4 limpasan-sumur resapan
DESCRIPTION
4 Limpasan-Sumur ResapanTRANSCRIPT
Sumur ResapanBangunan sumur resapan adalah salah satu rekayasa teknik konservasi air berupa bangunan yang
dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai bentuk sumur gali dengan kedalaman tertentu yang
berfungsi sebagai tempat menampung air hujan yang jatuh di atas atap rumah atau daerah kedap air
dan meresapkannya ke dalam tanah.
Sumur resapan berfungsi memberikan imbuhan air secara buatan dengan cara menginjeksikan air
hujan ke dalam tanah. Sasaran lokasi adalah daerah peresapan air di kawasan budidaya,
permukiman, perkantoran, pertokoan, industri, sarana dan prasarana olah raga serta fasilitas umum
lainnya.
Manfaat sumur resapan adalah:
1. Mengurangi aliran permukaan sehingga dapat mencegah / mengurangi terjadinya banjir dan
genangan air.
2. Mempertahankan dan meningkatkan tinggi permukaan air tanah.
3. Mengurangi erosi dan sedimentasi
4. Mengurangi / menahan intrusi air laut bagi daerah yang berdekatan dengan kawasan pantai
5. Mencegah penurunan tanah (land subsidance)
6. Mengurangi konsentrasi pencemaran air tanah.
Bentuk dan jenis bangunan sumur resapan dapat berupa bangunan sumur resapan air yang dibuat
segiempat atau silinderdengan kedalaman tertentu dan dasar sumur terletak di atas permukaan air
tanah. Berbagai jenis konstruksi sumur resapan adalah:
1. Sumur tanpa pasangan di dinding sumur, dasar sumur tanpa diisi batu belah maupun ijuk
(kosong)
2. Sumur tanpa pasangan di dinding sumur, dasar sumur diisi dengan batu belah dan ijuk.
3. Sumur dengan susunan batu bata, batu kali atau bataki di dinding sumur, dasar sumur diisi
dengan batu belah dan ijuk atau kosong.
4. Sumur menggunakan buis beton di dinding sumur
5. Sumur menggunakan blawong (batu cadas yang dibentuk khusus untuk dinding sumur).
Konstruksi-konstruksi tersebut memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing, pemilihannya
tergantung pada keadaaan batuan / tanah (formasi batuan dan struktur tanah).
Pada tanah / batuan yang relatif stabil, konstruksi tanpa diperkuat dinding sumur dengan dasar sumur
diisi dengan batu belah dan ijuk tidak akan membahayakan bahkan akan memperlancar meresapnya
air melalui celah-celah bahan isian tersebut.
Pada tanah / batuan yang relatif labil, konstruksi dengan susunan batu bata / batu kali / batako untuk
memperkuat dinding sumur dengan dasar sumur diisi batu belah dan ijuk akan lebih baik dan dapat
direkomendasikan.
Pada tanah dengan / batuan yang sangat labil, konstruksi dengan menggunakan buis beton atau
blawong dianjurkan meskipun resapan air hanya berlangsung pada dasar sumur saja.
Bangunan pelengkap lainnya yang diperlukan adalah bak kontrol, tutup sumur resapan dan tutup bak
kontrol, saluran masuklan dan keluaran / pembuangan (terbuka atau tertutup) dan talang air (untuk
rumah yang bertalang air).
Sumur Resapan. Sumber: PU Cipta Karya
Ditjen Cipta Karya Departemen Pekerjaaan Umum menetapkan data teknis sumur resapan air y
sebagai berikut : (1) Ukuran maksimum diameter 1,4 meter, (2) Ukuran pipa masuk diameter 110 mm,
(3) Ukuran pipa pelimpah diameter 110 mm, (4) Ukuran kedalaman 1,5 sampai dengan 3 meter, (5)
Dinding dibuat dari pasangan bata atau batako dari campuran 1 semen : 4 pasir tanpa plester, (6)
Rongga sumur resapan diisi dengan batu kosong 20/20 setebal 40 cm, (7) Penutup sumur resapan dari
plat beton tebal 10 cm dengan campuran 1 semen : 2 pasir : 3 kerikil.
