53280602 anatomi bola mat1

Upload: rezi-amalia

Post on 11-Jul-2015

246 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II PEMBAHASAN

1. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Corpus vitreus merupakan bagian yang terbesar dari isi bola mata yaitu sebesar 4/5 dari isi bola mata. Corpus vitreus merupakan masa gelatinosa dengan volume 4,3 cc. Corpus vitreus bersifat transparan, tak berwarna, dengan konsistensi seperti gelatin (agar-agar) dan avaskular. Corpus vitreus terdiri dari 99% air dan 1% kombinasi kolagen dan asam hialuronat. Serabut kolagennya dapat mengikat air hingga sebanyak 200 kali beratnya, sedangkan asam hialuronatnya dapat mengikat air hingga 60 kali beratnya sendiri (Suhardjo, 2007). Corpus vitreus dikelilingi oleh membran hyaloid. Membrana hyaloidea melekat pad kapsul posterior lensa, zonula, pars plana, retina, dan papil nevus II. Corpus vitreus berfungsi memberi bentuk bola mata dan merupakan salah satu media refrakta (media bias). Pada agian tengah badan kaca terdapat kanal hyaloid Cloquet yang berjalan dari depan papil N II menuju tepi belakang lensa. Ukuran kanal ini adalah 1-2 mm. Corusvitreus berhubungan dengan retina dan hanya terdapat perlekatan yang lemah. Namun demikian corpus vitreus ini

mempunyai perlekatan erat dengan diskus optikus dan ora serrata. Asis vitreus adalah suatu area pada vitreus (3-4 mm) yang melekat pada retina tepat di belakang ora serrata (Suhardjo, 2007). 2. HISTOLOGI Corpus vitreus merupakan suatu agar-agar yang jernih dan tembus cahaya yang memenuhi ruang antara retina dan lensa. Oleh karenanya bentuknya sferoid atau bundar dengan lekukan pada bagian anterior untuk menyesuaikan dengan lensa. Corpus ini melekat pada epitel siliar, terutama sekeliling diskus optik dan ora serrata. Badan siliar mengandung glikosaminoglikans yang terhidrasi, khususnya asam hialuronat, dan serabut kolagen dalam bentuk jalinan halus. Serabut ini lebih padat pada bagian perifer dan sekeliling saluran berbentuk tabung yang berisi cairan dan berjalan anteroposterior. Saluran ini disebut kanal hialoidea, yang semula mengandung arteri hialoidea pada masa janin. Beberapa sel ditemukan di sini, khususnya pada bagian tepi, dan merupakan makrofag dan sel (hialosit) berperan dalam sinesis dan pemeliharaan kolagen dan asam hialuronat. Di bagian tepi, corpus vitreus melekat pada membran limitans interna (Leeson, 1996).

3. EMBRIOLOGI Tahap embriologi pada corpus vitreus terdiri dari beberapa tahap antara lain: a. Tahap pertama: (vitreus primer, tahap 4,5-13 mm atau 3-6 minggu). Sekitar tahap 4,5 mm, sel-sel mesenkim dan fibroblas yang berasal dari mesenkim pada tepian mangkuk optik atau berhubungan dengan sistem vaskuler hialoid, bersama kontribusi minor dari lensa embrional dan lapisan dalam dari vesikel optik, membentuk serabut-serabut vitreus dari vitreus primer. Akhirnya vitreus primer terletak tepat di belakang kutup posterior lensa bersama sisa-sisa pembuluh hialoid (kanal Cloquet). b. Tahap kedua: (vitreus sekunder, tahap 13-65 mm atau 6-10 minggu). Serabut-serabut dan sel-sel (hialosit) dari vitreus sekunder diduga berasal dari vitreus primer vaskuler. Di anterior, perlekatan vitreus sekunder yang erat pada membran limitans interna retina merupakan tahap-tahap awal pembentukan basis vitreus. Sistem hialoid mengembangkan satu set pembuluh-pembuluh vitreus, selain pembuluh-pembuluh pada permukaan capsula lentis (tunica vasculosa lentis). Sistem hialoid paling berkembang pada tahap 40 mm dan kemudian beratrofi dari posterior ke anterior.

