36 hasil penelitian dan pembahasan a. hasil...
TRANSCRIPT
36
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
A). Gambaran Umum
1. Letak Geografis
Desa Kutajaya yang dijadikan lokasi penelitian terletak di Kecamatan
Cicurug Kabupaten Sukabumi. Secara administratif Desa Kutajaya berbatasan
dengan Desa
• Sebelah Utara dari Desa Kutajaya berbatasan dengan Kota Bogor
• Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Pasawahan
• Sebelah Timur dengan Desa Benda
• Sebelah Barat berbatasan dengan kaki Gunung Salak.
Desa Kutajaya ini merupakan jalur perbatasan antara kota Sukabumi dengan Kota
Bogor. Luas Desa Kutajaya kurang lebih 640,46 hektar. Ketingggian daerahnya
mencapai 500/600 m di atas permukaan taut. Curah hujan rata-rata 2500/3000
mm. (Sumber : Desa Kutajaya 2008)
2. Penduduk
Desa Kutajaya berpenduduk 8.392 jiwa, terdiri laki-laki berjumlah 4.187
jiwa sedangkan perempuan berjumlah 4205 jiwa, yang tersebar di 7 rukun warga
dan 43 rukun tetangga.
3. Mata pencaharian
37
Berdasarkan mata pencahariannya, penduduk desa Kutajaya saat ini
sebagian besar bekerja pada industri batako, sedangkan mata pencaharian
yang dulu mayoritas dalam bercocok tanam (bertani) kini sudah mulai berkurang.
Selain itu memang adapula yang bermata pencaharian sebagai pedagang, peternak,
pegawai, pengrajin, dsb. Seiring dengan berkurangnya areal pertanian yang kini
mulai dipadati oleh industri batako ditambah dengan industri tekstil, maka seiring
itu pula keberadaan upacara adat Parebut Seeng pun mulai tenggelam. Tampaknya
saat ini kaum perempuan di Desa Kutajaya ini tidak sedikit pula yang bekerja
pada industri tekstil Sehingga peluang kerja bagi kaum perempuan semakin luas.
Lebih jelas pada tabel berikut ini:
Tabel 4.1
Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
No Mata Pencaharian Jumlah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Pegawai Negeri Sipil Pertukangan Buruh tani Pensiunan Jasa Peternak Buruh temak Pemilik industri kecil batako Buruh indutri kecil batako Buruh dagang hasil Yang tidak bekerja
61
10
420
10
104
680
590
150
1320
192
4773
38
Jumlah 8392
Sumber : Desa Kutajaya 2008
4. Sistem Reiigi
Agama Islam sudah lama tumbuh dan berkembang terutama di wilayah
Jawa Barat. Hal ini tampak pula di daerah Kutajaya yang sudah mereka anut
secara turun temurun. Agar lebih jelas dapat dilihat pada tabel di bawah ini
Tabel 4.2
Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama
No. Agama Jumlah
1. Islam 8.316
2. Protestan 6
3. Katholik 4
4. Lain-lain 66
Jumlah 8.392 Sumber : Desa Kutajaya 2008
Tetapi di samping beberapa agama yang dianut di atas, memang ada saja
kepercayaan tradisional yang sampai saat ini sebagian orang masih
mempercayainya. Salah satunya masih percaya kepada mitos. Unsur mitos
inilah yang sejak dulu mengekang kaum wanita untuk dapat bergerak dengan leluasa.
Tetapi unsur mitos juga ikut dalam mendukung munculnya upacara adat Parebut Seeng,
seeng yang selalu diidentikkan dengan perempuan, kini sedikit demi sedikit
39
mulai menghilang, seiring itu pula bergesemya peran perempuan yang kini bukan hanya
di dapur saja, tetapi perempuan zaman sekarang bebas menentukan
keinginannya untuk mampu bersaing dengan kaum laki-Iaki.
