31 - institutional repository uin syarif hidayatullah...
TRANSCRIPT
PERSEPSI MASYARAKAT PRIBUMI TERHADAP PENDATANG
DI KAMPUNG LENGKONG ULAMA TANGERANG - BANTEN
,. .. ' ) .. ) ' . ::.:~~ :~~: 6.\31: Oleh ; : ,:"''-'·' : .. ,. ..... . ..... ., ....... ······ ·
Firman Firdaus
NIM: 102070025998
Skripsi ini diajukan untuk memenuhi sebagian pernyaratan dalam
memperoleh gelar Sarjana Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HID),;\YATULLAH >';
JAKARTA
1429 H / 2008
PERSEPSl 'AASYAF!A.K11.T PRJBUlv11 TERHADAP PENDATANG DI
KAMPUNG LENGKONG ULATvIA TANGERANG BANTEN
Skripsi
Diajukan kepa<la Fakultas Psikologi untuk mcmcnui.: syarat-syarat mempcroleh gclar
Oleh:
FIRMAN FIRD/\_US NIM : I 02070025998
Di Bn.\Yah Bi1nhingan
FAKULTAS PS:KOLCGI
Pcmbimbing !l
UNJVERSITAS ISLAM NEGERI SY ARIF HIDAYATULLAH
.JAKARTA
1429 I 2008
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul "PERSEPSI MASYARAKAT PRIBUMll TERHADAP
PENDATANG DI KAMPUNG LENGKONG ULAMA" telah diujikan dalarn sidang
rnunaqosah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta pada tanggal 12 Mei 2008. Skripsi ini telah diterirna sebagai salah satu
syarat untuk rnernperoleh gelar Sarjana Psikologi.
De aj/ Ketua Me a gkap Anggota
Dra.
Pernt?irnbing I
.. /~1,, ( 1/IJlli,
Prof. Ha 1 Yasun M. Si . 13 351 146
Jakarta, 1.2 Mei 2008
Sidang Munaqosah
Anggota,
Pernbantu Dekan Sekretaris Merangkap Anggota
/,~v4 Dra. Hj. Zii11ratuf J~ayah, M. Si
NIP. 15b'238 773
Pernbirnbing II
A,as, NIP. 1 0 389 379
,.
nujiy
ProU da Yasun, M. Si )4'1P. 130 35·1 146
~OTTO
"<Berik,an[ah sam6utan yang menyenangk,an cfan fti{angRg.nCah sakjt hati, mak,a;Incfa aRg.n menjadi orang yang menyenangRg.n cfan
menerima sam6utan yang 6ai('.
Dengan menyebut nama Allah yang Malia Pengasih
lagi Malza Penyayang'
Ya Allah ampunilah dosaku Dan dosa kedua orang tuaku
Sayangilah mereka Sebagaimana mereka menyayangiku di waktu aku kecil
Karya kecil ini kuiperse111bahkan :
Sebagai tanda syukurku kepada sang pencipta Allah yang 1'Jaha atas Segala-galanya
At as limpahan rahmat-Nya yang tak berbatas.
Kedua orang tuaku yang sangal ak11 sayangi untuk se1iap doa dan pe1juangannya yang
/ak pemah berujung dan Ali Angko Pradito semoga engkau tenang di sana
Nenek dan kakek tercinta, beserta kakak- kakakku dan adikku a/as segala semangatnya
ABSTRAK
(C)FIRMAN FIRDAUS
(A:I Fakultas Psikologi (8) Januari 2008
(D)PERSEPSI MASYARKAT PRIBUMI TERHADAP PENDATANG DI KAMPUNG LENGKONG ULAMA TANGERANG BANTEN
(E) x + 98 Halaman (F) Lengkong Ulama adalah sebuah kampung kecil yang terletak di
Kabupaten Tangerang dan secara geografis dikelilingi oleh sungai Cisadane dan sungai Cipicung (pulau di tengah-tengah sungai). Dan Lengkong pun ketika zaman penjajahan dijadikan pusat penyebaran agama Islam oleh masyarakat yang dipimpin oleh Arya Wangsakara atau terkenal dE:1··0an julukan Imam Haji Wangsakara atau Kiayi Lenyep adalah putra Pangeran Wiraj;;:ya I atau bergelar Pangeran Lemah Beureum Ratu Sumedang Larang. (Mukri Mian , 1983:7). Jadi tidak aneh ketika Lengkong menjadi daerah yang s2rat akan nilai-nilai religius. Bahkan nar.;a Ulama di beiakang merupakan penghargaan masyarakat luar terhadap kampung Lengkong. Namun dibalik itu, ada fenomena yang menarik yaitu, masyarakat Lengkong Ulama memiliki persepsi yang berbeda terhadap pendatang. Kaum pribumi selalu memandang sebelah mata terhadap kaum pendatang.
Persepsi merupakan proses yang aktif dan rumit, karena menyangkut banyak hal, diantaranya melalui proses kognitif, selektif, serta interpretasi. Rita L. Atkinson (1983) menyebutkan bahwa persepsi adalah proses dimana kita mengorganisasikan dan menafsirkan pola stimulus di dalam lingkungan. Linda Davidoff (1981) menyebutkan bahwa persepsi erat kaitannya dengan harapan (expectation), motivasi, keinginan, kebiasaan dan pengalaman.
Lebih ringkas, persepsi dapat dipengaruhi oleh faktor internal seperti faktor pengalaman, faktor intelegensi, faktor menghayati stimuli, faktor ir:gat3n (memory), faktor disposisi kepribadian dan fak.tor kecemasan. Sedangkan faktor eksternal yaitu lingkungan dan faktor stimulus itu sendiri.
Penelitian ini menggunakan jenis pendekatan kualitatif yang digambarkan melalui penelitian deskriptif yang menekankan pentingnya konteks, pengalarnan serta kerangka pemikiran subyek. Metode penelitian yang digunakan adalah metode studi kasus dengan menggunakan instrumen wawancara dan instrumen observasi sebagai alat pen!~umpul data, dan subyek yang diwawancarai,sebanyak tiga subyek yang terdiri tiga laki-laki yang merupakan warga pribumi, minimal lulusan SMU atau sederajat dengan usia 20-60 tahun. · Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendatang yang ingin hidup nyaman di kampung Lengkong Ulama adalah pendatang yang rnampu beradaptasi dan selalu mengikuti kaum pribumi. Sehingga warga pendatang tidak diberi kesempatan untuk aktif dalam kegiatan masyarakat atau ingin rnemajukan lingkungan. Warga pendatang yang bermukim di karnpung Lengkong Ulama tidak memiliki hak dan kewajiban sama dengan warga pribumi. Hal tersebut terjadi disebabkan warga pribumi tidak memiliki wawasan dan pengalaman yang luas.
Lingkungan atau situasi yang melatarbelakangi stimulus juga akan berpengaruh dalam proses persepsi, terlebih-lebih bila objek persepsi manusia. Objek dan lingkungan yang meiatarbelakangi objek merupakan kebulatan atau kesatuan yang sulit dipisahkan. Objek yang sama dengan situasi sosial yang berbeda, dapat menghasilkan persepsi yang berbeda.
Pengayaan pengalaman-pengalaman ini dapat pula te1jadi karena kontak dengan objek-objek stimulus yang serupa. Dari hasil penelitian jelas sekali terlihat bahwa penduduk asli (pribumi) sangat miskin pengalaman dalam mempersepsikan suatu obyek terlebih-lebih ketika mernandang warga pendatang.
(G) Daftar Bacaan: 33 (1983-2005)
{'P-->11 ~)I .&I r""i
KAT A PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah rnelirnpahkan
rahmat dan karunia-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul" PERSEPSI MASYARAKAT PRIBUMI TERHADAP PENDATANG DI
KAMPUNG LENGKONG ULAMA TANGERANG
Shalawat serta salam semoga tetap terlimpah atas Nabi Muhammad SAW, yang
telah menjadi suri teladan terbaik bagi umat manusia, kepada keluarga, para
sahabat dan para pengikutnya hingga akhir zaman.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesulitan yang penulis hadapi
dalam menyelesaikan skripsi_ini. Tugas akhir ini dapat terselesaikan berk?t
kontribusi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan penuh rasa hormat
perkenankanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih yang mendalam
kepada:
1. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, lbu DRA. Hj.
Netty Hartati, M.Si, Pudek Fakultas Psikologi Jbu Hj Zahrotun Nihayah, M.
Si, beserta civitas akademik Psikologi yang telah membantu kelancaran
administrasi untuk penelitian.
2. Bapak Prof. Hamdan Yasun selaku dosen pembimbing I dan Bapak Gazi
Saloom, M. Si, selaku dosen pembimbing II, yang di tengah kesibukannya
telah meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan bimbingan dan
saran dalam penulisan skripsi ini.
3. Para dosen Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Jakarta yang telah
sabar mengajar.
4. Teruntuk orang tuaku tercinta, yang dengan tulus ikhlas memberikan kasih
sayang dan dorongan baik moril maupun materi, serta doa yang tak henti
henlinya dipanjalkan guna keberhasilan dan kebahagiaan anak-anakmu,
lerimakasih yang tak lerhingga untuk kedua orang luaku.
5. Unluk kakak-kakakku dan adikku, lerima kasih alas nasehal dan doa yang
lelah kalian panjalkan unluk penulis
6. Unluk Ey Eka Kurniawan yang selalu memberi semangal kepada penulis,
dalam penulisan skripsi ini, lerimc; ~asih alas segala yang lelah ikhlas
engkau berikan .
7. Unluk leman-temanku Syamsul, Refi. Dewa, Syarif. Serta leman teman
yang lain, yang tidak bisa disebutkan salu persatu.
8. Terima kasih alas seluruh pihak yang belum disebutkan salu persalu
semoga Allah membalas semuanya.
Jakarta, 23 Januari , 2008
Firman Firdaus
DAFTAR ISi
Halaman Judul
Halaman Persetujuan ii
Halaman Pengesahan iii
Motto iv
Dedikasi v ,1'
Abstraksi lJ)t,! vi
Pengantar ix
Daftar isi x
BAB 1 PENDAHULUAN 1 -17
1.1 La tar Belakang Masalah ................ ......................... .......... ... 1
1.2 ldentifikasi masalah ................................................ ............. 12
1.3 Pembatasan dan Perumusan Masalah ................... ............. 14
1.3.1. Pembatasan Masalah................................... ............. 14
1.3.2. Pertanyaan Penelitian ................ _................ .... .. . 15
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian........................ ........ ............. 16
1.5 Sistematika Penulisan............................................. ............. 16
BAB 2 KAJ!AN TEORI 18-49
2.1. Persepsi. ..................................... _.......................... 18
2.1: 1 Pengertian Persepsi.............................. .... .. .. ... 18
2.1.2. Ciri-ciri Urn um Dunia Persepsi................ ................. 28
2.1.3. Karakter Persepsi .................................................... 29
2.1.4. Macam-macam Persepsi.. ......... .... ......... ..... ...... .... .. 31
2.1.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi............ 32
2.2. Hakekat Persepsi ............................................................... 36
3.1. Masyarakat...... ... ..... ..... ..... ........................... .... ................. 38
3.1.1. Pengertian Masyarakat ......................... ~................. 38
3.1.2. Kriteria Masyarakat............ .. ....... ........................... 40
3.1.3. Masyarakat Pribumi.......................................... ..... 41
3.1.4. Pengertian Non-Pribumi (Pendatang)...... .... ........... 42
4.1. Profit Kampung Lengkong Ulama....................................... 45
4.1.1. Pengertian Kampung Lengkong............................... 45
5.1. Kerangka Berfikir.................. .. ... . . . .. . . . .. . . .. . . . .. .. ... . .. . . . .. . .. 47
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 50-63
3.1 Pengantar ........ ... ........... ..... .. ......................... ..... ................. 50
3.2. Pendekatan dan Metode Peneliti.;n...................................... 50
3.3. Definisi Operasional ............................................................. 54
3.4. Pengambilan Sampel ............ ............................................... 55
3.4.1. Populasi dan Sampel ...................................... ........... 55
3.4.2. Teknik Pengambilan Sampel...................................... 56
3.5. Pengumpulan Data................................................................ 57
3.5.1. Metode dan lnstrumen Penelitian............................... 57
3.5.2. Teknik Analisa dan lnterpretasi Data.......................... 59
3.6. Prosedur Penelitian .............................................................. 62
BAB 4 HASIL PENELITIAN 64-92
4.1. Gamb.aran Um um Subyek Penelitian ........ ....... ....... ... ...... ... . 64
4.2. Analisa Kasus ..................................................................... 66
4.2.1. Kasus SH ........................ ......... ....... .... .......... ...... ...... 66
4.2.2. Kasus MM................................................................. 74
4.2.3. Kasus AM.................................................................. 83
4.3. Analisis Antar Subyek .......................................................... 90
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 93-98
5.1. Kesimpulan........................................................................ 93
5.2. Diskusi. .......... ... . .. ... ... ......... ...................... .. .. .. ............... ... . 95
5.3. Saran................................................................................. 97
DAFTAR PUSTAKA
LAMPI RAN
1.1. Latar Belakang
BAB 1
PENDAHULUAN
Manusia pada umumnya dilahirkan seorang diri, namun demikian mengapa
harus hidup bermasyarakat? Apabila manusia dibandingkan dengan makhluk
hidup lainnya seperti hewan, dia tak akan dapat hidup sendiri. Seeker anak
ayam, walaupun tanpa induk, mampu mencari makan sendiri; demikian pula
hewan-hewan lain seperti kucing, anjing, harimau, gajah dan lain sebagainya.
Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati. Bayi misalnya, harus diajar
makan, berjalan, berlari, bermain-main dan lain sebagainya. Jadi sejak lahir,
manusia berhubungan dengan manusia lainnya.
Bukan hanya sejak dilahirkan manusia harus berhubungan atau meminta
tolong orang lain. Namun ketika dewasa pun manusia harus selalu
berhubungan dengan manusia lainnya, karena manusia tidak mampu hidup
seorang diri. Ketika dilahirkan, manusia diberikan dua hasrat atau keinginan
yang pokok yaitu: 1. Keinginan untuk menjadi satu dergan manusia lain di
sekelilingnya (yaitu masyarakat). 2. Keinginan untuk men.~adi satu dengan
suasana alam sekelilingnya. Untuk dapat menghadapi dan menyesuaikan diri
dengan kedua lingkungan tersebut di atas, manusia men!munakan pikiran,
perasaan dan kehendaknya serta persepsinya (Soerjono Soekanto, 1999:
123).
Di samping itu, manusia diciptakan dengan berbagai mac:am bentuk dan
karakternya. Dengan begitu manusia mempunyai ciri dan identitas yang
berbeda. Dan manusia selalu mencari manusia yang lain untuk bisa
bersosialisasi atau berinteraksi dengan sesama. ldentitas inilah yang akan
membedakan antara individu yang satu dengan yang l::iin.
2
Menu rut Sarlito, (2001) faktor yang pertama yang menjadi identitas kelompok
adalah warna kulit, karena warna kulit terlihat sekali. Seperti Negro (Nigger)
adalah scbutan untuk orang berkulit hitam di Amerika keturunan Malaysia
dinamakan Khaek. Keturunan India di Sumatra Utara dan Malaysia dipanggil
orang Keling. Akan tetapi, nyatanya, walupun, merupakan indikator pertama,
tidal< selalu warna kulit merupakan indikator utama dalam menentukan
identitas etnik. Hubungan hirarkis antara dua kelompok etnik (yang satu lebih
dominan dari yang lain) juga dapat menyebabkan timbulnya identitas etnik
yang tajam, walaupun tidal< ada perbedaan warna kulit. Misalnya, suku Tutsi
dan Huttu di Rwanda dan Burundi, Tausug dan Luwaan di Filipina, suku
Burakuinin dan Jepang lainnya di Jepang, dan suku Osi clan Ibo lainnya di
Nigeria. Bahkan di Indonesia, orang Cina yang warna kuilitnya tidak jauh
berbeda dari pribumi dianggap etnik yang sangat berbeda oleh orang
pribumi.
3
Di samping itu, warna kulit juga sering kali dikalahkan oleh sejarah sebagai
indikator identitas etnik, khususnya sejarah yang menyangkut konflik antar
kelompok. Oulu di Amerika Utara, orang lnggris (kulit putih) dinamakan
Kristen dan orang Afrika (kulit hitam) dinamakan orang kafir. Akan tetapi,
Setelah orang Afrika menjadi Kristen (sejak 1680) mereka disebut Hitam dan
orang lnggris disebut putih. Jadi intinya adalah mempertahankan perbedaan
sosial karena latar belakangnya adalah perbudakan. Di sisi lain, keturunan
campuran (indo di Indonesia atau mulatto di Fillipina) dapat berubah-ubah
warna kulit sesuai dengan perkembangan sejarah hubungan antar etnik.
(Sarwono Sarlito, 2001 :253)
Ciri-ciri fisik yang mudah terlihat ini ada tiga macam, yaitu (1) bawaan sejak
lahir. Se lain warn a kulit juga raut wajah (fisionogmi), warn a dan bentuk
rambut, postur tubuh (tinggi badan, berat badan), dan sebagainya; (2) yang
bukan bawaan, seperti khitan (Yahudi, Muslim), lubang anting, gigi dipangkur
(Bali, Masai, Luo dan Luhya di Afrika Timur), goresan-goresan di kulit (Afrika,
lrian) gigi rusak karena air minum (Changga di Tanzania); (3) perilaku seperti
busana, memelihara jenggot (Afganistan, Iran), gaya duduk atau berdiri
(Jepang, Jawa). (Sarwono Sarlito,2001 :79).
4
lndikator identitas etnik yang lain adalah yang tidak terlihat. Termasuk
didalamnya adalah (1) bahasa (tata bahasa, sintaksis, perbendaharaan kata,
aksen, huruf-huruf). Di lrlandia Utara misalnya, pengajaran bercakap (speech
teaching) merupakan rnata ajaran wajib di sekolah-sekolah Katolik untuk
mempertebal identitas etnik (Soekanto, 1994:97).
Di Indonesia, sejak Sumpah Pemuda 1928, bahasa Indonesia dijadikan
bahasa kesatuan untuk mempertebal identitas bangsa Indonesia. Walaupun
demikian, setelah lebih dari 60 tahun merdeka dan seluruh bangsa sudah
berbahasa Indonesia identitas suku tetap masih terasa melalui aksen yang
digunakan (aksen Batak berbeda dari Sunda, Jawa atau Ambon); Budaya;
namun, kebiasaan, makanan, penguasaan ritual budaya tertentu (hafal doa
doa, hafal lagu-lagu, tahu tata cara); Agama. Di Indonesia, etnik Batak
terbagi dua antara yang Islam dan Kristen.
Demikian pulci di kalangan etnik Melanau di Serawak. Di kalangan etnik
K~rens di Burma, ada dua golongan agama yaitu Kristen dan Buddha.