Berkaitan dengan sumur resapan ini terdapat SNI No: 03- 2453-2002 tentang Tata Cara Perencanaan
Sumur Resapan Air Hujan untuk Lahan Pekarangan. Standar ini menetapkan cara perencanaan sumur
resapan air hujan untuk lahan pekarangan termasuk persyaratan umum dan teknis mengenai batas
muka air tanah (mat), nilai permeabilitas tanah, jarak terhadap bangunan, perhitungan dan penentuan
sumur resapan air hujan. Air hujan sdslsh sir hujan yang ditampung dan diresapkan pada sumur
resapan dari bidang tadah.
Persyaratan umum yang harus dipenuhi antara lain sebagai berikut:
1. Sumur resapan air hujan ditempatkan pada lahan yang relatif datar;
2. Air yang masuk ke dalam sumur resapan adalah air hujan tidak tercemar;
3. Penetapan sumur resapan air hujan harus mempertimbangkan keamanan bangunan
sekitarnya;
4. Harus memperhatikan peraturan daerah setempat;
5. Hal-hal yang tidak memenuhi ketentuan ini harus disetujui Instansi yang berwenang.
Persyaratan teknis yang harus dipenuhi antara lain adalah sebagai berikut:
1. Ke dalam air tanah minimum 1,50 m pada musin hujan;
2. Struktur tanah yang dapat digunakan harus mempunyai nilai permebilitas tanah ≥ 2,0 cm/jam.
3. Jarak penempatan sumur resapan air hujan terhadap bangunan adalah: (a) terhadap sumur air
bersih 3 meter, sumur resapan tangki septik 5 meter dan terhadap pondasi bangunan 1 meter.
Low Impact Development
SISTEM PENGELOLAAN AIR HUJAN LOKAL YANG RAMAHLINGKUNGAN
Suseno Darsono, Jurusan Teknik Sipil FT. UNDIP Jl. Prof. Soedarto SH, Tembalang
Semarang
Berkala Ilimiah Teknik Keairan Vol. 13, No.4– Desember 2007, ISSN 0854-4549 Akreditasi
No. 23a/DIKTI/KEP/2004
ABSTRACT
Low Impact Development (LID) is a technique for managing local strorm water that can be utilized as
a regional flood control system. As a storm management technique, LID technique is used to maintain
the existing hydrology condition of the development area by maintaining infiltration rate, filtering,
detaining storm water and also increasing surface roughness. Negatif impact of regional development
can be minimized by utilizing natural drainage system, maximizing storm water detention and
maintaining or increasing time of concentration. LID is a tool for managing negative impact of storm
water on a regional development, therfore the regional of economic growth can be increased.
Keywords: Storm water management, Urban Drainage, Low Impact Development .
PENDAHULUAN
Pengelolaan air hujan secara lokal yang ramah lingkungan dikenal dengan teknik “Low Impact
Development” (LID). Konsep pengelolaan air hujan dengan teknik ini adalah pengelolaan air hujan
dengan skala mikro yang dilakukan dilokasi atau di sekitar daerah tangkapan air hujan.
Pengembangan prinsip LID dimulai dengan pengembangan teknik bioretensi di Prince Gorge’s
County, Maryland pada pertengahan tahun 1980. LID dikembangkan untuk mempertahankan kondisi
lingkungan dari dampak negatip yang terjadi akibat perkembangan ekonomi dan keterbatasan
praktek pengelolaan air hujan konvensional. Sistim drainasi konvensional direncanakan dengan
konsep mengumpulkan, mengalirkan dan membuang air limpasan permukaan secepat dan efisien
mungkin. Sistim drainasi konvensional yang efisien kinerjanya akan menurunkan penambahan air
tanah, meningkatkan volume limpasan permukaan, mempersingkat waktu pengaliran, meningkatkan
frekuensi dan menambah besarnya banjir. Hal ini akan menambah tingkat kemungkinan terjadi
banjir/genangan di daerah hilir daerah tangkapan air, penurunan kualitas badan air, dan erosi. LID
dikembangkan dengan memanfaatkan teknologi yang telah ada dan murah tetapi dapat
mempertahankan kelestarian lingkungan.