c. Tahap ketiga: (vitreus tersier, 65 mm atau 10 minggu keatas). Selamabulan ketiga, terbentuk berkas-berkas marginal dari Drualt. Ini terdiri dari atas kondensasi fibrilar vitreus yang adalah penjuluran bakal epitel siliaris dari mangkuk optik ke ekuator lensa. Kondensasi itu kemudian membentuk ligamentum suspensorium dari lensa, yang telah berkembang baik pada tahap 100 mm atau 4 bulan. Sitem hialoid beratrofi seluruhnya selam tahap ini (Vaughan, 2000).

4.

GANGGUAN CORPUS VITREUS a. Kilatan Sinar Kilatan sinar (flashing lights) merupakan gejala yang sering terjadi pada kelainan hubungan antara retina dan korpus vitreus. Para pasien

menyadarai bahwa mereka melihat cahaya, pijaran, lintasan cahaya, kelap-kelip (seperti lampu neon) local dalam lapangan pandang tanpa ada sumber cahaya dari sekitar. Pasien biasanya dapat menunjukkan letak daerah gangguan dan sering menggambarkannya sebagai suatu kelap-kelip berbentuk busur di bagian perifer satu atau dua kuadran. Sinar yang terlihat tersebut jarang menetap lebih dari sepersekian detik. Keluhan ini sering kambuh dalam interval yang singkat dalam beberapa menit lalu menghilang selama beberapa jam, hari, atau bahkan minggu. Keluhan ini paling jelas ketika menggerakkan mata dan saat pencahayaan kurang atau tidak ada. Episode bilateral dapat terjadi secara bersamaan tetapi lebih sering terpisah oleh interval beberapa hari atau tahun. Sinar yang tampak tersebut mencerminkan kesadaran otak akan adanya traksi fisik dan eksitasi sensorik retina oleh korpus vitreus yang abnormal. Kelainan ini paling sering berkaitan dengan kolaps dan lepasnya korpus vitreus akibat sineresis disertai traksi korpus vitreus local pada lesi-lesi vitreoretina misalnyadegenerasi lattice, lipatan meridional, rosette konginetal, dan beberapa adhesi vitreoretina yang secaravisual subklinis. Anamnesis yang cermat dapat membedakan kelainan tersebut dengan skotomakilatan pada migraine yang ditandai oleh adanya skotoma bergetar simetrik pada kedua mata, dengan konfigurasi dan perkembangan yang dapat diperkirakan, disertai oleh mual atau nyeri kepala. Traksi vitreo retina mungkin tidak memerlukan pengobatan. Namun, hal ini menimbulkan robekan retina, ablasio retina, atau perdaraha korpus vitreus, pada setiap kasus perlu dilakukan pemeriksaan mengenai hubungan vitreo retina, terutama bagian perifer.

b.

Floaters Korpus Vitreum Floater korpus vitreus (terlihat benda-benda yang

melayang/mengapung) adalah gejala paling sering pada kelainan korpus vitreus. Suatu floaters mencerminkan kesadaran pasien akan adanya bayangan benda opak dala korpus vitrus yang dapat bergerang dan jatuh di

