4. inkontinensia urine

65
BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inkontinensia urin merupakan salah satu masalah besar di bidang gerontik yang perlu mendapat perhatian serius. Masalah itu tampaknya akan menjadi salah satu masalah kesehatan dan psikososial yang sering dijumpai di masa mendatang seiring dengan makin banyaknya jumlah usia lanjut di Indonesia. Data di luar negeri menyebutkan bahwa 15 – 30 % usia lanjut yang tinggal di masyarakat dan 50 % usia lanjut yang di rawat menderita inkontinensia urun. Pada tahun 1999, dari semua pasien yang di rawat di RSUPN Cipto Mangunkusumo di dapatkan angka kejadian inkontinensia urin sebesar 10%, dan pada tahun 2000, angka kejadian inkontinensia urin meningkat menjadi 12%. Inkontinensia urin seringkali menyebabkan pasien dan atau keluarganya frustasi, bahkan depresi. Bau yang tidak sedap, perasaan kotor, tidak suci untuk beribadah tentu menimbulkan masalah sosial dan psikologis. Selain itu, adanya inkontinensia urin juga akan mengganggu aktivitas fisik, seksual, dan pekerjaan. Secara tidak langsung masalah itu juga dapat menyebabkan dehidrasi karena umumnya pasien akan mengurangi minumnya karena khawatir mengompol. Dekubitus, infeksai saluran kemih berulang, jatuh, dan tidak kalah pentingnya adalah biaya

Upload: utikdesy

Post on 27-Oct-2015

59 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: 4. Inkontinensia Urine

BAB I

PEDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Inkontinensia urin merupakan salah satu masalah besar di bidang gerontik yang perlu

mendapat perhatian serius. Masalah itu tampaknya akan menjadi salah satu masalah kesehatan

dan psikososial yang sering dijumpai di masa mendatang seiring dengan makin banyaknya

jumlah usia lanjut di Indonesia.

Data  di luar negeri menyebutkan bahwa 15 – 30 % usia lanjut yang tinggal di masyarakat

dan 50 % usia lanjut yang di rawat menderita inkontinensia urun. Pada tahun 1999, dari semua

pasien yang di rawat di RSUPN Cipto Mangunkusumo di dapatkan angka kejadian inkontinensia

urin sebesar 10%, dan pada tahun 2000, angka kejadian inkontinensia urin meningkat menjadi

12%.

Inkontinensia urin seringkali menyebabkan pasien dan atau keluarganya frustasi, bahkan

depresi. Bau yang tidak sedap, perasaan kotor, tidak suci untuk beribadah tentu menimbulkan

masalah sosial dan psikologis. Selain itu, adanya inkontinensia urin juga akan mengganggu

aktivitas fisik, seksual, dan pekerjaan. Secara tidak langsung masalah itu juga dapat

menyebabkan dehidrasi karena umumnya pasien akan mengurangi minumnya karena khawatir

mengompol. Dekubitus, infeksai saluran kemih berulang, jatuh, dan tidak kalah pentingnya

adalah biaya perawatan yang tinggi untuk pembelian pampers, kateter adalah masalah yang juga

dapat timbul akibat inkontinensia urin.

1.2  Tujuan

Mahasiswa mengetahui bagaimana konsep teori serta asuhan keperawatan yang tepat

untuk klien inkontinensia urine pada lansia. Dan dapat menerapkannya dalam praktek pemberian

asuhan keperawatan kepada pasien.

BAB II

Page 2: 4. Inkontinensia Urine

KONSEP TEORI

2.1 Inkontinensia Urine

2.1.1 Pengertian

Inkontinensia urine merupakan eliminasi urine dari kandung kemih yang tidak terkendali

atau terjadi diluar keinginan (Brunner and Suddarth, 2002).

Inkontinensia urine didefinisikan sebagai keluarnya urine yang tidak terkendali pada

waktu yang tidak dikehendaki tanpa memperhatikan frekuensi dan jumlahnya,yang

mengakibatkan masalah social dan higienis pendeitanya  (FKUI, 2006).

Menurut International Continence Sosiety, inkontinensia urine adalah kondisi keluarnya

urin tak terkendali yg dpt didemonstrasikan secara obyektif dan menimbulkan gangguan hygiene

dan social.

Inkontinensia urine adalah pelepasan urine secara tidak terkontrol dalam jumlah yang

cukup banyak. Sehingga dapat dianggap masalah bagi seseorang.

Inkontinensia urine adalah ketidakmampuan menahan air kencing. Inkontinensia urine

merupakan salah satu manifestasi penyakit yang sering ditemukan pada pasien geriatri.

Inkontinensia urine adalah ketidakampuan mengendalikan evakuasi urine. (kamus

keperawatan).

Diperkirakan prevalensi inkontinensia urin berkisar antara 15 – 30% usialanjut di

masyarakat dan 20-30% pasien geriatri yang dirawat di rumah sakit mengalami inkontinensia

urin, dan kemungkinan bertambah berat inkontinensia urinnya 25-30% saa tberumur 65-74

tahun. Masalah inkontinensia urin ini angka kejadiannya meningkat dua kali lebih tinggi pada

wanita dibandingkan pria. Perubahan-perubahan akibat proses menua mempengaruhi saluran

kemih bagian bawah. Perubahan tersebut merupakan predisposisi bagi lansia untuk mengalami

inkontinensia, tetapi tidak menyebabkan inkontinensia. Jadi inkontinensia bukan bagian normal

proses menua.

2.1.2 Etiologi

1)      Persalinan pervaginan

Proses persalinan juga dapat membuat otot-otot dasar panggul rusak akibat regangan otot dan

jaringan penunjang serta robekan jalan lahir, sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya

inkontinensia urine.

Page 3: 4. Inkontinensia Urine

2)      Proses menua

Dengan menurunnya kadar hormon estrogen pada wanita di usia menopause (50 tahun ke atas),

akan terjadi penurunan tonus otot vagina dan otot pintu saluran kemih (uretra), sehingga

menyebabkan terjadinya inkontinensia urine. Semakin tua seseorang semakin besar

kemungkinan mengalami inkontinensia urine, karena terjadi perubahan struktur kandung kemih

dan otot dasar panggul.

3)      Gangguan urologi (peningkatan pada produksi urine (DM))

4)      Infeksi saluran kemih

Gangguan saluran kemih bagian bawah bisa karena infeksi. Jika terjadi infeksi saluran kemih

bisa menyebabkan inkontinensia urine

2.1.3 Patofisiologi

Proses berkemih normal merupakan proses dinamis yang memerlukan rangkaian

koordinasi proses fisiologik berurutan yang pada dasarnya dibagi menjadi 2 fase. Pada keadaan

normal selama fase pengisian tidak terjadi kebocoran urine, walaupun kandung kemih penuh

atau tekanan intra-abdomen meningkat seperti sewaktu batuk, meloncat-loncat atau kencing dan

peningkatan isi kandung kemih memperbesar keinginan ini. Pada keadaan normal, dalam hal

demikian pun tidak terjadi kebocoran di luar kesadaran. Pada fase pengosongan, isi seluruh

kandung kemih dikosongkan sama sekali. Orang dewasa dapat mempercepat atau memperlambat

miksi menurut kehendaknya secara sadar, tanpa dipengaruhi kuatnya rasa ingin kencing. Cara

kerja kandung kemih yaitu sewaktu fase pengisian otot kandung kemih tetap kendor sehingga

meskipun volume kandung kemih meningkat, tekanan di dalam kandung kemih tetap rendah.

Sebaliknya otot-otot yang merupakan mekanisme penutupan selalu dalam keadaan tegang.

Dengan demikian maka uretra tetap tertutup. Sewaktu miksi, tekanan di dalam kandung kemih

meningkat karena kontraksi aktif otot-ototnya, sementara terjadi pengendoran mekanisme

penutup di dalam uretra. Uretra membuka dan urine memancar keluar. Ada semacam kerjasama

antara otot-otot kandung kemih dan uretra, baik semasa fase pengisian maupun sewaktu fase

pengeluaran. Pada kedua fase itu urine tidak boleh mengalir balik ke dalam ureter (refluks).