Kelompok-kelompok yang berbeda agama ini, walaupun mempunyai ciri fisik
(termasuk warna kulit) dan tatanan adat yang sama, tidak. mau disebut satu
suku atau satu golongan. (Romannuchi, 1995; Farnen,1994 dalam
soekanto, 1999:87)
5
Bahkan di dalam Undang-udang Dasar 1945 dijelaskan bahwa setiap warga
Negara memiliki hak dan kewajiban yang sama. Dengan demikian jelaslah
bahwa istilah pendatang dan pribumi tidak bisa dijadikan alasan untuk
membeda-bedakan. Karena akan menyebabkan pemangkasan terhadap hak
hak maupun kewajiban seorang individu. Ketika dia (warga) pendatang ingin
menyumbangkan pikiran, tenaga dan v'.--"ktunya untuk turut serta dalam
membangun daerah.
Kasus etnik yang khas di Indonesia adalah etnik Cina. Sekarang, istilah yang
digunakan untuk kelompok etnik tersebut adalah non-pribumi (non-pri), untuk
membedakannya dari kumpuian etnik pribumi. Walaupun secara harfiah
istilah non-pri pada hakikatnya meliputi semua etnik yang bukan pribumi:
keturunan Arab, Eropa, India dan sebagainya, kenyataannya istilah non-pri
atau pendatang hanya dikenakan (berkonotasi) khusus untuk warga
Indonesia keturunan Cina. Jadi, memang istilah Cina itu sendiri yang hendak
dihindari karena istilah ini mengandung konotasi negatif (menimbulkan
perasaan kurang senang atau terhina jika ditunjukkan kepada orang yang
bersangkutan). Fenomena ini nampak sekali dalam kehidupan sehari-hari. ia
merasa sebagai masyarakat pribumi mempunyai wewenang yang lebih
dibandingkan dengan masyarakat pendatang.
6
Namun kasus yang terjadi di kampung Lengkong Ulama Tangerang ini lebih
khas dari kasus etnik Cina. Lengkong adalah sebuah karnpung kecil yang
terletak di Kabupaten Tangerang dan secara geografis dikelilingi oleh sungai
Cisadane dan sungai Cipicung (pulau di tengah-tengah sungai). Lengkong
pun ketika zaman penjajahan dijadikan pusat penyebaran agama Islam oleh
masyarakat yang dipimpin oleh Arya VVangsakara atau terkenal dengan
julukan Imam Haji Wangsakara atau Kiayi Lenyep adalah putra Pangeran
Wirajaya I atau bergelar Pangeran Lemah Beureum Ratu Sumedang Larang.
(Mukri Mian , 1983:7).
Pada tahun 1628 M Arya Wangsakara beserta dua orang saudaranya
berangkat dari Sumedang menuju Karawang dengan tujuan untuk
menghindarkan diri dari pengaruh keluarga Sumedang yang terkena bujuk
rayu kolonial Belanda. Pada tahun 1633 M dia direstui oleh Sultan Banten
untuk membangun kembali daerah bekas kekuasaan Pucuk Umum yang
ditinggalkannya ketika menderita kekalahan dalam menghadapi serangan
Banten dibawah pimpinan Sultan Maulana Yusuf putra Maulana Hasanuddin.
Adapun peresmian dan penobatan tersebut dilakukan pada suatu tempat
bekas petilasan Pucuk Umum sendiri yaitu di Kadu Agung Tigaraksa
(sekarang pusat Kabupaten Tangerang). (Mukri Mian, 1983:11 ).
7
Setelah peresmian itu barulah R.A. Wangsakara mambangun dan
menggarap daerah tersebut dengan mengambil tempat petilasan atau
kedudukan ditepian Sungai Cisadane yang kemudian beliau namakan
"Lengkong" sesuai dengan kampung tempat asal beliau sendiri di Sumedang.
Sehingga tempat tersebut termasyur dengan scbutan Lengkong Sumedang.
(Mukri Mian, 1983:19).
Di kampung Lengkong inilah R.A. Wangsakara bermukim dengan istrinya
yang bernama Nyi Mas Nurmala (Nyi Sara) anal< Dalem i\ria Singa
Prabangsa Bupati Karawang. Seiring dengan waktu RA. Wangsakra
mendirikan pesantren sebagai pusat penyebaran agama Islam dan sebagai
tempat perlawanan terhadap kolonial Belanda. Selain itu dia membangun
sarana ibadah atau mesjid, dan menentukan penanggalan system "windu"
atau 8 tahun. Sehingga banyak sekali pesantren didirikan. Jadi tidal< aneh
ketika Lengkong menjadi daerah yang sarat akan nilai-nilai religius. Bahkan
nama Ulama di belakang merupakan penghargaan masyarakat luar terhadap
kampung Le.ngkong. (Zulkarnaen, 2004:45 dalam skripsi}
Sampai saat ini Lengkong terkenal dengan sebutan Lengkong Ulama. lstilan
Tadju Sobirin (mantan Bupati Tangerang) rnengatakan "kala.u Aceh .
mempunyai julukan serambi Mekkah maka Lengkong dijuluki olehnya
sebagai dapurnya Mekkah". Disamping dijadikan tempat penyebaran agama
Islam Lengkong Ulama dijadikan sebagai tempat perjuangan oleh para
pejuang melawan penjajah Belanda. Bahkan Daan Mogo1t pun tewas tidak
jauh dari kampung Lengkong Ulama. (wawancara dengan Mukri Mian
sebagai tokoh masyarakat)
3
Seiring perkembangan zaman, Lengkong menjadi kampung yang cukup
disegani dan dihormati oleh masyarakat sekitar Lengkon9. !tu disebabkan
karena Lengkong Ulama mempunyai prestasi-prestasi yang cukup
membanggakan, seperti mesjid tertua (yang dibangun oleh R.A. Wangsakara
tahun 1640) di Kabupaten Tangerang, kaligrafer tingkat nasional seperti Ust.
Baiquni, (yang pernah berpartisipasi dalam pembuatan mushaf Al-Qur'an
terbesar di Museum lstiqlal) lahir di kampung Lengkong Ulama dan itu
menjadi ciri salah satu dari Kampung Lengkong. Di samping itu juga, banyak
keturunan Arab yang bermukim di Lengkong. (menurut Ust. Baiquni selaku
ketua RW atau Jaro Lengkong Ulama)
9
Menurut sensus penduduk tahun 1905, etnis Arab hanya berjumlah 20 orang.
Dalam sensus tahun 1930 jumlah kelompok ini meningkat menjadi 185 orang.
Komunitas Arab di Tangerang dapat dijumpai salah satunya di daerah
selatan Tangerang, yaitu di desa Lengkong Ulama. (PEMDA Tangerang,
1995: 10) Bahkan menu rut sens us desa Lengkopng Kulon, tahun 2007 jum!ah
mereka sudah mencapai 30% walaupun sudah bercampur dengan warga
setempat (etnis sunda),
Namu·11 diantara prestasi-prestasi atau keb211gC)aan-keban9gaan tersebut ada
fenor: ·~: 1a yang menarik. Orang pribumi mempunyai pers.epsi yang berbeda
terhadap kaum pendatang (non-pri). ivlereka selalu memandang kaum
pendatang dengan sebelah mata. ivleskipun warna kulit, tinggi badan maupun
berat badan mereka (pribumi dan pendatang) tidak jauh berbeda. Bahkan
etnis mereka (pribumi dan pendatang) pun sama. Namun perbedaan atau
gap selalu tampak dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya mereka lebih
memillih orang pribumi yang tidak kompeten untuk memimpin dibandingkan
pendatang yang berkompeten.
Fenomena ini nampak sekali ketika ada pemilihan ketua F~T. ketua lkatan
Remaja Mesjid atau ketua Pemuda yang belum lama ini terlaksana. Mereka
(pribumi) membuat aturan-aturan main yang selalu memojokan pendatang
10
atau selalu memprovokasi masyarakat untuk tidak memilih pendatang untuk
menjadi pimpinan. Seperti aturan untuk menjadi ketua harus warga asli atau
pribumi atau warga yang bermukim minimal selama 1 O tahun. (Pengamatan
penulis)
Menurut penulis pada dasarnya mereka (pribumi) tidak mau dipimpin oleh
kaum pendatang yang mempunyai kualitas di atas mereka (pribumi). Yang
mereka (pribumi) inginkan, pendatang boleh ikut berpartisipasi dalam hal
apapun namun pendatang harus mengikuti aturan main mereka (pribumi).·
Pendatang tidak boleh mengkritik atau memberi saran maupun masukan.
Sebagaimana dalam peribahasa "Bagaikan kerbau di coc:ok hidungnya".
Padahal ketika kita melihat tentang sejarah terbentuknya Tangerar.g dan dari
hasil sensus panduduk tahun 1903 dan 1930 yang memperlihatkan bahwa
penduduk Tangerang pada waktu itu sudah terdiri dari berbagai etnis.
Namun, tidak ada keterangan mengenai golongan etnis mana yang menjajaki
kaki terlebih dahulu di Tangerang. (PEMDA Kodya, 1994 9).
Padahal setiap individu yang hidup memiliki hak yang sama, bahkan sebagai
muslim yang baik seharusnya saling tolong-menolong dan selau berusaha
berbuat baik tanpa memandang dari golongan mana dia berasal.
11
Sebagaimana yang dilakukan kaum Anshor ketika menerima Rasulullah SAW
bersama kaum Muhajirin hijrah dari Makkah ke Madinah bersama kaum
Muh<:1jirin
Perilaku diskriminatif yang mereka (pribumi) selalu dibesar-besarkan inilah
yang selalu menghambat perkembangan dan kemajuan kampung Lengkong.
Meskipun kampung ini memiliki potensi kearah kemajuan yang pesat yang
menjanjikan untuk warganya. Namun sangat ironis sekali ketika perilaku
ciiskriminatif ;-;iasyarakat pribumi terhadap kaum pendatang yang terjadi di
aaerah Lengkong Ulama yang sarat akan nilai-nilai religius. Padahal di Al
Qur'an telah dijelaskan bahwa semua manusia atau makhluk yang berada
dimuka bumi ini merupakan pendatang yang akan pulan9 Ice kampung
halaman yang hakiki.
Menurut pengamatan penulis meskipun ciri-ciri fisik (yan[J terlihat) seperti
warna kulit, tinggi badan atau berat badan maupun ciri-ciri yang tidak terlihat
seperti bahasa atau bud2;1a tidak ada perbedaanya. l\llereka (pribumi) sela!u
menjaga jarak terhadap pendatang (non-pri) dan selalu memposisikan
pendatang lebih "lemah" dibandingkan pribumi.
12
Berangkat dari latar belakang tersebut serta hasil dari observasi sementara
maka, peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam penelitian tersebut dengan
judul:
"Persepsi Masyarakat Pribumi Terhadap Pendatang di Kampung
Lengkong Ulama Tangerang Banten ".
1.2. ldentifikasi Masalah
Lengkong merupakan suatu kampung yang sarat akan nilai-nila1 rel1gius. ltu
disebabkan karena pada zaman penjajahan kampung ini dijadikan sebagai
tempat penyebaran agama Islam dan perjuangan melawan penjajah oleh R.
Arya Wangsakara. ltu terbukti dengan didirikan pesantren-pesantren sebagai
penyaluran ilmu agama sampai saat ini. Maka tidak heran ketika nama
Lengkong disandingkan dengan kata Ulama. Karena Lengkong telah
mencetak banyak Ulama yang sering melakukan da'wah dan pengajian-
pengajian di berbagai kampung atau desa. Bahkan ada juga yang
menyebutnya dengan nama Lengkong Santri. Karena banyak sekali orang
yang memperdalam ilmu agama Islam di sana. Dari dulu hingga sekarang
nuansa r'.31igi masih teras dan tidak sedikit yang mempunyai gelar Ustad atau
kiyai.
\
\ I
13
Seiring dengan perkembangan dan kemajuan zaman dan banyaknya
pendatang yang bermukim di kampung Lengkong Ulama serta banyaknya
perumahan elit disekitar Lengkong yang di bangun oleh BSD (Bumi Serpong
Damai). ltu menjadikan Lengkong sebagai kampung elit di tengah-tengah
perumahan elit. Tapi entah kenapa warga pribumi Lengkong Ulama selalu
memandang para pendatang dengan sebelah mata. Dan selalu berprilaku
diskriminatif terhadap para pendatang.
Sangat ironis sekali ketika perilaku diskriminatif yang dilakukan oleh warga
pribumi terhadap para pendatang terjadi di lingkungan yang sarat akan nilai
agama.
Daiam hal ini penulis ingin melihat bagaimana persepsi warga pribumi
terhadap kaum pendatang? Apa yang melatarbelakangi perilaku diskriminatif
warga pribumi terhadap para pendatang. Serta bagaimana dampak perilaku
diskriminatif kaum pribumi terhadap pendatang kaitannya dengan
perkembangan dan kemajuan Kampung Lengkong Ularna.
1.3. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.1.1. Batasan Masalah
Persepsi merupakan kegiatan yang sangat subyektif mengenai penilaian
terhadap objek atau stimulus. Persepsi merupakan serangkaian proses di
dalam otak manusia mengenai stimulus yang akan diterjemahkan dan
dimaknai sehingga di dapat penilaian yang digunakan sehingga dapat
disimpulkan mengenai suatu stimulus yang di terima melalui sistem
pengindraan.
14
Persepsi termasuk dalam sistem pemprosesan in;__,rmasi. Fase pertama
dalam proses informasi adalah sensasi, yaitu stimulasi yang diterima oleh
sistem indra. Tahap berikutnya adalah persepsi, yaitu pengorganisasian
sensasi untuk dapat menilai suatu objek, mellihat hubungannya dengan
kejadian-kejadian yang ada di sekitar kita. Persepsi sangat erat kaitannya
dengan akurasi penilaian mengenai indra yang menerima stimulus dari luar.
Dan tahap terakhir adalah perbuatan berupa interpretasi dari stimulus yang
ada.
Masyarakat adalah suatu kumpulan individu yang hidup bersama saling
berinteraksi dan masing-rnasing menyadari saling ketergantungan secara
positif dalam mencapai tujuan bersama (psikologi sosial, :2001 ).
15
Pribumi adalah sekumpulan individu yang hidup dalam satu daerah dan lahir
didaerah tersebut yang memiiliki persamaan fisik, baha.sa, aksen, budaya
dan sebagainya. Sedangkan pendatang merupakan individu yang berdomisili
didaerah tertentu yang memiliki perbedaan fisik, bahasa budaya dan
sebagainya.
Dalam hal ini persepsi masyarakat pribumi terhadap pendatang, merupakan
upaya untuk melihat sejauh mana kaum pribumi memandang kaum
pendatang dan melihat perbedaan perkembangan sebelum dan sesudahnya
ada pendatang. Serta melihat dampak perilaku diskriminatif kaum pribumi
terhadap pendatang terhadap perkembangan dan kernajuan Karnpung
Lengkong Ulama.
1.1.2. Pertanyaan Pene!itian
Berdasarkan batasan masalah tersebut, rnaka peneliti merumuskan masalah
yang akan diteliti adalah sebagai berikut :
2. Bagaimana persepsi kaum pribumi terhadap kaum pendatang di
kampung Lengkong Ulama.
b. Faktor-faktor penyebab persepsi terhadap pendatang.
c. Bagaimana persepsi pribumi berdampak terhadap perilaku diskrirninatif
dan hubungan interpersonal pandatang sehari-hari.
1.4. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana persepsi pribumi
terhadap kaum pendatang di kampung Lengkong Ulama.
16
Manfaat secara teoritis yang di dapat dari penelitian ini erat hubungannya
dengan penerapan Psikologi, terutama mengenai persepsi dalam kehidupan
nyata.
Sedangkan manfaat praktisnya adalah rr.amberikan gamlJaran serta saran
paGci warga kampung Lengkong Ulama untuk berpikir positif terhadap para
pendatang dan sudah tidak ada lagi perbedaan antara pribumi dengan
pendatang dan mereka dapat hidup rukun serta dapat bekerja sama dalam
berbagai hal.
1.5. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan kali ini kami menggunakan sistematika penulisan yang.
sudah baku dalam penulisan skripsi. Karena penulis adalah mahasiswa
Fakultas Psikologi UIN Jakarta, maka kami menggunakan petunjuk penulisan
skripsi baku yang diterbitkan khusus oleh Fakultas Psikologi UIN Jakarta.
17
Bab 1 : Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah,
penelitian yang berupa batasan serta perumusan masalah, tujuan penelitian,
serta sistematika penulisan.
Bab 2 : Bab ini berisikan segala teori yang menunjang penelitian kali ini. Bab
ini berisikan teori mengenai persepsi, masyarakat priburni dan pendatang,
Bab ini dilengkapi dengan hipotesis dari penelitian ini.
Bab 3 : Bab ini berisikan metode yang tepat guna pengumpulan data yc.ng
diperlukan dalam penelitian. Termasuk didalamnya adalah pendekatar.
penelitian, metode yang di pakai, populasi, serta samplingnya dan terdapat
pula metoda analisa data.
Bab 4 : Pada bab ini di jelaskan dan dijabarkan data hasil penelitian yang
telah didapatkan berikut analisa data.
Bab 5: Bab ini berisikan Kesimpulan Diskusi dan Saran. Pada bab akhir ini
penulis menyimpulkan seluruh data yang diperoleh dari penelitian dan
mendiskusikannya dengan teori-teori dan penelitian-penelitian yang terkait
dengan penelitian ini dan penyampaikan saran berdasarkan atas proses dan
hasil penelitian yang penulis lakukan.
BAB2
KAJIAN TEORI
2.1. Persepsi Masyarakat Pribumi Terhadap Pendatang
Persepsi merupakan kegiatan yang sangat subyektif rnengenai penilaian
terhadap objek atau stimulus. Persepsi merupakan serangkaian proses di
dalam otaK manusia mengenai stimulus yang akan diterjemahkan dan
dimaknai sehingga di dapat penilaian yang digunakan sehingga dapat
disimpulkan mengenai suatu stimulus yang di terima rneialui sistem
pengindraan.
Persepsi termasuk dalam sistem pemprosesan informasi. Fase pertama
dalam proses informasi adalah sensasi, yaitu stimulasi yang diterima oleh
sistem indra. Tahap berikutnya adalah persepsi, yaitu pengorganisasian
sensasi untuk dapat n1enilai suatu objek, mellihat hubun!~annya dengan
kejadian-kejadian yang ada di sekitar kita. Persepsi san~1at erat kaitannya
dengan akurasi penilaian mengenai indra yang menerima stimulus dari luar.
Dan tahap terakhir adalah perbuatan berupa interpretasi dari stimulus yang
ada.