retina. Pikiran memproyeksikan bayangan gelap tersebut ke daerah lapangan pandang yang sesuai. Istilah floater korpus vitreus menunjukkan gejala umum yang dapat serius, yang dahulu diberi nama muscae volitantes. Onset dapat perlahan atau mendadak dan unilateral atau bilateral. Pasien melihat ada satu atau lebih (atau bahkan banyak) bentuk gelap halus di lapangan pandang. Konfigurasi bentuk-bentuk tersebut biasanya cukup mencolok sehingga pasien secara spontan mengklasifikasikannya sebagai bercak, jelaga, partikel, laba-laba, benang, cacing, goresan gelap, cincin. Sering dilaporkan kombinasi bentuk-bentuk tersebut. Objek terus bergerak setelah mata diam. Floater sentral yang relatif tidak bergerak akan mengganggu dan bahkan dapat menghalangi penglihatan. Floater dibagian perifer sering tidak disadari, karena umumnya intermitten dan memerlukan gerakan mata besar atau posisi khusus agar terlihat. Tidak seperti kilatan cahaya, floater mudah dilihat pada keadaan terang atau sinar latar yang uniform. Floater sering terjadi pada penderita myopia dan pasien sineresis. Floater sering disebabkan oleh perdaraha kecil yang masuk ke dalam korpus vitreus akibat robekan retina atau penyakit perdarahan misalnya retinopati diabetika, hipertensi, leukemia, sumbatan cabang vena retina, penyakit Eales, penyakit Caots, dan endokarditid infeksi subakut. Maisngmasing sel darah merah tampak sebagai bercak-bercak hitam bulat kecil. Perdarahan baru sering tampak sering tampak seperti jarring laba-laba atau goresan hitam yang kemudian pecah berantakan menjadi bercak-bercak bulat kecil. Invasi sel-sel darah putih ke dalam gel korpus vitreus yang berkaitan dengan pars planintis juga dapat menyebabkan timbulnya bercak-bercak di dipan mata. Floaters korpus vitreus akibat adanya pigmen biasanya disebabkan oleh ablasio retina lama karena robekan belum mencapai macula. Floater korpus vitreus jangan dianggap sebagai hal yang tidak berbahaya atau sekedar bayangan. Selalu diindikasikan pemeriksaan yang

teliti terhadap korpus vitreus dan retin auntuk mengetahuisifat dan asal floaters dan untuk menentukan penatalaksanaannya. Kelalaian melakukan pemeriksaan tersebutsering menyebabkan diagnosis terlewatkan. Apabila tidak ditemukan proses patologi serius sebagai penyebabnya, pasien dapat diyakinkan bahwa gangguan tersebut tidak berbahaya.

c.Hialosis Asteroid adalah suatu kelainan tidak lazim yang terjadi pada mata sehat orang lanjut usia. Kasus unilateral tiga kali lebih banyak dari kasus bilateral. Di korpus vitreus terlihat ratusan butir kecil berwarna kuning yang terdiri dari sabun kalsium. Butir-butir ini bergerak saat mata bergerak tetapi selalu kembali pada posisi semula karena melekat ke serat-serta yang saling menjalin. Butir-butir ini tidak berkaitan dengan penyakit mata atau sistemik. Kekeruhan tersebut sedikit atau tidak berpengaruh pada penglihatan tetapi secara memantulkan secara kuat sinar dari pemeriksa. Apabila benda-benda asteroid tersebut cukup banyak jumlahnya, maka fundus tidak dapat terlihat dengan ophtalmoskop.

d.

Kolaps akut Korpus Vitreum Rongga korpus vitreus dibatasi oleh retina, diskus optikus, pars plana,

zonula, dan lensa kristalina. Korpus vitreum normal mengisi ronga inin dan tetap melekat erat ke retina dan pars pelana di dekat ora serrata. Seiring dengan waktu semua jenis gel, baik vitrosa maupun gelatin semakin rentan terhadap degenarasi yang dikenal sebagai sineresis, berupa pengumpulan partikel-partikel medium dispersi, pemesihan medium, dan penciutan gel. Sineresis mengenai paling sedikit 65% orang berusia 60 tahun ke atas. Pengidap myopia ringan lebih rentan, bahkan pada masa kanakkanak. Seiring dengan usia, bagian tengah korpus vitreus dapat mengalami sineresis dan terisi produk-produk penguraian (berbentuk cair) gel yang mengalami degenerasi. Isi cairan rongga dapat bermigrasi ke dalam ruang praretina. Gel vitrosa yang lebih berat dan dapat kolaps ke arah bawah dan depan untuk membentuk suatu daerah pelepasa korpus vitreus posterior. Gaya-gaya dinamik yang menyertai proses kolaps ini dapat merobek sisa adhesi yang semula menghubungkan korpus vitreus dengan diskus, pembuluh darah dan retina sensorik pada masa anak-anak. Pasien dan pemeriksa sering dapat melihat bagian-bagian adhesi yang tetap melekat pada korpus vitreussebagai sesuatu kekeruhan. Apabila