 Proses berkemih normal melibatkan mekanisme dikendalikan dan tanpa kendali. Sfingter

uretra eksternal dan otot dasar panggul berada dibawah control volunter dan disuplai oleh saraf

pudenda, sedangkan otot detrusor kandung kemih dan sfingter uretra internal berada di bawah

kontrol sistem safar otonom,yang mungkin dimodulasi oleh korteks otak. Kandung kemih terdiri

Page 4: 4. Inkontinensia Urine

atas 4 lapisan, yakni lapisan serosa, lapisan otot detrusor, lapisan submukosa dan lapisanmukosa.

Ketika otot detrusor berelaksasi, pengisian kandung kemih terjadi dan bila otot kandung kemih

berkontraksi pengosongan kandung kemih atau proses berkemih berlangsung. otot detrusor

adalah otot kontraktil yang terdiri atas beberapa lapisan kandung kemih. Mekanisme detrusor

meliputi otot detrusor,saraf pelvis, medula spinalis dan pusat saraf yang mengontrol berkemih.

Ketikakandung kemih seseorang mulai terisi oleh urin, rangsangan saraf diteruskan melalui saraf

pelvis dan medula spinalis ke pusar saraf kortikal dan subkortikal. Pusat subkortikal (pada

ganglia basal dan serebelum) menyebabkan kandung kemih berelaksasi sehingga dapat mengisi

tanpa menyebabkan seseorang mengalami desakan untuk berkemih. Ketika pengisian kandung

kemih berlanjut,rasa penggebungan kandung kemih disadari, dan pusat kortikal (pada

lobusfrontal), bekerja menghambat pengeluaran urin. Gangguan pada pusat kortikaldan

subkortikal karena obat atau penyakit dapat mengurangi kemampuan menunda pengeluaran urin.

Komponen penting dalam mekanisme sfingter adalah hubungan urethra dengan kandung kemih

dan rongga perut. Mekanisme sfingter berkemih memerlukan agulasi yang tepat antara urethra

dan kandung kemih.Fungsi sfingter urethra normal juga tergantung pada posisi yang tepat dari

urethra sehiingga dapat meningkatkan tekanan intra-abdomen secara efektif ditrasmisikan ke

uretre. Bila uretra pada posisi yang tepat, urin tidak akan keluar pada saat tekanan atau batuk

yang meningkatkan tekanan intra-abdomen. Mekanisme dasar proses berkemih diatur oleh

refleks-refleks yang berpusat dimedula spinalis segmen sakral yang dikenal sebagai pusat

berkemih. Pada fase pengisian kandung kemih, terjadi peningkatan aktivitas saraf otonom

simpatis yang mengakibatkan penutupan leher kandung kemih, relaksasi dinding kandung kemih

serta penghambatan aktivitas parasimpatis dan mempertahankan inversisomatik pada otot dasar

panggul. Pada fase pengosongan, aktivitas simpatis dan somatik menurun, sedangkan

parasimpatis meningkat sehingga terjadi kontraksi otot detrusor dan pembukaan leher kandung

kemih. Proses reflek ini dipengaruhi oleh sistem saraf yang lebih tinggi yaitu batang otak,

korteks serebri dan serebelum. Pada usia lanjut biasanya ada beberapa jenis inkontinensia urin

yaitu ada inkontinensia urin tipe stress, inkontinensia tipe urgensi, tipe fungsional dan tipe

overflow..

Inkontinensia urine dapat terjadi dengan berbagai manifestasi, antara lain:

Fungsi sfingter yang terganggu menyebabkan kandung kemih bocor bila batuk atau bersin.

Terjadi hambatan pengeluaran urine dengan pelebaran kandung kemih, urine banyak dalam

Page 5: 4. Inkontinensia Urine

kandung kemih sampai kapasitas berlebihan. Seiring dengan bertambahnya usia, ada beberapa

perubahan pada anatomi dan fungsi organ kemih, antara lain : melemahnya otot dasar panggul

akibat kehamilan berkali-kali, kebiasaan mengejan yang salah, atau batuk kronis. Ini

mengakibatkan seseorang tidak dapat menahan air seni. Selain itu, adanya kontraksi (gerakan)

abnormal dari dinding kandung kemih, sehingga walaupun kandung kemih baru terisi sedikit,

sudah menimbulkan rasa ingin berkemih. Penyebab Inkontinensia Urine (IU) antara lain terkait

dengan gangguan di saluran kemih bagian bawah, efek obat-obatan, produksi urin meningkat

atau adanya gangguan kemampuan/keinginan ke toilet. Gangguan saluran kemih bagian bawah

bisa karena infeksi. Inkontinensia Urine juga bisa terjadi karena produksi urine berlebih karena

berbagai sebab. Misalnya gangguan metabolik, seperti diabetes melitus, yang harus terus

dipantau

Selain hal-hal yang disebutkan diatas inkontinensia urine juga terjadi akibat kelemahan

otot dasar panggul, karena kehamilan, pasca melahirkan, kegemukan (obesitas), menopause, usia

lanjut, kurang aktivitas dan operasi vagina. Penambahan berat dan tekanan selama kehamilan

dapat menyebabkan melemahnya otot dasar panggul karena ditekan selama sembilan bulan.

Proses persalinan juga dapat membuat otot-otot dasar panggul rusak akibat regangan otot dan

jaringan penunjang serta robekan jalan lahir, sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya

inkontinensia urine. Dengan menurunnya kadar hormon estrogen pada wanita di usia menopause

(50 tahun ke atas), akan terjadi penurunan tonus otot vagina dan otot pintu saluran kemih

(uretra), sehingga menyebabkan terjadinya inkontinensia urine. Faktor risiko yang lain adalah

obesitas atau kegemukan, riwayat operasi kandungan dan lainnya juga berisiko mengakibatkan

inkontinensia. Semakin tua seseorang semakin besar kemungkinan mengalami inkontinensia

urine, karena terjadi perubahan struktur kandung kemih dan otot dasar panggul.

2.1.4 Manifestasi Klinis

1)      Desakan berkemih, di sertai ketidakmampuan mencapai kamar mandi karena telah berkemih

2)      Frekuensi, dan nokturia.

3)      Inkontinensia stres, dicirikan dengan keluarnya sejumlah kecil urin  ketika tertawa, bersin,

melompat, batuk atau membungkuk.

4)      Inkontinensia overflow, dicirikan dengan aliran urin buruk atau melambat dan merasa menunda

atau mengedan.

