220710300-audiometri-1234hbgu5

19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Audiometri Audiometri berasal bahasa Latin yaitu dari kata audire yang bearti pendengaran dan metrios yang bearti mengukur, jadi secara harfiah audiometri adalah pemeriksaan untuk menguji fungsi pendengaran. Audiometri adalah sebuah alat yang digunakan untuk mengetahui level pendengaran seseorang. Pemeriksaan audiometri dalam ilmu medis maupun ilmu hiperkes tidak saja dapat digunakan untuk mengukur ketajaman pendengaran, tetapi juga dapat untuk menentukan lokasi kerusakan anatomis yang menimbulkan gangguan pendengaran. Audiometri merupakan tes kemampuan pendengaran, selain menentukan tingkat pendengaran tetapi juga mengukur kemampuan membedakan intensitas suara dan mengenali pitch. Alat yang digunakan untuk menguji pendengaran adalah audiometer yang diujikan pada kedua belah telinga secara bergantian. Audiometer merupakan suatu peralatan elektronik yang digunakan untuk menguji pendengaran, dimana audiometer mampu menghasilkan suara yang memenuhi syarat sebagai bahan pemeriksaan yaitu frekuensi (125-

Upload: zorofan-roronoa-az

Post on 27-Sep-2015

7 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

fgnf

TRANSCRIPT

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Umum Audiometri

Audiometri berasal bahasa Latin yaitu dari kata audire yang bearti pendengaran dan metrios yang bearti mengukur, jadi secara harfiah audiometri adalah pemeriksaan untuk menguji fungsi pendengaran. Audiometri adalah sebuah alat yang digunakan untuk mengetahui level pendengaran seseorang.Pemeriksaan audiometri dalam ilmu medis maupun ilmu hiperkes tidak saja dapat digunakan untuk mengukur ketajaman pendengaran, tetapi juga dapat untuk menentukan lokasi kerusakan anatomis yang menimbulkan gangguan pendengaran. Audiometri merupakan tes kemampuan pendengaran, selain menentukan tingkat pendengaran tetapi juga mengukur kemampuan membedakan intensitas suara dan mengenali pitch.

Alat yang digunakan untuk menguji pendengaran adalah audiometer yang diujikan pada kedua belah telinga secara bergantian. Audiometer merupakan suatu peralatan elektronik yang digunakan untuk menguji pendengaran, dimana audiometer mampu menghasilkan suara yang memenuhi syarat sebagai bahan pemeriksaan yaitu frekuensi (125-8000 dan ntensitas suara yang dapat diukur (-10 s/d 110 dB).

Gambar 2.1. Konsep Audiometri DasarIndikasi pemeriksaan audiometri diantaranya adalah :

a. Adanya penurunan pendengaran

b. Telinga berbunyi dengung (tinitus)

c. Rasa penuh di telinga

d. Riwayat keluar cairan

e. Riwayat terpajan bising

f. Riwayat trauma

g. Riwayat pemakaian obat ototoksik

h. Riwayat gangguan pendengaran pada keluarga

i. Gangguan keseimbanganPemeriksaan audiometri memerlukan audiometri ruang kedap suara, audiologis, dan pasien yang kooperatif. Prinsip dasar pemeriksaan audiometri ini adalah pemeriksaan pada bermacam-macam frekunsi dan intensitas suara (dB) ditransfer melalui headset atau bone conductor ke telinga atau mastoid dan batasan intensitas suara (dB) pasien yang tidak dapat didengar lagi dicatat melalui program computer atau diplot secara manual pada kertas grafik.

Gambar 2.2. Audiometer2.2. Manfaat Audiometri

1. Untuk kedokteran klinik, khususnya menentukan penyakit telinga

2. Untuk kedokteran kehakiman, sebagai dasar ganti rugi

3. Untuk kedokteran pencegahan, mendeteksi ketulian pada anak-anak dan pekerja pabrik2.3. Tujuan Audiometri

Menurut Davis (1978) terdapat empat tujuan dari pemeriksaan audiometri yaidu sebagai berikut :1. Mendiagnostik penyakit telinga2. Mengukur kemampuan pendengaran dalam menangkap percakapan sehari hari, atau dengan kata lain validitas sosial pendengaran seperti untuk tugas dan pekerjaan, apakah membutuhkan alat bantu dengar, pendidikan khusus, atau gantu rugi (misalnya dalam bidang kedokteran kehakiman dan asuransi)

3. Skrining pada anak balita dan sekolah dasar (SD)

4. Monitoring untuk pekerja yang bekerja di tempat bising.Selain itu audiometri juga bertujuan untuk :

1. Untuk mengetahui ambang dengar, yaitu kadar suara (dB) minimal yang masih bisa didengar oleh telinga.

2. Untuk mengetahui apakah kerusakan pendengaran (pergeseran ambang dengar) memang disebabkan oleh kebisingan (NIHL-Noise Induced Hearing Loss).3. Sebagai kebutuhan indikator pada Hearing Loss Prevention Program (HLPP) yaitu kehilangan kemampuan pendengaran terjadi secara bertahap, sehingga pekerja tidak merasakan perubahan pada pendengaran mereka.