B). Awal Mula Parebut seeng
Menurut pemaparan tokoh Parebut Seeng yaitu bapak Adin Sutisman dan
Djuanda bahwa sekitar tahun 1911 di kampung Kutajaya tepatnya di kaki
Gunung Salak terdapat sebuah perguruan silat terkenal yang beraliran
Cimande. Pimpinan perguruan silat tersebut mempunyai seorang gadis cantik.
banyak pemuda yang tertarik pada gadis tersebut termasuk salah putra
pimpinan perguruan silat Cimande. Perguruan silat Cimande letaknya tak jauh
dari Kampung Kutajaya, tetapi daerahnya termasuk wilayah kabupaten
Bogor. menurut penuturan tokoh Parebut Seeng bahwa sejak dulu daerah
Kutajaya ini merupakan daerah persilatan beraliran Cimande. Silat aliran
Cimande ini berkembang antara daerah Sukabumi dan Bogor.
Singkat cerita, tanpa sepengetahuan orang tuanya, putera dari ketua
perguruan silat Cimande secara diam-diam mencintai puteri dari ketua perguruan silat
kampung Kutajaya, sehingga pada suatu saat putera ketua perguruan silat
Cimande mengemukakan hal itu kepada ayahnya. Atas desakan puteranya, pada
hari yang telah ditentukan ketua perguruan silat Cimande berkunjung ke
kampung Kutajaya dengan maksud melamar puteri ketua perguruan silat kampung
Kutajaya.
Rombongan pelamar dari Cimande diterima dengan baik dan ramah. Kemudian
ketua perguruan silat Cimande mengemukakan maksud kedatangannya. Dalam
40
situasi penuh teka-teki disertai rasa tegang dari kedua belah pihak, akhimya
ketua perguruan silat kampung Kutajaya memberi persyaratan kepada ketua
perguruan Cimande yaitu harus memperebutkan seeng pada acara seserahan
apabila Iamarannya ingin diterima. Akhirnya persyaratan tersebut diterima dan
sekaligus menentukan waktu dan hari pelaksanaan acara tersebut dengan
penjanjian apabila seeng dapat direbut, maka saat itu pula pernikahan akan
dilangsungkan, namun sebaliknya apabila seeng tidak dapat direbut dalam arti
pihak laki-laki kalah maka lamaran ditolak dan pernikahan dibatalkan.
Tibalah pada hari yang telah ditentukan acara Parebut Seeng berlangsung
seru dan menegangkan kedua belah pihak terutama pihak perguruan silat
kampung Cimande selaku pihak laki-laki, seeng yang diperebutkan dibawa dan
diikat di belakang punggung jawara pihak perempuan, sedangkan jawara pihak laki-laki
harus dapat merebutnya jika lamarannya ingin diterima. Dalam Perebutan seeng ini
para jawara dari kedua belah pihak mengerahkan segala kemampuan silatnya, khususnya
jawara dari pihak laki-laki harus sepenuhnya mengerahkan segala
kemampuannya agar kedatangannya untuk melamar pihak perempuan tidak
sia-sia. Akhirnya, dengan susah payah seeng dapat direbut oleh jawara pihak
laki-laki seeng pun beralih tangan ke pihak perguruan silat Cimande. Sesuai
dengan perjanjian semula, maka lamaran diterima dan pemikahan antara
putera perguruan silat Cimande dengan puteri perguruan silat kampung
Kutajaya dilaksanakan saat itu juga. Sejak saat itulah acara Parebut Seeng
sering digunakan sebagai upacara adat pernikahan di daerah kampung
Kutajaya Kecamatan Cicurug Kabupaten Sukabumi.
