3 pendekatan seluler dan molekuler untuk pembuktian khasiat obat bahan alam
TRANSCRIPT
PENDEKATAN SELULER DAN MOLEKULER UNTUK PEMBUKTIAN KHASIAT OBAT BAHAN ALAM
Okid Parama Astirin Jurusan Biologi FMIPA
Universitas Sebelas Maret, Surakarta E-mail: [email protected]
Indonesia memiliki kekayaan hayati (biodiversity) terbesar kedua di dunia
setelah Brasil. Luas wilayah negara Indonesia hanya 3% dari luas daratan di muka
bumi, akan tetapi sebagian besar keanekaragaman hayati di dunia terdapat di
Indonesia, yaitu 10% tumbuhan berbunga dunia, 12% jumlah spesies hewan di
dunia, 16% jumlah reptil dan amfibi di dunia, 17% jumlah spesies burung di
dunia, 25% spesies ikan di dunia (Achmad, 2007). Berdasarkan hal itu sudah
sewajarnya kalau Indonesia mengembangkan penelitian pada sektor yang berbasis
keanekaragaman hayati.
Obat-obatan yang terbuat dari tanaman dan bahan alami dapat
dikelompokkan menjadi tiga yaitu jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka.
Jamu adalah ramuan tradisional yang belum teruji secara klinis, sedangkan obat
herbal yang terstandar adalah yang sudah lulus uji pra klinis. Sementara
fitofarmaka adalah obat herbal yang sudah lulus uji klinis. Jumlah terbesarnya
memang adalah jamu. Obat herbal terstandar hanya sekitar 20, sedangkan jumlah
fitofarmaka di Indonesia baru ada lima, karena biaya untuk melakukan uji klinis
sehingga boleh didaftarkan sebagai fitofarmaka cukup besar. Sedikitnya ada
empat tahap yang mesti dilalui untuk menjadi fitofarmaka, yaitu standarisasi
bahan baku dari tanaman, pembuktian terbebas dari bahan cemaran, uji praklinik,
dan uji klinik terhadap khasiat dan keamanannya. Fitofarmaka yang telah melalui
serangkaian uji praklinis dan uji klinis siap digunakan dalam sistem pengobatan
modern sejajar dengan obat-obat kimia. Para dokter biasanya akan yakin
merekomendasikan suatu jenis obat baru apabila telah ada uji klinisnya.
Menurut WHO hingga 65 % dari penduduk negara maju dan 80 %
penduduk dari negara berkembang telah menggunakan obat herbal (WHO, 2003).
Faktor pendorong terjadinya penggunaan obat herbal di negara maju adalah usia
harapan hidup yang lebih panjang pada saat prevalensi penyakit kronik
Seminar Nasional Biologi 2010
Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 201020
meningkat, adanya kegagalan penggunaan obat modern untuk penyakit tertentu
diantaranya kanker serta semakin luas akses informasi mengenai obat herbal di
seluruh dunia (Sukandar , 2006).
WHO merekomendasi penggunaan obat tradisional termasuk obat herbal
dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit,
terutama untuk kronis, penyakit degeneratif dan kanker. Hal ini menunjukan
dukungan WHO untuk back to nature yang dalam hal yang lebih menguntungkan
(WHO, 2003).
Peran tumbuhan bagi masyarakat tradisional hampir tidak tergantikan oleh
obat-obatan modern kimiawi. Sejak lama bangsa Indonesia mengenal khasiat
berbagai macam jenis tanaman sebagai sarana perawatan kesehatan, pengobatan
serta untuk mempercantik diri yang selama ini dikenal sebagai jamu. Berbagai
produk alami yang berasal dari tumbuhan telah menjadi komoditi komersial dan
menarik bagi para pengusaha bahan alam. Bahkan pasar dalam negeri untuk
produk herbal telah mengalami peningkatan dari sekitar Rp 1 trilyun pada tahun
2000 menjadi Rp 2 trilyun pada tahun 2002. Dalam perkiraan angka ini akan terus
mengalami peningkatan mencapai Rp 6 trilyun pada tahun 2010. Menurut
Wahyuningsih (2010) kondisi tersebut diatas dapat terwujud karena ketersediaan
sumber daya hayati tumbuhan obat di hutan Indonesia sangat melimpah.
Diperkirakan sekitar 30.000 spesies tumbuhan dapat dijumpai di Indonesia,
sementara sekitar 9600 spesies diantaranya berkhasiat sebagai obat. Dari jumlah
tersebut baru sekitar 300 jenis spesies yang telah dimanfaatkan untuk keperluan
industri obat dan jamu.
Sekitar 400 spesies tanaman dalam 315 genus dan 97 famili mempunyai
aktivitas sebagai penghambat tumor (Farnsworth, 1996). Berbagai zat fitokimia
yang berkhasiat sebagai antikanker dari beberapa tanaman telah berhasil diisolasi
oleh Mc Laughlin dkk, dimana pencarian senyawa bioaktif tersebut dilakukan
setelah dalam praskrining aktivitas terhadap ekstrak tanaman menunjukkan hasil
positif atau aktif (Mc Laughlin, 1991). Saat ini menurut Rusmarilin (2003),
teridentifikasi ada sekitar 400 ribu tumbuhan obat, 60% diantaranya berpotensi
Seminar Nasional Biologi 2010
Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010 21
sebagai antikanker; 75% berpotensi antiinfeksi. Sekitar 107 spesies tanaman yang
diuji sebagai antitumor berasal dari famili zingiberaceae dan umbelliferae.
