4227-5927-1-pb

45
TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PEDAGANG BAKSO TERHADAP BORAKS DISEKITAR WILAYAH WIROBRAJAN YOGYAKARTA Oleh: HARRY SETIADI 20030310010 ABSTRAK Makanan yang mengandung Bahan Tambahan Pangan dan bahan kimia berbahaya adalah makanan yang didalamnya ditambahkan bahan- bahan pangan dan bahan kimia. Hal ini bertujuan untuk membuat cita rasa, warna, tekstur dari makanan menjadi lebih baik. Penggunaan BTP secara berlebihan dan bahan kimia pada makanan akan sangat membahayakan kesehatan orang yang akan mengkonsumsinya. Metode penelitian ini adalah survey yang bersifat deskriptif. Sampel penelitian ini sebanyak 35 responden yang meupakan total populasi. Data dikumpulkan melalui kuisioner dan wawancara kemudian disajikan dalam bentuk table distribusi frekuensi. Penelitian ini bertujuanuntuk mengetahui tingakat pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap makanan yang mengandung BTP dan bahan kimia berbahaya pada masyarakat disekitar daerah Wirobrajan Yogyakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 65,72% responden memiliki pengetahuan dalam kategori baik, 60% responden memiliki

Upload: deni-koswara-rohman

Post on 07-Aug-2015

87 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: 4227-5927-1-PB

TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PEDAGANG BAKSO TERHADAP BORAKS DISEKITAR WILAYAH WIROBRAJAN YOGYAKARTA

Oleh:

HARRY SETIADI

20030310010

ABSTRAK

Makanan yang mengandung Bahan Tambahan Pangan dan bahan kimia berbahaya adalah

makanan yang didalamnya ditambahkan bahan-bahan pangan dan bahan kimia. Hal ini bertujuan

untuk membuat cita rasa, warna, tekstur dari makanan menjadi lebih baik. Penggunaan BTP

secara berlebihan dan bahan kimia pada makanan akan sangat membahayakan kesehatan orang

yang akan mengkonsumsinya.

Metode penelitian ini adalah survey yang bersifat deskriptif. Sampel penelitian ini

sebanyak 35 responden yang meupakan total populasi. Data dikumpulkan melalui kuisioner dan

wawancara kemudian disajikan dalam bentuk table distribusi frekuensi.

Penelitian ini bertujuanuntuk mengetahui tingakat pengetahuan, sikap dan perilaku

masyarakat terhadap makanan yang mengandung BTP dan bahan kimia berbahaya pada

masyarakat disekitar daerah Wirobrajan Yogyakarta.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 65,72% responden memiliki pengetahuan dalam

kategori baik, 60% responden memiliki sikap dalam kategori baik dan 51,42% responden

memiliki tindakan dalam kategori sedang terhadap makanan yang mengandung BTP dan Bahan

Kimia Berbahaya.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan sikap responden

sudah baik, tetapi tindakan responden pada umumnya berada pada kategori sedang. Oleh karena

itu peneliti menyarankan kepada pihak masyarakat wiayah disekitar Wirobrajan Yogyakarta

lebih teliti lagi dalam memilih makanan yang akan dikonsumsi teruama makanan yang

mengandung BTP.

Kata Kunci : Pengetahuan, Sikap, Perilaku, BTP, Bahan Kimia Berbahaya, Makanan.

Page 2: 4227-5927-1-PB

LEVEL OF KNOWLEDGE, ATTITUDE AND BEHAVIOUR OF MEATBALL PADDLER IN WIROBRAJAN AREA OF YOGYAKARTA TOWARDS BORAX

Oleh :

HARRY SETIADI

20030310010

ABSTRACT

Food additive and chemical agent in food that contains chemicals and food material. It’s

aim to made a taste, colour, texture better. Use of food additive and chemicals agent would be

health for many people.

The methodology of research was descriptive survey. Research sample as much 35

respondent representing total population, the data collected quisioner and interview. A result of

research that is the tables of frequency distribution.

This research aim to know of knowledge, attitude, action from people whose stay in

Kelurahan Wirobrajan in Yogyakarta.

The result of this research that 65,72% respondent had knowledge in good category, 60%

respondent had attitude in good category and 51,42% respondent had action in medium category

in food that contain food additive and chemicals agent.

Based on the research that attitude and knowledge had been good, but action respondent

in middle category. Therefore researcher suggest to people in Kelurahan Wirobrajan in

Yogyakarta so that theirs choose food which will be consumed for theirs.

Keywords : Knowledge, Behavior, Attitude, Food Additive, Chemicals Agent, Food.

Page 3: 4227-5927-1-PB

Pendahuluan

Pada umumnya hampir semua orang Indonesia tahu dan pernah

mengkonsumsi produk olahan daging yang berbentuk bulat-bulat yang biasa

disebut dengan bakso. Bahkan, produk ini salah satu produk yang banyak disukai

orang, mulai dari anak-anak hingga lanjut usia. Rasanya lezat, bergizi tinggi, dapat

disantap sebagai lauk pauk dan dihidangan pada suatu kesempatan tak terbatas,

misalnya menu pesta, menu arisan dan menu rapat.Secara teknis. pengolahan

bakso sangat mudah dan dapat dilakukan oleh siapa saja. Dilihat dari peluang

usahanya, pengolahan bakso tampil sebagai sosok bisnis yang menarik. Dilihat dari

upaya pemenuhan gizi masyarakat, bakso dapat dijadikan sarana pendukung

kecukupan gizi yang tepat mengingat produk ini mengandung protein yang cukup

tinggi. Kualitas bakso ditentukan oleh bahan baku, berbagai macam tepung yang

digunakan dan perbandingannya didalam adonan. Sedangkan faktor lain yang

mempengaruhi kualitas bakso diantaranya adalah bahan-bahan tambahan yang

digunakan serta cara memasaknya.

Melihat daging yang digunakan sebagai bahan baku mahal, maka

penganekaragaman bahan dasar pembuatan bakso perlu diupayakan agar bakso

tetap berkualitas dan hargapun dapat terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.

Salah satu cara untuk mengurangi ketergantungan terhadap daging adalah mencari

bahan pengganti dengan memanfaatkan bahan makanan lain untuk pembuatan

bakso.

Dengan semakin meningkatnya taraf hidup manusia dewasa ini, maka kebutuhan akan

berbagai hal juga mengalami peningkatan seperti kebutuhan akan sandang, kesehatan, papan,

pangan, pendididikan dan lain sebagainya. Berbagai usaha dilakukan untuk memenuhi kebutuhan

tersebut. Misalnya dengan menambahkan bahan tambahan makanan dalam makanan dengan

maksud untuk meningkatkan kualitas dari makanan tersebut. Yang dimaksud dengan bahan

tambahan makanan atau “Food Additives” menurut FAO/WHO dalam konggresnya di Roma

pada tahun 1965 adalah bahan-bahan yang dapat ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan

dan biasanya dalam jumlah sedikit dengan maksud untuk memperbaiki warna, tekstur atau

memperpanjang masa simpan (Murdiati, 1988).