41
Jadi jelas dalam hal ini bahwa upacara adat Parebut Seeng lahir dan
berkembang sampai saat ini di Kampung Kutajaya. Menurut keterangan tokoh
upacara adat ini dikatakan bahwa mengapa seeng ini digunakan dalam upacara
adat perkawinan, ini tentu kembali pada cerita zaman dulu. Masyarakat Kutajaya zaman dulu atau
mungkin sampai sekarang pun masih ada yang menggunakan seeng sebagai tempat
menanak nasi,tetapi seeng yang ada sekarang ini kebanyakan terbuat dari
alumunium, sedangkan kebanyakan seeng zaman dulu terbuat dari tembaga,
harganya pun melebihi harga emas. Selain itu seeng yang terbuat dari tembaga
biasanya kuat dan tidak mudah rusak . Lain halnya seperti yang kita lihat sekarang ini banyak
sekali jenis peralatan yang digunakan untuk menanak nasi. Sebaliknya masyarakat
Kutajaya zaman dulu memang belum mengenal peralatan lain untuk menanak nasi, selain
Seeng tembaga ini. Berdasarkan data yang didapat, bahwa yang diperbolehkan
untuk menggunakanSeeng ini hanya kaum wanita saja. Oleh karena itu masyarakat
Kutajaya lebih beranggapan bahwa seeng identik dengan wanita, terlebih lagi
apabila dilihat dari bentuk dan lekukan seeng itu sendiri yang menyerupai bentuk lekukan
wanita yang diinterpretasikan sebagai lekukan pinggang wanita. Dari sinilah
ide munculnya upacara adat Parebut Seeng ini, dan seperti yang telah
dijelaskan di atas bahwa seeng tembaga ini kuat dan tidak mudah rusak sehingga tidak
ada peralatan lain untuk menanak nasi ini yang dapat menandingi kekuataan dan
seeng. Untuk itu tak heran apabila seeng ini kemudian dijadikan sebagai
simbol kekuatan wanita dalam upacara adat perkawinan di Desa Kutajaya ini.
Tetapi ini tidak cukup untuk menjawab alasan mengapa seeng ini
iperebutkan. Data lain menyatakan bahwa sudah sejak dulu wanita memang
42
dianggap rendah oleh kaum laki-laki. Tak heran apabila zaman dulu wanita
mudah didapatkan dan mudah beralih tangan dari satu laki-laki ke tangan laki-laki
lain. Seiring permasalahan ini maka upaya untuk mengangkat martabat wanita di mata
laki-laki memang sudah muncul zaman dulu, hanya memang keinginan wanita
zaman dulu tidak pernah diperdulikan oleh kaum laki-laki. Wanita tidak
diperbolehkan untuk berkeinginan apapun apalagi keluar rumah. Wanita zaman
dulu harus selalu berada di dalam rumah untuk mengurus rumah tangga dan
harus senantiasa tunduk dan patuh kepada kaum laki-laki. Berbagai permasalahan
seperti ini memang sangat merendahkan serta memiskinkan wanita dalam
segala hal. Untuk itu bersamaan dengan maksud kedatangan ketua
perguruan silat kampung Cimande ke perguruan silat kampung Kutajaya, maka
muncullah persyaratan memperebutkan seeng ini. Adapun maksud
memperebutkan seeng, diartikan bahwa seorang wanita tidak dapat dengan mudah
dimiliki laki-laki dengan begitu saja karena wanita pun mempunyai martabat
yang sama dan mempunyai harga diri yang tinggi tentu sama pula dengan kedudukan laki-
laki, inilah salah satu upaya dalam mensejajarkan martabat kaum wanita dengan
laki-laki. Di samping itu pula ada maksud lain dengan perebutan seeng ini yakni
ketua perguruan silat kampung Kutajaya ingin mencoba ketangguhan dari calon
menantunya dengan berbagai ilmu yang telah dimilikinya, dapatkah kelak ia menjadi
suami yang dapat menjaga istrinya dari segala marabahaya yang akan
mengancam ketentraman rumah tangganya nanti.
43
Setiap upacara ritual memiliki suatu syarat-syarat yang tentu saja berbeda
antara satu daerah dengan yang lainnya. Persyaratan Upacara Parebut Seeng di
Desa Kutajaya, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi diantaranya:
1. Dilaksanakan pada acara seserahan
2. Adanya calon kedua pengantin
3. Adanya seeng tembaga
4. Adanya jawara / pesilat dari kedua belah pihak
C). Perubahan Seni Pertunjukan Parebut Seeng
Seiring berjalannya waktu Parebut Seeng mengalami perubahan yang
signifikan., hal tersebut terlihat dalam struktur penyajian yang berubah, yakni,
dalam pelaksanaannya yang awalnya hanya dua orang pesilat, kini dapat ditambah
oleh personel yang lain seperti penari umbu-umbul dan penari lengser.