Masyarakat adalah suatu kumpulan individu yang hidup bersama saling
berinteraksi dan masing-masing menyadari saling ketergantungan sec;:;;a
positif dalam mencapai tujuan bersama (psikologi sosial, 2001).
19
Pribumi adalah sekumpulan individu yang hidup dalam satu daerah dan lahir
didaerah tersebut yang memiiliki persamaan fisik, bahasa, aksen, budaya
dan sebagainya. Sedangkan pendatang merupakan individu yang berdomisili
didaerah tertentu yang n1emiliki perbedaan fisik, bahasa budaya dan
sebagainya.
Dalam hal ini persepsi masyarakat pribumi terhadap pendatang, merupakan
upaya untuk mel:hat sejauh mana fokus kaum pribumi memandang kaum
pendatang yang terjadi di kampung Lengkong Ulama.
2.2. Persepsi
2.2.1. Pengertian Persepsi
Beberapa ahli psikologi menguraikan mengenai definisi persepsi yang sangat
beragam. Persepsi merupakan tahap paling awa! dari serangkaian proses
informasi. Persepsi adalah proses yang menggabw;>gkan dan
mengorganisasikan data-data individu (pengindraan) untuk dikembangkan
sedemikian rupa sehingga individu dapat menyadari di sekelilingnya
termasuk sadar akan diri sendiri.
20
Menurut Suharnan (2005), menyatakan bahwa persepsi rnerupakan
kemampuan membeda-bedakan, mengelompokkan, mernfokuskan perhatian
terhadap suatu objek rangsang. Dalam proses pengelompokkan dan
membedakan ini, persepsi melibatkan proses interpretasi berdasarkan
pengalaman terhadap satu peristiwa atau objek.
Sedangkan menurut Davidoff (1988), persepsi rnerupakan satu cara kerja
(proses) yang rumit dan aktif. Orang seringkali rnenganggap bahwa persepsi
rnenyajikan satu pencerminan yang sempurna mengenai realitas atau
kenyataan. Persepsi bukanlah cermin. Karena indra tidak mernberikan
respon terhadap aspek-aspek yang ada di dalam lingkun~ian. Contoh:
pertama, individu tidak dapat mendengar nada suara yan!~ tinggi sekali yang
dapat didengar oleh kelelawar. Kedua, manusia seringkali melakukan
persepsi rangsang-rangsang yang pada kenyataannya tidak ada. Ketiga,
persepsi manusia tergantung pada apa yang ia harapkan, pengalaman,
motivasi.
~· LI
LG. Schiffman dan LL. Kanuk (1994, dalam Djaslim Saladin, 2002: 54)
mendifinisikan persepsi sebagai proses bagaimana seorang individu
menyeleksi, mengoryar.isasikan dan menginterpretasikan stimulus ke dalam
suatu yang bermakna dan melekat diingatannya.
Solomon (1996:62) mendefinisikan persepsi adalah proses bagaimana
stimulus-stimulus itu diseleksi, diorganisasi, dan diinterpretasikan. Seorang
individu mempunyai persepsi yang berbeda-beda terhadap suatu objek. Hal
itu tentu saja ciipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya adalah
pengetahuan serta pengalaman subjek yang berbeda-beda sehingga
menimbulkan persepsi yang berbeda-beda pula. Solomon (dalam Djaslim
Saladin, 2002:55) menggambarkan proses persepsi sebagai berikut :
STIMULUS -Penglihatan
Indra - Suara - Bau Pene Perhatian LJ lnterpreta 1---. - Rasa rim a l-1>
- Texture ~--1 . Tanggapan
PERSEPSI
Stimulus yang diterima berupa objek bisa berupa hasil penglihatan yang
tentu kita terima lewat indra mata, bau-bauan yang kita lerima melalui indra
22
hidung, suara kita terima lewat indra telinga, rasa kita terima lewat indra
pengecap, serta texture kita ketahui lewat indra peraba (kulit). Stirnulus
stimulus tersebut kita terima lewat indra dan diinterpretasikan melalui metode
tertentu dan tentu saja dipengaruhi oleh beberapa faktor ke dalam ingatan
atau otak, dan kemudian otak menanggapinya. Akhimya munculah persepsi
tentang stimulus tadi.
Dalam hal ini, Djaslim Saladin (2002;56) menambahkan bahwa proses
persepsi dipengaruhi pula oleh pandangc;,·1, tabiat atau kebiasaan,
pengharapan atau expectation alasan kt;::.c:;us (kebutuhan, keinginan dan
kemampuan) serta proses penyeleksian persepsi. Maka, penulis clap;;it.
menyimpulkan bahwa persepsi merupakan pemrosesan informasi dengan
menggunakan indra untuk mengef!ali obyek, mengorganisasikan dan
mengelompokkan obyek yang ada disekitar kita secara sadar untuk
kemudian dapat diinterpretasi maknanya.
Menurut Chaplin (1989) Dalam psikologi kontemporer, persepsi secara umum
diperlakukan sebagai satu variabel campur tangan (intervening variable),
bergantung pada faktor-faktor perangsang, cara belajar, perangkat, keadaan
jiwa atau suasana hati, dan faktor-faktor motivasional. Maka, arti dari suatu
obyek atau satu kejadian obyektif ditentukan baik oleh fcondisi perangsang
23
maupun oleh faktor-faktor organisme. Dengan alasan sedemikian, persepsi
mengenai dunia oleh pribadi-pribadi yang berbeda juga akan berbeda,
karena setiap individu menanggapinya berkenaan dengan aspek-aspek
situasi tadi yang mengandung arti khusus sekali bagi dirinya. Dalam dekade
sesudah perang dunia II, riset dalam persepsi hanya menekankan rnasalah
penemuan relasi-relasi antara persepsi dengan macarn-rnacam faktor yang
mempengaruhi prosesnya. Sedang baru-baru ini riset perseptual banyak
dipengaruhi oleh teori pemrosesan informasi (infonnation processing theory),
dengan hasil bahwa proses-proses perseptual itu dikonseptualisasikan
berkenaan dengan sistern rnasukan-pernrosesan keiuaran (input-processing
output systems).
Kamus lengkap Psikologi, karangan J.P. Chaplin (2001) mengartikan
persepsi sebagai proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian
objektif dengan bantuan indra. Arti lainnya adalah kesadaran intiutif
mengenai keberadaan langsung atau keyakinan yang serta merta mengenai
sesuatu.
Proses perseptual di mulai dengan perhatian, yaitu merupakan proses
pengamatan selektif. Faktor-faktor perangsang yang penting dalam
perbuatan memperhatkan ini adalah perubahan, intensitas, ulangan, kontras,
24
dan gerak. Faktor-faktor organisme yang penting adalah minat, kepentingan
dan kebiasaan memperhatikan yang telah dipelajari. (Chaplin, 2001 :358)
Proses perceptual dimulai dengan perhatian yaitu merupakan proses
pengamatan selektif. Faktor-faktor perangsang yang penting dalam
perbuatan memperhatikan ini ialah perubahan, intensitas, dan gerak. Faktor
faktor organisme yang penting ialah rninat, kepentingan dan kebiasaan
memperhatikan yang telah dipelajari. Persepsi yaitu tahap kedua dalam
mengamati dunia kita, menc?kur pemahamc:;n dan mengenali atau
mengetahui obyek-obyek serta Kejadian-kejadian. Pers•epsi diorganisir ke
dalam bentuk (figure) dan dasar (ground). Bentuk dicirikan dengan potongan
yang bagus, garis bentuk (garis luar, kontur) yang pasti, dan kejelasan
perhatian. Dasar sifatnya kabur tidak jelas, tidak punya kontur yang baik. Dan
terlokalisasi dengan tak jelas. Persepsi juga bisa di organisir oleh faktor
faktor perangsang tadi sebagai kesamaan atau sebagai stimuli-kedekatan,
dan kesinambungan garis-garis. Maka teramat penting dalam persepsi ini
· ialah konstansi yang rnenyangkut kecenderungan untuk !T1elihat obyek
sebagai hal yang konstan, sekalipun terdapat banyak sekali variasi dalam
melihat kondisi tersebut. Hal-hal yang konstan dan penting ialah warna,
ukuran, bentuk dan kecemerlangan. (Atkinson, 1983:83)
25
Berdasarkan pemahaman tersebut, maka persepsi mencakup dua proses
yang berlangsung secara serempak antara keterlibatan aspek-aspek dunia
luar (stimulus-informasi) dengan dunia di dalam diri seseorang (pengetahuan
yang relevan dan telah disimpan di dalam ingatan). Dua proses itu disebut
bottom up (data driven processing) atau aspek stimulus dan top-down
(conceptually driven processing) atau aspek pengetahuan seseorang. Hasil
persepsi seseorang mengenai sesuatu obyek disamping dipengaruhi oleh
penampilan obyek itu sendiri, juga pengetahuan seseorang mengenai obyek
itu. (Suharnan, 2005:76)
Ada tiga aspek di dalam persepsi yang dianggap sangat relevan dengan
kognisi manusia, yaitu: pencatatan indra, indra ingatan, dan perhatian.
a. Pencatatan indra di sebut juga ingatan sensori ata:.i penyimpanan sensori.
Pencatatan indra menangkap informasi dalam bentul~ kasar, belum
diproses sama sekali, dan masih dalam prakategori untuk waktu yang
sangat pendek sesudah stimulus fisik diterima. Pencatatan indra
merupakan sistem ingatan yang dirancang untuk menyimpan sebuah
rekaman mengenai informasi yang diterima oleh sel-sel reseptor. Sel-sel
rerseptor merupakan sistem yang terdapat pada alat indra organ tubuh
tertentu yaitu mata, telinga, hidung, lidah dan kulit tubuh yang merespon
26
energi fisik dari lingkungan. Rekaman stimulus yang disimpan itu disebut
sebagai sensory trace.
Ada tiga karakteristik dalam pencatatan indra yang memungkinkan sistem
melakukan fungsi penyimpanan rekaman secara optimal.
I. lnformasi disimpan dalam bentuk yang masih kasar dan belum bermakna.
Dengan begitu seharusnya informasi dapat merefleksikan secara akurat
apa yang telah terjadi pada reseptor indera.
2. Pencatatan indra memerlukan ukuran ruang yang cukup untuk menyimpan
in_formasi yang ditangkap oleh reseptor.
3. lnformasi yang masuk ke dalam sistem pencatat indra berlangsung dalam
waktu yang singkat.
Pencatatan indra berlangsung seperseribu detik seperti orang mengedipkan
mata. Serr?entara jumlah obyek yang dapat dicatat atau direkam oleh alat
indra manusia hampir mendekati sembilan buah. Sistem pencatatan indra
sebenarnya mencakup Hrna macam yaitu penglihatan, pendengaran,
penciuman, pengecapan dan perabaan. Sekalipun clemikian, kebanyakan
yang telah dipelajari oleh para peneliti adalah sistem pencatatan indra
27
penglihatan dan pendengaran.
Ada dua jenis ingatan sensori yang sudah banyak dipe:ajari oleh para ahli
psikologi, yaitu ingatan iconic dan ingatan echoic. lngatan iconic merupakan
sistem pencatatan indra terhadap informasi visual (gambar dan benda
konkrit) melalui mata. lngatan echoic adalah sistem pencatatan yang
beroperasi didalam pendengaran manusia. Stimulus yang diproses berupa
suara yang masuk melalui indra telinga. Ada dua macam pencatatan indra
dengar:
Penyim;··-,nan jangka pendek yaitu penyimpanan paling sederhana yang
segera menghilang dalam waktu kurang dari satu detik setelah stimulus
dengar ditiadakan.
Penyimpanan jangka panjang yaitu informasi yang didengar
menghilang beberapa detik kemudian setelah stimulus-dengar ditiadakan.
b. lhgatan indra menyimpan ihformasi yang diterima melalui sistem
ifldra·dalam bentuk masih kasar, dan belum diproses sama sekali.
Sementara itu proses pengenalan pola merupakan tahap lanjutan
setelah pencatatan indra. Pengenalan pola merupakan proses
transformasi dan mengorganisasikan informasi yang masih kasar,
sehingga memiliki makna tertentu. Dengan demikian, pengenalan pola
merupakan proses pengidentifikasian stimulus indra yang tersusun
secara rumit. Pengenalan pola melibatkan proses rnembandingkan
stimulus indra dengan informasi yang disimpan di dalam jangka
panjang.
28
c. Perhatian adalah proses konsentrasi pikiran atau pernusatan aktivitas
mental. Proses perhatian melibatkan pemusatan pikiran, sambil berusaha
mengabaikan stimulus lain yang mengganggu. Perhatian juga dapat
menunjuk pada proses pengamatan beberapa pesan sekaligus, kemudian
mengabaikannya kecuali ha11ya satu pesan. Dengan kata lain perhatian
melibatkan proses seleksi terhadap beberapa obyek yang hadir pada saat
itu, kemudian pada saat yang bersamaan pula seseorang memilih hany3
satu obyek, sementara obyek-obyek yang lain diabaikan.
Perhatian dapat dibedakan menjadi dua jenis diantaranya :
../ Perhatian terbagi
../ Perhatian terpilih.
Perhatian terbagi terjadi pada saat orang dihadapkan pada lebih dari satu
sumber pesan atau sumber informasi yang saling berkompetisi, sehingga
orang tersebut harus membagi perhatian. Perhatian terpilih atau selektif
29
terjadi pada waktu seseorang dihadapkan pada dua tugas atau lebih secara
bersamaan waktunya. Orang tersebut harus memusatkan perhatiannya
kepada satu tugas saja dan mengabaikan tugas-tugas lainnya.
Menurut Feature integration theory, maka proses perhatian dibedakan
menjadi dua macam yaitu pra perhatian dan perhatian terfokus. Proses pra
perhatian me;upakan tahap awal perhatian yang melibatkan aktivitas
pencatatan sifat-sifat obyek secara otomatis, menggunakan proses paralel
terharlap semua mec!an visual. Proses pra perhatian hanya menuntut
perhatian pada tingkat yang rendah. Untuk itu, situasi di dalam proses pra
perhatian hampir menyerupai proses otomatis. Perhatian terfokus merupakan
tahap kedua dalam proses serial atau berurutan di dalam mengidentifikasikan
obyek-obyek yang ada pada saat itu. Proses perhatian terfokus sama dengan
istilah lain yang disebut proses terkendali. (Suharnan, 2005:103)
2.2.2. Ciri-Ciri Umum Persepsi
Pegindraan terjadi dalam suatu konteks tertentu, konteks ini disebut sebagai
dunia persepsi agar dihasilkan suatu pengindraan yang bermakna. Ada ciri
ciri umum tertentu dalam dunia persepsi yaitu:
a. Rangsang-rangsang yang diterima harus sesuai dengan modalitas tiap-tiap
indra yaitu sifat sensoris dasar dari masing-masing indra.
b. Dunia persepsi mempunyai sifat ruang (dimensi ruang); kita dapat
menyatakan atas-bawah, tinggi-rendah, luas-sempit dll.
c. Dunia persepsi mempunyai dimensi waktu seperti cepat-lambat,
tua-muda dll.
d. Obyek-obyek/gejala-gejala dalam dunia pengamatan rnempunyai
struktur yang menyatu dengan konteksnya.
Dunia persepsi adalah dunia penuh arti. Kita cenderung melakukan
pengamatan/persepsi pada gejala-gejala yang mernpunyai makna
bagi individu, yang ada hubunga;1 dengan tujuan dalarn diri individu.
(lrwanto, 1989:88)
2.2.3. Karakteristik Persepsi
30
lnformasi yang datang dari crgan-organ indra kiranya perlu terlebih dahulu
diorganisasikan dan diinterpretasikan sebelum dapat di mengerti dan proses
ini dinamakan persepsi. Tidak semua informasi yang masuk tertangkap indra
pada suatu waktu dirasakan secara individu. Contoh: Dalam kesesakan ada
suara memanggil kita, kemudian kita mendengar walaupun tidak begitu jelas
hal ini menunjukkan bahwa otak memperlihatkan setidak-tidaknya suatu
analitis terbatas mengenai jumlah informasi sekalipun pada saat itu kita tidak
secara sadar merasakan adanya informasi dan analisis ini menjadi penting
sehingga mengalihkan penglihatan kearah datangnya suara. Hal ini disebut
32
bahwa dalam suatu keadaan dimana tidak ada tekanan untuk bertingkah laku
konform maka pengaruh sosial yang hariya formatif saja sifatnya telah dapat
memodifisir persepsi individu.
Faktor perbedaan latar belakang Kulturil Tajfel (1969) telah mengajukan dua
variabel sosial yang dianggap sangat berpengaruh dalam persepsi seseorang
yaitu:
1. Functional salience artinya obyek yang fungsionil yang berbeda-beda
bagi setiap lingkungan sesuai dengan banyak dan ragamnya fungsi jadi
tekanannya diletakkan pada aspek fungsionil. Fungsionalitas ini antara
lain dimanifestasikan dalam perkembangan perbendaharaan kata yang
menyangkut kedua objek tersebut di dalam masing-masing lingkungan.
2. Familiaritas artinya orang dalam suatu lingkungan budaya mempunyai
pengalaman dengan hasil-hasil kebudayaannya yan[J mungkin sekali
tidak dikenal dengan kehidupan lain.
2.2.4. Macam-Macam Persepsi
· Jalaluddin Rahmat (2000) membagi persepsi menjadi 2 bagian besar, yaitu:
persepsi interpersonal dan persepsi objek. Persepsi interpersonal adalah
persepsi pada manusia dan persepsi obyek adalah terhadap benda lain
selain manusia. Perbedaan antara kedua ini ada empat. Pertama, pada
persepsi obyek, stimulus ditangkap oleh alat indra kita melalui benda-benda
33
fisik: gelombang, cahaya, gelombang suara, temperatur dan sebagainya;
pada persepsi interpersonal, stimuli sampai kepada kita melalui lambang
lambang verbal atau gratis yang disampaikan oleh pihaf: ketiga. Kedua, pada
persepsi objek, kita hanya menanggapi sifat-sifat luar objek itu, kita tidak
meneliti sifat-sifat batiniah objek itu; sedangkan pada persepsi interpersonal,
kita mencoba memahami apa yang tidak tampak pada alat indera kita. Kita
hanya melihat perilakunya, kita juga mengapa ia berprilaku seperti ini.
Ketiga, dalam persepsi nbjek, objek tid;:;k bereaksi kepada kita dan kita juga
tidak memberikan reaksi emosional padanya. Sedangkan dalam persepsi
interpersonal, fakior-faktor personal anda dengan orang tersebut,
menyebabkan persepsi interpersonal sangat cenderung untuk keliru.
Keempat, obyek relatif menetap, sedangkan manusia selalu berubah-ubah;
sedangkan persepsi interpersonal menjadi mudah salah.
2.2.5. l=aktor-faktor yang mempengaruhi persepsi
Persepsi setiap orang dalam memandang atau merigartikan objek persepsi
akan berbeda-beda tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhi
proses persepsi pada individu, karena persepsi lebih bersifat psikologis.
