2014 - repositori.unud.ac.id filepada ayam broiler umur 2-6 minggu, dilaksanakan di denpasar, bali...

23
PENAMBAHA PE FA U AN ENZIM DALAM RANSUM TER ENAMPILAN AYAM BROILER OLEH ENY PUSPANI,S.Pt, MS.i AKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014 i RHADAP

Upload: hathu

Post on 24-Jul-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

i

PENAMBAHAN ENZIM DALAM RANSUM TERHADAPPENAMPILAN AYAM BROILER

OLEH

ENY PUSPANI,S.Pt, MS.i

FAKULTAS PETERNAKANUNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR2014

i

PENAMBAHAN ENZIM DALAM RANSUM TERHADAPPENAMPILAN AYAM BROILER

OLEH

ENY PUSPANI,S.Pt, MS.i

FAKULTAS PETERNAKANUNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR2014

i

PENAMBAHAN ENZIM DALAM RANSUM TERHADAPPENAMPILAN AYAM BROILER

OLEH

ENY PUSPANI,S.Pt, MS.i

FAKULTAS PETERNAKANUNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR2014

ii

PENAMBAHAN ENZIM DALAM RANSUM TERHADAPPENAMPILAN AYAM BROILER

ENY PUSPANI

Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dua jenis enzim yang berbedakomposisinya terhadap penampilan, karkas, retensi protein, dan koefisien cerna ransumpada ayam broiler umur 2-6 minggu, dilaksanakan di Denpasar, Bali.Rancangan yangdigunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan tigaperlakuan dan enam kali ulangan.Tiap-tiap ulangan menggunakan 4 ekor ayam broilerumur dua minggu dengan berat badan homogen. Ketiga perlakuan tersebut, yaitu ransumrasional tanpa enzim sebagai kontrol (A), ransum dengan 0,20% enzim Optyzim (B), danransum dengan 0,20% Phylazim (C). Ransum dan air minum selama penelitian diberikansecara ad libitum. Variabel yang diamati adalah: konsumsi ransum, air minum, beratbadan akhir, pertambahan berat badan, feed conversion ratio (FCR), berat potong, beratkarkas, persentase karkas, retensi protein, dan koefisien cerna bahan kering (KCBK) danbahan organic (KCBO) ransum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertambahan beratbadan, berat badan akhir, berat potong, berat karkas, persentase karkas, retensi protein,KCBK, KCBO, dan efisiensi penggunaan ransum pada ayam perlakuan B dan C secaranyata (P<0,05) menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan kontrol (A). Akan tetapi,diantara perlakuan B dan C untuk semua variable yang diamati tidak menunjukkan adanyaperbedaan yang nyata (P>0,05). Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwapemberian 0,20% enzim Optyzim atau 0,20% Phylazim dalam ransum ternyata dapatmeningkatkan pertambahan berat badan, karkas, retensi protein, KCBK, KCBO, danefisiensi penggunaan ransum broiler umur 2-6 minggu.

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, atas berkah dan rahmat yang

diberikan kepada penulis, sehingga penelitian sampai penyusunan laporan penelitian ini

dapat terselesaikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dua jenis enzim yang

berbeda komposisinya terhadap penampilan, karkas, retensi protein, dan kecernaan ransum

pada ayam broiler umur 2-6 minggu.

Pada kesempatan ini kami tim peneliti dan penyusun laporan ini tidak lupa

mengucapkan terimakasih kepada:

Dekan Fakultas Peternakan, Universitas Udayana atas fasilitas dan ijin yang

diberikan untuk penelitian ini.

Ketua Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas

Udayana, Denpasar atas saran dan fasilitas perpustakaan yang diberikan.

Adik-adik mahasiswa Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan Unud, atas

bantuan dalam pengambilan data selama penelitian penelitian.

Semoga laporan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua.Segala saran

dan kritik untuk kesempurnaan penulisan laporan ini sangat kami harapkan.Sekian dan

terimakasih.

Denpasar, Pebruari 2014

Penulis

iv

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK…...…………………………………………………………………. ii

KATA PENGANTAR……………………………………………………….… iii

DAFTAR ISI…………………………………………………………………… iv

I. PENDAHULUAN……………………………………………………………… 1

1.1 Latar belakang………………………………………………………………. 1

1.2 Perumusan Masalah………………………………………………………….

1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………………………….

1.4 Manfaat Penelitian…………………………………………………………...

2

3

3

II. TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………….. 3

2.1 Enzim ………………………………………………………………………. 3

2.2 Pengaruh Pemberian Enzim pada Ternak ………………………………… 6

III MATERI DAN METODE……………………………………………………. 8

IV HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………………... 10

4.1 Hasil………………………………………………………………………. 10

4.2 Pembahasan………………………………………………………………. 13

V SIMPULAN DAN SARAN………………………………………………….. 16

5.1 Simpulan…………………………………………………………………... 16

5.2 Saran……………………………………………………………………… 16

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………… 17

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peningkatan teknologi dari segi pakan merupakan salah satu cara yang harus

ditempuh karena dalam usaha peternakan komponen biaya pakan merupakan komponen

terbesar yang harus dikeluarkan oleh peternak. Pendekatan dari segi bioteknologi sekarang

ini mendapat perhatian yang besar dan salah satunya adalah pemanfaatan enzim untuk

meningkatkan kualitas bahan makanan yang akan digunakan oleh ternak.