Bahan tambahan sintetik lebih banyak digunakan karena bahan tambahan sintetik

Page 4: 4227-5927-1-PB

mempunyai beberapa kelebihan, yaitu dapat diproduksi secara besar-besaran, harganya murah,

dalam konsentrasi, lebih stabil, penggunannya mudah, sehingga dapat dipergunakan dengan

lebih effisien. Namun dalam pembuatan senyawa tersebut sering terjadi ketidaksempurnaan

proses sehingga memungkinkan terdapatnya senyawa-senyawa yang berbahaya bagi kesehatan

dan kadang-kadang bersifat karsinogenik yang dapat merangsang terjadinya kanker pada hewan

maupun manusia (Murdiati, 1988).

Boraks merupakan bahan industri yang banyak digunakan untuk antiseptic atau zat

pembersih (Dreisbach, 1980). Meskipun telah disebutkan dalam PERMENKES RI No

235/MENKES/VI/84 tentang bahan tambahan makanan, bahwa Natrium Tetraborate yang lebih

dikenal dengan nama Boraks digolongkan dalam bahan tambahan yang dilarang digunakan

dalam makanan, tetapi pada kenyatannya masih banyak bentuk penyalahgunaan dari zat tersebut.

Hasil penelitian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), menunjukkan bahwa Boraks

banyak digunakan dalam pembuatan bakso, empek-empek, pangsit, mie ayam, batagor dan bakso

celup (Subiyakto, 1991).

Nevrianto (1991) menyebutkan bahwa Boraks dinyatakan dapat mengganggu kesehatan

bila digunakan dalam makanan, misalnya mie, bakso dan kerupuk. Efek negatif yang

ditimbulakan dapat berjalan lama meskipun yang digunakan dalam jumlah sedikit.

Sekarang ini banyak sekali bahan kimia dan berbagai campuran-campuran lain dibuat dan

diciptakan untuk membuat pekerjaan manusia dalam membuat makanan lebih efektif dan efisien.

Tetapi di samping untuk makanan dibuat juga bahan kimia untuk pembuatan kebutuhan lain. Di

mana bahan kimia tersebut tidak boleh dipergunakan dalam pembuatan makanan dan dapat

berakibat fatal. Hal ini sangat penting dan juga memprihatinkan. Fenomena ini merupakan salah

satu masalah dan kebobrokan bangsa yang harus diperbaiki. Janganlah sampai membiarkan hal

ini terus berlarut dan akhirnya akibat menumpuk di masa depan. Oleh karena itu, Saya berusaha

merangkum sedemikian rupa dan mencoba membedah apa saja yang seharusnya dilakukan dan

mengapa hal ini menjadi hal yang sangat penting.

Boraks berasal dari bahasa Arab yaitu Bouraq. Merupakan kristal lunak lunak yang

mengandung unsur boron, berwarna dan mudah larut dalam air.

Boraks sejak lama telah digunakan masyarakat untuk pembuatan gendar nasi, kerupuk

gendar, atau kerupuk puli yang secara tradisional di Jawa disebut “Karak” atau “Lempeng”.

Page 5: 4227-5927-1-PB

Disamping itu boraks digunakan untuk industri makanan seperti dalam pembuatan mie basah,

lontong, ketupat, bakso bahkan dalam pembuatan kecap.

Mengkonsumsi boraks dalam makanan tidak secara langsung berakibat buruk, namun

sifatnya terakumulasi (tertimbun) sedikit-demi sedikit dalam organ hati, otak dan testis.

Boraks yang dikonsumsi cukup tinggi dapat menyebabkan gejala pusing, muntah,

mencret, kejang perut, kerusakan ginjal, hilang nafsu makan.

Boraks adalah bahan solder, bahan pembersih, pengawet kayu, antiseptik kayu, dan

pengontrol kecoak. Sinonimnya natrium biborat, natrium piroborat, natrium tetraborat. Sifatnya

berwarna putih dan sedikit larut dalam air. Sering mengonsumsi makanan berboraks akan

menyebabkan gangguan otak, hati, lemak, dan ginjal. Dalam jumlah banyak, boraks

menyebabkan demam, anuria (tidak terbentuknya urin), koma, merangsang sistem saraf pusat,

menimbulkan depresi, apatis, sianosis, tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan, bahkan

kematian. Boraks tidak hanya diserap melalui pencernaan namun juga dapat diserap melalui

kulit. Boraks yang terserap dalam tubuh dalam jumlah kecil akan dikeluarkan melalui air kemih

dan tinja, serta sangat sedikit melalui keringat. Boraks bukan hanya menganggu enzim-enzim

metabolisme tetapi juga menganggu alat reproduksi pria. Boraks merupakan bahan kimia yang

ditinjau dari sumber bahan yang terdiri dari bahan sintesis yang bermasalah dari segi kesehatan.

Karakteristik boraks berbentuk kristal putih, tidak berbau, sedikit larut dalam air, stabil pada

suhu serta tekanan normal. Boraks dipasaran terkenal dengan nama pijer, bleng, dan gendar.

Boraks seringkali disalah gunakan dalam proses pembuatan bahan makanan, seperti

digunakan sebagai bahan tambahan untuk pembuatan bakso, nuget, tahu, ketupat/lontong serta

kerupuk. Ciri-ciri dari dari makanan yang mengandung boraks adalah sifatnya yang kenyal.

Kandungan boraks pada makanan ini tentunya sangat berbahaya bagi kesehatan, karena boraks

tidak boleh digunakan untuk bahan makanan maupun minuman.

Metode

a) Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian diskriptif, kuantitatif non eksperimen yang

bersifat korelasional dengan pendekatan cross sectional yaitu rancangan penelitian

dengan melakukan pengukuran dan pengamatan pada saat bersamaan (notoatmodjo,

Page 6: 4227-5927-1-PB

2005). Varibael-variabelnya diukur hanya 1 kali pada suatu saat.

b) Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian (Arikunto, 2002). Populasi dalam penelitian

ini adalah pedagang bakso yang terdapat di wilayah Wirobrajan dan sekitar.

2. Sampel

Sample adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (arikunto, 2002). Sample dalam

penelitian ini adalah pedagang bakso yang berada di wilayah Wirobrajan dan sekitarnya

daerah Yogyakarta. Pengambilan sample menggunakan teknik purposive sampling yaitu

penentuan sample tidak berdasarkan kriteria tertentu. Berdasarkan criteria inklusi, maka

sample diambil sejumlah 40 responden.