Pengembangan Obat Anti Kanker
Obat antikanker yang ada saat ini selain bersifat antiproliferatif terhadap
sel kanker juga terhadap sel normal. Masalah utama yang dihadapi dalam
kemoterapi adalah selektivitas yang rendah dari obat anti-kanker (Valeriote et al.,
2002; Kinghorn et al., 2003). Tahun 1991 sekitar 28.000 sampel tumbuhan dari
seluruh dunia telah dikoleksi karena memiliki aktivitas antikanker. Sekitar 62%
dari 87 jenis obat antikanker berasal dari bahan alam (Cragg, 1993). Tumbuhan
memiliki komponen pencegah tumor berupa senyawa fitokimia atau dikenal
dengan cancer chemoprevention. Pencegahan kanker menggunakan senyawa
fitokimia adalah salah satu upaya menggunakan bahan kimia alam yang
diharapkan dapat mencegah tahap awal dari suatu karsinogenesis, sebelum terjadi
penyebaran lebih jauh. Senyawa kanker pada tanaman diantaranya indol
isothiosianat, dithiolthion dan organo sulfur yang banyak pada crucifera
(Rusmarilin, 2003).
Menurut Wahyuningsih (2010), obat antikanker menimbulkan kematian
sel kanker melalui beberapa mekanisme kerja. Diantaranya memacu apoptosis
karena program apoptosis dapat dimanipulasi untuk memacu kematian sel maka
gen dan protein berperan di dalamnya dan dapat menjadi target pengembangan
antikanker. Selain itu mampu mengatur siklus sel dan mengendalikan checkpoint.
Obat dalam golongan ini mengganggu siklus sel dengan mempengaruhi RNA,
DNA dan protein-protein lain yang terlihat dalam siklus sel sehingga dapat
menghambat proliferasi dan memicu apoptosis pada sel tumor yang sensitif.
Selain itu penggunaan terapi radiasi, kemoterapi dan terapi hormon,
banyak menimbulkan efek pada jaringan sehat non target ditandai dengan
rontoknya rambut, dan kulit yang menghitam (Jiang et al., 2004). Hal ini
mengakibatkan banyak dijumpai cara-cara pengobatan alternatif antara lain
dengan obat tradisional (Sugiyanto et al., 2003). Laporan berbagai lembaga riset
penelitian kanker di Indonesia menyatakan prevelensi penyakit kanker di
Seminar Nasional Biologi 2010
Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 201022
Indonesia cenderung meningkat. Insiden kanker di Indonesia diperkirakan 100 per
100.000 penduduk per tahun atau sekitar 200.000 penduduk per tahun (Puspitasari
et al. 2003).
Metabolisme Obat Bahan Alam
Obat bahan alam, selayaknya bahan kimia, akan mengalami proses
kinetik, berupa proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Absorpsi
merupakan proses penyerapan obat dari tempat pemberian masuk ke sirkulasi
sistemik. Distribusi sendiri merupakan proses perdaran obat ke seluruh cairan
tubuh baik kedalam cairan antar sel (interstitial) maupun ke dalam sel
(intracellular). Pada wanita hamil, obat dapat pula terdistribusi ke dalam janin.
Melalui proses distribusi, obat akan sampai ke organ target tempat obat bekerja.
Proses metabolisme ini bisa terjadi diseluruh jaringan tubuh, dimana hati
merupakan organ metabolime obat yang paling utama. Sementara ekskresi adalah
proses pengularan obat dari tubuh, baik dalam bentuk senyawa aktif maupun
senyawa tidak aktif. Berkurangnya senyawa aktif, menyebabkan berkurang efek
obat tersebut. Organ yang paling berperan dalam proses ekskresi adalah ginjal. Di
samping itu, proses ekskresi juga dapat terjadi melalui empedu, sekresi cairan
intestinal, keringat, saliva, dan air susu ibu.
Pembelahan sel
Pembelahan sel adalah proses pembagian genom yang telah digandakan
oleh sel ke dua sel identik yang sering disebut mitosis, yang merupakan bagian
dari daur sel dan hanya mencakup 5-10% dari daur sel. Diferensiasi sel normal
diatur secara ketat oleh sejumlah proto-onkogen yang merangsang pertumbuhan
dan berbagai anti-onkogen atau gen supresor (tumor suppressor genes) yang
menghambat pertumbuhan (David dan Shivdasani, 2001; King, 2000). Aktivasi
proto-onkogen secara berlebihan dapat terjadi melalui perubahan struktur dalam
gen, translokasi kromosom, peningkatan ekspresi gen atau mutasi. Mutasi
demikian sering tampak pada sel-sel yang berproliferasi secara aktif. Proliferasi
berlebihan dicegah oleh gen supresor yang menghambat pertumbuhan, namun
Seminar Nasional Biologi 2010
Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010 23
mutasi gen supresor menyebabkan hilangnya fungsi supresi pertumbuhan.
Amplifikasi onkogen dan atau inaktivasi gen supresor yang terlibat dalam regulasi
pertumbuhan sel mengakibatkan hilangnya kontrol pertumbuhan dengan risiko
terjadinya kanker. Asam laurat asal VCO (Virgin Coconut Oil) telah terbukti
mampu menekan proliferasi sel kanker payudara (T47D) (Budiyani, Astirin dan
Wibowo, 2007).
