4. gambaran umum lokasi penelitian - repository.ipb.ac.id · bagian dari kabupaten lampung utara,...
TRANSCRIPT
38
4. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Gambaran umum lokasi penelitian merupakan informasi awal kondisi
wilayah, demografi, sosial, biofisik, sumberdaya, dan kelembagaan lokasi
penelitian. Gambaran ini masih bersifat makro, sehingga memerlukan updating
sesuai dengan kebutuhan. Gambaran umum wilayah yang diuraikan di bawah ini
antara lain: letak geografis, administrasi, kependudukan, dan kondisi fisik lahan.
4.1 Letak Geografis dan Administrasi
Kecamatan Rawa Pitu, Kabupaten Tulang Bawang termasuk kedalam
wilayah Provinsi Lampung. Sebelumnya, Kabupaten Tulang Bawang merupakan
bagian dari Kabupaten Lampung Utara, yang dibentuk berdasarkan Undang-
undang Nomor 28 Tahun 1958 jo. Undang-undang Darurat Nomor 4 Tahun 1950.
Perkembangan selanjutnya, berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor
132 Tahun 1978 dan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 114, wilayah
Tulang Bawang ditetapkan sebagai wilayah kerja Pembantu Bupati Lampung
Utara wilayah Menggala. Selanjutnya, untuk meningkatkan efektifitas dan
memperpendek rentang kendali pelaksanaan pemerintahan berdasarkan Undang-
Undang No. 2 Tahun 1997, dibentuklah Kabupaten Tulang Bawang dengan
ibukota pemerintahan di Menggala. Pada tahun 2005, secara administratif
Kabupaten Tulang Bawang diputuskan terdiri atas 24 kecamatan, 240
desa/kelurahan, terhitung sejak keluarnya Perda No. 07 Tahun 2005 (BPS, 2006).
Secara geografis, Kecamatan Rawa Pitu berada pada posisi lintang dan
bujur masing-masing antara 04o12’–04o22’ Lintang Selatan dan 105o30’-105o45’
Bujur Timur. Luas wilayah kecamatan Rawa Pitu ini adalah kurang lebih seluas
20.710 hektar. Lokasi ini, di sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan
Rawajitu Utara dan Penawar Tama, di sebelah selatan dengan Kecamatan Gedung
Meneng, di sebelah timur dengan Kecamatan Rawajitu Selatan dan di sebelah
barat berbatasan dengan Kecamatan Penawar Tama dan Gedung Aji.
Ibukota Kecamatan Rawa Pitu adalah desa Batanghari. Jarak tempuh dari
Batanghari ke ibukota kabupaten (Menggala) adalah 85 km, sedangkan jarak
tempuh dari Batanghari ke ibukota kecamatan terdekat, yaitu Gedung Rejo Sakti,
39
adalah 7 km. Sementara itu jika dilihat dari latar belakang penduduknya, sebagian
besar penduduk wilayah ini adalah warga pendatang atau transmigran, baik yang
berasal dari Jawa maupun dari Sumatera sendiri. Rincian jarak dari masing-
masing pusat desa ke ibukota kecamatan dan kabupaten selengkapnya disajikan
pada Gambar 5.
Gambar 5. Diagram jarak masing-masing pusat desa di Kecamatan Rawa Pitu ke
ibukota kecamatan dan ibukota kabupaten
Desa yang menjadi lokasi penelitian meliputi 9 (sembilan) desa, yaitu :
Desa Batanghari, Sumber Agung, Panggung Mulyo, Andalas Cermin, Duta Yoso,
Gedung Jaya, Rawa Ragil, Mulyo Dadi, dan Bumi Sari. Data luasan dan
presentase wilayah kecamatan disajikan pada Tabel 4 dan peta administrasinya
disajikan pada Gambar 6
4.2 Kependudukan
Jumlah penduduk Kecamatan Rawa Pitu pada tahun 2008 sebanyak 17.423
jiwa, sedangkan pada tahun 2009 menjadi 21.622 jiwa. Terjadi penambahan
penduduk kurang lebih sekitar 4.199 jiwa (Tabel 5). Penambahan penduduk
terbanyak terdapat di desa Gedung Jaya sebanyak 1.325 jiwa, kemudian diikuti
desa Andalas Cermin sebanyak 1.320 jiwa. Jumlah penduduk yang berkurang
terdapat di desa Sumber Agung, Batanghari, dan Duta Yoso Mulyo, namun
jumlahnya tidak signifikan, yaitu antara 50-70 jiwa.