3. Kriteria Subyek yang Diteliti

a. Kriteria Inklusi

1) Pedagang bakso disekitar wilayah Wirobrajan

b. Kriteria Eksklusi

1) Tidak bersedia menjadi responden

c) Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di wilayah Wirobrajan dan sekitarnya dikota Yogyakarta.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2010.

d) Definisi Operasional Variabel Penelitian

Page 7: 4227-5927-1-PB

1. Variabel Penelitian

Variabel adalah karakteristik subyek penelitian yang berubah dari satu subyek ke subyek

yang lain (Sastroasmoro, 2002).

a. Variabel bebas : Penggunaan boraks pada pedagang bakso didaerah

wirobrajan dan sekitarnya.

Variabel bebas adalah variabel yang bila ia berubah akan mengakibatkan

perubahan variabel lain. Variabel bebas sering disebut dengan variabel

independent, predictor, resiko atau kausa (Sastroasmoro, 2002).

b. Variabel terikat : Sikap, perilaku dan pengetahuan pedagang bakso

Variabel yang berubah akibat perubahan variabel bebas. Variabel terikat ini

sering disebut dengan variabel dependen, efek, hasil, outcome, reaspons, event

(Sastroasmoro0, 2002). Variable terikat dalam penelitian ini tidak diteliti

c. Variabel pengganggu (perancu) : Lingkungan, pola hidup keluarga, peran

aktif petugas kesehatan, diagnosis dini.

Variabel perancu (confounding) adalah jenis variabel yang berhubungan dengan

variabel bebas dan variabel tergantung, tetapi bukan merupakan antara.

Variabel pengganggu dalam penelitian ini tidak diteliti.

e) Pengumpulan Data dan Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data untuk mengetahui

apakah ada tingkat pengetahuan sikap, perilaku dan prevelensi penggunaan boraks pada

pedagang bakso di wilayah Wirobrajan dan sekitarnya.

f) Uji Validitas dan Reabilitas

Data yang digunakan dalam penilitian ini merupakan data sekunder hasil

pemeriksaan sebelumnya, serta instrumen menggunakan instrumen yang sudah baku dengan

standard mutu yang berlaku, sehingga instrumen tersebut tidak perlu diuji validitas dan

rehabilitasnya.

Page 8: 4227-5927-1-PB

Hasil Penelitian

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1. Keadaan Geografi Kecamatan wirobrajan

Kecamatan Wirobrajan merupakan salah satu Kecamatan yang dimana luas areanya 1,78 km2,

beriklim tropis dengan dengan pembagian 3 kelurahan :

1. Kelurahan Pakuncen

2. Kelurahan Wirobrajan

3. Kelurahan Patangpuluhan

4.1.2. Keadaan Demografi Kelurahan Wirobrajan

1. Jumlah Penduduk

Berdasarkan data monografi. Jumlah penduduk kelurahan Wirobrajan adalah 13.865 jiwa, yang

terdiri dari 6.916 laki-laki dan 6946 perempuan yang terbagi dalam 2619 kepala keluarga (KK).

Jumlah penduduk kelurahan Wirobrajan secara terperinci dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel IV.1

Tabel Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin

Page 9: 4227-5927-1-PB

No Jenis Kelamin Frekuensi Prosentase (%)

1

2

Laki-laki

Perempuan

6.919

6949

49,90

50,10

Jumlah 13.856 100

Sumber : Data monografi Kelurahan Wirobrajan

Dan dari jumlah penduduk tersebut terdapat 3 laki-laki dan 41 perempuan yang

berkewarganegaraan asing (WNA), sedang yang lain adalah warga negara Indonesia. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel IV.2

Tabel Jumlah Penduduk Menurut Kewarganegaraan

No Kewarganegaraan Jenis Kelamin Frekuensi Prosentase (%)

1

2

WNI

WNA

Laki-lai

Perempuan

Laki-laki

Perempuan

6.916

6.905

3

41

49,88

49,80

0,02

0,29

Jumlah 13.865 100

Sumber : Data monografi Kelurahan Wirobrajan

2.2. Jumlah Penduduk Menurut Agama

Page 10: 4227-5927-1-PB

Untuk mendapat gambaran yang jelas mengenai jumlah penduduk menurut agama dapat dilihat

melalui tabel berikut :

Tabel IV.3

Tabel Jumlah Penduduk Menurut Agama

No Agama Frekuensi Prosentase (%)

1

2

3

4

5

6

Islam

Kristen

Katholik

Hindu

Budha

Penganut kepercayaan terhadapTYME

10.544

1.102

2.023

55

141

-

76,04

7,94

14,59

0,39

1,01

-

Jumlah 13.865 100

Sumber : Data monografi Kelurahan Wirobrajan

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas penduduk kelurahan Wirobrajan memeluk

agama islam, yaitu 10.544 jiwa atau 76,04%, sedaang untuk agama kristen sebanyak 1.102 jiwa atau

7,94%, agama katholik sebanyak 2.023 jiwa atau 14,59%, agama hindu sebanyak 55 jiwa atau 0,39%

daan agama budha sebanyak 141 jiwa atau 1,01%.

1.1. Jumlah Penduduk Menurut Usia

Page 11: 4227-5927-1-PB

1. Kelompok Pendidikan

Secara terperinci mengenai jumlah penduduk menurut usia dilihat dari kelompok

pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel IV.4

Tabel Jumlah Penduduk Menurut Usia Kelompok Pendidikan

No Kelompok Umur (th) Frekuensi Prosentase (%)

1

2

3

4

5

6

00-03

04-06

07-12

13-15

16-18

19-ke atas

382

468

994

408

485

11.085

2,75

3,37

7,16

2,94

3,49

79,94

Jumlah 13.865 100

Sumber : Data monografi Kelurahan Wirobrajan

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa rata-rata usia kelompok pendidikan di kelurahan

Wirobrajan adalah 00-18 th. Dan angka terbanyak yang sudah mendapatkan pendidikan adalah

pada usia 19 th- ke atas, yaitu 11.085 jiwa.

1.1.

1. Kelompok Tenaga kerja

Page 12: 4227-5927-1-PB

Untuk mengetahui jumlah penduduk di kelurahan Wirobrajan menurut usia kelompok

tenaga kerja dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel IV.5

Tabel Jumlah Penduduk Menurut Usia Kelompok Tenaga Kerja

No Kelompok Umur (th) Frekuensi Prosentase (%)

1

2

3

4

5

6

10-14

15-19

20-26

27-40

41-56

57-ke atas

778

836

1.639

4.023

3.392

1.721

5,61

6,02

11,82

29,01

24,46

12,41

Jumlah 13.865 100

Sumber : Data monografi Kelurahan Wirobrajan

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa di kelurahan Wirobrajan jumlah usia tenaga kerja

terbanyak terdapat pada usia 27-40 th, yaitu 4.023 jiwa.