Daur Sel
Kegiatan yang terjadi dari satu pembelahan ke pembelahan sel berikutnya
disebut daur hidup sel (Reksoatmojo, 1993; Lewis et al., 2007). Daur sel secara
normal terbagi dalam 4 fase, yaitu: G1, S, G2, M, dan diselingi fase istirahat yaitu
G0 (Reksoatmojo, 1993; King, 2000; De Vita et al., 1997; MacDonald et
al.,1997). Fase awal dimulai dengan G1, pada fase ini sel mulai mempersiapkan
untuk melakukan sintesa DNA dan juga melakukan biosintesa RNA dan protein
(David and Shivdasani, 2001; King, 2004). Kemudian dilanjutkan dengan fase S,
dimana fase ini terjadi replikasi DNA. Pada akhir fase ini telah berisi DNA ganda
dan kromosom telah mengalami replikasi (De Vita et al., 1997; MacDonald et
al.,1997; David dan Shivdasani, 2001; King, 2000). Setelah fase S berakhir sel
masuk dalam fase pra mitosis (G2) dengan ciri: sel berbentuk tetraploid,
mengandung DNA dua kali lebih banyak daripada sel pada fase lain dan masih
berlangsungnya sintesis RNA dan protein (McDonald dan Ford, 1997). Sewaktu
mitosis berlangsung (Fase M) sintesis protein dan RNA berkurang secara tiba-tiba
dan terjadi pembelahan menjadi 2 sel. Setelah itu sel memasuki fase istirahat
(G0), sel dalam fase G0 yang masih potensial untuk berproliferasi disebut sel
induk (stem cell) (De Vita et al., 1997).
Perubahan dari satu fase ke fase berikutnya pada daur sel diatur oleh
beberapa checkpoint. Pengaturan checkpoint berfungsi untuk memastikan bahwa
kromosom utuh degradasi cyclin, aktivitas cyclin dependen kinase (CDKs), cyclin
dan tahap-tahap kritis sel telah sempurna sebelum memasuki tahap selajutnya
(David dan Shivdasani, 2001). Pengaturan checkpoint tersebut melibatkan
aktivitas dan dependent kinase inhibition (CDKIs). Interaksi antara ketiga kelas
Seminar Nasional Biologi 2010
Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 201024
protein tersebut berperan mengendalikan berbagai tahapan daur sel, mencegah sel
ketahap selanjutnya jika terjadi kerusakan DNA melalui mekanisme checkpoint
dan deregulasi proses ini berperan dalam kejadian kanker (King, 2004; McDonald
dan Ford, 1997).
Terjadinya peristiwa penambahan jumlah sel kanker ialah sel dalam daur
proliferasi. Setelah itu sel memasuki fase istirahat (G0). Sel dalam fase G0 yang
masih potensial untuk berproliferasi disebut sel klonogenik atau sel induk (stem
cell) (De Vita et al., 1997; King, 2004). Gen p53 mutan pada sel T47D
menyebabkan terjadinya kegagalan penghambatan daur sel (Goddard and Blank,
2002). Sel kanker menjadi tidak mampu melakukan pengaturan checkpoint
sehingga mengakibatkan respon yang menyimpang apabila terjadi kerusakan
seluler. Sebagai contoh apabila terjadi kerusakan DNA pada fase G1 akan
menyebabkan berhentinya daur sel atau terjadi apoptosis, sehingga sel tidak
memasuki fase S karena dihentikan pada fase G1 (De Vita et al., 1997).
Ketidakmampuan control checkpoint menyebabkan inisiasi fase S atau mitosis
tetap berlangsung meskipun ada kerusakan seluler dan ketidakstabilan genetik
yang selanjutnya timbul clone maligna (De Vita et al., 1997; McDonald dan
Ford, 1997).
Beberapa penelitian membuktikan adanya penghambatan pertumbuhan sel
kanker melalui kontrol pada daur sel. Telah dilaporkan oleh Rusmarilin, (2003)
dari 107 species tanaman yang diuji sebagai antitumor berasal dari family
Zingiberaceae dan Umbelliferae. Eksrak lengkuas mengandung ACA (1’asetoksi
khavikol asetat), memiliki potensi mengambat semua jenis alur sel kanker dan sel
kanker primer manusia. Aktivitas antikanker ekstrak lengkuas adalah pada sel
kanker paru-paru, leukimia, melanoma primer, melanoma metastase dan kanker
serviks (Rusmarilin, 2003). Menurut Sarjono (2004). Geneistein pada dosis 37
mM mampu menghambat aktivitas tirosin kinase, konsenterasi 20 mM
menghambat proliferasi sel dan sel MCF-7 (sel kanker payudara). Daun, buah dan
kulit batang tumbuhan mengandung senyawa golongan flavonoid dan polifenol.
Sukardiman et al. (1995) telah melakukan penelitian efek antikanker isolat
flavonoid dari herba benalu Mangga (Dendrophtoe petandra).