Beberapa peluang penggunaan enzim untuk memaksimumkan produktivitas ternak

mempunyai beberapa keuntungan antara lain dapat memaksimalkan efisiensi penggunaan

pakan yang bersifat konvensional seperti bungkil kedelai, memaksimalkan penggunaan

limbah dan bahan makanan yang bersifat non konvensional, serta dapat menurunkan polusi

lingkungan.

Dasar pemikiran penggunaan enzim ini adalah pada sebagian besar biji-bijian yang

digunakan sebagai pakan untuk ternak mengandung posfor dalam bentuk fitat.Ternak non

ruminansia mempunyai keterbatasan untuk menghasilkan enzim fitase, dan banyak

menambahkan posfor anorganik dalam pakan.Umumnya fitat berada dalam bentuk

kompleks dengan protein, pectin, dan polisakarida bukan pati, sehingga untuk

mengatasinya dapat digunakan multi enzim.Penggunaan pitase untuk mengurangi

pencemaran posfat.

Salah satu produk enzim yang telah dikembangkan adalah Optyzim dan

Phylazimyang ternyata dapat meningkatkan efesiensi pakan, litter yang lebih kering, dan

pertumbuhan yang lebih baik.Selain itu, dengan penggunaan fitase dalam ransum dapat

menurunkan penggunaan fosfor dalam ransum sampai tingkat 40 % tanpa menimbulkan

efek terhadap produksi dan kualitas telur yang dihasilkan ayam petelur.

2

Penggunaan enzim dalam ransum untuk memperbaiki produktivitas ternak dan

kecernaan pakan.Pemakaian zat aditif seperti enzim sudah banyak digunakan di Eropa

dengan tujuan untuk meningkatkan nilai gizi ransum dan juga untuk mengurangi polusi

tanah dan lingkungan.

Penambahan enzim biasanya dilakukan pada bahan pakan yang kecernaannya

rendah (Mastika, 2000), sehingga dapat meningkatkan penggunaan bahan pakan tersebut.

Xuan et al. (2001) melaporkan bahwa pemberian 0,1% - 0,3% enzym kompleks dalam

ransum secara nyata dapat meningkatkan kecernaan fosfor, pertumbuhan, dan efisiensi

penggunaan ransum. Dilaporkan juga bahwa enzim kompleks merupakan gabungan

beberapa enzim seperti alfa-amilase, xilanase, beta-glukonase, protease, lipase, dan

phytase.

Suplementasi enzim phytase ke dalam ransum secara nyata dapat meningkatkan

kecernaan bahan kering, lemak kasar, P, Zn, Mg, dan Cu, serta dapat meningkatkan retensi

nitrogen, mineral Ca, P, Mg, dan Zn. (Lim et al., 2001). Simbaya et al. (2003) menyatakan

bahwa suplementasi enzim phytase, carbohidrase, dan protease dalam ransum secara nyata

dapat meningkatkan pertambahan berat badan dan efisiensi penggunaan

ransum.Dilaporkan juga bahwa kecernaan zat-zat makanan meningkat dengan adanya

suplementasi ketiga enzim tersebut.Penambahan enzim kompleks (protease, cellulase, dan

hemicellulase) ternyata dapat meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi penggunaan

ransum (Selle et al., 2003).

1.2 Perumusan Masalah

Peningkatan efisiensi penggunaan ransum dalam suatu usaha peternakan mutlak

diperlukan. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan memanfaatkan

biteknologi, yaitu penambahan enzim sintetis ke dalam ransum. Namun, jenis dan macam

enzim yang digunakan ternyata memberikan hasil yang berbeda, hal ini tergantung dari

3

target yang diinginkan.Optyzim dan Phylazim merupakan dua buah jenis enzim kompleks

yang komposisi enzimnya berbeda. Oleh karena itu, akan sangat bijak kalau kedua jenis

enzim tersebut dievaluasi penggunaannya di dalam ransum. Evaluasi akan dilihat dari

aspek pertumbuhan, efisiensi penggunaan ransum, dan karkas ayam.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi dua jenis enzim yang berbeda

komposisinya terhadap penampilan, karkas, retensi protein, dan koefisien cerna ransum

pada ayam broiler umur 2-6 minggu

1.4 Manfaat Penelitian

Informasi data ilmiah untuk penelitian-penelitian lebih lanjut khususnya mengenai

pengaruh penggunaan enzim kompleks ke dalam ransum

Pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

Informasi data kepada petani peternak didalam usaha untuk meningkatkan kuantitas

dan kualitas produksi yang efisien dengan memanfaatkan enzim kompleks dalam

ransum.

Data ilmiah untuk penulisan skripsi serta untuk mempercepat kelulusan mahasiswa S-1

Program Studi Peternakan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Enzim

Konsep meningkatkan performans ternak dengan menggunakan enzim sebetulnya

bukan hal yang baru, hal ini sudah dimulai sekitar tahun 1950-an. Sebagai contoh

penggunaan enzim amilase pada pakan ternak unggas yang menggunakan barley yang

4

bertujuan meningkatkan ketersediaan pati untuk unggas, akan tetapi pendekatan tersebut

kurang berhasil karena ketidaksesuaian target substrat. Pada tahun 1970-an dengan

perkembangan teknologi mikroba yang lebih maju telah ditemukan enzim b-glukanase

untuk pakan yang menggunakan barley, atau pentosanase untuk pakan yang menggunakan

rye atau gandum (Choct, 1997).

