4 5 6 7 8 9 10 11 13 14 15 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26...
TRANSCRIPT
l-SlPUTAR INDONESIAo Senin o Minggu• Se/asa 0 Rabu 0 Kamis 0 Jumal
2 317 18 19
13 14 1527 28 29 30 31
4 5 6 7 8 9 10 1120 21 22 23 24 25 26
o Sep • Okt 0Nov 0DesOJan OPeb oMar OApr OMei OJun OJu/ 0 Ags
Anatomi Korupsidi Indonesia dan Solusi ya
Kelemahan StrategiDi mana letak kelemahan stra-
tegi Indonesia dalam memberan-tas korupsi? Kelemahan satu-satu-nya dan sangat strategis adalah se-jak era reformasi pembentukanKPK dan perubahan UU Antiko-rupsi serta penguatan UU TindakPidana Pencucian Uang tidak di-imbangi oleh strategi pencegahanyang memadai dan pelaksanaanyangkonsisten.Alhasil tidak dapatmemberikan hasil segera (quick-yielding) dan kontributif terhadap
Kliping Humas Unpad 20l." .
• lI· , II .'
Guru Besar IImuHukum UniversitasPadiadiaran
Upaya pemerintah dalammemberantas korupsi me-lalui pembentukan per-
undang-undangan dengan tiga kaliperubahannya sampai saat ini ma- .sih belum menunjukkan tingkatkeberhasilan 'memadai, Ketidak-berhasilan dimaksud dapat dilihatdari empat aspek: hukum, ekono-mi, sosial, dan aspek politik.
Aspek keberhasilan hukum bu-kan diukur dari jumlah perkara ko-rupsi yang ditangani KPK dan Ke-jaksaan Agung setiap tahun, me-lainkan harus dilihat dari kualitasprosedur yang digunakan dalammenuntut dan menetapkan sese-orang sebagai tersangka/terdakwadan kualitas putusan pengadilannegeri,pengadilan tinggi, danMah·kamah Agung. Kualitas prosedursaat ini masih belum mencermin-kan kepastian hukum dan keadil-an, terbukti masih adanya diskri-minasi dan arogansi penyidik yangmencemari institusi. Kualitasputusan pengadilan tidak hanyadilihat dari vonis bebas semata-mata,melainkan pula dari vonishu-kuman yang sangat jauh dari ke-adilan hanya karena kegamanganintegritas oleh keberadaan komisiyudisial dan kebebasan pers sertakritik sosial.
Selain itu, yang sangat kontro-versial dari sudut penemuan ke-adilan adalah jika putusan majelishakim hanya demi popularitas se-mata. Keberhasilan secara kuan-,titas ipso iure belum berarti keber-hasilan secara kualitatif. Sebalik-nya, keberhasilan secara kualitatifmutatis mutandis keberhasilan se-cara kuantitatif.
Dalam konteks aspek ekonomi,keberhasilan secara kuantitatifpemberantasan korupsi tidak ipsofacto memperkuat pertumbuhanekonomi karena keberhasilan ter-sebut telahterbukti tidak berhasilmendorong pemerataan keadilansosial. Ini terkait celah yang masihmenganga untuk ber-KKN di sek-
. tor pelayanan publik dan di sektorproduksi yang bersentuhan de-ngan kepentingan rakyat.
IJari aspek sosial, tingkat ke-puasan atau ketidakpuasanmasya-rakat terhadap pemberantasan ko-rupsi berkorelasi langsung dengankualitas pelayanan kepada publikdi bidang perizinan, empati dansimpati terhadap kejujuran, pro-fesionalisme dan integritas aparatpenegak hukum, termasuk hakim.Kepercayaanmasyarakattidak ter-gantungpadahiruk-pikuknya LSMmenyuarakan ketidakberesan da-lam proses penegakan hukum, tapidipengaruhi oleh tingkat kebenar-an dan keabsahan substansi yang
disuarakan.Aspek politik, keberhasilan se-
cara kuantitatif pemberantasankorupsi tidak ada pengaruhnyaterhadap stabilitas politik, justrusebaliknya, stabilitas politik yangkuat sangat memengaruhi komit-men dan sikap pemerintah dalampemberantasan korupsi.
Paradigma yang KeliruDari keempat aspek tersebut
semakin jelas bahwa keberhasilanpenegakan hukum dalam pembe-rantasan korupsi tidak tergantungpada keberhasilan KPK, Kejaksa-an Agung atau Kepolisian RI. Ke-liru pandangan umum yang ber-kern bang bahwa pemberantasankorupsi semata-mata tergantungpada penegakan hukum karenapenegakan hukum justru sangattergantung pada stabilitas eko-
nomi, stabilitas sosial, dan sta-bilitas politik. Bahkan keberhasil-an pemberantasan korupsi tidakada hubungan sama sekali dengancitra pemerintah, jika keberhasil-an tersebur ditelikung oleh tin-dakan amoral, diskriminatif, danasosial oleh segelintir oknum pe-negak hukum.
