1945erepo.unud.ac.id/id/eprint/6789/1/888e58d3dcae6812e2d1b... · 2020. 7. 21. · vol. i, no.1,...
TRANSCRIPT
Instrumen Hukum Pembatalan Perda Syari'ah Di Indonesia
I Made Dedy Prlyanto
Dampak Pemilihan Umum Kepala Daerah Secara Langsung
Terhadap Sistem Birokrasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kota Denpasar
I Nyoman Budiana
Penerapan Konsep Demokrasi Dalam Pilkada
I Wayan Novy Purwanto
Konstitusional Prinsip Kepentingan Terbaik Bagi Anak
Dan Partisipasi Anak Dalam Perspektif Perlindungan Anak
I Nyoman Ngurah Suwarnatha
Konstitusionalitas Asas Retroaktif Dalam Pelanggaran Berat HAM
DewIBunga
Wewenang DPR Dalam Fungsi Penetapan APBN
Berdasarkan UUD 1945 Sesuai Dengan Prinsip-Prinsip Demokrasi
I Nyoman Gin
• Demokrasi dan Konstitusi Ekonomi Dalam Undang Undang Dasar 1945 I Gusti Partana Mandala
PKJ[ 1JlIIVBRSITAS PENDIDIKAN NASIONAL BALI
J urn a 1:-1---KONSTITUSI
SUSUNAN DEWAN REDAKSI
Penanggungjawab Prof. Dr. I Nyoman Budiana, S.H., M.Si.
Mitra Bestari Prof. Dr. I Made Subawa, S.H., M.S.
IGLN. Arimbawa, S.H., M.Hum.
Redaktur I Nyoman Ngurah Suwarnatha, S.H., LL.M.
Editor Nyoman Juwita Arsawati, S.H., M.Hum.
Bradjaya, S.H., LL.M.
Redaktur Pelaksana I Made Wirya Darma, S.H., M.H.
5ekretaris Ida Ayu Ketut Artami, S.H., M.H.
Diterbitkan oleh:
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Website: http://www.mahkamahkonstitusi.go.id
Opini yang dimuat dalam jurnal ini tidak mewakili pendapat resmi MK & Pengelola Jurnal
2 _ ..... Vol. I, No.2, November 2011
"
)lIBNAlIONSTITIISIPKK UNIVERsrrAS PENDWIKAN I
Vol, I, No.2, November 2011
Pengantar Redaksi .
o Instrumen Hukum Pembatalan 1
I Made Dedy Priyanto -
Dampak Pemilihan Umum0 Sistem Birokrasi Pegawai HI I Nyoman Budiana ................-
Penerapan Konsep Demold0 I Wayan Novy purwanto ......-
Konstitusional Prinsip K..0 Dalam Perspektif PerlincUII I Nyoman Ngurah Suwamall
Konstitusionalitas Asas RIll0 Dewi Bunga ......................-
VVewenang DPR Da~ A0 Sesuai Dengan Prinsip-Pril I Nyoman Giri ...................-
Demokrasi dan Konstituli0 I Gusti Partana Mandala .-
Biodata Penulis -
Ketentuan Penulisan Jumalll
0rini yang di pendapa ,
•
JDNAlIONSTnllSI PKK UNIVERSITAS PENDIDIKAN NASIONAL BALI
vol. I, No.1, November 2011
Pengantar Redaksi 5
o Instrumen Hukum Pembatalan Perda Syari'ah Di Indonesia I Made Dedy Priyanto 9
o Dampak Pemilihan Umum Kepala Daerah Secara Langsung Terhadap Sistem Birokrasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kota Denpasar I Nyoman Budiana 35
o Penerapan Konsep Demokrasi Dalam Pilkada I Wayan Novy Purwanto 57
o Konstitusional Prinsip Kepentingan Terbaik Bagi Anak Dan Partisipasi Anak Dalam Perspektif Perlindungan Anak I Nyoman Ngurah Suwamatha 89
o Konstitusionalitas Asas Retroaktif Dalam Pelanggaran Berat HAM Dewi Bunga 109
o Wewenang DPR Dalam Fungsi Penetapan APBN Berdasarkan UUD 1945 Sesuai Dengan Prinsip-Prinsip Demokrasi I Nyoman Giri 129
o Demokrasi dan Konstitusi Ekonomi Dalam Undang Undang Dasar 1945 I Gusti Partana Mandala 151
Biodata Penulis 175
Ketentuan Penulisan Jurnal Konstitusi 179
Opini yang dimuat dalam jurnal ini tidak mewakili pendapat resmi MK & Pengelola Jurnal
JII/1IlII18IISIUlIS1. Vol. I, No.2, November 2011 3
PKK UNIVERSITAS PENDIDIKAN NASIONAL BALI
INSTRUMEN HUKUM PEMBATALAN PERDA SYARPAH DI INDONESIA
I Made Dedy Priyanto
Abstract
Syari'ah local regulation is a value-laden rules of Islam are derived
from the Qur'an and Sunnah are valid in a region of agreements between
the Government by the Regional People's Representative Council.
Determination of Syari'ah local regulation incompatible with the
Constitution as the ground norm for all the rule oflaw in Indonesia, as
well as inconsistent with other laws and regulations in Indonesia.
Shari'ah legislation also does not meet the elements of law enforcement,
the Juridical doctrine, doctrine Sociological, Philosophical doctrine. Thus
establishing Syari'ah local regulation and its application in the
community were considered incompatible with the principle ofthe
Unitary Republic of Indonesia which based on Pancasila. For that
Syari'ah local regulation has been properly canceled.
Keywords: Syari'ah local regulation, cancellatio and constitution.
A. PENDAHULUAN
Kehadiran Perda-Perda Syari'ah di 37 kabupaten dalam
negara kesatuan republik Indonesia memang patut
dipertanyakan, hal ini dikarenakan Indonesia bukanlah negara
agama, sehingga aturan-aturan yang berlaku
Jmal KUIfltDSl, Vol. I, No. 2, November 2011 9
PKK UNIVERSITAS PENDIDIKAN NASIONAL BAU
hendaklah mengatur seluruh masyarakatnya, bukan hanya
mengatur satu golongan agama tertentu. Walaupun tidak dapat
dipungkiri bahwa penduduk Indonesia mayoritas memeluk
agama Islam, namun kehadiran aturan-aturan yang
bernuansakan Syari'ah ini menuai banyak kritik, kontra
pendapat, tidak hanya dari kalangan non muslim, namun juga
dari kalangan muslim sendiri. Terkait dengan hal ini, Ketua DPR,
Marzuki Alie berpendapat bahwa "Perda Syari'ah itu keliru. Kita
NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Bhinneka Tunggal
Ika, yang tidak ada payung hukumnya harus dibatalkan," lebih
lanjut beliau mengatakan bahwa "Pancasila adalah ideologi
terbuka. Maka, Perda harus merujuk pada Pancasila dan UUD
1945 serta tidak boleh ada Perda yang bertentangan dengan
Pancasila"1.
