3. ranah pengembangan keprofesian guru

3
acRANAH PENGEMBANGAN KEPROFESIAN GURU A. PENYEDIAAN GURU Berkaitan dengan penyediaan guru, Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2008 tentang Guru telah menggariskan bahwa hal itu menjadi kewenangan lembaga pendidikan tenaga kependidikan, yang disebut penyediaan guru berbasis perguruan tinggi. Menurut dua produk hukum ini, lembaga pendidikan tenaga kependidikan dimaksud adalah perguruan tinggi yang diberi tugas oleh pemerintah untuk menyelenggrakan program pengadaan guru pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan/atau pendidikan menengah, serta untuk menyelenggarakan dan mengembangkan ilmu kependidikan dan non-kependidikan. Guru dimaksud harus memiliki kualifikasi akademik sekurang-kurangnya dan bersertifikat. Jika seorang guru telah memiliki keduanya, statusnya diakui oleh Negara sebagai guru professional. Pada sisi lain, baik UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen maupun PP No. 74 tentang Guru, telah mengamanatkan bahwa ke depan, hanya yang berkualifikasi S1/D-IV bidang kependidikan dan nonkependidikan yang memenuhi syarat sebagai guru. Itu pun jika mereka telah menempuh dan dinyatakan lulus pendidikan profesi. Pada sisi lain, dua produk hukum ini menggariskan bahwa peserta pendidikan profesi ditetapkan oleh menteri, yang sangat mungkin didasari atas kuota kebutuhan formasi. Beberapa amanat penting yang dapat disadap dari dua produk hukum ini. 1. Calon peserta pendidikan profesi berkualifikasi S1/D-IV 2. Sertifikat pendidika bagi guru diperoleh melalui program pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat dan ditetapkan oleh pemerintah 3. Sertifikasi pendidik bagi calon guru harus dilakukan secara objektif, transparan, dan akuntabel 4. Jumlah peserta didik program pendidikan profesi setiap tahun ditetapkan oleh Menteri. 5. Program pendidikan profesi diakhiri dengan uji kompetensi pendidik. 6. Uji kompetensi pendidik dilakukan melalui ujian tertulis dan ujian kinerja sesuai dengan standar kompetensi 7. Ujian tertulis dilaksanakan secara komprohensif yang mencakup penguasaan. 8. Ujian kinerja dilaksanakan secara holistic dalam bentuk ujian praktik yang mencerminkan penguasaan kompetensi pedagogic, kepribadian, professional, dan social pada pendidikan yang relevan Jika regulasi ini dipatuhi secara taat asas, tidak ada alas an calon guru pada sekolah-sekolah di Indonesia berkualitas dibawah standar. Namun demikian ternyata setelah mereka direkrut untuk menjadi guru, yang dalam skema kepegawaian Negara untuk pertama kali berstatus sebagai calon pegawai negeri sipil (PNS) guru, mereka belum bisa langsung bertugas penuh ketika menginjakkan kaki pertama kali dikampus sekolah. Melainkan mereka masih harus memasuki fase prakondisi yang disebut dengan induksi. Ketika menjalani program induksi, diidealisasikan guru akan dibimbimbing dan dipandu oleh mentor terpilih untuk kurun waktu sekitar satu tahun, agar benar-benar siap menjalani tugas tugas professional. Ini pun tentu tidak mudah, karena didaerah pinggiran atau pada sekolah-sekolah yang nun jauh disana, sangat mungkin akan menjadi tidak jelas guru seperti apa yang tersedia dan bersedia menjadi mentor sebagai tandem itu. B. Induksi Guru Pemula Lahirnya UU No. 14 tahun 2005 dan PP No. 74 tahun 2008 seperti dimaksudkan di atas mengisyaratkan bahwa ke depan, hanya lulus S1/D-IV yang memiliki sertifikat pendidiklah yang akan direkrut menjadi guru. Namun demikian, sunggupun guru yang direkrut telah memiliki kualifikasi minimum dan sertifikat pendidik, yang dalam produk hukum dilegitimasi sebagai telah memiliki kewenangan penuh, ternyata masih diperlukan program induksi untuk memposisikan mereka menjadi guru yang benar-benar profesional. Memang, pada banyak leiteratur akademik, program induksi diyakini merupakan fase yang harus dilalui ketika seseorang dinyatakan diangkat dan ditempatkan sebagai guru. Program induksi merupakan masa transisi bagi guru pemula terhitung mulai dia pertama kali menginjakkan kaki di sekolah atau satuan pendidikan hingga benar- benar layak dilepas untuk menjalankan tugas pendidikan dan pembelajaran secara mandiri. Kebijakan ini memperoleh legitimasi akademik, karena secara teoritis dan empiris lazim dilakukan di banyak negara. Sehebat apapun pengalaman teoritis seorang guru dikampus, ketika menghadapi realitas dunia kerja, suasananya akan lain. Persoalan mengajar bukan hanya berkaitan dengan materi apa yang akan