Teknologi LID diharapkan mampu untuk mengurangi dampak negatip terhadap lingkungan akibat
pengembangan suatu daerah dengan mencapai keseimbangan antara konservasi, perkembangan,
proteksi ekosistim dan kualitas hidup. Saat ini teknologi LID dimanfaatkan untuk mengontrol polusi air
limpasan permukaan, mengurangi volumenya, memperpanjang waktu pengaliran, dan menyelesaikan
masalah-masalah yang berkaitan dengan ekologi. Konservasi dan peran serta masyarakat untuk
menenggulangi daya rusak air (yang termasuk pilar-pilar UU No.7 Tahun 2004) merupakan elemen
kunci dari LID seperti di ilustrasikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Elemen kunci pada teknologi “Low Impact Development”
Teknologi LID di dalam mengelola air hujan ialah mempertahankan kondisi hidrologi suatu daerah
yang dikembangkan sama dengan kondisi hidrologi awal daerah tersebut pada saat sebelum
dikembangkan. Usaha yang perlu dilakukan adalah mempertahankan dan meningkatkan intensitas
infiltrasi, penyaringan, penampungan, penguapan dan tahanan limpasan permukaan. Saat ini
pengelolaan air hujan dengan teknologi LID sudah banyak di aplikasikan di negara-negara maju
seperti USA, Australia dan Eropa, meskipun demikian penelitian pengembangan tentang LID masih
terus berlangsung. Di Indonesia penelitian pemanfaatan teknologi LID juga sedang dilakukan di Balai
Sungai BALITBANG PU untuk mengkaji efektifitas aplikasi LID di suatu pembangunan komplek
perumahan. Konsep hidrologi yang diterapkan dalam teknologi LID adalah penggunaan retensi dan
detensi air hujan, mengurangi luas daerah kedap, dan memperpanjang alur pengaliran dan waktu
pengaliran (Coffman, 2000).
PRINSIP SISTIM DRAINASI LOKAL ATAU LID
LID memanfaatkan praktek pengelolaan air hujan yang terintegrasi antara sistim drainasi lokal, skala
kecil, dan pengendalian sumber daya air regional. Praktek pengelolaan air hujan yang terintegrasi
ini tidak hanya tergantung pada jaringan saluran drainasi dan bangunan pengontrolnya, tetapi juga
memanfaatkan gedung-gedung, infrastructure drainasi dan penataan lahannya dalam usaha
menahan aliran air hujan ke daerah hilir. Untuk mempertahankan kodisi hidrologi dari wilayah yang
dikembangkan seperti kondisi awal, teknologi pengelolaan air hujan dengan LID memfokuskan pada
beberapa elemen utama hidrologi.
Elemen utama yang harus diperhatikan adalah meminimumkan limpasan permukaan dengan
mengurangi perubahan lahan menjadi lahan kedap air. Selain itu perlu pula memperbanyak tumbuh-
tumbuhan penutup tanah seperti lahan yang tertutup rumput dan tanam-tanaman. Memperlama
waktu konsentrasi (Tc) dengan memperpanjang jalur aliran, meningkatkan kekasaran dengan
mengurangi penggunaan saluran pasangan atau pipa, melakukan konservasi dari sistrim drainasi
alam sehingga dapat menurunkan puncak banjir. Tampungan air yang permanent atau sementara
sangat diperlukan untuk mengontrol volume dan puncak banjir, serta kualitas air limpasan.
Cara berikut adalah teknik tradisional yang sering di pakai untuk menampung air agar volume dan
puncak banjir menurun:
1. Menggunakan saluran dengan bangunan check yang menahan aliran.
2. Saluran lebar dengan kemiringan kecil (Long Storage).
3. Penampungan air hujan dengan tangki air penampung.
4. Penampungan air hujan di atap rumah.
5. Penampungan dangkal dilapangan parkir.
6. Lahan basah dan kolam-kolam tampungan
Gambar 2. Perbedaan aliran banjir akibat pengembangan wilayah
MACAM DARI TEKNOLOGI LOW IMPACT DEVELOPMENT (LID)
Ada berbagai macam usaha pengelolaan air hujan yang dapat dikatagorikan kedalam teknik LID,
karena teknik tersebut meminimumkan peningkatan aliran air limpasan, meningkatkan infiltrasi,
filtrasi dan evaporasi serta menampung sementara air hujan. Untuk memanfaatkan teknik LID pada
sistim drainasi kota, peningkatan partisipasi masyarakat pada peran serta untuk membangun dan
memelihara sarana dan prasarana sistim drainasi sangat diperlukan. Peningkatan peranserta
masyarakat ini diusahakan dengan sosialisasi atau pendidikan pada masyarakat. Teknik Bioretensi,
saluran rumput serta perkerasan yang lulus air akan diuraikan dibawah merupakan usaha untuk
melakukan penampungan air hujan, menambah kekasaran agar aliran melambat dan memperbesar
infiltrasi. Teknik tersebut diatas merupakan teknologi LID yang sangat sering dimanfaatkan untuk
mengelola air hujan wilayah yang dikembangkan untuk mempertahankan daya dukung, daya
tampung lingkungan hidup dan merupakan usaha untuk mempertahankan ruang terbuka yang sesuai
dengan UU No. 26 Tahun 2007.