0
20
40
60
80
100
120
140
Jarak (km)
Jarak dari Pusat Desa ke Ibukota Kecamatan dan Kabupaten
Jarak ke Ibukota Kab (km) 90 92 75.5 83 98 87.5 90 90 85
Jarak ke Ibukota Kec (km) 30 30 7.5 7.5 8.5 0.5 5.3 15 5
Rawa Ragil
Gedung Jaya
Duta Yoso Mulyo
Andalas Cermin
Panggung Mulyo
Batang Hari
Sumber Agung
Bumi SariMulyo Dadi
40
Tabel 4. Luas Kecamatan Rawa Pitu Menurut Desa Tahun 2008
No. Nama Desa Luas (ha) Persentase (%)1. Rawa Ragil 2.771,66 13,222. Gedung Jaya 2.756,53 13,153. Duta Yoso Mulyo 1.739,22 8,304. Andalas Cermin 2.085,47 11,105. Panggung Mulyo 1.365,73 6,526. Batanghari 2.130,73 10,167. Sumber Agung 4.084,59 19,498. Bumi Sari 2.041,19 9,749. Mulyo Dadi 1.506,39 7,19
Luas Kecamatan 20.721,96 100,00Sumber : Pengitungan Spasial, 2011
Gambar 6. Peta Administrasi Kecamatan Rawa Pitu
Menurut Tabel 5, populasi penduduk terbanyak berturut-turut tahun 2008
dan 2009 terdapat di desa Andalas Cermin, yaitu sebanyak 2.911 jiwa menjadi
4.231 jiwa atau sekitar 20 % dari total jumlah penduduk Kecamatan Rawa Pitu.
Jumlah penduduk yang paling sedikit pada tahun 2008 adalah Desa Bumi Sari,
yaitu sebanyak 1.064 jiwa, sedangkan pada tahun 2009 adalah Desa Mulyo Dadi,
yaitu sebanyak 1.321 jiwa.
41
Tabel 5. Jumlah Penduduk Per Desa Tahun 2008 dan Tahun 2009
No. Desa Penduduk (jiwa) 2008 2009 Penambahan/Pengurangan
1 Sumber Agung 2.696 2.641 -55 2 Batanghari 1.849 1.798 -51 3 Panggung Mulyo 1.107 1.410 303 4 Andalas Cermin 2.911 4.231 1.320 5 Duta Yoso Mulyo 1.928 1.851 -77 6 Gedung Jaya 2.634 3.959 1.325 7 Rawa Ragil 2.169 2.988 819 8 Bumi Sari 1.064 1.423 359 9 Mulyo Dadi 1.065 1.321 256
Jumlah 17.423 21.622 4.199 Keterangan : (-) berkurang Sumber : Profil Kecamatan Rawa Pitu, 2009
Jumlah penduduk berdasarkan usia di lokasi penelitian disajikan pada
Tabel 6. Jumlah penduduk pada tahun 2009 didominasi oleh tingkatan usia 16-60
tahun yang merupakan usia produktif dengan jumlah 14.601 jiwa atau 67,53 %
dari total penduduk. Penduduk usia tersebut tersebar di desa Andalas Cermin
sebesar 13,68 %, desa Gedung Jaya 12,22 %, desa Rawa Ragil 9,18 %, dan desa
Sumber Agung 7,22 %, desa Duta Yoso Mulya 6,04%, desa Batanghari 5,98%,
desa Panggung Mulyo 4,64%, desa Bumi Sari 4,32%, desa Mulyo Dadi 4,25%.