44
Gambar 1 (di mulainya perebutan seeng dan menunggu aba-aba dari lengser)
(foto: dokumentasi dinas pariwisata 2004)
Perubahan lain terlihat pula pada iringan musik, di mana tidak hanya
seperangkat kendang penca yang mengiringi upacara Parebut Seeng tersebut tapi,
menggunakan gamelan dengan laras salendro.
Pemahaman masyarakat pun berubah, upacacara Parebut Seeng bukan
menjadi suatu keharusan, seperti zaman dulu, dimana seeng sebagai simbol dari
perempuan, harus direbut dengan penuh perjuangan, dan apabila tidak dapat
direbut maka lamaran pun ditolak. Adapun acara Parebut Seeng yang dilakukan
saat ini hanya sebagai bentuk upacara simbolik saja, dalam arti pihak laki-laki
sudah pasti diterima karena sebelumnya sudah ada kesepakatan bersama.
Perubahan tersebut terlihat pula pada bentuk penyajian Parebut Seeng,
45
tidak saja dipertunjukan pada upacara adat pernikahan, tapi Parebut Seeng telah
menjadi suatu seni pertunjukan yang bernilai estetis, dengan pengemasan yang
lebih menarik. Pesilat pun bertambah, yang awalnya hanya 2 orang laki-laki, kini
menjadi sebuah tarian kelompok, yang terdiri dari 5 orang atau lebih, personilnya
pun tidak hanya laki-laki, melainkan, penari perempuan yang berperan memegang
seeng.
D). Struktur Penyajian Parebut Seeng
Adapun struktur penyajian upacara Parebut Seeng adalah sebagai berikut.
1. Diawali dengan datangnya calon pengantin laki-laki;
2. Lalu dari pesilat pihak perempuan berdialog dengan pesilat dengan pihak
laki-laki, perihal maksud kedatangan pihak calon pengantin laki-laki;
Pihak laki-laki : “Sampurasun Ki dulur”
Pihak Perempuan : “Rampes Ki sema, naha bet rame kieu ieu teh”
Pihak Laki-laki : “Montong reuwas, kaula kadieu aya niat rek
bebesanan jeung Ki dulur”
Pihak perempuan : “Masalah bebesanan mah gampang, ngan aya hiji
syarat nu kudu dilakonan ku Ki dulur”
Pihak laki-laki :” syarat naon”
Pihak perempuan : “Dina leungeun kaula aya seeng tambaga nu kudu
bisa Direbut ku Ki sema, mun Ki sema hayang
bebesan jeung kaula”
Pihak laki-laki : “Mun kitu mah kaula siap tandang rek ngarebut
seeng
46
nu aya dina leungeun anjeun”
dialog diatas menjelaskan tentang kedatangan pihak laki-laki yang ingin
menjadi besan dengan pihak perempuan, pihak perempuan pun
mengajukan syarat yaitu harus dapat merebut seeng apabila ingin menjadi
besan pihak perempuan
3. Terjadilah perebutan seeng, antara pesilat pihak laki-laki dengan pihak
perempuan;
4. Pertunjukan tersebut pun diakhiri dengan dimilikinya seeng oleh pihak
laki-laki.