Menurut Kossen (1993) banyak faktor yang mempengaruhi persepsi,
diantaranya:
31
fenomena pesta koktail (Hardy & Heyes, 1988:67).
Oskamp (1972) mengemukakan untuk karakteristik penting dari faktor-faktor
perbedaan dan sosial yang dapat mempengaruhi persepsi kita yaitu:
Faktor ciri khas dari obyek stimulus yang tradisi antara lain dari emosional,
familiaritas dan intensitas nilai: Ciri-ciri dari stimuli seperti nilai bagi subyek
yang mempengaruhi caranya stimuli tersebut dipersepsikan.
Emosional: seberapa jauh stimulus tertentu merupakan sesuatu yang
memancarkan/menyenangkan/mempengaruhi perseps; orang yang
bersangkutan.
Familiaritas: pengenalan berdasarkan dari proses yang berkali-kali dari suatu
stimulus yang mengakibatkan bahwa stimulus tersebut dipersepsikan lebih
akurat
lntensitas: berhubungan dengan dinyatakan kesadaran seseorang mengenai
stimuli tersebut.Faktor pribadi termasuk didaiamnya ciri khas individu seperti
taraf kecerdasannya, minat, emosional dan sebagainya.
Faktor pengaruh kelompok artinya respon orang lain dapat memberi arah ke
suatu tingkah laku konform. Studi Flament (1961) menemukan bahwa adanya
kohesi dalam kelompok (nurtua/ attraction) yang berpengaruh dapat
menyebabkan perubahan persepsi pada anggota yang tidak narf dan juga
a. Faktor keturunan (herediry factors), mempengaruhi persepsi secara
fisik seperti indera, kognisi dan lain-lain.
b. Latar belakang lingkungan dan pengalaman, mempunyai pengaruh
yang lebih besar atas apa yang seseorang lihat dalam mempersepsikan
sesuatu.
c. Tekanan teman sejawat, pengaruh teman sejawat (peer effect).
34
Pengaruh dari seseorang apalagi teman dekat sangat mempengaruhi kita
terhadap sesuatu.
d. Proyeksi, kecenderungan manusiawi untuk melemparkan beberapa
kesalahan pada orang iain bisa menjadikan persepsi terhadap sesuatu
berbeda.
e. Penilaian yang tergesa-gesa, dapat menimbulkan kecerobohan dalam
persepsi yang menghasilkan sebuah kesimpulan yan9 salah.
f. Hallo effect dan halo karatan (halo rusty effect), seseorang yang cakap
dalam suatu hal juga dianggap cakap untuk hal lain. ,1\sumsi tersebut dapat
menimbulkan halo sehingga akan berpengaruh terhaclap pandangan atau
persepsi individu terhadap sesuatu.
Ada dua faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang, faktor-faktor itu
adalah:
a) Faktor internal, yaitu apa yang ada dalam diri individu, keadaan individu
yang dapat mempengaruhi persepsi, faktor internal terbagi lagi menjadi
beberapa bagian, yaitu: (Wibowo, 1988:67)
1. Faktor pengalaman, semakin banyak pengalaman yang dimiliki
35
seseorang tentang obyek stimulusnya, sebagai hasil dari seringnya kontak
antara perseptor dan objeknya semakin tinggi. Pengayaan pengalaman
pengalaman ini dapat pula terjadi karena kontak-kontak dengan objek
objek: stimulus yang serupa.
2. Faktc·· intelegensi, semakin tinggi tingkat inteiegensi seseorang semakin
besar kemungkinan ia akan bertindak lebih obyektif dalam memberikan
penilaian atau membangun kesan mengenai obyek stimulus, hal ini
dikarenakan orang yang cerdas cenderung lebih hati-hati serta berupaya
untuk menghimpun informasi yang lebih lengkap sebelum menarik
kesimpulan.
3. Faktor penghayatan stimulus. Setiap orang dalam taraf yang berbeda
beda memiliki kemampuan untuk menangkap perasaan-perasaan orang
lain sebagaimana adanya. Kemampuan ini lazimnya sebagai kemampuan
berempati, kemampuan ini dapat berwujud menjadi kemampuan untuk
mengambil peran orang lain (role taking) dalam arti dapat menempatkan
diri pada kedudukan orang lain serta menilai sesuatu dari sudut pandang
36
orang lain.
4. Faktor ingatan (memory) daya ingat seseorang juga menentukan
veridikalitas persepsinya. Sebagaimana persepsi terjadi melalui asosiasi
dengan pengalaman-pengalaman seseorang pada rnasa lampau yang
tersimpan dalam 'gudang' ingatannya. Proses asosiasi ini akan terhambat
bila daya ingat seseorang lemah.
5. Faktor disposisi kepribadian. Kepribadian di sini diartikan sebagai
kecenderungan-kecenderungan kepribadian yang dianggap menetap pada
diri seseorang. Seseorang dengan kepribadian yang bercorak otoriter,
misalnya cenderung untuk bersikap kaku, mempunyai pandangan semp'c
rnudah berprasangka, dan merasa dirinya selalu benar. Seseorang yang
demikian akan cepat mengambil kesimpulan dan berpegangan kuat pada
kesan atau penilaian yang dibuatnya.
6. Faktor kecemasan, seseorang yang dikecam oleh kecemasan karena
suatu hal yang berkenaan dengan objek-stimulusnya akan mudah
dihadapkan pada hambatan-hambatan dalam mempersepsi objek tersebut.
Kecemasan meyebabkan orang mampu melakukan berbagai hal guna
mengatasi keadaan dalam dirinya.
b) Faktor eksternal, yaitu lingkungan dan faktor stimulus itu sendiri.
Agar stimulus dapat di persepsi, maka stimulus harus cukup kuat, stimulus
37
harus melampaui ambang stimulus, yaitu kekuatan stimulus yang minimal
namun sudah dapat menimbulkan kesadaran, kejelasan stimulus akan
banyak berpengaruh persepsi. Lingkungan atau situasi yang
melatarbelakangi stimulus juga akan berpengaruh dalam persepsi, lebih
lebih jika objek persepsi adalah manusia. Lingkungan yang
melatarbelakangi objek merupakan kebulatan atau kesatuan yang sulit
dipisahkan. Obyek yang sama dengan situasi yang berbeda, dapat
menghasilkan persepsi yang berbeda.
2.3. Faktor - faktor penyebab persepsi pribumi terhadap pendatang
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi pribumi terhadap
pendatang, yaitu sebagai berikut:
1. Kurangnya pengalaman warga pribumi berinteraksi dengan dunia luar.
2. Mlnimnya pengetahuan atau wawasan yang dimiliki warga pribumi.
3. Kehadiran warga pendatang yang lebih intelektual dikhawatirkan
mengurangi pengaruh tokoh masyarakat terhadap warganya.
4. Di pandang dar! segi pendidikan dan pengalarnan warga pendatang
lebih tinggi.
5. Warga pribumi mempunyai rasa ego yang tinmii.
38
2.4. Dampak hubungan interpersonal
Hubungan antara warga pribumi dan warga non -· pribumi (pendatang)
berjalan baik dan harmonis dalam kehidupan sehari-hari, tanpa ada
perselisihan yang serius. Namun, ketika hubungan itu beranjak menjadi
suatu hubungan yang mnyentuh dalam bidang politik, seperti; acara
pemilihan ketua RT/RW nampak sekali adanya perilaku diskriminatif
yang dilakukan oleh warga pribumi terhadap warga pendatang. Misalnya
ada warga pendatang yang tidak diberikan surat suara oleh panitia atau
tidak diperbolehkc.nnya warga pendatang untuk ikut beroartislpasi dalc::-:i
mencalonkan di1' .·,1enjadi ketua RT/RW.
3.1. flllasyarakat
3.1.1. Pengertian Masyarakat
Murtadha Muthahhari (1985) menjelaskan bahwa masyarakat adalah suatu
kelompok manusia yang di bawah tekanan serangkaian kebutuhan dan
dibawah pengaruh seperangkat kepercayaan, ideal dan tujuan, tersatukan
dan terlebur dalam suatu serangkaian kesatuan kehidupan bersama.
Johnson & Johnson, (dalam Sarwono, 2001) mendefinisikan Masyarakat
cidal2h dua individu atau lebih yang berinteraksi tatap muka (face to face
interaction), yang masing-masing menyadari keanggotaannya dalam
kelompok, masing-masing menyadarinya keberadaan orang lain yang juga
anggota kelompok dan masing-masing menyadari saling ketergantungan
secara positif dalam mencapai tujuan bersama.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005), masyarakat adalah suatu
kumpulan manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu
kebudayaan yang mereka anggap sama.
39
Menurut Talcott Parsons, masyarakat ialah suatu sistem sosial yang
swasembada (self-subsistent), yang merekrut anggota secara reproduksi
biologis serta melakukan sosialisasi terhadap generasi berikutnya. (Kamanto
Sunarto, 2000:56).
Soerjono Soekanto ( 1982) menjelaskan tentang masyarakat adalah
kumpulnya individu yang hidup bersama di suatu daerah baik kecil maupun
besar sehingga merasakan bahwa kelompok tersebut dapat memenuhi
kepentingan-kepentingan hidup yang utama.
Dengan ·demikian, kriteria yang utama bagi adanya suatu masyarakat
setempat adaiah adanya sosial relationship antara an9gota suatu kelompok.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa masyarakat setempat menunjuk
pada bagian masyarakat yang bertempat tinggal di suatu wilayah (dalam arti
40
geografis) dengan batas-batas tertentu di mana faktor utama yang menjadi
dasar adalah interaksi yang lebih besar di antara para anggotanya
dibandingkan denga11 penduduk di luar batas wilayahnya. Dapat disimpulkan
secara singkat bahwa masyarakat setempat adalah suatu wilayah kehidupan
sosial yang ditandai oleh suatu derajat hubungan sosial yang tertentu. Dasar
dasar daripada masyarakat setempat adalah lokalitas dan perasaan
semasyarakat setempat tersebut.
Suatu masyar"'k<'t setempat ;:;asti mempunyai lokalitas atau tempat tinggal
(wilayah) tertentu. Walaupun sekelompok manusia merupakan masyarakat
penggembara akan tetapi pada saat-saat tertentu ang9otanya pasti
berkumpul pada suatu tempat tertentu, misalnya bila mengadakan upacara
upacara tradisional. Masyarakat setempat yang mempunyai tempat tinggal
permanen, biasanya mempunyai ikatan solidaritas sebagai pengaruh
kesatuan tempat tinggal.
3.1.2. Kriteria Masyarakat
Marion Levy mengemukakan empat kriteria yang perlu dipenuhi agar suatu
kelompok dapat disebut masyarakat, yaitu : 1. Kemampuan bertahan
melebihi masa hidup seorang individu. 2. Rekrutmen seluruh atau sebagian
anggota melalui reproduksi. 3. Kesetiaan pada suatu "sistem tindakan utama
bersama". 4. Adanya sistem tindakan utama yang bersifat "swasembada".
lnkles pun mengemukakan bahwa suatu kelompok hanya dapat kita
namakan masyarakat bila kelompok tersebut memenuhi keempat kriteria
tersebut; atau bila kelompok tersebut dapat bertahan stabil untuk beberapa
generasi walaupun sama sekali tidak ada orang atau kelompok lain di luar
kelompok tersebut. (Kamanto Sunarto, 2000:56)
Sedangkan Hogg (1992) mengemukakan bahwa ada dua macam psikolog
sosial yang menjelaskan tentang masyarakat.- Jenis pertama adalah yang
berorientasi psikologi, sedangkan jenis keduc. ;-;dalah yang berorientasi
sosiologi.
1. Psikologi sosial yang berorientasi psikologi lebih mernentingkan
41
individu. Proses di dalam kelompok !llerupakan kelanjutan dari proses
individu, perilaku kelompok merupakan kelangsungan dari perilaku
individu. Tipe psikolog ini dinamakan juga psikolog reduksi (reductionist)
karena mereka mempelajari perilaku individu sampai ke elemen yang
sekecil-kecilnya (elemen kesadaran, proses fisiologik, dan lain-lain) dan
beranggapan bahwa perilaku kelompok dapat diterangkan dari elemen
elemen kecil tersebut. Dikatakannya bahwa elemen-elemen perilaku yang
terkecil itu mendasari perilaku individu, perilaku individu mendasari
perilaku hubungan antar individu yang selanjutnya mendasari perilaku
dalam kelompok dan antar kelompok (Allport, 1942:1:35).
2. Psikologi sosial yang berorientasi sosiologi menyatakan bahwa perilaku
kelompok harus dibedakan dan dipelajari terpisah dari perilaku individu.
Kelompok atau masyarakat tidak identik dan juga bukan merupakan
kelanjutan atau kelangsungan dari perilaku individu. Perilaku hubungan
antar individu tidak identik dengan perilaku antar kelompok
(Tajfel, 1981 :75).
3.1.3. Masyarakat Pribumi
42
Masyarakat pribumi merupakan sekumpulan individu yang bermukim di suatu
tempat dan dilahirkan di wilayah tertentu serta mempunyai ciri-ciri yang sama
seperti warna kulit, tinggi badan, berat badan, bahasa, aksen dan lain
sebagainya. Pribumi yaitu penghuni asli; yang berasal dari tempat yang
bersangkutan. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005:895)
Pendapat lain mengatakan bahwa masyarakat setempat atau pribumi adalah
suatu wilayah kehidupan sosial yang ditandai oleh suatu derajat hubungan
sosial yang tertentu. Dasar-dasar daripada masyarakat setempat adalah
lokalitas dan perasaan semasyarakat setempat tersebut (Sarlito, 2001 :88).
43
lstilah masyarakat setempat atau pribumi menujuk pada warga sebuah desa,
kota, suku atau bangsa. Apabila anggota-ar.ggota suatu kelompok, baik
kelompok besar maupun kecil, hidup bersama sedemikian rupa sehingga
merasakan bahwa kelompok tersebut dapat memenuhi kepentingan
kepentingan hidup yang utama, maka kelompok tadi disebut masyarakat
setempat atau pribumi (Soerjono Soekanto, 1999; 115). Sebagai
perumpamaan, kebutuhan seseorang tidak mungkin secara keseluruhan
terpenuhi apabila dia hidup bersama-sarna rekan ~;::iinnya yang sesuku.
Dengan demikian kriteria yang utama i:Jagi adanya suatu masyarakat adalah
adanya social-relationship antara anggota suatu kelompok.
3.1.4. Pengertian Non-Pribumi (Pendatang)
Pendatang (orang asing) merupakan orang-orang yang berdomisili di wilayah
tertentu untuk hidup sementara maupun permanen (l<amus Besar Bahasa
Indonesia, 2005:239). Mereka datang dari berbagai wilayah yang mempunyai
ciri-ciri yang berbeda dengan pribumi, seperti perbedaan fisik, bahasa,
budaya, logat, aksen dan sebagainya.
44
Melalui logat bahasa yang khas dapat diketahui dari mana asal seseorang.
Walaupun-perkembangan komunikasi agak mengurangi fungsi ciri tersebut,
akan tetapi setiap masyarakat, baik yang berupa desa rnaupun kota, pasti
mempunyai logat bahasa tersendiri.
Dalam proses sosialisasi, orang mendapatkan pengetahuan antara "kami"
nya dengan "mereka"-nya. Dan kepentingan suatu kelornpok sosial serta
sikap-sikap yang mendukungnya terwujud dalam pernbedaan kelompok
kelornpok sosial tersebut yang dibuat oleh individu. Kelompok s0sial dengan
mana individu mengidentifikasikan dirinya, rnerupakan in-group.:-;-ya (Summer
dalam Sosiologi suatu Pengantar, 1999). Jelas bahwa apabila suatu kelompok
sosial merupakan "in-group" atau tidak, bersifat relatif dan tergantung pada
situasi-situasi sosial tertentu. Out-group diartikan oleh individu sebagai
kelompok yang menjadi lawan in-group-nya. la sering dikaitkan dengan
istilah-istilah "kami atau kita" dan "mereka", seperti "kita pribumi" sedangkan
"mereka pendatang". Sikap-sikap in-group pada umunya didasarkan pada
faktor simpati dan selalu mempunyai perasaan dekat dengan anggota
anggota kelompok.
Perasaan pribumi dan pendatang atau perasaan dalam serta luar kelompok
dapat merupakan dasar suatu sikap yang dinamakan etnosentris (Mayor
45
Polak, dalam Sosiologi Suatu Pengantar, 1999:96). Anggota-anggota suatu
kelompok sosial tertentu, sedikit banyak akan mempunyai kecenderungan
untuk menganggap bahwa segala sesuatu yang termasuk kebiasaanc
kebiasaan kelompok sendiri sebagai suatu yang terbaik, apabila
dibandingkan dengan kebiasaan-kebiasaan kelompok lainnya.
Kecenderungan tadi disebut etnosentris, yaitu suatu sikap untuk menilai
unsur-unsur kebudayaan lain dengan mempergunakan ukuran-ukuran
kebudayaan sendiri. Sikap etnosentris tadi sering disamakan dengan sikap
me1•-,percayai sesuatu, sehingga kadang-kadang sukar sekali bagi yang
bersangkutan untuk mengubahnya, walaupun dia menyadari bahwa sikapnya
salah. Sikap etnosentris disosialisasikan atau diajarkan kepada anggota
kelompok sosial, sadar maupun tidak sadar, serentak dengan nilai-nilai
kebudayaan yang lain. Di dalam proses tersebut seringkali digunakan
sterreotip yakni gambaran atau anggapan-anggapan yang bersifat mengejek
terhadap suatu obyek tertentu. Keadaan demikian seringkali dijumpai dalam
sikap suatu kelompok etnis terhadap kelompok etnis lainnya misalnya
golongan orang-orang kulit putih terhadap orang-orang l'Jegro di Amerika
Serikat. Sikap demikian mempunyai aneka macam dasar yang saling
berhubungan atau bahkan kadang-kadang berlawanan satu dengan lainnya.
Misalnya seseorang tergolong ke dalam suatu kelompok etnis tertentu
46
sikapnya mungkin berbeda dengan sikap kelompoknya sendiri, oleh karena
dia memeluk agama lain atau mungkin pula daerah kellahiran yang berbeda.