5)      Inkontinensia fungsional, dicirikan dengan volume dan aliran urin yang adekuat

Page 6: 4. Inkontinensia Urine

6)      Higiene buruk atau tanda- tanda infeksi

2.1.5 WOC

Persalinan pervaginan

Proses menua

Peningkatan produksi urine (DM)

ISK

Peregangan otot jaringan/ robekan jalan lahir

Page 7: 4. Inkontinensia Urine

Melemahnya otot dasar panggul

Tidak dapat menahan air kencing

Kadar hormone menurun

Otot dasar panggul rusak

Posisi kandung kemih prolap

Melemahkan tekanan/ tekanan akhiran kemih keuar

hiperglikemia

Perpindahan cairan intraseluler secara osmotik

Ginjal reobsorpsi kelebihan glukosa

glukosuria

MK: Resti infeksi

Page 8: 4. Inkontinensia Urine

poliuria

MK: Kekurangan volum cairan

Refluks urtrovesikal

Menyebarnya infeksi dari uretra

Melemahnya otot detrusor

Sfingter dan otot dasar panggul terganggu

Pengosongan kandung kemih tidak sempurna

INKOTINENSIA URINE

MK: Gg rasa nyaman nyeri

MK: Kelelahan

urgensi

nokturia

Page 9: 4. Inkontinensia Urine

mengompol

Desakan berkemih

MK: Isolasi social

Cara Perawatan Inkontinensia Urin

  Masukan cairan / minum cukup

  Latihan buang air kecil (BAK) teratur

  Biasakan buang air besar (BAB) secara teratur

  Latihan otot dasar panggul

  Kurangi minum kopi dan teh

 

Page 10: 4. Inkontinensia Urine

2.1.6 Klasifikasi

1.      Inkontinensia Urin Akut Reversibel

Pasien delirium mungkin tidak sadar saat mengompol atau tak dapat pergi ke toilet sehingga

berkemih tidak pada tempatnya. Bila delirium teratasi maka inkontinensia urin umumnya juga

akan teratasi. Setiap kondisi yang menghambat mobilisasi pasien dapat memicu timbulnya

inkontinensia urin fungsional atau memburuknya inkontinensia persisten, seperti fraktur tulang

pinggul, stroke, arthritis dan sebagainya. Resistensi urin karena obat-obatan, atau obstruksi

anatomis dapat pula menyebabkan inkontinensia urin. Keadaan inflamasi pada vagina dan

urethra (vaginitis dan urethritis) mungkin akan memicu inkontinensia urin. Konstipasi juga

sering menyebabkan inkontinensia akut. Berbagai kondisi yang menyebabkan poliuria dapat

memicu terjadinya inkontinensia urin, seperti glukosuria atau kalsiuria. Gagal jantung dan

insufisiensi vena dapat menyebabkan edema dan nokturia yang kemudian mencetuskan

terjadinya inkontinensia urin nokturnal. Berbagai macam obat juga dapat mencetuskan terjadinya

inkontinensia urin seperti Calcium Channel Blocker, agonist adrenergic alfa, analgesicnarcotic,

psikotropik, antikolinergik dan diuretic. Untuk mempermudah mengingat penyebab

inkontinensia urin akut reversible dapat dilihat akronim di bawah ini :

  Delirium

  Restriksi mobilitas, retensi urin

  Infeksi, inflamasi, Impaksi

  Poliuria, pharmasi

2.      Inkontinensia Urin Persisten

Page 11: 4. Inkontinensia Urine

Inkontinensia urin persisten dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara, meliputi anatomi,

patofisiologi dan klinis. Untuk kepentingan praktek klinis, klasifikasi klinis lebih bermanfaat

karena dapat membantu evaluasi dan intervensi klinis. Kategori klinis meliputi :

  Inkontinensia akibat stress

Merupakan eliminasi urine diluar keinginan melalui uretra sebagai akibat dari peningkatan

mendadak pada tekanan intra-abdomen. seperti pada saat batuk, bersin atau berolah raga.

Umumnya disebabkan oleh melemahnya otot dasar panggul, merupakan penyebab tersering

inkontinensia urin pada lansia dibawah 75 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita tetapi mungkin

terjadi pada laki-laki akibat kerusakan pada sfingter urethra setelah pembedahan trans urethral

dan radiasi. Pasien mengeluh mengeluarkan urin pada saat tertawa, batuk, atau berdiri. Jumlah

urin yang keluar dapat sedikit atau banyak.

  Urge Incontinence

Terjadi bila pasien merasakan drongan atau keinginan untuk urinasi tetapi tidak mampu

menahannya cukup lama sebelum mecapai toilet. Inkontinensia urin jenis ini umumnya dikaitkan

dengan kontraksi detrusor tak terkendali (detrusor overactivity). Masalah-masalah neurologis

sering dikaitkan dengan inkontinensia urin urgensi ini, meliputi stroke, penyakit Parkinson,

demensia dan cedera medula spinalis. Pasien mengeluh tak cukup waktu untuk sampai di toilet

setelah timbul keinginan untuk berkemih sehingga timbul peristiwa inkontinensia urin.

Inkontinensia tipe urgensi ini merupakan penyebab tersering inkontinensia pada lansia di atas 75

tahun. Satu variasi inkontinensia urgensi adalah hiper aktifitas detrusor dengan kontraktilitas

yang terganggu. Pasien mengalami kontraksi involunter tetapi tidak dapat mengosongkan

kandung kemih sama sekali. Mereka memiliki gejala seperti inkontinensia urin stress, overflow

dan obstruksi. Oleh karena itu perlu untuk mengenali kondisi tersebut karena dapat menyerupai

inkontinensia urine tipe lain sehingga penanganannya tidak tepat.

  Overflow Incontinence

Ditandai oleh eliminasi urine yang sering dan kadang-kadang terjadi hampir terus-menerus

terjadi. Tidak terkendalinya pengeluaran urin dikaitkan dengan kansdung kemih tidak dapat

mengosongkan isinya secara normal dan megalami distensi yang berlebihan. Meskipun eliminasi

urine sering terjadi, kandug kemih tidak pernah kosong. Hal ini disebabkan oleh obstruksi

anatomis, seperti pembesaran prostat, faktor neurogenik pada diabetes melitus atau sclerosis

multiple, yang menyebabkan berkurang atau tidak berkontraksinya kandung kemih, dan faktor-

Page 12: 4. Inkontinensia Urine

faktor obat-obatan. Pasien umumnya mengeluh keluarnya sedikit urin tanpa adanya sensasi

bahwa kandung kemih sudah penuh.

  Inkontinensia urin fungsional

Merupakan inkontinensia dengan fungsi saluran kemih bagian bawah yang utuh tetapi ada factor

lain, seperti angguan kognitif berat yang membuat pasien sulit untk mengidentifkasi perlunya

miksi (demensia alzhimer) atau gangguan fisik yang menyebabkan pasien sulit atau tidak

mungkin menjangkau toilet untuk melakukan urinasi. Memerlukan identifikasi semua komponen

tidak terkendalinya pengeluaran urine akibat faktor-faktor di luar saluran kemih. Penyebab

tersering adalah demensia berat, masalah muskuloskeletal berat, faktor lingkungan yang

menyebabkan kesulitan unutk pergi ke kamar mandi, dan faktor psikologis. Seringkali

inkontinensia urin pada lansia muncul dengan berbagai gejala dangan membran urodinamik lebih

dari satu tipe inkontinensia urin. Penatalaksanaan yang tepat memerlukan identifikasi semua

komponen.

2.1.7     Pemeriksaan Diagnostik

1)      Tes diagnostik pada inkontinensia urin

(Menurut Ouslander), tes diagnostik pada inkontinensia perlu dilakukan untuk mengidentifikasi

faktor yang potensial mengakibatkan inkontinensia, mengidentifikasi kebutuhan klien dan

menentukan tipe inkontinensia. Mengukur sisa urine setelah berkemih, dilakukan dengan cara :

Setelah buang air kecil, pasang kateter, urin yang keluar melalui kateter diukur atau

menggunakan pemeriksaan ultrasonik pelvis, bila sisa urin > 100 cc berarti pengosongan

kandung kemih tidak adekuat. Urinalisis, dilakukan terhadap spesimen urine yang bersih untuk

mendeteksi adanya factor yang berperan terhadap terjadinya inkontinensia urin seperti hematuri,

piouri, bakteriuri, glukosuria, dan proteinuria. Tes diagnostik lanjutan perlu dilanjutkan bila

evaluasi awal didiagnosis belum jelas. Tes lanjutan tersebut adalah :

  Tes laboratorium tambahan seperti kultur urin, blood urea nitrogen, creatinin, kalsium glukosa

sitologi.

  Tes urodinamik adalah untuk mengetahui anatomi dan fungsi saluran kemih bagian bawah

  Tes tekanan urethra adalah mengukur tekanan di dalam urethra saat istirahat dan saat dinamis

  Imaging adalah tes terhadap saluran perkemihan bagian atas dan bawah.