Lyons (1997) menjelaskan beberapa sasaran yang harus dipecahkan untuk

mengatasi keterbatasan penggunaan bahan makanan dengan perlakuan enzim dimasa

depan. Pertama, ditujukan untuk mengurangi biaya protein yang digunakan pada kacang

kedelai. Sasaran yang ingin dicapai, yaitu penggunaan enzim a-galaktosidase, yaitu enzim

yang mendegradasi oligosakarida dari kedelai dan menghasilkan sekitar 15% energi yang

lebih tinggi dibanding tanpa penggunaan enzim. Selain itu sasaran yang ingin dicapai,

yaitu penggunaan enzim endopeptidase yang bertujuan memperbaiki kecernaan asam

amino untuk ternak unggas.Enzim tersebut dikenal dengan istilah vegpro.

Enzim lipase yang digunakan ternyata dapat meningkatkan kandungan energi

metabolis dari dedak padi.Penggunaan enzim ini dapat meningkatkan penggunaan dedak

padi sampai 30%, yang dapat menurunkan biaya pakan secara keseluruhan.

Dasar pemikiran penggunaan enzim ini adalah pada sebagian besar biji-bijian yang

digunakan sebagai pakan untuk ternak mengandung posfor dalam bentuk fitat.Ternak non

ruminansia mempunyai keterbatasan untuk menghasilkan enzim fitase, dan banyak

menambahkan posfor anorganik dalam pakan.Umumnya fitat berada dalam bentuk

kompleks dengan protein, pectin, dan polisakarida bukan pati, sehingga untuk

mengatasinya dapat digunakan multi enzim. Selain itu, dengan penggunaan fitase dalam

ransum dapat menurunkan penggunaan fosfor dalam ransum sampai tingkat 40% tanpa

menimbulkan efek terhadap produksi dan kualitas telur yang dihasilkan ayam petelur

(Bidura, 2005)

5

Beberapa sasaran diatas menunjukkan bahwa penggunaan enzim sangat terkait

dengan target substrat yang ada dalam bahan makanan, hal ini berkaitan dengan segi

spesifitas dari kerja enzim. Enzim akan bekerja secara efektif bila substrat yang menjadi

target kerja enzim itu sesuai dengan jenis enzimnya. Faktor lainnya yang berpengaruh

terhadap keberhasilan penggunaan enzim, yaitu target jenis ternak yang akan digunakan.

Sebagai contoh, saluran pencernaan unggas mempunyai keterbatasan untuk mendegradasi

karbohidrat bukan pati (NSP). Kandungan NSP yang tinggi dalam bahan makanan juga

akan menurunkan kecernaan nutrien lainnya seperti protein. Hasil yang diharapkan dengan

perlakuan enzim adalah kecernaan NSP yang meningkat dan juga meningkatnya kecernaan

terhadap protein dan lemak (De Jong and Schute, 1996).

Sasaran penting yang menunjang keberhasilan dalam pemanfaatan teknologi enzim

untuk meningkatkan kualitas bahan makanan ternak dapat kita rumuskan kedalam dua hal,

yaitu dari segi ternaknya dan dari faktor anti nutrisi atau faktor pembatas yang dikandung

oleh bahan makanan tersebut. Informasi mengenai keterbatasan bahan makanan baik yang

bersifat konvensional, dan terutama yang bersifat non konvensional berupa limbah

pertanian dan limbah industri sangat kita perlukan untuk menunjang keberhasilan

penggunaan teknologi enzim pada bahan makanan akibat perlakuan enzim.

Beberapa faktor yang harus diperhatikan di dalam penggunaan enzim dalam

pakan ternak antara lain : (1) Tahan lama pada suhu kamar, (2) Tahan pada perlakuan

proses fermentasi, (3) Tahan pada pH rendah yang biasa terjadi dalam saluran pencernaan

ternak, (4) Tahan terhadap enzim protease di dalam usus, dan (4) Dapat bekerja melawan

komponen khusus yang biasa terdapat pada bagian atas usus perut.

Sifat-sifat tersebut dapat diperoleh dengan seleksi alami dari sumbernya atau dapat

juga dengan mempertahankan kestabilannya, yaitu dengan mengimobilisasikannya

(menyerapkannya) dalam bahan penstabil yang cocok bagi pencernaan.

6

Enzim ditambahkan kedalam bahan pakan dengan tujuan: (1) meningkatkan

ketersediaan pati dan protein untuk pakan; (2) mencegah ikatan kimia dalam bahan pakan

(beta glukan, pentosan) yang bersifat antinutrisi sehingga zat-zat tersebut bisa

simanfaatkan lebih lanjut; (3) memecahkan zat-zat yang susah dicerna oleh ternak

monogastrik seperti serat, sehingga bahan-bahan berserat tinggi masih bisa dimanfaatkan.

Fungsi dan manfaat enzim dalam pakan adalah: (1) Untuk memecahkan persoalan

yang disebabkan oleh serat kasar sehingga menambah sumber energi; (2) Untuk merusak

molekul antinutrisi yang mungkin terdapat pada pakan sehingga lebih banyak pakan yang

dapat digunakan yang berarti akan meningkatkan nilai gizi; (3) Membantu pencernaan

ternak atau hewan yang masih kecil yang sistem pencernaannya belum sempurna; (4)

Menurunkan jumlah kotoran sehingga mengurangi polusi; (5) Di dalam pemberian pakan

untuk unggas dan babi, biji-bijian dan hasil sampingnya merupakan bahan utama dalam

penyusunan ransom; dan (6) Variasi nilai gizi dapat terjadi di dalam bahan-bahan tersebut

terutama di dalam nilai energi metabolismenya. Hal ini berhubungan dengan struktur kimia

dari bahan tersebut, misalnya barley mempunyai karbohidrat dalam bentuk beta-glukan

yang sukar dicerna oleh enzim amilase yang ada dalam saluran pencernaan babi atau ayam.

