatu (lembaga) asosiasi

yang bernama Asosiasi Pengusaha Bawang Goreng Kabupaten Brebes, namun belum

berjalan dengan efektif. Pemasaran produk dilakukan oleh masing-masing pengusaha

tanpa bantuan dari Asosiasi. Kegiatan Asosiasi selama ini hanya melakukan transfer

informasi mengenai teknologi dan harga.

Tabel 24 Komponen Biaya Industri Bawang Goreng (kapasitas 1.000 kg/bulan)

Uraian Jumlah Unit

Bahan baku utamaBawang Merah 3000 kg

Bahan baku pendukungTepung sagu 300 kgTepung beras 150 kgMinyak Goreng 200 kgMinyak Tanah 600 literPlastik kemasan & label 1 paket

Tenaga kerjaPengupasan (borongan) 3000 kgTenaga kerja pembantu 4 orang

Biaya tidak langsungTranspor 25,000 rupiah/hariListrik dan air 1,000 rupiah/hari

Biaya penyusutan alat dihitung Sumber: DPPPM Kab. Brebes (2006) – (diolah)

Sebagai gambaran, salah satu industri rumah tangga bawang goreng yang ada di

kota Brebes setiap bulan membutuhkan 3,000 kg bawang mentah yang akan diproses

menjadi 1,050 kg bawang goreng. Tenaga kerja yang digunakan hanya sebagai tenaga

pengupas dengan upah Rp.600 per kg, sedangkan pekerjaan perajangan dan

penggorengan dilakukan oleh keluarga sendiri.

Mesin untuk pembuatan bawang goreng terdiri dari mesin perajang, mesin peniris

air dan minyak dan penggorengan dengan bahan bakar minyak tanah, sedangkan

pemasaran produk dijual ke Tegal, Brebes, Slawi dengan sistem konsinyasi. Khusus

159

untuk pembeli dari daerah luar kota (Boyolali/ Pekalongan) penjualan menggunakan

sistem tunai untuk mengurangi biaya penagihan. Para pembeli dari dalam dan luar kota

datang dua minggu sekali dengan membawa barang 100-200 kg bawang goreng yang

telah dikemas dalam kemasan 1 kg dengan harga Rp.25,000 per kemasan.

Tabel 25 Investasi Mesin dan Peralatan Industri Bawang Goreng (kapasitas 1.000 kg/bulan)

Harga Total Harga PenyusutanRupiah Rupiah Tahun

MesinMesin pengiris bawang 1 buah 10,000,000 10,000,000 10Mesin sealer kemasan 1 buah 5,000,000 5,000,000 10Mesin peniris air 2 buah 5,000,000 10,000,000 10Mesin peniris minyak 2 buah 5,000,000 10,000,000 10Mesin penggorengan 2 buah 1,000,000 2,000,000 5

PeralatanSusruk 4 buah 50,000 200,000 5Serok 4 buah 100,000 400,000 5Baskom besar 4 buah 100,000 400,000 5Ember 5 buah 50,000 250,000 5Timbangan 1 buah 1,500,000 1,500,000 5Alat sortasi 2 buah 500,000 1,000,000 5Metal detektor 1 buah 25,000,000 25,000,000 10Kompor brader 2 buah 800,000 1,600,000 5

Ruang kerjaSewa bangunan 500 m2/tahun 5,000,000 5,000,000 1

Uraian Jumlah Unit

Sumber: Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Penanaman Modal Kab. Brebes (2005) – (diolah)

a. Net Present Value (NPV)

Metoda ini menghitung selisih antara nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang

surplus (defisit) operasional kas bersih di masa yang akan datang. Untuk menghitung

nilai sekarang tersebut harus ditentukan tingkat diskonto (discount factor) yang

relevan. Kriteria umum adalah apabila akumulasi nilai sekarang dari arus kas bersih lebih

besar di masa yang akan datang daripada nilai sekarang investasi, maka dikatakan Net

Present Value (NPV) proyek tersebut positif berarti menguntungkan (Tabel 26). Hal ini

berarti, berdasarkan kriteria NPV, industri bawang merah goreng layak untuk dijalankan,

karena akan memberikan keuntungan bagi investor.

b. Internal Rate of Return (IRR)

Perhitungan Internal Rate of Return (IRR) digunakan untuk menunjukkan tingkat

bunga yang dapat dipikul oleh proyek/investasi tertentu. Tingkat IRR yang lebih

160

besar dari tingkat suku bunga menunjukkan bahwa proyek ini dapat diterima dan

layak untuk dijalankan, karena menguntungkan (Tabel 26).

c. Net Benefit-Cost Ratio (B/C Ratio)

Dengan nilai Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) lebih besar dari 1 (satu) ini

memberikan informasi bahwa proyek ini layak diterima karena menguntungkan. Net

B/C 1.282 yang diperoleh dapat diartikan bahwa tiap pengeluaran sebesar Rp. 1 akan

memberikan manfaat sebesar Rp. 1,282 (Tabel 26).

d. Break Even Point (BEP)

Break Even Point adalah kriteria yang mengukur besar volume produk yang harus

diproduksi atau dijual, hingga dicapai suatu titik di mana tingkat keuntungan dan

biaya adalah sama. Perincian mengenai analisis Break Even Point dari industri bawang

merah goreng pada berbagai kapasitas dapat dilihat pada Tabel 26.

e. Payback Period (PBP)

Metoda Payback Period memberikan gambaran pada investor seberapa cepat proyek ini

mengembalikan investasi yang tertanam. Satuan yang digunakan adalah waktu (tahun).

Berdasarkan kriteria kelayakan investasi ini, dapat dilihat bahwa dari sisi Payback Period

industri bawang merah goreng adalah layak (Tabel 26).