Target pemberantasan korupsiyang ditetapkan melalui instruksipresiden (inpres) dalam praktikjustru telah menimbulkan eksespenyalahgunaan kekuasaan, aro-gansi institusional, dan "kering"hatinurani.Bahkanmerupakanke-bijakan yang keliru jika pencapai-an targettelahdijadikan alasanun-tuk promosi, mutasi, dan degradasijabatan seorang penegak hukum.Diperlukan evaluasi dan koreksiterhadap kebijakan sistem targetkeberhasilan pemberantasan ko-rupsi di dalam RPJMN 2010-2014,terutama dalam kaitan dampak po-sitif terhadap iklim pertumbuhanekonomi dan investasi.
Laporan IMF ten tang perkem-bangan korupsi di Indonesia padaakhir2010belumcukupmelegakankita semua karena IMF tidak mem-pertimbangkan kuantitas keber-hasilanmenahan danmemenjarak-an pelaku korupsi, melainkan IMFhanya mengukur kualitas pelayan-an publik di sektor perdagangandan ekonomi, terutama tingkat ke-puasan dan kenyamanan berinves-tasi diIndonesia.
keberhasilan langkah hukumrepresif.
Akibat kelemahan ini makakeberhasilan pemberantasan ko-rupsi di hilir tidak mutatis mutan-dis refleksi keberhasilan di hulu.Ketimpangan dan kesenjangandua strategi di atas menyebabkanrencana dan implementasi strategipemberantasan korupsi nasionalselama ini terjebak dalam lingkar-an ketidakberhasilan yang tidakberujung '(unending circle of un-successful result) dan otomatis telahmenghabiskan waktu dan anggar-an yang tidak efisien dan efektif.Keberhasilan yang telah dicapaiselama ini belum mencerminkansua tu strategi yang bersifat siste-mik, tereneana, dan komprehensif.
Yang terjadi selama ini adalahkeberhasilansesaatdenganmetode"terapi kejut", yaitu dengan meng-usung kasus korupsi penyeleng-gara negara yang menarik perhati-an masyarakat dan ekspose mela-lui media nasional. Sistem terapikejut, sesuai namanya, juga akanmenghasilkan "kejutan semen-tara" tapi tidak mencerminkan tu-juan mulia dari pemberantasan ko-rupsi itu sendiri. Target mencipta-kan iklim birokrasi yang sehat danbebasKKN yangmemberikan dam-pak nyata terhadap kesejahteraanrakyat-bukan sekadar ton ton anmurahan-masih jauh.
Selain evaluasi dan koreksi ter-hadap strateginasional pemberan-tasan korupsi, perlu pula dilaku-kan dengan mempertimbangkansistem penegakan hukum dalamkasus korupsi di negara-negaramaju seperti di AS, Inggris, danbeberapanegara UniEropa.Begitupula perbandingan ke negara-negara di Asia seperti China meru-pakanlangkahyang tepatuntuk di-jalankan segera. Tingkat keber-hasilan pemberantasan korupsi le-vel intemasional terbanyak diraiholeh negara-negara yang telahmelaksanakan pelayanan publiksecara transparan, akuntabel, dandijalankan oleh aparat birokrasiyang memiliki integritas tinggi-diperkuatdengan tingkat kesejah-teraan aparat birokrasi yang me-madai.
Pendekatan BaruKekuatan negara maju dan ke-
berhasilannya dalam pencegahandan pemberantasan korupsi telahdilengkapi dengan pendekatanbaru penegakan hukum, yaitu pen-dekatan analisis ekonomi yang me-nitikberatkan pada tiga komponenyaitu, "maximization, equilibrium,and efficiency" (Cooter danAllen,2004).
Keberhasilan penerapan ke-tiga komponen utama analisis eko-nomi tersebut di negara maju telahmenghasilkan ketentuan baru me-ngenai "injunction" dalam pena-nganan perkara tindak pidana
suap (bribery) seperti dalam kasusMonsanto (2007) dan kasus Innos-pec (2010) yang diduga telah me-lakukan suap terhadap pejabat diIndonesia.
Sistem "injunction"hanyamen-jatuhi denda administratif tanpapenuntutan pidana, dan hanyamewajibkan tersangka memenuhisyarat antara lain bersedia diauditmanajemen perusahaan dan res-truktiirisasi manajemen. Ketidak-patuhan terhadap syarat tersebutdiancam pidana penjara dan pi-dana denda serta pencabutan izinusaha.