Upload: anhy-oncy

Post on 27-Oct-2015

981 views

Category:

Documents


42 download

DESCRIPTION

Profesi Keguruan

TRANSCRIPT

Page 1: 3. Ranah Pengembangan Keprofesian Guru

acRANAH PENGEMBANGAN KEPROFESIAN GURU

A. PENYEDIAAN GURUBerkaitan dengan penyediaan guru, Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun

2008 tentang Guru telah menggariskan bahwa hal itu menjadi kewenangan lembaga pendidikan tenaga kependidikan, yang disebut penyediaan guru berbasis perguruan tinggi. Menurut dua produk hukum ini, lembaga pendidikan tenaga kependidikan dimaksud adalah perguruan tinggi yang diberi tugas oleh pemerintah untuk menyelenggrakan program pengadaan guru pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan/atau pendidikan menengah, serta untuk menyelenggarakan dan mengembangkan ilmu kependidikan dan non-kependidikan.

Guru dimaksud harus memiliki kualifikasi akademik sekurang-kurangnya dan bersertifikat. Jika seorang guru telah memiliki keduanya, statusnya diakui oleh Negara sebagai guru professional. Pada sisi lain, baik UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen maupun PP No. 74 tentang Guru, telah mengamanatkan bahwa ke depan, hanya yang berkualifikasi S1/D-IV bidang kependidikan dan nonkependidikan yang memenuhi syarat sebagai guru. Itu pun jika mereka telah menempuh dan dinyatakan lulus pendidikan profesi. Pada sisi lain, dua produk hukum ini menggariskan bahwa peserta pendidikan profesi ditetapkan oleh menteri, yang sangat mungkin didasari atas kuota kebutuhan formasi.

Beberapa amanat penting yang dapat disadap dari dua produk hukum ini.1. Calon peserta pendidikan profesi berkualifikasi S1/D-IV2. Sertifikat pendidika bagi guru diperoleh melalui program pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki

program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat dan ditetapkan oleh pemerintah

3. Sertifikasi pendidik bagi calon guru harus dilakukan secara objektif, transparan, dan akuntabel4. Jumlah peserta didik program pendidikan profesi setiap tahun ditetapkan oleh Menteri.5. Program pendidikan profesi diakhiri dengan uji kompetensi pendidik.6. Uji kompetensi pendidik dilakukan melalui ujian tertulis dan ujian kinerja sesuai dengan standar kompetensi7. Ujian tertulis dilaksanakan secara komprohensif yang mencakup penguasaan. 8. Ujian kinerja dilaksanakan secara holistic dalam bentuk ujian praktik yang mencerminkan penguasaan kompetensi pedagogic,