Di daerah Perda Syari'ah, misalnya di Bireun, kebiasaan
anak-anak muda yang mabuk-mabukan dan berjudi di ganggang
perkampungan menjadi berkurang/ tidak lagi ditempat- tempat
terbuka, masyarakat tampak lebih taat beragama. Meningkatnya
rasa aman dalam masyarakat perlu dikaji lebih lanjut karena
diragukan bahwa ketaatan itu timbul dari refleksi ketulusan,
kesadaran, dan kedewasaan, karena sangat mungkin ketaatan itu
lahir dari rasa takut pada aparat Syari'ah yang bertugas
mengatasnamakan agama2. Hal ini merupakan pergeseran dari
konsep dasar keagamaan, karena agama seharusnya
dilaksanakan dan ditaati secara ikhlas dan sukarela oleh
penganutnya. Prinsip-prinsip Syari'ah akan kehilangan otoritas
dan nilai agamanya apabila dipaksakan oleh pemerintah di
daerah. Disisi lain, hal ini dapat menggeser
1 Kholil Rokhman/Koran SI/ugo, "Marzuki Alie: Perda Syari'ah Harus Dibatalkan",
http.’’ /news.okezone.com/read/2011/03/10/339/433667/marzuki-alie-
Perda-Syari'ah-harus-dibatalkan. Kamis, 10 Maret 201119:22 wib, diakses tanggal
30juli2011.
2 http://www.csrc.or.id/research/index.php?detail=2008062608S029. "Perda
Syari'ah Islam di Era Otcmomi Daerah: Implikasinya Terhadap Kebebasan Sipil, Hak-hak
Perempuan, dan Non-Muslim", diakses tanggal 30 juli 2011.
10 Jurnal Konstitusi, Vol. I, No. 2, November 2011
PKK UNIVERSITAS PENDIDIKAN NASIONAL BAU
kewenangan institusi kepolisian ke kepolisian daerah yang
menjalankan tugas Syari'ah, sehingga memungkinkan untuk
terjadinya konvlik kewenangan ditingkat aparat penegak
hukum.
Kelompok yang mendukung Perda Syari'ah juga
berpandangan bahwa persoalan kemasyarakatan yang
berkembang akhir-akhir ini hanya dapat diatasi dengan
menerapkan ajaran Islam secara baik. Pandangan semacam ini
tidak lagi merupakan wacana akan tetapi sudah berada di
tingkat praksis, hal ini dapat dilihat dalam penerapan busana
muslim bagi siswa dari SD sampai SMA di Kabupaten Agam
Sumatera Barat, Perda Anti Maksiat seperti penerapan jam
malam bagi perempuan di Depok dan Tangerang, Penerapan
wajib pandai baca tulis Alqur'an bagi calon mempelai di
Bulukumba Sulawesi Selatan dan daerah-daerah lainnya3. Oleh
karena itu penerapan Perda Syari'ah dapat dikatakan melanggar
HAM (hak asasi manusia) dalam kebebasan seseorang untuk
memeluk dan menjalani agamanya serta aliran kepercayaannya
masing-masing yang telah dijamin dalam UUD 1945.
Perda Syari'ah, bagaimanapun juga dapat menyebabkan
disintegrasi bangsa yang dapat mengganggu persatuan dan
kesatuan seluruh rakyat Indonesia, Perda Syari'ah juga dapat
menyebabkan kecemburuan sosial di Indonesia khususnya
didaerah lain yang mayoritas masyarakatnya tidak memeluk
agama Islam. Di Manokwari, Propinsi Papua Barat misalnya, di
mana Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat daerah
(DPRD) setempat menetapkan Perda Penerapan Hukum
Berdasarkan Injil pada tahun2007, yang secara spesifik
pengaturannya hampir sama dengan Perda Syari'ah, hanya
3 .Zainuddin,"KONTROVERSI SEPUTAR PERDA SYARI'AH", http://www.
mui-bukittmggi.org /index.php?option=com content&view=artide&id=58'.kontro
versi-seputai-Perda-Svari/ah&catid=35:artikel&Itemid=54. Diakses tanggal 30 juli 2011.
Jurnal Konstitusi, Vol. I, No. 2, November 2011 11
PKK UNIVERSITAS PENDIDIKAN NASIONAL BAU
saja menggunakan Injil sebagai dasar, yaitu menjelaskan
mengenai pelarangan minuman beralkohol dan kegiatan
prostitusi, peraturan mengenai busana dan persekutuan,
termasuk pelarangan penggunaan dan pemakaian simbol-
simbol agama, dan pelarangan pembangunan rumah-rumah
ibadat agama lain didekat Gereja. Apabila hal ini tidak disikapi
oleh pemerintah, maka daerah-daerah di Indonesia di masa
depan akan dibeda-bedakan menurut mayoritas keyakinan dan
agama masing-masing daerah, kondisi ini jelas dapat
mengancam eksistensi NKRI.
Untuk itu, Perda Syari'ah haruslah dibatalkan
pemberlakuannya demi negara kesatuan yang berasaskan
pancasila. Mengingat Perda-perda Syari'ah ini telah menjamur di
Indonesia, hal ini berdasarkan hasil survey yang ditemukan di
situs internet "Google.com", ekskalasi dari tahun 1999-2009,
menyebutkan terdapat 150 Perda Syariah di seluruh Indonesia4.
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian dan Materi Muatan Perda Syari'ah
Perda Syari'ah adalah suatu peraturan yang
bermuatan nilai Agama Islam yang bersumber dari Alqur'an dan
Sunnah yang berlaku di suatu daerah atas kesepatan antara
pemerintah daerah dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD). Menurut DR.Zainuddin, MA, dalam tulisannya yang
berjudul "Kontroversi Seputar Perda Syari'ah" mengemukakan
bahwa terdapat dua pengertian Syari'ah, yaitu Syari'ah dalam
arti sempit dan Syari'ah dalam arti luas. Syari'ah dalam arti
sempit berarti teks-teks wahyu atau hadis yang menyangkut
masalah hukum normatif. Sedangkan dalam arti luas (dalam
pengertiannya yang
4 Google.com, "Diurutkan Perda Syariah berdasarkan jumlah perkembangan pada tiap
tahunnya :Ekskalasi tahun dari 1999-2009 Berjumlah Total 151 Perda", diakses tanggal 30
juli 2011.
12 Jurnal Konstitusi, Vol. I, No. 2, November 20U
PKK UNIVERSITAS PENDIDIKAN NASIONAL BALI
murni) adalah teks-teks wahyu atau hadis yang menyangkut
aqidah (keyakinan dlm hubungan individu dengan Tuhan),
Syari'ah (hukum) dan akhlak (budi pekerti, moral, etika), yang
dalam hal ini Syari'ah berarti teks ajaran hukum Islam secara
keseluruhan.5
Dalam konteks Perda Syari'ah nampaknya yang digunakan
adalah Syari'ah dalam arti sempit, karena merupakan
pemahaman atau penafsiran dari teks teks- teks wahyu atau
hadis, sehingga bukan teks asli dari hadis maupun sunnah atau
dapat dikatakan telah diintervensi oleh penafsiran-penafsiran
manusia yang memungkinkan juga diselipkan unsur-unsur
kepentingan politik tertentu.