Page 13: 4. Inkontinensia Urine

2)      Pemeriksaan penunjang Uji urodinamik sederhana dapat dilakukan tanpa menggunakan alat-alat

mahal. Sisa-sisa urine pasca berkemih perlu diperkirakan pada pemeriksaan fisis. Pengukuran

yang spesifik dapat dilakukan dengan ultrasound atau kateterisasi urine. Merembesnya urin pada

saatdilakukan penekanan dapat juga dilakukan. Evaluasi tersebut juga harus dikerjakan ketika

kandung kemih penuh dan ada desakan keinginan untuk berkemih. Diminta untuk batuk ketika

sedang diperiksa dalam posisi litotomi atau berdiri. Merembesnya urin sering kali dapat dilihat.

Informasi yang dapat diperoleh antara lain saat pertama ada keinginan berkemih, ada atau tidak

adanya kontraksi kandung kemih tak terkendali, dan kapasitas kandung kemih.

3)      Laboratorium Elektrolit, ureum, creatinin, glukosa, dan kalsium serum dikaji untuk menentukan

fungsi ginjal dan kondisi yang menyebabkan poliuri.

4)      Catatan berkemih (voiding record) Catatan berkemih dilakukan untuk mengetahui pola

berkemih. Catatan ini digunakan untuk mencatat waktu dan jumlah urin saat mengalami

inkontinensia urin dan tidak inkontinensia urin, dan gejala berkaitan dengan inkontinensia urin.

Pencatatan pola berkemih tersebut dilakukan selama 1-3 hari. Catatan tersebut dapat digunakan

untuk memantau respon terapi dan juga dapat dipakai sebagai intervensi terapeutik karena dapat

menyadarkan pasien faktor-faktor yang memicu terjadinya inkontinensia urin pada dirinya.

2.1.8  Penatalaksanaan

Penatalaksanaan inkontinensia urin menurut Muller adalah mengurangi faktor resiko,

mempertahankan homeostasis, mengontrol inkontinensia urin, modifikasi lingkungan, medikasi,

latihan otot pelvis dan pembedahan. Dari beberapa hal tersebut di atas, dapat dilakukan sebagai

berikut :

1)      Pemanfaatan kartu catatan berkemih

Yang dicatat pada kartu tersebut misalnya waktu berkemih dan jumlah urin yang keluar, baik

yang keluar secara normal, maupun yang keluar karena tak tertahan, selain itu catat waktu,

jumlah dan jenis minuman yang diminum.

2)      Terapi non farmakologi

Dilakukan dengan mengoreksi penyebab yang mendasari timbulnya inkontinensia urine, seperti

hiperplasia prostat, infeksi saluran kemih, diuretik, gula darah tinggi, dan lain-lain. Adapun

terapi yang dapat dilakukan adalah :

Page 14: 4. Inkontinensia Urine

  Melakukan latihan menahan kemih (memperpanjang interval waktu berkemih) dengan teknik

relaksasi dan distraksi sehingga frekwensi berkemih 6-7 x/hari.

  Lansia diharapkan dapat menahan keinginan untuk berkemih bila belum waktunya.

  Lansia dianjurkan untuk berkemih pada interval waktu tertentu, mula-mula setiap jam, selanjutnya

diperpanjang secara bertahap sampai lansia ingin berkemih setiap 2-3 jam.

  Membiasakan berkemih pada waktu-waktu yang telah ditentukan sesuai dengan kebiasaan lansia.

  Promted voiding dilakukan dengan cara mengajari lansia mengenal kondisi berkemih mereka serta

dapat memberitahukan petugas atau pengasuhnya bila ingin berkemih. Teknik ini dilakukan pada

lansia dengan gangguan fungsi kognitif (berpikir).

  Melakukan latihan otot dasar panggul dengan mengkontraksikan otot dasar panggul secara

berulang-ulang.

3)      Terapi farmakologi

Obat-obat yang dapat diberikan pada inkontinensia urine adalah:

  antikolinergik seperti Oxybutinin, Propantteine, Dicylomine

Pada inkontinensia stress diberikan alfa adrenergic agonis, yaitu :

  pseudoephedrine untuk meningkatkan retensi urethra.

Pada sfingter relax diberikan kolinergik agonis seperti :

  Bethanechol atau alfakolinergik antagonis seperti prazosin untuk stimulasi kontraksi, dan

terapidiberikan secara singkat.

4)      Terapi pembedahan

Terapi ini dapat dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress dan urgensi, bila terapi non

farmakologis dan farmakologis tidak berhasil. Inkontinensia tipe overflow umumnya

memerlukan tindakan pembedahan untuk menghilangkan retensi urin. Terapi ini dilakukan

terhadap tumor, batu, divertikulum, hiperplasia prostat, dan prolaps pelvic (pada wanita).

Penatalaksanaan pembedahan

Ada berbagai macam tindakan bedah yang dapat dilakukan : perbaikan vagina, suspensi kandung

kemih pada abdomen dan elevasi kolum vesika urinaria. Sfingter artificial yang dimodifikasi

dengan megunakan balon karet-silikon sebagai mekanisme penekanan swa-regulasi dpat

digunakan untuk menutup uretra. Metode lain untuk mengontrol inkontinensia stress adalah

Page 15: 4. Inkontinensia Urine

aplikasi stimulasi elektronik pada dasar panggul dengan bantuan pulsa generator miniature yang

dilengakapi electrode yang dipasang pada sumbat intra-anal.      

5)      Modalitas lain

Sambil melakukan terapi dan mengobati masalah medik yang menyebabkan inkontinensia urin,

dapat pula digunakan beberapa alat bantu bagi lansia yang mengalami inkontinensia urin,

diantaranya adalah pampers, kateter, dan alat bantu toilet sepertiurinal, komod dan bedpan

6)      Kateter Kateter menetap tidak dianjurkan untuk digunakan secara rutin karenadapat menyebabkan

infeksi saluran kemih, dan juga terjadi pembentukanbatu. Selain kateter menetap, terdapat kateter

sementara yang merupakanalat yang secara rutin digunakan untuk mengosongkan kandung

kemih.Teknik ini digunakan pada pasien yang tidak dapat mengosongkankandung kemih.

Namun teknik ini juga beresiko menimbulkan infeksi padasaluran kemih.

7)      Alat bantu toiletSeperti urinal, komod dan bedpan yang digunakan oleh orang usia lanjutyang tidak mampu

bergerak dan menjalani tirah baring. Alat bantu tersebutakan menolong lansia terhindar dari

jatuh serta membantu memberikankemandirian pada lansia dalam menggunakan toilet.

8)      Latihan Otot Dasar Panggul

  Posisi tidur telentang dengan kedua kaki ditekuk sehingga otot panggul sejajar dengan lantai.

  Tahan otot panggul seperti menahan kencing selama sepuluh hitungan atau sesanggupnya.

  Lepaskan dan relaks selama sepuluh hitungan.

  Lakukan lagi dan lepaskan lagi lebih kurang 5x latihan.

  Lakukan sebanyak 3x sehari (pagi, siang dan malam)

Page 16: 4. Inkontinensia Urine

2.2      ASKEP Teori

2.2.1 Pengkajian

1.      Identitas klien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, alamat, suku bangsa,

tanggal, jam MRS, nomor registrasi, dan diagnosa medis.

2.      Riwayat kesehatan

  Riwayat kesehatan sekarang

Berapakah frekuensi inkonteninsianya, apakah ada sesuatu yang mendahului inkonteninsia (stres,

ketakutan, tertawa, gerakan), masukan cairan, usia/kondisi fisik, kekuatan dorongan/aliran

jumlah cairan berkenaan dengan waktu miksi. Apakah ada penggunaan diuretik, terasa ingin

berkemih sebelum terjadi inkontenin, apakah terjadi ketidakmampuan.