Pada umumnya silat yang digunakan beraliran silat Cimande. Adapun
urutan koreografinya sebagai berikut.
a. Pasangan ( kedua pesilat saling berhadapan);
b. Keplak ( lalu pesilat dari pihak laki-laki mencoba merebut seeng );
c. Giler ( tapi pesilat dari pihak perempuan menghindar);
d. Rawat ( pesilat pihak laki-laki mencoba merebut kembali);
e. Tanggeuy ( lalu pesilat pihak perempuan menangkis tangan pesilat laki-
laki);
f. Rawat ( pesilat laki-laki mencoba kembali merebut seeng dari pesilat
pihak perempuan);
g. Eunteung (lalu pesilat dari pihak perempuan mendorong wajah pesilat
pihak laki-laki);
h. Silup siku ( di besot oleh pesilat pihak perempuan);
47
i. Siku renjeg (ditahan dengan gerakan siku ke atas oleh pesilat pihak laki-
laki);
j. Gileur (pesilat perempuanpun menghindar lalu dengan membalikan
tubuhnya ke belakang, saat itulah pesilat dari pihak laki-laki mengambil
seeng dari punggung pesilat pihak perempuan).
5. Iringan Musik
Musik yang digunakan dalam pertunjukan seni Parebut Seeng yakni
seperangkat kendang penca yang terdiri dari 2. kendang indung, 4.
kulanter, 1. terompet, 1 bende dengan membawakan lagu yang tidak
ditentukan, kemudian dilanjutkan dengan padungdung.
6. Pelaku seni pertunjukan Parebut seeng
Pelaku dalam upacara adat Parebut Seeng terdiri dari 2 orang pesilat
laki-laki yang mewakili pihak laki-laki dan pihak perempuan. Mereka
merupakan pesilat pilihan yang memilik kemampuan ilmu silat yang
tinggi.
B. Pembahasan
Berdasarkan data yang telah peneliti kumpulkan, seni Parebut Seeng
mengalami perubahan dalam berbagai aspek, baik struktur penyajian, iringan
musik, pelaku upacara adat, tempat penyajian, termasuk anggapan masyarakat.
Dalam hal ini terdapat beberapa faktor yang mengakibatkan perubahan pada
pertunjukan seni Parebut Seeng diantaranya.
1. Faktor Ekonomi
Perubahan struktur sosial masyarakat Desa Kutajaya yang sebagian
besar merupakan buruh yang bekerja pada industri batako, dengan taraf
48
penghasilan yang dibawah upah minimum regional (UMR) Kabupaten
Sukabumi. Menurut Permana, salah satu penduduk Desa Kutajaya
bahwa sebenarnya pada zaman dulu hampir semua masyarakat desa
Kutajaya dengan mata pencaharian sebagai petani. Dengan kurangnya
penghasilan, sebagian besar masyarakat Desa Kutajaya menganggap
upacara adat Parebut Seeng dirasakan mahal, sehingga lebih memilih
pertunjukan lain yang harganya jauh lebih murah. Sehingga Parebut
Seeng jarang ditampilkan.
2. Sosial Struktur masyarakat desa kutajaya saat ini mengalami perubahan,
dengan banyaknya pendatang yang berasal dari luar jawa barat,
mengakibatkan kurangnya sosialisasi antar masyarakat itu sendiri.yang
mengakibatkan kurangnya kepedulian terhadap pertunjukan Parebut
Seeng sebagai salah satu seni khas Desa Kutajaya. Masyarakat
pendatang lebih memilih pertunjukan kesenian yang lain seperti organ
tunggal. Berbeda dengan masa lalu dimana sebagian besar masyarakat
Desa Kutajaya yang berprofesi sebagai petani yang menjunjung tinggi
kekeluargaan sehingga pada saat itu pertunjukan Parebut Seeng
merupakan suatu keharusan apabila ada salah seoarang warga
masyarakat yang menikah. (wawancara: dengan Permana 20-4-2008).
49
3. Budaya
Dengan berubahnya struktur sosial, mata pencaharian, dan banyaknya
pendatang dari luar jawa barat mengakibatkan kesenian Parebut Seeng
kurang diminati, hanya beberapa saja yang yang menjadikan Parebut
seeng sebagai keharusan dalam pernikahan, hal ini menjadikan tidak
adanya regenerasi dalam pertunjukan tersebut, dikarenakan kesenian
tersebut dianggap kurang menarik.