Oleh karena ajaran Islam secara keseluruhan dapat dibagi
kedalam tiga unsur, yaitu aqidah, Syari'ah dan akhlak, maka
materi muatan Perda syariah juga dapat dibagi kedalam tiga
kategori, yaitu Perda yang terkait dengan isu keagamaan, hukum
universal, serta sosial. Perda Syari'ah terkait dengan isu
keagamaan terlihat pada materi muatan Perda Syari'ah yang
berada di Bulukumba misalnya, yang mana diatur tentang
keterampilan beragama dalam Perda Syari'ah seperti keharusan
bisa baca tulis al-Qur'anyang kemudian dimasukan dalam syarat
nikah, sarat kenaikan pangkat bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS),
juga untuk memperoleh pelayanan publik, serta keharusan
belajar di Madrasah sebagai prasayarat bagi seseorang untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Perda
Syari'ah yang berkaitan dengan hukum, seperti misalnya Perda
yang mengatur tentang zakat, infak dan shadaqah. Perda jenis ini
ada di Sukabumi, Lombok Timur Nusa Tenggara Barat, dan
Cilegon.6 Perda Syari'ah
5 Zainuddin, Loc. Cit..
6 Saepudin, "PERATURAN DAERAH SYARIAH DALAM SISTEM HUKUM IN-
DONESIA", http: / / saepudinonline.wordpress.com/2010/12/12/peraturan-dae-
rah-svariah-dalam-sistem-hukum-indonesia /. Posted on Desember 12,2010 by saepudin.
diakses tanggal 30 juli 2011.
Jurnal Konstitusi, Vol. I, No. 2, November 2011 13
UNIVERSITAS PENDIDIKAN NASIONAL BALI
yang terkait isu sosial, mengatur tentang moralitas masyarakat
secara umum, serta etika dalam berpakaian. Perda dalam
kategori ini, antara lain Perda anti pelacuran dan perzinahan,
Perda Syari'ah anti kemaksiatan, serta Perda Syari'ah yang
mengatur tata cara berpakaian, keharusan memakai jilbab atau
busana muslim-muslimah di tempat-tempat tertentu.
Materi muatan Perda Syari'ah yang demikian jauh
menyentuh kehidupan pribadi beragama dari subjek hukum
inilah yang dapat dikatakan melanggar HAM, serta kebebasan
menjalankan agama dan kepercayaannya masing-masing yang
dijamin kemerdekaannya secara konstitusional dalam UUD 1945
pasal 29 ayat (2) serta telah diundangkan dalam Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia (selanjutnya disebut UU HAM).
2. Faktor Pendorong Munculnya Perda Syari'ah
Faktor utama pendorong munculnya aturan-aturan yang
bernuansakan Islam adalah adanya kelompok-kelompok yang
ingin menjadikan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai
negara Agama yang didalamnya terdapat kewajiban untuk
menjalankan syariat Islam. Hal ini telah terjadi dari jaman setelah
kemerdekaan Indonesia, yang pada waktu itu terdapat kelompok
berideologikan Agama menginginkan seluruh rakyat Indonesia
menjalankan syariat Islam dengan perumusan Piagam Jakarta
dalam UUD 1945. Namun pada waktu itu, terjadi perdebatan
sengit yang akhirnya diputuskan oleh Presiden Soekarno dalam
Dekrit 5 Juli 1959 untuk kembali ke UUD 1945. Setelah komunis
dilarang di Indonesia, Nasionalis dan kaum Agama (Islam)
saling bersaing dalam pembentukan karakter ideologi Negara.
Sejak runtuhnya orde baru era Soeharto dan
diberlakukannya Undang-undang tentang otonomi daerah pada
tahun 1999, daerah otonom diberi kewenangan untuk
14 Jurnal Konstitusi, Vol. I, NO. 2, November 2011
PKK UNIVERSITAS PENDIDIKAN NASIONAL BALI
mengatur sendiri daerahnya. Hal ini mendorong beberapa daerah
untuk mengatur sendiri daerahnya dengan aturan- aturan yang
dinilai dapat diterima masyarakatnya. Syari'ah merupakan aturan
yang berasal dari kitab suci Al Qur'an yang dinilai pasti dapat
diterima dan ditaati oleh masyarakat yang mayoritas beragama
Islam. Daerah-daerah yang telah memberlakukan Syari'ah sebagai
Perda diantaraya Kota Padang, Kota Tangerang serta Nanggroe
Aceh Darussalam yang karena kekhususannya juga memiliki
Perda Syari'ah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Kaum
Agama (Islam) kembali muncul untuk memperjuangkan ideologi
keagamaan mereka baik ditingkat nasional, maupun ditingkat
daerah dengan memanfaatkan prinsip otonomi daerah.
Penerapan Syari'ah sebagai aturan Undang-undang dapat
dilihat pada Undang-undang Nomor 18 tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh Sebagai
Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (selanjutnya disebut UU
NAD) ditetapkan. UU NAD, dalam pengaturannya memberikan
kesempatan yang lebih luas untuk mengatur dan mengurus
rumah tangga sendiri termasuk sumber-sumber ekonomi,
mengolah dan memberdayakan sumber daya alam dan sumber
daya manusia, menumbuhkembangkan prakarsa, kreativitas dan
demokrasi, meningkatkan peran serta masyarakat, menggali dan
mengimplementasi tata bermasyarakat yang sesuai dengan nilai
luhur kehidupan masyarakat Aceh, memfungsikan secara optimal
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam dalam memajukan penyelenggaraan pemerintahan di
Provinsi Nanggoe Aceh Darussalam dan mengilplikasikan
Syariat. Islam dalam kehidupan bermasyarakat (Penjelasan
umum atas UU NAD paragraf 8). Sehingga dapat dikatakan
bahwa lahirnya UU NAD, merupakan pemicu dari lahirnya
Perda- perda Syari'ah di NAD serta diikuti daerah-daerah
lainnya.
Jurnal Konstitusi, Vol. I, No. 2, November 2011 15
PKK UNIVERSITAS PENDIDIKAN NASIONAL BAU
Apabila ditelusuri, di Indonesia terdapat beberapa
Undang-undang (UU) yang berhubungan dengan hukum Islam seperti
UU Peradilan Agama, UU Pengelolaan Zakat dan UU Wakaf, namun
masih bersifat parsial, berkisar pada sebagian masalah keperdataan
yang ruang lingkupnya pun sangat terbatas, namun dapat memicu
lahirnya Perda-Perda Syari'ah di daerah. Selain menimbulkan
kontroversi yang dapat memicu ketegangan dan konflik sosial, Perda
Syari'ah juga dikhawatirkan dapat menjadi alat politisasi agama. Syariat
Islam, dapat kehilangan otoritas religiusnya dan hanya menjadi
kebijakan publik biasa dari pemerintah daerah yang bersangkutan.
