4 metode penelitian - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/68206/bab...

16
15 4 METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder (time series) dari tahun 1989 2011 meliputi berbagai sumber yang berasal antara lain dari Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (BPS RI) dengan kode HS rumput laut yang terdiri dari 1212211000, 1212212000, 1212219000, 1212291100, 1212291900, 1212292000, 1212293000, 1302391000, 1302310000, World Bank, IFS, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (KKP RI), Perikanan dan Kelautan dalam angka, Buletin Infofish, Bank Indonesia, dan Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. Selain itu, data juga dilengkapi dengan data-data pendukung lainnya seperti buku, artikel dan jurnal diperoleh dari Lembaga Sumberdaya Informasi (LSI) IPB, perpustakaan BPS, dan situs-situs yang berkaitan dengan penelitian. Sumber data dan Jenis data dapat dilihat dari Tabel 2. Tabel 2 Jenis dan sumber data penelitian No Jenis Data Sumber Data 1. Produksi rumput laut Indonesia KKP RI 2. Permintaan rumput laut domestik BPS RI 3. Pendapaatn nasional dan populasi Indonesia, Cina, Filipina dan Hongkong World Bank 4. Kurs Indonesia, Cina, Filipina, Hongkong dan Cili BPS dan OANDA 5. Tarif impor rumput laut Cina, Filipina, dan Hongkong dari Indonesia Kemendag RI 6. Anggaran KKP RI KKP RI dan BI 7. Harga rumput laut dunia BPS RI 8. Harga rumput laut di Cina, Filipina, Hongkong dan Cili BPS RI 9. Luas areal budidaya KKP RI 10. Jumlah pembudidaya KKP RI 11. Harga karageenan dan harga rumput laut domestik BPS RI 12. Jumlah ekspor rumput laut ke Cina, Filipina dan Hongkong BPS RI Alat Analisis Data Penelitian ini mengunakan metode deskriftif dan kuantitatif. Metode kuantitatif yang digunakan adalah analisis regresi berganda dengan Two-Stage Least Square (2SLS). Menurut Sitepu dan Sinaga 2006, ketika mengestimasi satu atau lebih persamaan dari sistem persamaan, biasanya digunakan strategi untuk menghindarkan simultaneos estimation bias yang dapat dilakukan dengan mengestimasi seluruh persamaan secara simultan dengan metode sistem yang salah satu diantara dengan 2SLS. Program yang digunakan adalah program Statistical Analysis System (SAS) dan Microsoft Excel 2007.

Upload: lamduong

Post on 16-May-2018

213 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

15

4 METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder

(time series) dari tahun 1989 – 2011 meliputi berbagai sumber yang berasal

antara lain dari Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (BPS RI) dengan kode

HS rumput laut yang terdiri dari 1212211000, 1212212000, 1212219000,

1212291100, 1212291900, 1212292000, 1212293000, 1302391000, 1302310000,

World Bank, IFS, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (KKP

RI), Perikanan dan Kelautan dalam angka, Buletin Infofish, Bank Indonesia, dan

Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. Selain itu, data juga dilengkapi

dengan data-data pendukung lainnya seperti buku, artikel dan jurnal diperoleh dari

Lembaga Sumberdaya Informasi (LSI) IPB, perpustakaan BPS, dan situs-situs

yang berkaitan dengan penelitian. Sumber data dan Jenis data dapat dilihat dari

Tabel 2.

Tabel 2 Jenis dan sumber data penelitian

No Jenis Data Sumber Data

1. Produksi rumput laut Indonesia KKP RI

2. Permintaan rumput laut domestik BPS RI

3. Pendapaatn nasional dan populasi Indonesia, Cina,

Filipina dan Hongkong

World Bank

4. Kurs Indonesia, Cina, Filipina, Hongkong dan Cili BPS dan OANDA

5. Tarif impor rumput laut Cina, Filipina, dan

Hongkong dari Indonesia

Kemendag RI

6. Anggaran KKP RI KKP RI dan BI

7. Harga rumput laut dunia BPS RI

8. Harga rumput laut di Cina, Filipina, Hongkong dan

Cili

BPS RI

9. Luas areal budidaya KKP RI

10. Jumlah pembudidaya KKP RI

11. Harga karageenan dan harga rumput laut domestik BPS RI

12. Jumlah ekspor rumput laut ke Cina, Filipina dan

Hongkong

BPS RI

Alat Analisis Data

Penelitian ini mengunakan metode deskriftif dan kuantitatif. Metode

kuantitatif yang digunakan adalah analisis regresi berganda dengan Two-Stage

Least Square (2SLS). Menurut Sitepu dan Sinaga 2006, ketika mengestimasi

satu atau lebih persamaan dari sistem persamaan, biasanya digunakan strategi

untuk menghindarkan simultaneos estimation bias yang dapat dilakukan

dengan mengestimasi seluruh persamaan secara simultan dengan metode

sistem yang salah satu diantara dengan 2SLS. Program yang digunakan adalah

program Statistical Analysis System (SAS) dan Microsoft Excel 2007.

16

Spesifikasi Model

Model merupakan abstraksi/penyederhanaan/representasi dari dunia nyata.

Suatu model digunakan untuk mendekati fenomena yang pada umumnya

bersifat kompleks sehingga replika dari dunia nyata perlu dibuat agar fenomena

dapat menjadi sederhana dan memudahkan orang mempelajarinya (Setiawan

dan Kusrini 2010).

Model ekonometrika dibedakan atas persamaan tunggal dan persamaan

simultan, persamaan tunggal adalah persamaan dimana peubah terikat dinyatakan

sebagai sebuah fungsi dari satu atau lebih peubah bebas, sehingga hubungan sebab

akibat antara peubah terikat dan peubah bebas merupakan hubungan satu arah.

Sedangkan persamaan simultan adalah suatu persamaan yang membentuk

suatusistem persamaan yang menggambarkan ketergantungan diantara berbagai

peubah dalam persamaan tersebut.

Model ekonometrika yang akan digunakan untuk penelitian ini adalah

model persamaan simultan. Model persamaan simultan adalah suatu model

ekonometrika terdiri dari beberapa persamaan yang perilaku variabel-variabelnya

saling berkaitan dan ditentukan secara bersamaan. Persamaan simultan biasa

digunakan untuk pemodelan ekonomi dan bisnis, karena proses dan perilaku

ekonomi dan bisnis tersebut dapat direpresentasikan dengan baik melalui beberapa

persamaan simultan yang saling memiliki ketergantungan. Dalam model

persamaan simultan, masing-masing persamaan menjelaskan satu variabel yang

ditentukan dalam model tersebut. Persamaan simultan terdiri atas dua jenis

persamaan yaitu 1) persamaan struktural, merupakan persamaan yang berupa

suatu fungsi, terdiri dari variabel-variabel yang diambil berdasarkan teori ekonomi

yang ada, dan 2) persamaan identitas, yaitu persamaan yang bukan merupakan

fungsi, namun hanya persamaan yang terdiri dari penjumlahan beberapa variabel.