1.1. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Untuk mengetahui bagaiman tingkat pendidikan di kelurahan Wirobrajan dapat dilihat pada

tabel berikut :

Page 13: 4227-5927-1-PB

1.1.

1. Lulusan Pendidikan Umum

Tabel IV.6

Tabel Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Umum

No Tingkat Pendidikan Frekuensi Prosentase (%)

1

2

3

4

5

6

TK

SD

SMP/ SLTP

SMA/ SLTA

Akademi/ D1-D3

Sarjana (S1-S3)

828

3.003

2.124

2.741

3.311

966

5,97

21,65

15,31

19,76

23,88

6,96

Jumlah 13.865 100

Sumber : Data monografi Kelurahan Wirobrajan

1.1. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian

Secara terperinci jumlah penduduk kelurahan Wirobrajan menurut mata pencaharian dapat

dilihat melalui tabel berikut :

Tabel IV.7

Tabel Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian

Page 14: 4227-5927-1-PB

No Mata Pencaharian Frekuensi Prosentase (%)

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

PNS

TNI/ Polri

Pegawai Swasta

Wiraswasta/ pedagang

Tani

Pertukangan

Buruh Tani

Pensiunan

Nelayan

Pemulung

Jasa

757

349

4.340

2.594

-

103

-

644

-

-

112

5,45

2,51

31,30

18,70

-

0,74

-

4,64

-

-

0,80

Jumlah 13.865 100

Sumber : Data monografi Kelurahan Wirobrajan

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa angka besar mata pencaharian penduduk adalah pada

profesi pegawai swasta dan wiraswasta/ pedagang, yaitu sebanyak 4.340 jiwa dan 2.594 jiwa.

3. Sarana dan Prasarana

3.1. Sarana dan Prasarana Agama

Page 15: 4227-5927-1-PB

3.1.1. Sarana Peribadatan

Sarana peribadatan yang terdapat di kelurahan Wirobrajan adalah sebagai berikut :

Tabel IV.8

Tabel Sarana Peribadatan di Kelurahan Wirobrajan

No Jenis sarana Peribadatan Frekuensi

1

2

3

4

5

Masjid

Mushola

Gereja

Vihara

Pura

15

9

4

2

-

Jumlah 30

Sumber : Data monografi Kelurahan Wirobrajan

Tabel II.9

Tabel Sarana dan Prasarana Kesehatan di Kelurahan Wirobrajan

Page 16: 4227-5927-1-PB

No Jenis Sarana dan Prasarana Kesehatan

Frekuensi

1

2

3

4

5

6

Balai Pengobatan Masyarakat

Apotik/ Depot obat

Pos/ klinik KB

Posyandu

Puskesmas Pembantu

Poliklinik

2

5

69

15

1

1

Jumlah 93

Sumber : Data monografi Kelurahan Wirobrajan

4.5. Sumber Informasi

Pertanyaan tentang sumber informasi mengenai makanan yang mengandung BTP dan bahan

kimia berbahaya meliputi dari mana saja responden mendengar informasi tentang BTP dan bahan kimia

berbahaya serta bagaimana tanggapan responden terhadap informasi yang diterima. Hal tersebut dapat

dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Sumber Informasi tentang Makanan Yang Mengandung BTP dan Bahan Kimia Berbahaya di Kelurahan wirobrajan

Page 17: 4227-5927-1-PB

No. Sumber Informasi Jumlah Persentase (%)

1. Media elektronik

TV Radio Internet

26

2

1

74,28

5,71

2,86

2. Media massa

Suratkabar Majalah Buku

10

11

16

28,57

31,42

45,71

3. Petugas kesehatan 8 22,85

4. Tetangga 6 17,14

5. Lain-lain 1 2,86

Berdasarkan tabel 4.6 di atas diketahui bahwa sumber informasi yang diperoleh terhadap

makanan yang mengandung BTP dan bahan kimia berbahaya pada umumnya berasal dari televisi yaitu

sebesar 74,28% dan hanya 2,86% yang mendapatkan informasi dari internet dan sumber lain (seminar).

Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Tanggapan Terhadap Sumber Informasi yang Diperoleh tentang Makanan yang Mengandung BTP dan Bahan Kimia Berbahaya di Kelurahan Wirobrajan

No. Tanggapan Jumlah Persentase (%)

1. Yakin dan percaya 21 60

2. Ragu-ragu 9 25,71

3. Tidak percaya 5 14,29

Page 18: 4227-5927-1-PB

Total 35 100,00

Berdasarkan tabel 4.7 di atas dapat dilihat pada umumnya responden menyatakan yakin dan

percaya terhadap informasi yang diperoleh yaitu sebanyak 21 orang (60%) dimana informasi tersebut

diperoleh dari berbagai sumber tentang makanan yang mengandung BTP dan bahan kimia berbahaya

dan terdapat sebanyak 5 orang (14,29%) yang menyatakan tidak percaya terhadap informasi yang

diterimanya.

4.6. Pengetahuan

Pengetahuan responden yang diukur meliputi pengertian BTP, manfaat BTP, syarat penggunaan

BTP, efek/dampak penggunaan BTP terhadap kesehatan, penyalahgunaan BTP dan ciri-ciri makanan

yang mengandung BTP. Gambaran pengetahuan responden dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.8. Gambaran Pengetahuan Responden terhadap Makanan yang Mengandung BTP dan Bahan Kimia Berbahaya di Kelurahan Wirobrajan

No. Pertanyaan Jawaban Responden

Skor 2 Skor 1 Skor 0

N % N % N %

1. Pengertian BTP 28 80,00 7 20,00 0 0

2. Manfaat BTP 27 77,15 6 17,14 2 5,71

3. Syarat penggunaan BTP 23 65,71 9 25,71 3 8,58

4. Ada penggunaan BTP yang dilarang karena dapat menimbulkan penyakit seperti kanker.

25 71,42 7 20 3 8,58

5. Penggunaan BTP baik apabila sesuai stan- 26 74,29 7 20 2 5,71

Page 19: 4227-5927-1-PB

dar yang diharapkan.

6. Efek/dampak mengkonsumsi makanan yang mengandung pewarna yang tidak diizinkan dapat dirasakan setelah 10-20 tahun kemudian.