Seminar Nasional Biologi 2010
Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010 25
Abnormalitas kontrol pembelahan sel
Pada sel normal, kadar atau ekspresi dari p53 berada pada level yang
rendah. Kerusakan DNA dan berbagai sinyal stres akan merupakan pemicu
kenaikan tingkat ekspresi p53, dimana perannya ada tiga fungsi mayor yaitu,
growth arrest, repair DNA, dan apoptosis. Growth arrest akan menghentikan
perputaran dari daur sel, mencegah replikasi dari DNA yang rusak. Selama
growth arrest, p53 akan mengaktifkan berbagai protein yang berperan dalam
repair DNA. Apoptosis adalah jalan terakhir untuk menghentikan proliferasi dari
sel yang kerusakan DNA-nya gagal diperbaiki (Pecorino, 2004). Ketika terjadi
kerusakan DNA maka p53 akan teraktivasi dan mengaktifkan p21 yaitu suatu Cdk
Inhibitor (De Vita et al., 1997; King, 2004). Jika kerusakan DNA berat dan tidak
dapat direparasi maka sel akan memasuki jalur apoptosis (De Vita et al.,1997).
Gen p53 dikenal juga sebagai Tp53 atau tumor protein adalah sebuah gen
yang berperan dalam regulasi daur sel dan termasuk golongan tumor suppressor
gen. Sedemikian pentingnya peran tersebut bagi organisme multisel untuk
mencegah keganasan sehingga dia dijuluki “the guardian of the genome”,
sehubungan dengan perannya dalam menjaga stabilitas sel dan mencegah mutasi
genome (Pecorino, 2004). Pada tahun 1979, gen p53 ditemukan berupa
fosfoprotein dengan berat molekul 53 kD.
Mutasi dari protein P53 menyebabkan proliferasi dan transformasi sel
menjadi kehilangan kendali (Darma et al., 2008). Protein P53 normal mampu
mencegah replikasi DNA yang rusak dan mendorong penghancuran sendiri dari
sel yang mengandung DNA yang tidak normal tersebut.
Pemahaman terhadap proses apoptosis mendasari upaya kemoterapi
melalui induksi kematian sel kanker (Ghobrial et al., 2005). Proses apoptosis
dapat terjadi melalui beberapa jalur. Salah satu jalur yang mempunyai berkaitan
erat dengan kanker adalah melalui induksi apoptosis oleh protein p53. Protein
p53 merespon kerusakan DNA atau stress sel yang lain dengan menghambat daur
sel atau dengan menginduksi apoptosis (Alberts et al., 2002). Pada sel kanker
mekanisme ini tidak bekerja secara normal. Metode cepat dengan TUNEL
Seminar Nasional Biologi 2010
Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 201026
(terminal deoxynucleotidil transferase-mediated dUTP nick end-labelling) dapat
digunakan untuk identifikasi dan mengetahui kuantitas sel yang mengalami
apoptosis pada perlakuan sel yang dikultur (Fertig, 1999 cit. Wyllie, 2000).
Fakta menunjukkan bahwa sekitar 55% sel tumor pada manusia
disebabkan oleh mutasi p53-tumor-suppresor, salah satu protein pemicu proses
apoptosis. Pemulihan fungsi p53 termutasi dapat menghilangkan sel tumor dengan
mengaktifkan kembali proses apoptosis. Penelitian terhadap beberapa jenis
senyawa reaktivator fungsi p53 menunjukkan efek anti-tumor dari senyawa-
senyawa tersebut. Efek samping dari kemoterapi dapat dihindari dengan target
obat yang bersifat spesifik.
Astirin et al. (2009) dengan menggunakan ekstrak campuran buah kuning
(Pandanus conoideus Lamb) dan asam laurat membuktikan bahwa ekspresi
apoptosis dengan menggunakan TUNEL enzymatic assay menunjukkan bahwa
toksisitas asam laurat lebih tinggi daripada ekstrak Pandanus conoideus Lamb var
buah kuning. Potensi asam laurat ketika dicampur dengan ekstrak P. conoideus
Lamb var buah kuning semakin toksik (efek potensiasi).
Sekitar 55% dari sel tumor pada manusia kehilangan fungsi p53 akibat
mutasi pada protein tersebut. Hilangnya fungsi p53-wtp, sehingga akan
menghalangi proses apoptosis. Astirin et al. (2007) membuktikan adanya potensi
dari ekstrak buah merah (P. conoideus Lamb.) sebagai kandidat anti kanker
nasopharyng yang disebabkan oleh infeksi EBV (Eppstein Barr Virus).
Pengembalian fungsi p53 yang mengalami mutasi berpotensi memicu
apoptosis masal yang dapat mematikan sel tumor secara efektif (Bykov et al.,
2002a). Hasil penelitian Astirin et al. (2010) menunjukkan fraksi aktif P.
conoideus Lam. varietas buah kuning 0.078125 µl/mL mampu meningkatkan
kemampuan apoptosis sel Raji. Penelitian dengan memanfaatkan ekstrak yang
sama membuktikan kemampuan menurunkan tingkat ekspresi gen p53 mutan
pada sel HT29 secara in vitro ditunjukkan dengan penurunan kemampuan mitosis
seiring dengan peningkatan konsentrasi (Astirin et al., 2009). membuktikan
bahwa ekstrak herba P. conoideus var buah merah dan asam laurat mempunyai
potensi menghambat pertumbuhan sel kanker melalui apoptosis. Meskipun
Seminar Nasional Biologi 2010
Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010 27
demikian masih belum dapat dipastikan bahwa senyawa pada ekstrak herba dapat
mereaktivasi p53 termutasi, mengingat proses apoptosis juga teramati pada sel
HeLa yang tidak mengandung p53 termutasi.