  Riwayat kesehatan dahulu

Apakah klien pernah mengalami penyakit serupa sebelumnya, riwayat urinasi dan catatan

eliminasi klien, apakah pernah terjadi trauma/cedera genitourinarius, pembedahan ginjal, infeksi

saluran kemih dan apakah dirawat dirumah sakit.

  Riwayat kesehatan keluarga

Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit serupa dengan klien dan

apakah ada riwayat penyakit bawaan atau keturunan, penyakit ginjal bawaan/bukan bawaan.

3.      Pemeriksaan fisik

Keadaan umum

Klien tampak lemas dan tanda tanda vital terjadi peningkatan karena respon dari terjadinya

inkontinensia

4.      Pemeriksaan Sistem :

B1 (breathing)

Kaji pernapasan adanya gangguan pada pola nafas, sianosis karena suplai oksigen menurun. kaji

ekspansi dada, adakah kelainan pada perkusi.

B2 (blood)

Peningkatan tekanan darah, biasanya pasien bingung dan gelisah

B3 (brain)

Kesadaran biasanya sadar penuh

B4 (bladder)

Page 17: 4. Inkontinensia Urine

Inspeksi : periksa warna, bau, banyaknya urine biasanya bau menyengat karena adanya aktivitas

mikroorganisme (bakteri) dalam kandung kemih serta disertai keluarnya darah apabila ada lesi

pada bladder, pembesaran daerah suprapubik lesi pada meatus uretra, banyak kencing dan nyeri

saat berkemih menandakan disuria akibat dari infeksi, apakah klien terpasang kateter

sebelumnya.

Palpasi :     Rasa nyeri di dapat pada daerah supra pubik / pelvis, seperti rasa terbakar di urera luar sewaktu

kencing / dapat juga di luar waktu kencing.

B5 (bowel)

Bising usus adakah peningkatan atau penurunan, Adanya nyeri tekan abdomen, adanya

ketidaknormalan perkusi, adanya ketidaknormalan palpasi pada ginjal.

B6 (bone)

Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkannya dengan ekstremitas yang lain, adakah nyeri

pada persendian.

5.      Pengkajian Psikososial

         Bersedih

         Murung

         Mudah tersinggung

         Mudah marah

         Isolasi social

         Perubahan peran

2.2.2        Diagnose keperawatan Yang Mungkin Muncul

  Gangguan rasa nyaman nyeri b/d penyebaran infeksi dari uretra

  Kekurangan Volum cairan b/d diuresis osmotic

  Resiko tinggi infeksi b/d glukosa darah yang tinggi (hiperglikemia)

  Kelelahan b/d kelemahan otot

  Isolasi Sosial berhubungan dengan keadaan yang memalukan akibat mengompol dan  bau urine

2.2.3        NCP

Page 18: 4. Inkontinensia Urine

NO Diagnosa

keperawatan

Tujuan kriteria

hasil

Intervensi Rasional

1. Gangguan rasa

nyaman nyeri

b/d penyebaran

infeksi dari

uretra

Setelah

dilakukan

tindakan

kepeawatan

selama 2x24

jam

diharapakan

nyeri dapat

teratasi atau

berkurang

Nyeri

terkntrol

atau

hilang

Klien

dapat

kembali

tenang dan

rileks

Klien

mampu

beristiraha

t seperti

biasanya

Mandiri :

  Kaji nyeri,

perhatikan

lokasi, intensitas

atau skala nyeri

dan lamanya

nyeri

  Catat lamanya

intensitas (skala

0-10) dan

penyebaran

  Berikan tindakan

keyamanan.

Contoh :

Membantu pasie

memberikan

posisi yang

nyaman,

mendorong

penggunaan

relaksasi atau

latihan nafas

dalam

Kolaborasi

Berikan obat

Memberi kan

informasi

untuk

membantu

dalam

menentukan

pilihan dan

keefektifan

intervensi

Membantu

mengevaluasi

tempat

obstruksi dan

kemajuan

gerakan

kalkulus

Meningkat-kan

relaksasi,

memfokus-

kan kembali

perhatian dan

dapat

meningkat-

kan kembali

kemampuan

koping

Page 19: 4. Inkontinensia Urine

sesuai indikasi.

Contoh:

analgesik

Berikan

pemanasan local

sesuai indikasi

Meng-

hilangkan

nyeri,

menentukan

obat yang

tepat untuk

mencegah

fluktuasi nyeri

ber-hubungan

dengan

tegangan 

Digunakan

untuk me-

ningkatkan

relaksasi, dan

sirkulasi

Kekurangan

Volum cairan

b/d diuresis

osmotic

Klien

menunjukkan

hidrasi yang

adekuat/

kekurangan

cairan dapat

diatasi 

TTV stabil

Membrane

mukosa

bibir

lembab

Turgor

kulit

elastic

Intake dan

output

seimbang

Mandiri :

  Dapatkan riwayat

pasien/ orang

terdekat

sehubungan

dengan lamanya

gejala seperti

muntah dan

pengeluaran

urine yang

berlebihan

  Pantau TTV, catat

Untuk

memperoleh

data tentang

penyakit

pasien, agar

dapat

melakukan

tindakan

sesuai yang

dibutuhka

Page 20: 4. Inkontinensia Urine

adanya

perubahan TD

warna kulit dan

kelembaban-nya

  Pantau masukan

dan pengeluaran

urine

  Timbang BB

setiap hari

  Pertahankan

untuk

memberikan

cairan paling

sedikit 2500

ml/hari dalam

batas yang dapat

ditoleransi

jantung

Kolaborasi:

Indicator

hidrasi/volum

sirkulasi dan

kebutuhan

intervensi.

Membandingk

an keluaran

actual dan

yang

diantisipasi

membantu

dalam evaluasi

adanya/

derajat stasis/

kerusakan

ginjal

Peningkatan

BB yang cepat

mungkin

berhubungan

dengan retensi

Memper-

tahankan

keseimbangan

cairan

Page 21: 4. Inkontinensia Urine

  Berikan terapi

cairan sesuai

indikasi

  Berikan cairan IV

Memenuhi

kebutuhan

cairan tubuh

Mempertahan

kan volum

sirkulasi,

meningkatkan

fungsi ginjal

3. Resiko tinggi

infeksi b/d

glukosa darah

yang tinggi

(hiperglikemia)

Mandiri:

  Berikan

perawatan

perineal dengan

air sabun setiap

shift. Jika pasien

inkontinensia,

cuci daerah

perineal sesegera

mungkin.

  Jika di pasang

kateter

indwelling,

berikan

perawatan

kateter 2x sehari

Untuk

mencegah

kontaminasi

uretra.

  Kateter

memberikan

jalan pada

Page 22: 4. Inkontinensia Urine

(merupakan

bagian dari

waktu mandi

pagi dan pada

waktu akan

tidur) dan setelah

buang air besar

  Kecuali

dikontraindikasi

kan, ubah posisi

pasien setiap

2jam dan

anjurkan

masukan

sekurang-

kurangnya 2400

ml / hari. Bantu

melakukan

ambulasi sesuai

dengan

kebutuhan.

  Berikan terapi

antibiotoik

bakteri untuk

memasuki

kandung

kemih dan

naik ke

saluran

perkemihan

  Untuk

mencegah

stasis urine.

  Mungkin

diberikan

secara

profilaktik

Page 23: 4. Inkontinensia Urine

sehubungan

dengan

peningkatn

resiko infeksi

2.2.4        Imlementasi

Dilaksanakan sesuai dengan rencana tindakan, menjelaskan setiap tindakan yang akan  dilakukan

sesuai dengan pedoman atau prosedur tekhnis yang telah ditentukan.