Faktor lain kemunculan Perda-Perda Syari'ah ini dikemukakan
oleh Robin Bush, yaitu:
1. Faktor sejarah dan budaya lokal, yang berbasis/ mayoritas
memeluk satu agama tertentu (Islam).
2. Daerah-daerah yang memiliki potensi korupsi tinggi, sehingga
bisa diprediksikan bahwa Perda atau kebijakan tersebut sebagai
bagian dari upaya menutupi korupsi atau pengalihan isu korupsi
yang dilakukan oleh para politisi, baik di eksekutif maupun
legislatif.
3. Pengaruh lokal politik. Ini terjadi misalnya ketika seorang politisi
ingin mencalonkan diri sebagai kepala daerah atau seorang
incumbent hendak mencalonkan diri lagi menjadi calon kepala
daerah periode berikutnya. Maka salah satu alat untuk menarik
para pemilih adalah dengan cara menawarkan diterapkan
Perda-Perda bernuansa agama dalam fisi dan misinya nanti
apabila terpilih.
4. Kelemahan kalangan politisi tentang kemampuan untuk
menyusun sebuah peraturan dan tiadanya kemampuan untuk
menggali isu-isu strategis untuk menyejahterakan rakyat dan
lemahnya kemampuan untuk menyusun sebuah peraturan
tentang pemerintah yang baik (good
16 Jurnal Konstitusi, Vol. I, No. 2, November 2011
PKK UNIVERSITAS PENDIDIKAN NASIONAL BALI
govemance), lalu menjadikan referensi agama sebagai
sesuatu yang penting untuk dijadikan aturan, hal ini dapat
terjadi dengan adanya kesempatan politik yang luas dan
kekuasaan yang cukup untuk membuat berbagai
perataran.7
Hal inilah yang membuat nilai-nilai keagamaan Islam dapat
kehilangan otoritas religiusnya, karena telah diintervensi oleh
kepentingan tertentu sehingga hanya bersifat norma tertulis yang
dilaksanakan bukan atas dasar keikhlasan dan kesadaran hati
nurani subjek hukum, akan tetapi dilaksanakan karena aturan
Perda yang memerintahkan demikian.
3. Perda Syari'ah dalam Sistem Hukum Indonesia
Indonesia adalah negara hukum sebagaimana yang telah
ditegaskan sejak negara ini didirikan (sesuai dengan pasal 1 ayat
3 UUD 1945). Konsekuensi dari penerapan prinsip negara hukum
ini adalah pengaturan seluruh aktivitas masyarakat dalam
koridor hukum. Hukum adalah alat yang bekerja dalam sistem
hukum tertentu untuk mencapai tujuan negara atau cita-cita
masyarakat Indonesia yang tertuang dalam alenia IV Pembukaan
UUD 1945, yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut melaksanakan ketertiban
dunia, berdasarkan kemerdekaan, Perdamaian abadi, dan
keadilan sosial. Tujuan negara ini didasarkan pada lima falsafah
sila Pancasila, yaitu: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusian
yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
7 Suroso, "PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH LANGSUNG, PERATURAN
DAERAH SYARIAH DALAM DINAMIKA SOSIAL BANGSA INDONESIA",
http://flilm.wisnuwaTdhana.ac.id/index.php?option:=com content&task=vi
ew&id=48&Itemid=13. Wednesday, 19 May 2010, diakses tanggal 30 juli 2011.
Jurnal Konstitusi, Vol. t, No. 2, November 2011 17
PKK UNIVERSITAS PENDIDIKAN NASIONAL BALI
permusyawaratan/ perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. Sehingga peraturan perundang- undangan yang
diberlakukan di Republik Indonesia tidak boleh bertentangan dengan
hal-hal tersebut dalam pembukaan UUD 1945, termasuk pembentukan
Perda Syari'ah.
Perda Syari'ah dikatakan melanggar HAM karena bertentangan
dengan UU HAM, diantaranya Pasal 1 angka 3 UU HAM menentukan
bahwa:
"Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau
pengucilan . yang langsung ataupun tak langsung
didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama,
suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status
ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang
berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan
pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi
manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik
individu maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi,
hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya.
Dengan demikian, penetapan Syari'ah sebagai Perda adalah suatu
diskriminasi, karena merupakan pembatasan dalam pelaksanaan
Agama, yang dapat memungkinkan terjadinya pengucilan terhadap
masyarakat diluar Islam yang dalam hal ini disebut Kafir (istilah untuk
seseorang selain umat muslim), dan Murtadz (istilah untuk seseorang
yang tidak mau menundukkan diri terhadap aturan). Pasal 4 UU HAM:
Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan
pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk
tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan
persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut
atas dasar
18 Jurnal Konstitusi, Vol. I, No. 2, November 2011
PKK UNIVERSITAS PENDIDIKAN NASIONAL BALI
hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia
yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun
dan oleh siapapun.
Untuk itu, Perda Syari'ah harus dibatalkan karena dinilai
melanggar HAM seseorang yang tidak dapat dibatasi, dikurangi
dalam keadaan apapun dan oleh siapapun, termasuk oleh
pemerintah daerah Kabupaten/Kota.
Pasal 22 UU HAM merupakan refleksi dari pasal 29 UUD
1945, yang mana pasal ini menentukan bahwa:
(1) Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-
masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan
kepercayaanya itu.
(2) Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat
menurut agamanya dan kepercayaanya itu.
Kemerdekaan disini berarti bahwa seseorang dapat
menjalankan agama dan kepercayaannya tersebut tanpa
diintervensi/ tanpa campur tangan dari pihak manapun, kecuali
oleh kekuasaan negara/pemerintah pusat yang diberikan
kekuasaan untuk itu dalam Pasal 10 ayat 3 UU Pemda. Ayat (2)
pasal 29 UUD1945 haruslah didasari oleh ayat (1) pasal 29 UUD
1945, sehingga kemerdekaan yang diberikan oleh konstitusi tetap
bukan kemerdekaan yang sebebas-bebasnya, melainkan dibatasi
oleh ayat (1) yaitu Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha
Esa. Dengan demikian, Atheis (tidak berketuhanan) tidak dapat
diterima di Indonesia.
Selanjutnya, dalam penjelasan pasal 22 UU HAM ayat (1)
menentukan bahwa: "Yang dimaksud dengan "hak untuk bebas
memeluk agamanya dan kepercayaannya" adalah hak setiap
orang untuk beragama menurut keyakinannya
Jurnal Konstitusi, Vol. I, No. 2, November 2011 19
PKK UNIVERSITAS PENDIDIKAN NASIONAL KALI
sendiri, tanpa adanya paksaan dari siapapun juga". Hal ini tentunya
menegaskan kembali bahwa tidak seorangpun dapat memaksakan
berlakunya aturan-aturan Agama, karena aturan Agama tidak dapat
dipaksakan keberlakuannya. Hal ini berbanding terbalik dengan sifat
dari Perda yang dapat dipaksakan keberlakuannya. Dengan demikian,
maka Perda Syari'ah harus dibatalkan karena dinilai telah melanggar
HAM pribadi subjek hukum.