kekeruhan-kekeruhan itu muncul dari btas diskus, pasien dan pemeriksa mungkin memelihat kekeruhan berbentuk cincin di bagian belakang korpus vitreus. Karena bagian depan korpus vitreus melekat ke bola mata dan bagian belakangnya mengalami kolpas pada dirinya sendiri, gerakan mata yang mendadak akan menyalaurkan gaya lecutan atau mirip lecut ke bagian belakang korpus vitreum. Korpus vitreum cenderung membesar kea rah konfigurasi normalnya; korpus vitreum cair tertarik ke dalam rongga sineretik, dan pemisahan posterior cenderung menghilang. Gerakan-gerakan mirip pecut corpus vitreum dapat menimbulkan fotopsia (munculnya mpercikan atau kilatan) dengan merangsang taut vitreoretina dan dapat menyebabkan timbulnya gerakan mengapung khas kekeruhan korpus vitreum posterior atau floaters. Floaters bergerak mengikuti mata dan mengapung ke posisi istirahat setelah mata diam. Karena kolaps akut korpus vitreum jjuga dapat menimbulkan pelepasan atau robekan retina yang asimptomatik, setiap pasien baru dengan fotopsia atau floaters harus dianggap mengalami robekan atau pelepasan retina sampai dibuktikan tidak oleh pemeriksaaan retina perifer secara teiliti dengan ophtalmoskop tidak langsung. e. Robekan Retina Walaupun robekan retina dapat disebabkan trauma, penciutan korpus vitreum, atau vitreoretinopati proliferative, sebagian besar penyebabanya adalah kolapsnya korpus vitreum secara akut. Robekan setelah kolpas akut korpus vitreum adaalh hasil dari interaksi dinamik antara adesi vitreoretina vocal, kolapsnya viteuds, gerakan normal mata. Karena komponen gel dan cair pada korpus vitreum yang kolaps secara structural relative independen terhadap retina, kedua komponen tersebut tidak bergerak secara sinkron denagn retina. Apabila mata dan retina bergerak, gel dan cairan cenderung tertinggal di belakang retina, dan sewaktu retina berhenti,gel dan cairan cenderung masih bergerak. Gel dan cairan corpus vitreum memeiliki lag inersial (kelembaman) terhadap retina. Lag inersial gel

dapat menyebabkan korpus vitreum merobek retina sensorik yang rapuh di titik tempat keduanya saling melekat. Dengan ophhtalmoskop, retina yang robek tamapk tertarik ke dalam sebagai suatu flap atau operculum yang terlepas. Apabila terjadi robekan atau pemutusan pada pembuluh retina, perdarahan yang terjadi berlangsung singkat. Terjadi penimbunan darah dalam rongga vitreosa dalam jumlah bervariasi. Sebagian pasien tidak menyadari awak terjadinya robekan retina tetapi sewring mengeluh fotopsia dan floaters. Sebagian dapatang dengan perdarahan besar pada korpus vitreum. Banyak robekan retina yang tidak menyebabkan pelepasan retina, tetapi robekan simptomatik yang baru terjadi, terutama mereka yang mengalami perdarahan korpus vitreum simptomatik, memiliki kecenderungan kuat menyebabkan pelepasan retina. Dengan demikian, pasien dengan gejala-gejala perdarahan korpus vitreum atau kolaps korpus vitrum akut harus menjalani pemeriksaan cermat atas retina drai diskus optikus ke ora serata untuk menyingkirkan robeka lain. Penatalaksanaan robekan retina dengan terapi laser profilaktif atau criopeksi relative sederhana dan sangat efektif dibandingkan dengan hasil cilicone buckling apabila telah terjadi pelepasan retina. Retina robek biasanya terletak di sebelah anterior, ekuator, dan lebioh sering di kuadran atas. f. Perdarahan korpus vitreum Perdarahan korpus vitreum dapat terjadi apabila retina sensorik robek. Retinitis proliferans, sumbatan vena sentralis, sumbatan vena cabang, dan hipertensi juga dapat menyebakan perdarahan korpus vitreum. Kolaps akut korpus vitreus disertai pelepasan korpus vitreus bagian posterior kadangkadang menyebabkan perdarahan tanap menimbulkan robekan. Pasien sering mengeluh adanya floaters yang mengisyaratkan sel darah merah, taburan mendadak bintik-bintik hitam, atau bahkan bentuk-bentuk seperti cincin kecil dengan bagian tengah yang jernih. Penurunan penglihatan berkisar dari ringan sampai parah.