24 68,57 5 14,28 6 17,14

7. Alasan pedagang menggunakan bahan kimia berbahaya.

33 94,29 2 5,71 0 0

8. Ciri-ciri makanan yang bebas pengawet 31 88,58 4 11,42 0 0

9. Ciri-ciri makanan yang menggunakan pewarna yang berlebihan.

22 88,58 2 5,71 2 5,71

10. Ciri-ciri mie basah yang menggunakan formalin.

22 62,86 9 25,71 4 11,43

11. Ciri-ciri makanan yang menggunakan boraks.

28 80 6 17,14 1 2,86

12. Ciri-ciri sayuran dan buah-buahan yang bebas bahan kimia (asam salisilat).

20 57,14 11 31,43 4 11,43

Tabel 4.8 menunjukkan bahwa lebih banyak responden yang mendapatkan skor 2 pada

pertanyaan mengenai alasan pedagang menggunakan bahan kimia berbahaya dan ciri-ciri makanan yang

bebas pengawet dan menggunakan pewarna berlebihan, yaitu masing-masing sebanyak 33 orang

(94,28%) menjawab bahwa alasan pedagang menggunakan bahan kimia berbahaya adalah relatif murah

dan dapat memberikan tampilan fisik yang memikat dan sebanyak 31 orang (88,58%) menjawab bahwa

ciri-ciri makanan bebas pengawet adalah makanan tidak tahan lama, sedangkan makanan yang

menggunakan pewarna berlebihan warnanya lebih pekat, mencolok dan tidak larut dalam air.

Berdasarkan tabel tersebut juga dapat dilihat bahwa responden kurang mengetahui tentang

ciri-ciri sayuran dan buah-buahan yang bebas bahan kimia seperti asam salisilat dan syarat penggunaan

BTP, dimana dari 35 responden yang mendapat skor 2 hanya 20 orang (57,14%) yang mengetahui bahwa

ciri-ciri sayuran dan buah-buahan yang bebas bahan kimia seperti asam salisilat adalah terdapat gigitan

Page 20: 4227-5927-1-PB

hama dan hanya 25 orang (65,71%) responden yang mengetahui syarat penggunaan BTP adalah tidak

membahayakan kesehatan konsumen.

Pada pertanyaan mengenai efek/dampak mengkonsumsi makanan yang mengandung pewarna

yang tidak diijinkan terdapat 6 orang (17,14%) yang tidak mendapatkan skor (skor 0), sedangkan pada

pertanyaan tentang ciri-ciri mie basah yang menggunakan formalin, ciri-ciri sayuran dan buah-buahan

yang bebas bahan kimia (asam salisilat) terdapat masing-masing 4 orang (11,42%) tidak mendapatkan

skor (skor 0).

Berdasarkan hasil scoring dari jawaban responden, maka pengetahuan dikategorikan ke dalam 3

kategori yakni pengetahuan baik, sedang dan kurang. Hasil pengukurannya dapat diliaht pada tabel

berikut ini.

Tabel 4.9. Distribusi Kategori Pengetahuan Responden terhadap Makanan yang Mengandung BTP dan Bahan Kimia Berbahaya di Kelurahan Wirobrajan

No. Kategori Pengetahuan Jumlah %

1. Baik 23 65,72

2. Sedang 12 34,28

3. Kurang 0 0

Total 34 100,00

Berdasarkan tabel 4.9 di atas dapat dilihat bahwa pada umumnya pengetahuan terhadap

makanan yang mengandung BTP dan bahan kimia berbahaya di Kelurahan Wirobrajan sudah baik,

terlihat dari hasil penelitian dimana dari 35 orang sebagian besar yaitu 23 orang (65,72%) memiliki

Page 21: 4227-5927-1-PB

pengetahuan yang baik terhadap makanan yang mengandung BTP dan bahan kimia berbahaya dan tidak

ada yang memiliki pengetahuan kurang.

4.7. Sikap

Sikap responden merupakan respons tertutupnya terhadap penggunaan BTP dan bahan kimia

berbahaya pada makanan serta peraturan tentang penggunaan BTP dan bahan kimia berbahaya.

Gambaran sikap responden dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.10. Gambaran Sikap Responden Terhadap Makanan yang Mengan-dung BTP dan Bahan Kimia Berbahaya di Kelurahan Wirobrajan

No. Pertanyaan Jawaban Responden

Tidak setuju Kurang setuju

Setuju

N % N % N %

1. Makanan diberi pewarna dan pemanis buatan yang berlebihan agar terlihat lebih menarik dan rasanya enak.

28 80,00 7 20,00 0 0

2. Membeli makanan yang menggunakan boraks sebagai pengawet makanan oleh pedagang makanan.

33 94,29 2 5,71 0 0

3. Makanan harus diberi penyedap rasa yang berlebihan untuk memperbaiki citarasanya.

29 82,86 5 14,28 1 2,86

4. Pemeriksaan terhadap makanan yang dijual di lingkungan sekolah tidak perlu dilaku-kan.

24 68,58 9 25,71 2 5,71

5. Anak-anak boleh membeli makanan di lingkungan sekolah yang mungkin mengandung BTP.

26 74,29 7 20 2 5,71

Page 22: 4227-5927-1-PB

6. Makanan mengandung formalin bukan merupakan suatu masalah.

24 68,57 10 28,57 1 2,86

7. Penjual makanan yang menggunakan bahan kimia berbahaya tidak perlu dilapor-kan ke pihak berwajib.

21 60,00 12 34,29 2 5,71

8. Kalau diberi pengawet agar tahan lama dan tidak mudah hancur.

22 62,86 9 25,71 4 11,43

9. Boraks digunakan untuk mengenyalkan bakso.

25 71,43 8 22,86 2 5,71

10. Sayuran dan buah-buahan sebaiknya disemprotkan asam salisilat untuk menjaga keawetannya.

16 45,71 17 48,58 2 5,71

11. Antibiotik digunakan pada makanan untuk menambah kualitasnya.

18 51,42 14 40 3 8,58

12. Peraturan tentang penggunaan BTP tidak perlu.

20 57,14 10 28,57 5 14,29

Tabel 4.10 menunjukkan bahwa sebanyak 31 orang responen (94,29%) menyatakan tidak

setuju apabila boraks digunakan sebagai pengawet makanan dan terdapat 17 orang (48,58%)

menyatakan kurang setuju apabila asam salisilat digunakan untuk menjaga keawetan sayuran dan

buah-buahan serta terdapat 5 orang (14,29%) yang menyatakan setuju bahwa peraturan tentang

penggunaan BTP tidak perlu.

Berdasarkan hasil scoring dari jawaban responden maka sikap responden dikategorikan dalam 3

kategori, yakni : sikap dengan kategori baik, sedang dan kurang. Hasil pengkategorian disajikan pada

tabel berikut ini.