4.1. Profil Kampung Lengkong Ulama
4.1.1. Pengertian Lengkong
Sebuah kata dapat memiliki banyak makna, tergantun~1 dari sudut mana kata
itu di pandang. Begitupun dengan kata "Lengkong'', yang memiliki beberapa
p0 ngertian. Diantara;;ya yaitu pertama, bila dilihat dari sudut
geografis,"Lengkong" merupakan nama sebuah kamµung yang terdapat di
Sumedang. Orc .. <g-orang Sumedang menamal<ahnya dengan "Lengkong Alit"
yang berarti "Lengkong Kecil". (hasil wawancara dengan Mukri Mian," tokoh
masyarakat Lengkong). Kedua, dari sudut bahasa, kata "Lengkong" dalam
bahasa Sunda berarti "Lengkung", yaitu suatu daerah yang dikelilingi oleh air
(sungai, kali atau situ). Sedangkan dalam bahasa Jawa berarti Leng =
lubang, kong = boboko atau bakul nasi, di mana kondis.i tanah kampung ini
berbentuk cekung seperti lubang bakul nasi. Ketiga, Lengkong dalam bahsa
Arab berasal dari kata "Liqo" berarti "pendekatan" dan "pertemuan",
maksudnya tempat pertemuan para ulama dan mensyiarkan Islam melalui
pendekatan para ulama. (Muhammar Khamdevi, 2002:·132).
Asal-usu! kata dan pengertian Lengkong di atas semuanya sesuai dengan
situasi dan kondisi geografis maupun sosial-budaya di L,:mgkong Ulama
sekarang. Pada kenyataannya masyarakat Lengkong banyak yang
mengamini bahwa asal-usul Lengkong sesuai dengan variasi pertama dan
kedua yang disebutkan di atas.
47
Menurut M. Hanief (1992), daerah Lengkong menyimpan lembaran sejarah
yang panjang, serta memiliki nilai-nilai tradisi dan religius Islam yang kuat.
Sebutan "Lengkong Ulama" pada waktu dahulu hingga kini, berkaitan dengan
kehadiran beberapa pesantren mulai sekitar tahun 1800-an. Kampung ini pun
mendapat julukan sebagai Kampung Ulama atau Kampung Santri selain itu
juga, kampung ini mendapat julukan "Kampung Kaligrafi", karena
menghasilkan kaligrafer-kaligrafer ulung tingkat nasional dan internasional.
Nama kampung ini awalnya adalah Lengkong Kulon (sunda:barat).
Seda11gka11 penyebutan "ulama" berkaitan dengan didirikannya pesantren
pesantren di sana di mana santri berasal dari berbagai daerah di Indonesia,
seperti Lampung, Palembang, Banten, Karawang, Jakarta, Tangerang dan
lain-lain. Keharumannya sebagai kampung pesantren dan alumninya yang
banyak menjadi ulama, membuat masyarakat luar kampung ini menyebutnya
Lengkong Kulon sebagai "Lengkong Ulama".
48
Lengkong Ulama pada masa perjuangan dan mempertahankan kemerdekaan
Republik Indonesia menjadi tempat berkumpulnya TNI clan laskar rakyat.
Para pejuang yang berasal dari daerah sekitar Tangerang dan Pandeglang
sering mengadakan pertemuan untuk menyusun strategi melawan penjajah
Beland a.
5.1. Kerangka berfikir
Tulisan ini akan membahas tentang persepsi masyarakat pribumi terhadap
pendc.•ar,g di Kampung Lengkong Ulama, Tangerang. Fokus tulisan ini
diarahkan pada persepsi. Sejauh yang penulis ketahui, ada dua penelitian
tentang Kampung Lengkong Ulama. Penelitian pertama membahas tentang
pesantren sebagai salah satu aspek dari perkembangan Islam di Lengkong
Ulama, yaitu tulisan saudara Nuryani, yang berjudul Peranan Pesantren
Lengkong dalam Pengembangan Agama Islam di Tangerang 1927-1949,
yang merupakan skripsi di jurusan Sejarah dan Peradaban Islam, fakultas
Adab, pada tahun 1998. Penellitian kedua yaitu membahas tentang potensi
kampung Lengkong Ulama untuk Jijadikan semacam tempat "wisata rohani",
karangan saudara Muhammar Khamdevi, yang berjudul Kampung Wisata
Rohani sebagai Solusi Prencanaan Komunitas Kampung Lengkong Ulama
Untuk Meningkatkan Kualitas dan Vitalitas Lingkungannya dengan
Pendekatan Redevelopment, sebuah kary!\l tulis yang diajukan sebagai salah
satu syarat untuk menempuh ujian akhir pada jurusan J\rsitektur dan
Perencanaan, Fakultas Sipil dan Perencanaan Universitas Trisakti, tahun
2001-2002.
Persepsi merupakan kegiatan yang sangat subyektif mengenai penilaian
terhadap objek atau stimulus. Persepsi merupakan serangkaian proses di
dalam otak manusia mengenai stimulus yang akan diterjemahkan dan
dimaknai sehingga di dapat penilaian yang digunakan sehingga dapat
disimpulkan mengenai suatu stimu;us yang di terima melalui sistem
pengindraan.
49
Persepsi termasuk dalam sistem pemrosesan informasi. Fase pertama
dalam proses informasi ad<::lah sensasi, yaitu stimulasi yang diterima oleh
sistem indra. Tahap berikutnya adalah persepsi, yaitu pengorganisasian
sensasi untuk dapat menilai suatu objek, mellihat hubungannya dengan
kejadian-kejadian yang ada di sekitar kita. Persepsi sangat erat kaitannya
dengan akurasi penilaian mengenai indra yang menerirna stimulus dari luar.
Dan tahap terakhir adalah perbuatan berupa interpretasi dari stimulus yang
ada.
Masyarakat adalah suatu kumpulan individu yang hidup bersama saling
berinteraksi dan masing-masing menyadari saling ketergantungan secara
positif dalam mencapai tujuan bersama ..
Masyarakat pribumi yaitu penghuni asli; yang berasal dari tempat yang
bersangkutan. (Kamus besar bahasa Indonesia, 2005:B95) Pribumi adalah
sekumpulan individu yang hidup dalam satu daerah dan lahir di daerah
tersebut yang memiiliki persamaan fisik, bahasa, aksen, budaya dan
sebagainya. Sedangkan pendatang merupakan individu yang berdomisili
didaerah tertentu yang memiliki perbedaan fisik, bahasa budaya dan
sebagainya. Pendatang (orang asing) merupakan orang-orang yang
berdomisili di wilayah tertentu untuk hidup sementara maupun permanen
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005:239).
50
Dalam hal ini persepsi masyarakat pribumi terhadap warga pendatang,
merupakan upaya untuk melihat sejauh mana kaum pribumi memandang
warga pendatang dan faktor-faktor penyebab persepsi terhadap pendatang.
Serta bagaimana persepsi pribumi terhadap pendatansi berdampak terhadap
perilaku diskriminatif dan hubungan interpersonal pandatang sehari-hari.
BAB3
METODE PENELITIAN
3.2. Pendekatan dan metode penelitian
Pada penelitian ini, bertujuan untuk mengetahui sejauh mana persepsi kaum
pribumi terhadap pendatang di Karnrung Lengkong Ulama. Maka
pendekatan yang lebih tepat adalah kualitatif dengan bentuk studi kasus yang
bersifat deskriptif. Pendekatan kualitatif adalah suatu pendekatan yang
digunakan untuk memahami gejala perilaku nyata dan emosi manusia
menurut penghayatan individu atau melalui sudut pandang subyek peneliti.
Melalui pendekatan ini, peneliti dapat memahami suatu gejala dengan lebih
mendalam dan lebih terperinci tanpa dihambat oleh batasan-batasan
variabel. Dalam pendekatan ini, dihasilkan dan diolah yang sifatnya deskriptif,
seperti transkrip wawancara, catatan lapangan, gambar foto, rekaman video
dan sebagainya. (Poerwandari,2001)
Selain itu, pendekatan kualitatif juga digunakan bila penelitian berhubungan
dengan usaha-usaha untuk memahami manusia dalam segala
kompleksitasnya sebagai makhluk subyektif. Serta den!ian pendel<atan
kualitatif akan lebih diuntungkan karena disainnya lebih fleksibel dan
berkembang dalam proses penelitiannya, dan juga lebih bisa menjelaskan,
memberi pengertian, serta pemahaman yang mendalam. (Wijaya, 1996).
52
Menu rut Bogdan dalam Poerwandari (2001) studi kasus adalah kajian yang
rinci atas dasar satu latar atau satu orang subyek atau satu tempat
penyimpanan dokumen. Pendekatan studi kasus tersebut dipilih karena Jebih
akomodatif terhadap peneliti dan informannya untuk saling kerja sama, saling
menghormati, saling berinteraksi, dan saling membantu (Wijaya, 1996). Sela in
itu penggunaan studi kasus dipilih karena peneliti tidal; ,-.-,emiliki kontrol atas
kejadian-kejadian yang telah berlangsung. Studi kasus juga dapat memberi
nilai tambah pada pengetahuan kita secara unik tentan9 fenomena individual,
dapat digeneralisasikan ke proposisi teoritis (Yir., 2004).
Kemudian Saifuddin Azwar (2005) menjelaskan bahwa: Studi kasus
merupakan penyelidikan mendalam (in-depth study) mengenai suatu unit
sosial sedemikian rupa sehingga menghasilkan gambaran yang
terorganisasikan dengan baik dan lengkap mengenai unit sosial tersebut.
Cakupan studi kasus dapat meliputi keseluruhan siklus kehidupan atau dapat
pula memperhatikan keseluruhan elemen atau peristiwa.
53
Secara umum, studi kasus merupakan strategi yang lebih cocok bila pokok
pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan how andwhy .. Selain itu, studi
kasus juga tepat bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol
peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki, dan fokus penelitiannya pada
fenomena kontemporer dalam konteks kehidupan nyata (Yin,2004).
Menurut Hasan Bisri (2004) terdapat beberapa ciri yang melekat pada
metode penelitian studi kasus, di antaranya:
1. Satuan analisis di pandang sebagai suatu kesatuan yang utuh dan
terintegrasi.
la terdiri atas beberapa unsur kesatuan yang saling berhubungan.
Berkenaan dengan hal itu, ia didekati secara kualitatif dan bersifat holistik.
Di samping itu, satuan analisis itu mempunyai hubungan dengan unsur lain
di luar dirinya dalam konteks yang lebih luas.
2. Studi kasus diarahkan untuk menentukan spesifikasi atau keunikan
satu2n analisis (bukan untuk melakukan generalisasi). Suatu satuan
analisis yang mencakup beragam unsur dalam fokus penelitian. Oleh
karena itu, memerlukan data yang rinci dan mendalam. Cara kerja yang
demikian, yang membedakannya dengan metode peinelitian survai.
3. Data yang diperlukan itu, dikumpulkan dengan pengamatan terlibat dan
atau wawancara mendalam dan penelaahan teks, dikumpulkan secara
rinci dan intensif.
54
Menurut Gay dalam Sevilla (1997) metode deskriptif adalah kegiatan yang
meliputi pengumpulan data dalam rangka menguji hipotesis atau menjawab
pertanyaan yang menyangkut keadaan pada waktu yang sedang berjalan
dari suatu pokok penelitian. Penelitian deskriptif ini bertujuan
menggc>;nbarkan suatu keadaan atau suatu fPnornena terter.~u berdasarkan
data-d2 ~ ~ yang diperoleh.
Saifuddin Azwar (2005) mengemukakan bahwa: Penelitian deskriptif
r:ielakukan analisis hanya sampai taraf secara deskripsi, yaitu rilenganalisis
dan menyajikan fakta secara sistematik sehingga dapat lebih mudah untuk
dipahami dan disimpulkan. Kesimpulan yang diberikan selalu jelas dasar
faktualnya sehingga semuanya selalu dikembalikan lan9sung pada data yang
di peroleh.
Adapun alasan penulis menggunakan pendekatan kualitatif dengan bentuk
studi kasus yang bersifat deskriptif ini adalah : Pertama,. tujuan penelitian ini
diwarnai oleh interaksi di antara realif9s. Kedua, menurut hemat penulis,
untuk mendapatkan gambaran lengkap mengenai pers1~psi warga pribumi
terhadap pendatang,.seyogyanya peneliti berinteraksi secara langsung
dengan responden, antara lain wawancara dan observasL
3.3. Definisi Operasional
55-
Dalam penelitian ini definisi operasional yang dipakai adalah sebagai berikut:
1. Persepsi pribumi dalam penelitian ini adalah bagaimana c«ra !)andang
sekumpulan individu yang bermukim di suatu tempat dan dilahirkan di
wilayah tertentu (penghuni asli).
2. Warga pendatang atau orang asing merupakan sekumpulan individu yang
berdomisili di wilayah tertentu untuk hidup sementara maupun permanen.
3.4. Pengambilan sampel
3.4.1. Populasi dan sampel
Suharsimi Arikunto (1992) menyatakan bahwa populasi adalah keseluruhan
subyek penelitian. Di dalam Encyclopedia of Educational Evaluation tertulis:
A population is a set (or collection) of all alement possessing one or more
attributes of interest. Karena dalam pendekatan kualitatif yang utama adalah
56
kedalaman pembahasan suatu fenomena dan bukan generalisasi. Tak ada
aturan pasti mengenai subyek yang harus dipenuhi. Jumlah sampel
bergantung pada apa yang ingin diteliti, tujuan peneliti konteks saat itu, apa
yang dianggap bermanfaat dan dapat dilakukan dengan waktu dan sumber
data yang tersedia (Poerwandari, 1998).
Karena tidak mungkin untuk mengambil seluruh populasi untuk dijadikan
sampel penelitian, maka penelitian hanya dikenalkan pada sebagian kecil
dari popula;i yang ada yang dinilai cukup representatif untuk
menggambarkan populasi. Oleh karena itu, peneliti dalam penelitian ini
menentukan iiga orang subyek untuk dijadikan sebagai sampel penelitian
dengan karakteristik sebagai berikut:
1. Usia subyek dibatasi dari 20-60 tahun, karena dinilai usia
tersebut cukup dewasa.
2. Pendidikan subyek minimal SMU atau sederajat, dinilai cukup
mampu untuk memar.dang masalah yang ada disekitiarnya.
3. Warga Kampung Lengkong Ulama, Tangerang, karena dinilai
memahami karakter warga setempat.
Jadi dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh masyarakat
Kampung Lengkong Ulama, sedangkan sampel penelitian ini adalah tiga
orang subyek peneliti.
3.5. Pengumpulan data
3.5.1. Metode dan instrumen penelitian
57
Metode pengumpulan data yang dipergunakan penulis adalah menggunakan
wawancari" mendalam (in-depth interview) dan observasi. Adapun yang
menjadi sebagai metode utama dan penunjang untuk mengurr.j:Ju: data
adalah peneliti sendiri.
a) Wawancara
Chaplin (2001) mendefinisikan wawancara sebagai suatu percakapan
tatap muka (face to face) dengan tujuan memperoleh informasi secara
aktual untuk menaksirkan atau menilai kepribadian seseorang. Wawancara
ini melibatkan pewawancara (interviewer) yang men!~ajukan pertanyaan
dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas
pertanyaan tersebut. Adapun maksud dan tujuan wawancara ini menurut
Lincoln dan Guba dalam Moelong (2002) antara lain untuk mengkonstruksi
mengenai orang, kejadian, organisasi perasaan, motivasi, tuntutan,
kepedulian dan lain-lain.
58
Ada dua tipe wawancara yakni wawancara terstruktur dan wawancara tak
terstruktur. Pada wawancara terstruktur rumusan atau pertanyaan
pertanyaan sudah ditetapkan dan tidak boleh berubah-ubah. Sedangkan
pada wawancara tidak terstruktur, pertanyaan bersifat lebih luwes dan
terbuka, meskipun pertanyaan yang diajukan ditentukan oleh maksud dan
tujuan penelitian, muatan dan rumusan kata-kata diserahkan kepada
wawancara (F.N. Kerlinger, 1998).
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang diterapkan adalah
wawancara tak terstruktur. Teknik ini dilakukan dengan pertimbangan agar
terdapat pengayaan data yang diperoleh. Jenis wawancara yang digunakan
dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam in-depth interview.
Kerlinger (1998) menjelaskan bahwa wawancara mendalam adalah
wawancara yang tetap menggunakan pedoman wawancara. Namun,
penggunaannya tidak seketat wawancara terstruktur. Pedoman wawancara
yang berisi open-ended question bertujuan untuk menjaga arah wawancara
agar tetap sesuai dengan tujuan penelitian. Pedoman wawancara digunakan
agar melalui wawancara didapatkan data-data yang tidak menyimpang dari
tujuan penelitian. Selain itu, pedoman wawancara juga sebagai alat bantu
untuk melakukan kategorisasi jawaban sehingga memudahkan analisis.
Pedoman wawancara ini disusun tidak hanya berdasarkan berbagai teori
yang berkaitan dengan masalah yang ingin di jawab.
b) Pengamatan atau observasi
59
Metode pengumpulan data yang kedua adalah observasi yaitu teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati, mencatat
secara sistematis gejala yang diselidiki (Moleong, 2:002). Observasi dalam
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran fisik subyek,
penampilan s11byek dan s::rnp subyek selama wawancara berlangsung,
termasuk rau1 muka, intonasi maupun vibrasi suara.
Metode observasi digunakan untuk memperoleh informasi perilaku manusia
yang menggunakan tempat-tempat umum baik bersosialisasi maupun untuk
melakukan kegiatan mandiri. Metode ini menggunakan pendekatan
pengamatan terhadap obyek yang diamati.
3.5.2. Teknik analisa dan interpretasi d;'!ta
Mengenai analisa data, Moleong (2002) menjelaskan bahwa:
"Analisa data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan
jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,
memilah-milah menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan
apa yang penting dan apa yang dipelajari serta merumutuskan
apa yang dapat diceritakan kepada orang umum".
60
Pada bagian pertama, proses analisa dimulai dengan menelaah seluruh data
yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara dengan
responden, observasi yang telah dituliskan dalam lembar obsesrvasi
lapangan, dan sebagainya. Data-data tersebut tidak lain hanyalah kumpulan
kata-kata mentah yang masih perlu di baca, dipelajari dan ditelaah lebih
lanjut. Untuk mengubah kata-kata mentah te.sebut menjadi bermakna maka
penulis kemudian mengadakan reduksi date
Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan,
menggolongkan, mengarahkan, merr.buang yang tidak perlu, mengorganisasi
data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan-kesimpulan finalnya
dapat di tarik atau diverifikasi. Penyajian data sebagai sekumpulan informasi
yang tersusun memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan. Pengambilan kesimpulan dapat dilakukan tergantung
pada besarnya data kumpulan catatan di lapangan, pengkodean,
penyimpanan, kecakapan peneliti.
Langkah selanjutnya adalah menyusunnya dalam satuan-satuan dengan
61
merinci kompleksitas data menjadi bagian-bagian yang kemudian
dikategorisasikan menjadi berbagai tipologi pada.langkah berikutnya, sambil
melakukan pengkodean (coding). Data yang relevan di beri kode dan
penjelasan singkat, kemudian dikelompokkan atau dikategorisasikan
berdasarkan outline analisa yang dibuat. Kategorisasi dibuat berdasarkan
pada kategori emik (emic category), yaitu struktur atau pola konseptual dari
responden yang sedang diteliti. Dengan demikian peneliti tinggal memakai
kategori-kategori yang telah ada. Kemudian, penulis membandingkan analisa
masing-masing kasus subyek penelitian untuk menarik benang merah yang
menunjukkan persamaan clan karakteristik khas pada rnasing-masing kasus.