4. Memberikan rekomendasi kepada pihak manajemen untuk perbaikan lingkungan kerja.2.4. Waktu Pelaksanaan Audiometri

Audiometri dilakukan pada :

1. Masa rekruitmen pekerja (Pre-employment).2. Masa sebelum penempatan di lingkungan kerja yang bising (Prereplacement).3. Pemeriksaan berkala di tempat kerja bising (85-100 dB) atau dua kali setahun untuk pemaparan tingkat kebisingan diatas 100 dB.4. Saat akan ditempatkan di luar area bising.5. Saat pemutusan hubungan kerja.2.5. Komponen Audiometri

Komponen yang ada pada audiometri yaitu:

1. Oscilator: untuk menghasilkan bermacam nada murni

2. Amplifier: alat untuk menambah intensitas nada 3. Interuptor/pemutus : alat pemutus nada

4. Atteneurator: alat mengukurintensitas suara

5. Earphone: alat merubah sinyal listrik yang ditimbulkan audiometer menjadi sinyal suara yang dapat didengar

6. Masking noise generator: untuk penulian telinga yang tidak diperiksa2.6. Audiogram

Audiogram merupakan hasil pemeriksaan dengan audiometer yang berupa catatan grafis yang diambil dari hasil tes pendengaran dengan audiometer, yang berisi grafik ambang pendengaran pada berbagai frekuensi terhadap intensitas suara dalam desibel (dB).

Gambar 2.3. AudiogramKeterangan : Gunakan tinta merah untuk telinga kanan, dan tinta biru untuk telinga kiri Hantaran udara (Air Conduction = AC)

Kanan = OKiri = X Hantaran udara (Air Conduction = AC) dengan maskingKanan = Kiri = ( Hantaran tulang (Bone Conduction = BC)Kanan = Hantaran tulang (Bone Conduction = BC) dengan masking

Kanan =

Kiri = Hantaran udara (AC) dihubungkan dengan garis lurus ( ) dengan menggunakan tinta merah untuk telinga kanan dan biru untuk telinga kiri Hantaran tulang (BC) dihubungkan dengan garis putus-putus ( - - - - - - - - ) dengan menggunakan tinta merah untuk telinga kanan dan biru untuk telinga kiri2.7. Prosedur Audiometri1. Persiapan Alat1) Nyalakan power audiometer 10 menit sebelum pemeriksaan

2) Tombol :

Output, untuk memilih earphone (kiri atau kanan), AC atau BC Frekuensi, memilih nada

Hearing Level, mengatur Intensitas

Tone, memberikan Sinyal

Masking, memberikan bunyi Masking pada NTE (Non-Test Ear) apabila diperlukan2. Persiapan Pasien

1) Pemeriksaan kemampuan komunikasi penderita sebelum pemeriksaan

Telinga mana yang mampu mendengar lebih jelas

Telinga mana yang lebih sering digunakan bertelpon

Pemeriksaan tinitus

Daya tahan terhadap suara yang keras.

2) Pemeriksaan Liang Telinga, periksa dan bersihkan dahulu liang telinga dari serumen.

3) Memberikan instruksi secara singkat dan sederhana

Penderita menekan tombol (atau mengangkat tangan) saat mendengar sinyal yang diberikan.

Saat sinyal tidak terdengar, penderita diminta untuk tidak menekan tombol3. Posisi Pemeriksaan1) Penderita duduk di kursi

2) Penderita tidak boleh melihat gerakan pemeriksa, minimal menghadap 30( dari posisi pemeriksa

Gambar 2.4. Posisi Pasien 4. Presentasi Sinyal

1) Nada harus diberikan selama 1 3 detik.2) Nada harus diberikan secara acak.3) Pasien tidak boleh melihat gerakan pemeriksa dan menebak interval waktu pemberian sinyal.

5. Pemeriksaan Air Conduction (AC)

1) Mulai pada telinga yang lebih baik.2) Atur frekuensi dengan ketentuan sebagai berikut :

Mulai pada 1000 Hz, kemudian naik setiak 1 oktaf ke 8000 Hz, dan kembali lagi ke 500 Hz dan 250 Hz.

Sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulang pada frekwensi 1000 Hz.3) Bila terjadi perubahan 20 dB atau lebih, antar oktaf perlu dilakukan pemeriksaan pada oktaf.4) Intensitas awal diperoleh dengan memberikan sinyal yang terdengar jelas (50 dB atau 60 dB)

Bila tidak terdengar, naikkan 20 dB secara gradual hingga memperoleh respon. Bila ada respon, turunkan 10 dB hingga tidak terdengar. Bila telah tidak tidak terdengar, naikkan 5 dB hingga terdengar.

Lakukan berulang hingga diperoleh ambang terendah

Ambang terendah diperoleh pada respon terhadap 2 kali perangsangan ulangan dengan cara yang sama (turun 10 dB, naik 5 dB).

5) Lakukan cara tersebut pada semua frekuensi.6. Pemeriksaan Bone Conduction

1) Hanya dilakukan bila ambang AC meningkat. Bila AC berada dalam batas normal, BC tidak diperlukan.2) Vibrator harus dipasang pada mastoid pasien dengan baik, dengan sedikit penekanan.3) Cara pemeriksaan sama dengan AC, tetapi dengan frekuensi dan intensitas yang terbatas (500 Hz s.d. 4000 Hz, hanya sampai 45 dB 80 dB).

7. Masking

1) Pada prinsipnya masking perlu dilakukan apabila salah satu telinga normal dan satu telinga mengalami gangguan pendengaran.

AC : perbedaan lebih besar dari 40 dB antara AC TE dan AC NTE

BC : Perbedaan lebih besar dari 5 dB antara BC TE dan BC NTE

2) Pemeriksaan dimulai pada frekuensi 1000 Hz3) Masking berbeda pada setiap frekuensi :Frekuensi (Hz)250500100020004000

Intensitas (dB)6050404040

Gambar 2.5. Pemeriksaan Audiometri

Gambar 2.6. Pemeriksaan Audiometri2.8. Audiometri TuturAudiometri tutur adalah system uji pendengaran yang menggunakan kata-kata terpilih yang telah dibakukan, dituturkan melalui suatu alat yang telah dikaliberasi, untuk mengukur beberapa aspek kemampuan pendengaran. Prinsip audiometri tutur hampir sama dengan audiometri nada murni, hanya disni sebagai alat uji pendengaran digunakan daftar kata terpilih yang dituturkan pada penderita.Dari pemeriksaan audiometri tutur ini dapat diperoleh informasi mengenai : (1) jenis ketulian dan derajat ketulian; (2) lokalisasi kerusakan rantai pendengaran; (3) kenaikan batas minimum pendengaran operasi timpanoplasti; dan (4) pemilihan alat bantu pendengaran yang cocok.Pada audiometri tutur ini dikenal dua titik penting, yaitu :

Speech Reception Threshold (SRT) ( merupakan batas minimum penerimaan percakapan dan bertujuan untuk mengetahui kemampuan pendengaran penderita dalam mengikuti percakapan sehari-hari atau disebut Validitas Sosial. Titik SRT ini diperoleh bila penderita telah dapat menirukan secara betul 50% dari kata-kata yang disajikan. Dengan SRT kita dapat memperoleh gambaran ketulian secara Kuantitatif.

Speech Discrimination Score (SDS) ( untuk mengetahui kemampuan pendengaran penderiata dalam membedakan macam-macam kata yang didengar. Normal : 90 100 % Dengan SDS dapat diperoleh gambaran ketulian secara Kualitatif.1) Material Test Audiometri Tutur

Material test berupa deretan kata kata yang jumlahnya tertentu pada setiap deret, dapat berupa :

a. Bilangan.b. Spondee ( kata-kata yang terdiri dari 2 suku kata, dimana tiap-tiap suku kata mendapat tekanan yang sama dan mempunyai arti sendiri.c. Kata-kata yang tidak berarti (Non sens words) ( terdiri dari kata-kata yang tidak mempunyai arti.d. Phonetically Balanced Test terdiri dari sederetan ( kata-kata yang merupakan kumpulan kata-kata sehari-hari (PB List).2) Teknik Pemeriksaan