Tabel 4.11. Distribusi Kategori Sikap Responden Terhadap Makanan yang Mengandung BTP dan Bahan Kimia Berbahaya di Kelurahan Wirobrajan

No. Kategori Sikap Jumlah %

Page 23: 4227-5927-1-PB

1. Baik 21 60,00

2. Sedang 14 40,00

3. Kurang 0 0

Total 34 100,00

Berdasarkan tabel 4.11 di atas dapat dilihat bahwa pada umumnya sikap terhadap makanan

yang mengandung BTP dan bahan kimia berbahaya di Kelurahan Wirobrajan sudah baik, terlihat dari

hasil penelitian dimana dari 35 orang responden sebagian besar yaitu 21 orang (60%) memiliki sikap

yang baik terhadap makanan yang mengandung BTP dan bahan kimia berbahaya dan tidak ada yang

memiliki sikap yang kurang.

4.8. Tindakan

Tindakan responden yang diukur meliputi tindakan memilih dan membeli makanan yang

mengandung BTP serta penggunaan BTP dalam kehidupan sehari-hari. Pilihan jawaban atas pertanyaan

tindakan adalah ya dan tidak. Gambaran tindakan responden dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.12. Gambaran Tindakan Responden terhadap Makanan yang Mengandung BTP dan Bahan Kimia Berbahaya di Kelurahan Wirobrajan

No. Pertanyaan Jawaban Responden

Tidak Ya

N % N %

1. Membeli makanan yang ada di lingkungan sekolah. 26 74,29 9 25,71

2. Membeli makanan yang dicampur penyedap rasa. 31 88,57 4 11,43

Page 24: 4227-5927-1-PB

3. Membiarkan anak-anak murid membeli jajajan di lingkungan sekolah.

25 71,42 10 28,58

4. Memakan kue dengan warna mencolok 27 77,14 8 22,86

5. Menambahkan pemanis dan pewarna buatan 25 71,42 10 28,58

6. Menambahkan saos pada bakso 18 51,42 17 48,58

7. Memilih sayuran yang mulus daripada yang ber-lubang bekas gigitan hama.

26 74,29 9 25,71

8. Lebih memilih membeli makanan yang kenyal seperti bakso atau mie basah.

25 71,42 10 28,58

9. Membeli makanan di pinggir jalan 25 71,42 10 28,58

10. Menambahkan penyedap rasa seperti ajinomoto, royco, masako dalam masakan.

22 62,86 13 37,14

11. Membeli tahu yang keras dan tahan lama 26 74,29 9 25,71

12. Membiarkan pedagang menggunakan BTP pada makanan.

24 68,58 11 51,42

Tabel 4.12 di atas menunjukkan bahwa sebanyak 31 orang (74,29%) menyatakan tidak mau

membeli makanan yang dicampur penyedap rasa dan hanya 4 orang (11,43%) yang mau membeli

makanan yang dicampur penyedap rasa. Tabel di atas juga menunjuk-kan bahwa terdapat 17 orang

(48,58%) yang suka menambahkan saos jika membeli bakso.

Berdasarkan hasil scoring dari jawaban responden maka tindakan responden dikategorikan

menjadi 3 kategori, yakni : tindakan baik, sedang, dan kurang. Kategori tindakan responden dapat dilihat

pada tabel berikut.

Page 25: 4227-5927-1-PB

Tabel 4.13. Distribusi Kategori Sikap Responden Terhadap Makanan yang Mengandung BTP dan Bahan Kimia Berbahaya di Kelurahan Wirobrajan

No. Kategori Tindakan Jumlah %

1. Baik 12 34,38

2. Sedang 18 51,42

3. Kurang 5 14,20

Total 34 100,00

Berdasarkan tabel 4.13 di atas dapat dilihat bahwa pada umumnya tindakan terhadap makanan

yang mengandung BTP dan bahan kimia berbahaya di Kelurahan Wirobrajan pada umumnya termasuk

dalam kategori sedang, yaitu sebanyak 18 orang (65,72%) dan sebanyak 5 orang (14,20%) memiliki

tindakan yang kurang.

Pembahasan

5.1.Pengetahuan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan

kuesioner terhadap responden, maka dapat dikatakan bahwa tingkat pengetahuan responden terhadap

makanan yang mengandung BTP dan bahan kimia berbahaya sudah tergolong baik, dimana hasil

pengukuran yang dilakukan terhadap tingkat pengetahuan responden tersebut sebagian besar atau

mayoritas dengan kategori penilaian baik yaitu sebanyak 33 responden (65,72%), sedangkan responden

dengan kategori penilaian kurang tidak ada.

Hasil pengukuran terhadap pengetahuan menunjukkan bahwa secara umum responden

sebanyak 33 responden (94,29%) mengetahui bahwa yang menjadi alasan para pedagang menggunakan

Page 26: 4227-5927-1-PB

bahan kimia berbahaya pada makanan yang dijualnya adalah harganya relatif murah dan dapat

memberikan tampilan fisik yang memikat. Menurut Budharja, Wakil Kepala Dinas Kesehatan Jawa

Tengah, para penjual makanan jajanan tidak memperhatikan bahan tambahan makanan yang

digunakan. Mereka berorientasi keuntungan dengan memberi produk makanan dan minumannya

dengan zat pewarna tekstil agar kelihatan mencolok dan dapat menarik minat pembeli. Pernyataan

tersebut diperkuat oleh hasil survey yang dilakukan Balai POM Semarang yang membukti-kan bahwa

dari 89 sampel jajanan yang diambil, 85 diantaranya tidak memenuhi syarat kesehatan karena

mengandung pewarna tekstil, boraks, pemanis buatan dan penyedap rasa secara berlebihan serta bahan

yang tidak hygienis.

Responden yang paling sedikit menjawab dengan benar adalah mengenai ciri-ciri sayuran dan

buah-buahan yang bebas bahan kimia (asam salisilat) yaitu sebanyak 20 orang (57,14%). Menurut Eddy

(2005) ada beberapa kasus yang pernah ditemukan yakni penggunaan asam salisilat pada produksi buah

dan sayur. Asam salisilat bukan pestisida melainkan sejenis antiseptic yang salah satu fungsinya untuk

memperpanjang daya keawetan. Biasanya sayuran yang disemprot asam salisilat berpenampilan sangat

mulus, tidak ada lubang bekas hama. Sedangkan petani suka mencoba-coba menggunakan bahan kimia

untuk mengusir hama. Salah satu bahan yang digunakan untuk itu adalah asam salisilat.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tidak ada responden yang memiliki tingkat

pengetahuan kurang. Hal tersebut karena sudah banyaknya sumber informasi mengenai makanan yang

mengandung BTP dan bahan kimia berbahaya yang mereka terima, diantaranya dari TV, radio, internet,

suratkabar, majalah, buku-buku, petugas kesehatan dan tetangga. Sebanyak 26 responden (74,28%)

pernah mendengar informasi tentang makanna yang mengandung BTP dan bahan kimia berbahaya dari

televisi. Hasil penelitian Sitorus (2008) juga menentukan bahwa sumber informasi pada masyarakat

daerah Wirobrajan tentang makanan dan minuman jajanan yang mengandung bahan tambahan