2.2 Pengaruh Pemberian Enzim Pada ternak

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan enzim dapat mengurangi

pengaruh negatif dari struktur kimia bahan pakan.Melalui kerja enzim, pakan yang

mempunyai energi metabolis yang rendah bisa ditingkatkan nilai energi metabolisnya

sehingga bisa mengurangi biaya pakan. Penambahan enzim akan nyata pengaruhnya pada

ternak yang sistem pencernaannya belum berkembang seperti anak babi dan ayam. Enzim

ditambahkan ke dalam pakan harus menjadi aktif ketika sampai di saluran pencernaan,

apabila kondisinya lingkungannya terutama pH cocok untuk mengadakan reaksi.

7

Mierop dan Ghesquire (l998) menyatakan bahwa penambahan enzim dalam ransum

dapat meningkatkan efisiensi penggunaan ransum, karena enzim mempunyai peranan

penting dalam proses pencernaan bahan pakan yang tidak tercerna sebelumnya.

Penambahan enzim kompleks (protease, cellulase, dan hemicellulase) ternyata dapat

meningkatkan pertumuhan dan efisiensi penggunaan ransum (Selle et al., 2003).

Simbaya et al. (2003) menyatakan bahwa suplementasi enzim phytase,

carbohidrase, dan protease dalam ransum secara nyata dapat meningkatkan pertambahan

berat badan dan efisiensi penggunaan ransum.Dilaporkan juga bahwa kecernaan zat-zat

makanan meningkat dengan adanya suplementasi ketiga enzim tersebut.Hasil penelitian

Peng et al. (2003) melaporkan bahwa penambahan enzim xylanase yang dikombinasikan

dengan phytase dalam ransum ternyata dapat meningkatkan pertambahan berat badan dan

efisiensi penggunaan ransum pada ayam dan secara nyata dapat meningkatkan energi

metabolis.

Hasil penelitian pada babi yang dilakukan oleh Park et al. (2003) mendapatkan

bahwa penambahan 0,1% enzim xylanase dalam ransum secara nyata dapat meningkatkan

penampilan ayam, meningkatkan efisiensi penggunaan ransum, dan meningkatkan

kecernaan nutrien. Hal yang sama dilaporkan juga oleh Shim et al. (2003) bahwa

suplementasi 0,1% enzim phytase dan 0,1% enzim carbohydrase dalam ransum secara

nyata dapat meningkatkan efisiensi penggunaan ransum yang disebabkan karena

meningkatknya kecernaan zat-zat makanan, energi termetabolis, energi tercerna, kecernaan

protein, ekstrak eter, mineral Ca, dan meningkatnya kecernaan mineral fosfor (P).

Xuan et al. (2001) melaporkan bahwa pemberian 0,1% - 0,3% enzym kompleks

dalam ransum secara nyata dapat meningkatkan kecernaan fosfor, pertumbuhan dan

efisiensi penggunaan ransum. Dilaporkan juga bahwa enzim kompleks merupakan

gabungan beberapa enzim seperti alfa-amilase, xilanase, beta-glukonase, protease, lipase,

8

dan phytase. Dilaporkan juga oleh Lim et al. (2001) bahwa suplementasi enzim phytase ke

dalam ransum secara nyata dapat meningkatkan kecernaan bahan kering, lemak kasar, P,

Zn, Mg, dan Cu, serta dapat meningkatkan retensi nitrogen, mineral Ca, P, Mg, dan Zn.

Sebastian et al. (1996) melaporkan bahwa suplementasi “phytase microbial” ke dalam

ransum secara nyata dapat meningkatkan konsumsi ransum, pertambahan berat badan, dan

efisiensi penggunaan ransum.

III. MATERI DAN METODE

3.1 Tempat dan Lama Penelitian

Penelitian akan direncanakan di kandang penelitian milik petani peternak di daerah

Ubung Kaja, Denpasar Barat. Lama penelitian selama lima bulan mulai dari persiapan

sampai penyusunan laporan.

3.2 Kandang dan Ayam

Kandang yang digunakan adalah kandang sistem battery colony dari kawat, dengan

ukuran panjang 75 cm, lebar 50 cm dan tinggi 40 cm. Tiap-tiap petak kandang sudah

dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum.

Ayam yang digunakan adalah ayam broiler umur dua minggu dengan berat badan

homogen.Ayam diperoleh dari Poultry Shop setempat.

3.3 Multi Enzim Kompleks

Sebagai sumber multi enzim komplek digunakan optizyme dalam bentuk bubuk

yang terdiri dari campuran beberapa enzim, yaitu amilase, protease, xylanase, cellulase,

dan hemicellulase), yang diproduksi oleh PT. Vetindo, Jakarta dan enzim Phylazim yang

terdiri dari amylase, fitase, dan protease yang diproduksi oleh IP2TP Denpasar.

9

3.4 Ransum

Ransum yang digunakan adalah ransum komersial yang sudah umum beredar

dipasaran untuk ayam broiler umur 2 – 6 minggu.