Bioretention (Rain Garden)
Sistim “Bioretention” yang dibangun dapat menjadi bagian ruang terbuka hijau dan dirancang
berdasarkan jenis tanahnya, kondisi lokasi dan tata ruang rencana wilayah pengembangan.
Penggunaan Bioretention sebagai ruang terbuka hijau di daerah real estate dapat meningkatkan nilai
estitika daerah yang dikembangkan (Cofman, 2000; Winogradoff, 2001). Bioretention
mengintegrasikan fungsi pengurangan polusi dan tampungan aliran permukaan akibat dari
penyaringan/pembersihan sampah dan sedimentasi. Pemberian compost dan pemeliharaaan serta
penggantian tanaman merupakan usaha pemeliharaan dan pengoperasian Bioretention yang perlu
dilaksanakan. Untuk memelihara tanaman di Bioretention sebaiknya tidak perlu atau tidak boleh
menggunakan pupuk buatan. Tumbuhan yang ditanam pada Bioretention seyogyanya menggunakan
tanaman asli daerah, agar mudah tumbuh karena cocok dengan kondisi iklim daerahnya.
Pengurangan polutan dari air limpasan permukaan yang berupa sediment, metal serta kandungan
lain merupakan efek sedimentasi, proses penyaringan dari media yang digunakan serta proses
microbiologi dari material organic (Cofman, 2000; Winogradoff, 2001).
Agar pengelolaan air hujan di Bioretention dapat di optimalkan, maka proses yang terjadi perlu
dipahami. Berikut ini adalah beberapa proses utama yang ada pada Bioretension untuk air hujan
local (Winogradoff, 2001);
Intersepsi merupakan proses tertangkapnya air hujan oleh daun tanaman serta lapisan
penutup (mulch), sehingga memperlambat atau mengurangi terjadinya aliran permukaan.
Infiltrasi adalah proses utama yang ada di Bioretention, baik yang mempunyai saluran
underdrain maupun yang tidak.
Pengendapan akan terjadi akibat aliran lambat yang ada di Bioretention, akibatnya partikel
yang ada di air akan tertinggal di permukaan Bioretention.
Absorsi adalah proses penahanan air di ruang antara partikel tanah yang kemudian akan
diserap oleh akar tanaman.
Evapotranspirasi akan terjadi di Bioretention akan berubah sebagian air limpasan menjadi uap
air.
Absorsi yang terjadi adalah proses penyerapan kandungan kimia seperti metal dan nitrat yang
terlarut di air oleh humus dan tanah.
Gambar 3. Potongan memanjang “Bioretention”
Potongan memanjang Bioretention pada Gambar 3. menunjukan bahwa aliran limpasan permukaan
dari jalan akan masuk ke Bioretensi. Hujan awal yang turun di jalan akan mencuci jalan sehingga
aliran permukaannya akan membawa partikel sedimen, kandungan kimia dan oli yang tertetes di
muka jalan, dan mengalir masuk kedalam. Bioretention. Aliran permukaan dari hujan awal ini akan
menjalani proses permunian yang ada di Bioretention. Jika hujan masih turun terus sehingga
kapasitas tampungan Bioretention sudah terlampaui air kan mengalir langsung ke sistim saluran
drainasi melalui pelimpah yang telah disediakan. Hujan awal sudah mencuci permukaan jalan
sehingga kualitas air limpasan permukaan dari hujan berikutnya diharapkan sudah baik dan boleh
mengalir langsung ke badan air.
