47170602-stereografis

15

Click here to load reader

Upload: dwi-nurul-afifah

Post on 09-Aug-2015

163 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

stereografi

TRANSCRIPT

Page 1: 47170602-stereografis

PRINSIP PENGGUNAAN METODE STREOGRAFI

PROSEDUR PENGGUNAAN PROYEKSI STREOGRAFI

Proyeksi streografis merupakan cara pendekatan untuk pemerian

geometri yang dapat menunjukkan hubungan antara kedudukan garis atau

bidang.

Penggunaan streografi untuk analisis struktur geologi menggunakan

perpaduan antara jaring kutub, jarring perhitungan “kalsbeck”, dan jaring

“Schmidt”.

Cara penggambarannya sebagai berikut :

1. PENGGAMBARAN TITIK BIDANG KEKAR

a. Kertas transparan dihimpitkan pada jaring, kemudian diberi

tanda N, E, S dan W untuk titik Utara, Timur, Selatan dan Barat.

b. Dari titik N (Utara) dihitung besarnya jurus (strike) yang diukur

dilapangan, misalnya kearah titik E, kemudian dari titik pada lingkaran

bagian luar ditarik garis radial terpusat untuk menggambarkan

kemiringannya, dihitung dari Timur (E) kearah titik pusat lingkaran,

sedangakan untuk penggambaran titik pole dihitung dari Barat (W)

menuju titik pusat lingkaran. Dengan cara yang sama semua titik

pengukuran bidang kekar dapat digambarkan pada jaring “polar equal

area”, sehingga diperoleh penyebaran titik-titik kutub bidang kekar.

Gambar: a). JARING KUTUB (THE POLAR EQUAL AREA NET)

b). HASIL PLOTTING DARI JARING KUTUB

Page 2: 47170602-stereografis

2. MENGHITUNG KERAPATAN KUTUB

Untuk mencari kerapatan kutub bidang kekar, maka digunakan jaring

“kalsbeck”. Caranya adalah sebagai berikut:

a. Kertas transparan yang berisi penyabaran titik-titik kutub bidang kekar

dihimpitkan pada jaring “kalsbeck”.

b. Penjumlahan titik-titik kutub dilakukan pada setiap segi tiga, dan angka

yang didapat adalah jumlah titik proyeksi yang tercakup dalam enam

segi tiga yang melingkupinya.

Angka ini dituliskan pada pusat segi enam tersebut. Apabila titik

proyeksi terletak dipinggir jaring, maka perhitungan akan dilakukan

bersamaan dengan titik proyeksi yang terletak berhadapan. Bentuk

jaring kutub dan jaring “kalsbeck” ini dapat dilihat pada gambar di

bawawh ini.

3. PEMBUATAN KONTUR

Kontur dibuat atas dasar penyebaran dan harga kerapatan titik kutub.

Dengan demikian, dapat ditarik satu garis dari angka-angka kerapatan yang

sama. Penggambaran kontur ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini

(terlampir).

Page 3: 47170602-stereografis

4. PENENTUAN ORIENTASI UTAMA BIDANG KEKAR

Puncak-puncak yang mempunyai harga sama dihubungkan dengan

menggunakan jaring “Schmidt”. Prinsip kerjanya adalah sebagai berikut :

a. Kontur dihimpitkan pada jaring “Schmidt”, dan arah Utara kontur

diletakkan pada arah Utara jaring “Schmidt”, demikian juga pusat

lingkaran.

b. Kertas transpasran diatur sedemikan rupa sehingga titik puncak kontur

yang berharga sama berada pada satu busur lingkaran besar dari

jaring “Schmidt”. Titik Utara dan Selatan jaring “Schmidt” diberi tanda

dan digambarkan busur lingakaran besar yang melalui titik-titik puncak

tersebut.

c. Seperti pada posisi tersebut di atas, harga busur yang digambar,

dibaca dan dicatat. Pembacaan harga busur ini mulai dari titik nol di

titik W (Barat). Angka yang diperoleh merupakan harga kemiringan

utama kutub bidang-bidang kekar tersebut.

d. Kertas transparan ini dikembalikan pada posisi semula seperti pada

tahap a. Kemudian dibaca titik Selatan yang dibuat pada tahap c

dimulai dari titik nol di Utara jaring.