kepribadian, professional, dan social pada pendidikan yang relevan

Jika regulasi ini dipatuhi secara taat asas, tidak ada alas an calon guru pada sekolah-sekolah di Indonesia berkualitas dibawah standar. Namun demikian ternyata setelah mereka direkrut untuk menjadi guru, yang dalam skema kepegawaian Negara untuk pertama kali berstatus sebagai calon pegawai negeri sipil (PNS) guru, mereka belum bisa langsung bertugas penuh ketika menginjakkan kaki pertama kali dikampus sekolah. Melainkan mereka masih harus memasuki fase prakondisi yang disebut dengan induksi. Ketika menjalani program induksi, diidealisasikan guru akan dibimbimbing dan dipandu oleh mentor terpilih untuk kurun waktu sekitar satu tahun, agar benar-benar siap menjalani tugas tugas professional. Ini pun tentu tidak mudah, karena didaerah pinggiran atau pada sekolah-sekolah yang nun jauh disana, sangat mungkin akan menjadi tidak jelas guru seperti apa yang tersedia dan bersedia menjadi mentor sebagai tandem itu.

B. Induksi Guru PemulaLahirnya UU No. 14 tahun 2005 dan PP No. 74 tahun 2008 seperti dimaksudkan di atas mengisyaratkan bahwa ke depan, hanya lulus S1/D-IV

yang memiliki sertifikat pendidiklah yang akan direkrut menjadi guru. Namun demikian, sunggupun guru yang direkrut telah memiliki kualifikasi minimum dan sertifikat pendidik, yang dalam produk hukum dilegitimasi sebagai telah memiliki kewenangan penuh, ternyata masih diperlukan program induksi untuk memposisikan mereka menjadi guru yang benar-benar profesional. Memang, pada banyak leiteratur akademik, program induksi diyakini merupakan fase yang harus dilalui ketika seseorang dinyatakan diangkat dan ditempatkan sebagai guru. Program induksi merupakan masa transisi bagi guru pemula terhitung mulai dia pertama kali menginjakkan kaki di sekolah atau satuan pendidikan hingga benar-benar layak dilepas untuk menjalankan tugas pendidikan dan pembelajaran secara mandiri.

Kebijakan ini memperoleh legitimasi akademik, karena secara teoritis dan empiris lazim dilakukan di banyak negara. Sehebat apapun pengalaman teoritis seorang guru dikampus, ketika menghadapi realitas dunia kerja, suasananya akan lain. Persoalan mengajar bukan hanya berkaitan dengan materi apa yang akan diajarkan dan bagaimana mengajarkannya, melainkan semua subsistem yang ada disekolah dan dimasyarakat ikut mengintervensi perilaku nyata yang harus ditampilkan oleh guru, baik didalam maupun diluar kelas.

C. Profesionalisasi Guru Berbasis LembagaKetika guru selesai menjalani proses induksi dan kemudian secara rutin keseharian menjalankan tugas-tugas profesional, profesionalisasi atau

proses penumbuhan dan pengembangan profesinya tidak berhenti disitu. Diperlukan upaya yang terus-menerus agar guru tetap memiliki pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan tuntutan kurikulum serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Disinilah esensi dan pembinaan dan pengembangan profesional guru. Kegiatan ini dapat dilakukann atas prakarsa institusi, seperti pendidikan dan pelatihan, workshop, magang, study banding, dll adalah penting. Prakarsa ini menjadi penting karena secara umum guru pemula memiliki keterbatasan, baik finansial , jaringan, waktu, akses dan sebagainya. Namun yang tidak kalah pentingnya adalah prakarsa personal guru untuk menjalani profesionalisasi. Kegiatan pembinaan dan pengembangan itu dilaksanakan secara sistematis dengan menempuh tahapan-tahapan tertentu, seperti analisis kebutuhan, perumusan tujuan dan sasaran, desain program, implementasi dan deliveri program. Ini berarti bahwa kegiatan pembinaan dan pengembangan kemampuan profesional guru secara berkelanjutan harus dilaksanakan atas perencanaan, pengorganisasia, pelaksanaan, dan evaluasi yang sistematis.Aktivitas-aktivitas pengembangan guru tersebut memiliki temali satu sama lain. Pada fase perencanaan, fokus perhatian terpusat pada kebutuhan akan kegiatan pendidikan, pelatihan, dan pengembangan apa yang diperlukan bagi guru. Penentuan jenis kegiatan pendidikan dan pelatihan ini didasari atas diagnosis mengenai masalah dan tantangan ya g dihadapi oleh guru dan satuan pendidikan saat ini, serta kemungkinannya di masa depan, termasuk kemungkinan perubahan kebijakan dan strategi kerja keorganisasian.