Dalam negara hukum diperlukan pembagian
kekuasaan untuk membagi beban kerja dan tanggung jawab.
Montesquieu dalam bukunya yang berjudul De L'esprit Des Lois
mengajarkan bahwa kekuasaan harus dibedakan menjadi tiga yakni:
a. Kekuasaan legislatif atau membuat perundang- und angan
yang dipegang oleh parlemen.
b. Kekuasaan eksekutif yang
menjalankan
pemerintahan yang dipegang oleh pemerintah.
c. Kekuasaan yudisial atau kehakiman, yakni badan yang
menjalankan hukum yang telah dibuat oleh parlemen.8
Kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudisial ini berada pada level
pusat maupun level daerah. Salah satu kekuasaan yang berada di level
daerah adalah kekuasaan dalam membentuk Perda.
Kewenangan untuk mengatur sendiri urusan pemerintahan
dalam pasal 18 ayat (2) UUD 1945 serta pasal 2 ayat (2) UU Pemda
mengandung makna bahwa daerah, dengan inisiatif sendiri dapat
membentuk peraturan- peraturan yang berwujud Perda. Hal ini
merupakan prinsip otonomi daerah dimana negara dalam hal ini
memberikan
8 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori- teori
Pemidanaan & Batas Berlakukan Hukum Pidana, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2002),
hlm. 170-171.
20 Jurnal Konstitusi, Vol. I, No. 2, November 20U
PKK UNIVERSITAS PENDIDIKAN NASIONAL BALI
kewenangan ke daerah-daerah otonom untuk mengurus sendiri
pemerintahannya. Namun disisi lain, berdasarkan prinsip
Negara Kesatuan, maka hanya terdapat satu kekuasaan
pemerintahan yaitu pemerintah pusat, sehingga pemerintah
pusat tetap berwenang untuk turut campur dalam kegiatan sosial
guna melaksanakan tugas-tugas penyelenggaraan kepentingan
umum, hal ini dikenal dengan istilah Freies Ermessen. Berkenaan
dengan hal tersebut, E.Utrecht menyebutkan terdapat tiga
kekuasaan pemerintah daerah, yaitu:
1) Membuat peraturan atas inisiatif sendiri, terutama
dalam menghadapi soal-soal genting yang belum ada
pengaturannya, tanpa bergantung pada pembuat
undang-undang pusat;
2) Membuat aturan atas dasar delegasi, karena pembuat
undang-undang pusat tidak mampu memperhatikan
tiap-tiap soal yang timbul dalam pergaulan sehari-hari,
sehingga penyesuaian antara peraturan
perundang-undangan yang dibuat oleh pusat dengan
keadaan yang sungguh-sungguh terjadi di masyarakat
menjadi tugas dan tanggung jawab pemerintah daerah.
3) Kewenangan untuk menafsirkan sendiri aturan
perundang-undangan yang dibuat oleh pusat.9
Dengan adanya penyerahan urusan pemerintah ini, maka
selain kewenangan yang diatur dalam pasal 10 ayat (3) UU
Pemda, menjadi urusan pemerintahan daerah. Urusan- urusan
tersebut diantaranya: a. Politik luar negeri;
b. Pertahanan;
9 Ridwan, HR, Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta : UU Press, 2002), hlm.16.
Jurnal Konstitusi, Vol. I, No. 2, November 2011 21
PKK UNIVERSITAS PENDIDIKAN NASIONAL BALI
c. Keamanan;
d. Yustisi;
e. Moneter dan fiskal nasional; dan
f. Agama.
Poin huruf "f" inilah yang perlu dicermati oleh pembuat Perda
Syari'ah agar Perda Kabupaten/Kota yang telah ditetapkan dengan
biaya dan waktu yang relatif besar tidak serta-merta dibatalkan, karena
kewenangan untuk menangani urusan-urusan keagamaan tetap
menjadi urusan pemerintah pusat/ dikecualikan dari kewenangan
pemerintah daerah.
Secara normatif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
setiap Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan harus
memenuhi asas seperti tercantum dalam pasal 6 UU No. 10 Tahun 2004
yaitu:
a. "asas pengayoman" adalah bahwa setiap Peraturan
Perundang-undangan harus berfungsi memberikan
perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman
masyarakat
b. "asas kemanusiaan" adalah bahwa setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan
perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia
serta harkat dan martabat setiap warga negara dan
penduduk Indonesia secara proporsional.
c. "asas kebangsaan" adalah bahwa setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan sifat
dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik (kebhinekaan)
dengan tetap menjaga prinsip negara kesatuan Republik
Indonesia.
d. "asas kekeluargaan" adalah bahwa setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan harus
22 Jurnal Konstitusi, Vol. I, No. 2, November 2011
PKK UNIVERSITAS PENDIDIKAN NASIONAL BALI
mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat
dalam setiap pengambilan keputusan.
e. "asas kenusantaraan" adalah bahwa setiap Materi
Muatan Peraturan Perundang-undangan senantiasa
memperhatikan kepentingan seluruh wilayah
Indonesia dan materi muatan Peraturan Perundang-
undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian
dari sistem hukum nasional yang berdasarkan
Pancasila.
f. "asas bhinneka tunggal ika" adalah bahwa Materi
Muatan Peraturan Perundang-undangan harus
memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku
dan golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya
khususnya yang menyangkut masalah- masalah
sensitif dalam kehidupan, bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara.
g. "asas keadilan" adalah bahwa setiap Materi
MuatanPeraturan Perundang-undangan harus
mencerminkan keadilan secara proporsional bagi
setiap warga negara tanpa kecuali.
h. "asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan
pemerintahan" adalah bahwa setiap Materi Muatan
Peraturan Perundangundangan tidak boleh berisi
hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar
belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan,
gender, atau status sosial.
i. "asas ketertiban dan kepastian hukum" adalah bahwa
setiap Materi Muatan Peraturan Perundang- undangan
harus dapat menimbulkan ketertiban dalam
masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.
j. "asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan"
adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Jurnal Konstitusi, Vol. 1, No. 2, November 2011 23
UNIVERSITAS PENDIDIKAN NASIONAL BALI
Perundang-undangan harus mencerminkan
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara
kepentingan individu dan masyarakat dengan
kepentingan bangsa dan negara.
Keberadaan Perda Syari'ah dapat dikatakan bertentangan
dengan "asas kebangsaan", "asas Bhineka Tunggal Ika", serta
"asas kenusantaraan" karena tidak mencerminkan suatu Perda
yang dapat diberlakukan terhadap masyarakat yang pluralistik
(kebhinekaan), Perda Syari'ah hanya dapat diberlakukan pada
umat muslim. Demikian juga dengan "asas keadilan" yang tidak
mungkin dicapai oleh Perda Syari'ah, karena keadilan tersebut
bersifat relatif, adil bagi umat muslim, belum tentu adil bagi
umat lain yang juga terkena pemberlakuan Perda Syari'ah. Perda
Syari'ah merupakan pelanggaran terhadap "asas kemanusiaan"
karena dinilai membatasi hak seseorang dalam menjalankan
agama dan kepercayaannya masing-masing, yaitu bertentangan
dengan UUD 1945 pasal 29 ayat (2) yang mengatur tentang
kemerdekaan seseorang untuk menjalankan agama dan
kepercayaannya masing-masing.