2.2.5        Evaluasi

Pengukuran efektifitas intervensi askep yang telah disusun dan tujuan yang ingin dicapai ada 3

kemungkinan:

1)      Tujuan tercapai

2)      Tujuan tercapai sebagian

3)      Tujuan tidak tercapai

Page 24: 4. Inkontinensia Urine

BAB III

ASKEP KASUS

3.1.   Pengkajian

1.Identitas klien

  Nama                           : Ny. Y

  Umur                           : 67 th

  Jenis Kelamin              : perempuan

  Agama                         : islam

  Status Perkawinan      : kawin

  Suku Bangsa               : serawai

  Pendidikan                  : SD

  Pekerjaan                     : tidak bekerja

  Tgl masuk RS              : 4 April 2012

  No. Register                : 15665

Penanggung Jawab

  Nama                           : Tn. F 

  Umur                           : 60 th

  Pekerjaan                     : swasta

Page 25: 4. Inkontinensia Urine

  Alamat                        : Hibrida 10

2.      Riwayat Kesehatan

         Alasan kunjungan/keluhan utama :

Klien datang dengan keluarganya ke RS dengan keluhan ingin BAK terus-menerus dan tidak

bisa ditahan sampai ke toilet.

         Riwayat kesehatan sekarang

Klien mengatakan kencingnya lebih dari 10 kali dalam sehari. Klien juga mengatakan dia tidak

bisa menahan kencingnya, karena dia tidak sempat lagi untuk sampai toilet.  klien mengaku dia

mengurangi minum agar tidak mengompol lagi. Klien mengatakan sering menahan haus. Klien

mengatakan lecet-lecet pada kulitnya. Klien mengatakan malu apabila keluar rumah, karena

mengompol dan bau air kencingnya yang menyengat. sehingga hanya diam dirumah.

         Riwayat kesehatan dulu

Klien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit yang sama sebelumya. Klien mengatakan

pernah dirawat di RS dan dipasang kateter.   

         Riwayat penyakit keluarga

Klien mengatakan keluarganya tidak pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya dan

tidak ada penyakit keturunan.

3.      Pemeriksaan fisik

a)      Keadaan umum : klien tampak lemas, dan gelisah

b)      Tanda-Tanda Vital :

         TD : 160/90 mmHg

         ND : 90x/i

         RR : 18x/i

         S : 370C

c)      Integumen

         Kulit kering dan keriput

         Terdapat luka tekan (dekubitus)

d)     Kepala

         Simetris dan tidak ada benjolan, warna rambut putih, distribusi rambut merata

Page 26: 4. Inkontinensia Urine

e)      Mata

         Konjungtiva

         Pupil : an isokor

f)       Telinga

         Bersih, tidak ada serumen

g)      Mulut dan gigi

         Gigi tanggal

         Mulut kering, air liur mudah mengental

         Bibir pecah-pecah

h)      Leher

         Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid atau pembesaran limpa nodi

i)        Kardiovaskuler

         Peningkatan TD

j)        Abdomen

         Bising usus (+), Pulsasi, nyeri tekan abdomen

k)      Perkemihan

         Inkontinensia urine, BAK .> 10 kali, Lebih dari 1500-1600 ml dalam 24 jam

         Nyeri saat mengeluarkan urine

l)        Genetalia

         Kelemahan otot vagina dan uterus

m)    Ekstremitas

         Kelemahan

n)      System endokrin

         Penurunan produksi hormon estrogen

4.      Pengkajian psikososial

         Murung

         Mudah tersinggung

         Mudah marah

         Depresi

         Dimensia

         Isolasi social

Page 27: 4. Inkontinensia Urine

         Perubahan peran

5.      Pengkajian lingkungan

         Kondisi rumah :

         Penerangan : penerangan baik, pada siang hari ada cahaya dari ventilasi rumah

         Lantai  : lantai tidak licin

         Keadaan rumah datar

         Tata ruang

         Tata ruang tidak sering diubah

         Kamar mandi jauh, didekat dapur

         Peralatan yang diperlukan tidak jauh dari jangkauan

Pengkajian skala resiko

Skala Norton

skor skor

Keadaan umum:

Baik

      Lumayan

Buruk

Sangat buruk

4

3

2

1

Aktivitas :

Ambulan

Ambulan dengan bantuan

Hanya bisa duduk

Tiduran

4

3

2

1

Kesadaran :

Kompos mentis

Apatis

Strupor/koma

4

3

2

1

Inkontinensia :

Tidak

Kadang-kadang

Sering

Alvi dan urine

4

3

2

1

Mobilitas:

Bergerak bebas 4

Page 28: 4. Inkontinensia Urine

Sedikit tebatas

Sangat terbatas

Tidak bisa bergerak

3

2

1

SKOR TOTAL 14

Nilai < 12 : RESIKO TINGGI

Nilai <16 : BERESIKO

Skor total pasien Ny. Y adalah 14. Jadi Ny.Y beresiko.

6.      Metode penilaian kemampuan fungsional

INDEX KATZ

         Continence

  Tidak mampu mengendalikan BAK

  Tidak bisa menahan BAK

         Bathing

  Kesulitan toileting

  Tidak mampu menahan urinasi untuk mencapai toilet

         Doing personal toileting

  Mencuci muka

  Membasahi rambut, tangan, telinga

  Mencuci tangan hanya setelah makan

  Setelah BAK/BAB tidak mencuci tangan dengan sabun

  Tidak ada perawatan khusus

         Dressing

  Mengenakan pakaian dalam, rok, celana

  Mengenakan baju yang mudah digunakan apabila ingin urinasi, tidak menggunakan jaket

  Mengancingkan baju

  Tidak mengenakan kaos kaki, tidak menggunakan sepatu, atau menali sepatu

  Tidak menggunakan sarung tangan, menggunakan tutup kepala

         Feeding

  Memegang, mengambil, memasukkan makanan/minum dalam mulut sendiri

  Pasien bisa mengunyah

  Pasien bisa menelan

Page 29: 4. Inkontinensia Urine

         Walking and transferring

  Pasien mengalami keterbatasan berjalan

  Tidak menaiki dan menuruni tangga

  Tidak mampu untuk lari

  Tidak berjalan menggunakan kursi roda, tetapi memegang objek untuk menahan

  Mampu merubah posisi dari berbaring ke duduk dan sebaliknya, memegang objek untuk menahan

  Mampu merubah posisi dari duduk ke berdiri dari kursi roda, memegang objek utuk menahan

  Perpindahan dari dan ke tempat tidur posisi berdiri

  Mendekati kursi roda/tempat tidur

Klasifikasi INDEX KATZ

C : Mandiri kecuali bathing dan 1 fungsi lain

Modifikasi dari Barthel indeks, termasuk yang manakah klien

NO Krteria Dgn bantuan Mandiri ket

1. Makan 5 10 Frekuensi:

sering

Jumlah:

sedikit-sedikit

Jenis: nasi,

lauk, sayur

2. Minum 5 10 Frekuensi:

jarang

Jumlah: sedikit

Jenis:air putih

3. Berpindah dari kursi roda

ketempat tidur

5-10 15 8

4. Personal toilet (cuci

muka, menyisir rambut,

gosok gigi)

0 5 Frekuensi:

2kali sehari

Page 30: 4. Inkontinensia Urine

5. Keluar masuk toilet

(mencuci pakaian,

menyeka tubuh,

menyiram)

5 10 5

6. Mandi 5 15 5

7. Jalan dipermukaan datar 0 5 5

8. Naik turun tangga 5 10 5

9. Mengenakan pakaian 5 10 10

10. Control bowel (BAB) 5 10 Fekuensi :

sering

Konsistensi:

encer

11. Control bladder (BAK) 5 10 Frekuensi:

sering

Warna: keruh

12. Olahraga/latihan 5 10 Frekuensi: 1

minggu 2kali

Jenis: senam

santai,

peregangan

otot agar

relaksasi

13. Rekreasi atau

pemanfaatan waktu luang

5 10 Frekuensi:

sering

Jenis: nonton

tv, liburan

dengan

keluarga

Keterangan :

a.       130            : mandiri

Page 31: 4. Inkontinensia Urine

b.      65-125       : ketergantungan

c.       60              : ketergantungan total

Skor penilaian yang diperoleh adalah 83. Klien merupakan klien dengan ketergantungan.