Tujuan dan sasaran pendidikan dan pelatihan guru ditetapkan dengan mencerminkan kondisi yang diingini, sekaligus menjadi ukuran keberhasilan program itu. Perumusan tujuan dan sasaran ini akan menjadi acuan dalam menentukan substansi dan pelaksanaan program, dengan titik

Page 2: 3. Ranah Pengembangan Keprofesian Guru

tekan pada upaya memenuhi kebutuhan guru dan satuan pendidikan secara nyata. Evaluasi program dimaksudkan untuk menentukan tingkat keberhasilan kegiatan-kegiatan pembinaan dan pengembangan yang dilakukan, serta kelemahan-kelemahan selama proses penyelenggraan. Hal ini akan menjadi umpan balik bagi perencanaan program pengembangan yang lebih efektif dan efisien.

Pendidikan, pelatihan dan pengembangan merupakan proses yang ditempuh oleg guru pada saat menjalani tugas-tugas kedinasan. Kegiatan ini diorganisasikan secara beragam dan berspektrum luas dengan tujuan untuk meningkatkan kompetensi, keterampilan, sikap, pemahaman, dan performansi yang dibutuhkan oleh guru saat ini dan dimasa mendatang. Di banyak negara, saat ini berkembang kecenderungan-kecenderungan baru dimaksud adalah: (1) berbasis pada program penelitian, (2) menyiapkan guru untuk menguji mengases kemampuan praktis dirinya, (3) diorganisasikan dengan pendekatan kolegialitas, (4) berfokus pada partisipasi guru dalam proses pembuatan keputusan mengenai isu-isu esensial dilingkungan sekolah, dan (5) membantu guru-guru yang dipandang masih lemah pada beberapa aspek tertentu dari kompetensinya. Dengan demikian, kegiatan ini merujuk kepada peluang-peluang belajar yang didesain secara sengaja untuk membantu pertumbuhan profesional guru. Lebih spesifik ia dimaksudkan untuk meningkatkan dan mengembangkan kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial, bahkan dapat dilakukan sebagai wahana promosi bagi guru.

D. Profesionalisasi Guru Berbasis IndividuRealitas membuktikan, hanya sebagian kecil guru memiliki peluang menjalani profesionalisasi atas prakarsa institusi atau lembaga. Untuk

Indonesia, data statistik menunjukkan bahwa setiap tahunnya hanya sekitar 5 persen guru yang berpeluang mengikuti aneka program pengembangan yang dilembagakan sejenis penataran atau pelatihan di lembaga-lembaga pelatihan atau lembaga sejenisnya. Ini berarti dalam waktu sekitar 20 tahun masing-masing guru hanya berpeluang mengikuti program pengembangan profesi yang dilembagakan, bukan atas inisiatif sendiri. Itu pun dengan asumsi bahwa akses guru mengikuti program bersifat dibagi rata.

Kenyataan dilapangan, begitu banyak guru yang sama sekali tidak memiliki akses mengikuti program pendidikan, pelatihan, dan pengembangan secara dilembagakan, kecuali pada saat mereka menempuh pelatihan prajabatan dari calon PNS ingin menjadi PNS penuh. Menghadapi realitas ini, kalau guru mau tetap eksis pada profesi dengan derajat profesionalitas yang layak ditampilkan, tidak ada pilihan lain, dia harus melakukan profesionalisasi secara mandiri, yang disebut guru profesional madani atau guru profesional.