Kondisi ini menunjukkan bahwa secara demografis, lokasi penelitian memiliki
potensi sumberdaya manusia yang mampu mendukung pengembangan kawasan
ini.
4.3 Kondisi Geobiofisik Lokasi Penelitian
4.3.1 Topografi (Kemiringan Lereng dan Ketinggian Tempat)
Lokasi penelitian terdapat 2 (dua) kelas kemiringan lereng, yaitu 0-3 %,
dan 3-8 %. Kemiringan lereng ini didominasi oleh kelas lereng 0-3 %, yaitu seluas
20.682,05 hektar atau setara dengan 99,80 % dari luas lokasi penelitian. Selain itu
juga terdapat areal yang memiliki kemiringan lereng 3-8 %, yaitu seluas 41,21
hektar (0,20 %). Hal ini menunjukkan bahwa areal penelitian memiliki topografi
yang datar.
Tabel 6. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2009
No Desa Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
Jumlah 00 - 06 07-12 13-15 16-18 19-26 27-55 56-60 > 60 Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr
1 Sumber Agung 225 216 130 124 98 82 107 111 190 150 452 490 42 20 104 100 2.641 2 Batanghari 122 118 39 40 30 27 25 21 110 90 400 396 130 120 68 62 1.798 3 Panggung Mulyo 54 57 87 79 46 44 49 45 149 145 249 236 63 68 23 16 1.410 4 Andalas Cermin 325 322 67 65 140 130 149 131 184 181 1171 829 158 155 118 106 4.231 5 Duto Yoso Mulyo 98 98 139 140 25 26 34 29 110 108 398 387 122 118 10 9 1.851 6 Gedung Jaya 245 236 269 264 147 139 129 119 379 372 738 783 64 58 9 8 3.959 7 Rawa Ragil 80 78 236 230 93 86 73 74 231 211 645 631 62 58 109 91 2.988 8 Mulyo Dadi 78 68 103 97 46 44 49 48 109 99 299 285 22 23 28 25 1.423 9 Bumi Sari 69 63 54 54 30 25 25 22 86 83 287 278 69 68 60 48 1.321
Jumlah 1.296 1.256 1.124 1.093 655 603 640 600 1.548 1.439 4.639 4.315 732 688 529 465 21.622 Sumber : BPS, 2009a.
42
43
Data luasan wilayah berdasarkan tingkat kelerengan dan ketinggian tempat
disajikan pada Tabel 7 dan Tabel 8. Peta kelerengan dan peta ketinggian tempat
disajikan pada Gambar 7 dan Gambar 8.
Tabel 7. Sebaran Lahan Berdasarkan Tingkat Kemiringan Lereng
No Kemiringan Lereng (%) Lokasi Penelitian ha %
1. 0 - 3 20.682,05 99,802. 3 - 8 41,21 0,20
Jumlah 20.723,26 100,00
Tabel 8. Sebaran Lahan Berdasarkan Ketinggian
No Ketinggian (m dpl) Lokasi Penelitian ha %
1. 0 - 5 19.510,59 94,212. 5 - 10 1.160,53 5,603. 10 - 15 39,50 0,19
Jumlah 20.710,62 100,00
Gambar 7. Peta Kemiringan Lereng di Lokasi Penelitian
44
Gambar 8. Peta Ketinggian Tempat di Lokasi Penelitian
4.3.2 Geologi
Informasi geologi lokasi penelitian diperoleh dari Peta Geologi Lembar
Tulungselapan dan Menggala, Sumatera (NLP. 1111 dan 1112), skala 1: 250.000,
yang dikeluarkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Areal
penelitian tersusun dari formasi geologi aluvium (Qa), pasir kuarsa (Qak),
endapan rawa (Qs), formasi kasai (Qtk), dan formasi muaraenim (Tmpm).