Harga yang dibaca adalah harga jurus utama kutub bidang kekar.

e. Mengembalikan harga kutub ke harga orientasi lereng yaitu garis

kutub Utara-Selatan (N-S) dihimpit pada titik Utara (N) jaring,

kemudian dihitung sebesar 900 dari busur lingkaran besar ke arah

pusat, melalui titik ini juga dibuat busur lingkaran besar.

Page 4: 47170602-stereografis

SOAL 1.

Gambarkan orientasi lereng daqn sudut geser dalam dari batuan pada jaring

Schmidt, dimisalkan lereng yang mempunyai jurus dan kemiringan N 1300 E /

500 dan sudut geser dalam batuan adalah 300 .

PENYELESAIAN

Tahapan penggambaran

a. Kertas transparan dihimpitkan pada jaring Schmidt. Titik Utara, Timur

dan pusat ditandai pada kertas transparan.

b. Masih pada posisi diatas, baca dan tandai titik 1300 dihitung mulai dari

titik Utara ke titik Selatan. Dari titik ini ditarik garis lurus melalui pusat

hinggga memotong busur lingkaran terluar (Gambar a).

c. Putar kertas transparan hingga garis lurus yang dibuat pada tahap b

barada pada garis Utara-Selatan jaring dengan titik 1300 berada pada titik

N jaring. Kemudian buat busur lingkaran besar sebesar 1500 dari titik

nolnya di Timur yang melalui titik Utara-Selatan, kemudian kembalikan

pada posisi semula (Gambar b).

d. Buat lingkaran penuh dengan pusat jaring Schmidt sebesar 300 yang

dihitung dari titik Timur atau Barat ke pusat lingkaran. Lingkaran ini

mewakili sudut geser dalam batuan (Gambar c).

Gambar terlampir.

Page 5: 47170602-stereografis

I. Menentukan kedudukan suatu bidang dari beberapa

batas lithologi yang tersingkap pada beberapa lereng.

Dilapangan kadang-kadang sulit untuk menginterpretasikan orientasi dari tiga

dimensi kedudukan suatu bidang, lebih sering singkapan yang dijumpai

hanya menunjukkan kenampakan dua dimensi, misalnya terpotong oleh

bidang lereng atau topografi. Dalam masalah ini hal yang perlu diperhatikan

dan diukur adalah kedudukan bidang lereng dan “rake” garis potong batas

lithologi dengan lereng.

Tugas 2 :

Suatu sikuen batupasir terpotong oleh topografi yang terdiri dari beberapa

lereng dan singkapannya hanya menunjukkan kenampakan dua dimensi

sehingga sulit untuk di ukur langsung kedudukan bidangnya dengan

menggunakan kompas geologi. Misalnya diketahui data kedudukan bidang-

bidang lereng beserta rake, garis potongnya masing-masing adalah sebagai

berikut :

Bidang Lereng

Kedudukan Bidang Lereng Rake Garis Potong

1.

2.

3.

N 40oE/21o

N 285oE/32o

N 80oE/32o

76oS

20oNW

76oE

Page 6: 47170602-stereografis

4.

5.

N 150oE/65o

N 102oE/45o

44oSE

86oN

Bagaimana cara menentukan kedudukan sebenarnya dari sikuen batupasir ?

Prosedur :

(1). Sudut rake diplot sebagai titik pada masing-masing busur lingkaran besar

dari stereogram bidang lereng. Dari sini akan didapatkan lima buah titik,

yaitu : titik 1, 2, 3, 4 dan 5.

(2). Putar-putarlah kalkir sedemikian rupa sehingga kelima titik tadi relatif

terletak pada satu busur lingkaran besar yang baru. Busur lingkaran yang

terakhir anilah yang merupakn stereogram dari kedudukan batupasir

yang sebenarnya, yakni N 135oE/55o.

Tugas :

Gambarkan Proyeksi kedudukan lapisan batupasir pada proyeksi stereografis

sesuai dengan prosedur yang telah digambarkan diatas !