3.5Rancangan Penelitian

Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga

perlakuan dan enam kali ulangan dan tiap ulangan menggunakan empat ekor ayam broiler

umur 2 minggu dengan berat badan homogen. Ke tiga perlakuan tersebut adalah : Ransum

komersial tanpa suplementasi enzim kompleks sebagai kontrol (A), Ransum dengan

dengan suplementasi 0,20% enzim kompleks Optyzim (B), dan Ransum dengan

suplementasi 0,20% enzim kompleks Phylazim (C)

3.6 Variabel yang diamati

Variabel yang diamati atau di ukur dalam penelitian ini adalah :

Konsumsi ransum dan air minum: pengukuran dilakukan tiap minggu sekali dengan

cara mengurangi jumlah ransum dan air minum yang diberikan dengan sisa.

Pertambahan berat badan: penimbangan dilakukan setiap menggu. Sebelum

penimbangan terlebih dahulu ayam dipuasakan selama lebih kurang 12 jam.

Feed Conversion Ratio: merupakan perbandingan antara konsumsi ransum dengan

pertambahan berat badan.

Berat karkas: berat hidup dikurangi dengan darah, bulu, kepala, kaki, dan jeroan

(USDA., l977).

Komposisi fisik karkas: pemisahan antara tulang, daging, dan lemak subkutan termasuk

kulit dari karkas.

Retensi Protein

Koefisien Cerna Bahan Kering

Koefisien Cerna Bahan Organik

10

3.7 Analisis Statistik

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam, dan apabilia diantara perlakuan

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P<0,05) dilanjutkan dengan uji jarak

berganda dari Duncan (Steel dan Torrie, l989).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1. Konsumsi Ransum dan Air Minum

Rataan jumlah ransum yang dikonsumsi selama empat minggu penelitian oleh

ayam kontrol adalah 2546,5 g/ekor/4 minggu (Tabel 3). Jumlah rasum yang dikonsumsi

oleh ayam yang diberi ransum mengandung 0,20% enzim Optyzim (B) dan 0,20% enzim

Phylazim (C) masing-masing: 9,08% dan 4,50% nyata (P<0,05) lebih tinggi daripada

kontrol. Sedangkan ayam perlakuan C mengkonsumsi ransum 4,20% nyata (P<0,05) lebih

rendah daripada ayam perlakuan B.

Jumlah air minum rata-rata yang dikonsumsi oleh ayam kontrol selama empat

minggu penelitian adalah 5159,70 ml/ekor/6 minggu (Tabel 3). Pemberian enzim Optyzim

(B) dan enzim Pylzim (C) ternyata tidak berpengaruh terhadap konsumsi air minum.

Rataan konsumsi air minum pada ayam perlakuan B dan C masing-masing 2,11% dan

4,60% tidak nyata (P>0,05) lebih tinggi daripada kontrol.

4.1.2. Berat Badan Akhir dan Pertambahan Berat Badan

Rataan berat badan akhir pada ayam kontrol adalah 1925,0 g/ekor (Tabel3),

sedangkan pada ayam perlakuan B dan C masing-masing meningkat sebesar 21,44% dan

17,95% nyata (P<0,05) lebih tinggi daripada kontrol.

11

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan pertambahan berat badan ayam selama

empat minggu penelitian pada ayam kontrol adalah 1451,0 g/ekor/4 minggu (Tabel 3).

Rataan pertambahan berat badan ayam perlakuan B dan C masing-masing: 39,70% dan

33,49% lebih tinggi daripada kontrol dan secara statistik berbeda nyata (P<0,05).

4.1.3. Feed Conversion Ratio

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan nilai FCR pada ayam kontrol selama

empat minggu penelitian adalah 1,75 /ekor/4 minggu (Tabel 3). Rataan nilai FCR pada

ayam perlakuan B dan C masing-masing: 21,79% dan 21,49% nyata (P<0,05) lebih rendah

daripada kontrol.

Tabel 3. Pengaruh Suplementasi Enzim Optyzim dan Pylazim dalam ransum terhadappenampilan Broiler umur 2-6 minggu

Variabel Perlakuan1)

A B C SEM2)

Konsumsi ransum (g/ekor/4 minggu) 2546,5a3) 2570,2 2581,8 43,729

Konsumsi air minum (ml/ekor/4 minggu) 5159,7a 5198,5a 5183,7a 65,735

Berat badan akhir (g/ekor) 1925,0b 2126,4a 2121,2a 21,083

Pertamb. Berat badan (g/ekor/4 minggu) 1451,0b 1653,2a 1646,5a 19,762

Feed Conversion Ratio (FCR) 1,75a 1,55b 1,57b 0,026

Keterangan :1. Ayam yang diberi ransum basal sebagai kontrol (A); ransum basal dengan 0,20%

enzim Optyzim (B), dan ransum basal dengan 0,20% enzim Pylazim (C).2. Stanfard Error of The Treatment Means3. Nilai dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama, berbeda nyata (P<0,05)

4.1.4. Berat Potong

Berat potong rata-rata pada ayam kontrol adalah 1923,70 g/ekor (Tabel 4).

Pemberian enzim Optyzim (B) dan Pylazim (C) dalam ransum ternyata meningkatkan

berat potong masing-masing : 20,84% dan 18,33% nyata (P<0,05) lebih tinggi daripada

12

kontrol, sedangkan berat potong pada ayam perlakuan C 2,07% tidak nyata (P>0,05) lebih

tinggi daripada berat potong ayam perlakuan C.