Formasi geologi di lokasi penelitian adalah formasi muaraenim, endapan
rawa, dan pasir kuarsa. Formasi pasir kuarsa tersebar setempat-setempat di
sebelah barat lokasi penelitian dengan luas sebesar 1.010,76 hektar atau 4,88 %
luas lokasi penelitian. Formasi geologi lainnya adalah endapan rawa, yaitu
mencakup 19.409,85 hektar (93,67 %). Luasan ini menjadikan formasi ini
mendominasi geologi di lokasi penelitian. Formasi muaraenim merupakan formasi
yang paling kecil luasannya di lokasi penelitian, cakupannya hanya sebesar 1,45
% dari luas lokasi penelitian atau sebesar 301,36 hektar. Deskripsi secara singkat
terkait formasi geologi yang tersebar di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 9
dan Gambar 9, serta diuraikan sebagai berikut:
45
• Formasi Muaraenim (Tmpm). Formasi geologi ini tersusun dari
batulempung, batulempung pasiran dan batu lanau tufaan dengan sisipan
batulempung hitam dan batupasir-batu-lanau tufan.
• Endapan Rawa (Qs) merupakan formasi geologi yang tersusun dari
lumpur, lanau, dan pasir.
• Pasir Kuarsa (Qak). Formasi ini tersusun dari pasir kuarsa berbutir halus
sampai sedang, terpilah baik, dan berwarna putih.
Tabel 9. Formasi Geologi di Lokasi Penelitian
No Formasi Geologi Lokasi Penelitian ha %
1. Endapan Rawa (Qs) 19.409,85 93,67 2. Formasi Muaraenim (Tmpm) 301,36 1,45 3. Pasir Kuarsa (Qak) 1.010,76 4,88
Jumlah 20.721,97 100,00
Gambar 9. Sebaran Formasi Geologi di Lokasi Penelitian
46
4.3.3 Sistem Lahan
Sistem lahan yang terdapat di lokasi penelitian meliputi 3 (tiga) sistem
lahan, yaitu Kajapah, Klaru, dan Muara Beliti. Sistem lahan yang paling luas
adalah Klaru (KLR) yaitu seluas 11.449,03 hektar atau 55,25 % dari luas lokasi
penelitian, dan tersebar di bagian barat lokasi penelitian. Deskripsi sistem lahan di
lokasi penelitian disajikan pada Tabel 10 dan Gambar 10. Uraian sistem
lahannya disajikan pada paragraf berikut.
Sistem lahan Kajapah adalah dataran lumpur pasang surut bawah bakau.
Areal sistem lahan ini meliputi 22,04 % dari seluruh luas lokasi penelitian atau
seluas 9.074,45 hektar. Distribusi sistem lahan ini tersebar di bagian Timur lokasi
penelitian. Sistem lahan Klaru (KLR) memiliki karakteristik berupa dataran banjir
bergambut yang tergenang tetap sepanjang tahun. Distribusi sistem lahan ini
tersebar di bagian tengah, Utara dan Selatan lokasi penelitian. Sistem lahan Muara
Beliti merupakan dataran-dataran sedimen berbatu tufa yang berombak sampai
bergelombang. Distribusi sistem lahan tersebar dari bagian tengah ke arah Barat
lokasi penelitian.
Tabel 10. Sistem Lahan di Lokasi Penelitian
No Sistem Lahan Lokasi Penelitian ha %
1. Kajapah (KJP) 8.999,79 43,432. Klaru (KLR) 11.449,03 55,253. Muara Beliti (MBI) 273,15 1,32
Jumlah 20.721,97 100,00
4.3.3 Satuan Unit Lahan
Lokasi penelitian dilihat berdasarkan satuan unit lahan yang
membentuknya didominasi oleh satuan unit lahan Alluvial. Satuan lahan ini
memiliki fisiografi berupa dataran, rawa, tanggul dan jalur meander sungai dan
pelembahan. Satuan unit lahan ini memiliki areal yang luas, komposisinya terdiri
dari endapan halus dan memiliki kemiringan lereng 0-3 %. Satuan unit lahan ini
mencakup 15.191,79 hektar atau 73,32 % dari luas lokasi penelitian. Luas satuan
unit lahan ini mencakup sebagian besar dari luas lahan lokasi perencanaan
pengembangan kawasan transmigrasi. Deskripsi satuan unit lahan di lokasi
penelitian disajikan pada Tabel 11 dan Gambar 11, sedangkan masing-masing
satuan unit lahan diuraikan pada paragraf berikut.