7.      SCREENING FALLS

         Fungtional Reach (FR) test

Usia 67 nilai < 5 inci risiko roboh

         The timed Up and Go (TUG) test

Berdiri dari kursi, berjalan 10 langkah, kembali kekursi, ukur waktu dalam detik

         28 detik : variable mobility

8.      Pengkajian status kognitif / afektif (status mental)

Pengkajian status mental gerontik

Identifikasi tingkat kerusakan intelektual dengan menggunakan Short Portable Mental Status

Questioner (SPMSQ)

BENAR SALAH NO PERTANYAAN

    01 Tgl berapa hari ini?

    02 Hari apa sekarang ini?

    03 Apa nama tempat ini?

    04 Dimana alamat anda?

    05 Berapa umur anda?

    06 Kapan anda lahir?

    07 Siapa presiden Indonesia sekarang?

    08 Siapa presiden Indonesia sebelumya?

    09 Siapa nama ibu anda?

    10 20-3, 10-3, 5-3

Jumlah : 6 Jumlah : 4

Score total : 10

Interpretasi hasil :

Salah 4 : kerusakan inelektual ringan

Page 32: 4. Inkontinensia Urine

Identifikasi aspek kognitif dari fungsi mental dengan menggunakan MMSE (Mini Mental Status

Exam)

      Orientasi                                                         

      Registrasi

      Perhatian

      Kalkulasi

      Mengingat kembali

      Bahasa

NO ASPEK KOGNITIFNILAI MAKS

NILAI KLIE

NKRITERIA

1. Orientasi 5 3 Menyebutkan dengan benar:

Tahun

Musim

Tanggal

Hari

Bulan

2. Orientasi 5 5 Dimana kita sekarang berada?

   Negara Indonesia

   Propinsi Bengkulu

   Kota Bengkulu

3. Registrasi 3 3 Sebutkan nama 3 objek (oleh

pemeriksa) detik untuk

mengatakan masing-masing

objek. Kemudian tanyakan

kepada klien ke3 objek tadi

(untuk disebutkan)

    Anak

   Cucu

   Rumah

4. Perhatian dan kalkulasi 5 3 Minta klien untuk memulai dari

Page 33: 4. Inkontinensia Urine

angka 10 kemudian dikurang7

sampai 5 kali/ tingkat

93

86

79

72

65

5. Mengingat 3 3 Minta klien untuk mengulangi ke

3 objek pada no 2 (registrasi)

tadi, bila benar 1 point untuk

masing-masing objek

6. Bahasa 9 1 Tunjukan pada klien suatu benda

dan tanyakan namanya pada klien

     (buku)

     (meja)

Minta klien untuk mengulang

kata berikut : “tak ada, jika, dan,

ada, atau, tetapi” bila benar nilai

satu point

Minta klien untuk mengikuti

perintah berikut yang terdiri dari

3 langkah : “ambil kertas

ditangan anda, lipat dua dan taruh

dilantai”

   Ambilkertas ditangan anda

   Lipat dua

   Taruh dilantai

Perintahkan pada klien untuk hal

berikut (bila aktifitas sesuai

perntah nilai satu point)

   Tutup mata anda

Page 34: 4. Inkontinensia Urine

Perintahkan pada klien untuk

menulis satu kalimat dan

menyalin gambar

      Tulis satu kalimat

      Menyalin gambar

Total nilai 18 Kerusakan aspek f/ mental ringan

9.  Pengkajian keseimbangan untuk klien lansia

Pengkajian posisi/gerakan keseimbangan

a)      Bangun dari kursi

Tidak bangun dari duduk dengan satu kali gerakan, tetapi mendorong tubuhnya keatas dengan

tangan, tidak stabil pada saat berdiri pertama sekali. (1)

b)      Duduk ke kursi

Menjatuhkan diri ke kursi, tidak duduk ketengah kursi (1)

c)      Menahan dorongan pada sternum (pemeriksa mendorong sternum perlakan-lahan sebanyak 3

kali

Klien memegang objek untuk dukungan (1)

d)     Mata tertutup

Klien menggerakkan kaki dan memegang objek untuk dukungan. (1)

e)      Perputaran leher

Menggenggam objek untuk dukungan, pusing/keadaan tidak stabil.(1)

f)       Gerakan menggapai sesuatu

Tidak stabil (1)

g)      Membungkuk

Memegang objek untuk bisa berdiri lagi (1)

Komponen gaya berjalan/gerakan

Minta klien untuk berjalan kearah yang ditentukan

Klien ragu-ragu (1)

           Ketinggian langkah kaki

Page 35: 4. Inkontinensia Urine

Kaki tidak naik dari lantai secara konsisten.(1)

Analisa Data

NO Data Etiologi Masalah

1. DS :

-       Klien mengatakan ingin BAK terus

menerus

-       Klien mengatakan kencingnya lebih

dari 10 kali dalam sehari.

-       Klien juga mengatakan dia tidak bisa

menahan kencingnya

DO:          

-       Klien sering mengompol  

Sering berkemih,

urgensi

Perubahan pola

eliminansi

2. DS :

-       Klien mengatakan nyeri pada saat

mengeluarkan urine

-       Klien mengatakan pernah dirawat di

RS dan dipasang kateter.

DO:

Klien tampak meringis menahan sakit

apabila berkemih

Pemasangan kateter Resiko tinggi

infeksi

3. DS :

-       Klien mengatakan jarang minum agar

tidak mengompol

-       Klien mengatakan sering menahan

haus

DO :

-        Jumlah urine lebih dari 1500-1600

mm dalam 24 jam

-        klien tampak lemas

-        kulit klien kering 

Intake dan output

yang tidak adekuat

Kekurangan volum

cairan

Page 36: 4. Inkontinensia Urine

3.3 Diagnosa Keperawatan

1)      Kekurangan volum cairan berhubungan dengan intake dan output yang tidak adekuat

2)      Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pemasangan kateter

3)      Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan sering berkemih, urgensi

3.4 Proses Asuhan Keperawatan

NO Dx

keperawatan

Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional

1. Kekurangan

volum cairan

berhubungan

dengan

intake dan

output yang

tidak adekuat

Setelah

dilakukan

intervensi

selama 2x24

jam

diharapkan

Klien

menunjukkan

hidrasi yang

adekuat/

kekurangan

cairan dapat

diatasi 

TTV stabil

Membrane

mukosa bibir

lembab

Turgor kulit

elastic

Intake dan

output seimbang

Mandiri :

  Dapatkan riwayat

pasien/ orang

terdekat

sehubungan

dengan lamanya

gejala seperti

muntah dan

pengeluaran urine

yang berlebihan

  Pantau TTV, catat

adanya perubahan

TD warna kulit

dan kelembaban-

nya

  Pantau masukan

dan pengeluaran

urine

Untuk

memperoleh

data tentang

penyakit pasien,

agar dapat

melakukan

tindakan sesuai

yang

dibutuhkan

Indicator

hidrasi/volum

sirkulasi dan

kebutuhan

intervensi.

Membandingkan

keluaran actual

dan yang

diantisipasi

membantu

dalam evaluasi

Page 37: 4. Inkontinensia Urine

  Timbang BB setiap

hari

  Pertahankan untuk

memberikan

cairan paling

sedikit 2500

ml/hari dalam

batas yang dapat

ditoleransi jantung

Kolaborasi:

  Berikan terapi

cairan sesuai

indikasi

  Berikan cairn IV

adanya/ derajat

stasis/

kerusakan ginjal

Peningkatan BB

yang cepat

mungkin

berhubungan

dengan retensi

Memper-

tahankan

keseimbangan

cairan

Memenuhi

kebutuhan

cairan tubuh

Mempertahanka

n volum

sirkulasi,

meningkatkan

fungsi ginjal

2. Resiko tinggi

infeksi

berhubungan

Setela

dilakukan

intervensi

Tidak

mengalami

tanda nfeksi

Mandiri:

  Berikan perawatan

perineal dengan

     Untuk mengah

kontaminasi

Page 38: 4. Inkontinensia Urine

dengan

pemasangan

kateter

selama 2x24

jam

diharapkan

infeksi dapat

teratasi

air sabun setiap

shift. Jika pasien

inkontinensia, cuci

daerah perineal

sesegera mungkin.