Gambaran retina dan mudah tidaknya terlihat berfariasi sesuai penyebab dan jumlah perdarahan di dalam rongga vitreosa. Darah segar tampak merah dan cenderung berlokasi dibelakang gel vitreosa atau didalam rongga sineretik. Dalam beberapa minggu atau bulan, darah cenderung terurai menjadi pucat dan bermigrasi menuju ke gel. Untuk mempermudah perlekatan kembali retina secarah bedah mungkin di indikasikan tindakan vitrektomi. Misalnya, perdarahan corpus vitreum setelah pelepasan retina yang baru terjadi (mungkin didiagnosis dengan USG) yang mungkin cukup luas sehingga menghambat tindakan bedah retina, yang perlu dilakukan segera untuk mencegah atrofi macula irefersibel. Vitrektomi tidak di indikasikan selama 3 sampai 6 bulan apabila pengobatan terhadap penyebab dasar dapat menunggu, karena korpus vitreum dapat jernih tanpa pembedaha. g. Ablasio Retina Pada mata normal, retina sensorik yang utuh tertahan melekat ke epitel pigmen oleh adanya hisapan oleh ipetel terhadap ruang kedap air diantara keduanya. Apabila terdapat robekan retina, gerakan mata yang cepat dan rotasi bola mata mendadak dapat menimbulkan gaya inersia yang cukup besar untuk menimbulkan pelepasan retina. Ruang antara dua lapisan retina yang terisi oleh korpus vitreum cair, dan pusaran arus yang terbentuk di dalam ruang ini, mempercepat proses pelepasan tersebut. Proses pelepasan tersebut hamper selalu terus berlangsung sampai total. Pembedahan dengan kriopeksi dan silicone buckling diperlukan untuk menutup lubang diretina; untuk membatasi lag inersia cairan dan gel dalam hubungannnya dengan retina; dan untuk mendekatkan dan menambal kedua lapisan retina disekitar robekan untuk melawan efek pusaran arus di dalam rongga vitreosa. h. Ablasio Retina Akibat Traksi

Pelepasan retina akibat traksi adalah pelepasan retina sensorik tanpa robeka retina. Penyebab tersering adalah diabetes kronik. Pelepasan biasanya terletak posterior terhadap ekuator dan disebabkan oleh traksi korpus vitreum pada daerah retinitis proliferan. Perlekatan kembali dengan tindakan vitrektomi di iondikasikan hanya apabila jelas dijumpai pelepasan baru proses pelepasan tersebut kedalam macula.

i. Vitreoretinopati proliferatif Sejumlah kelainan korpus vitreum dan retina ditandai oleh adanya membran kontraktil yang berasal dari metaplasia sel slia retina dan sel epitel pigmen retina yang letaknya abnormal. Membran dapat terbentuk di permukaan dalam atau luar retina sensorik atau di permukaan korpus vitreum. Membran ini mungkin lemah dan samar atau kuat, mudah terlihat, dan dapat menyebabkan distorsi hebat pada jaringan pejamu. Sel glia retina dan sel epitel pigmen retina adalah sel-sel pluripotensial dengan kemampuan bermetaplasi yang besar. Sel-sel ini dapat berproliferasi di tempat-tempat jauh dan memperlihatkan karakteristik miofibroblas. Sel-sel mirip miofibroblas ini cepat membentuk membran-membran kontraktil yang dapat menimbulkan deformitas permukaan dalam dan luar retina dan permukaan posterior korpus vitreum.