Apabila industri bawang merah goreng ini direalisasikan maka petani bawang merah

akan terjamin harga jualnya dan hasil panennya. Hasil perhitungan PBP pada berbagai

kapasitas dapat dilihat pada Tabel 26.

2) Acar Bawang Merah

Di Kabupaten Brebes terdapat industri acar bawang merah yang merupakan

industri sedang berskala ekspor milik PT. Zeta Agro yang terletak di Kecamatan

Paguyangan, daerah Brebes Selatan. Produk acar bawang merah ini merupakan usaha

agroindustri yang menguntungkan karena biaya produksinya tidak mahal, dan

penampilan produk cukup menarik.

161

Tabel 26 Hasil analisis kelayakan industri bawang goreng pada berbagai kapasitas

Kriteria Investasi

Kapasitas (kg/hari)

NPV (Rp)

IRR (%)

PBP (tahun)

BEP (kg)

ROI (%) NET B/C

200 196,637,335 35.89% 2.73 2,055.42 8.62% 1.109

250 414,023,893 47.09% 2.25 1,823.29 12.30% 1.155

300 631,410,450 54.86% 1.99 1,779.24 14.95% 1.189

350 848,797,008 60.72% 1.83 1,802.72 16.94% 1.214

400 1,066,183,566 65.33% 1.72 1,858.07 18.50% 1.234

450 1,283,570,124 69.08% 1.64 1,930.96 19.76% 1.249

500 1,500,956,681 72.20% 1.57 2,014.56 20.78% 1.262

550 1,718,343,239 74.83% 1.53 2,105.15 21.64% 1.273

600 1,935,729,797 77.08% 1.49 2,200.58 22.37% 1.282

Asumsi : kenaikan biaya variabel 15% per tahun dan kenaikan harga jual 10% per tahun

3) Oleoresin Bawang Merah

Pembuatan oleoresin bawang merah yang berasal dari bawang merah segar

merupakan salah satu upaya untuk mempertahankan kualitas aroma dan memperpanjang

daya simpan serta lebih menguntungkan karena lebih mudah dan praktis dalam

pengemasan dan penyimpanan. Oleoresin merupakan ekstrak kental yang mengandung

resin dan minyak atsiri ysng dapat dihasilkan melalui ekstraksi dengan pelarut dan

mengandung semua senyawa penyusun flavor yang larut dalam pelarut organik khusus.

Pelarut ini dapat dipisahkan dengan cara diuapkan.

4) Pasta Bawang Merah

Produk pasta bawang merah dimanfaatkan sebagai bumbu masakan dengan

pengemasan yang lebih praktis dan daya simpan yang cukup lama. Menurut Hanas

(1993), masalah utama yang dihadapi oleh produk yang mengandung lemak adalah

terjadinya proses oksidasi, karena hal ini dapat menyebabkan perubahan pada rasa,

aroma, warna, dan kekentalan tekstur produk. Untuk mencegah terjadinya oksidasi pada

produk pasta bawang merah maka perlu ditambahkan bahan antioksidan.

162

5) Tepung Bawang Merah

Salah satu pemanfaatan bawang merah yang paling umum adalah berbentuk

bubuk atau tepung yang diperoleh dengan cara penghancuran bawang merah kering.

Selain itu bubuk bawang merah dapat juga dibuat dengan mengeringkan ekstrak bawang

(Reinneccius, 1994). Tepung bawang merah merupakan salah satu alternatif untuk

meningkatkan daya simpan bawang merah, sehingga proses pengemasan dan

penyimpanan menjadi lebih mudah dan praktis.

6.2.2 Tingkat Laba Usaha

1) Metode Penilaian Tingkat Laba Usaha

Penilaian hasil usaha petani biasanya dilakukan secara sederhana sehingga mudah

untuk dimengerti oleh petani dengan metode cash-basis. Analisis keuangan dan

ekonomi menggunakan asumsi bahwa harga merupakan gambaran nilai (value).

Posisi distribusi tingkat keuntungan yang diperoleh oleh masing-masing pelaku

utama dalam agribisnis bawang merah di Kabupaten Brebes saat ini digambarkan dalam

Tabel 27 yang menunjukkan beberapa hal sebagai berikut:

a. Petani benih telah mendapatkan tingkat keuntungan yang memadai yaitu 22%.

b. Petani budidaya merupakan pelaku dengan tingkat keuntungan yang terendah (10%)

dengan resiko yang terbesar, selain pengorbanan dan upaya fisik yang berat dan

kurun waktu yang panjang.

c. Tengkulak memperoleh tingkat keuntungan yang besar (29%) dan Pedagang Besar

(7%) atau Industri (16%) dirasa sangat memadai.

Pengaturan pasar melalui subsidi secara tidak langsung dari Pemerintah

Kabupaten, berupa peningkatan jaringan irigasi maupun pengendalian tingkat pasokan

pada pasar harus diupayakan untuk perolehan tingkat keuntungan petani menjadi setara

dengan petani benih sekurang-kurangnya sebesar 22%.

Variabel penting yang diperhitungkan dan harus diupayakan adalah harga jual,

Masyarakat konsumen (pembeli non lembaga) di Indonesia sangat mengutamakan harga

dari pada kualitas, hanya 5% pembeli yang menilai kualitas lebih daripada harga

(Spencer dan Quane, 1999).