4.1.5. Berat dan Persentase karkas

Berat karkas yang diperoleh pada ayam perlakuan kontrol adalah 1389,8 g/ekor

(Tabel 4). Sedangkan pada ayam perlakuan B dan C berat karkasnya meningkat masing-

masing : 24,78% dan 20,72% nyata (P<0,05) lebih tinggi daripada kontrol.

Persentase karkas pada ayam yang diberi ransum kontrol adalah 72,25%/ekor

(Tabel 4). Pemberian enzim (B) dan probiotik (C) meningkat masing-masing: 3,25% dan

2,03% nyata (P<0,05) lebih tinggi daripada kontrol.

Tabel 4. Pengaruh Suplementasi Enzim Optyzim dan Pylazim dalam ransum terhadapbobot dan komposisi fisik karkas Broiler Umur Enam Minggu

Variabel Perlakuan1)

A B C SEM2)

Bobot Potong (g) 1923,7b 2129,0a 2120,8a 22,591

Bobot Karkas (g) 1389,8b 1561,8a 1558,8a 14,460

Persentase karkas (%) 72,25b 73,36a 73,50a 0,312

Retensi Protein (g/ekor) 123,78b 148,31a 146,61a 5,673

Koefisien Cerna Bahan Kering (%) 71,52b 73,70a 73,62a 0,286

Koefisien Cerna Bahan Organik (%) 71,59b 73,75a 73,86a 0,178

Keterangan:1. Ayam yang diberi ransum basal sebagai kontrol (A); ransom basal dengan

0,20% enzim Optyzim (B), dan ransum basal dengan 0,20% enzim Pylazim (C).2. Stanfard Error of The Treatment Means3. Nilai dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama, berbeda nyata (P<0,05)

13

4.1.6 Retensi Protein

Rataan protein yang teretensi pada broiler kontrol selama empat minggu penelitian

adalah 123,78 g/ekor (Tabel 4). Rataan retensi protein pada tubuh ayam broiler perlakuan

B dan C masing-masing 16,35% dan 14,78% nyata (P<0,05) lebih tinggi daripada kontrol.

4.1.7 Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK) dan Bahan Organik (KCBO) Ransum

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan nilai koefisien cerna bahan kering

ransum pada ayam kontrol adalah 71,52% (Tabel 4). Penambahan enzim kompleks dalam

ransum perlakuan B dan C secara nyata (P<0,05) dapat meningkatkan KCBK ransum

masing-masing: 6,79% dan 6,03% lebih tinggi daripada kontrol (A).

Rataan koefisien cerna bahan organic (KCBO) ransum pada perlakuan kontrol

adalah 71,59 %/ekor (Tabel 4). Rataan nilai KCBO pada ayam perlakuan B dan C masing-

masing 6,39% dan 6,47% nyata (P<0,05) lebih tinggi daripada kontrol.

4.2 Pembahasan

Suplementasi enzim kompleks dalam ransum ternyata dapat meningkatkan berat

badan akhir, pertambahan berat badan, berat karkas, persentase karkas, dan efisiensi

penggunaan ransum.Hal ini menunjukkan adanya peran daripada enzim tersebut.

Penambahan enzim dalam ransum dapat meningkatkan efisiensi penggunaan ransum,

karena enzim mempunyai peranan penting dalam proses pencernaan bahan pakan yang

tidak tercerna sebelumnya (Mierop dan Ghesquire, l998). Hasil penelitian ini didukung

oleh Selle et al. ( 2003), bahwa penambahan enzim kompleks (protease, cellulase, dan

hemicellulase) ternyata dapat meningkatkan pertambahan berat badan dan efisiensi

penggunaan ransum. Hasil yang sama juga dilaporkan oleh Peng et al. (2003) bahwa

penambahan enzim xylanase yang dikombinasikan dengan phytase dalam ransum ternyata

14

dapat meningkatkan pertambahan berat badan dan efisiensi penggunaan ransum pada ayam

dan secara nyata dapat meningkatkan energi metabolis. Demikian juga halnya dengan

Shim et al. (2003) bahwa suplementasi 0,10% enzim phytase dan 0,10% enzim

carbohydrase dalam ransum secara nyata dapat meningkatkan efisiensi penggunaan

ransum yang disebabkan karena meningkatknya kecernaan zat-zat makanan, energi

termetabolis, energi tercerna, kecernaan protein, ekstrak eter, mineral Ca, dan mineral

fosfor.

Meningkatnya berat badan akhir, pertambahan berat badan, berat karkas, dan

persentase karkas pada ransum yang diberi tambahan enzim kompleks disebabkan karena

di dalam enzim kompleks terdapat beberapa macam enzim seperti alfa-amilase, xilanase,

beta-glukonase, protease, lipase, dan phytase. Suplementasi enzim kompleks dalam

ransum dapat memberikan tambahan enzim yang diperlukan oleh tubuh, sehingga dapat

memperbaiki daya cerna bahan baku berkualitas rendah, sehingga dapat meningkatkan

penyerapan zat-zat makanan. Adanya faktor seperti antinutrisi pada ransum (dedak dan

bungkil kacang kedelai) seperti lekctins dan trypsin inhibitor serta ketidak tersediaan

enzim tertentu dalam tubuh ternak, maka penambahan enzim dalam ransum sangat penting

artinya. Enzim xylanase dan ß-glucanase yang terkandung dalam enzim kompleks

digunakan pada ayam untuk meningkatkan daya cerna begitu pula untuk mencerna protein

pada kacang kedele (glycin dan ß-conglycin) dapat diatasi dengan penambahan enzim

protease. Pemanfaatan enzim phytase mampu meningkatkan penyerapan posphor, yang

mengikat unsur phosphor dalam bentuk asam phytat (myo-inositol hexaxy dihidrogen

phosphat) yang tidak mampu dicerna oleh ternak. Dengan mensuplai phytase (Aspergillus

atau Trichoderma strains) dalam ransum ternak dapat meningkatkan ketersediaan phospor,

Ca, Zn, dan asam amino bagi ternak.