Proses dasar, atau hasilnya, dikenal sebagai retraksi masif macular pucker, atau retinopati permukaan keriput.

korpus

vitreum, traksi praretina, membran vitreosa praretina, fibrosis subretina, Vitreoretinopati proliferatif mungkin tidak perlu terapi kecuali apabila menyebabkan retinopati keriput permukaan makula (juga dikenal sebagai macular pucker) atau terlalu mempersulit terapi pelepasan retina. Walaupun riset-riset memperlihatkan kemungkinan digunakannya obat-obat antiproliferatif, tetapi saat ini terapi adalah tindakan bedah berupa distensi, pemotongan, atau pengangkatan jaringan vitreosa.

j. Cedera pada Korpus Vitreum 1. Kontusio

Karena korpus vitreum kurang elastik apabila dibandingkan dengan jaringan-jaringan di sekitarnya, kontusio yang secara mendadak walaupun singkat mengubah bentuk mata cenderung menyebabkan cedera di tempattempat perlekatan korpus vitreum. Tidak jarang terjadi disinsersi dasar korpus vitreum. Kelainan ini sering berkaitan dengan robeknya pars plana atau retina, perdarahan korpus vitreum, atau pelepasan retina, bahkan setelah 20 tahun kemudian.

Dapat terjadi, walaupun lebih jarang kilatan cahaya , floaters korpus vitreum, dan bahkan perdarahan atau pelepasan korpus vitreum. Bagian yang terkena mungkin sebelumnya adalah tempat perlekatan vitreoretina yang abnormal (misal degenerasi lattice) atau daerah-daerah penyakit vitreoretina misalnya retinopati diabetes. 2. Ruptur Bola Mata

Ruptur bola amata selalu merupakan cedera serius yang dapat cepat atau lambat menimbulkan kebutaan atau bahkan rusaknya bola mata. Prolaps korpus vitreum melalui luka adalah suatu penyulit berat yang sering diikuti robekan akut seku nder atau pelepasan retina. Prolaps yang semula tampak tidak menimbulkan penyulit kemudian dapat menyebabkan ablasio retina dengan atau tanpa robekan akibat fibrosis orbita dan kontraksi yang ditimbulkannya. Yang terakhir mungkin terlihat sebagai suatu membran atau pita i dalam korpus vitreum. 3. Penetrasi Bola Mata Untuk mencegah atau mengobati penyulit semacam itu digunakan berbagai teknik bedah korpus vitreum.

Bermacam-macam bahan dapat secara tidak disengajamenembus bola mata. Contoh yang sering dijumpai adalah jarum, tembakan, dan partikel logam, batu, atau plastik berukuran kecil yang dapat terbang ke dalam mata dengan kecepatan tinggi. Dapat terjadi kolaps korpus vitreum di tempat masuk atau keluar atau keduanya. Alur yang dilalui oleh benda asingmengalami kerusakan permanen dan sering ditandai oleh kondensasi, penciutan, atau fibrosis. Untuk mencegah atau mengobati berbagai penyulit misalnya pelepasan retina dengan atau tanpa fibrosis, semakin sering digunakan tindakan bedah korpus vitreum.

4.

Kehilangan Korpus Vitreum

Kehilangan korpus vitreum adalah suatu penyulit iatrogenik. Gel korpus vitreum mengalami prolaps melaluiu suatu luka bedah, baiasanya di (tetapi