163

Tabel 27 Struktur Distribusi Keuntungan dalam Rantai Agribisnis Bawang Merah

Uraian Benih Budidaya Tengkulak Pedagang Industri

Jumlah produksi (kg) 4,500 25,000 25,000 22,500 22,500

Penyusutan (kg) 500 2,500 1,125Produksi bersih (kg) 4,000 25,000 22,500 21,375

Harga jual per kg (Rupiah) 8,000 3,275 5,300 6,000Hasil penjualan (Rupiah) 32,000,000 81,875,000 119,250,000 128,250,000 201,250,000

Biaya Produksi 26,286,800 74,599,000 82,955,000 122,082,000

Retribusi 200,000 27,000Biaya Bongkar 816,000

Biaya Angkut 1,200,000 2,465,000Biaya Produksi Total 26,286,800 74,599,000 85,171,000 119,590,000 173,262,500

Laba (Rupiah) 5,713,200 7,276,000 34,079,000 8,660,000 27,987,50022% 10% 29% 7% 16%

Sumber : DPKKT, DPPPM Kab. Brebes (2006) – (diolah)

Analisis Kelayakan Budidaya Bawang Merah

Seperti hal nya pada industri bawang merah goreng, kriteria penilaian investasi

yang dipakai dalam penentuan kelayakan budidaya bawang merah adalah NPV, IRR,

PBP, Net B/C Ratio, ROI dan BEP. Hasil perhitungan biaya produksi dan hasil

penjualan bawang merah selama sepuluh tahun dengan peningkatan frekuensi tanam

pada tahun keenam dapat dilihat pada Tabel 28.

Dari perhitungan arus kas selanjutnya dilakukan analisis finansial untuk

mengetahui kelayakan usaha budidaya tersebut. Asumsi yang digunakan untuk

penentuan kelayakan usaha ini adalah perbandingan modal sendiri dengan pinjaman

sebesar 30:70 (dalam prosentasi). Hal ini dilakukan berdasarkan hasil penelitian lapang

yang menyatakan petani budidaya masih menggunakan modal pinjaman (Tabel 29).

Berdasarkan hasil analisis, usaha budidaya bawang merah selama sepuluh tahun

ke depan akan memberikan keuntungan bagi petani. Hal ini dapat dilihat dari nilai NPV

yang positif, IRR lebih besar dari bunga bank yang berlaku dan PBP yang cukup

singkat. B/C rasio menghasilkan nilai 1.08, ini artinya setiap biaya yang dikeluarkan

oleh petani sebesar Rp. 1.00 akan memberikan manfaat sebesar Rp.1.08.

164

Tabel 28 Rekapitulasi Perhitungan Usaha Budidaya Bawang Merah

Tahun ke -

Frekuensi tanam (kali/th)

Biaya produksi (Rp/th)

Hasil produksi

(kg/th)

Hasil penjualan

(Rp/th)

1 2.00 81,499,910 25,000 95,625,000

2 2.00 90,347,828 25,000 105,187,500

3 2.00 100,772,546 25,000 115,706,250

4 2.00 113,010,584 25,000 127,276,875

5 2.00 127,333,940 25,000 140,004,563

6 3.00 214,533,368 37,500 231,007,528

7 3.00 246,248,448 37,500 254,108,281

8 3.00 266,066,752 37,500 279,519,109

9 3.00 288,857,803 37,500 307,471,020

10 3.00 315,067,511 37,500 338,218,122 Asumsi : kenaikan biaya variabel 15% per tahun dan kenaikan harga jual 10% per tahun

Tabel 29 Hasil Analisis Finansial Usaha Tani Bawang Merah

Input Bunga bank Modal sendiri Pinjaman

18 %30%70%

Output NPV (Rp) IRR (%) PBP (tahun) B/C Rasio ROI (%) BEP (kg produksi)

76,547,018.1444.872.781.087.55

8,474

2) Perkembangan luas sawah, produksi budidaya, dan harga jual

Luas lahan bawang merah berfluktuasi dari bulan ke bulan, sesuai dengan musim

tanamnya, sebagaimana tampak pada Gambar 28. Oleh karena itu pula maka produksi

dan harga bawang merah juga berfluktuasi seperti pada Gambar 29 dan Gambar 30.

Data luas sawah budidaya di Kabupaten Brebes saat ini adalah sebagai berikut:

Total luas sawah budidaya (a) 9,502 hektar Luas sawah beririgasi (b0) 6,405 hektar Sawah yang perlu peningkatan 3,097 hektar

165

Frekuensi tanam (f) kali / tahun Saat ini 2.35 kali / tahun Maksimum 3.00 kali / tahun

Luas panen per tahun (saat ini) (c) 22,313 hektar Luas lahan dengan irigasi tambahan (b1) sesuai program hektar

Dari data di atas dimana total luas sawah budidaya (a) = 9,502 hektar (angka tetap) dan

frekuensi tanam (f) ditetapkan maksimum = 3.00 maka dapat dihitung keterkaitan

peningkatan jaringan irigasi terhadap frekuensi tanam dalam rumus sebagai berikut:

(b0 + b1) = a (1)

c = 2.a = 2 ((b0 + b1) (2)

sehingga:

abbaf

10 22 ++= (3)

dimana : a = total luas lahan (hektar) b0 = luas lahan dengan irigasi yang telah ada (hektar) b1 = luas lahan dengan irigasi tambahan (hektar) f = faktor frekuensi tanam

-1,000

2,0003,0004,000

5,0006,000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

bulan

hekt

ar

2003

2004

2005

Gambar 28. Grafik Luas Lahan Bawang Merah di Kabupaten Brebes (2003 – 2005)

3) Keterkaitan Luas Lahan, Produksi Budidaya, dan Harga Jual

Keterkaitan antara luas lahan tanam, besarnya produksi, dan harga pasar bawang

merah yang terjadi, diambil dari data tahun 2003 – 2005 tampak dalam Tabel 32. Fungsi

keterkaitan luas lahan terhadap produksi (Gambar 31) dan fungsi keterkaitan antara

166

produksi dengan harga (Gambar 32) dapat diformulasi dengan program Curve Expert

1.3 sebagai berikut:

-

10,000

20,000

30,000

40,000

50,000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

bulan

ton

2003

2004

2005

Gambar 29. Grafik Produksi Bawang Merah di Kabupaten Brebes (2003 – 2005)

-2,0004,0006,0008,000

10,00012,00014,000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

bulan

rupi

ah

2003

2004

2005

Gambar 30. Grafik Fluktuasi Harga Bawang Merah di Kabupaten Brebes (2003 – 2005)

Luas lahan (hektar)

Prod

uksi

(ton)

22.1 891.3 1760.4 2629.6 3498.7 4367.9 5237.0143.70

7781.50

15419.30

23057.10

30694.90

38332.70

45970.50

Gambar 31. Keterkaitan antara Luas Lahan dengan Produksi Bawang Merah.