47
Gambar 10. Sistem Lahan di Lokasi Penelitian
Tabel 11. Satuan Unit Lahan di Lokasi Penelitian
No Satuan Unit Lahan Lokasi Penelitian ha %
1 Af.1.1 1.695,39 8,18 2 Af.1.1.1 2.510,73 12,12 3 Af.1.1.2 8.269,12 39,91 4 Af.1.1.3 2.716,55 13,11 5 Af.1.2.1 - - 6 Bf.5.1 1.890,40 9,12 7 Bf.5.4 1.461,71 7,05 8 Bfq.1.2 1.787,58 8,63 9 Idf.4.2 390,48 1,88
Jumlah 20.721,96 100,00
Fisiografi pada satuan lahan aluvial adalah dataran, rawa, tanggul dan
jalur meander sungai dan pelembahan. Satuan unit lahan ini memiliki areal yang
luas dan komposisinya terdiri dari endapan halus dan memiliki kemiringan lereng
0-3 %. Luas areal satuan unit lahan ini meliputi 54,79 % dari lokasi penelitian
atau seluas 22.552,54 hektar. Satuan unit lahan ini tersebar di seluruh lokasi
penelitian. Satuan lahan dataran tuf masam merupakan satuan lahan yang di
48
dominasi oleh batuan sedimen halus sampai kasar dengan kemasaman yang tinggi.
Satuan ini memiliki bentuk lahan berombak sampai bergelombang, dengan
keadaan lereng cukup tertoreh sampai tertoreh kuat. Satuan lahan ini memiliki
kemiringan lereng 3-15 %. Kelompok satuan lahan marin (B) merupakan satuan
unit lahan yang didominasi oleh endapan pasir dari pengaruh pasang surut air laut.
Satuan unit lahan ini terdapat di sepanjang sungai. Satuan unit lahan ini memiliki
kandungan bahan sedimen halus, lereng <8% dan topografi datar sampai
berombak.
Gambar 11. Unit Lahan di Lokasi Penelitian`
4.3.5 Tanah
Peta tanah pada Gambar 12 merupakan hasil kompilasi dari beberapa
peta, yaitu Peta Tanah dan Satuan Lahan skala 1: 250.000 dan Peta Tanah dan
Satuan Lahan Survei dan Pemetaan Tanah Daerah Tulang Bawang – Pidada,
Provinsi Lampung skala 1: 50.000 (Departemen Pekerjaan Umum dan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung, 1984).
Di lokasi penelitian, jenis tanahnya sangat beragam, mulai dari tanah-tanah
dengan tingkat perkembangan yang masih awal sampai tanah-tanah dengan
49
perkembangan lanjut. Jenis tanah di lokasi penelitian yang paling luas cakupannya
adalah Assosiasi Hydraquents, Tropaquents, Tropohemist, dan Sulfaquents, yaitu
seluas 10.176,46 hektar. Sementara itu, luasan yang paling kecil adalah Assosiasi
Kanhapludults, Dystropepts, Tropaquepts (USDA, 1998), yaitu seluas 315,93
hektar. Assosiasi Kanhapludults ini tersebar di sepanjang aliran sungai Tulang
Bawang–Pidada. Jenis tanah berikut luasannya disajikan pada Tabel 12 dan
Gambar 12.