Page 27: 4227-5927-1-PB

makanan pada umumnya berasal dari televisi. Demikian pula dengan hasil penelitian Daniaty (2009)

yang menemukan sebanyak 80,49% pada masyarakan daerah Wirobrajan mendengar informasi tentang

makanan yang mengandung bahan tambahan pangan dari televisi. Siaran TV pada umumnya bersifat

informatif, edukatif dan hiburan. Dengan TV masyarakat dapat mengetahui perkembangan informasi di

seluruh penjuru dunia. Berdasarkan hasil penelitian juga diketahui bahwa selain TV, sumber informasi

yang tidak kalah penting adalah media massa seperti suratkabar, majalah dan buku. Hal tersebut

didukung dengan pernyataan responden bahwa mereka pernah mendengar informasi tentang makanan

yang mengandung BTP dan bahan kimia berbahaya tidak hanya dari televisi tetapi juga dari ketiga

sumber tersebut (suratkabar, majalah dan buku) masing-masing sebanyak 28,57%, 31,42% dan 45.71%

responden.

Dari hasil wawancara dengan responden, mereka mengatakan bahwa di sekolah juga terdapat

suatu pelajaran yang membahas tentang makanan yang mengandung BTP dan bahan kimia berbahaya,

diantaranya mata pelajaran IPA, Bahasa Indonesia, Seni Budaya dan Keterampilan (SBK) dan Pendidikan

Jasmani dan Kesehatan (Penjaskes).

5.2. Sikap

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh melalui wawancara dengan menggunakn kuesioner

terhadap responden maka dapat dikatakan bahwa sikap responden yaitu masyarakat Wirobrajan

terhadap makanan yang mengandung BTP dan bahan kimia berbahaya sudah tergolong baik, dimana

hasil pengukuran yang dilakukan terhadap sikap responden pada umumnya yaitu 21 responden (60%)

adalah baik. Dimana dari 12 pertanyaan mengenai sikap guru terhadap makanan yang mengandung BTP

dan bahan kimia berbahaya secara umum responden memiliki sikap yang positif dimana salah satunya

yaitu sebanyak 94,29% responden menyatakan tidak mau membeli makanan yang menggunakan boraks

Page 28: 4227-5927-1-PB

sebagai pengawet makanan. Hal ini sesuai dengan penelitian Eddy (2005) yang menyatakan bahwa

setelah digemparkan dengan penggunaan formalin dan boraks sebagai bahan pengawet makanan,

banyak masyarakat yang mulai ragu-ragu menyantap makanan “boraks”, seperti : mie, tahu, ayam dan

bakso. Berdasarkan hasil penelitian yang diketahui banyak responden yang paling banyak memiliki

pengetahuan dalam kategori baik dengan sikap juga dalam kategori baik yaitu sebanyak 37,14%. Dapat

dikatakan bahwa pengetahuan guru yang baik dapat membentuk sikap yang baik pula, dalam hal ini

mengenai makanan yang mengandung bahan tambahan pangan dan bahan kimia berbahaya.

Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Purwanto (1998) bahwa sikap dapat merupakan

suatu pengetahuan, tetapi pengetahuan yang disertai kesediaan kecenderungan bertindak sesuai

dengan pengetabuan itu. Hal tersebut juga diperkuat dengan teori yang dikemukakan oleh Alport (1954)

dikutip dari Notoatmodjo (2003) bahwa sikap mempunyai 3 komponen pokok, yaitu :

1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu obyek

2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu obyek

3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude).

5.3. Tindakan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan

kuesioner maka dapat dikatakan bahwa tindakan responden terhadap makanan yang mengandung BTP

dan bahan kimia berbahaya tergolong dalam kategori sedang. Hal tersebut diketahui dari hasil

pengukuran yang dilakukan terhadap tindakan responden tersebut, dimana sebagian besar yaitu

sebanyak 18 responden (51,42%) memiliki tindakan dalam kategori sedang.

Page 29: 4227-5927-1-PB

Seseorang bisa berperilaku negatif meskipun pengetahuan dan sikapnya positif. Pernyataan ini

sesuai dengan hasil penelitian bahwa dari 23 responden (65,71%) yang memiliki pengetahuan baik

terdapat 11 responden (31,42%) dengan tindakan dalam kategori sedang dan masih ada responden yang

penge-tahuannya baik namun memiliki tindakan dalam kategori kurang yaitu sebanyak 8,58%. Tindakan

yang kurang ini kemungkinan disebabkan karena makanan yang dijual di lokasi sekolah maupun di

pasaran banyak menggunakan bahan tambahan pangan seperti pemanis, pengawet, penyedap rasa dan

pewarna buatan, dengan BTP tentunya makanan akan memiliki tampilan yang menarik baik dari segi

bentuk, rasa dan warna sehingga semakin menarik untuk dikonsumsi dan dari hasil wawancara terhadap

responden terdapat beberapa responden yang menyata-kan bahwa mengkonsumsi makanan yang

mengandung BTP dan bahan kimia berbahaya tidak menjadi masalah jika mengkonsumsi makanan

tersebut hanya sesekali saja.

Hal tersebut dapat terbukti dari hasil penelitian bahwa sebanyak 48,58% responden suka

menambahkan saos pada bakso yang dibelinya dan sebanyak 37,14% responden suka menambahkan

penyedap rasa pada masakannya.

Menurut Notoatmodjo (2003) secara logis sikap akan ditunjukkan dalam bentuk tindakan,

namun tidak dapat dikatakan bahwa sikap dan tindakan mempunyai hubungan yang sistematis. Artinya

status pengetahuan atau sikap yang baik belum tentu terwujud dalam tindakan yang baik pula (overt

behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu tindakan diperlukan suatu faktor pendukung atau

suatu kondisi yang memungkinkan seseorang itu dapat menerapkan apa yang mereka ketahui.

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian dengan cara wawancara menggunakan

kuesioner mengenai pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat daerah kelurahan Wirobrajan

terhadap makanan yang mengandung BTP dan bahan kimia berbahaya, maka dapat disimpulkan bahwa :

Page 30: 4227-5927-1-PB

1. Pengetahuan masyarakat daerah kelurahan Wirobrajan terhadap makanan yang mengandung BTP

dan bahan kimia berbahaya lebih banyak berada dalam kategori baik, yaitu sebesar 65,72%.