Linear Fit :

a = -31.275b = 7.589

bxay +=

σ = 3281.198, r = 0.945

167

Harga (rupiah)

Prod

uksi

(ton

)

95.0 2382.5 4670.0 6957.5 9245.0 11532.5 13820.0143.70

7781.50

15419.30

23057.10

30694.90

38332.70

45970.50

Gambar 32. Keterkaitan antara Produksi dengan Harga Bawang Merah (2003 – 2005).

Besarnya prosentasi peningkatan jaringan irigasi, yang kemudian bisa

diterjemahkan dalam luas lahan beririgasi tambahan yang dilaksanakan memberikan

dampak terukur bagi besarnya pasokan ke pasar yang tersedia serta harga yang terjadi.

Karena penambahan pasokan selalu berakibat pada penurunan harga mengikuti fungsi

hiperbolis.

4) Peran Gudang dalam Mengatasi Fluktuasi Produksi

Perubahan jumlah produksi menurun tajam pada musim kemarau dan meningkat

pada musim penghujan (Gambar 29 dan Tabel 32). Hal itu disebabkan terutama pada

ketergantungan petani terhadap pengairan asal hujan, karena tidak cukup tersedianya

jaringan irigasi. Dengan adanya peningkatan jaringan irigasi, maka diharapkan fluktuasi

tidak tajam, namun harus dipahami adanya fluktuasi oleh sebab-sebab yang lain. Oleh

karena itu tetap diperlukan penyediaan gudang dalam jumlah yang cukup untuk

menghindari terjadinya pasokan yang berlebihan (over supply) yang berakibat fluktuasi

harga jual.

Pada saat ini telah tersedia sebanyak 12 buah gudang di Kabupaten Brebes yang

tersebar pada sentra-sentra produksi. Namun gudang yang ada ini belum dimanfaatkan

secara optimum, sehingga perlu diadakan evaluasi, sosialiasai, dan penyederhanaan

penggunaan gudang oleh masyarakat petani.

MMF Model :

a = 53053.182b = 848595.090c = 335.507d = 1.794

d

d

xbcxaby

++

=

σ = 3941.292. r = 0.926

168

Tabel 30 Profil Kabupaten Brebes

Pendapatanper Kapita

Rupiah Luas Jumlah Total Per km2 Petani Buruh tani Non SD SD SLTP SLTA SarjanaHa Desa

Brebes 1,031,121 8,230 23 155,550 1,890 18,051 31,931 25% 36% 16% 18% 5%

Jatibarang 1,271,680 3,348 22 79,871 2,386 9,188 15,224 26% 46% 17% 10% 2%

Songgom 597,973 5,072 10 73,474 1,449 21,764 26,426 35% 39% 13% 11% 2%

Wanasari 660,770 7,226 20 132,956 1,840 22,218 31,983 33% 44% 12% 9% 2%

Bulukamba 890,770 10,155 19 156,055 1,537 27,750 65,783 23% 49% 15% 12% 1%Tanjung 1,374,874 6,819 18 90,967 1,334 15,942 24,918 41% 39% 12% 7% 1%

Losari 728,335 8,943 22 122,422 1,369 15,671 33,921 31% 47% 13% 8% 1%

Kersana 481,595 2,523 13 58,766 2,329 7,379 21,362 35% 43% 13% 7% 2%

Banjarharjo 766,705 14,025 25 115,464 823 26,139 26,867 20% 48% 26% 5% 1%

Ketanggungan 1,026,214 14,907 21 130,540 276 31,850 30,040 34% 48% 10% 6% 1%

Larangan 711,408 16,468 11 135,864 825 33,391 31,850 37% 45% 12% 5% 1%

Tonjong 1,008,900 8,126 14 68,354 841 9,604 17,391 31% 41% 18% 9% 2%Sirampog 1,035,135 6,703 13 60,732 906 11,573 15,713 35% 41% 14% 8% 2%

Paguyangan 1,584,359 10,494 12 91,841 875 12,212 20,514 33% 44% 14% 8% 1%

Bumiayu 1,414,546 7,369 15 99,947 1,356 13,889 13,504 19% 57% 12% 9% 2%

Bantarkawung 887,800 20,500 18 91,609 447 25,389 21,360 18% 67% 8% 5% 1%

Salem 1,260,391 15,209 21 55,512 365 13,763 8,161 27% 56% 10% 6% 2%

PendidikanKecamatan Jumlah Penduduk PekerjaanPemerintahan Kependudukan dan Pendidikan

169

Sebagai gambaran dari kondisi gudang (tipikal) yang telah ada sekarang serta

kebutuhan tambahan gudang dapat digambarkan dalam Tabel 31. Pengendalikan tingkat

pasokan hasil budidaya masih dibutuhkan minimal 6 buah gudang tambahan. Tingkat

penggunaan dilaksanakan secara bertahap, diawali dengan optimasi penggunaan 12

buah gudang yang telah tersedia. Tahap selanjutnya disesuaikan dengan perkembangan

kesadaran petani terhadap Agroestat dengan penambahan maksimal 61 buah sampai

secara keseluruhan berjumlah 73 buah gudang.