Variabel-variabel dalam persamaan identitas dapat berasal dari variabel dependen

pada persamaan struktural, maupun variabel yang berasal dari luar persamaan

struktural.

Menurut Setiawan dan Kusrini 2010, variabel yang digunakan dalam

persamaan simultan dibedakan menjadi beberapa jenis. Variabel-variabel tersebut

adalah 1) variabel endogen, yaitu variabel yang nilainya ditentukan dalam

persamaan struktural dan 2) Variabel predetermined yaitu variabel yang nilainya

ditentukan terlebih dahulu. Variabel predetermined sendiri terbagi menjadi dua,

yaitu a) variabel eksogen, yaitu variabel yang nilainya sepenuhnya ditentukan dari

luar model persamaan dan b) variabel lagged endogen yaitu variabel yang nilainya

ditentukan di dalam sistem persamaan struktural, namun berdasarkan nilai yang

telah lalu.

Model yang digunakan dalam penelitian ini mengambil model yang terbaik

dari beberapa model permintaan ekspor yang dicoba. Dalam konteks perdagangan

internasional, maka faktor nilai tukar (exchange rate) sangat berpengaruh, dengan

variabel-variabel pendukung lain. Model yang digunakan mengacu pada model

yang digunakan pada penelitian Apsari 2011 yaitu fungsi permintaan ekspor ikan

tuna segar Indonesia di pasar internasional melalui penyesuaian model dengan

melihat variabel-variabel yang ada karena terdapat adanya keterbatasan data yang

menjadi keterbatasan penelitian. Berdasarkan uraian diatas, maka dirumuskan

17

suatu model ekonometrika yang diharapkan dapat menangkap permasalahan dan

tujuan penelitian.

Produksi Rumput Laut Indonesia Produksi rumput laut Indonesia yang merupakan persamaan struktural

diduga juga dipengaruhi oleh jumlah pembudidaya yang terlibat pada proses

budidaya rumput laut Indonesia, dan produksi rumput laut tahun lalu yang diduga

memengaruhi keputusan pihak yang melakukan budidaya. Harga rumput laut

dalam negeri juga diduga berpengaruh pada produksi budidaya rumput laut,

dimana semakin besar harga rumput laut maka pembudidaya akan merespon

positif untuk lebih meningkatkan produksi budidayanya. Kebijakan pemerintah

diduga memengaruhi produksi rumput laut Indonesia, kebijakan pemerintah

tersebut berupa pengalokasian anggaran program pengembangan rumput laut.

Oleh karena itu persamaan produksi rumput laut dapat dirumuskan sebagai

berikut.

QRt=a0 +a1 TKt-1 +a2 PRLDt +a3 APPt +a4 QRt-1 +a5Tren+a6PX +U1......(1)

dimana:

QRt = Produksi rumput laut Indonesia (kg)

a0 = Intersept

a1- a7 = Koefisien parameter

TKt-1 = Jumlah pembudidaya tahun sebelumnya (orang)

QRt-1 = Produksi rumput laut tahun sebelumnya (kg)

PRLDt = Harga rumput laut domestik (USD/kg)

APPt = Anggaran program pengembangan rumput laut (Rp)

Tren = Tren waktu

PX = Harga rumput laut dunia (USD)

U1 = Error term persamaan pertama

Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah a1,a2,a3,a4,a5,a6 >0.

Jadi hipotesa sementara untuk persamaan produksi rumput laut Indonesia

adalah bahwa variabel jumlah pembudidaya tahun sebelumnya, produksi rumput

laut tahun sebelumnya, harga rumput laut domestik, anggaran program

pengembangan rumput laut, tren waktu dan harga rumput laut dunia diduga

berpengaruh positif terhadap produksi rumput laut Indonesia

Permintaan Rumput Laut Domestik Permintaan domestik merupakan persamaan struktural yang diduga

dipengaruhi oleh: (1) harga rumput laut domestik diduga berpengaruh negatif

terhadap permintaan domestik rumput laut, naiknya harga rumput laut akan

menyebabkan turunnya permintaan domestik dan sebaliknya turunnya harga

rumput laut akan meningkatkan permintaan domestik; (2) GDP riil Indonesia

diduga berpengaruh positif terhadap permintaan rumput laut domestik, kenaikan

GDP ini diasumsikan akan meningkatkan daya beli masyarakat yang akan

meningkatkan permintaan rumput laut domestik; (3) Populasi nasional diduga

meningkatnya populasi akan meningkatkan permintaan rumput laut domestik.

Persamaan permintaan rumput laut domestik dirumuskan sebagai berikut:

QD=b0+b1PRLDt-1+ b2GDPIDt+b3POPIDt+b4QDt-1+b5PATCt+U2.......................(2)

18

dimana:

QDt = Permintaan rumput laut domestik (kg)

b0 = Intersept

b1- b4 = Koefisien parameter

PRLDt -1 = Harga rumput laut domestik tahun sebelumnya (USD/kg)

GDPIDt = Pendapatan domestik riil Indonesia (trilyun USD)

POPIDt = Jumlah penduduk Indonesia (jiwa)

QDt-1 = Permintaan rumput laut domestik tahun sebelumnya (kg)

PATCt = Harga karageenan (USD/kg)

U2 = Error term persamaan kedua

Tanda dan besaran parameter yang diharapkan adalah: b1 <0 , b2, b3, b4, b5>0

Jadi hipotesa sementara untuk persamaan permintaan rumput laut domestik

adalah bahwa variabel harga rumput laut domestik tahun sebelumnya berpengaruh

negatif terhadap permintaan rumput laut domestik sedangkan variabel pendapatan

nasional Indonesia, jumlah penduduk Indonesia, permintaan rumput laut domestik

tahun sebelumnya dan harga karageenan berpengaruh positif terhadap permintaan

rumput laut domestik.

Fungsi Ekspor Maka untuk fungsi permintaan rumput laut Indonesia dalam penelitian ini

merupakan residu antara produksi dengan permintaan domestik; secara matematis

persamaan ekspor rumput laut Indonesia dapat diturunkan sebagai persamaan

identitas sebagai berikut:

XRt = QRt-QDt................................................................................................(3)

dimana:

XRt = Ekspor rumput laut Indonesia (kg)

QRt = Produksi rumput laut (kg)

QDRt = Permintaan rumput laut domestik (kg)

Ekspor rumput laut Indonesia merupakan total ekspor rumput laut Indonesia

ketiga negara tujuan ekspor dengan ekspor terbesar yaitu Cina, Filipina, dan

Hongkong serta sisanya yang dirangkum menjadi ekspor negara-negara lain (rest

of the world). Persamaan ekspor total merupakan persamaan identitas yang

dirumuskan sebagai berikut:

XRt = XRFilt+XRHKt+XRCt+XROWt........................................................(4)

dimana:

XRt = Ekspor rumput laut total (kg)

XRFilt = Ekspor rumput laut Filipina (kg)

XRHKt = Ekspor rumput laut Hongkong (kg)

XRCt = Ekspor rumput laut Cina (kg)

XROWt = Ekspor rumput laut di rest of the world (kg)

Ekspor masing-masing negara Hongkong, Filipina, dan Cina akan saling

bersubstitusi satu sama lain, sehingga dirumuskan dalam tiga persamaan struktural

yang saling memengaruhi, yaitu ekspor dari Hongkong, ekspor dari Filipina, dan

ekspor rumput laut dari Cina. Ekspor rumput laut Indonesia dipengaruhi oleh

harga rumput laut di negara tersebut. Harga dari negara eksportir kompetitor yang

diwakili oleh Cili, nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara importir, GDP

negara importir, populasi, tarif impor yang diberlakukan negara importir tersebut,

serta ekspor ke negara-negara tersebut tahun sebelumnya.