GEOTECHNICAL APPLICATIONS

Page 7: 47170602-stereografis

DISCONTINUITY ANALYSIS

Discontinuities are planes of weakness in rock masses created by

jointing, faulting, cleavage, etc. The presence of discontinuities can have a

profound effect on the bulk strength of the rock mass and can be highly

influential in terms of its stability.

In a typical site investigation for a proposed engineering structure (e.g.

road cutting, tunnel, dam ) attention will be paid to the frequency and

continuity of such planes of weakness present. In addition the orientation of

the discontinuities will be measured at the site to assess the number of sets

of discontinuities present and their directions. The orientation of planes of

weakness can greatly affect the predictions of stability. For example, a set of

joints oriented with their strikes perpendicular to the face of a proposed

cutting may not influence stability of the excavation greatly (fig b), whilst those

striking parallel to the line of the cutting may provide potential sliding surfaces

(figs a, c). During the discontinuity analysis at a site, the stereographic

projection provides :

1. A Vital form of display of the collected data.

2. A convenient means of identifying the number of discontinuity sets present

and, with the aid of density contours, their modal orientations.

3. A representation of the angular relationships which exist dominant

directions of the discontinuities and of the proposed engineering structure

(discussed below)

GEOMETRICAL CONSTRUCTIONS

Page 8: 47170602-stereografis

The stereographic projection provides a useful form of display of the

orientation of rock slopes in relation to the sets of discontinuities present. This

relationship makes it possible to assess the type of failure most likely to

occur.

Plane failure, for example (fig c), would be favoured in situations where

the strike of a set of discontinuities runs parallel to the slope and where the

discontinuities dip with the slope at an angle which is steep enough to

produce sliding, but not steeper than the slope itself. The stereogram (fig d)

shows, for a given rock slope, the orientation of discontinuities likely to lead to

plane failure.

Plane failure is unlikely where joint sets have a strike which is oblique

to the rock slope. Two intersecting sets of joints oblique to the slope may lead

to wedge failure (fig e). Again the stereogram is able to depict the geometrical

conditions conducive to this type of failure. In this type of failure the direction

of sliding is governed by the direction of plunge of the line of intersection. This

can be determined using the construction on p.27. The angle of plunge of the

line of intersection determines the tendency to slide. Instability is brought

about by a steep angle of plunge. The plunge must not be too steep since

another geometrical constraint on this type of failure is that the line of

intersection needs to crop out twice; once on the slope and again on the

surface above the slope (figs e, f).

Page 9: 47170602-stereografis

THE ANGEL BETWEEN TWO PLANES

This construction is used frequently. It allows, for example, the

calculation of inter-limb angles of folds and the angle of unconformity

between two sequences of beds.

The solution using the stereographic projection is easy to understand

as soon as it is appreciated what is actually meant by the angle between two

planes. Figures a-d help explain this. Planes A and B cut each other to

produce a line of intersection, L. The apparent angle between the pair of

planes A and B depends on the cross-section chosen to view this angle. For

example , the angle α (in fig a) observed on section plane C (which is

perpendicular to the line of intersection is different to the angle β seen on the

oblique section plane (fig c). In fact, α is the true or dihedral angle between

the planes A and B since the dihedral angle between a pair of planes is

always measured in the plane which is perpendicular to the line of their

intersection.

Determining the dihedral angle between a pair of planes (A,B)

stereographically

Method using great circles

1. Plot both planes as great circles (labelled plane A and plane B in fig b)

2. The line of intersection L of these planes is given directly by the point of

intersection of the great circles (see p.26)

3. The plane C which is perpendicular to L, the line of intersection, is drawn

on the stereogram. Plane C is the plane whose pole plots at L (see p.20).

4. The dihedral angle α is measured in plane C between the traces (lines of

intersection on C) of planes A and B.

Page 10: 47170602-stereografis

Note There are two angles that could be measured at stage 4. These are

labelled as α and α ’ in figs a and b and are the acute and obtuse dihedral

angles respectively between the pair of planes. These angles add up to 180°.

If the between A and B is measured on a plane other than C, the angle will

differ from dihedral angle α ; for example, in figs c and d, an angle β is

measured on an oblique section plane.

