5 - bab ii - diferensiasi dan integrasi

22
Bab 2 Diferensiasi dan Integrasi Numerik 2.1. Diferensiasi Numerik Fungsi analitik f(x) dan fungsi pendekatan p(x) mempunyai hubungan sebagai berikut: f(x) = p(x) + e(x) (2-1) e(x) adalah error atau beda harga antara f(x) dan p(x). Dalam diferensiasi numerik, error ini akan mempunyai harga yang cukup signifikan, sehingga diferensiasi numerik mungkin akan mempunyai hasil yang tidak akurat. f'(x) = p' (x) + e'(x) (2-2) e'(x) >> e(x) Persamaan (2-1) secara umum dinyatakan dengan : (2-3) p k adalah polinominal dengan orde k yang digunakan untuk menginterpolasi / mendekati f(x) di x = x 0 , ………x k . Dari persamaan (2-3) ke (2-1) akan diperoleh error dengan ekspresi berikut: II-1

Upload: putri-lissa-sugiri

Post on 23-Dec-2015

47 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

materi kuliah pertemuan kedua metode numerik tentang diferensiasi dan integrasi

TRANSCRIPT

Bab 2

Diferensiasi dan Integrasi Numerik

2.1. Diferensiasi Numerik

Fungsi analitik f(x) dan fungsi pendekatan p(x) mempunyai hubungan sebagai berikut:

f(x) = p(x) + e(x) (2-1)

e(x) adalah error atau beda harga antara f(x) dan p(x). Dalam diferensiasi numerik, error ini akan mempunyai harga yang cukup signifikan, sehingga diferensiasi numerik mungkin akan mempunyai hasil yang tidak akurat.

f'(x) = p' (x) + e'(x) (2-2)e'(x) >> e(x)

Persamaan (2-1) secara umum dinyatakan dengan :

(2-

3)

pk adalah polinominal dengan orde k yang digunakan untuk menginterpolasi / mendekati f(x) di x = x0, ………xk. Dari persamaan (2-3) ke (2-1) akan diperoleh error dengan ekspresi berikut:

(2-4)

harga e(x) dalam persamaan (2-4) dapat berupa pengurangan (negatif) maupun penambahan (positif), sehingga persamaan (2-3) dapat juga dinyatakan sebagai berikut:

(2-5)

Untuk k = 1, maka persamaan (2-5) akan menjadi seperti berikut:

II-1

(2-

6)

Untuk a = x0 dan x1 = a + h, maka diferensiasi pertama numerik berdasar 'backward difference' dapat dinyatakan sebagai berikut:

(2-7)

Untuk a = 1/2( x0 + x1), sehingga x0 = a – h dan x1 = a + h, maka diferensiasi pertama numerik berdasar 'central difference' dapat dinyatakan sebagai berikut:

(2-

8)

Untuk k = 2, maka persamaan (2-5) akan menjadi seperti berikut:

(2-9)

(2-10)

Untuk a = x0, x1= a + h dan x2 = a + 2h, maka diferensiasi pertama numerik berdasar 'forward difference' dapat dinyatakan sebagai berikut :

(2-

11)

Rumus untuk mendekati turunan dengan orde lebih tinggi dapat diperoleh dengan cara yang sama. Jika persamaan (2-9) diturunkan sekali lagi, maka akan diperoleh:

(2-12)

(2-13)

Untuk a = x0, x1= a + h dan x2 = a + 2h, maka diferensiasi kedua numerik berdasar 'forward difference' dapat dinyatakan sebagai berikut :

II-2

(2-14)

Contoh soal diferensiasi:

Posisi pelacak (tracer) polusi air tanah yang bergerak sepanjang sumbu x diidentifikasi sebagai fungsi waktu dan diberikan dalam tabel 2.1. Dari posisi ini diminta menentukan kecepatan dan percepatan pelacak sebagai fungsi waktu:

Tabel 2.1: Posisi Pelacak sebagai Fungsi Waktu

t (satuan waktu) Posisi (m)