tidak terbatas pada) limbus kornea sewaktu tindakan operasilensa, iris, atau kornea. Sekuele yang sering terjadi adalah invasi dan kontraksi jaringan fibrosa yang cenderung menimbulkan penyulit traksi yang mengenai retina. Edema kornea dan pergeseran iris (misal pupil tertarik ke atas) juga dapat terjadi. Tindakan efektif pada prolaps akuta adalah eksisi. k.Peradangan Korpus Vitreum Peradangan korpus vitreum mencakup bermacam-macam gangguan yang berkisar dari beberapa sel darah putih sampai pembentukan abses. Penyebab invasi sel ke dalam korpus vitreum cair atau korpus vitreum gel yang relatif lebih resisten biasanya adalah satu atau beberapa lesi peradangan fokal di koroid atau retina, seperti pada korioretinitis atau retinitis. Mungkin terdapat kekaburan lokal di daerah fundus dan lesi yang tidak atau sedikit menimbulkan keluhan penglihatan keculai floaters penglihatan. Pada invasi yang lebih banyak, penglihatan menurun dan fundus sulit atau tidak dapat terlihat. Gangguan tersebut dapat sangat hebat sehingga pantulan merah tidak lagi tampak dan korpus vitreum tampak opak dan putih. Karena kelainan-kelainan tersebut tidak mengenai segmen anterior, tidak timbul nyeri dan mata ekstrenal tampak normal. Prognosis dan pengobatan bergantung pada kelainan yang mendasari. Korpus vitreum biasanya kembali jernih apabila defek primernya mereda. Tindakan bedah korpus vitreum digunakan untuk mengangkat kekeruhan sisa yang berukuran besar dan tidak memperlihatkan tanda-tanda menghilang spontan. 1. Abses Korpus Vitreum (Endoftalmitis) Abses korpus vitreum dapat terjadi setelah trauma tembus mata, termasuk bedah mata. Korpus vitreum adalah suatu medium biakan yang baik, setelah invasi bakteri, korpus vitreum mencair dan membentuk abses. Diagnosis abses korpus vitreum dipastikan dengan melakukan aspirasi 0,5-1 ml korpus vitreum di bawah anestesi lokal melalui sklreretomi pars plana dengan menggunakan jarum berukuran 20-23. Aspirat harus diperiksa secara mikroskopis Setelah organisme dapat diidentifikasi, diindikasikan pengobatan Prolaps lama mungkin memerlukan tindakan bedah untuk membebaskan traksi korpus vitreum.

media segera. Pada beberapa kasus, diindikasikan vitrektomi untuk emlakukn drainase abses dan memungkinkan visualisasi fundus yang lebih jelas. Bahkan dengan terapi optimal, abses korpus vitreum memiliki prognosis yang buruk. l. Bedah Korpus Vitreum Pembedahan korpus vitreum berguna untuk bermacam-macam

gangguan intraokuler. Dibuat insisi kedap udara dan kedap air berukuran 1-4 mm di pars plana dan sklera. Satu insisi dibuat unbtuk ujung infus indwelling yang dipengaruhi oleh gravitasi, yang mempertahankan tekanan dan konfigurasi bola mata sesuai keinginan. Gas bedah dan obat juga diteteskan melalui ujung ini. Insisi lain digunakan untuk endoiluminator genggam, yang menerangi isi dan semua dinding rongga korpus vitreum. Struktur yang telah diterangi tersebut dilijhat secara mikroskopik melalui pupil dengan bantuan sebuah lensa kontak kornea yang menetralisasikan daya mata memfokuskan cahaya. Insisi yang lain digunakan untuk instrumentasi (pemotongan atau pengangkatan jaringan), diatermi, dan fotokoagulasi laser. Tindakan bedah korpus vitreum memberi akses hampir ke seluruh jaringan intraolular yang terletak di antara endotel korena dan epitel pigmen retina. Tindakan bedah paling sering dilakukan untuk : 1. Mengeluarkan Mengobati kekeruhan korpus vitreum oleh darah, 2. Mengangkat korpus vitreum yang menciut yang menyebabkan traksi dan pelepasan retina, 3. kontraktur korpus vitreum yang menyebabkan penyulit pelepasan retina, 4. Mengeluarkan membran metaplastik yang menimbulkan deformitas atau pelepasan retina sensorik, 5. Menciptakan suatu lubang optis di membran pupil rekalsitran, 6. Mengeluarkan korpus vitreum yang terinfeksi pada endoftalmitis (untuk mengencerkan toksin organisme dan mengurangi populasi rganiusme penyebab dan untuk meneteskan larutan obat). Bedah korpus vitreum sering dikombinasikan dengan scleralbuckling untuk pelepasan retina.

5.

LANGKAH-LANGKAH TEKNIK TERAPI INTRAVITREAL :

a.