Saluran Rumput
Saluran rumput dapat dimanfaatkan sebagai saluran pembawa air hujan pada berbagai lokasi dan
kondisi, fleksibel dan relative murah (USDOT, 1996). Umumnya saluran terbuka rumput sangat
cocok sebagai saluran pematusan daerah tangkapan air yang kecil dengan kemiringan yang landai
(Center for Watershed Protection, 1998). Penggunaan saluran ini biasanya sebagai saluran
sepanjang jalan lingkungan dan “Highway”, fungsinya untuk mengurangi kecepatan aliran
permukaan dan sebagai filter dan tempat infiltrasi. Selain fungsi tersebut diatas pengendapan
sediment merupakan mekanisme utama dari upaya pengurangan polutan. Saluran rumput sangat
efektif kerjanya jika kedalaman aliran minimum dan waktu tinggalnya maksimum. Stabilitas
saluran rumput dan kemampuan pengurangan polutan sangat dipengaruhi oleh erodibilitas
tanahnya, kemiringan saluran dan kerapatan tanaman.
Gambar 4. Denah Saluran Rumput
Gambar 5. Potongan Melintang Saluran Rumput
Perkerasan yang Lulus Air
Perkerasan permukaan jalan adalah penyebab meningkatnya volume limpasan permukaan dari suatu
wilayah yang dikembangkan. Selain volume air hujan yang menjadi limpasan permukaan, jalan dan
lapangan parker yang dibangun akan menyebabkan peningkatan polusi. Penggunaan perkerasan
yang lulus air adalah salah satu teknik LID yang efektif untuk mengurangi persentase daerah yang
kedap air. Berbagai studi menyimpulkan bahwa kualitas air sungai, danau dan rawa menurun drastis
akibat daerah kedap air dari daerah tangkapan airnya lebih dari 10%. Perkerasan yang lulus air
sangat cocok sebagai perkerasan jalan yang lalulintasnya rendah seperti lapangan parkir atau jalan
setapak. Penggunaan perkerasan lulus air yang paling berhasil adalah perkerasan lulus air di daerah
pesisir yang mempunyai tanah pasiran dengan kemiringan yang landai (EPA, 2000).
Gambar 6. Perkerasan yang lulus air
SIMPULAN
Pengelolaan air hujan ditempatnya dapat mempertahankan ukuran saluran pengendali banjir regional.
Sistim pengelolaan air hujan lokal yang memanfaatkan teknologi LID dikembangkan dengan
memanfaatkan teknologi yang telah ada merupakan sistim pengelolaan air hujan yang murah tetapi
dapat mempertahankan kelestarian lingkungan. Teknologi LID diharapkan mampu untuk mengurangi
dampak negatip terhadap lingkungan akibat pengembangan suatu daerah dengan mencapai
keseimbangan antara konservasi, perkembangan, proteksi ekosistim dan kualitas hidup.
Mempertahankan kondisi hidrologi dari wilayah atau daerah yang dikembangkan dengan
mempertahankan dan meningkatkan intensitas infiltrasi, penyaringan, penampungan, penguapan
dan peningkatan kekasaran permukaan adalah usaha yang digunakan teknologi LID dalam sistim
pengelolaan air hujan lokal. Meskipun sudah banyak penggunaan teknologi di berbagai wilayah
dunia, tetapi teknologi tersebut perlu dan harus dikaji efektifitasnya serta disesuaikan teknologinya
dalam penggunaannya di Indonesia. Pemanfaatan teknologi LID ini akan membantu meningkatkan
usaha pengembangan wilayah dan perkembangan ekonomi.
Meminimumkan dampak pengembangkan wilayah dengan mengurangi daerah kedap air,
mengkonservasi sumber daya alam dan ekosistim, mempertahankan sistim drainasi alam, dan
meminimalkan penggunaan saluran pasangan, memaksimalkan usaha penampungan air,
mempertahankan atau memperlama waktu konsentrasi, serta melaksanakan pendidikan pada
masyarakat merupakan usaha teknologi LID untuk meminimumkan dampak negatif dari
pengembangan suatu wilayah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim, 2004, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber
Daya air
2. Anonim, 2007, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan
Ruang.
3. Anonim, 1995, Stormwater Management for Maine: Best management practices, www.
State.me.us/dep/blwq/training/npspu bl.htm
4. Coffman, Larry. 2000. Low-Impact Development Design Strategies, An Integrated Design
Approach. EPA 841-B-00-003. Prince George’s County, Maryland. Department of
Environmental Resources, Programs and Planning Division.
5. EPA, 2000, Low Impact Development (LID) A Literature Review, EPA-841-B-00-005,
Washington, DC 20460 October 2000
6. Winogradoff, A. Derek, 2001, The Bioretention ManuaL, Programs & Planning Division
Department of Environmental Resources Prince George’s County, Maryland.