a. Kata-kata terpilih dapat dituturkan langsung oleh pemeriksa melalui mikropon yang dihubungkan dengan audiometri tutur, kemudian disalurkan melalui telepon kepala ke telinga yang diperiksa pendengarannya, atau kata-kata rekam lebih dahulu pada piringan hitam atau pita rekaman, kemudian baru diputar kembali dan disalurkan melalui audiometer tutur. b. Penderita diminta untuk menirukan dengan jelas setip kata yang didengar, dan apabila kata-kata yang didengar makin tidak jelas karena intensitasnya makin dilemahkan, pendengar diminta untuk mnebaknya. c. Pemeriksa mencatat presentase kata-kata yang ditirukan dengan benar dari tiap denah pada tiap intensitas. Hasil ini dapat digambarkan pada suatu diagram yang absisnya adalah intensitas suara kata-kata yang didengar, sedangkan ordinatnya adalah presentasi kata-kata yanag diturunkan dengan benar.3) Interpretasi Hasil Pemeriksaan Speech Audiometry

a. Normal ( SDS = 90 100% pada intensitas 60 dB

b. Tuli Konduktif (CHL) ( SDS < 90%

c. Tuli persepsi (SNHL) ( SDS < 80%

d. Tuli campur ( Bila intensitas suara dinaikkan akan terjadi perbaikan score SDS-nya, namun tidak mencapai score yang memuaskan

e. Seseorang dengan SDS 40%, disebut Critical Level ( sukar mengikuti percakapan sehari-hari, contoh : Acustic Neuroma2.9. Kebijakan Audiogram di Lingkungan Kerja1. Baseline atau data dasar, dalam 6 bulan mulai bekerja di tempat bising (85 dA) untuk baseline 14 jam bebas bising, atau menggunakan APD.

2. Annul audiogram, bagi pekerja yang TWA > 85 dBA.

3. Evaluasi, setiap tahun dibandingkan dengan base-line bila STS (Significant Threshold Shift) > 10 dB (rata-rata pada 2000-3000-4000 Hz), maka disebut + (positif). Bila STS (+) maka yang dilakukan adalah :

periksa dokter

periksa tempat kerja

periksa data kalibrasi alat

komunikasikan dengan karyawan tersebut

jika karena penyakit, konsulkan ke dokter THT

periksa ulang dalam waktu 1 (satu) tahun . Bila STS (+) karena pekerjaannya :

Bila belum menggunakan APD, diharuskan memakai

Bila sudah memakai, beri petunjuk ulang

Komunikasikan dengan pegawai dan atasan secara tertulis

Bila perlu, konsul THT

Daftar Pustaka :Arief, Latar Muhammad. 2012. Noise Control Management. Jakarta : FKIK Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Esa Unggul. http://ikk354.blog.esaunggul.ac.id/files/2012/11/NOISE-CONTROL MANAGEMET.pdf. Diakses tanggal 28 Agustus 2013.

Asroel, Harry A. 2009. Audiologi. Medan : Departemen THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. http://ocw.usu.ac.id/course/download/sss155_slide_audiologi.pdf. Diakses tanggal 29 Agustus 2013.

Audiometry. http://en.wikipedia.org/wiki/Audiometry. Diakses tanggal 28 Agustus 2013.

Balasubramanian. Pure Tine Audiometry. http://www.drtbalu.com/puretone_audio.html. Diakses tanggal 30 Agustus 2013.

Christopher. 2009. Noise Induced Hearing Loss (NIHL). Pekanbaru : Fakultas Kedokteran Universitas Riau. http://repository.unand.ac.id/17671/1/Case%204%20-%20Noise%20Induced%20Hearing%20Loss.pdf. Diakses tanggal 29 Agustus 2013.

Herwanto, Yusa. 2010. Test Penala & Audiometri Nada Murni. Medan : Departemen THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. http://library.usu.ac.id/download/ft/07002749.pdf. Diakses tanggal 29 Agustus 2013.

Luxson, Muhammad., Sri Darlina, dan Tan Malaka. 2012. Kebisingan di Tempat Kerja. Jurnal. Palembang : Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. http://eprints.unsri.ac.id/745/3/kebisingan_di_tempat_kerja.pdf. Diakses tanggal 28 Agustus 2013.Pratama, Turmaningsih Surya. 2010. Analisis Hubungan Umur dan Lama Pemajanan dengan Daya Dengar Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Audiometri Tenaga Kerja di Unit Produksi Central Processing Area Jpb P-PEJ Tuban Jawa Timur. Skripsi. Surakarta : Fakultas Kedokterab Universitas Sebelas Maret. http://eprints.uns.ac.id/8129/1/144411308201009471.pdf. Diakses tanggal 29 Agustus 2013.

Saksono, Dadang. 2010. Audiometri. http://dadang-saksono.blogspot.com/2010/07/audiometri.html. Diakses tanggal 28 Agustus 2013.