Tabel 31 Perhitungan Kebutuhan Fasilitas Gudang Bawang Merah

Sumber: DPKKT Kab. Brebes (2005) – (diolah)

6.2.3 Model Perubahan Demand

Model perubahan demand dibangun sebagai bagian dari SPK Agroestat bertitik

tolak dari antisipasi kenaikan demand pada tingkat tertentu pada tahun yang

bersangkutan yang dikaitkan dengan peningkatan jaringan irigasi yang diperlukan untuk

dapat mencapai hasil produksi yang dibutuhkan. Model menggunakan data dan

persamaan yang telah dikembangkan pada uraian di atas dengan alur pemikiran sistem

sebagaimana dicantumkan pada Gambar 23, sebagai berikut:

1) Administrator program SPK memasukkan data yang relevan pada Sistem

Manajemen Basis Data (Database).

2) Pengguna memasukkan melalui mekanisme input manual tentang perkiraan

perubahan demand pada tahun mendatang, bisa dalam prosentasi (%) atau angka.

Jumlah Satuan

Produksi rata-rata 13,123 ton / bulanUsia simpan 3 bulanRasio penyimpanan 25%kapasitas gudang dibutuhkan

minimal 1,094 tonmaksimal 4,374 ton

Gudang yang ada 12 buahKapasitas gudang yang ada 60 ton/buah

720 ton totalKebutuhan gudang tambahan

minimal 6 buahmaksimal 61 buah

Produksi Budidaya (2003 - 2005)

170

3) Dari proses akan diketahui frekuensi tanam, volume produksi budidaya, serta tingkat

keseimbangan harga jual bawang merah yang terjadi.

4) Hasil proses diuji dengan tingkat keuntungan petani budidaya yang harus mencapai

sama dengan atau lebih besar dari 22%. Bila hal ini tidak dapat dicapai, maka proses

akan diulang dengan input manual yang lain.

Berdasarkan asumsi dan kondisi Kabupaten Brebes serta perkiraan perubahan

demand sebesar 10% per tahun maka kebutuhan peningkatan jaringan irigasi masing-

masing tahun sebagaimana tampak dalam Tabel 33. Dengan demikian, pengaruh lebih

lanjut terhadap penghasilan petani sebagaimana tampak pada Tabel 35, sebagai berikut :

1) Nilai keuntungan yang diperoleh petani sebesar Rp.13,886,086 meningkat menjadi

Rp.23,249,673 per tahun per hektar pada tahun ke empat atau setara dengan

peningkatan rata-rata sebesar 13.79% per tahun.

2) Hal di atas dicapai karena harga jual bawang merah dapat ditingkatkan melalui

pengendalian produksi hasil budidaya, dari Rp.3,825.59 menjadi Rp.4,650.03 pada

tahun ke empat.

6.2.4 Model Perubahan Irigasi

Model perubahan irigasi dibangun sebagai bagian dari SPK Agroestat dengan

mengkaitkan hasil peningkatan jaringan irigasi (tertentu) untuk mengantisipasi kenaikan

demand yang dapat ditampung pada tahun yang bersangkutan. Model ini menggunakan

data dan formula yang telah dikembangkan pada uraian di atas.

Alur pemikiran sistem berlangsung sebagaimana dicantumkan pada Gambar 24

sebagai berikut:

1) Administrator program SPK memasukkan data yang relevan pada Sistem

Manajemen Basis Data (Database).

2) Administrator program SPK memasukkan data yang relevan pada Sistem

Manajemen Basis Data (Database).

3) Pengguna memasukkan melalui mekanisme input manual tentang tambahan

peningkatan jaringan irigasi, dalam prosentasi (%) atau angka, yang akan

dilaksanakan pada tahun mendatang sesuai dengan perkiraan perubahan demand.

171

Tabel 32 Daftar Luas Lahan, Produksi, dan Harga Bawang Merah 2003 – 2005

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember

Luas lahan (hektar)2003 904 609 269 3,021 4,781 1,845 1,688 362 542 1,729 2,195 2,367 2004 1,162 1,083 505 4,289 2,277 2,344 1,116 221 831 721 2,867 2,364 2005 628 424 1,077 3,619 2,942 2,022 2,222 335 1,133 3,605 3,285 1,021

Produksi (ton)2003 6,533 3,961 1,458 19,518 41,922 14,187 13,663 2,355 3,721 6,998 17,305 24,882 2004 9,406 7,890 3,496 27,711 18,949 19,507 9,033 1,437 5,705 2,605 22,603 24,850 2005 4,539 2,758 6,538 23,382 24,483 16,827 19,465 2,179 8,712 16,637 27,288 9,917

Harga (rupiah)2003 7,500 11,500 12,250 3,000 950 3,500 3,500 12,250 11,500 4,400 3,300 2,750 2004 4,000 6,500 11,500 2,000 3,000 3,000 4,000 12,250 8,500 12,650 2,750 2,750 2005 9,500 12,250 7,500 2,500 2,500 3,500 3,000 12,250 5,500 2,750 2,200 4,400

Sumber : DPKKT Kab. Brebes (2006)

172

Tabel 33 Perhitungan Kebutuhan Luas Lahan dengan Perubahan Demand Bawang Merah sebesar 10% per tahun

Luas Lahan Sawah Frekuensi Proyeksi Tambahan Luas Tahun Irigasi Non-Irigasi Tanam Perubahan Demand Lahan Dibutuhkan Akum

hektar hektar % ton / tahun hektar % hektar

saat ini 5.603,35 3.899,14 2,1793 156.782

1 6.636,34 2.866,15 2,3968 10,00% 172.460 1.033 18,44% 1.033

2 7.772,62 1.729,87 2,6359 10,00% 189.706 1.136 17,12% 2.169

3 9.022,54 479,95 2,8990 10,00% 208.677 1.250 16,08% 3.419

4 9.502,49 0,00 3,0000 3,49% 215.961 480 5,32% 3.899

Tabel 34 Perhitungan Demand Bawang Merah melalui Peningkatan Luas Lahan sebesar 10% per tahun