Melihat permasalahan di atas, Dinas Pariwisata Kabupaten Sukabumi,
tokoh masyarakat setempat dan seniman Kabupaten Sukabumi mengambil suatu
tindakan yang konkrit, yaitu membuat kemasan pertunjukan Parebut Seeng yang
berbeda dengan Parebut Seeng yang berfungsi sebagai upacara adat atau ritual.
Pertunjukan Parebut Seeng yang berfungsi ritual, dari segi kemasannya,
tokoh dalam pertunjukan ini hanya 2 (dua) orang yakni pesilat dari pihak laki-laki,
dan pesilat dari pihak perempuan, pesilat dari pihak perempuan mengikat seeng di
belakang punggung. Sebelum perebutan seeng berlangsung biasanya ada suatu
percakapan dari kedua belah pihak, yang mengatakan bahwa, dari pihak laki-laki
hendak menikahi puteri dari pihak perempuan, lalu dijawab oleh pihak
perempuan, apabila ingin menikah dengan puteri dari pihak perempuan maka
harus bisa merebut seeng, setelah percakapan selesai maka irama kendang pencak
pun berkumandang dengan lagu padungdung, masing-masing pesilat
memperlihatkan kebolehannya dengan pencak silat gaya Cimande kurang lebih 10
menit, setelah itu perebutan seeng pun dimulai dengan atraksi pencak silat, dan
kadang memperlihatkan gerak-gerak akrobatik, setelah 10 menit akhirnya seeng
50
pun dapat direbut oleh pesilat dari pihak laki-laki, pesilat pihak-laki-laki pun
berteriak keras “Beunang” atau dalam bahasa Indonesia berarti “dapat” lalu dari
kedua belah pihak pun bersorak gembira. Durasi dalam upacara adat Parebut
Seeng tidak lebih dari 20 menit atau sesuai dengan permintaan dari pihak yang
melangsungkan pernikahan. Busana yang digunakan dalam upacara adat Parebut
Seeng sangatlah sederhana, yang dikenakan pesilat dalam upacara adat ini hanya
mengenakan kampret dan pangsi berwarna hitam atau warna lain dilengkapi
dengan memakai dodot dan iket sebagai asesoris. Hal ini disesuaikan dengan
pakaian zaman dulu yang memang pakaian khas dalam dunia persilatan.
Adapun rias yang digunakan biasanya hanya menggunakan sedikit polesan
bedak dan memakai asesoris kumis, tetapi kadang-kadang juga tampil seadanya.
Seperti yang tertera pada gambar di bawah ini:
51
Gambar. 2
Pesilat pihak perempuan (memegang seeng) dan jawara pihak laki-laki berusaha
merebut seeng.
(foto: dokumentasi dinas pariwisata 2000)
Alat musik yang digunakan dalam upacara Parebut Seeng ini
menggunakan kendang pencak, yaitu dua kendang indung dan 4 empat kulanter,
satu terompet pencak, satu bende.
Parebut Seeng yang berfungsi sebagai presentasi estetis. Dari segi
kemasannya tidak dilaksanakan pada acara pernikahan tetapi pada acara-acara
festival tari, ataupun pada acara hari besar yang bertempat di Kabupaten
Sukabumi,. dari segi penyajiannya sangat berbeda, penari dalam Parebut Seeng
adalah adalah 10 (sepuluh), 5 perempuan dan 5 laki-laki, dalam tarian ini seeng
yang menjadi properti tidak hanya satu tapi lima, dan seeng tersebut di gendong
oleh perempuan. Adapun penyajiannya adalah.
52
1. Pertama-tama datang 5 penari laki-laki, saling unjuk kebolehan,
dengan koreografi silat yang sudah dimodifikasi, lalu menari
rampak, kurang lebih 3 menit dan keluar;
2. Setelah itu datang penari perempuan menarikan tarian dengan gaya
tari rakyat yang sudah dimodifikasi, malah lebih mirip ke jaipongan
kurang lebih 3 menit;
3. Datanglah penari laki-laki berebutan ingin berpasangan dengan
penari puteri, lalu penari puteri pun keluar dan datang dengan
menggendong seeng, seperti tertera pada gambar di bawah ini;
Gambar 3
penari puteri menari dengan menggunakan Seeng
(foto: dokumentasi dinas pariwisata 2005)
53
4. Lalu terjadi perebutan seeng secara rampak antara penari putera dan
penari puteri kurang lebih 3 menit, akhirnya seeng tersebut dapat
direbut oleh kelompok penari putera.