METHOD USING POLES OF THE PLANES

This alternative method makes use of the fact that the dihedral angle between

a pair of planes is equal to the angle between the normals to those planes (fig

e)

1. Plot planes A and B as poles (fig f)

2. Measure the angles between the poles using the same method as that for

measuring the angle between two lines (see p.32) i.e. these angles are

measured along the great circle containing the two poles. These angles,

α and α ’ are the acute and obtuse dihedral angles.

Page 11: 47170602-stereografis

I. CURVI-PLANAR GEOLOGICAL SURFACES

Soal :

3.7 Diskusikan bentuk dari kontur struktur peta A dan determinasikan

letak dan bentuk dari permukaan geologinya serta bentuk bagian-

bagiannya.

Peta APerbedaan ornamen pada daerah-daerah pada peta mewakili singkapan

batuan yang berbeda tipe. Kontak planar antara batuan-batuan yang

berbeda tersebut mempunyai perbedaan letak . Bentuk dari kontur struktur

untuk kontak geologi ditunjukan oleh tiap-tiap dip dan strikenya. Gunakan

gambaran profil topografi sepanjang garis a-b. Gambarkan cross-section-

nya secara teliti sehingga dapat lebih memperjelas jejak dari permukaan

geologi baik yang berda diatasnya maupun dibawahnya, level ground.

(makin banyak titik ketinggian yang dapat kamu lokasikan, maka makin

akurat trend dari kontur struktur tersebut. Determinasikan vertikal sequent

tipe-tipe batuan pada peta tersebut.

Jawab :

1. Gambarkan cross-section a-b berdasarkan ketinggian garis konturnya.

2. Tandai titik-titik perpotongan antar kontak batuan (linkaran hitam dan

putih) yang terjadi mengikuti arah garis konturnya. (gambar A)

3. Buat garis yang menghubungkan titik-titik kontak batuan tersebut.

(Gambar A)

4. Letakan kertas diatas peta (menempel sepanjang a-b) dan tandai tiap-

tiap garis tersebut dengan angka sebesar nilai ketinggian konturnya

dan tuliskan pada kertas tersebut (Gambar B).

Page 12: 47170602-stereografis

5. Tentukan posisi nilai ketinggian kontur dari garis-garis titik kontak

batuan tersebut sesuai dengan nilai ketinggian kontur dan jenis

batuannya, dengan cara memplotkannya pada gambar cross-section

yang telah dibuat sebelumnya (Gambar C).

6. Untuk menentukan sekuen secara vertikal dilakukan dengan jalan

menentukan tiap jenis-jenis batuan dan dari hal tersebut dapat

dianalisis kejadian geologi yang mempengaruhi mengapa terbentuk

sekuen tersebut.

II. THICKNESS CONTOURS (ISOPACHYTES)

Soal :

7.2.1 Pada gambar 40 material igneous yang mengkristal sebagai dolerit

(diabase) menerobos sepanjang kontak antara sandstones dan

mudstone. Gunakan hubungan antara bentuk dan topografi outcrop

(singkapan), determinasikan letak dan bentuk dari kontak yang terjadi

antara tipe batuan yang berbeda tersebut dan buatlah kontur struktur

untuk permukaan, baik yang berada di atas dolerit maupun di

bawahnya. Dengan memperhatikan kontur struktur dari perpotongan 2

permukaan, determinasikan variasi ketebalan vertikal dolerit

sepanjang keseluruhan area peta. Buatlah isopachytes untuk dolerit

dengan kontur nilai ketebalannya dan buatlah ilustrasi bentuknya

untuk seksi N-S dan E-W.

Jawab :

Buatlah titik-titik yang merupakan perpotongan garis kontur dengan

batas kontak antara tipe batuan yang berbeda (lingkaran hitam dan putih).

Kemudian hubungkan titik-titik tersebut sesuai nilai ketinggiannya. Karena

bentuknya hampir paralel terhadap topografi kontur, maka kontak yang terjadi

Page 13: 47170602-stereografis

antara dolerit- mudstone adalah flat-lying. Kontur struktur menunjukan

bahwa dip dari bidang flat tersebut bersudut rendah/dangkal terhadap WSW

(Diagram A). Berlawanan dengan kontak antara dolerit-sandstone yang

berbentuk curvi-planar dengan dip jauh dari pusat peta, sebagai akibatnya

maka kontur strukturnya berbentuk garis lengkung dan dapat didefinisikan

sebagai bentuk dome/kubah yang tidak beraturan (Diagram A).