Luas Lahan Sawah Frekuensi Perubahan Produksi Tahun Irigasi Non-Irigasi Tanam

Perubahan Irigasi Produksi Tambahan Akum

hektar hektar % hektar ton / tahun ton % ton

saat ini 5.603,35 3.899,14 2,1793 156782

1 6.163,69 3.338,80 2,2973 10,00% 560,34 165.287 8.505 5,42% 8.505

2 6.780,06 2.722,43 2,4270 10,00% 616,37 174.641 9.355 11,39% 17.859

3 7.458,06 2.044,43 2,5697 10,00% 678,01 184.932 10.290 17,95% 28.150

4 8.203,87 1.298,62 2,7267 10,00% 745,81 196.251 11.320 25,17% 39.469

5 9024,25 478,24 2,8993 10,00% 820,39 208.703 12.451 33,12% 51.921

6 9502,49 0,00 3,0000 5,30% 478,24 215.961 7.259 0,00% 59.179

173

Tabel 35 Peningkatan Keuntungan Petani Budidaya Pertanian (1)

Rupiah/tahun kenaikan

Saat ini 3,825.59 16,499 13,886,086

1 4,016.87 18,149 16,038,430 15.5%

2 4,217.71 19,964 18,524,386 15.5%

3 4,428.60 21,960 21,395,666 15.5%

4 4,650.03 22,727 23,249,673 8.7%

Tahun Harga/kg Produksi/haKeuntungan/tahun/hektar

4) Dari proses akan diketahui frekuensi tanam, volume produksi budidaya, serta

perubahan demand yang akan dapat terlayani.

5) Hasil proses diuji dengan tingkat keuntungan petani budidaya yang harus mencapai

sama dengan atau lebih besar dari 22%. Bila hal ini tidak dapat dicapai, maka proses

akan diulang dengan input manual yang lain.

Berdasarkan asumsi dan kondisi di Kabupaten Brebes maka penambahan luas

lahan tanam melalui peningkatan jaringan irigasi sebesar 10% per tahun mengakibatkan

kapasitas perubahan demand yang dapat dilayani setiap tahun sebagaimana tampak

dalam Tabel 34. Pengaruh lebih lanjut terhadap penghasilan petani sebagaimana tampak

pada Tabel 36, sebagai berikut :

1) Nilai keuntungan yang diperoleh petani sebesar Rp.13.886.086 meningkat menjadi

Rp.25.632.772 per tahun per hektar pada tahun ke enam, halmana setara dengan

peningkatan rata-rata sebesar 10,76% per tahun.

2) Hal di atas dicapai karena harga jual bawang merah dapat ditingkatkan dari

Rp.3.825,59 menjadi Rp.5.126,66 pada tahun ke enam.

Tabel 36 Peningkatan Keuntungan Petani Budidaya Pertanian (2)

Rupiah/tahun kenaikan

saat ini 3,825.59 16.499 13,886,086

1 4,016.87 17.394 15,371,292 10.70%

2 4,217.71 18.378 17,053,347 10.94%

3 4,428.60 19.461 18,961,096 11.19%

4 4,650.03 20.653 21,127,771 11.43%

5 4,882.53 21.963 23,591,665 11.66%

6 5,126.66 22.727 25,632,772 8.65%

Keuntungan/tahun/hektarTahun Harga/kg Produksi/ha

174

6.2.5 Model Perubahan Irigasi Terbatas

Model Perubahan Irigasi Terbatas sebagai bagian dari SPK Agroestat pada

keadaan dimana antisipasi kenaikan demand pada tahun yang bersangkutan tidak dapat

dipenuhi dengan peningkatan jaringan irigasi yang diperlukan. Hal ini lazim terjadi

karena pada kenyataannya peningkatan jaringan irigasi lebih ditentukan oleh

ketersediaan dana pembangunan Pemerintah daripada upaya untuk memenuhi hasil

produksi budidaya yang dibutuhkan.

Model ini menggunakan data dan persamaan yang telah dibahas sebelumnya

dengan alur pemikiran sistem sebagai berikut:

1) Administrator program SPK memasukkan data yang relevan pada Sistem

Manajemen Basis Data (Database).

2) Pengguna memasukkan melalui mekanisme input manual tentang perkiraan

perubahan demand pada tahun mendatang, bisa dalam prosentasi (%) atau angka.

3) Dari proses akan diketahui frekuensi tanam, volume produksi budidaya, serta

peningkatan jaringan irigasi yang dibutuhkan.

4) Hasil proses diuji dengan tingkat keuntungan petani budidaya yang harus mencapai

sama dengan atau lebih besar dari 22%. Bila hal ini tidak dapat dicapai, maka proses

akan diulang dengan input manual yang lain.

Keseimbangan pasokan ke dalam pasar harus dapat dikendalikan sebagai satu-

satunya upaya yang bisa dilakukan untuk:

1) Rekayasa keseimbangan harga pasar pada tingkat harga yang tinggi, yang

berdampak pada pendapatan dan tingkat keuntungan petani.

2) Menjamin ketersediaan bagi industri sehingga ada jaminan pasokan yang akan

merupakan daya tarik bagi masuknya investor.