15

Penambahan enzim kompleks (protease, selulase, dan hemiselulase) ternyata dapat

meningkatkan pertambahan berat badan dan efisiensi penggunaan ransum (Selle et al.,

2003). Dilaporkan juga oleh Shim et al. (2003) bahwa suplementasi 0,10% enzim phytase

dan 0,10% enzim karbohidrase dalam ransum secara nyata dapat meningkatkan efisiensi

penggunaan ransum yang disebabkan karena meningkatnya kecernaan zat–zat makanan,

energi termetabolis, kecernaan protein, ekstrak eter, mineral Ca, dan mineral fosfor (P).

Hal ini juga terlihat dari KCBK dan KCBO yang meningkat. Kecernaan yang tinggi

mengakibatkan penyerapan zat-zat makanan menjadi meningkat, sehingga berat badan

akhir, pertambahan berat badan, berat karkas, dan persentase karkas yang lebih tinggi

daripada penggunaan ransum 15% kulit ari kacang kedelai (ampas tempe). Banyaknya

ekskreta yang dikeluarkan oleh ayam menunjukkan rendahnya KCBK dan KCBO ransum

tersebut, seperti yang dilaporkan oleh Tillman et al. (1998), bahwa pada tingkat konsumsi

ransum yang sama, apabila jumlah ekskreta yang dikeluarkan meningkat menunjukkan

nilai cerna ransum tersebut adalah rendah.

Nilai feed conversion ratio (FCR) merupakan tolak ukur untuk menentukan tingkat

efisiensi penggunaan ransum. Semakin rendah nilai FCR maka semakin tinggi efisiensi

penggunaan ransumnya, demikian juga sebaliknya (Rasyaf, 1994). Suplementasi enzim

kompleks pada ransum dapat meningkatkan efisiensi penggunaan ransum. Hal ini

disebabkan karena enzim mempunyai peranan penting dalam proses pencernaan bahan

pakan yang tidak tercerna sebelumnya

Suplementasi 0,20% enzim kompleks dalam ransum dapat meningkatkan retensi

protein dalam tubuh ayam. Hal ini disebabkan karena pemberian enzim komplek dapat

meningkatkan jumlah protein yang masuk ke dalam tubuh ternak. Hal ini didukung oleh

Seaton et al. (1978) yang menyatakan bahwa peningkatan konsumsi protein dan asam

amino lisin pada ransum nyata dapat meningkatkan sintesis protein dalam tubuh. Didukung

16

juga oleh Anggraeni (2004) bahwa suplementasi 0,20% enzim optizyme dalam ransum

dapat meningkatkan persentase daging pada ayam jantan tipe petelur.

Suplementasi enzim kompleks dalam ransum ternyata dapat meningkatkan retensi

protein, karkas, dan persentase karkas ayam.Hal ini disebabkan karena enzim kompleks

dalam ransum dapat protein kompleks menjadi protein sederhana yang mudah dicerna oleh

enzim pencernaan. Pemecahan protein menjadi asam amino oleh enzim protease akan

sangat membantu pembentukan daging dalam tubuh ayam.

Penambahan enzim protease, phytase, dan amylase dalam ransum akan membantu

pemecahan protein, fitat, dan amilum pakan sehingga lebih banyak dapat digunakan untuk

pertumbuhan ayam. Seperti dilaporkan oleh Lim et al. (2001) bahwa suplementasi enzim

phytase ke dalam ransum secara nyata dapat meningkatkan kecernaan bahan kering, lemak

kasar, P, Zn, Mg, dan Cu, serta dapat meningkatkan retensi nitrogen, mineral Ca, P, Mg,

dan Zn. Sebastian et al. (1996) melaporkan bahwa suplementasi “phytase microbial” ke

dalam ransum secara nyata dapat meningkatkan pertambahan berat badan sintetsis urat

daging di dalam tubuh ayam

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penambahan 0,20% enzim

kompleks (Optyzim dan Phylazim) dalam ransum broiler umur 2-6 minggu ternyata dapat

meningkatkan berat badan akhir, pertambahan berat badan, efisiensi penggunaan ransum,

berat karkas, persentase karkas, retensi protein, dan kecernaan bahan kering dan bahan

organik ransum.

5.2 Saran

Dari hasil penelitian ini dapat disarankan kepada petani peternak bahwa di dalam

usaha untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi penggunaan ransum pada ayam

17

broiler maka perlu adanya suplementasi 0,20% enzim kompleks dalam ransum yang

diberikan

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, R. l985. Kemajuan Mutakhir dalam Ilmu Makanan Ternak Unggas.Universitas Indonesia Press., Jakarta.