19

Persamaan ekspor merupakan persamaan struktural yang dirumuskan

sebagai berikut:

XRFilt =c0+c1PRFilt+c2PCilt+c3ErriilFilt+c4GDPFilt+c5POPFilt+c6TRFFilt

+c7XRFilt-1+c8PXt+c9PRLDt-1+U3.....................(5)

XRCt =d0+d1PRCt+d2PCilt+d3ErriilCt+d4GDPCt+d5POPCt+d6TRFCt+d7XRCt-1

+d8POPCt-1+d9PXt+d10PRLDt+U4...............................(6)

XHKt =e0+e1PRHKt+e2PCilt+e3ErriilHkt+e4GDPHKt+e5POPHKt+e6TRFHKt

+e7XHKt-1 + e8GDPHKt-1+e9PXt+e10PRLDt+U5.....(7)

dimana,

c0, d0, e0 = Intersept

c1-c9, d1-d10, e1-e10 = Koefisien parameter

XRFilt = Ekspor rumput laut Filipina (kg)

XRCt = Ekspor rumput laut Cina (kg)

XRHKt = Ekspor rumput laut Hongkong (kg)

PRFilt = Harga rumput laut Filipina(USD/kg)

PRCt = Harga rumput laut Cina(USD kg)

PRHKt = Harga rumput laut Hongkong(USD kg)

PCilt = Harga eksportir kompetitor yaitu harga Cili(USD /kg)

PRLDt = Harga rumput laut domestik (Rp/kg)

PXt = Harga rumput laut dunia (USD kg)

ErriilFilt = Nilai tukar riil rupiah terhadap peso Filipina (Rp/PHP)

ErriilCt = Nilai tukar riil rupiah terhadap yuan Cina (Rp/CNY)

ErriilHKt =Nilai tukar riil rupiah terhadap dolar Hongkong

(Rp/HKD)

GDPFilt = Pendapatan domestik riil Filipina (trilyun USD)

GDPCt = Pendapatan domestik riil Cina (trilyun USD)

GDPHKt = Pendapatan domestik riil Filipina(trilyun USD)

POPFilt = Jumlah penduduk Filipina (jiwa)

POPCt = Jumlah penduduk Cina (jiwa)

POPHKt = Jumlah penduduk Hongkong (jiwa)

TRFFilt = Tarif yang berlaku di negara Filipina(%)

TRFCt = Tarif yang berlaku di negara Cina(%)

TRFHKt = Tarif yang berlaku di negara Hongkong(%)

XRPFilt-1 = Ekspor tahun sebelumnya ke Filipina(kg)

XRCt-1 = Ekspor tahun sebelumnya ke Cina (kg)

XRHKt-1 = Ekspor tahun sebelumnya ke Hongkong (kg)

U5,6,7 = Error term persamaan 5, 6 dan 7

Tanda dan besaran yang diharapkan adalah: c3, c6, c9, d3, d6, d10, e3, e6, e10<0; c1,

c2, c4, d4, e4, c5, d1, d2, d5, e1, e2, e5, c7, d7, e7, c8, d8, e8 , d9, e9>0

Jadi hipotesa sementara untuk persamaan ekspor rumput laut ke Filipina,

Cina dan Hongkong adalah bahwa variabel kurs rupiah terhadap peso Filipina,

tarif impor rumput laut Indonesia yang diberlakukan Filipina dan harga rumput

laut domestik tahun sebelumnya diduga berpengaruh negatif terhadap ekspor

rumput laut ke Filipina, begitu pula variabel variabel kurs rupiah terhadap yuan

Cina, tarif impor rumput laut Indonesia yang diberlakukan Cina, dan harga rumput

laut domestik tahun sebelumnya diduga berpengaruh negatif terhadap ekspor

rumput laut ke Cina, dan juga variabel kurs rupiah terhadap dolar Hongkong, tarif

impor rumput laut Indonesia yang diberlakukan Hongkong, dan harga rumput laut

20

domestik tahun sebelumnya diduga berpengaruh negatif terhadap ekspor rumput

laut ke Hongkong.

Sedangkan variabel harga rumput laut Filipina, harga rumput laut Cili,

pendapatan nasional Filipina, jumlah penduduk Filipina, ekspor rumput laut ke

Filipina tahun sebelumnya, dan harga rumput laut dunia diduga berpengaruh

positif terhadap ekspor rumput laut Ke Filipina. Begitu pula variabel harga rumput

laut Cina, harga rumput laut Cili, pendapatan nasional Cina, jumlah penduduk

Cina, ekspor rumput laut ke Cina tahun sebelumnya, jumlah penduduk Cina tahun

sebelumnya dan harga rumput laut dunia diduga berpengaruh positif terhadap

ekspor rumput laut Ke Cina. Serta variabel harga rumput laut Hingkong, harga

rumput laut Cili, pendapatan nasional Hingkong, jumlah penduduk Hongkong,

ekspor rumput laut ke Hongkong tahun sebelumnya, pendapatan nasional

Hongkong tahun sebelumnya dan harga rumput laut dunia diduga berpengaruh

positif terhadap ekspor rumput laut Ke Hongkong.

Harga Rumput Laut Domestik

Harga rumput laut Indonesia dipengaruhi oleh penawaran rumput laut

domestik dan permintaan rumput laut domestik dari sisi dalam negeri. Variabel

lain yang memengaruhi harga domestik adalah produksi rumput laut, harga

rumput laut adalah ATC (Alkali Treated Cotonii) chips. Persamaan harga

domestik dapat dirumuskan sebagai berikut:

PRLD=f0+f1QRt+f2PX(weightd)t+f3ErriilIDt+f4QDt+f5PCt+f6PRLDt-1+f7Tren+U6..(8)

dimana:

f0 = Intersept

f1, f2, f3,f4,f5,f6,f7 = Koefisien parameter

PRLDt = Harga rumput laut domestik

QRt = Produksi rumput laut Indonesia (ton)

PX(weightd)t = Harga rumput laut dunia (merupakan harga ekspor

weighted by volume impor)

QDRt = Permintaan rumput laut domestik

ErriilIDt = Nilai tukar riil rupiah terhadap dolar Amerika

(Rp/USD)