Apoptosis,
Apoptosis adalah kematian sel terprogram yang merupakan proses penting
dalam pengaturan homeostasis normal. Proses ini menghasilkan keseimbangan
jumlah sel jaringan tertentu melalui eliminasi sel yang rusak, sehingga dapat
memelihara agar jaringan berfungsi dengan normal (Naim, 2006). Apoptosis juga
sangat dibutuhkan untuk mengatur jumlah sel yang dibutuhkan dalam tubuh, agar
seluruhnya bersifat fungsional dan menempati tempat yang tepat dan dalam umur
tertentu. Bila telah melewati masa hidupnya, sel-sel normal (non-kanker) akan
mati dengan sendirinya tanpa ada efek peradangan (inflamasi). Sel kanker bersifat
menyimpang dari karakteristik normal tersebut. Sel kanker akan terus hidup meski
seharusnya mati (immortal) (Darma et al., 2008). Apoptosis berlangsung melalui
serangkaian perubahan struktural sebagai hasil dari rangsangan fisiologis atau
patologis. Ciri morfologi apoptosis adalah pengerutan sel, kerusakan pada plasma
membrane, penonjolan membran (membrane blebbing), kondensasi kromatin, dan
fragmentasi inti sel (Suryadi dkk, 2004).
Pemahaman terhadap proses apoptosis memberikan dasar untuk
kemoterapi melalui induksi kematian sel kanker (Ghobrial et al., 2005). Proses
apoptosis dapat terjadi melalui beberapa jalur. Salah satu jalur yang mempunyai
kaitan erat dengan kanker adalah melalui induksi apoptosis oleh protein p53.
Protein p53 merespon kerusakan DNA atau stress sel yang lain dengan
menghambat siklus sel atau dengan menginduksi apoptosis (Alberts et al., 2002).
Pada sel kanker mekanisme ini tidak bekerja secara normal.
P53 dalam sel normal sangat tidak stabil dan hanya ada dalam konsentrasi
yang sangat rendah. Hal ini terjadi karena interaksinya dengan protein Mdm2.
Protein ini akan menyebabkan degradasi p53 pada kondisi normal, sehingga
proses apoptosis tidak berlangsung (Moll dan Petrenko, 2003). Hilangnya fungsi
p53, menyebabkan kerusakan DNA atau cacat sel yang lain tidak diikuti dengan
Seminar Nasional Biologi 2010
Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 201028
penghentian penggandaan dan/atau proses apoptosis, meskipun terjadi kenaikan
konsentrasi p53. Pengembalian fungsi p53 yang mengalami mutasi berpotensi
memicu apoptosis masal yang dapat mematikan sel tumor secara efektif (Bykov et
al., 2002a).
Dalam kaitannya dengan pengendalian tumorigenesis, maka apoptosis
merupakan mekanisme penting untuk mencegah proliferasi sel yang mengalami
kerusakan DNA, sehingga sel dengan lesi DNA tersebut tidak lagi menggandakan
diri. Dalam hal ini apoptosis berfungsi sebagai salah satu kontrol checkpoint
dalam daur sel. Kegagalan sel-sel tumor untuk melaksanakan proses apoptosis
merupakan salah satu penyebab pertumbuhan tumor, instabilitas genetik sel-sel
dan resistensi terhadap kemoterapi (Martin, 1996; Weinberg and Hanahan, 1996).
Kadar protein P53 tipe wild dalam inti sel relative sangat sedikit, bersifat
labil dan mempunyai waktu paruh pendek sehingga tidak terdeteksi dengan teknik
pewarnaan immunositokimia. Protein ini berperan menghambat proliferasi sel,
transkripsi sel, reparasi DNA, dan apoptosis. Sebaliknya protein P53 tipe mutan
berperan menghambat protein P53 tipe wild sehingga proliferasi sel kehilangan
hambatannya (Brock, 1993). Terjadinya p53 mutan menyebabkan terganggunya
fungsi kontrol apabila terjadi kerusakan DNA sehingga mengakibatkan tidak
teraktivasinya jalur caspase (Hanahan dan Weinberg, 2000).
Pemahaman terhadap proses apoptosis memberikan dasar untuk
kemoterapi melalui induksi kematian sel kanker (Ghobrial et al., 2005). Proses
apoptosis dapat terjadi melalui beberapa jalur. Salah satu jalur yang mempunyai
kaitan erat dengan kanker adalah melalui induksi apoptosis oleh protein p53.
Protein p53 merespon kerusakan DNA atau stress sel yang lain dengan
menghambat siklus sel atau dengan menginduksi apoptosis (Alberts et al., 2002).
Pada sel kanker mekanisme ini tidak bekerja secara normal.
P53 dalam sel normal sangat tidak stabil dan hanya ada dalam konsentrasi
yang sangat rendah. Hal ini terjadi karena interaksinya dengan protein Mdm2.
Protein ini akan menyebabkan degradasi p53 pada kondisi normal, sehingga
proses apoptosis tidak berlangsung (Moll dan Petrenko, 2003). Kira-kira 55% dari
sel tumor pada manusia kehilangan fungsi p53 akibat mutasi pada protein
Seminar Nasional Biologi 2010
Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010 29
tersebut. Hilangnya fungsi p53, menyebabkan kerusakan DNA atau cacat sel yang
lain tidak diikuti dengan penghentian penggandaan dan/atau proses apoptosis,
meskipun terjadi kenaikan konsentrasi p53. Pengembalian fungsi p53 yang
mengalami mutasi berpotensi memicu apoptosis masal yang dapat mematikan sel
tumor secara efektif (Bykov et al., 2002a).