Ketebalan vertikal dari dolerit dapat dideterminasikan dengan melihat

dan memperhatikan perbedaan tinggi antara kontur struktur pada bagian

dasar (kontak mudstone/ dolerit) dan bagian atasnya (kontak

dolerit/sandstone ). Nilai Ketebalan ini ditunjukan pada diagram B sebagai

titik hitam dan putih. Diketahui bahwa untuk bagian dasarnya dolerit memiliki

bentuk flat dan bagian atas berbentuk dome, data ini dapat dijadikan kontur

seperti pada Diagram C, untuk memberikan variasi ketebalan pada peta dan

juga luas asli dari dolerit (Diagram D).

III. SEDIMENTATION AND FAULTING

Soal :

9.7.1 Gunakan hubungan antara bentuk dan topografi singkapan dengan

kontur struktur, determinasikan struktur dari area yang ditunjukan pada

gambar 62. Buatlah sebuah cross-section yang akurat sepanjang garis

a-b dengan menggunakan profil topografi yang telah disediakan.

Determinasikan sifat patahannya dan hubungan antara lipatan dan

patahan tersebut. Bagaimana kemungkinan arah dan jumlah

pemindahan (displacement) patahan/fault tersebut ?

Jawab :

Lihat hubungan antara geologi dan topografi yang diberikan, dari sana

dapat diketahui mana yang berada di bawah (sekuen stratigrafi). Kita dapat

Page 14: 47170602-stereografis

melihat batasan patahan batuan tua terhadap yang lebih muda. Suatu situasi

yang biasanya timbul pada reverse atau thrust faulting. Pada bagian SW

peta patahannya merupakan flat-lying, sekitar 180 m. Ke arah utara, pada

sisi lain dari punggung bukit, patahan tersebut terekspos lagi sekitar 180 m

dan kemudian semakin ke utara menurun/berkurang tingginya menjadi 100

m. Pada arah Timur (E) Flat-lying fault muncul lagi di lembah berikutnya,

terletak kurang lebih 75 m dan mungkin menjadi patahan yang similar letak

dan tingginya terhadap patahan sebelumnya. Kesimpulan ini didukung oleh

adanya unit batuan di atas patahan yang memiliki arah yang sama pada

kedua tempat. Pada SW dan NE, patahannya merupakan flat-lying dan pada

NE patahannya berbentuk curve-planar yang cenderung menurun tingginya.

Di atas patahan, bentuk singkapan dan tanda untuk ketinggian dari

kontak (lingkaran putih pada diagram) yang mengindikasikan dip, ditunjukan

oleh tanda panah dan catatan-catatan pinggir diagram. Pada tempat-tempat

(ditunjukan oleh tanda lingkaran tebal) dimana merupakan tempat terjadinya

kontak diatas dan dibawah patahan yang terpotong olehnya dan points (dan

garis) dari titik potong terlihat jelas. Seluruh data dapat diproyeksikan

menjadi suatu garis, karena NW-SE umumnya terdiri dari kontur struktur yang

sedikit jumlahnya sehingga dapat digambarkan, dan garis potong

menunjukan strike dari fault dan kontak yang paralel.

Bagian tersebut dapat digambarkan dan memperlihatkan yang terlihat

dengan jelas sebagai sebuah listric thrust fault dengan gulungan antiklin di

atasnya. Jika kita asumsikan slip telah berada diatas dip dari thrust ramp,

kemudian pemindahan pada bidang patahan akan menjadi jarak d. ( jarak

antara titik potong bagian dasar, atau atas sandstone dengan bidang

patahan). Sebelum terjadi patahan, pemutusan dari dasar atau bagian atas

sandstone di y pada bidang patahan akan berada di x. Hal ini

mengakibatkan terjadinya pemendekan secara horizontal pada kerak bumi.

Page 15: 47170602-stereografis

(ditunjukan oleh garis pada right angle terhadap arah strike dan kemudian

arah dip dari ramp).

Pemindahan total d diukur sepanjang bidang patahan.