PCt = Harga karageenan (USD)

PRLDt-1 = Harga rumput laut domestik tahun sebelumnya

U6 = Error term persamaan ke-8

Tanda dugaan parameter yang diharapkan : f2 , f5, f6, f7>0 f3, f4 <0

Identifikasi Model

Menurut Sitepu dan Sinaga 2006, sistem persamaan simultan tidak dapat

diselesaikan dengan menggunakan metode OLS (ordinary least square) yang

biasa digunakan dalam persamaan tunggal, akan tetapi harus menggunakan

metode ILS, 2SLS, maupun 3SLS berdasarkan hasil identifikasi persamaan. Hal

tersebut berarti bahwa sebelum dilakukan pendugaan parameter model, maka

harus dilakukan identifikasi terlebih dahulu pada persamaan struktural dalam

model. Dengan demikian dapat diketahui apakah persamaan tersebut dapat

teridentifikasi (identified) atau tidak. Jika teridentifikasi, apakah bersifat exactly

identified atau over identified. Suatu model dikatakan teridentifikasi, jika dapat

21

dinyatakan dalam bentuk statistik unik, yang menghasilkan estimasi parameter

yang unik pula.

Suatu persamaan dapat dikatakan teridentifikasi apabila memenuhi order

condition. Kondisi order didasarkan atas kaidah penghitungan variabel-variabel

yang dimasukkan dan dikeluarkan dari suatu persamaan tertentu. Cara yang

dilakukan menguji persamaan-persamaan struktural ini adalah dengan

mengelompokkan terlebih dahulu persamaan-persamaan tersebut ke dalam jumlah

total persamaan struktural (total variabel endogen), jumlah variabel dalam model

(variabel endogen dan predetermined) dan jumlah variabel dalam persamaan yang

diidentifikasi. Menurut Sitepu dan Sinaga 2006, rumusan identifikasi model

persamaan struktural berdasarkan order condition ditentukan oleh:

(K-M) > (G-1)

dimana:

K = Total peubah dalam model, yaitu peubah endogen dan peubah predetermined

M = Total peubah endogen dan eksogen yang termasuk dalam satu persamaan

tertentu dalam model

G = Total persamaan dalam model, yaitu jumlah peubah endogen dalam model.

Jika dalam suatu persamaan dalam model menunjukkan kondisi:

(K-M) > (G-1) maka persamaan dinyatakan over identified

(K-M) = (G-1) maka persamaan dinyatakan exactly identified

(K-M) < (G-1) maka persamaan dinyatakan unidentified

Hasil identifikasi untuk setiap persamaan struktural haruslah exactly

identified atau over identified untuk dapat menduga parameter-parameternya.

Kendati suatu persamaan memenuhi order condition, mungkin saja persamaan ini

tidak teridentifikasi. Karena itu dalam proses identikfikasi diperlukan suatu syarat

perlu sekaligus cukup. Hal itu dituangkan dalam rank condition untuk identifikasi

yang menyatakan bahwa dalam suatu persamaandisebut teridentifikasi jika dan

hanya jika dimungkinkan membentuk minimal satudeterminan bukan nol pada

order (G-1) dari parameter struktural peubah yang tidak termasuk dalam

persamaan tersebut, atau dengan kata lain kondisi rank ditentukan oleh determinan

turunan persamaan struktural yang nilainya tidak sama dengan nol.

Dengan mengikuti prosedur identifikasi yang telah diuraikan di atas maka

dari model perdagangan rumput laut di Indonesia ini dapat diketahui bahwa

jumlah predetermined variables adalah 33, sedangkan jumlah persamaan (G)

adalah 8 yang terdiri dari 6 persamaan struktural dan 2 persamaan identitas

sehingga K=37,M=10 dan G=8, maka K-M=37-10=27 dan G-1=8-1=7, maka (K-

M)>(G-1). Oleh karena itu berdasarkan kriteria order condition maka persamaan

dinyatakan teridentifikasi secara berlebih (over identified) sehingga dapat diduga

parameter - parameternya. Pendugaan terhadap model yang over identified

tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan metode 2SLS atau 3SLS. Model

dalam penelitian ini menggunakan program SAS metode 2SLS karena lebih

efisien. Hal tersebut disebabkan metode 2SLS dapat menghindarkan

simultaneous estimation bias.

22

Validasi Model

Simulasi alternatif kebijakan dapat dilakukan jika model valid dan

memenuhi kriteria secara statistik, sehingga perlu dilakukan validasi model

sebelum dilakukan simulasi. Validasi model bertujuan untuk menganalisis sejauh

mana model tersebut representatif terhadap kenyataannya.

Dalam penelitian ini, menurut Sitepu dan Sinaga 2006, kriteria statistik

untuk validasi pendugaan yang digunakan adalah: (1) Koefisien determinasi, (2)

U-Theil’s Inequality Coefficient, dan (3) Root Mean Squares Percent

Error(RMSPE).Statistik Root Mean Squares Percent Error (RMSPE) dirumuskan

sebagai berikut:

RMSPE =

Statistik RMSE digunakan untuk mengukur seberapa jauh nilai-nilai peubah

endogen hasil pendugaan menyimpang dari alur-alur nilai aktualnya, atau

seberapa dekat nilai dugaan itu mengikuti perkembangan nilai aktualnya. Model

dinyatakan valid apabila nilai RMSPE berada di bawah 100. Sedangkan statistik

Koefisien Determinasi (R2) dinyatakan valid apabila bernilai mendekati 1.

Statistik U-Theil’s dirumuskan sebagai berikut:

Dimana :

= Nilai hasil simulasi dasar dari variabel observasi

= Nilai aktual variabel observasi

N = Jumlah periode observasi

Nilai U-Theil’s berkisar antara 0 dan 1 dengan kriteria bahwa semakin kecil

nilaiU-Theil’s yang dihasilkan, maka semakin baik model tersebut.

Nilai statistik U bermanfaat untuk mengetahui kemampuan model untuk

analisis simulasi peramalan. Nilai koefisien Theil (U) berkisar antara 1 dan 0. Jika

U=0maka pendugaan model sempurna, jika U=1 maka pendugaan model naif.

Untukmelihat keeratan arah (slope) antara nilai aktual dengan yang disimulasi

dilihat dari koefisien determinasinya (R2). Pada dasarnya makin kecil nilai RMSE

dan U-Theil’s dan makin besar nilai R2 maka pendugaan model makin baik.

Kriteria untuk menentukan model terbaik adalah:

1. Tingkat signifikansi baik koefisien persamaan maupun persamaan secara

keseluruhan;

2. Adanya autokorelasi

Pengujian adanya autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji

Durbin-Watson (Uji D) terhadap model. Adanya autokorelasi membuat

model tidak dapat digunakan untuk menaksir nilai variabel dependen

dengan menggunakan variabel independen. Masalah autokorelasi dalam

suatu model ekonometrik timbul apabila nilai dari statistik Durbin-Watson

berada dibawah 1,25 dan diatas 2,75.