  Jika di pasang

kateter indwelling,

berikan perawatan

kateter 2x sehari

(merupakan

bagian dari waktu

mandi pagi dan

pada waktu akan

tidur) dan setelah

buang air besar

  Kecuali

dikontraindikasika

n, ubah posisi

pasien setiap 2jam

dan anjurkan

masukan

sekurang-

kurangnya 2400

ml / hari. Bantu

melakukan

ambulasi sesuai

dengan kebutuhan.

Kolaborasi:

    Berikan antibiotic

sesuai indikasi

uretra

  Kateter

memberikan

jalan pada

bakteri untuk

memasuki

kandung kemih

dan naik ke

saluran

perkemihan

  Untuk

mencegah stasis

urine

Page 39: 4. Inkontinensia Urine

  Mungkin

diberikan secara

profilaktik

sehubungan

dengan

peningkatn

resiko infeksi

3. Perubahan

pola

eliminasi

berhubungan

dengan

sering

berkemih,

urgensi

Mengurangi

atau

mengatasi

pola

eliminasi

agar dapat

berkemih

normal

Individu akan

Menjadi

kontinen

(terutama

selama siang

hari, malam, 24

jam) dan

mampu

mengidentifikasi

penyebab

inkontinens dan

rasional untuk

pengobatan

Mandiri :

       Tentukan pola

berkemih

normalpsien dan

tentukan variasi

   Kalkulus dapat

menyebabkan

eksitalitas saraf,

yang

menyebabkan

sensasi

berkemih

segera.

Biasanya

frekuensi dan

urgensi

meningkat bila

kalkulus

mendekati

pertemuan

uretrovesikal

Page 40: 4. Inkontinensia Urine

       Dorong

mningkatkan

pemasukan cairan

       Selidiki keluhan

kandung kemih

penuh, palpasi

untuk daerah

suprapubik

Kolaborasi:

       Ambil urine untuk

kultur dan

sensivitas

   Peningkatan

hidrasi

membilas

bakteri,

darah,dan

debris dan dapat

membantu

lewatnya batu

   Retensi urine

dapat terjadi

menyebabkan

distensi jaringan

dan potensial

resiko infeksi,

gagal ginjal

   Menentukan

adanya ISK,

yang penyebab

atau gejala

komplikasi

3.4 Catatan perkembangan

NO Diagnosa keperawatan Implementasi Evaluasi

1. Kekurangan volum cairan

berhubungan dengan sering

berkemih, urgensi

Jam 8.00 WIB

Mandiri :

  mendapatkan riwayat

pasien/ orang terdekat

sehubungan dengan

lamanya gejala seperti

muntah dan pengeluaran

Jam 10.00 WIB

S:

      Klien mengatakan

masih BAK terus

menerus, tetapi sudah 

berkurang

frekuensinya

Page 41: 4. Inkontinensia Urine

urine yang berlebihan

  memantau TTV, catat

adanya perubahan TD

warna kulit dan

kelembaban-nya

  memantau masukan dan

pengeluaran urine

  menimbang BB setiap hari

  mempertahankan untuk

memberikan cairan paling

sedikit 2500 ml/hari

dalam batas yang dapat

ditoleransi jantung

Kolaborasi:

  memberikan terapi cairan

sesuai indikasi

  memberikan cairn IV

      Klien mengatakan

kencingnya sudah

kurang dari 10 kali

dalam sehari.

     Klien mengatakan dia

masih tidak bisa

menahan kencingnya

O:

     Klien terlihat masih

mengompol tetapi

sudah berkurang

frekuensinya

     TTV:

TD : 150 mmHg

ND : 70x/i

S : 370C

RR : 18x/i 

A :

Masalah belum teratasi

P :

Intervensi dilanjutkan

  pantau masukan dan

pengeluaran urine

  memberikan terapi

cairan sesuai indikasi

  memberikan cairan IV

2. Resiko tinggi infeksi

berhubungan dengan

Jam 12.00 WIB

Mandiri:

Jam 14.00 WIB

S:

Page 42: 4. Inkontinensia Urine

pemasangan kateter   memberikan perawatan

perineal dengan air sabun

setiap shift. Jika pasien

inkontinensia, cuci daerah

perineal sesegera

mungkin.

  Jika di pasang kateter

indwelling, memberikan

perawatan kateter 2x

sehari (merupakan bagian

dari waktu mandi pagi dan

pada waktu akan tidur)

dan setelah buang air

besar

  Kecuali

dikontraindikasikan,

mengubah posisi pasien

setiap 2jam dan anjurkan

masukan sekurang-

kurangnya 2400 ml / hari.

  membantu melakukan

ambulasi sesuai dengan

kebutuhan.

Kolaborasi:

  memberikan antibiotic

sesuai indikasi

   Klien mengatakan

nyerinya berkurang

pada saat

mengeluarkan urine

O:

     Klien tampak rileks,

meskipun terkadang

masih terlihat meringis

A:

Masalah teratasi

sebagian

P :

Intervensi dilanjutkan

  ubah posisi pasien

setiap 2jam dan

anjurkan masukan

sekurang-kurangnya

2400 ml / hari.

  memberikan antibiotic

sesuai indikasi

3. Perubahan pola eliminasi

berhubungan dengan sering

berkemih, urgensi

Jam 20.00 WIB

Mandiri :

       menentukan pola

berkemih normal pasien

dan tentukan variasi

Jam 22.00 WIB

S:

     Klien mengatakan

belum berani minum

banyak agar tidak

Page 43: 4. Inkontinensia Urine

       mendorong mningkatkan

pemasukan cairan

       menyelidiki keluhan

kandung kemih penuh,

palpasi untuk daerah

suprapubik

Kolaborasi:

       mengambil urine untuk

kultur dan sensivitas

mengompol

     Klien mengatakan

terkadang masih

menahan haus

O:

     klien masih tampak

sedikit lemas

     kulit klien masih

terlihat kering 

A:

Masalah teratasi

sebagian

P:

Intervensi dilanjutkan

       tentukan pola

berkemih normal

pasien dan tentukan

variasi

       dorong meningkatkan

pemasukan cairan

Page 44: 4. Inkontinensia Urine
Page 45: 4. Inkontinensia Urine

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Inkontinensia urine adalah ketidakmampuan menahan kencing. Anamnesis dan

pemeriksaan fisik yang baik, dengan beberapa prosedur diagnostik yang diperlukan mempunyai

hasil yang baik untuk menegakkan diagnosis gangguan ini. Jenis inkontinensia urine yang utama

yaitu inkontinensiastres, urgensi, luapan dan fungsional. Penatalaksanaan konservatif

dilakukanpada kasus inkompetem sfingter uretra sebelum terapi bedah. Bila dasar inkontinensia

neurogen atau mental maka pengobatan disesuaikan dengan faktor penyebab.

4.2 Saran

Agar penderita inkontinensia urine tetap menjaga kebersihan diri agar terhindar dari

infeksi pada saluran kemih bagian bawah dan tetap menjaga keseimbangan intake dan output

cairan, agar tidak terjadi deficit volum cairan. 

DAFTAR PUSTAKA

FKUI. 2006. Ilmu Penyakit Dalam jilid III, Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu

Penyakit Dalam FKUI  

Brunner & Suddarth, 2002. Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta : EGC

Doengoes, E Marilynn, 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Page 46: 4. Inkontinensia Urine