Busana dalam seni pertunjukan Parebut Seeng, busana penari putera,
pangsi dan kampret berwana oranye, iket berwana coklat kekuning-kuningan,
samping berwarna hijau oranye dan menggunakan asesoris berupa kumis palsu.
Busana penari puteri lebih condong kepada busana yang selalu digunanakan pada
tari jaipongan, menggunakan kebaya berwarna kuning dengan variasi hijau,
mengenakan kain berwarna hijau, mengggunakan sampur berwarna kuning untuk
mengikatkan seeng di belakang punggung, rias untuk penari puteri disesuaikan
untuk pertunjukan, tidak ada tata rias yang khusus untuk pertunjukan ini.
Alat musik untuk mengiringi pertunjukan Parebut Seeng diantaranya,
saron 1, saron 2, bonang, rincik, kecrek, gong, kendang I, kendang 2, rebab,
dengan laras salendro. Salendro dipergunakan untuk mengiringi pertunjukan
Parebut Seeng karena iramanya terasa meriah, tentu saja berbeda dengan upacara
adat Parebut Seeng, dimana irama kendang pencak yang terasa kental, sedangkan
pada pertunjukan Parebut seeng, irama yangditampilkan lebih meriah, dengan
irama kendang pencak sedikit.
Dalam hal ini perubahan ataupun kelanjutan dari Parebut Seeng adalah,
adanya perubahan fungsi dari seni pertunjukan bersifat ritual, menjadi seni
pertunjukan presentasi estetis. Dari segi penyajian, Parebut Seeng yang bersifat
ritual lebih sederhana, dalam pertunjukannya hanya menampilkan gerak-gerak
silat gaya Cimande, menggunakan kostum yang selalu dipergunakan oleh pesilat
54
yaitu pangsi dan kampret dengan warna hitam ataupun warna yang lain,
menggunakan dodot, iket. rias hanya menggunakan polesan bedak, menggunakan
asesoris kumis, atau bahkan hanya tampil seadanya. Musik yang digunakan pada
Parebut Seeng merupakan musik kendang pencak.
Adapun dalam Parebut Seeng yang bersifat sebagai presentasi estetis,
penari dalam pertunjukan ini adalah 10, 5 penari putera, dan 5 penari puteri,dari
segi penyajiannya pertunjukan ini lebih menarik, koregrafi yang digunakan
merupakan tari kreasi baru. Busana yang digunakan dalam pertunjukan ini
disesuaikan dengan seni pertunjukan, tidak menggunakan busana seadanya, begitu
juga dengan rias disesuaikan dengan seni pertunjukan.
1. Pertunjukan Parebut Seeng Pada Saat Ini
Pada saat ini seni Pertunjukan Parebut Seeng tidak hanya berfungsi
sebagai sebagai ritual, atau Upacara adat, seperti yang dilakukan oleh masyarakat
Desa Kutajaya, tetapi Parebut Seeng telah menjadi seni Presentasi Estetis, dimana
Parebut Seeng tidak di pertunjukan pada acara pernikahan sebagai upacara adat,
tetapi telah mengikuti festival-festival tari, salah satunya pada tahun 2004
mengikuti festival cipta tari kreasi tingkat Propinsi di Palabuan Ratu, dan
memperoleh juara umum, tapi tetap dengan tidak meninggalkan ciri khas dari
kesenian tersebut yakni seeng.
Sesuai dengan ungkapan Murgiyanto (1978:47) yang mengatakan bahwa
“ …seni tradisi tiap kali dapat muncul dalam bentuk dan wujud baru dengan
perkataan lain, tradisi itu hidup, senantiasa tumbuh bergerak dan berkembang”.