Pemodelan molekul metode docking
Penelitian terhadap beberapa jenis senyawa reaktivator fungsi p53
menunjukkan efek anti-tumor dari senyawa-senyawa herbal. Pemahaman tentang
interaksi spesifik antara senyawa-senyawa reaktivator p53 dengan p53 termutasi
dan wild-type p53, akan memberikan sumbangan yang cukup besar dalam
pengembangan obat anti-kanker. Sehingga potensi penghambatan terhadap sel
kanker secara spesifik dapat. Pencapaian tujuan tersebut dilakukan dengan
kombinasi studi teoritis (pemodelan molekuler) dengan bantuan komputer dan
eksperimental laboratorium.
Beberapa penelitian untuk mengembalikan fungsi p53 termutasi dengan
menggunakan molekul kecil melalui metode docking telah dilakukan. Bukti-bukti
menunjukkan bahwa fungsi p53 dapat dikembalikan dengan mengatur konformasi
mutan p53 sehingga menyerupai wild-type p53.
Problema interaksi spesifik tersebut dapat diselesaikan dengan melihat
kemungkinan-kemungkinan interaksi antara molekul kecil dengan makromolekul.
Proses pencarian kemungkinan-kemungkinan interaksi tersebut dilakukan dengan
menempatkan molekul kecil pada makromolekul secara sistematis yang dikenal
sebagai metode docking (Morris et al., 1998). Metode docking telah cukup banyak
digunakan untuk hal-hal seperti ini. Dengan metode ini pula upaya pencarian
molekul baru yang dapat digunakan untuk tujuan yang sama dapat dipercepat dan
diturunkan biayanya.
Wibowo, Astirin dan Budiyani (2007) dengan pemodelan molekul telah
membuktikan bahwa pengembalikan fungsi p53 termutasi dapat dilakukan dengan
jalan menggabungkan molekul kecil melalui interaksi spesifik. Molekul kecil
tersebut adalah PRIMA-1(p53 reactivation and induction of massive apoptosis),
Seminar Nasional Biologi 2010
Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 201030
turunan maleimida (MIRA: mutant-p53-dependent induction of rapid apoptosis).
Interaksi spesifik tersebut, diharapkan dapat dilakukan oleh senyawa yang
terkandung dalam P. conoideus var. buah merah yang telah terbukti secara
eksperimental dapat mengembalikan fungsi p53. Pembuktian ini sangat menarik
karena membuka peluang untuk mengkaji interaksi spesifik dari senyawa yang
terkandung dalam P. conoideus var. buah merah dengan protein P53 termutasi.
Astirin et al. (2008) membuktikan bahwa ekstrak buah merah (P. conoideus,
Lam.) mampu menekan proliferasi sel kanker payudara T47D.
Hasil evaluasi sementara oleh Wibowo, Astirin dan Budiyani (2009)
terhadap pola interaksi reaktivator dengan p53 menunjukkan bahwa pola interaksi
dipengaruhi oleh mutasi pada p53 dan struktur senyawa reaktivator yang
digunakan. Uji sitotoksisitas VCO dan buah merah menunjukkan bahwa baik
VCO maupun buah merah mempunyai potensi menghambat pertumbuhan sel
kanker dengan tingkat selektivitas teramati. VCO dan buah merah dalam
menghambat pertumbuhan sel kanker dapat melalui proses induksi apoptosis.
Pemodelan dengan metode docking dilanjutkan dengan simulasi dinamika-
molekuler akan memberikan gambaran proses pengembalian fungsi p53 termutasi.
Gambaran yang diperoleh akan dikonfrontir dengan data-data penelitian
eksperimental laboratorium.
Pemodelan interaksi senyawa-senyawa kandidat reaktivator yang
merupakan komponen yang terdapat dalam VCO dan buah merah telah dilakukan
berdasarkan peta interaksi. Interaksi terutama terjadi pada 4 titik yang berbeda
yaitu disekitar residu no. 249, 268, 273 dan 282.
Penutup
Perlu diupayakan peningkatan kemanfaatan obat bahan alam dengan
berbagai pengujian praklinik maupun klinik secara terpadu antar bidang untuk
memperoleh suatu pembuktian yang lebih akurat. Pendekatan seluler dan
pemodelan molekul dapat dikembangkan untuk memperoleh gambaran efek
penghambatan berbagai senyawa aktif bahan alam.