3. Konsistensi dari tanda koefisien regresi dengan koefisien harapan teoritis

dan logika.

23

Simulasi Model

Setelah model divalidasi dan memenuhi kriteria secara statistik, maka

model tersebut dapat dijadikan sebagai model dasar simulasi. Model yang

didapatkan digunakan untuk mensimulasikan nilai-nilai dan keadaan di masa yang

akan datang dari variabel tak bebas (dependent variable) atas dasar nilai-nilai

variabel yang menjelaskan (independent variables) yang telah diketahui atau

diharapkan di masa yang akan datang.

Menurut Sitepu dan Sinaga 2006, simulasi adalah bagian integral dari

pengembangan keakuratan model-model yang bertujuan untuk menangkap

perilaku suatu data historis.

Simulasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Skenario peningkatan anggaran program pengembangan rumput laut dari

Kementerian Kelautan Perikanan. Pemerintah Indonesia melalui

Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia telah

menargetkan Indonesia sebagai penghasil produk perikanan terbesar di

Asia pada tahun 2015. Menurut Kepmen KP No 7 tahun 2013 tentang Peta

Jalan (Road Map) Industrialisasi Kelautan dan Perikanan yaitu dalam

pengembangan komoditas dan produk unggulan bErrorientasi pasar yang

dalam hal ini adalah rumput laut maka diperlukan peningkatan produksi,

produktivitas dan kualitas komoditas serta bahan baku. Oleh sebab itu

target volume produksi rumput laut pada tahun selanjutnya adalah 1 182

160 ton. Jadi untuk dapat memenuhi target tersebut maka diharapkan

KKP kedepannya dapat meningkatkan 50 persen anggaran program

pengembangan rumput laut nasional.

2. Skenario penurunan jumlah ekspor rumput laut terkait kuota perdagangan

ekspor rumput laut. Melalui kuota perdagangan ekspor, pemerintah

melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan berencana untuk mematok

50 persen produski rumput laut yang dapat diekspor ke luar negeri pada

saat industri pengolahan dalam negeri telah berkembang.

5 AGRIBISNIS RUMPUT LAUT

Dalam pengembangan agribisnis rumput laut, perlu dibentuk suatu sistem

penyerasian antara penyediaan bahan baku, sumber daya manusia, permodalan,

hukum, kelembagaan dan sistem pemasaran. Potensi produksi dan potensi

pengembangan rumput laut dari subsistem hilir sampai dengan subsistem hulu

perlu untuk diberdayakan. Pelaku-pelaku dibidang agribisnis rumput laut sangat

beragam, dimulai dari pembudidaya rumput laut, pedagang, pengumpul, pengolah

serta pemerintah. Pada sistem agribisnis rumput laut yang dibudidayakan di

Indonesia ini ada beberapa subsistem yang saling terkait satu sama lain antara lain

yaitu subsistem budidaya, subsistem pengolahan serta subsistem pemasaran.

Indonesia memiliki 5 provinsi penghasil rumput laut, yaitu provinsi Sulawesi

Selatan, Sulawesi Tengah, NTT, NTB dan Bali (Tabel 3).

24

Tabel 3 Produksi rumput laut 5 provinsi utama Indonesia (ton) Tahun Sulsel Sulteng NTT NTB Bali Lainnya Jumlah

2007 630 741 190 073 504 699 75 509 152 226 210 942 1 766 197

2008 648 528 287 268 696 273 86 000 129 095 295 888 2 145 060

2009 774 026 713 562 498 422 147 251 135 811 692 475 2 963 556

2010 1 245 771 728 279 347 726 162 411 99 481 1 329 339 3 915 017

2011 1 506 264 758 910 377 200 290 700 106 398 2 128 718 5 170 201

Rata-rata per tahun

2007-2011 (ton)

961 066 535 618 484 864 152 374 124 602 931 472 3 192 006

Rata-rata

peningkatan 2007-

2011(%)

26 51 -3 43.6 -7.4 81.6 31

Sumber : Statistik Kelautan dan Perikanan 2011 (data diolah)

Dalam periode 5 tahun (2007-2011), produksi rata-rata tahunan tertinggi

dicapai oleh provinsi Sulawesi Selatan dengan produksi 2 260 534 ton, kemudian

Sulawesi Tengah dengan produksi 535 618.4 ton dan NTT dengan produksi 484

864 ton. Selama kurun waktu tersebut, produksi rumput laut di kelima provinsi

utama cenderung meningkat yaitu 26-51 persen kecuali NTT dan Bali yang

mengalami penurunan dikarenakan kondisi cuaca yang kurang baik menyebabkan

gelombang yang merusak proses budidaya. Kelima provinsi utama budidaya

rumput laut tersebut rata-rata mengalami fluktuasi produksi yang disebabkan oleh

dominannya faktor alam pada budidaya yang bersifat water-based aquaculture

sehingga memerlukan campur tangan pemerintah yang relatif tinggi.

Budidaya Rumput Laut

Secara umum, budidaya rumput laut di perairan pantai (laut) diawali dengan

pemilihan lokasi lahan budidaya. Lokasi yang diharapkan untuk budidaya rumput

laut merupakan syarat utama yang harus diperhatikan. Secara umum persyaratn

pemilihan lokasi budidaya tersebut yaitu:

1. Perairan harus cukup tenang, terlindung dari pengaruh angin dan ombak yang

kuat. Ombak dan angin yang kuat akan menghalangi penanganan tanaman.

Arus air yang baik akan membawa nutrisi bagi tumbuhan. Tumbuhan akan

bersih, karena kotoran maupun endapan yang menempel akan hanyut oleh arus.

Dengan demikian tanaman dapat tumbuh dengan baik karena ada kesempatan

menyerap nutrisi (makanan) dari air dan proses fotosintesis tidak terganggu.

2. Kedalaman perairan sekitar 60 cm pada saat surut terendah dan sekitar 210 cm

saat pasang tertinggi. Hal tersebut untuk memberikan cahaya matahari yang

cukup selama proses fotosintesis.

3. Memiliki kualitas air peairan yang ideal yaitu dengan suhu berkisar 27-30º C,

salinitas antara 15-38 permil dengan kondisi optimum pada 30 - 37 permil dan

pH yang cenderung basa.

4. Tipe dasar perairan dengan substrat daerah terumbu karang yang dasarnya

terdiri dari pasir kasar yang bercampur dengan potongan-potongan karang. Hal

ini dimaksudkan agar rumput laut dapat terhindar dari hempasan ombak besar.

5. Tersedianya sediaan rumput laut alami di sekitar lokasi budidaya. Adanya

sediaan tersebut dapat mengindikasikan bahwa perairan tersebut cocok untuk

membudidayakan rumput laut secara massal selain itu sediaan rumput laut

25

tersebut juga dapat digunakan sebagai cadangan sediaan bibit, sehingga dapat

mengurangi biaya produksi (Aslan 1995).

