2009 juni bandung kompas daur ulang sampah
TRANSCRIPT
KLIPINGEN V I RON M E N T AI enis Media ©--Surat Kabar q Tabloid q Majalah O .....................
Nama MediaC:^i47 ^/lr'_f
SERVICES PROGRAMHari/Tanggal
rHal/Pjg artikel C3 (^^ X /U 171 iz
Sampah yang selama ini dianggap sebelah mata serta se-lalu diasosiasikan dengan kekumuhan dan penyakit ter-nyata bisa menghasilkan keuntungan ekonomis . Bahkanharga produk olahan dari sampah bisa dijual hingga keluar negeri dan menghasilkan keuntungan jutaan rupiah.
OLEH RINI KUSTIASIH
eberhasilan DjuariahDjadjang (50), wargaRW 20 Kelurahan Ta-mansari, Kecamatan
%Bandung Wetan, KotaBandung, adalah contohnya. Sejaktahun 2007 is mengolah sampahplastik menjadi aneka produk, mu-lai dari tas, sajadah, tempat pensil,dompet telepon seluler, celemek,tempat sepatu, hingga tempat jasdanpayung.
Sampah plastik yang digunakanbisa berasal dari kemasan mi in-stan, kopi, makanan ringan, sabun,atau minyak goreng. Di lingkung-annya, Djuariah bekerja dengan 43kader.
Harga produk Djuariah berva-riasi, Rp 10.000-Rp 150.000, ter-gantung jenis barang dan tingkatkesulitan pembuatan. Tempatpensil dihargai Rp 10.000, sedang-kan sajadah yang pembuatannyamemerlukan waktu tiga minggudijual Rp 100.000-Rp 150.000.
Produk daur ulang Djuariah di-pasarkan melalui pameran ataupesanan langsung dari konsumen."Bersama rekan-rekan kader yanglain, sebulan ini (Mei-Juni) sayameraih keuntungan sekitar Rp 1juta. Rata-rata setiap kader meni-bawa pulang keuntungan Rp100.000-Rp 200.000 sekali pamer-an," katanya.
Produk Djuariah dan kadernyajuga diminati wisatawan asing.Tercatat ada sejumlah pesanan da-ri warga Malaysia, Jerman, Selan-dia Baru, dan Afrika. Seorang war-ga Malaysia bahkan sampai datangkepada Djuariah untuk kursus pri-vat Cara mengolah sampah plastikmenjadi aneka produk.
Kompos
Plastik yang merupakan jenissampah anorganikbisa menghasil-kan nilai ekonomis bagi warga.Sampah organik dari sayuran, bu-
ah, dan makanan pun sebenarnyamemiliki potensi yang lebih besar,yakni dengan diolah menjadi kom-pos.
Namun, sejumlah tempat pem-buatan kompos ternyata gagal me-masarkan produk mereka, sepertitampak di gudang pembuatankompos Pasar Caringin. Di tempatitu onggokan kompos dibiarkanbegitu saja tanpa kemasan yang ]a-yak. "Sudah lebih dari dua tahunproduksi kompos berhenti karenatidak ada pembeli dan tidak bisamembayar pegawai," kata Yaya,pengurusgudang.
Anggota Dewan Pakar pada De-
wan Pemerhati Kehutanan dan
Lingkungan Tatar Sunda, Sobirin,mengatakan, kompos bisa menye-
rap sekitar 60 persen sampah or-
ganik di Bandung atau setara de-ngan 1.200 ton sampah organikperhari.
Dengan perhitungan sampahorganik Pasar Caringin 200 meterkubik per hari, sampah sebanyakitu bisa diolah menjadi 6.000 kilo-gram kompos. "Bila per kilogramkompos dijual minimal Rp 500, da-]am sehari bisa meraih Rp 3 juta.Total dalam sebulan pengelola pa-sar meraih Rp 90 juta hanya darisampah,"katanya.
Keuntungan dari kompos itupun bersih karena tidak dikurangibiaya bahan produksi. Sampah di-peroleh gratis dari sisa-sisa perda-gangan di pasar.
Sobirin berpendapat, potensiekonomis kompos bisa optimal de-ngan dukungan pemerintah. Peme-rintah seharusnya membuka aksespemasaran kompos kepada pemilikperkebunan atau pertanian.
"Selama ini pemerintah kurangpeduli pada pemasaran kompos.Keuntungan produsen akhirnyanol dan sampah organik hanyarnemperbesar beban lingkungandi Bandung," ujarnya.