Untuk menjadi guru profesional, perlu p[erjalanan panjang. Diawali dengan penyiapan calon guru, rekrutmen, penempatan, penugasan, pengembangan profesi dan karir, hingga menjadi guru sungguhan, yang menjalani profesionalisasi secara terus menerus. Guru semacam inilah yang kelak akan menjelma sebagai guru profesional.

Merujuk paada referensi berpikir diatas, guru profesional sesungguhnya adalah guru yang didalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya bersifat otonom , menguasai kompetensi secara komprensif, dan daya intelektual tinggi. Guru profesional adalah mereka yang memiliki kemandirian tinggi ketika berhadapanbirokrasi pendidikandan pusat-pusat kekuasaan lainnya. Mereka memiliki ruang gerak yang bebas sebagai wahana bagi keterlibatannya dibidang pendidikan dan pembelajaran, pengembaga profesi, pengabdian kepada masyarakat, dan kegiatan penunjang lainnya. Guru professional pun memiliki daya juang dan energy untuk mereduksi secara kuat munculnya kuasa birokrasi pendidikan, kepala sekolah, dan pengawas sekolah atas hak dak kewajibannya. Mereka pun bebas beraifiliasi kedalam organisasi sebagai wahana perjuangan, pengembangan profesi, dan penegakan independensi sebagai ‘pekerja’ yang memiliki atasan langsung. Dengan demikian, dari sisi kepribadia untuk tumbuh menjalani profesionalisasi, ciri-ciri umum guru professional adalah:

Melakukan profesionalisasi-diri Memotivasi-diri Memiliki disiplin-diri diri Mengevaluasi-diri Memiliki kesadaran-diri Melakukan pengembangan-diri Mejadi pembelajar Melakukan hubunga-efektif Berempati tinggi, dan Taat asa pada kode etik

Guru professional memiliki arena khusus untuk berbagi minat, tujuan, dan nilai-nilai profesonal serta kemanusiaan mereka. Dengan sikap dan sifat semacam itu, guru professional memiliki kemampuan melakukan profesionalisasi secara terus menerus, memotivasi diri, mendisiplinkan diri dan meregulasi diri, mengevaluasi diri, kesadaran diri, mengembangkan diri, berempati, menjalin hubungan efektif. Guru professional pun adalah pembelajar sejati dan menjunjung tinggi kode etik dalam bekerja. Sejalan dengan uraian sebelumnya, guru professional bercirikan sebagai berikut.

Mumpuni kemampuan profesionalnya da siap diuji atas kemampuannya itu Memiliki kemampuan berintegrasi antarguru dan kelompok lain yang seprofesi dengan mereka melalui kontrak dan aliansi sosial. Melepaskan diri dari belenggu kekuasaan birokrasi, tanpa menghilangkan makna etika kerja dan tata santun berhubungan dengan

atasannya Memiliki rencana dan program pribadi untuk meningkatkan kompetensi, dan gemar melibatkan diri secara individual atau kelompok

seminat untuk merangsang pertumbuhan diri Berani dan mampu memberikan masukan kepada semua pihak dalam penyusunan kebijakan bidang pendidikan Siap bekerja secara tanpa diatur, karena sudah bisa mengatur dan mendisiplinka dirinya Siap bekerja tanpa diseur atau diancam, Karena sudah bisa memotivasi dan mengatur dirinya Secara rutin melakukan evaluasi diri untuk mendapatkan umpan balik demi perbaikan diri. Memiliki empati yang kuat Mempu bekomunikasi secara efektif dengan siswa, kolega, komunitas sekolah, dan masyarakat Menjunjung tinggi etika kerja dan kaidah-kaidah hubungan kerja Menjunjung tinggi kode etik organisasi tempatnya bernaung

Page 3: 3. Ranah Pengembangan Keprofesian Guru

Memiliki kesetiaan dan kepercayaan, dalam makna tersebut mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri

Adanya kebebasan diri dalam beaktualisasi melalui kegiatan lembaga sosial dengan berbagai ragam perspektif.