Menurut Indriyani dan Suminarsih 2005, setelah pemilihan lokasi dilakukan

dan ditetapkan, maka tahapan selanjutnya adalah pemilihan bibit rumput laut yang

baik. Bibit yang baik harus muda, bersih dan segar agar memberikan pertumbuhan

yang optimum. Cara pemetikannya yaitu dengan mengambil ujung-ujungnya dan

dipotong kira-kira sepanjang 10-20 cm. Dipilih bagian ujung tanaman karena

bagian ini dari sel jaringan muda sehingga akan memberikan pertumbuhan yang

optimal. Penanaman dilakukan pada saat bibit masih segar, yaitu setelah

pengikatan bibit pada tali ris selesai. Setelah pengambilan bibit selanjutnya

dilakukan penanaman yaitu dengan memasukan bibit rumput laut ke dalam air di

lokasi budidaya. Penanaman rumput laut Eucheuma sp ini dapat dilakukan dengan

berbagai metode yaitu seperti metode lepas dasar, rakit apung maupun tali

gantung serta metode tebar untuk rumput laut Gracilaria sp.

1. Metode lepas dasar. Metode ini cocok untuk lokasi dengan kedalaman perairan

saat surut antara 30-60 cm. Luas penggunaan metode lepas dasar ialah 10 x 10

m² untuk satu unit. Sebelum dilakukan penanaman, lebih dahulu disiapkan

bahan-bahannya seperti bibit, bambu atau kayu sepanjang satu meter, tali ris

bergaris tengah 4 mm, tali ris utama bergaris tengah 8 mm, tali rafia serta alat

bantu lain seperti pisau, palu dan gergaji. Tali ris merupakan seutas tali yang

terbuat dari bahan polietilen. Setelah persiapan tersebut selesai maka dimulai

penanaman dengan memotong batang-batang muda rumput laut seberat kira-

kira 100 gr lalu diikatkan pada tali ris sepanjang 3 m dengan tali rafia. Jarak

masing-masing ikatan 20 cm, hingga mengisi tali ris pada tali ris utama.

Pengikatan atau penanaman batang-batang rumput laut muda ini dilakukan di

darat pada saat air sedang surut. Sementara itu di lokasi budidaya,

ditancapakan barisan patok yang terbuat dari kayu atau bambu sedalam kira-

kira 0.5 m. Jarak tiap patok dalam barisan antara 0.5-1 m dan jarak setiap baris

adalah 2.5 m. Patok-patok yang terdapat dalam satu barisan dihubungkan

dengan tali ris utama. Sedangkan tali ris yang berisi tanaman, masing-masing

direntangkan di lokasi budidaya kemudian diikatkan pada tali ris utama.

Keuntungan menggunakan metode ini adalah mendapat kandungan karaginan

yang lebih baik serta tingkat pertumbuhan 3-6 persen/ hari.

2. Metode rakit apung. Metode ini cocok dengan kedalaman perairan saat surut

lebih dari 60 cm. Satu unit rakit apung ditentukan sebanyak sepuluh rakit yang

disusun dengan formasi 2 x 5 rakit. Penanaman dilakukan segera setelah

pengikatan bibit selesai dan pada saat laut tidak berombak besar serta

dilakukan di darat. Bahan-bahan yang perlu disiapkan adalah bibit rumput laut,

potongan bambu berdiameter 10 cm, potongan kayu penyiku berdiameter 5 cm,

tali rafia, tali pengikat, tali ris berdiamter 4 mm dan 12 mm serta jangkar dari

besi, bongkah batu atau adukan semen pasir. Proses penanamannya dimulai

dengan memotong kayu dan bambu serta dirangkai dan diikatkan persegi

panjang. Setiap sudut dan tengahnya diikatkan bambu yang memalang untuk

meperkokoh bentuk rakit serta di setiap tengah persegi panjang tersebut, lalu

rakit tersebut diberi pemberat. Sementara itu bibit rumput laut masing-masing

dengan berat sekitar 100 gr. Diikatkan pada tali ris dengan jarak 20 cm.

3. Metode tali gantung. Metode ini diterapkan pada kedalaman perairan 5 m.

Bahan-bahan yang diperlukan berupa bibit rumput laut, bambu berdiameter 5

26

cm, tali ris, tali pengikat dan bongkahan batu sebagai pemberat. Tali ris yang

panjangnya kurang dari tinggi konstruksi untuk budidaya direntangkan pada

dua potong bambu. Selanjutnya bambu pertama diletakan di atas konstruksi

yang telah di buat sebelumnya. Sedangkan bambu kedua menggantung di

dalam air hampir menyentuh dasar perairan. Dalam kerangka potongan bambu

yang menggantung terdapat bentangan tali ris sebanyak 15 utas tali. Sebelum

kerangka ini digantungkan pada konstruksi utama, tali ris dipenuhi beberapa

batang rumput laut muda yang masing-masing seberat kira-kira 100 gr.

Potongan tersebut diikat dengan tali rafia berjarak 30 cm. Kerangka yang telah

berisi bibit digantungkan pada konstruksi yang telah dibuat.

4. Metode tebar. Penanaman rumput laut jenis Gracilaria di tambak dilakukan

dengan metode tebar. Tambak yang telah dilengkapi pintu masuk dan

keluarnya air dikeringkan. Setelah tambak kering, ditaburkan kapur pertanian

agar pH menjadi antara 6.5-8. Tujuh hari setelah pengapuran, tambak

digenangi air sedalam 70 cm dan dibiarkan selama tiga hari. Kemudian bibit

rumput laut ditebarkan secara merata di permukaan air tambak dengan padat

penebaran antara 80-100 gr /m2 atau 800-1000 kg/ha. Bila dasar tambak cukup

keras, bibit dapat ditancapkan seperti seperti penanaman padi. Penebaran bibit

rumput laut sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari dan pada cuaca yang

teduh.

Selanjutnya setelah dilakukan penanaman maka rumput laut tersebut perlu

diawasi dan dipelihara sebaik mungkin agar pertumbuhannya terkendali.