Menurut geildingsdteorie yang dikemukakan oleh Gustav
Radbruch, sebagaimana dikutip oleh Atmadja yakni berlakunya
hukum harus memenuhi tiga nilai dasar yang meliputi :10
(1) Juridical doctrine, nilai kepastian hukum, di mana
kekuatan mengikatnya didasarkan pada aturan hukum
yang lebih tinggi.
10 Atmadja, "Manfaat Filsafat Hukum dalam Studi Umu Hukum" dalam Kertha Patrika,
Nomor 62-63 Tahun XIX Maret-Juni 1993, hlm. 68, dikutip dari buku Kurt Wilk, The Legal
Philosophies Of Lask, Radbruch, And Dabin, (Cambridge, Massachu- setts : Harvard University
Press, 1950), hlm.112.
24 Jurnal Konstitusi, Vol. I, No. 2, November 2011
PKK UNIVERSITAS PENDIDIKAN NASIONAL BALI
(2) Sociological doctrine, nilai sosiologis artinya aturan hukum
mengikat karena diakui dan diterima dalam masyarakat
(teori pengakuan).
(3) Philosophical doctrine, nilai filosofis artinya aturan hukum
mengikat karena sesuai dengan cita hukum, keadilan
sebagai nilai positif yang tertinggi.
Perda Syari'ah, apabila dikaji berdasarkan teori ini, maka
hanya poin kedua yang memenuhi unsur sebagai aturan hukum,
itupun diragukan dapat mencakup seluruh masyarakat, karena
pengakuan masyarakat diperoleh dari paksaan kekuasaan
pemerintah daerah, artinya walaupun disatu sisi pemerintah
daerah berwenang untuk membentuk perda dan berwenang pula
dalam paksaan pelaksanaannya, namun disisi lain, masyarakat
tidak seluruhnya melaksanakan Perda Syari'ah tersebut dengan
keiklhasan dan ketulusan, melainkan karena melihat Perda
Syari'ah sebagai bagian dari aturan agama yang harus ditaat.
Harus pula diingat bahwa aturan Perda bukanlah bagian dari
ajaran Agama. Dengan demikian, syari'ah bukanlah sesuatu yang
dapat dirumuskan dalam Perda, melainkan nilai-nilai yang lebih
tinggi dari aturan-aturan hidup bermasyarakat, syaria'ah
merupakan hukum yang murni, yang diyakini sebagai keinginan
Tuhan atau diyakini sebagai Wahyu suci yang seharusnya bebas
dari intervensi kepentingan-kepentingan politik golongan
tertentu di daerah.
Karena hanya memenuhi sebagian dari unsur sosiologis,
tetapi disisi lain bertentangan dengan Philosophical doctrine, dan
Juridical doctrine, maka Perda Syariah tidak memenuhi syarat
berlakunya hukum sebagai kaidah, sehingga Perda Syari'ah
sudah seharusnya dibatalkan.
Jurnal Konstitusi, Vol. I, No. 2, November 2011 25
UNIVERSITAS PENDIDIKAN NASIONAL BAU
4. Instrumen Pembatalan Perda Syariah
Pembatalan aturan Perda kabupaten, yang dalam hal ini
Perda Syari'ah, secara normatif dapat dibatalkan oleh Presiden
yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden sebagaimana yang
diatur dalam Pasal 145 ayat (3) UU Pemda dan Pasal 158 ayat (5)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009
Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pasal 145 (2) dan (3)
UU Pemda menentukan bahwa Perda yang bertentangan dengan
kepentingan umum dan/ atau peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi dapat dibatalkan oleh Pemerintah, kep utusan
pembatalan Perda tadi ditetapkan dengan Peraturan Presiden
paling lama 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya Perda itu
oleh Pemerintah (sesuai dengan ayat 3 UU Pemda).
Pada prinsipnya, Perda hanya dapat dibatalkan oleh
Presiden melalui Perataran Presiden seperti yang telah diatur
dengan tegas dan jelas pada pasal 145 ayat (3) UU Pemda.
Pemerintah yang dimaksud dalam pasal 145 UU Pemda ini
adalah Presiden, walaupun Presidenmemberikan kewenangan
tersebut pada Menterinya (Menteri Dalam Negeri), selama aturan
dalam Pasal 145 UU Pemda belum direvisi maka tetaplah
menjadi kewenangan Presiden, sehingga Menteri Dalam Negeri
dapat membatalkan Perda dengan "Atas nama Presiden". Dengan
demikian pembatalan Perda merupakan kewenangan Presiden
yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden. Kewenangan ini
didapat Presiden secara atributif, yaitu diberikan kewenangan
oleh Undang-undang.
Prajudi Ato Sudirdjo menyebutkan beberapa persyaratan
yang harus dipenuhi dalam penyelenggaraan pemerintahan
yaitu:
(1). Efektifitas, artinya kegiatannya harus mengenai sasaran
atau tujuan yang telah ditetapkan atau direncanakan;
26 Jurnal Konstitusi, Vol. I, No. 2, November 201J
PKK UNIVERSITAS PENDIDIKAN NASIONAL «AM
(2) . Legimitas, artinya kegiatan administrasi negara
jangan sampai menimbulkan heboh oleh karena tidak
dapat diterima masyarakat setempat atau lingkungan
yang bersangkutan;
(3) . Yuridikitas, adalah syarat yang menyatakan bahwa
perbuatan para pejabat administrasi negara tidak boleh
melawan atau melanggar hukum dalam arti luas;
(4) . Legalitas, merupakan syarat yang menyatakan
bahwa tidak satupun perbuatan atau keputusan
administrasi negara yang boleh dilakukan tanpa dasar
atau pangkal suatu ketentuan undang-undang (tertulis)
dalam arti luas; bila sesuatu dijalankan dengan dalih
"keadaan darurat" maka kedaruratan itu wajib
dibuktikan kemudian; bilamana kemudian tidak
terbukti, maka perbuatan tersebut dapat digugat
dipengadilan;
(5) . Moralitas, adalah salah satu syarat yang paling
diperhatikan oleh masyarakat; moral dan ethik umum
maupun kedinasan wajib dijunjung tinggi; perbuatan
tidak senonoh, sikap kasar, kurang ajar, tidak sopan,
kata-kata yang tidak pantas, dan sebagainya wajib
dihindarkan;
(6) . Efisien, wajib dikejar seoptimal mungkin; kehematan
biaya dan produktivitas wajib diusahakan setinggi-
tingginya;
(7) . Teknik dan teknologi yang setinggi-tingginya wajib
dipakai untuk pengembangan atau mempertahankan
mutu prestasi yang sebaik-baiknya.11
11 Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983),
hlm. 79-80.