Pendekatan ini pula yang telahmenghasilkan ketentuan baru ten-tang "transaksi" di dalam KUHPBelanda (1996). Transaksi itu ada-lah diskresi kepada jaksa penuntutumum untuk melakukan negosiasitidak melakukan penuntutan. Sya-ratnya, terdakwa bersedia mem-berikan kompensasi terhadap kor-ban atau terdakwa bersedia hartakekayaannya yang berasal daritindakanpidana dansetara dengankerugian yang diderita oleh negaraatau korban disita, atau terhadaptindak pidana dengan ancaman dibawah 6 tahun atau terhadap ter-dakwa lanjut usia di atas 60Tahun.
Pola pendekatan analisis eko-nomi juga telah diterapkan di da-lamKUHP jepangdan'Ihailand.DiThailand, korban juga diberi hakoleh undang-undang dalam tindakpidana tertentu untuk turut me-nentukan dilanjutkan atau tidak-nya proses penyidikan dan penun-tutan.
Selain keseimbangan dua stra-tegi pemberantasan korupsi diatas,diperkuat juga dengan ketiga kom-ponen utama pendekatan analisisekonomi bagiIndonesia yangmasihmemerlukan perubahan paradig-ma dalam sistem peradilan pidana,yaitudariparadigmakeadilanretri-butif kepada paradigma keadilanrehabilitatif dan restoratif. Ujungpenentu keberhasilan pendekatananalisisekonomi dalam pem-beran-tasan korupsi adalah perilaku ha-kim yang memeriksa dan memutusperkara korupsi harus mengede-pankan pendekatan teori ekonomidaripada semata-mata pendekatanteori legalistik-positivistik (Posner,2(08).
Masih Ada WaktuSaran-saran perubahan strate-
gi pemberantasan korupsi denganpendekatan analisis ekonomi yangdilandaskan pada ketiga prinsiptersebut sudah tentu memerlukankajianmendalamdenganmemper-timbangkan faktor sosiologis, psi-kologis, politik, ekonomi, dan bu-daya Indonesia. Namun harus jugadiingat, saran-saran perubahanstrategi ini merupakan hasil peng-amatan sejak perubahan UU No-mor 3 Tahun 1971 sampai denganperubahan UU Nomor 31 Tahun
1999dan UU Nomor 20Tahun 2001.Selain itu, saran-saran tersebut
merujuk pada pengalaman burukkinerja pemberantasan korupsi se-jak pemberlakuan undang-undangtersebut dibandingkan dengandampak positif dan konstruktif.Indikatomya bukan hanya keber-hasilan memenjarakan sejumlahkoruptor besar dan kecil, melain-kan dampak positif terhadap iklimpembangunan nasional, terutamapembenahan dan peningkatanpembangunan ekonominasional ditengah-tengah persaingan ekono-mi intemasional.
Pertanyaan yang selalu munculdari hasil pengamatan penulis ada-lah, mengapa banyak instrumeninternasional dalam peneegahandan pemberantasan korupsi=ter-masuk peneueian uang-tapi se-lalu disertai sikap inkonsistennegara-negara maju yang nota-bene pengusul inisiatif instrumenintemasional terse but dalam me-nerapkannya ke dalam sistem hu-kumnasionalmasing-masingj Sah-kan sikap inkonsisten ini juga di-tunjukkan dalam kerja samaintemasional khusus pengalamanburuk upaya pengembalian asethasil korupsi yang pemah dialamioleh Nigeria, Filipina.Afrika Sela-tan, juga Indonesia. Sikap umumnegara berkembang yang selalutaat dan berkomitmen terhadapkonvensi intemasional dalam pen-eegahan dan pemberantasan ke-jahatan transnasional, termasukkorupsi dan pencueian uang, seringtidak diimbangi oleh konsistensisikapdankomitmenkuatdansung-guh-sungguh dari negara-negaramaju untuk mendukung keber-hasilan pengembalian aset hasiltindak pidana khusus korupsi,dengan alasan perbedaan sistemhukum.
Atas dasar pengamatan danpengalaman ini pula dapat dikata-kan bahwa semakin keneang te-kanan menerapkan paradigma ret-ributif dalam pemberantasan ko-rupsi dan peneueian uang dan se-makin longgar kerahasiaan bankuntuk tujuan terse but maka se-makin besar peluang (sudah men-jadi kenyataan) pelaku membawakabur hasil jarahannya ke negara-negara maju yang notabene adalahpengusul inisiatif konvensi inter-nasional tersebut di atas. Sebalik-nya yang terjadi justru di negaramaju itulah harta kekayaan hasiljarahanmenikmati "perlindunganhukum" dan kenyamanan untukberbisnis dengan "uang haram"yang di Indonesia dicari-cari sam-pai mati. Kontradiksi baik ipso iuredan ipso facto sebagaimana diurai-kan di atas seharusnya juga men-jadi bahan pertimbangan saranperubahan strategi pemberantas-an korupsi di Indonesia untuk limatahun mendatang. Mumpung be-lum terlambat dankebablasan.(*)
l