Kerusakan patok, jangkar, tali ris dan tali ris utama yang disebabkan oleh ombak

yang besar atau daya tahannya menurus maka harus segera diperbaiki. Begitu pula

dengan kotoran atau debu air yang sering melekat pada rumput laut yaitu pada

saat musim laut tenang. Pada saat seperti itu tanaman harus sering digoyang-

goyangkan di dalam air agar rumput laut selalu bersih dari kotoran yang

menempel seperti Ulva, Hypnea, Chaetomorpha dan Enteromorpha. Hama yang

sering memangsa rumput lau seperti bulu babi dan penyu perlu dihindari dengan

cara mengusirnya dari lokasi budidaya. Begitu pula dengan penyakit yang biasa

menyerang rumput laut yaitu penyakit ice-ice ditandai dengan timbulnya

bintik/bercak-bercak merah pada sebagian thallus yang lama kelamaan menjadi

kuning pucat dan akhirnya berangsur-angsur menjadi putih dan akhirnya menjadi

hancur atau rontok. Ice-ice dapat menyebabkan thallus menjadi rapuh dan mudah

putus. Gejala yang diperlihatkan adalah pertumbuhan yang lambat, terjadinya

perubahan warna menjadi pucat dan pada beberapa cabang thallus menjadi putih

dan membusuk. Stres yang diakibatkan perubahan kondisi lingkungan yang

mendadak seperti: perubahan salinitas, suhu air dan intensitas cahaya, merupakan

faktor utama yang memacu timbulnya penyakit ice-ice. Ketika rumput laut

mengalami stress karena rendahnya salinitas, suhu, pergerakan air dan instensitas

cahaya, akan memudahkan infeksi patogen. Dalam keadaan stress, rumput laut

akan membebaskan substansi organik yang menyebabkan thallus berlendir dan

diduga merangsang banyak bakteri tumbuh di sekitarnya. Kejadian penyakit ice-

ice bersifat musiman dan menular. Bakteri yang dapat diisolasi dari rumput laut

dengan gejala ice-ice antara lain adalah Pseudomonas spp., Pseudoalteromonas

gracilis, dan Vibrio spp. Agarase (arginase) dari bakteri merupakan salah satu

faktor virulen yang berperan terhadap infeksi ice-ice (Santoso dan Nugraha 2008).

27

Rumput laut dapat dipanen setelah mencapai umur 6-8 minggu dengan bobot

rata-rata 600 gr. Cara pemananan rumput laut adalah dengan mengangkat seluruh

rumput laut ke darat, kemudian tali rafia pengikat rumput laut dipotong. Panen

tersebut dilakukan saat air laut pasang.

Pengolahan Rumput Laut

Rumput Laut Kering

Langkah-langkah pengolahan rumput laut menjadi bahan baku atau rumput

laut kering adalah sebagai berikut.

1. Rumput laut dibersihkan dari kotoran, seperti pasir, batu-batuan yang

kemudian dipisahkan.

2. Setelah bersih, rumput dijemur sampai kering. Bila cuaca cukup baik

penjemuran hanya membutuhkan 3 hari. Agar hasilnya berkualitas tinggi,

rumput laut dijemur di atas para-para dan tidak boleh ditumpuk. Rumput laut

yang telah kering ditandai dengan keluarnya garam.

3. Pencucian dilakukan, setelah rumput laut kering. Sebagaian bahan baku agar-

agar rumput laut dicuci dengan air tawar, sedangkan untuk diambil

karaginannya dicuci dengan dengan air laut. Setelah bersih rumput dikeringkan

lagi kira-kira 1 hari. Kadar air yang diharapkan setelah pengeringan sekitar 28

persen. Bila dalam proses pengeringan hujan turun maka rumput laut dapat

disimpan pada rak-rak tetapi diusahakan diatur sedemikian rupa sehingga tidak

saling tindih. Untuk rumput laut yang diambil karaginannya tidak boleh

terkena air tawar karena dapat melarutkan karaginan.

4. Rumput laut kering setelah pengeringan kedua, kemudian diayak untuk

menghilangkan kotoran yang masih tertinggal.

Rumput laut yang bersih dan kering dimasukan dalam karung goni. Caranya

dengan dipadatkan atau tidak dipadatkan. Bila dipadatkan dalam satu karung

dapat berisi 100 kg, sedangkan tidak dipadatkan hanya berisi 60 kg. Rumput laut

yang akan diekspor di bagian luar karungnya dituliskan nama barang (jenis), nama

kode perusahaan, nomor karung, berat bersih dan hasil Indonesia dengan jelas.

Pemberian keterangan ini hanya untuk memudahkan proses pengecekan dalam

pengiriman.

Rumput laut akan bernilai ekonomis setelah mendapat penanganan lebih

lanjut. Pada umumnya penanganan pascapanen rumput laut oleh petani hanya

sampai pada pengeringan saja. Hal ini terjadi karena di dalam negeri industri

pengolahan rumput laut menjadi karaginan atau karaginan semi murni belum

banyak berkembang. Sehingga harga jual rumput laut dari petani rumput laut

dipasaran rendah karena belum adanya diversifikasi produk. Rumput laut kering

masih merupakan bahan baku dan harus diolah lagi. Pengolahan ini kebanyakan

dilakukan oleh pabrik walaupun sebenarnya dapat juga oleh petani. Pengolahan

rumput laut menjadi bahan baku telah banyak dilakukan oleh petani. Hasil yang

diperoleh sesuai standar perdagangan ekspor. Untuk itu, akan lebih baik bila

diawasi oleh suatu perusahaan (Indriyani dan Suminarsih 2005).

Alkali Treated Cottonii Chip (ATC)

Proses pengolahan rumput laut menjadi ATC pada prinsipnya sangat

sederhana, yaitu dengan merebusnya dalam larutan KOH pada suhu 85oC selama

28

2-3 jam. Perbandingan jumlah air : larutan alkali : rumput laut yaitu 300 liter : 60

kg : 60 kg. Setelah pemasakan dilakukan lagi pencucian lanjutan. Pada proses

pencucian kedua dilakukan dengan menggunakan larutan kaporit untuk

memutihkan dan membunuh bakteri. Selanjutnya dilakukan pemotongan dengan

menggunakan alat yang disebut copper machine dengan ukuran 2-3 cm. Rumput

laut yang sudah dipotong langsung diangkut ke tempat penjemuran/pengeringan.

Pada cuaca cerah, pengeringan dapat berlangsung 1-2 hari. Pengeringan

dilakukan dengan membolak-balikkan produk sesering mungkin agar seluruh

bagian rumput laut kering secara merata. Pengeringan dilakukan samapai kadar air

10 - 12 persen.

Semi Refined Carrageenan (SRC)

Proses SRC merupakan kelanjutan produk ATC chips. Caranya dengan

menghancurkan/ menepung produk chips menjadi tepung dengan ukuran 40-60

mesh, sesuai dengan permintan pasar. Produk SRC dapat digunakan dalam

industri makanan, minuman (food grade) maupun industri lainnya (non food

grade). Khusus untuk SRC flour food grade proses pengeringan diharuskan

menggunakan mesin pengering untuk mencegah kontaminasi dengan udara

terbuka.

Refine Carrageenan (RC) Selain semi refine, hasil olahan rumput laut karaginofit yaitu refine

carrageenan atau karaginan murni. Proses produksi untuk mendapatkan karaginan

murni melalui proses ekstraksi karaginan dari rumput laut. Ada dua metode proses

produksi karaginan, yaitu metode alkohol (alcohol method) dan metode tekan

(pressing method).

Biaya produksi pada proses pengolahan karaginan dengan metode alkohol

tinggi sehingga saat ini jarang digunakan dalam industri, kecuali untuk produksi

iota-karaginan. Pada saat ini, metode proses yang digunakan untuk produksi

kappa-karaginan yaitu metode tekan (pressing method), baik dengan atau tanpa

penambahan KCl. Metode ini hanya digunakan untuk produksi kappa-karaginan

dengan bahan baku Eucheuma cottonii.