Seminar Nasional Biologi 2010
Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010 31
Pustaka Acuan Achmad S.A. 2007. Fitokimia Tumbuhan Obat Indonesia Jilid I. Bandung:
Penerbit ITB. Alberts, B., Johnson, A., Lewis, J., Raff, M., Roberts, K., 2002, Molecular
biology of the cell, 4th ed., Garland Science, New York Astirin O.P, Budiyani R.D, Wibowo, F.R, 2007, Cytotoxicity, proliferation
activity and P53 expression on Raji cells affected red fruit (Pandanus conoideus, Lam) treatment as anticancer candidate, Paper on International Conference on Molecular Biology of Life Sciences at, Brawijaya University, November 19-21, 2007
Astirin O.P, Harini M dan Handajani N.S, 2009, Ekspresi Apoptosis sel kanker payudara (T47D) Setelah Perlakuan dengan Ekstrak Pandanus conoideus, Lamb. var buah kuning, Journal of Biological Diversity Terakreditasi No 55/DIKTI/Kep/2005, January 2009
Astirin O.P., D.R Budiyani, F.R Wibowo, 2009, Sitotoksisitas sel kanker HT-29 setelah pemberian sari buah merah (Pandanus conoideus Lamb.), Pemakalah oral dalam Seminar Nasional LPPM, UNS Surakarta, 25 Maret 2009
Astirin O.P., Handayani N., Dinar Sari C.W, 2010, Apoptosis kultur sel Kanker Terinfeksi EBV (Epstein Bar Virus) oleh Fraksi Teraktif Ekstrak Pandanus conoideus Lamb var buah kuning, Makalah Pada SemNas Biologi “Pembelajaran Sains dan Perkembangan Biologi di Era Molekuler”, UNNES Semarang, 27 Februari 2010
Brock, D.H.J. 1993. Molecular Genetic for The Clinician. Cambridge University press
Budiani D.R, O.P Astirin, F.R Wibowo, 2007, Component Of Virgin Coconut Oil As Anti-cancer Compound to Apoptosis Target On P53, Poster on International Conference on Molecular Biology of Life Sciences at Brawijaya University, November 19-21, 2007
Bykov, V. J., Issaeva, N., Selivanova, G. dan Wiman, K. G., 2002a, Mutant p53-dependent growth suppression distinguishes PRIMA-1from known anticancer drugs: a statistical analysis of information in the National Cancer Institute database., Carcinogenesis, 23(12): pp. 2011–2018
Bykov, V. J., Issaeva, N., Shilov, A., Hultcrantz, M., Pugacheva, E., 2002b, Restoration of the tumor suppressor function to mutant p53 by a low-molecular-weight compound., Nat Med, 8(3):pp. 282–288
Bykov, V. J., Issaeva, N., Zache, N., Shilov, A., Hultcrantz, M.,2005, Reactivation of mutant p53 and induction of apoptosis in human tumor cells by maleimide analogs., J Biol Chem, 280(34): pp. 30384–30391
Cragg GM, Suffness M. 1993. Cancer in Human Medicinal Agents from Plants. Di dalam: Kinghorn AD, Balandrin MF, editor. ACS Symposium Series 534, pp. 81- 95
Darma, A.P., Pratama, R.H., dan Sukamdi, D.P. 2008. Mengungkap Potensi Tersembunyi Kedelai Sebagai Agen Kemopreventif yang Potensial. KKTM. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Seminar Nasional Biologi 2010
Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 201032
David, M.L., dan Shivdasani, R. 2001. Toward Mechanism. Based Cancer Care Research Opportunities For Spesifik disease and Disondens. JAMA Vol. 285. No. 5 PP 588-9
De Vita, V.T., Helman, S., dan Rosenberg, S.A. 1997. Cancer Principles and Pranchise of Oncology. 5th Edition. Vol 1, Lippincott. Roven, Philadelphia.
Farnsworth NR. 1996. Biological and Phytochemical Screening of Plant. Journal of Pharmaceutical Sciences, 5:225-236.
Ghobrial, I. M., Witzig, T. E., dan Adjei, A. A., 2005, Targeting Apoptosis Pathways in Cancer Therapy, Cancer J Clin, 55: pp. 178--194
Goddard, G. Z. M. D, and Blank, M. 2002. ‘Apoptosis and Autoimmunity’. IMAJ. 4:722-724
Hanahan, D., dan Weinberg, R. 2000. The Hallmark of Cancer. Cell 100:57-70. Jiang, Q. Wong J., Fyrst H., Saba J.D., Ames B.N. 2004. . ‘γ-Tocopherol or
Combinations of Vitamin E Forms Induce Cell Death in Human Prostate Cancer Cells by Interrupting Sphingolipid Synthesis’. PNAS 101 (51):17825-17830
King, M.W. 2004. Tumor Suppressor and Cancer, 14 School of Medicine. Sengio Merchesini, P1-11.Malto :mking@medecine. indstate.com
King, R.J.B. 2000. Cancer Biology 2nd ed. Pearson Education Limited, London Kinghorn, A. D, N.R. Farnsworth, D.D. Soejarto, G.A. Cordell, S.M.
Swanson, J.M. Pezzuto, M.C. Wani, M.E. Wall, N.H. Oberlies, D.J. Kroll, R.A. Kramer, W.C. Rose, G.D. Vite, C.R. Fairchild, R.W. Peterson, R. Wild. 2003. ‘Novel Strategies for the Discovery of Plant-Derived Anticancer Agents’. Pharmaceutical Biology 41: 53-67, Issue 1 Supplement 1 2003
Lewis, R., Gaffin, D., Hoefnagels, M., dan Parker, B. 2007. The Life of a Cell: Cell Division, Cell Maturation, and Cell death (Apoptosis). http://www.life.uiuc.edu/ bio100/lectures/ f06lects/09f06-cell reprocycle.html. [19 Agustus 2008]
Lusia Oktora Ruma Kumala Sari, 2006, Pemanfaatan obat tradisional dengan pertimbangan manfaat Dan keamanannya, Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. III, No.1, April 2006, 01 - 07
MacDonald, F. and C.H.J Ford. 1997. Molecular Biology of Cancer. College of American Pathologist Consensus Statement 1999. Clinical Pathology Laboratory Medicine, 124, p 966-78
Martin, GR. 1981. "Isolation of a Pluripotent Cell Line from Early Mouse Embryos Cultured in Medium Conditions by Teratocarcinoma Stem Cells". Proc Natl Acad Sci USA. 78: 7634-7638 (abstr).