Bakhit, R.M., B.P. Klein, D.E. Sorlie, J.O. Ham, J.W. Erdman and S.M. Potter. 1994.Intake of 25 gram of Soybean Protein with or Without Soybean Fiber Alters PlasmaLipids in Men with Elevated Cholesterol Concentrations. Anim. Inst. Of Nutr. 213– 222

Balmer, J. and D.B. Zilversmit. l974. Effect of Dietary Roughage on CholesterolAbsorption, Cholesterol Turnover and Steroid Exretion in Rat. J. Nutr. 104: 1319 -1320

Bidura, I. G. N. G. 2005.Bioteknologi Pakan dan Aplikasinya. Buku Ajar, Jurusan Nutrisidan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar

Cao, B. H., X. P. Zhang, Y. M. Guo, Y. Karasawa, and T. Kumao. 2003. Effects ofDietary Cellulase Levels on Growth, Nitrogen Utilization, Retention Time Diets inDigestive Tract and caecal Microflora of Chickens. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 16(6): 863 – 866

Hutagalung, D. V. M. 1996. Lingkaran Setan Pakan dan Perunggasan.Infovet, No. 35 EdisiJuni 1996.

Kataren, P. P., A. P. Sinurat, D. Zainuddin, T. Purwadarta, dan I. P. Kompiang. 1999.Bungkil Inti Sawit dan Produk Fermentasinya Sebagai Pakan Ayam Pedaging.Journal Ilmu ternak dan Veteriner 4 (2) : 107 – 112

Lim, H. S., H. Namkung, J. S. Um, K. R. Kang, B. S. Kim, and I. K. Paik. 2001. TheEffects of Phytase Supplementation on The Performance of Broiler Chickens FedDiets with Different Levels of Non-Phytase Phosphorus. Asian-Aust. J. Anim. Sci.14 (2): 250 – 257

Linder, M.C. 1985. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Ed. II. Penterjemah A. Parakkasi.Penerbit UI., Jakarta.

18

Mastika, I M. 2000. Ilmu Nutrisi Unggas. Penerbit Universitas Udayana, Denpasar

Mayes, P.A., D.K. Granner, Y.W. Rodwel dan D.W. Martin. l992. Biokimia.HapersReview of Biochemestry.Edisi 20. Penerbit Buku Kedokteran Cetakan Ke VI,EGC., Jakarta

Mierop, V. D. and Ghesquiere. 1998. Enzymes have a Long Life. World Poultry No. 11Vol 14: 13

Park, J. S., I. H. Kim, J. D. Hancock, C. L. Wyatt, K. C. Behnke, and G. A. Kennedy.2003. Effects of Expander Processing and Enzyme Supplementation of WheatBased Diets for Finishing Pigs. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 16 (2): 248 – 256

Peng, Y. L., Y. M. Guo, and J. M. Yuan. 2003. Effects of Microbial Phytase ReplacingPartial Inorganic Phosphorus Supplementation and Xylanse on The GrowthPerformance and Nutrient Digestibility in Broiler Fed Wheat-Based Diets. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 16 (2): 239 - 247

Piao, X. S., I. K. Han, J. H. Kim, W. T. Cho, Y. H. Kim, and C. Liang. 1999. Effects ofKemzyme, Phytase, and Yeast Supplementation on The Growth Performance andPullution Reduction of Broiler Chicks. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 12 (1): 36 - 41

Sebastian, S., S. P. Touchburn, E. R. Chavez and P. C. Laque. 1996. The Effects ofSupplemental Microbial Phytase on The Performance and Utilization of DietaryCalcium, Phosphorus, Copper, and Zinc in Broiler Chickens Fed Corn-SoybeanDiets. Poult. Sci. 75: 729 - 736

Selle, P. H., K. H. Huang and W. I. Muir. 2003. Effect of Nutrient Specifications andXylanase plus Phytase Supplementation of Wheta Bared Diets on GrowthPerformance and Carcass Traits of Broiler Chicks. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 16(10): 1501 - 1509

Shim, Y. H., B. J. Chae, and J. H. Lee. 2003. Effects of Phytase and CarbohydrasesSupplementation to Diets with Partial Replacement of Soybean Meal withRapeseed and Cottonseed Meal on Growth Performance and Nutrient Digestibilityof Growing Pigs. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 16 (9): 1339 – 1347.

Simbaya, J., B. A. Slominski, W. Guenter, A. Morgan and L. D. Cambell. 1996. TheEffects of Protease and carbohydrase on The Nutritive Value of Canola Meal forPoultry : In Vitro and In Vivo Studies. Anim. Feed. Sci. Technoll. 61: 219 – 234

Stanley, V. G., R. Ojo, S. Woldesenbet, D. Hutchinson and L.F. Kubena. 1993. The Useof Saccharomyces sereviseae to Supress the Effects of Aflatoxicosis in BroilerChicks. Poult. Sci. 72 : 1867 - 1872

19

Sutardi, T. 1997. Peluang dan Tantangan Pengembangan Ilmu-Ilmu Nutrisi Ternak. OrasiIlmiah Guru Besar Tetap Ilmu Nutrisi Fapet IPB, Bogor.

USDA. l977. Poultry Grading Manual. U.S. Goverment Printing Office Washington, D.C.20402

Xuan, Z. N., J. D. Kim, J. H. Lee, Y. K. Han, K. M. Park, and I. K. Han. 2001. Effects ofEnzyme Compleks on Growth Performance and Nutrient Digestibility in PigsWeaned at 14 days of Age. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 14 (2): 231 – 236