Pemasaran Rumput Laut

Mulai tahun 2007, Indonesia merupakan negara pengekspor rumput laut

kering terbesar di dunia (37 persen), disusul oleh Cili (21 persen), Cina (13

persen), Peru (8 persen), Irlandia (6 persen), Filipina (5 persen), dan Islandia (2

persen) . Dari 2005-2008, ekspor rumput laut Indonesia terus meningkat, dengan

rata-rata pertumbuhan 14 persen per tahun (BPPT et al 2011). Hal tersebut dapat

dilihat pada Gambar 6.

29

Perkembangan impor rumput laut kering dunia yang meningkat

menunjukkan permintaan dunia meningkat. Namun negara pengimpor rumput laut

Indonesia cenderung memperketat persyaratan mutu produk yang diimpor ke

negaranya, sehubungan dengan isu food safety, khususnya pasar AS dan Uni

Eropa karena rumput laut Indonesia tidak memenuhi persyaratan ambang batas

mutu yang ditetapkan di Uni Eropa dan AS. Dengan demikian Indonesia dituntut

untuk lebih meningkatkan kualitas perikanannya. Tingginya kebutuhan negara-

negara lain akan rumput laut membuat Indonesia yang mempunyai produksi

rumput laut yang tinggi mempunyai peluang untuk meraih pangsa pasar luar

negeri. Namun ekspor DES Indonesia belum mengoptimalkan potensi yang

dimilikinya jika melihat data yang ada.

Besarnya jumlah ekspor serta pangsa pasar rumput laut kering Indonesia di

dunia diduga dapat mempengaruhi harga rumput laut kering dunia. Negara utama

yang mengimpor DES adalah Cina. Dengan jumlah impor rumput laut sebesar 23

318 ton pada tahun 2007 dan meningkat 101 230 ton pada tahun 2011.

Selanjutnya negara lain yang mengimpor DES adalah Hongkong, Filipina, USA,

Spanyol, Republik Korea, Denmark serta Malaysia. Negara utama pengimpor

rumput laut seperti pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4 Jumlah ekspor rumput laut menurut negara tujuan pada tahun 2007 –

2011 (satuan Ton)

Negara Tujuan Tahun

2007 2008 2009 2010 2011

Cina 23 318 43 620 51 086 72 213 101 230

Filipina 10 878 12 414 6 701 12 512 10 404

Hongkong 20 890 2 835 2 323 5 252 6 402

USA 2 454 414 1 764 1 584 2 257

Spanyol 4 493 1 076 2 039 670 1 139

Korea 5 421 - 5 019 3 056 8 085

Denmark 2 098 1 849 577 1 661 667

Prancis 2 192 2 927 3 058 2 211 2 803

Negara lainnya 22 329 34 814 16 242 24 916 26 088

Total 94 073 99 949 94 003 123 075 159 075

Sumber : Statistik Kelautan dan Perikanan 2012 (diolah)

Gambar 6 Negara pengekspor rumput laut kering dunia

Sumber: Kemperin 2011

INDONESIA

37%

Chili; 21%

China; 13%

Peru , 8%

Lainnya, 8%

Irlandia, 6% Filipina,

5% Islandia,

2%

30

Dari Tabel 4 dapat terlihat bahwa ada tiga negara utama pengimpor DES

dengan permintaan terbesar selain negara lainnya yaitu Cina dengan jumlah impor

terbesar yaitu 101 230 ton pada tahun 2011 serta Hongkong dan Filipina dengan

masing-masing jumlah impor pada tahun 2011 yaitu 6 402 ton dan 10 404 ton,

sedangkan sisanya yaitu 26 088 ton adalah negara-negara lainnya.

Kebijakan Pemerintah Mengenai Rumput Laut

Salah satu keberhasilan budidaya rumput laut di suatu perairan baik yang

diusahakan oleh masyarakat ataupun pengusaha adalah sejauh mana kebijakan

pemerintah dapat mendorong dan mengembangkan budidaya rumput laut tersebut.

Pentingnya kebijakan pemerintah ini, karena menyangkut hal-hal yang berkaitan

dengan faktor-faktor teknis, ekonomis, sosial, dan lingkungan. Faktor teknis

misalnya, tentang perairan laut yang diizinkan untuk budidaya rumput laut,

ketersediaan bibit unggul, dan teknologi yang digunakan. Faktor ekonomi

mencakup aspek yang lebih luas, seperti penyediaan modal dan pemasaran hasil.

Sementara mengenai faktor lingkungan adalah terjaganya lingkungan perairan

laut, dari berbagai gangguan baik oleh kegiatan manusia maupun karena faktor

alam, di mana rumput laut dibudidayakan.

Kebijakan pemerintah pada umumnya bertujuan untuk mengefisiensikan

perekonomian, meningkatkan pemerataan kesejahteraan petani serta keberlanjutan

usaha. Instrumen-instrumen kebijakan dapat dikategorikan dalam berbagai

kebijakan seperti kebijakan harga, produk, produksi, teknologi, kelembagaan,

fiskal, moneter, pemasaran serta keuangan. Dalam merealisasikan tujuan-tujuan

tersebut maka pemerintah telah membentuk banyak peraturan yang terkait dengan

pangan, perikanan bahkan rumput laut secara langsung. Ada beberapa peraturan

pemerintah dengan instrumen kebijakan kelembagaan seperti pada UU No 20

tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil dan menengah, PP No 25 tahun 2000

tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai daerah

otonom, UU No 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, Keppres No 165

tahun 2000 tentang tugas, fungsi dan wewenang Departemen Perikanan Dan

Kelautan, Keppres No 21 tahun 2007 tentang Dewan Kelautan Indonesia, Permen

KP No 39 tahun 2011 tentang organisasi dan tata kerja loka penelitian dan

pengembangan budidaya rumput laut, serta PP No 9 tahun 2013 tentang perusahan

umum (Perum) perikanan Indonesia. Sebagian besar tujuan dari instrumen

kebijakan kelembagaan tersebut adalah dalam upaya untuk efisiensi kerja dalam

tugas dan wewenang lembaga tersebut masing-masing.

Instrumen kebijakan dalam kategori kebijakan produksi yaitu seperti UU

No 31 tahun 2004 tentang perikanan, UU No 45 tahun 2009 tentang perubahan

UU No 31 tahun 2004, UU no 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan

hidup, UU No 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-

pulau kecil, PP No 54 tahun 2002 tentang usaha perikanan, serta PP No 60 tahun

2007 tentang konservasi sumber daya ikan. Instrumen kebijakan produksi ini

bertujuan agar keadaan lingkungan usaha perikanan dapat terjaga secara lestari

sehingga dalam pengusahaan perikanan dapat menjadi berkelanjutan secara terus

menerus.

Kebijakan keuangan merupakan modal dasar untuk menstimulus usaha

produksi maupun pemasaran perikanan menjadi lebih meningkat. Kebijakan ini