Pada bagian akhir dan sernua data yang diperoleh selanjutnya dibuat
kesirnpulan atas data-data yang bersifat umum dan memperhatikan pada
data-data yang bersifat khusus. Teknik perbandingan yang berkelanjutan ini
berlangsung dengan melalui tahapan, yaitu:
1. Membandingkan butir-butir yang mungkin dimasukkan pada
setia p kategori.
2. Menggabungkan kategori-kategori beserta ciri-cirinya.
3. memberikan pembatasan pada masing-masing kate9ori, dan.
4. Kategori-kategori tersebut kemudian dijadikan deterrninan pola
pola sebagian temuan penelitian.
3.6. Prosedur penelitian
Ada beberapa tahapan yang dilakukan oleh penulis dalam menyelesaikan
penelitian ini, yaitu:
1. Prosedur persiapan
62
Sebelum penulis mengambil data di lapangan, terlebih dahulu penulis
melakukan beberapa persiapan, meliputi: memiiih, menjajaki dan
kemudian menilai lapangan penelitian, menentukan responden sesuai
de~gan kriteria yang ditentukan, kemudian memberi penjelasan mengenai
tujuan penelitian dan memintai kesadiaannya seria menyusun pedoman
(guidenj wawancara yang dibuat berdasarkan tinjauan teoritis yang
berkaitan dengan permasalahan penelitian, sebagaimana termuat dalam
bab dua, mempersiapkan lembar observasi, tape recorder sebagai alat
bantu atau perekam wawancara dan mempersiapkan perlengkapan
lainnya yang di rasa perlu, sehingga peneliti dapat mempersiapkan diri
dengan matang untuk melakukan penelitian.
2. Tahap pelaksanaan penelitian
Pengambilan data dengan melakukan wawancara, mengobservasi
responden dan melakukan cross ceck melalui wawancara dengan pihal
pihak yang memiliki hubungan dengan responden, melakukan analisis
dokumen pribadi untuk memperoleh informasi yang mendalam dengan
tetap memperhatikan batasan-batasan yang ada.
63
3. Tahapan pengolahan data
Hasil wawancara yang telah direkam kemudian dipindahkan secara
verbatim kedalam bentuk naskah (teks). Adapun sistematika penulisan
naskah yang digunakan adalah dengan memilah-milah hasil wawancara
berdasarkan pedoman wawancara. Selanjutnya di analisis secara kualitatif,
yaitu menggambarkan data dengan kata atau kalimat yang dipisah
pisahkan menurut kategori tertentu untuk memperoleh kesimpulan dan
gambaran secara umum.
4. Tahap analisa
Membandingkan analisis masing-masing kasus subyek penelitian untuk
menarik benang merah yang menunjukkan persamaan dan karakteristik
khas pada masing-masing kasus untuk memudahkan rr.elihat perbedaan
gambaran masing-masing subyek serta dilakukan analisis dengan
berbagai pendekatan secara keseluruhan. Pada tahap akhri ini, semua
data hasil analisis di buat kesimpulan dan diinterprelasikan dalam bahasa
yang mudah dipahami.
BAB4
HASIL PENELITIAN
4.1 . Gambaran umum subyek penelitian
Nama subyek dan orang-orang yang terlibat dalam kasus ini bukanlah nama
sebenarnya, hal ini dimaksudkan untuk menjaga kerahasiaan subyek dan
pihak-pihak lain yang terkait. Sedangkan kutipan dan wawancara disajikan
diantara tanda kutip.
Subyek dalam penelitian ini berjumlah tiga orang, yang diambil berdasarkan
yang telah ditetapkan sebelumnya, yakni: individu yang berusia dari 20-60
tahun, subyek yang berpendidikan minimal lulusan SMU dan sederajat, serta
berdomisili di wilayah dusun Lengkong Ulama.
Penelitian ini dilakukan pada rentang waktu antara tanggal 02 September
2007 sampai dengan 23 Januari 2008, di tempat-tempat yang telah penulis
sepakati dengan subyek itu sendiri.
Nama-nama subyek dalam penelitian ini sengaja tidak disebutkan sesuai
nama yang sebenarnya, melainkan peneliti ganti dengan inisial masing-
65
masing nama tersebut. Hal ini dimaksudkan agar kerahasiaan subyek dalam
penelitian ini tetap terjaga.
Gambaran mengenai ketiga subyek lebih jelasnya disajikan dalam bentuk
label berikut ini.
Tabel 1
Gambaran umum subyek penelitian
Nam a I Jenis kelamin Usia I Pendidikan I Pekerjaan I '
ILK '
terakhir i I SH 58 tahun SMU 0uru
!MM LK 53 tahun s 1 Guru
AM LK 21 tahun Mahasiswa Pelajar
'
4.2. Analisa Kasus
4.2.1. Kasus SH
Gambaran kasus SH
66
Wawancara dengan SH berlangsung di rumah subyelc sendiri di kawasan
dusun Lengkong Ulama. Wawancara dilakukan di rumah tersebut atas
kesepakatan penulis dengan subyek. Kala itu, subyek masih mengenakan
kaos oblong dengan kain sarung sehingga terkesan santai dan nyaman pcida
saat wawancara akan dilangsungkan. Proses wawancara berlangsung
dengan disaksikan oleh anak subyek yang tertarik menyaksikan proses
wawancara namun tidak menghambat subyek untuk bersikap terbuka dan
menjawab dengan gamblang dengan dialek khas sunda. Subyek bersikap
demikian dengan alasan bahwa ia cukup mengetahui kesulitan dalam
menyusun skripsi sehingga sepantasnya penyusunannya di bantu secara
kooperatif dalam proses wawancara ini.
Subyek adalah seorang kepala keluarga yang berusia 58 tahun. Subyek
tepatnya dilahirkan di dusun Lengkong Ulama pada tahun 1949. Subyek
sendiri tinggal di dusun ini sejak kecil atau sejak dilahirkan, sehingga tahu
benar mengenai karakter warga kampung Lengkong Ulama.
67
Sebagai seorang guru ngaji yang ditinggal di dusun ini sejak kecil, subyek
sangat memahami tentang daerah ini dan sekitarnya. Subyek memandang
warga pendatang sama dengan warga lain tidak ada perbedaan dalam
berbagai hal.
" ... Karena, kita hidup di dunia ini harus bisa berinteraksi satu dengan yang lainnya dan sating menghargai satu dengan yang lainnya (hab/uminannas) .. " (wawancara dengan subyek 25 desember 2007)
Di samping itu juga, subyek memandang bahwa sebagai makhluk ciptaan-
Nya yang memiliki hak dan kewajiban yang sama. Kita selayaknya harus
mampu memahami satu sama !ain dan saling menghargai.
Adapun mengenai mereka (warga pendatang) bisa tinggal di sini pertama
karena hubungan pernikahan, atau tinggal dengan sanak familinya untuk
sekolah atau bekerja, ada juga yang khusus belajar kitab (pesantren) dan
mendapatkan jodoh orang sini. Subyek memberikan kriteria individu yang
yang disebut orang asing. Yaitu, mereka yang meman9 individu yang
berdomisili di sini tidak mempunyai hubungan darah dan tidak diiahirkan di
sini.
Tentang keberadaan mereka (warga pendatang), subyek memandang tidak
merasa keberatan dan merasa nyaman bahkan menambah teman atau
saudara dan pengalaman serta wawasan tentang dunia Juar.
" ... kalau saya nyaman-nyaman saja, selama pendatang tidak berouar yan; macam-macam atau merugikan saya apalagi sampai merusak nama baik kampung ini ... ". (wawancara dengan subyek tanggal 25 desernber 2007)
38
Sedangkan keberadaan pendatang di dusun ini sedikit rnernbuat para tokoh
rnasyarakat rnerasa gelisah atau pengaruh yang rnereka (tokoh rnasyarakat)
rniliki berkurang. Dikarenakan pendatang yang berrnukirn di karnpung
Lengkong tidak sernuanya rnau rnenerirna dengan sistern yang rnereka
(pejabat setempat seperti RT/RW) terapkan. Disebabkan aturan itu
membatasi ruang gerak pendatang. Seperti aturan tentang kriteria seorang
pemimpin, harus warga pribumi. Meskipun subyek dianggap sebagai tokoh
masyarakat dan sebagai guru ngaji (ustac.:o-), ia tidak merasa keberatan
dengan adanya pendatang yang ingin mencalonkan sebagai pemimpin. ltu
disebabkan subyek memandang semua persoalan dari segi agama.
" ... Joh kitakan diciptakan untuk o/eh Tuhan kan di suruh berp1kir sehingga mampu untuk jadi pemimpin, jadi wajar saja bi/a mereka (warga pendatang) ingin menjadi pimpinan. Tapi saja juga berpikir apa iya ga ada lagi orang pribumi yang pantas" (wawancara dengan subyek 25 desember 2007).
Meskipun pendatang memiliki kemampuan intelektual di atas warga pribumi.
Namun di kampung ini yang ditekankan adalah pantas atau tidak seseorang
menjadi pemimpin. Lebih dari itu, rasa ego mereka yang tinggi, yang tidak
mau di pimpin oleh orang asing. Sehingga dengan cara apapun diusahakan
agar pendatang hanya menjadi "ma'mum" tanpa di beri kese_mpatan untuk
69
memimpin. Meskipun seorang pendatang telah berdomisili di sini puluhan
tahun.
" .... Jadi untuk pendatang yang ingin menjadi pemimpin baik itu ketua RTIRW atau ketua-ketua Jainnya dalam kepemudaan, sebaiknya di tunda atau Jebih baik jangan, mendingan menjadi warga yang baik dan pandai beradaptasi dengan budaya sini". (wawancara dengan subyek 25 desember 2007)
Dengan adanya pendatang di sini memang tidak memberikan kontribusi yang
signifikan. Namun, warga kampung ini tidak bisa menafil<kan bahwa sebagian
pendatang perannya sudah dapat dirasal<an oleh pendudul< asli, seperti:
setiap tahun menjelang hari raya ldul fitri warga pribumi mendapatkan zakat,
atau pada hari raya ldul Adha atau Lebaran Haji mereka memperoleh daging
kurban bahwa tidak sedikit pendudul< asli yang mendapatl<an kerja melalui
perantara warga pendatang.
Warga pendatang hanya berperan sebatas kegiatan-kegiatan sosial yang
manfaatnya bisa langsung dirasal<an oleh pendudul< asli. Namun, peran
pendatang di bidang politik cukup dibatasi apalagi untul< menjadi pemimpin di
wilayah ini, cukup sulit dan mustahil. Karena merel<a (pribumi) mempunyai
prinsip yang tahu wilayah ini hanya pribumi dan jarang sekali warga
pendatang ingin memajul<an daerah orang lain.
" ... tapi say a tidak munafik, sarung yang saya pakai sekarang ini ada/ah pemberian dari pendatang dan daging yang ada di dapur juga pemberian dar mereka ... " (wawancara dengan subyek tanggal 25 desernber 20Wl
70
Subyek juga memandang warga pendatang cukup baik dalam hal hubungan
interpersonal sehari-hari dengan warga asli. Dan warga asli kampung ini tidak
merasa cemas dengan adanya pendalarig.
Keadaan kampung ini sebelum dan sesudah adanya pendatang tidak banyak
perubahan baik secara fisik, sosial, maupun secara ekonomi. Mungkin secara
politik cukup mewarnai karena lebih terasa oleh warga baik pendatang
maupun pribumi. Namun suasana perpolitikan itu lebih terasa mendalam dan
sangat memojokkan para pend8tang. Hal tersc::iut sulit untuk hilangkan
karena mereka mempunyai ego yang tinggi terhadap kekuasaan daerahnya.
Hal inilah yang membuai para pendatang tidal< nyaman berada di sini.
Sebenarnya istilah warga pendatang atau pribumi tidak akan muncul dalam
kehidupan sehari-hari. Namun untuk hal-hal lain yang sekiranya hal tersebut
akan menjatuhkan atau mengurangi pengaruh para tokoh masyarakat atau
pejabat-pejabat setempat seperti ketua RT/RW, ketua Pemuda, ketua
Remaja Mesjid. Seperti, dalam bursa pencalonan ketua, baik itu ketua
RT/RW, ketua Pemuda maupun ketua lkatan Remaja Mesjid, barulah istilah
itu muncul. Dan itu sangat diwajarkan meskipun sangat memojokkan warga
pendatang.
" ... yaa wajar aja namanya juga politik, kalau merasa terpo_iokkan atau saki: hati jangan ikut-ikutan /ebih baik diam aja di rumah. .. " (wawancara dengan subyek tanggal 25 desember 2007)
71
Analisa Kasus SH
. Dari uraian gambaran kasus tersebut telah cukup memberikan kesan bahwa
· subyek sangat memahami baik karakter, situasi dan kondisi sehari-hari d1
daaerahnya. Pemahaman tersebut nampaknya lahir clari pengalaman dan
wawasan subyek dalam mempersepsikan fenomena yang ada dalam
kehidupan keseharian.
Analisis yanng diberikan subyek sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh
Wibowo (1988), yaitu bahwa pengalaman dan faktor inteleger1si merupakan
faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang, yang merup;:;~an faktor
internal. Di samping itu, faktor eksternal, yaitu lingkungan dan faktor stimulus
itu sendiri. Agar stimulus dapat di persepsi, maka stimulus harus cukup kuat.
stimulus harus melampaui ambang stimulus, yaitu kef:uatan stimulus yang
minimal namun sudah dapat menimbulkan kesadaran, kejelasan stimulus
akan banyak berpengaruh terhadap persepsi. Lingkungan atau situasi yang
melatarbelakangi stimulus juga akan berpengaruh dalam persepsi, terlebih
lebih jika objek persepsi adalah manusia. Lingkungan yang melatarbelakangi
objek merupakan kebulatan atau kesatuan yang sulit dipisahkan. Obyek yang
sama dengan situasi yang berbeda, dapat menghasilkan persepsi yang
berbeda.
Sebagai orang yang lebih sering bergelut dengan aktivitas keagamaan
72
tentunya subyek memiliki analisis terhadap faktor peny1sbab yang lebih sarat
dengan pendekatan sosial keagamaan. Subyek memandang bahwa kurang
berpegangan terhadap ajaran agama sehingga akhlak dengan mudah
mengalami kemerosotan ketika seorang terbentur dengan berbagai masalah,
kurang memadainya pengalaman dan intelegensi yang dimiliki oleh individu,
sehingga individu mempersepsikan suatu masalah tidak secara komprehensif
dan tidak menyadari dampaknya dalam kehidupan sehari-hari.
Tabel 2 kasus SH
Persepsi pribumi terhadap pendatang
STIMULUS -Penglihatan
- Suara - Bau - Rasa - Texture
! Indra
Penerima
Perhatian
1 I PERSEPSI
Adanya J pendatang
Subyek ---i mellhat/menden~;~r I adanya pendata;~
Subyek memperhatik~ keberadaan pendatar~
Subyek memandang bahwa ketika pendatang mampu beradaptasi dengan lingkungan maka ia akan hidup damai.
73
4.2.2. Kasus MM
Gambaran kasus MM
74
Wawancara dengan MM berlangsung di pinggiran sungai Cisadane.
Wawancara dilakukan dipinggiran sungai Cisadane tersebut atas
kesepakatan penulis dengan subyek. Kala itu, subyek rnengenakan baju koko
berwarna putih dengan kain sarung sehingga terkesan tenang dan nyaman
pada saat wawancara akan dilangsungkan. Proses wawancara berlangsung
dengan disaksikan oleh anak subyek yang berusia tujuh tahun namun tidak
menghambat subyek untuk bersikap terbuka dan menjawab dengan
gamblang dengan dialek khas sunda. Subyek bersikap demikian dengan
alasan bahwa ia cukup mengetahui kesulitan dalam menyusun skripsi
sehingga sepantasnya penyusunannya di bantu secara kooperatif dalam
proses wawancara 1rn.
Subyek adalah seorang guru sekolah yang berusia 53 tahun. Subyek
dilahirkan di daerah dusun Lengkong Ulama pada tahun 1954. Sebagai
seorang guru sekolah dan sebagai warga yang tinggal di dusun Lengkong
Ulama sejak kecil, subyek sangat memahami sekali karakter dan sifat warga
kampung Lengkong Ulama. Subyek memandang bahwa pendatang yang
tinggal disini, tidak membuat subyek merasa cemas atau gelisah dengan
kehadiran mereka disini.
" ... ngapain cemas, toh mereka sama-sama manusia bukan untuk ditakuti. Justru kita harus saling menghargai dan menghormati satu sama lain". (wawancara dengan subyek tanggal 27 desember 2007)
Justru kampung ini akan lebih memiliki warna dalam ha! apapun ketika
pendatang dengan pribumi saling berinteraksi.
Adapun hal yang melatarbelakangi mereka tinggal disini, yaitu: karena
hubungan pe~:iikahan, hubungan darah atau mereka bermukim dengan
sanak saudara untuk sekolah atau bekerja.
Adapun yang disebut sebagai warga pendatang adalah orang-orang yang
75
bertempat tinggal disini namun tidak dilahirkan disini. Begitupun sebaliknya,
yang dikatakan pribumi adalah orang-orang yang dilahirkan di wilayah ini
meskipun sejak kecil tinggal di kampung lain. Jadi mesk:ipun, orang itu
berasal dari suku yang sama atau dari desa yang sama dan memiliki KTP
yang s:oima kemudian orang tersebut tinggal di daerah ini tetap disebut
sebagai warga pendatang.
" ... karena yaa itu tadi yang penting mereka di/ahirkan disini ... ". (wawancara dengan subyek 27 desember 2007).
Hal tersebut akhirnya tanpa disadari oleh masyarakat menjadi sebuah
76
persyaratan atau kriteria yang tidak tertulis.
Persyaratan atau kriteria tersebut tidak bisa dihilangkan meskipun dengan
aturan pemerintah atau agama. Dikarenakan minimnya1 pengetahuan dan
pengalaman mereka serta rasa ego mereka yang tinggi. Namun disisi lain
bagi sebagian pihak yang mengerti tetapi ia mempunyai kepentingan tertentu,
bukan lagi berbicara pengetahuan atau pengalaman. Namun yang dijadikan
patokan adalah sejauh mana ego dan ambisinya untuk memenuhi
kepentingan tersebut. Sehingga kriteria atau persyaratan itu akan hilang atau
menambah lengket.