Simulasi terhadap kondisi Kabupaten Brebes dengan peningkatan jaringan

irigasi sebesar 500 hektar per tahun (sesuai APBD tersedia), maka dihasilkan harga jual

bawang merah sebagaimana tampak pada Tabel 37. Akibat perubahan harga jual

terhadap penghasilan petani sebagaimana tampak pada Tabel 38, sebagai berikut :

1) Nilai keuntungan yang diperoleh petani sebesar Rp.13,886,086 meningkat menjadi

Rp.23,514,309 per tahun per hektar pada tahun ke enam, halmana setara dengan

175

peningkatan rata-rata sebesar 9.20% per tahun.

2) Hal di atas dicapai karena harga jual bawang merah dapat ditingkatkan dari

Rp.3,825.59 menjadi Rp. 5,020.18 pada tahun ke enam.

Tabel 37 Peningkatan Keuntungan Petani Budidaya Pertanian (3)

Rupiah/tahun kenaikan

saat ini 3,826 16.499 13,886,086

1 4,033 17.298 15,345,794 10.51%

2 4,261 18.096 16,963,668 10.54%

3 4,511 18.895 18,749,692 10.53%

4 4,781 19.693 20,714,550 10.48%

Tahun Harga/kg Produksi/haKeuntungan/tahun/hektar

Tabel 38 Perhitungan Harga Bawang Merah pada Perubahan Irigasi Terbatas

Irigasi Non-Irigasi Anggaran Pasar Margin 22%hektar hektar % hektar hektar ton / tahun

Saat ini 5.603,35 3.899,14 2,1793 156.782 3.825,59 3.825,59

1 6.103,35 3.399,14 2,2846 10,00% 560,34 500,00 164.371 4.032,55 4.016,87

2 6.603,35 2.899,14 2,3898 10,00% 610,34 500,00 171.960 4.260,97 4.217,71

3 7.103,35 2.399,14 2,6003 10,00% 660,34 500,00 179.548 4.510,53 4.428,60

4 7.603,35 1.899,14 2,6003 10,00% 710,34 500,00 187.137 4.781,13 4.650,03

5 8.103,35 1.138,80 2,7055 10,00% 760,34 500,00 194.726 5.020,18 4.882,53

6 8.603,35 899,14 2,8108 10,00% 810,34 500,00 202.315 5.020,18 5.126,66

7 9.103,35 399,14 2,9160 2,15% 184,11 500,00 209.903 5.072,84 5.382,99

Produksi Keseimbangan Harga Jual

Rupiah / kg

LahanTahun Frekuensi Tanam

Perubahan IrigasiRencana

Tingkat harga pada pasar bebas sangat terkait dan sensitif terhadap besarnya pasok

yang masuk ke pasar yang berimplikasi pada tingkat produksi budidaya. Ketidak-

seimbangan pasok mengakibatkan fluktuasi harga yang seringkali dimanfaatkan oleh

para tengkulak, pedagang besar dan industri pengolahan besar. Dengan demikian,

melalui mekanisme pasar bebas ini selalu terjadi keseimbangan supply-demand yang

berkeadilan. Hal ini akan terjadi jika posisi petani budidaya mampu disejajarkan dengan

pelaku pasar yang lain dengan cara menghilangkan ketergantungannya dalam hal

finansial (hutang/ijon) kepada tengkulak.

Upaya untuk mengurangi fluktuasi produksi dilakukan dengan mengusahakan

peningkatan volume hasil produksi pada musim kemarau melalui peningkatan frekuensi

176

tanam (cropping intensity) yang ditentukan oleh luas lahan yang beririgasi. Oleh karena

itu, dibutuhkan peningkatan jaringan irigasi yang sebenarnya telah ada secara fisik

namun tanpa air yang disalurkan. Peningkatan jaringan irigasi berdampak pada

frekuensi tanam yang secara langsung juga meningkatkan pendapatan dan keuntungan

petani.

Upaya lain yang dapat dilakukan adalah dengan memfungsikan 12 gudang yang

ada dan tersebar di sepuluh kecamatan di lingkungan Kabupaten Brebes. Bahkan jika

untuk menjalankan fungsi stock control ternyata kebutuhan gudang lebih dari kapasitas

yang ada maka perlu ditambah dengan fasilitas gudang yang baru. Pertimbangan dasar

bagi peningkatan gudang yang ada atau gudang baru adalah sebagai berikut:

1) Upaya intervensi pasokan pasar melalui pengadaan gudang merupakan pemecahan

sementara, karena dengan berfungsinya irigasi maka pola tanam bawang merah akan

beralih ke musim panas dan tidak banyak dilakukan di musim hujan karena hasilnya

tidak memenuhi persyaratan mutu karena kandungan airnya sangat tinggi.

2) Pengelolaan gudang merupakan masalah tersendiri yang akan membebani pengelola

kawasan, apalagi peralatan menjadikan fleksibilitas pemakaian gudang terbatas.

3) Pengadaan gudang memerlukan proses pengadaan dana dan pembangunan yang

akan memakan waktu minimal satu tahun.

6.2.5 Keterkaitan Irigasi dengan Produktivitas Komoditi Bawang Merah

Produktivitas rata-rata bawang merah di Kabupaten Brebes sebesar 7,0 ton/ha,

masih lebih rendah dibanding produktivitas potensial sebesar 10–20 ton/ha.

Produktivitas dapat ditingkatkan, apabila faktor-faktor yang mempengaruhi sistem

usahatani bawang merah seperti tanah, iklim, teknologi produksi, permodalan, dan

tenaga kerja dikelola secara optimal. Faktor pengelolaan sangat mempengaruhi

produksi, sebab tanpa pengelolaan yang baik tidak akan dapat memanfaatkan sumber-

sumber tersebut secara efisien (Thamrin, et al., 2003).