Mc Laughlin JL. 1991. Crown Gall Tumours on Potato Disc and Brine Shrimp Lethality: Two Simple Bioassay for Higher Plant Screening and Fractination, Di dalam: Hostettman K, editor, Methods in Plants Biochemistry, Academic Press, 6, p. 1-32.
Moll, U. M. dan Petrenko, O., 2003, The MDM2-p53 interaction., Mol Cancer Res, 1(14): pp. 1001–1008
Seminar Nasional Biologi 2010
Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010 33
Morris, G. M., Goodsell, D. S., Halliday, R.S., Huey, R., 1998, Automated Docking Using a Lamarckian Genetic Algorithm and and Empirical Binding Free Energy Function, J. Computational Chemistry, 19: pp. 1639-1662
Muhtadi, Andi Suhendi dan Shoim Dasuki, 2008, Sosialisasi pengobatan herbal dengan strategi peningkatan pemahaman dan pelayanan terapi Secara langsung bagi warga di windan desa makamhaji kecamatan kartasura kabupaten sukoharjo, WARTA, Vol .11, No. 2, September 2008: 138 – 149
Naim, R. 2006. Penyakit yang Berhubungan dengan Penghambatan Apoptosis Cermin Dunia Kedokteran No. 153:36-38.
Pecorino, L. 2004. Molecular Biology of Cancer, Mechanism, Targets and Therapeutics. Oxford University press
Puspitasari HP, Sukardiman, Widyawayuranti. 2003. Uji Aktivitas Sitotoksik Ekstrak Metanol Herba Ageratum conyzoides L. Pada Kultur Sel Mieloma Mencit. Majalah Farmasi Airlangga 3:93-95.
Reksoatmodjo, S.M.I. 1993. Biologi Sel. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan Tinggi, Yogyakarta .
Rusmarilin H. 2003. Aktivitas Anti-Kanker Ekstrak Rimpang Lengkuas Lokal (Alpinia galanga (L) Sw ) Pada Galur Sel Kanker Manusia Serta Mencit Yang Ditransplantasi Dengan Sel Tumor Primer. [Disertasi]. Bogor : Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Sarjono PAR. 2004. Potensi Isoflavon Asal Limbah Tahu Sebagai Antikanker Dalam Penghambatannya Terhadap Enzim Tirosin Kinase. [Tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Sugiyanto, B., Sudarto, Edy, M., dan Agung, E. N. 2003. ‘Aktivitas Antikarsinogenik Senyawa Yang Berasal Dari Tumbuhan’. Majalah Farmasi Indonesia. 14(3):132–141
Sukandar E. Y, Tren dan Paradigma Dunia Farmasi, Industri-Klinik-Teknologi Kesehatan, disampaikan dalam orasi ilmiah Dies Natalis ITB, http://itb.ac.id/ focus/focus_file/ orasi-ilmiah-dies-45.pdf, diakses Januari 2006.
Sukardiman, Santa IGP, Rahmaday. 1995. Efek antikanker isolat flavonoid dari herba benalu mangga (Dendeophytoe petandra). Cermin Dunia Kedokteran 122:5-8
Suryadi, H., S. G. Malik, H. Sudoyo, S. Marzuki. 2004. Mitochondrial Medicine. Eijkmann Lecture Series 2. Jakarta: Lembaga Eijkmann h: 145-64
Valeriote F, Grieshaber, C. K., Media, J., Pietraszkewics, H., Hoffmann, J., Pan, M., McLaughlin, S. 2002. ‘Discovery and Development of Anticancer Agents From Plants’. Journal of Experimental Therapeutics and Oncology 2:228-236
Wahyuningsih, M.S.H. 2010, Potensi Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia Untuk Penyakit Kanker: Tantangan dan Harapan, Pidato Pengukuhan Guru Besar Fakultas Kedokteran UGM.
Wang, W., Rastinejad, F. dan El-Deiry, W. S., 2003, Restoring p53-dependent tumor suppression., Cancer Biol Ther, 2(4 Suppl 1): pp. S55–S63
Seminar Nasional Biologi 2010
Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 201034
Weinberg RA and Hanahan D., 1996. The molecular pathogenesis of cancer. In: BishopJM and Weinberg RA (eds). Molecular oncology. New York, Scientific American; 179-204
WHO, 2003, Traditional medicine, http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs134/en/, diakses Januari 2006.
Wibowo F.R, Astirin O.P, D.R Budiyani, 2008, Penapisan Komponen Virgin Coconut Oil Dan Buah Merah Sebagai Senyawa Anti-Kanker Dengan Target Apoptosis Jalur P53, Laporan Program Insentif Riset Dasar, 2007-2008
Wibowo F.R, Y. Hidayat, Astirin O.P, D.R Budiyani, 2008, “Potensi Asam Laurat dalam Induksi Apoptosis Sel Kanker”, Makalah dalam Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia tanggal 22 Nopember 2008 di FMIPA, UNS
Seminar Nasional Biologi 2010
Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010 35