Jurnal Konstitusi, Vol. I, No. 2, November 2011 27
PKK UNIVERSITAS PENDIDIKAN NASIONAL BAU
Dalam prakteknya, terdapat pembatalan Perda oleh Menteri
Dalam Negeri (atas nama Presiden), hal ini dimaksudkan demi
terciptanya efisiensi waktu, biaya, dalam artian Perda Syari'ah
Kabupaten/Kota dinilai tidak
memerlukanPeraturanPresidendalampembatalannya,karena hal
tersebut memerlukan banyak biaya, waktu yang panjang, serta proses
yang tidak sederhana. Disisi lain, kedudukan Menteri Dalam Negeri
disini adalah sebagai pembantu tugas-tugas kepresidenan yang
diangkat dan diberhentikan oleh Presiden, serta berwenang melakukan
tugas-tugas yang dimandatkan oleh Presiden. Dikatakan mandat
karena wewenang penyelenggaraan pemerintahan tetap berada pada
Presiden yang akan dimintakan pertanggungjawabannya dalam
laporan pertanggungjawaban tahunan serta laporan
pertanggungjawaban lima tahunan Presiden pada MPR (Majelis
Permusyawaratan Rakyat), atau dalam keadaan tertentu dapat
dimintakan pertanggungjawaban oleh MPR.
Terkait dengan pembatalan Perda, dalam doktrin hukum dikenal
asas a contrario actus yang berarti bahwa suatu peraturan hanya dapat
dibatalkan oleh peraturan sejenis atau yang lebih tinggi. Pasal 7 ayat (1)
Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (selanjutnya disebut UU No. 10 Th.
2004) menentukan jenis dan hierarki peraturan Perundang- undangan
adalah sebagai berikut
a. UUD 1945;
b. UU/eraturan Pemerintah Pengganti UU;
c. Peratum Pemerintah;
d. Peraturan Presiden;
e. Peraturan Daerah.
28 Jurnal Konstitusi, Vol. /, No. 2, November 2011
PKK UNIVERSITAS PENDIDIKAN NASIONAL BALI
Sehingga logika hukum pembatalan Perda, yang dalam hal
ini adalah Perda Syari'ah oleh presiden telah benar/ sesuai
dengan peraturan-perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia, yaitu telah sesuai dengan UU Pemda serta sesuai
dengan asas hukum a contrario actus. Terkait dengan hal ini,
terdapat juga teori hukum yang dikemukakan oleh Hans Kelsen,
yaitu Stufenbautheorie, teori hukum yang menyatakan bahwa
"peraturan hukum keseluruhannya diturunkan dari norma yang
berada di puncak piramid, dan semakin ke bawah semakin
ragam dan menyebar."12 Dengan demikian UUD 1945,
UU/Peraturan Pemerintah Pengganti UU, Peraturan Pemerintah
dan Peraturan Presiden menjadi pedoman dari penyusunan
Perda sehingga Perda tidak boleh bertentangan dengan
peraturan-peraturan tersebut
Sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia, maka hanya ada satu kekuasaan pemerintahan yang
terletak pada pemerintah pusat yang kemudian diberikan secara
desentralisasi dan dekonsentrasi pada daerah. Artinya,
sewaktu-waktu kewenangan daerah dapat ditarik kembali oleh
pemerintah pusat sebagai pemegang kewenangan
penyelenggaraan negara. Hal ini dapat dilihat pada pasal 4 ayat
(1) UUD 1945 yang menentukan bahwa "Presiden Republik
Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut
Undang-undang Dasar" kemudian, terkait dengan pencabutan
kewenangan daerah otonom oleh pusat dapat dilihat pada pasal
6 UU Pemda.
Perda Kabupaten/Kota, termasuk Perda Syari'ah di
Kabupaten/Kota merupakan pekerjaan yang memerlukan biaya
dan waktu serta beban pikiran yang besar, untuk itu diperlukan
pengawasan agar Perda Kabupaten/Kota yang telah ditetapkan
tidak serta-merta dibatalkan oleh
12 Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Juditial-
Prudence) Termasuk Interpretasi Undang-undang (Legisprudence), (Jakarta : Kencana
Prenada Media Group, 2009), hlm. 62.
Jurnal Konstitusi, Vol. I, No. 2, November 2011 29
UNIVEBSITAS PENDIDIKAN NASIONAL BALI
Pemerintah. Pengawasan pembentukan Perda Kabupaten/ Kota dapat
berupa pengawasan preventif. Pengawasan preventif berarti
pengawasan sebelum Perda tersebut diberlakukan sehingga apabila
terdapat hal-hal yang bertentangan dengan pembentukan Perda,
misalnya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, dll
dapat dicegah pemberlakuannya. Preventif dapat dilakukan dengan
merevisi, serta memeriksa/ evaluasi rancangan Perda Syari'ah sebelum
ditetapkan dalam rapat paripurna. Evaluasi Perda dapat dilakukan oleh
Gubernur, dan/atau Menteri Dalam Negeri sebelum Perda itu
ditetapkan, hal ini akan mengurangi kerugian yang ditimbulkan
apabila setelah ditetapkan, baru diketahui kejanggalannya.
Agar dampak dari keberlakuan Perda Syari'ah tidak lebih luas.
Dapat dilakukan Pengawasan Represif, dilakukan setelah Perda
ditetapkan/ diberlakukan. Pengawasan ini dapat dilakukan oleh semua
lapisan masyarakat, yaitu untuk mengetahui apakah Perda tersebut
efektif dan efisien untuk diberlakukan, apakah Perda tersebut tidak
melanggar hak konstitusional subjek hukum, apakah telah memenuhi
asas keadilan dan kepastian hukum, dan faktor-faktor lain untuk
menguji keberlakuan Perda tersebut, sehingga apabila Perda tersebut
tidak layak untuk diterapkan, dapat diajukan laporan untuk
membatalkan Perda tersebut.
Sesuai dengan ketentuan pasal 24 A ayat (1) UUD 1945 dan 20
ayat (2) huruf b Undang-undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun
2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, Mahkamah Agung berwenang
menguji peraturan perundang-undangan dibawah UU terhadap UU.
Sehingga apabila Perda Syari'ah dinilai melanggar hak konstitusional
seseorang, seperti pembatasan dalam menjalankan agama dan
kepercayaannya, maka orang yang merasa dirugikan tersebut dapat
mengajukan laporan pada Mahkamah Agung.
30 Jurnal Konstitusi, Vol. I, No. 2, November 2011
PKK UNIVERSITAS PENDIDIKAN NASIONAL BALI
Hal inilah yang harus dicermati oleh masyarakat, karena mereka
memiliki hak untuk melaporkan Perda Syari'ah yang seharusnya
dibatalkan. Hal ini perlu disosialisasikan lebih luas pada seluruh
rakyat Indonesia, karena fakta dimasyarakat, sangat jarang
subjek hukum yang mengetahui hal ini, dan berani untuk
melaporkannya.