Perawatan pra-konseling dan persetujuan

Sangat penting untuk mendapatkan persetujuan untuk terapi intravitreal dan informasi seperti persetujuan harus berisi penjelasan tentang komplikasi dari intravitreal injeksi. Khususnya, pasien perlu diberitahu tentang risiko endophthalmitis (0,4 - 0.8% per pasien; 0,06-0,16% per injeksi), retina detasemen (0,0-1,0% per pasien), katarak traumatik (0,4 - 0,6% per pasien) dan vitrous perdarahan (0,4% per pasien). Pada pasien mendapatkan triamcinolone risiko steroid yang menyebabkan kenaikan tekanan intraokular harus didiskusikan. Hal ini juga penting bahwa pasien mengerti cara menghubungi dokter mata atau klinik tempat suntikan intravitreal dilakukan, mengikuti pengobatan jika mereka memiliki masalah.

b. Penilaian pra-operasi

Infeksi aktif permukaan okular harus dikontrol dan diobati sebelum penggunaan intravitreal terapi. Banyak pasien yang menggunakan agen antiplatelet atau anti-coagulants dan tidak perlu untuk menghentikan obat ini sebelum terapi intravitreal. Dengan suntikan steroid intravitreal khususnya, ada kontroversi signifikan mengenai penggunaan agen-agen tersebut pada pasien yang sensitive steroid. Selain itu, pasien dengan riwayat herpes keratitis perlu penilaian hati-hati karena diakui bahwa steroid intraokular dapat menjadi kontraindikasi pada pasien dengan keratitis herpes aktif.

c. Persiapan pra-operasi

Topikal anestesi intravitreal diperlukan untuk terapi. Akan tetapi, banyak dokter mata menggunakan suntikan anestesi subconjunctival sebelum intravitreal injeksi. Langkah yang paling kritis pra-operatively, adalah dengan menggunakan 10% povidone iodine untuk membersihkan kelopak mata dan untuk mengairi permukaan okular dan conjunctival. Beberapa uji klinis pra operasi digunakan antibiotik dan penggunaannya sebelum terapi intravitreal

yang dilakukan oleh dokter mata Sarung tangan steril harus dipakai. Penggunaan duk steril diserahkan dokter mata.

d. Teknik injeksi

Sebuah alat steril dan jarum yang digunakan untuk memberikan injeksi intravitreal adalah 27 gauge diperlukan untuk menyuntikkan triamcinolone mengingat sifat partikel, sedangkan a 30 gauge jarum dapat digunakan untuk obat lain. Pra-swaged jarum suntik insulin sangat berguna untuk intravitreal memberikan suntikan. Disarankan bahwa konjungtiva akan dipindahkan sedikit dengan cotton bud sebelum memulai injeksi sehingga conjunctival sedikit dipisahkan dari scleral. Suntikan harus diberikan 3.5mm dari limbus dalam pseudophakic mata dan 4mm dari limbus dalam mata phakic.

e. Manajamen Post injeksi

(1) tekanan intraokular meningkat selama beberapa menit setelah sebuah intravitreal injeksi dan ini sangat umum karena ada menjadi non-perfusi dari optik saraf kepala dan retina selama beberapa menit setelah injeksi. Ini biasanya disertai dengan kehilangan penglihatan yang signifikan atau total kehilangan penglihatan di mata disuntikkan. Pada kebanyakan pasien, visi kembali dalam waktu 3-5 menit sebagai tanda bahwa tekanan intraokular kembali normal. Jarang diperlukan untuk melakukan AC paracentesis dan ini hanya boleh dilakukan jika tekanan intraokular tetap tinggi.

(2) Sangat penting bahwa pasien menyadari bahwa adanya rasa sakit, kehilangan penglihatan atau Endophthalmitis biasanya terjadi dalam lima hari setelah injeksi dan dapat bersifat atipikal terutama jika telah disuntik steroid intravitreally.

(3)

Beberapa obat, khususnya intravitreal triamcinolone, memiliki tambahan

yang disebut "steril endophthalmitis". Perbedaan antara infeksius dan noninfeksius injeksi pasca peradangan di mata yaitu adanya intravitreal injeksi, mata harus dirawat seolah-olah telah terjadi infektif endophthalmitis menggunakan pengobatan standar. Pengelolaan tersebut biasanya melibatkan vitrous dan diikuti oleh intravitreal antibiotik spektrum luas.