" ... buktinya kemarin pemilihan c.'.c,,J atau RW, kan semuanya warga pendatang diakui o/eh salah satu ca/on masih ada kerabat". (wawancara dengan subyek 27 desember 2007)
Subyek memandang dengan adanya pendatang disini, tidak menjadikan
dirinya atau warga menjadi cemas atau gelisah. Dikarenakan pendatang
yang berada disini tidak pernah melakukan hal-hal yang tidak wajar. Dan
warga asli disini memiliki pengetahuan agama yang cukup.
" ... itu terbukti dengan adanya pesantren dan sekolah-sekolah yang bernuansakan Islam, seperti Ml, MTS dan Madrasah Aliyah''. (wawancara dengan subyek 27 desember 2007)
Dan kampung ini pun terkenal dengan kampung yang damai tidak pernah
berbuat onar dengan siapa pun.
" ... be/um pernah terdengar si A atau si B yang berkelahi dengan kampung sebelah''. (wawancara dengan subyek 27 desember 2007)
77
Dengan adanya pendatang disini tidak banyak memberikan kontribusi
terhadap kampung ini. Sehingga kampung ini mengalami kemajuan yang
pesat. Meskipun dalam momen-momen tertentu pendatang memberikan
sedekah atau sumbangan. Tetapi tidak membuat suatu1 perubahan yang
signifikan.
Menurut pandangan subyek hubungan interpersonal dalam kehidupan
keseharian antara penduduk asli dengan warga pendatang tidak ada
masalah dan cukup sehat dalam hubungan itu. Dan pribumi dengan
pendatang mempunyai hak dan kewajiban yang sama tidak ada perbedaan.
Namun, memang tidak sedikit warga pribumi yang meremehkan pendatang.
Mereka (pribumi) tidak menerima atau tidak menyadari bahwa
kemampuannya di bawah warga pendatang. baik secara ilmu pengetahuan
mauupun pengalaman hidup.
' ... saya akui dalam ha/ ilmu pengetahuan umum yang dimiliki warga pendatang melebihi kami warga pribumi. Namun dalam ha/ pengetahuan agama mereka be/ajar kepada kami". (wawancara den!~an subyek 27 desember 2007)
Dengan i;nelihat situasi seperti itulah terkadang para tokoh masyarakat atau
pejabat setempat merasa tersaingi dan khawatir pengaruh yang mereka miliki
terhadap masyarakat akan berkurang (post power syindrom). Alhasil banyak
para pendatang yang kebebasannya untuk bersuara atau ingin berpartisipasi
aktif dalam membangun daerah ini di pangkas. Terlebih-lebih ketika berbicara
73
tentang politik atau ada pendatang yang ingin mencalonkan sebagai
pemimpin di daerah ini. Mereka akan menggunakan berbagai cara untuk
menghambat pendatang menjadi pimpinan. Meskipun cara itu melanggar
aturan agama atau etika dalam perpolitikan.
" ... lagian ngapain pendatang mau jadi pemimpin di sini emangnya warga asi. ga ada yang pantes". (wawancara dengan subyek 27 desember 2007)
Sebenarnya istilah pendatang dan pribumi di kampung ini tidak begitu
kentara dalam kehidupan sehari-hari. Namun ketika, seorang pendatang
:8lah memasuki daerah "terlarang" atau ikut serta dalam perpolitikan di
kampung ini. Maka istilah pendatang akan dijadikan senjata yang ampuh
dalam mencapai kepentingan pihak tertentu dan perilaku diskrimintif pribumi
lerhadap pendatang akan semakin nampak dan terasa oleh warga
pendatang. Hal inilah yang bertolak belakang dengan kehidupan keseharian
masyarakat kampung Lengkong Ulama yang SE!rat akan nilai religius.
79
Analisa Kasus MM
Gambaran kasus yang diperoleh dari subyek MM ditemukan kesan bahwa
subyek sangat memahami mengenai persepsi pribumi terhadap warga
pendatang di Kampung Lengkong Ulama. Pemahaman ini subyek peroleh
berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang subyek miliki. Sehingga
subyek dapat melihat dengan jelas fenomena yang berkembang yang ada di
lingkungan sekitarnya. Subyek memandang bahwa kurangnya pengalaman
dan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat menjadikan seseorang
!upa akan dirinya atau tidak memiliki tingkat kesadaran diri yang tinggi
sehingga merasa dirinya hebat dan pintar. Tidak ada orang yang lebih pintar
dibandingkan dengan dia. Hal ini menjadikan persepsi seseorang menjadi
tidak sempurna. Terlebih-lebih ketika persepsi itu dicampuri dengan
kepentingan-kepentingan diri sendiri atau pihak-pihak yang berkepenti;igan.
Hal di alas sejalan dengan ungkapan Davidoff (1988), persepsi merupakan
satu cara kerja (proses) yang rumit dan aktif. Orang seringkali menganggap
bahwa persepsi menyajikan satu pencerminan yang sempurna mengenai
realitas atau kenyataan. Pertama, persepsi bukanlah cermin. Karena indra
kita tidak memberikan respon terhadap aspek-aspek yang ada di dalam
lingkungan. Kedua, manusia seringkali melakukan persepsi rangsang
rangsang yang pada kenyataannya tidak ada. Ketiga, persepsi manusia
tergantung pada apa yang ia harapkan, pengalaman, rnotivasi.
80
Sebagai seorang yang lebih sering bergelut dengan aktivitas keagamaan dan
lebih sering bergaul dengan para tokoh masyarakat tentunya memiliki analisis
terhaciap faktor penyebab yang lebih sarat dengan pendekatan sosial
keagamaan. Subyek memandang bahwa kurangnya berpegang terhadap
ajaran agama dan kurangnya pengalaman serta ilmu pengetahuan
seseorang akan menimbulkan suatu persepsi yang salah terhadap suatu
obyek atau persepsi interpersonal.
Hal o:liatas yang dianalisis oleh subyek sejalan dengan teori yang dijelaskan
olen Jalaluddin Rahmat (2000) yaitu: persepsi interpersonal dan persepsi
objek. Persepsi interpersonal adalah persepsi pada manusia dan persepsi
obyek adalah terhadap benda lain selain manusia. Perbedaan antara kedua
ini ada empat. Pertama, pada persepsi obyek, stimulus ditangkap oleh alat
indra kita melalui benda-benda fisik: gelombang, cahaya, gelombang suara,
temperatur dan sebagainya; pada persepsi interpersonal, stimuli sampai
kepada kita melalui lambang-lambang verbal atau grafis yang disampaikan
oleh pihak ketiga. Kedua; pada persepsi objek, kita hanya menanggapi sifat
sifat luar objek itu, kita tidak meneliti sifat-sifat batiniah objek itu; sedangkan
pada persepsi interpersonal, kita mencoba memahami apa yang tidak tampak
pada alat indera kita. Kita hanya melihat perilakunya, kita juga mengapa ia
berprilaku seperti ini.
81
Ketiga, dalam persepsi objek, objek tidak bereaksi kepada kita dan kita juga
tidak memberikan reaksi emosional padanya. Sedangkan dalam persepsi
interpersonal, faktor-faktor personal anda dengan oran9 tersebut,
menyebabkan persepsi interpersonal sangat cenderun9 untuk keliru.
Keempat, obyek relatif menetap, sedangkan manusia selalu berubah-ubah;
sedangkan persepsi interpersonal menjadi mudah salah.
berikut:
Tabel : 3 kasus MM
Persepsi pribumi terhadap pendatang
STIMULUS -Penglihatan
- Suara - Bau - Rasa - Texture
Indra
Penerima
Perhatian
1 PERSEPSI
Adanya j pendatan:_j
Subyek melihat/mendengar adanya pendatang
Subyek memperha1~J keberadaan pendat~
Subyek memandang bahwa pendatang yang dapat hidup dengan damai adalah pendatang yang mampu beradaptasi dengan lingkungan
82
4.2.3. Kasus AM
Gambaran kasus AM
83
Wawancara dengan AM berlangsung di warung subyek. Wawancara
dilakukan di warung tersebut atas kesepakatan penulis dengan subyek. Kala
itu, subyek masih mengenakan kaos oblong dengan celana panjang
sehingga terkesan santai dan nyaman pada saat wawancara akan
dilangsungkan. Proses wawancara berlangsung dengan disaksikan oleh
teman subyek yang tertarik menyaksikan proses wawancara namun tidak
menghambat subyek 11nt11k bersikap t::::rbuka dan menjawab dengan
gamblang dengan dialek knas sunda. Subyek bersikap demikian dengan
alasan bahwa ia cukup mengetahui kesulitan dalam menyusun skripsi
sehingga sepantasnya penyusunannya di bantu secara kooperatif dalam
proses wawancara ini.
Subyek adalah seorang mahasiswa yang berusia 21 tahun. Subyek dilahirkan
di daerah dusun Lengkong Ulama pada tahun 1986. Sebagai seorang
mahasiswa dan sebagai warga yang tinggal di dusun Lengkong Ulama sejak
kecil, subyek sangat mengetahui sekali karakter dan sifat warga kampung
Lengkong Ulama. Pandangan subyek tentang pendatang yang bermukim di
sini biasa saja. Artinya ketika mereka (warga pendatang) yang tinggal di sini
tid.ak berbuat hal-hal yang merusak nama baik kampung ini subyek akan
84
berprilaku wajar-wajar saja.
".-.. yaa yang penting mereka (warga pendatang) bisa beradaptasi dengan budaya kampung ini dan jangan neko-neko. (wawancara dengan subyek, 28 Desember 2007)
Subyek memandang pendatang akan hidup nyaman di kampung ini jika
mereka tidak berbuat hal yang macam-macam, seperti rnabuk-mabukan,
mengkonsumsi narkoba, atau berbuat hal-hal yang dilarang oleh agama.
Adapun hal yang melatarbelakangi pendatang bermukim disini disebabkan
ada hubungan perkawinan atau darah. Subyek memar.dang bahwa yang
disebut warga pendatang adalah mereka yang tingga: .-:; sini namun tidak
mempunyai hubungan darah dengan pribumi meskipun pendatang telah
tinggal di sini dan mempunyai anak cucu tetap saja disebut sebagai warga
pendatang. Namun jika anak dan cucunya lahi: di kampung ini bisa
dikatakan pribumi. Subyek pun memberi kriteria tentang penduduk asli atau
yang dikatakan sebagai warga asli, pertama ia lahir di wilayah Lengkong
Ulama meskipun ia keturunan Arab. Kedua ia mempunyai hubungan darah
dengan kampung ini. Namun, menurut subyek yang lebih ditekankan sebagai
pribumi adalah ia diilahirkan di kampung ini. Meskipun sejak kecil ia tinggal di
sini hingga dewasa tetap warga sini mempunyai persepsi bahwa ia sebagai
pendatang.
" ... contohnya saya, bapak saya orang /uar dan menikah dengan ibu saya (warga asli). Dan saya tidak dikatakan sebagai pendatang tetapi juga sebagai
pribumi". (wawancara dengan subyek 28 desember 2007)
Adapun tentang kehadiran pendatang di kampung ini, subyek tidakrnerasa
l<eberatan. Begitu pun sebaliknya, menurut subyek war!Ja pendatang pun
merasa merasa nyaman dan tidak keberatan tinggal di sini. Ketika hal
tersebut berhubungan dengan interaksi sosial atau hubungan interpersonal
antara prlbumi dengan warga pendatang. Namun, ketika berbicara tentang
perpolitikan di kampung ini ada hal-hal yang harus diperhatikan oleh warga
pendatang.
'jangan coba-coba pendatang masuk kewilayah perpolitikan, mendingan "cicing" (dalam bahasa sunda yang artinya "diam') daripada hidup ga tenang". (wawancara dengan subyek, 28 Des 2007)
85
Subyek memandang bahwa warga asli (pribumi), masih mempunyai rasa ego
yang tinggi dalam hal memilih pemimpin. Meskipun seorang pendatang
memiliki kriteria sebagai pemimpin yang ideal dibandin~1kan denga warga
asli, tetap mereka akan menggunakan berbagai cara untuk menjadikan
warga asli sebagai pemimpin. Meskipun menggunakan cara politik yang tidak
waJar
" .. emangnya ga ada orang lagi yang mampu mimpin, masa harus dipimpin sama orang /uar". (wawancara dengan subyek 28 Des 2007).
Subyek memandang bahwa yang harus memimpin kampung ini hanya
warga asli meskipun kemampuannya tidak ideal untuk menjadi seorang
pemimpin.
36
Untuk keberadaan warga pendatang di sini tidak membuat warga asli cemas
atau khawatir. Namun untuk para tokoh masyarakat atau pejabat kampung ini
sedikit merasa cemas akan hilangnya pengaruh di n1asyarakat.
·-;at tersebut namoak sekali ketika ada pemi/ihan ketua pemuda, ketika itu ada dua kandidat yang satu pribumi dan calon yang satu lagi warga pendatang. dan ketika ada pemiliha ketua F?Y/!Jaro. sebagian warga pendatang tidak mendapatkan surat suara". (wawancara dengan subyek 28 Des 2007)
Hal inilah yang menjadikan warga pendatang tidak merasa nyaman tinggal di
sini. Karena pendatang diperlakukan warga kelas dua, padahal ketika
berbicara tentang warga pendatang jelas-jelas individu yang keturunan Arab
adalah pendatang.
Memang kontribusi yang dilakukan warga pendatan[J tidak terlalu signifikan
untuk kemajuan kampung ini. Mungkin salah satu penyebabnya pendatang
tidak pernah diberikan kesempatan untuk menjadi pemimpin. Mereka (warga
pendatang) hanya diberikan ruang gerak dalam perpolitikan atau dalam hal
kemasyarakatan hanya sebagai ma'mum.
"Ka/au ~aya sebagai pemuda tidak bisa apa-apa, meskipun saya lihat banyak keganji/an di kampung ini''. (wawancara dengan subyek 28 Des 2007)
87
Analisa Kasus AM
Gambaran kasus yang diperoleh dari subyek AM ditemukan kesan bahwa
subyek sangat memahami mengenai persepsi masyarakat pribumi terhadap
pendatang di Kampung Lengkong Ulama. Pemahaman ini subyek dapatkan
berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang subyek miliki. Sehingga
subyek dapat melihat dengan jelas persoalan yang ada di lingkungan
sekitarnya. Subyek memandang bahwa kurangnya pengalaman dan ilmu
pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat menjadikan seseorang merasa
dirinya hebat dan pintar. Tidak ada orang yang lebih pintar dibandingkan ·
dengan dia. Hal ini menjadikan persepsi seseorang menjadi kurang
sempurna. Terlebih-lebih ketika perse_psi itu dicampuri dengan kepentingan
kepentingan diri sendiri atau pihak-pihak yang berkepentingan.
Adapun proses persepsi yang diuraikan oleh subyek dapat dijelaskan
sebagai berikut: Menurut Kossen (1993) banyak faktor yang mempengaruhi
persepsi, diantaranya:
a. Faktor keturunan (herediry factors), mempengaruhi persepsi secara
fisik seperti indera, kognisi dan lain-lain.
b. Latar belakang lingkungan dan pengalaman, mempunyai pengaruh
yang lebih besar atas apa yang seseorang lihat dalarn mempersepsikan
sesuatu.
Tabel 4 kasus AM
Persepsi pribumi terhadap pendatang
STIMULUS -Penglihatan
- Suara - Bau - Rasa - Texture
Indra
Penerima
Perhatian
l I PERSEPSI
Adanya I pendatan.:_j
Subyek melihat/mendengar adanya pendatang
Subyek memperhatikan I keberadaan pendatang
Subyek memandang bahwa pendatang akan hidup damai ketika pendatang mampu beradaptasi dengan lingkungan
39
4.3. Analisis antar subyek
Dari ketiga subyek diatas, dapat ditemukan beberapa persamaan dan
tentunya juga perbedaan subyek dalam menganalisa mengenai persepsi
masyarakat pribumi terhadap pendatang.
90
Dari ketiga subyek ditemukan persamaan bahwa mereka cukup memahami
tentang persepsi masyarakat pribumi terhadap pendatang. Jadi, hemat
subyek mengenai persepsi pribumi terhadap pendatang dalam hal sosial
kemasyarakatan tidak ada permasalahan yang urgen. Namun, ketika
persepsi itu masuk kewilayah politik atau dalam hal mempengaruh jelas ada
periiaku diskrimintif yang tidak sesuai dengan nilai-nilai religius yang selalu
diagung-agungkan oleh masyarakat setempat
Adapun dalam menganalisa faktor penyebab persepsi pribumi terhadap
pendatang, nampaknya terdapat sedikit perbedaan di antara mereka. Subyek
pertama menganalisa dari sisi psikologi dan spiritual. Secara psikologis, ia
menganggap bahwa ada faktor yang melatarbelakangi persepsi seseorang
yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal, yaitu apa yang ada
di dalam diri individu, keadaan individu yang dapat mempengaruhi persepsi;
seperti faktor pengalaman, intelegensi, ingatan, maupun faktor kecemasan.
Sedangkan faktor eksternal yaitu lingkungan dan faktor stimulus itu sendiri.
Secara spiritual, ia memandang bahwa persepsi yang cliberikan oleh seorang
91
individu harus dilandasi oleh nilai-nilai spiritual agar dalam mempersepsikan
sesuatu tidak salah kaprah.
Pada subyek kedua berpandangan yang kurang lebih sama dengan subyek
pertama, tapi subyek kedua ini tidak menyebutkan tentang faktor spiritual.
Namun menjelaskan dari sisi pendidikan seperti tingkat intelegensi yang
tinggi, dan ini disejalankan dengan analisa psikologis bahwa salah satu faktor
penyebab persepsi adalah faktor intelegensi atau kecerdasan yang dimiliki
oleh seorang inrlivirlu.
Sementara subyek ketiga berpandangan yang kurang lebih sama dengan
subyek kedua, tetapi subyek ketiga ini tidak menyebutkan tentang faktor
pendidikan. Subyek hanya menekankan pada sisi psikologis seperti; faktor
keturunan, lingkungan, pengalaman, penghayatan terhadap stimulus dan
faktor memori. Minimnya tingkat intelegensi, pengalaman dan tidak dilandasi
oleh nilai agama dalam hal mempersepsikan suatu obyek akan berdampak
buruk terhadap suatu perilaku yang akan diperbuat.
Dengan analisa faktor penyebab yang cukup berbeda, maka wajar saja jika
ketiga subyek memilliki persepsi yang berbeda terhadap warga pendatang.
Namun hal tersebut tidak berdampak pada kehidupan sehari-hari ketiga
subyek atau tidak menggangu aktivitas subyek.