0 01.5 1002.0 1403.0 2005.7 4056.0 4258.0 577

11.0 83812.0 89815.8 117218.0 133820.0 1500

Jawaban:

v1 =

v2 =

v3 =

II-3

a =

Tabel 2.2: Perhitungan Deferensiasi Numerik dengan Berbagai Rumus

t (a)

x f(a)

s v1

pers. (2-7)v2

pers. (2-8)v3

pers. (2-11)a

pers. (2-14)

0.0 0.0 0.0 200,0 - 195,0 20,00.5 100 100 210,0 205,0 225,0 -60,01.0 205 105 180,0 195,0 180,0 0,01.5 295 90 180,0 180,0 169,0 44,02.0 385 90 202,0 191,0 208,0 -24,02.5 486 101 190,0 196,0 188,0 8,03.0 581 95 194,0 192,0 192,0 8,03.5 678 97 198,0 196,0 201,0 -12,04.0 777 99 192,0 195,0 186,0 24,04.5 873 96 204,0 198,0 203,0 4,05.0 975 102 206,0 205,0 209,0 -12,05.5 1078 103 200,0 203,0 - -6.0 1178 100 - - - -

II-4

Gambar 2.1: Kurva Kecepatan terhadap Waktu sebagai Contoh Perhitungan Deferensiasi Numerik dengan Berbagai Rumus

2.2. Integrasi Numerik

Integrasi sering dipakai secara luas dalam bidang rekayasa. Kasus-kasus yang melibatkan integrasi numerik lebih banyak dijumpai dibanding dengan kasus diferensiasi numerik. Diferensiasi biasanya dipakai secara analitik untuk mendiskripsikan fenomena alam (govern equation) dalam medium atau domain yang tidak terbatas (infinite). Lingkup terapan dalam bidang rekayasa menyangkut solusi persamaan ini dalam medium yang terbatas (finite). Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan yang dilakukan bersifat lokal dan kecil. Selanjutnya untuk memperoleh hasil global dalam medium tertentu, hasil lokal dan kecil tersebut diintegrasi dalam keseluruhan medium yang ditinjau. Pendekatan ini memungkinkan penerapan komputer dalam pemecahan integrasi numerik dengan sangat baik dan meluas. Seiring perkembangan teknologi komputer, maka berkembang pula teknologi solusi persamaan diferensial yang akhirnya berkembang menjadi cabang ilmu sendiri. Dasar-dasar solusi persamaan diferensial parsial secara numerik akan ditinjau secara khusus dalam Bab VI dan VII.

Integrasi secara simbolik dinyatakan secara analitik sebagai berikut:

(2-15)

dan identik dengan menyelesaikan nilai I y(b) untuk persamaan diferensial berikut:

(2-16)

dengan syarat batas:

y(a) = 0 (2-17)

2.2.1. Formula Klasik Tertutup dengan Interval Absis Konstan

Absis biasanya dinyatakan dengan x0, x1, x2, …… xn. Untuk interval absis yang konstan, nilai absis ke i dengan interval konstan sebesar h dapat dinyatakan sebagai berikut:

xi = xo + ih untuk i = 0,1,……, n + 1 (2-18)

Suatu fungsi di xi akan mempunyai nilai sebagai berikut:

f(x) fi (2-19)

II-5

Jika integrasi fungsi f(x) dihitung di antara limit batas bawah a dan batas atas b, akan menghasilkan f(a) dan f(b), maka integrasi tersebut menggunakan formulasi integrasi tertutup. Jika batas integrasi memakai nilai di sekitar a dan b, misalnya a1 dan b1, dimana a1 > a dan b1 < b, maka integrasi yang dimaksud menggunakan formulasi integrasi terbuka. Berikut ini akan diberikan beberapa formula itegrasi tertutup.Formula trapesium:

(2-20)

Suku O( ) mengekspresikan error yang merupakan beda antara solusi numerik dengan solusi analitik. Formula di atas menggunakan dua titik, yaitu f1 dan f2 serta cocok untuk polinomial dengan orde sampai dengan orde 1, misalnya f(x) = x.

Formula Simpson:

(2-21)

Formula dengan tiga titik ini cocok untuk polinomial dengan orde tertinggi sampai dengan orde 3, misalnya f(x) = x3.