2. Sikap masyarakat daerah kelurahan Wiirobrajan terhadap makanan yang mengandung BTP dan

bahan kimia berbahaya lebih banyak berada dalam kategori baik, yaitu sebesar 60%.

3. Tindakan masyarakat daerah kelurahan Wirobrajan terhadap makanan yang mengandung BTP dan

bahan kimia berbahaya lebih banyak berada dalam kategori sedang, yaitu sebesar 51,42%.

4. Respoden pada penelitian ini lebih banyak berada pada kelompok umur muda yaitu pada kelompok

umur 31-35.

5. Responden pada penelitian ini lebih banyak perempuan dari pada laki-laki.

6. Tingkat pendidikan responden paling banyak adalah sarjana yaitu sebesar 40%.

7. Responden paling banyak adalah responden masa kerja 5-10 tahun.

8. Sumber informasi yang diperoleh responden tentang makanan yang mengandung BTP dan bahan

kimia berbahaya, paling banyak adalah berasal dari televise yaitu sebesar 74,28%.

6.2 Saran

1. Diharapkan kepada pihak masyarakat khususnya para penjual bakso agar menambah wawasan

dengan banyak melihat, mendengar dan membaca banyak hal yang berhubungan dengan ilmu

pengetahuan terutama tentang makanan yang mengandung bahan tambahan pangan (BTP) dan

bahan kimia berbahaya lainnya.

2. Kepada Balai POM dapat memeriksa dan memperhatikan makanan yang dijual umum.

3. Kita berharap tindakan pemerintah untuk mengatasi kasus formalin dan boraks ini bisa tepat

sasaran, karena yang menjadi kekawatiran adalah, seperti kasus lainnya di Indonesia, kasus

formalin dan boraks ini dapat merupakan sebuah fenomena ‘gunung es’. Semoga pihak yang

Page 31: 4227-5927-1-PB

berwenang dalam hal ini mampu mengatasi permasalahan formalin dan boraks ini sampai

tuntas dan jangan ada lagi kasus penemuan formalin dan boraks dalam makanan dikemudian

hari. formalin dan boraks hanya sebagian kecil dari kasus penambanan bahan non food grade

pada makanan, bagaimana dengan penggunaan rhodamin sebagai pewarna, boraks dan

penggunaan bahan lainnya yang non food grade juga Menjadi PR yang harus diselesaikan.

Sangat tidak bijak jika kita membiarkan anak-cucu kita menjadi korban akibat dampak negatif PR

yang belum terselesaikan tersebut.

Daftar Pustaka

Cahyadi, W.2008. Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Edisi Kedua Bumi

Aksara. Jakarta

Depkes RI, 2004. Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman (HSMM). Buku Pedoman Akademik

Pemilik Kesehatan. Jakarta

…………, 1999. Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No.

1186/Menkes/Per/X/1999 tentang perubahan atas Permenkes No.

722/Menkes/Per/X/1988 tentang Bahan Tambahan Pangan. Jakarta.

…………, 2005. Rencana Strategi Lingkungan Sehat. Jakarta.

…………, 2004. Sistem Kemananan Pangan Terpadu, Bahan Tambahan Ilegal – Boraks,

Formalin dan Rhodamin B. Badan POM RI. Jakarta.

…………, 2003. Undang-undang Kesehatan. Departemen Kesehatan RI Badan

Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Pusdiknas. Jakarta.

Eddy, S.M.2005, Diakes: 12 April 2009. Waspadai Bahan Kimia Lain Dalam Makanan.

(Kompas Cyber Media). Departemen Gizi Masyarakat Dan Sumber Daya Keluarga, Fakultas

Pertanian IPB. http://www.google.com. Bogor.

FAO Special Programme For Food Security: Asia-Indonesia, 2005. Keamanan Pangan Untuk

Meningkatkan Kesehatan Petani SPSF. Food and Agriculture Organization Of The United

Nations. Jakarta.

Page 32: 4227-5927-1-PB

Gunawan, A. 2006, Diakes: 10 Agustus 2009. Mengusir Formalin Dalam Tubuh. (Lampung

Post). Departemen Gizi Masyarakan dan Sumber Daya Keluarga. Fakultas Pertanian IPB.

http://www.google.com. Bogor.

Joomla, 2008. Diakes: 24 April 2009. Bahan Berbahaya Ynag Dilarang Untuk Pangan.

http://www.indonesia.go.id/id - REPUBLIK INDONESIA. Jakarta.

Mar’at, 1981. Sikap Manusia, Perubahan Serta Pengukurannya. Ghalic Indo. Bandung.

Notoatmodjo, Soekidjo, 2003. Ilmu Kesehatah Masyarakat (Prinsip-prinsip Dasar). PT Rineka

Cipta. Jakarta.

……………, 2003. Pendidikan Kesehatan dan Ilmu-ilmu Perilaku. Edisi Revisi PT

Rineka Cipta. Jakarta

Page 33: 4227-5927-1-PB

Nama : HARRY SETIADI

No Mahasiswa : 20030310010

Tema : TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU

PEDAGANG BAKSO TERHADAP BORAKS DISEKITAR

WILAYAH YOGYAKARTA

Kesimpulan

Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian dengan cara wawancara menggunakan

kuesioner mengenai pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat daerah kelurahan Wirobrajan

terhadap makanan yang mengandung BTP dan bahan kimia berbahaya, maka dapat disimpulkan bahwa :

9. Pengetahuan masyarakat daerah kelurahan Wirobrajan terhadap makanan yang mengandung BTP

dan bahan kimia berbahaya lebih banyak berada dalam kategori baik, yaitu sebesar 65,72%.

10. Sikap masyarakat daerah kelurahan Wiirobrajan terhadap makanan yang mengandung BTP dan

bahan kimia berbahaya lebih banyak berada dalam kategori baik, yaitu sebesar 60%.

11. Tindakan masyarakat daerah kelurahan Wirobrajan terhadap makanan yang mengandung BTP dan

bahan kimia berbahaya lebih banyak berada dalam kategori sedang, yaitu sebesar 51,42%.

12. Respoden pada penelitian ini lebih banyak berada pada kelompok umur muda yaitu pada kelompok

umur 31-35.

13. Responden pada penelitian ini lebih banyak perempuan dari pada laki-laki.

14. Tingkat pendidikan responden paling banyak adalah sarjana yaitu sebesar 40%.

Page 34: 4227-5927-1-PB

15. Responden paling banyak adalah responden masa kerja 5-10 tahun.

16. Sumber informasi yang diperoleh responden tentang makanan yang mengandung BTP dan bahan

kimia berbahaya, paling banyak adalah berasal dari televise yaitu sebesar 74,28%.