Salah satu faktor pengelolaan yang penting pada budidaya bawang merah adalah

pengaturan pola tanam yang sangat ditentukan oleh kondisi iklim terutama curah hujan

atau ketersediaan air terutama pada saat musim kemarau. Pembentukan umbi

merupakan periode kritis bagi tanaman bawang merah sehingga kekurangan air yang

177

terjadi pada periode ini dapat menurunkan produksi, Pengaturan pola tanam juga

bertujuan untuk menghindari gejala kelelahan akibat pemanfaatan lahan secara intensif

dalam jangka panjang yang bisa mengurangi tingkat kesuburan tanah.

Berdasarkan penelitian lapang yang dilakukan di Kabupaten Brebes, sebanyak

49% petani responden menyatakan faktor utama yang menentukan keberhasilan panen

bawang merah adalah faktor cuaca, 25% menyatakan ketersediaan air dan sebanyak

24% menyatakan penggunaan bibit unggul. Faktor cuaca tidak dapat dikendalikan oleh

manusia, maka upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas bawang

merah adalah melalui revitalisasi fasilitas irigasi untuk menjamin ketersediaan air

sepanjang tahun dan sosialisasi penggunaan bibit unggul. Peningkatan produksi bawang

merah pada suatu wilayah dapat dilakukan dengan peningkatan luas tanam. Mengingat

bawang merah merupakan tanaman yang sangat membutuhkan keberadaan air maka

peningkatan areal tanam ini harus diimbangi dengan perluasan sawah beririgasi melalui

rehabilitasi saluran yang sudah ada (revitalisasi) atau membangun jaringan irigasi baru.

Faktor yang dapat menyebabkan perlambatan produktivitas adalah: tingkat

adopsi varietas unggul dan peningkatan mutu usahatani yang rendah, dan adanya gejala

kelelahan akibat pemanfaatan lahan secara intensif dalam jangka panjang. Sedangkan

faktor yang dapat menyebabkan perlambatan luas panen adalah : perubahan pola tanam,

konversi lahan pertanian, anomali iklim yang berdampak pada meningkatnya luas areal

puso, dan pembangunan irigasi yang semakin lambat (Irawan, et al., 2003). Sedangkan

menurut Asnawi (1995), peningkatan areal panen dapat dilakukan dengan dua cara

yakni dengan meningkatkan intensitas penanaman (cropping intensity) pada sawah-

sawah beririgasi dan dengan membuka sawah-sawah baru dengan jaringan irigasi baru,

serta membangun irigasi untuk sawah-sawah tadah hujan yang memungkinkan baik

secara teknis maupun secara ekonomis.

Setelah teknologi budidaya tanaman berkembang, dalam peningkatan produksi

irigasi mempunyai peranan penting yaitu (Wirawan, 1995):

1) menyediakan air untuk tanaman dan untuk mengatur kelembaban tanah,

2) menyuburkan tanah melalui bahan-bahan kandungan yang dibawa oleh air,

3) memungkinkan penggunaan pupuk dan obat-obatan dalam dosis tinggi,

4) dapat menekan pertumbuhan gulma,

178

5) menekan perkembangan hama penyakit tertentu, dan

6) memudahkan pengolahan tanah.

Sebagaimana diketahui, tingkat harga pada pasar bebas sangat terkait dan sensitif

terhadap besarnya pasok yang masuk ke pasar yang berimplikasi pada tingkat produksi

budidaya. Ketidak-seimbangan pasok mengakibatkan fluktuasi harga yang seringkali

dimanfaatkan oleh para tengkulak, pedagang besar dan industri pengolahan besar.

Dengan demikian, melalui mekanisme pasar bebas ini selalu terjadi keseimbangan

supply-demand secara adil dan alami. Hal ini akan terjadi jika posisi petani budidaya

mampu disejajarkan dengan pelaku pasar yang lain dengan cara menghilangkan

ketergantungannya dalam hal finansial (hutang/ijon) kepada tengkulak.

Upaya untuk mengurangi fluktuasi produksi dilakukan dengan mengusahakan

peningkatan volume hasil produksi pada musim kemarau melalui peningkatan frekuensi

tanam atau sangat tergantung dari luas lahan yang beririgasi. Oleh karena itu,

dibutuhkan peningkatan jaringan irigasi yang sebenarnya telah ada secara fisik namun

tanpa air yang disalurkan. Peningkatan jaringan irigasi berdampak pada frekuensi tanam

yang secara langsung juga meningkatkan pendapatan dan keuntungan petani.

Upaya lain yang dapat dilakukan adalah dengan memfungsikan 12 gudang yang

ada dan tersebar di sepuluh kecamatan di lingkungan Kabupaten Brebes. Bahkan jika

untuk menjalankan fungsi stock control ternyata kebutuhan gudang lebih dari kapasitas

yang ada maka perlu ditambah dengan fasilitas gudang yang baru. Pertimbangan dasar

bagi peningkatan gudang yang ada atau gudang baru adalah sebagai berikut:

1) Upaya intervensi pasokan pasar melalui pengadaan gudang merupakan pemecahan

sementara, karena dengan berfungsinya irigasi maka pola tanam bawang merah akan

beralih ke musim panas dan tidak banyak dilakukan di musim hujan karena mutunya

tidak memenuhi persyaratan (kandungan air yang terlalu tinggi).

2) Pengelolaan gudang merupakan masalah tersendiri yang akan membebani Pengelola

kawasan, apalagi peralatan menjadikan fleksibilitas pemakaian gudang terbatas.

3) Pengadaan gudang memerlukan proses pengadaan dana dan pembangunan yang

akan memakan waktu minimal satu tahun.

SPK Agroestat dirancang dengan sistem yang terbuka dan fleksibel, sehingga

dapat diterapkan pada semua daerah otonom dengan penyesuaian yang sederhana

179

terhadap beberapa hal berikut:

1) struktur data,

2) komponen pertimbangan keputusan,

3) input manual sebagai data varibel penentu, dan

4) proses komputasi.