Formula Simpson 3/8:

(2-22)

Formula ini merupakan modifikasi formula Simpson dengan tiga titik serta cocok untuk polinomial dengan orde sampai dengan orde 3.

Formula Bode:

(2-23)

Formula dengan lima titik ini cocok untuk polinomial dengan orde sampai dengan orde 5. Formula di atas diberi nama sesuai dengan nama penemunya. Disamping formula-formula tersebut masih banyak lagi formula semacam itu dan tidak akan diberikan disini.

2.2.2. Formula Klasik Terbuka dengan Interval Absis Konstan

Salah satu contoh formula integrasi terbuka adalah formula integrasi terbuka Newton seperti berikut ini:

(2-24)

II-6

Nilai integrasi dalam formula di atas yang dibatasi oleh nilai a = x0 dan b = x5 hanya dievaluasi berdasar nilai di x1, x2, x3 dan x4 saja, yaitu nilai dalam rentang a dan b. Formula ini tidak optimal seperti formula integrasi tertutup.

2.2.3. Formula Lanjut Tertutup dengan Interval Absis Konstan

Jika persamaan (2-20) digunakan sebanyak n - 1 kali untuk mengevaluasi integral dalam interval (x1,x2), (x2,x3), …… (xn-1,xn), selanjutnya hasilnya dijumlahkan, maka kita akan mendapatkan formula trapesium lanjut untuk integral dari x1 sampai xn sebagai berikut:

Formula trapesium lanjut:

(2-25)

Dalam persamaan ini suku O( ) atau error dinyatakan tidak dalam kriteria h, melainkan dalam interval b - a dan n. Persamaan (2-25) dalam kenyataannya merupakan persamaan yang terpenting dan menjadi dasar untuk sebagian besar formula-formula integrasi dalam praktek. Pengembangan persamaan (2-21) seperti penurunan persamaan (2-25) akan menghasilkan formula Simpson lanjut sebagai berikut:

Formula Simpson lanjut:

(2-26)

Sampai dengan formula ini, kita meninjau formula integrasi dengan interval absis yang konstan. Berikut ini akan dijelaskan formula integrasi dengan interval absis yang tidak konstan.

2.2.4. Formula dengan Interval Absis Tidak Konstan (Quadratur Gauss)

Perbedaan formula klasik dan lanjut dengan formula quadratur Gauss yang selanjutnya disebut dengan formula Gauss dapat dijelaskan sebagai berikut:

Pada formula klasik dan lanjut, batas-batas integrasi a dan b bersifat sembarang, sedangkan pada formula Gauss sudah ditentukan, misalnya a = -1 dan b = 1,

Formula klasik dan lanjut didasarkan pada interval absis yang konstan, sedangkan formula Gauss menggunakan interval absis yang tidak konstan,

Pada formula klasik dan lanjut, koefisien-koefisien f1, f2, …… fn bersifat tetap, sedangkan pada formula Gauss dapat ditentukan secara bebas,

Formula Gauss menggunakan sistem pembobotan agar diperoleh hasil yang optimal yang dinyatakan dengan simbol wi.

Sampai saat ini dikenal beberapa varian formula Gauss diantaranya adalah: formula Gauss-Legendre, Gauss-Laguerre, Gauss Chebyshev serta Gauss-Hermite. Dalam

II-7

kesempatan berikut hanya dijelaskan formula Gauss-Legendre saja. Formula Gauss-Legendre secara sederhana dapat dinyatakan sebagai berikut:

(2-27)

Pada formula klasik, variabel bebas mempunyai batas a x b, sedangkan pada formula Gauss variabel bebas berada dalam interval -1 z 1. Untuk itu, transformasi antar variabel z dan x dilakukan sebagai berikut:

(2-28)

sehingga fungsi integran yang baru akan mempunyai bentuk sebagai berikut:

(2-29)

dan persamaan (2-27) akan berubah menjadi sebagai berikut:

(2-

30)

Jika batas integrasi dipertahankan sebagai a x b seperti dalam integral berikut:

dimana a dan b besarnya sembarang dan tertentu, maka sebagai alternatif yang lebih sederhana dari pendekatan di atas, adalah melakukan transformasi formula Gauss-Legendre dari bentuk standar dengan interval -1 z 1 menjadi a x b dengan menggunakan inverse (kebalikan) persamaan (2-28) sebagai berikut:

(2-31)

sehingga persamaan (2-30) akan menjadi:

II-8

(2-32)

Berdasar persamaan (2-27), maka persamaan (2-32) dapat didekati dengan formula:

(2-33)

Tabel 2.3 menyajikan faktor bobot formula Gauss-Legendre sampai dengan n = 14. Formula Gauss-Legendre pada persamaan (2-33) sangat sesuai untuk komputasi digital, karena tidak dibutuhkan transformasi simbolik f(x). Dalam hal ini hanya titik referensi zi

yang ditransformasikan serta bobot dimodifikasi dengan konstanta (b–a) / 2.

Tabel 2.3: Akar Polinomial Legendre (z) dan Bobot (wi ) untuk Formula Gauss-Legendre (Sumber: Carnahan et al, 1969)

zi wi

0.57735 02691 89626 dua titik (n = 1) 1.00000 00000 00000

0.00000 00000 00000 0.77459 66692 41483

tiga titik (n = 2) 0.88888 88888 888890.55555 55555 55556

0.33998 10435 84856 0.86113 63115 94053

empat titik (n = 3) 0.65214 51548 625460.34785 48451 37454

0.00000 00000 00000 0.53846 93101 05683 0.90617 98459 38664

lima titik (n = 4) 0.56888 88888 888890.47862 86704 993660.23692 68850 56189

0.23861 91860 83197 0.66120 93864 66265 0.93246 95142 03152

enam titik (n = 5) 0.46791 39345 726910.36076 15730 481390.17132 44923 79170

0.14887 43389 81631 0.43339 53941 29247 0.67940 95682 99024 0.86506 33666 88985

sepuluh titik (n = 9) 0.29552 42247 147530.26926 67193 099960.21908 63625 159820.14945 13491 50581

II-9

0.97390 65285 17172 0.06667 13443 08688

0.00000 00000 00000 0.20119 40939 97435 0.39415 13470 77563 0.57097 21726 08539 0.72441 77313 60170 0.84820 65834 10427 0.93727 33924 00706 0.98799 25180 20485

lima belas titik (n = 14) 0.20257 82419 255610.19843 14853 271110.18616 10001 155620.16626 92058 169940.13957 06779 261540.10715 92204 671720.07036 60474 881080.03075 32419 96117

Contoh 1 integrasi: integrasi dengan batas integrasi -1 z 1

Hitung integral berikut dengan formula Gauss-Legendre 2 titik:

(2-34)

Jawaban:

Dari table 2.3, dengan menggunakan formula 2 titik akan diperoleh:

(2-35)

Untuk formula dengan 2 titik, hasil ini adalah eksak (seperti diharapkan), karena formula dua titik (n=1) adalah eksak jika F(z) adalah polinomial dengan orde (2n + 1) atau kurang.

Contoh 2 integrasi: dengan transformasi integran menyesuaikan pada formula Gauss

Hitung integral berikut dengan formula Gauss-Legendre 5 titik:

(2-

36)

Jawaban:

Transformasi variabel dari x dengan batas integrasi 1 x 2 ke dalam z dengan batas integrasi -1 z 1 menggunakan persamaan (2-28) menghasilkan:

(2-37)

II-10

selanjutnya transformasi integran akan menghasilkan

(2-38)

sehingga integrasi akan berubah menjadi sebagai berikut:

(2-39)

(2-

40)

Perhitungan integrasi Gauss-Legendre dengan lima titik dilakukan dalam tabel berikut ini.