C. KESIMPULAN DAN SARAN
Dari pemaparan sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan
bahwa Perda Syari'ah bertentangan dengan aturan-aturan
hukum diatasnya, seperti UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM,
UU No. 10 Tahun 2004, UU Pemda, UUD 1945. Dengan demikian
Perda Syari'ah harus dibatalkan pemberlakuannya karena
keberadaan Perda Syariah dapat melanggar hak konstitusional
masyarakat dalam menjalankan peribadatan menurut agama dan
kepercayaannya masing-masing, serta dapat memecah
kebhinekaan dalam persatuan Indonesia yang berasaskan
Pancasila.
Kewenangan pembatalan Perda Syari'ah, yang sesuai
dengan pasal 145 ayat (3) UU Pemda dipegang oleh Presiden,
atau dapat dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri atas nama
Presiden. Pembatalan Perda Syari'ah juga dapat melalui uji
materi Perda Syari'ah oleh Mahkamah Agung, kemudian
diajukan hasil uji tersebut kepada Pemerintah untuk dibatalkan.
Jalur pelaporan Perda bermasalah, termasuk Perda Syari'ah
harus disosialisasikan secara seluas-luasnya kepada seluruh
masyarakat Indonesia melalui media massa, baik media massa
nasional maupun media massa swasta yang ada di daerah, agar
masyarakat mengerti dan mengetahui bagaimana hak-hak
konstitusionalnya, yang apabila dilanggar oleh suatu aturan
Perda, dapat melaporkan pada yang berwenang. Perlindungan
keamanan pelapor harus dijamin
Jurnal Konstitusi, Vol. I, No. 2, November 2011 31
PKK UNIVERSITAS PENDIDIKAN NASIONAL BAU
oleh aparat penegak hukum, karena sering kali masyarakat enggan
untuk melapor dengan alasan keamanan.
Merubah atau merevisi sifat dari pengujian Perda dan pelaporan
masyarakat yang masih bersifat pasif atas pelanggaran hak
konstitusional, juga pelaporan terhadap adanya Perda yang tidak sesuai
dengan prinsip-prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berasaskan Pancasila, "pasif" disini berarti Mahkamah Agung Tidak
akan menguji kelayakan suatu Perda, termasuk Perda Syariah, apabila
tidak ada atau tanpa laporan dari masyarakat yang merasa dirugikan
atau merasa hak konstitusionalnya dilanggar oleh aturan Perda
tersebut. Padahal tanpa laporanpun, dapat diketahui apakah suatu
Perda tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip NKRI, pancasila, UUD
1945 ataukah tidak sesuai seperti Perda Syari'ah misalnya. Dengan
demikian diharapkan peran aktif dari lembaga-lembaga negara terkait
untuk langsung mengupayakan membatalkan perda tanpa laporan
dari masyarakat, hal ini sebagai tindak lanjut dari pengawasan represif
yang dapat dilakukan lembaga-lembaga negara tersebut.
Pengawasan preventif sangat perlu ditingkatkan, mengingat
banyaknya Perda-perda bermasalah di daerah, termasuk Perda Syari'ah
yang dalam penetapannya luput dari pengawasan.
Revisi sosialisasi aturan yang selama ini hanya aturan- aturan
yang telah ditetapkan yang disosialisasikan, padahal yang seharusnya
lebih disosialisasikan adalah rancangan dari aturan tersebut, sehingga
apabila terdapat keberatan dapat diadakan dialog-dialog, diskusi untuk
penyempurnaan aturan. Dengan demikian, aturan-aturan hukum yang
ditetapkan tidak akan mudah direvisi atau diganti, lebih jauh lagi,
aturan hukum yang telah ditetapkan tidak akan mengalami
pembatalan.
32 Jurnal Konstitusi, Vol. I, No. 2, November 2011
PKK UNIVERSITAS PENDIDIKAN NASIONAL BALI
Daftar Pustaka
Ali, Achmad, 2009, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori
Peradilan (JudicialPrudence) Termasuk Interpretasi
Undang-undang (Legisprudence), Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Chazawi, Adami, 2002, Pelajaran Hukum Pidana I Stelsel Pidana,
Tindak Pidana, Teori-teori Pemidanaan & Batas Berlakukan
Hukum Pidana, Jakarta : RajaGrafindo Persada.
Ridwan, HR, 2002, Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta : UII
Press.
Atmadja, "Manfaat Filsafat Hukum dalam Studi Ilmu Hukum"
dalam Kertha Patriku, Nomor 62-63 Tahun XIX Maret-Juni
1993.
Indonesia, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
Indonesia, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004
Tentang Pemerintahan Daerah.
Indonesia, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Indonesia, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999
Tentang HAM.
Indonesia, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2001
tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh
Sebagai Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Kholil Rokhman/Koran Sl/ugo, "Marzuki Alie: Perda Syari'ah
Harus Dibatalkan", http: / /news.okezone.com/
r e a d / 2 0 1 1 / 0 3 / 1 0 / 3 3 9 / 4 3 3 6 6 7 /
marzuki-alie-Perda- Syari'ah-harus-dibatalkan, Kamis, 10
Maret 2011 19:22 wib, diakses tanggal 30 juli 2011.
Jurnal Konstitusi. Vol. I, No. 2, November 2011 33
PKK UNIVERSITAS PENDIDIKAN NASIONAL BALI
h t t p : / / www.csrc.or.id / r e s e a r c h / i n d e x .
php?detail=20080626083029, "Perda Syari'ah Islam di Era
Otonomi Daerah: Implikasinya Terhadap Kebebasan Sipil,
Hak-hak Perempuan, dan Non-Muslim", diakses tanggal 30
juli 2011.
http: / / www.mui-bukittinggi.org/index.php?option=com
content&view=article&id=58:kontroversi-seputar-Perda-
Svari/ah&catid=35:artikel&Itemid=54, diakses tanggal 30
juli 2011.
Saepudin, "Peraturan Daerah Syariah Dalam Sistem Hukum
Indonesia", http://saepudinonline.wordpress.
com/2010/12/12/peraturan-daerah-svariah-dalam-
sistem-hukum-lndonesia/, Posted on Desember 12, 2010 by
saepudin. diakses tanggal 30 juli 2011.
Suroso, "Pemilihan Umum Kepala Daerah Langsung, Peraturan
Daerah Syariah Dalam Dinamika Sosial Bangsa Indonesia",
http: / / fh.wisnuwardhana.ac.id/ index,php?option=com
content&task=view&id=48&Ite mid-13. Wednesday, 19
May 2010, diakses tanggal 30 juli 2011.
Google.com, "Diurutkan Perda Syariah berdasarkan jumlah
perkembangan pada tiap tahunnya :Ekskalasi tahun dari
1999-2009 Berjumlah Total 151 Perda", diakses tanggal 30
juli 2011.
34 Jurnal Konstitusi, Vol. I, No. 2, November 2011