Tabel 12. Sebaran Jenis Tanah di Lokasi Penelitian
No Nama Tanah (Assosiasi) Luas (ha)
1. Assosiasi Humaquepts, Sulfihemists 1.207,43 2. Assosiasi Hydraquents, Fluvaquents, Tropohemists, Sulfaquents 2.718,35 3. Assosiasi Hydraquents, Sulfihemists, Sulfaquents, Tropaquents 2.362,50 4. Assosiasi Hydraquents, Sulfihemists, Tropaquents 1.423,88 5. Assosiasi Hydraquents, Tropaquents, Tropohemists, Sulfaquents 10.176,46 6. Assosiasi Kanhapludults, Dystropepts, Tropaquepts 315,93 7. Assosiasi Tropaquepts, Hydraquents, Tropohemists, Sulfaquents 2.517,42
Jumlah 20.721,96
Gambar 12. Peta Tanah Lokasi Penelitian
50
4.3.6 Iklim
Data iklim sangat penting dalam perencanaan pertanian, antara lain dalam
penetapan jadwal penanaman dan penyusunan pola pertanaman. Gambaran
tentang keadaan iklim suatu daerah dapat ditaksir dari unsur-unsur iklim seperti
curah hujan, temperatur, kelembaban, radiasi matahari, dan kecepatan angin.
Informasi data iklim yang akan dideskripsi mengacu pada beberapa stasiun
pengamatan iklim di Kabupaten Tulang Bawang, sebagaimana disajikan dalam
Laporan Survei dan Pemetaan Tanah Daerah Tulang Bawang-Pidada (1984). Data
unsur-unsur iklim di sekitar daerah penelitian dikumpulkan dari 2 (dua) stasiun
klimatologi (Menggala dan Belitang) dan 1 (satu) penakar hujan (Wiralaga). Data
iklim secara lengkap disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13. Curah Hujan Rata-rata dan Iklim Kabupaten Tulang Bawang Curah Hujan Bulanan (mm)
Stasiun Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
Rata-Rata Tahunan
Wiralaga 203 165 185 173 177 114 87 58 78 80 172 220 1.712 Menggala 373 329 382 290 167 131 112 75 108 139 271 346 2.372 Suhu Udara Bulanan (oC)
Stasiun Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
Rata-Rata Tahunan
Belitang 25,7 25,9 26,3 26,9 27,2 26,8 26,5 27,6 27,0 27,3 27,1 26,6 26,7 Menggala 27,3 27,3 27,3 27,8 28,1 26,9 26,3 27,1 27,2 27,4 27,4 27,4 27,3 Sumber : Laporan Survei dan Pemetaan Tanah Daerah Tulang Bawang-Pidada (1984)
Kabupaten Tulang Bawang merupakan wilayah beriklim tropis dengan
musim hujan dan musim kemarau yang bergantian sepanjang tahun. Jumlah curah
hujan rata-rata adalah sebesar 1.712-2.372 mm/tahun. Musim kemarau di daerah
ini terjadi pada bulan Mei sampai Oktober, sedangkan musim penghujan terjadi
pada bulan Nopember sampai April. Suhu udara rata-rata bulanan di Menggala
dan Belitang dapat dikatakan merata sepanjang tahun dengan hanya sedikit
perbedaan musiman, yang nilainya bervariasi dari 25,7 oC sampai 28,1 oC. Suhu
udara rata-rata bulanan minimum yang tercatat adalah 25,7 oC pada bulan Januari,
sedangkan suhu udara bulanan maksimum adalah 28,1 oC pada bulan Mei.
51
Berdasarkan sistem klasifikasi iklim Oldeman, lokasi penelitian ini
termasuk tipe iklim C2 yaitu tipe iklim dengan bulan basah 5-6 bulan berturut-
turut, dan bulan keringnya 2-3 bulan berturut-turut. Berdasarkan klasifikasi iklim
Schmidth-Ferguson, wilayah ini termasuk tipe iklim C, karena perbandingan
antara bulan kering (<60 mm) dengan bulan basah (>100 mm) terdapat pada
selang 33,3-60 %.