Tabel 2.4: Perhitungan Integrasi Gauss-Legendre dengan Lima Titik untuk Persamaan (2-39)

i zi wi

0 0.00000000 0.56888889 0.33333333 0.189629621 + 0.53846931 0.47862867 0.28260808 0.135264332 0.53846931 0.47862867 0.40625128 0.194443513 + 0.90617985 0.23692689 0.25600460 0.060654374 0.90617985 0.23692689 0.47759593 0.11315529

Contoh 3 integrasi: dengan transformasi integran formula Gauss menyesuaikan diri

Hitung integral berikut dengan Gauss-Legendre dua titik berdasar persamaan (2-33):

(2-41)

Jawaban:

Berdasar persamaan (2-33) dengan a = 1 dan b = 3 serta w1, z1 dari tabel 2.3 untuk n = 1 didapatkan:

II-11

(2-42)

2.2.5. Integral Multi Dimensi

Metoda Suksesi

Integral multi dimensi terjadi jika fungsi integran harus dievaluasi terhadap lebih dari satu variabel bebas. Berikut ini integrasi multi dimensi akan direduksi menjadi integral satu dimensi dengan cara suksesi atau iterasi yang secara matematik dinyatakan sebagai berikut:

(2-43)

Langkah-langkah reduksi integral multi dimensi menjadi integral satu dimensi diberikan sebagai berikut:

Step 1 : tentukan limit batas bawah dan atasnya pada sumbu x, yaitu x1 dan x2. Step 2 : tentukan batas integrasi pada sumbu y, untuk nilai x tertentu, yang

dinyatakan sebagai y1 (x) dan y2 (x). Step 3 : tentukan batas integrasi pada sumbu z, untuk nilai x,y tertentu, yang

dinyatakan sebagai z1(x,y) dan z2(x,y).

setelah itu, maka akan didapatkan intgral multi dimensi dengan ekspresi berikut:

(2-44)

Misalkan

(2-45)

Maka integral dalam persamaan (2-43) dapat dimodifikasi menjadi sebagai berikut:

(2-46)

II-12

Metoda Gauss Quadrature untuk Integrasi Multi Dimensi

Formula Gauss dalam dua dimensi dapat dinyatakan sebagai berikut:

(2-47)

dimana dan adalah faktor bobot untuk fungsi f pada titik Gauss

, sedangkan N dan N adalah jumlah titik Gauss pada interval -1

dan –1 . Dalam tiga dimensi, formula Gauss akan mempunyai ekspresi seperti berikut:

(2-48)

dimana , dan masing-masing adalah faktor bobot untuk fungsi f

pada titik Gauss dan N, N serta N masing-masing adalah jumlah

titik Gauss pada interval -1 , –1 dan -1 .

Jumlah dan lokasi titik Gauss serta faktor bobot dipilih sedemikian rupa, sehingga diperoleh akurasi yang cukup tinggi. Jika fungsi f merupakan polinomial, maka formula Gauss menghasikan integrasi yang eksak. Sejumlah (n+1) / 2 titik Gauss dibutuhkan agar menghasilkan integrasi yang eksak untuk polinomial dengan orde n. Jumlah serta lokasi titik Gauss diberikan dalam tabel 2.5.

II-13

Tabel 2.5: Lokasi Titik Gauss dan Faktor Bobot untuk Integrasi Eksak Polinomial (Sumber: Dhatt and Touzot, 1984)

OrdePolinomial

Jumlah Titik Gauss

zi wi

0 atau 1 1 0 2

2 atau 3 2 11

4 atau 5 3 0 8/95/95/9

6 atau 7 4

8 atau 9 5 0

II-14

Contoh integrasi dua dimensi:

Hitung integral berikut:

(2-

49)

Dalam persamaan (2-49), orde polinomial tertinggi adalah 4 atau (4). Untuk itu dibutuhkan formula Gauss dengan 3 titik dalam masing-masing arah yang jumlah totalnya adalah 9, yaitu (, ):

Dari persamaan (2-47) didapatkan:

(2-50)

= 0 + 0.230 - 0.230 + 0 + 0.210 - 0.077 + 0 + 0.210 - 0.077

= 0.266

Contoh integrasi tiga dimensi:

II-15

Hitung integral berikut:

(2-51)

Orde tertinggi polinomial adalah 3, dalam hal ini (3). Untuk itu dibutuhkan titik Gauss sejumlah 2 dalam setiap arah yang totalnya berjumlah 8, yaitu (,, ):

Dari persamaan (2-48) didapatkan:

(2-52)

=

= 0.1012 + 0.0272 0.0272 01012 + 0.0272 0.1012 + 0.1012 0.0272

= 0.0

catatan: faktor bobot mempunyai harga 1 pada semua titik Gauss

II-16