92
Tabel5
Persepsi Masyarakat Pribumi Terhadap Pendatang
Persepsi Dalam Positif Negatif
I Beberaoa Aspek Subyek I Pendidikan '1
Sosial ;)
Politik .,/
Subyek II Pendidikan .,/
I -
I Sosial ;)
Politik .,/
Subyek Ill Pendidikan ;) t=-Sosial .,/
-Politik '1
BABS
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Setelah hasil wawancara dianalisis per subyek mengenai persepsi
masyarakat pribumi terhadap pendatang, maka penulis mendapatkan
kesimpulan dalam penelitian ini, yaitu:
Mereka (pribumi) memandang bahwa kaum pendatang hanya sebatas warga
kelas dua yang tidak bisa disamakan dengan warga asli. Mereka selalu
memandang pendatang dengan sebelah mata. Walaupun warna kulit, tinggi
badan maupun berat badan mereka (pribumi dan pendatang) tidak jauh
berbeda. Bahkan memiliki etnis yang sama antara pribumi dengan
pendatang. Meskipun seorang pendatang yang berdomisili di daerah tersebut
merupakan warga kampung sebelah yang memiliki RT yang berbeda, namun
istilah orang asing atau pendatang tidak dapat hilangkan.
Meskipun pengetahuan mereka tentang agama cukup, namun wawasan dan
pengalaman mereka tentang dunia luar sangat minim. lnilah yang
menyebabkan persepsi mereka sangat subyektif. sehingga mereka merasa
dirinya besar, kuat, hebat dan pintar tapi hanya di lingkungannya ranpa
pernah melihat ke dunia luar. Sebagaimana pribahasa mengatakan "Bagai
katak dalam tempurung".
34
Faktor-faktor yang menyebabkan pribumi memandang pendatang dengan
sebelah mata, yaitu. Pertama, kurangnya pengalaman warga asli berinteraksi
dengan dunia luar atau jarang sekali warga pribumi yang tinggal di luar
daerah. Kedua, kurangnya pengetahuan atau wawasan yang dimiliki warga
pribumi. Ketiga, kaum pribumi mPmp11nyai rasa ego yang tinggi.
Hubungan antara pribumi dan pendatang berjalan baik dalam kehidupan
sehari-hari, tanpa ada perselisihan. Namun, ketika hubungan itu beranjak
menjadi suatu hubungan yang lebih serius, seperti; acara pemilihan RT/RW
nampak sekali adanya perilaku diskriminatif yang dilakukan oleh warga
pribumi. Misalnya ada warga pendatang yang tidak cliberikan surat suara oleh
panitia atau ticlak diperbolehkannya warga pendatang untuk ikut
berpartisipasi dalam mencalonkan diri menjadi ketua RT/R\fl/.
35
5.2. Diskusi
Persepsi merupakan proses yang aktif dan rumit. Artinya, persepsi
merupakan serangkaian kegiatan yang melibatkan banyak aspek yang
digunakan sebagai pertimbangan. Persepsi setiap pribumi dalam
memandang atau mengartikan objek persepsi akan berbeda-beda tergantung
pada faktor-faktor yang mempengaruhi proses persepsi pada individu, karena
persepsi lebih bersifat psikologis. Menurut Bimo Walqito (Psikologi S8sial,
2002 : 47) ada dua sumber yang dapat mempengaruhi hasil persepsi, yaitu
yang berhubungan dengan segi kejasmanian dan yang berhubc.;·:gan dengan
segi psikologis. Bila sistem fisiologisnya terganggu, hal tersebut akan
berpengaruh dalam persepsi seseorang sedangkan segi psikkologis, yaitu
mengenai pengalaman, perasaan, kemampuan berpikkir, motivasi akan
berpengaruh pada seseorang dalam proses persepsi.
Lingkungan atau situasi yang melatarbelakangi stimulus juga akan
berpengaruh dalam proses persepsi, terlebih-lebih bila objek persepsi
manusia. Objek dan lingkungan yang melatarbelakangi objek merupakan
kebulatan atau kesatuan yang sulit dipisahkan. Objek yang sama dengan
situasi sosial yang berbeda, dapat menghasilkan persepsi yang berbeda.
- 96
Lebih ringkas, persepsi dapat dipengaruhi oleh faktor internal seperti faktor
pengalaman, faktor intelegensi, faktor menghayati stimuli, faktor ingatan
(memory}, faktor disposisi kepribadian dan faktor kecernasan. Sedangkan
faktor eksternal yaitu lingkungan dan faktor stimulus itu sendiri.
Pengayaan pengalaman-pengalaman ini dapat pula terjadi karena kontak
kontak dengan objek-objek stimulus yang serupa. Dari hasil penelitian jelas
sekali terlihat bahwa penduduk asli (pribumi) sangat miskin pengalaman
dalam mempersepsikan suatu obyek terlebih-lebih ketika memandang warga
pendatang.
97
5.3. Saran
1. Saran Praktis
Berdasarkan hasil penelitian, berikut ini ada beberapa hal yang dapat
dipertimbangkan sebagai saran praktis, untuk masyaral<at Lengkong Ulama :
1. Agar selalu berpikir positif kepada orang asing (pendatang).
2. Agar menghormati hak-hak warga pendatang.
3. Jangan ada perbedaan antara pribumi dan pendatang dalam hal
apapun.
4. Agar memberikan hak yang setara terhadap pc:idatang seperti kepada
pribur1.:.
2. Saran teoritis
1. Penulis menyadari bahwa dalam proses peneliitian ini terdapat beberapa
kekurangan dan kelemahan, antara lain bahwa responden dalam
penelitian ini adalah laki-laki. Selain itu penelitian ini hanya mencakup
aspek pendidikan, sosial dan politik. Oleh karena itu, diharapkan kepada
peneliti selanjutnya agar mengambil responden laki-laki dan perempuan
serta menambahkan aspek ekonomi dan budaya sebagai pelengkap data
dan memperdalam kajian permasalahan.
98
2. Dalam pengambilan data tidak hanya menggunakan wawancara tetapi
juga menggunakan kuesioner atau kombinasi antara metode kuantitatif
dengan metode kualitatif agar diperoleh data penelitian yang lebih akurat,
komprehensif dan mendalam mengenai persepsi masyarakat pribumi
terhadap pendatang.
Lampiran pcr·Dyataan kc~cl!iaan
PENGANTA!l
Bapak/ibu/sdL Yang saya hormati
AssBJamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Salam sej.1htera kami sampaikan kt:pada bapak/;bu/sdr. semoga senantiasa dalam
lindungan Allah SWT. Amin. Selanjutnya berkenaan dengan ini, kami bermaksud untuk
melakukan sebuah penellitian lapangan berjudul "Pcrsepsi i\!fasyarakat Pribumi T~rhadap
Pendatang di Kampung Lengkong Ulama Tangerang B:mtcn". Olch karcna itu. kami
memohon bantuctn bapnk/ibuhdr untuk berkenan memberikan informasi clan pcngalaman
un~uk kan1i ainb ~ si:ba:~ai d;l'_a penelitian.
K.J.rni bcrharap bap.1k:'ihu/~dr l'l.'"rki:n~1n u:iluk rn~ngisi !i)rr11<:1t scb.:1gai hukci
pcrn;.·01aa11 kcsclL~1;!1l (--.cr;,Jrtisipasi. St:"g;ila !nf~1r111~1si y~1n_s h:~1:ni danat ~lk~n d;!..'.1Jl~<1k;111
untuk \ ~pentingan pcncli!ian ~emata.
~;cb2.gai pcncliti, nierupakan bagian Jari ctika pcnclitian b~u1,. 1 ·an1i h::irus
ucniaga ~ernha;iaanjaw•:ban anda dnn tidak adajav•aban salah dabrn pcn<:liti:rn ini.
Scn111<\ja\vaban ,:ang h:1p1<.:/ih1J/sdr h1.:rik~1n ada\ah h..:nar. bil:1j~1\v;:1han lcr:-;chu1 1i:cn1:1ng
paliPg scsuu.i dcngan apa ~,.'[lllg tcrjadi Jan diraskan olch anJa.
1\tas kcsc:Jiaan dan [::1rituan Bnpak/ibu/sdr, ka1ni haturkan tcrin1a r-asih.
\Va5':al:imu · alai kum \Varahmatullahi \Va barakatuh.
·i·:ing•:rarig, J)csc1nbl'.r .?P!J7
Firman Firdaus
Inform Concent
PERNYATAAN KESEI>IAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini.
Nama lengkap
lJsia
Jcnis kclami.'l
Pekerjaan
:-\lnmnt
\l·.-:ny~llakan ba!J..,.va:
I. Say a bcr~,cJia 1ncnjad1 :-:..::;poi:· :.~n pl'.neiitian yang di !;1kukan oli.;h Finnan ! . ··J;·t.! ;.
' Saya bcrscJia untuk rr1c1nbcrik~1:1 d~i1:1 ynng scbcn::lr bcnarnyn y<111g
sesuai dengan apa yang diD.l~Hni.
;, Data saya dijan1in kcrahasinanny;i dan lianya digunakan untuk kcptntingan
pen el i tis:< semata.
·r.-ing.erang, Dc~crnbi_;r 2007
l~anda 'rangan
Lampiran lcmbar obscrvasi
Subyek :112/3
WPwancara ke : 1 /2/3/.1/5
Obscrvasi darr wawancara
Tanggal
Jam
I. Keadaan tempat wawancara, cuaca, suasana, da kelrnt iran pir.ak
lain di sekitar tcmpa.t wawancara .
.., Garnbaran fisik Jan i:cnampi\an subyek .
. 1. Rhgkas:in awal c::m :1khir wawancara meliputi: h.1l-l1al apa saja
yang dilakukan ol.c:h intervie\\·er clan subyek.
4 l.Zingkas~u1 suhyek .selan1n jalannya \Va\vancar::i (suara. intona~;i.
s/d
sikap, tu'1uh, antusia:;mc, sikap Jcpada intc1Ticwcr, dan Jain-bin).
5. (ianggu:::in Jan ha1nbatan selam \Va\\·ancara.
6. catau1n khu~us sc:l:1r:1a \Va\vanc:ara.
Padoman Wawancara
1. Berapa lama anda tinggal ?
2. Berapa usia ancla ?
3. Apa pekerjaan anda ?
A. Bagaimana persepsi kaum pribumi terhadap kaum pemdatang di
kampurq Lengkong Uiama.
1. Apa y<i~g meiatgrbelangkangi pendatang bermukir,1 di sini?
2. Bagairnana parnhngan anda mengenai ;)endatang?
3. Menuwt anda bagaimana para tokoh masyarakat memandang
wc.rgc• pendatang ?
4. Mengapa anda bEOipandangan seperti itu ?
5. Apakc•h anda merasa nyaman den9an adanya pendatang ?
6 .Baoai;nana langkah yang anda ICJkukan ?
7. Mengapa anda mengam!)iJ langkah tersebut?
8. Bagaimana hasil dari langkah yang anda tempkan ?
fl. Selain langkah yang anda katakan tadi, adakah usaha l::iin y::ing
anda ~:erapkan !
B. Faktor-faktor penye~::iab persepsi terhadap pendatong.
I, r\pakah dengan adanya pendatang anda merasa nyarnan ?
-~- Meng a pa and a berpan :Jangan seperti ilu ?
3. Faktor-faktor apa saja y2ng rnenyebabk?n hal tersebut?
,i_ Usaha apa y:-;ng andc1 lakukan ?
5. Mengapa anda rnengambil lang~ah tersebut ?
6. Apakah langkah tersebut cukup efektif?
7. Menurut anda, apakah pendatang memberikan kontribusi yang
signifikan ?
8. Apakah kamp:mg ini rnengalami kemajuan dengan adan:;a
pendatang?
9. Bagaimana keadaan kampung ini sebelurn adanya pendatang ?
10. Apakah warga cemas dengan adanya pendatang ?
C. Bagaimana persepsi pribuml terhadap pendatang berdampak
terhadap perilaku diskrimina1if dan hubungan interperson.11
pandatang sehari-hari.
1. Bagaimana hubungan antara pribumi dengan pe~datang dalam
kehidupan sehari-hari ?
2 .. Apakah situasi tersebut berdampak terhudap anda ?
3. Usaha apa yang anda lakukan?
4. Seberapa jauh hasil usaha yang and3 terapkan berhasil ?
5. Selain usaha yang anda katakan tadi. adakah usaha lain ya.19 anda
tercipkan ?
6. A_ncikah usah•J tersebut membuai pendatar::> 12rpojokkan?
7. Selain anda apakah saudm<I ate.Li teman anda menga!3mi dampak
tersdiut?
8. Bagaimana anda me11gur,1ngi clampak tersebut?
9. Men1. rut anda, cipakah pend<ltang rnempunyai hak yang san-.a clengan
pend: 1duk asli ;
10. Apakc1h clenga;1 adan~1a pend a tang, parn tokoh masyarakat
merasa tersai~qi ? i'vleng<.~p~i ?
11. Usnha apa yang dilal<ukan para tokoh mcisyarakat?
12. Sebe.-apa jat:h liasil usahil itu berha,;il?
13. Apakah situ&,;i i.ersebut n~ernbuat pe11cla1ang merasa nyaman ?
14. Ba~1ciimana hubungan intcrper~»)nal willCJil sebelum adan'ja
penclatang ?
....
DAFTAR PUSTAKA
Abu, A (1998) Ps1kologi Umum, Jakart3; Rineka Cipta.
Aikinson, R dkk (·J 983) Pengantar psikologi Alih Bahasa: Nurjannah Taufiq
dan Rukmini 13urhana. Jakarta; Erlangga.
Arikunto, Suharsimi, (1990) Prosedur Per•elitian: Suatu Pendekatan, J3karta:
RineKa Cipta.
Chaolin. JP (2001) r:·amus Lrmgkap Psiko/Jgi Jakarta: l~aja Grafindo
Persad a.
r:;. Hasan. Bisri 12C-04) Pilar-Pilar Pene!itian 1-/, •kum Islam dan Prenalc•
Sosiaf. Ed. 1 Jakarta : Raja Grafinclo Per~ ada.
Davidoff, L. L (1988) P0ilwlogi Suatu f'cmganiar, .1\lih Bahasa: Mari Juniati.
Jakarta; Erlanggc;
Han'ef, ~,1 (1992) 'Lenykor;g Kulon" l\ampung yang NyDris Punah,
Tangerang: Media Dakwah.
Hesti R. \iVi1aya. (19913) PGnelidan Berperspektif Gencler daiarn ,:umc:•I
Analisis Sosi<•f: Anafisis Gene/er cfalam Mema/Jiiffli F'ersoa!an
Perempuan, Ed. Keempat. Bandung : Akatiga
Husni, fv1 (I 994) Tangerang, Ensiklopedia Nasional Indonesia, Jakatia:
PT Cipta l1di Pustaka.
lrwanto dkk (1989) Psiko/ogi Umum Buku Panduan Mahasiswa, Jakaria;
Gmmedia.
\Dl\
Kamanto, Sunarto (2000) Pengantar Soisoiogi, Jakarta: Leribaga Fal\Ultas
E'~onomi Universitas Indonesia. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi
f(e;tiga (2005) Departemen Pendidikan Nasional, Jal<arta : Balai
Pustaka.
Kalinger, Fred, N. (1998) Asas-asas Penelitian Behavior. Yogyakarta:
Gajah Maja University Press.
i<hmnde·1i, Muhammar (2002) Kampung Wisata Rohani sebagai So/usi
P:orencanaan Komunitas ,V,:ampung Lengkong U!ama serp.:ing untu!r
fV'&ningiwtlcn Kualitas dan V'«a!itas Ungkungannya cl•mgan
?1~·r1clr:::1<:1ta11 Rer_Jeve!o/Jrn-:Jr1/. !<arya tulis Jurusc1n ArsitL~kti..r dan
Perencan.:.a11 Universitas Tri~.al;ti: .bkarta.
'.<ossen,C>tan (19!13) The Human Side Of Organization 3ro Edition. Aspek
Manusiawi da/am Organisasi. Vakri Siregar (terj.) (1993) Jakarta:
Eilangga.
Kristi, E. Poerwancli. (2001) Pendekatan Kualitatif untuk r·-.melitian
Perilaku Ma:wsia. Jakarta: LPSP3 Ui.
ivi, Hardy clkk (198cll Penganlarosiko/ogi, <1lih bahasa: Dr. Soenard;i,
Jakarta: Erlangga.
Mian, Mukri (1983) Sejarah Kampung Lengh.ong Ulama Tangerang
Moleong, Lexy J. (2000) Metodohgi Penelitian KUalitatif. B;;ndung: Remaja
Rosdakarya.
....
Mutahha:i, Murtadha (1985) Masyarafral dan Sejarah, Bandung: Mizan.
Nuryani, (1998) Peran Pusantren Lenglrong da!am Pengembangan /slam di
Tangeranr; 1997-1949, Skripsi Jurusan Sejarah dan Peradaban Islar.:,
Jakarta: Perpustakaan Fakultas Adab, UIN Sy"lrif Hidayatullah .Jakar :a.
Pemda Kola Madye DAT! I! Tangerang , (1995; Sejarah Terbentuknya 0,1 Tl
II Tangeran:}. Tangerang: PEM1<0T Tangerang.
Pemda Tangera.-g, (1094) 51 Tahun Kebupaten Tangerimg DA Tl II
Tar.;7erang clc.'am Pembangunan, Tangerang: PEMD/'. Tangerw1g.
f~akhmat, J. (2005) Psikologi Kcrnunilrnsi, Bandung: PT. f;:osda l<arya.
Saifudd!i1. Azwar. (::2005) Me!r.rlc• Peneli/ien .. r:.et. 1 ·:. Yo9y".karta Puo:•:;ka
Pela jar.
S;:;~.vono, VV. Sarlitc. (2001) Psikologi Sosiai Psiko,v07i Ke!ompo.i\ dan
. Psiko/ogi Terapan, Jakarta: Balai Pustaka.
Sevilla, G. Consuelo, (1993) Pengantar fv19/ode F"enelitian, Jaf;2 rta
Ur.:,•ersitas lmlonesia.
Soekanto, Soerjono, (1999) Sosiologi Su2tu r'engan!ar Jakarta: PT.Raja
Grafindo Persada.
~)uharnan, (2005) Psil<ulogi Kognitif, Surai:aya: Srikandi
Suharsimi, Arikunto. (1992) Prosedur Penelitian; Suatu Pendeka!an
Prak/ef\. Jakarta: Rinel1a Cipta.
Walgito, Bimo (2002) Psikolcgi Sosiaf Suatu Pengantar, Yogyakarta: Andi
Wibowo, (1988) fviDferi F'okok Psikologi Sosial, Karunika Jakarta:
Universitas ·~erbuka.
{in, Roberti, K. (2004) Studi Knsus: Desain dan Me/ode. Penerjerriah. M.
Dja'JZi Mudzakir, Ed. REvisi. Jakart<1: R1ja Grafindo Persada.
Zulkarnaen, (2004} ;::>erturn/Ju'Jan dan Perkemba·1~ Jn Islam di Le11gkon9
Kulon (Uiama,', Tangerang: Skripsi.