2 tinjauan pustaka - repository.ipb.ac.id · mil dari garis pantai; dan (3) segi perencanaan, suatu...

27
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan dan Angkutan Laut Pengertian atau definisi tentang pelabuhan di Indonesia berkembang sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhanan, maka pelabuhan diartikan sebagai tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi”.Pelabuhan dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan/atau bongkar muat barang, dan tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi dan terminal bagi kapal-kapal utama yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan. Terminal adalah fasilitas pelabuhan yang terdiri dari kolam sandar dan terdapat kapal bersandar dan tambat, tempat penumpukan, tempat menunggu dan naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang. Pelabuhan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem ekonomi, karena fungsinya sebagai penunjang bagi perkembangan industri, perdagangan dan pelayaran. Pelabuhan laut dapat mempengaruhi pembangunan ekonomi dan sebaliknya pembangunan ekonomi dapat pula mempengaruhi peningkatan aktivitas pelabuhan laut (UNCTAD dan Ditjen Perhubungan Laut, 2000). Pelabuhan adalah pusat aktifitas ekonomi kelautan, sehingga keberadaannya mampu melancarkan arus bongkar muat barang dan pelayanan penumpang dengan tingkat kenyamanan, keamanan dan biaya yang kompetitif (Kusumastanto, 2002). Selain itu pelabuhan dapat menghela pertumbuhan ekonomi wilayah, di mana pelabuhan merupakan titik sentral yang menghubungkan perpindahan muatan barang-barang, berupa barang-barang produk kebutuhan dalam negeri dan barang- barang ekspor. Kegiatan pelabuhan, angkutan laut dan angkutan darat merupakan bagian dari ekonomi nasional, regional dan lokal (Kramadibrata, 1982). Dua hal yang disumbangkan oleh pelabuhan untuk meningkatkan perekonomian adalah yang bersifat terukur dan tidak terukur. Hal-hal yang terukur seperti pajak-pajak, dividen dan retribusi, sedang yang tidak terukur adalah kesempatan kerja dan tumbuhnya usaha-usaha di sekitar pelabuhan, sebagai efek ganda kegiatan

Upload: lexuyen

Post on 06-Mar-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pelabuhan dan Angkutan Laut

Pengertian atau definisi tentang pelabuhan di Indonesia berkembang sejalan

dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Menurut Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, dan Peraturan Pemerintah

Nomor 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhanan, maka pelabuhan diartikan sebagai

“tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas

tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi”.Pelabuhan

dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang

dan/atau bongkar muat barang, dan tempat perpindahan intra dan antar moda

transportasi dan terminal bagi kapal-kapal utama yang dilengkapi dengan fasilitas

keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan. Terminal adalah fasilitas

pelabuhan yang terdiri dari kolam sandar dan terdapat kapal bersandar dan tambat,

tempat penumpukan, tempat menunggu dan naik turun penumpang, dan/atau

bongkar muat barang. Pelabuhan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem

ekonomi, karena fungsinya sebagai penunjang bagi perkembangan industri,

perdagangan dan pelayaran. Pelabuhan laut dapat mempengaruhi pembangunan

ekonomi dan sebaliknya pembangunan ekonomi dapat pula mempengaruhi

peningkatan aktivitas pelabuhan laut (UNCTAD dan Ditjen Perhubungan Laut,

2000). Pelabuhan adalah pusat aktifitas ekonomi kelautan, sehingga keberadaannya

mampu melancarkan arus bongkar muat barang dan pelayanan penumpang dengan

tingkat kenyamanan, keamanan dan biaya yang kompetitif (Kusumastanto, 2002).

Selain itu pelabuhan dapat menghela pertumbuhan ekonomi wilayah, di mana

pelabuhan merupakan titik sentral yang menghubungkan perpindahan muatan

barang-barang, berupa barang-barang produk kebutuhan dalam negeri dan barang-

barang ekspor. Kegiatan pelabuhan, angkutan laut dan angkutan darat merupakan

bagian dari ekonomi nasional, regional dan lokal (Kramadibrata, 1982). Dua hal

yang disumbangkan oleh pelabuhan untuk meningkatkan perekonomian adalah

yang bersifat terukur dan tidak terukur. Hal-hal yang terukur seperti pajak-pajak,

dividen dan retribusi, sedang yang tidak terukur adalah kesempatan kerja dan

tumbuhnya usaha-usaha di sekitar pelabuhan, sebagai efek ganda kegiatan

20

kepelabuhanan yang akan memberikan nilai tambah ekonomi pada daerah sekitar

pelabuhan. Pelabuhan laut berperan penting terhadap pembangunan ekonomi,

oleh sebab itu dalam perencanaan lokasi pelabuhan laut harus dipadukan dengan

tujuan pembangunan nasional dan daerah, dan pembangunan pusat-pusat

pertumbuhan ekonomi baru. Pelabuhan mempunyai tiga fungsi pokok, diantaranya

yaitu:

1) Fungsi interface, dalam arti pelabuhan menyediakan fasilitas dan pelayanan

jasa atau infrastruktur yang dibutuhkan untuk memindahkan barang-barang

dari kapal ke angkutan darat atau sebaliknya dan atau memindahkan barang-

barang dari angkutan laut (laut) yang satu ke kapal lainnya (transhipment).

2) Fungsi link, yaitu pelabuhan dilihat sebagai salah satu mata rantai dalam

proses transportasi, mulai dari tempat asal barang maupun ketempat tujuan.

3) Fungsi gateway, yaitu sebagai pintu gerbang dari suatu negara atau daerah.

Konsep sebagai gateway dilatarbelakangi pendekatan peraturan dan

prosedur yang harus dikaji oleh setiap yang menyinggahi pelabuhan.

(Baudelaire, 1972)

Sesuai Undang-Undang tentang Pelayaran dan Peraturan Pemerintah

tentang Kepelabuhanan, maka menurut jenisnya pelabuhan dibedakan atas dua

jenis, yaitu pelabuhan laut dan pelabuhan sungai dan danau. Pelabuhan laut

mempunyai hierarkhi terdiri dari: (a) Pelabuhan utama, (b) Pelabuhan pengumpul,

(c) Pelabuhan pengumpan. Hierarkhi ini berbeda dengan hierarkhi pelabuhan sesuai

peraturan perundang-undangan lama, yaitu Undang-Undang Nomor 12 tahun 1991

tentang Pelayaran dan Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1992 tentang

Kepelabuhanan yaitu dibedakan atas: (a) Pelabuhan internasional, (b) Pelabuhan

nasional, (c) Pelabuhan regional, dan (d) Pelabuhan lokal. Berdasarkan

pengelompokan tersebut, maka Pelabuhan Tanjung Priok dimasukkan sebagai

pelabuhan laut dalam hierarkhi pelabuhan utama. Di dalam peraturan perundang-

undangan baru, maka disebutkan ada 6 (enam) peran pelabuhan, yaitu :

1) Simpul dalam jaringan transportasi sesuai dengan hierarkhinya,

2) Pintu gerbang kegiatan perekonomian,

3) Tempat kegiatan alih moda transportasi,

4) Penunjang kegiatan industri, jasa, dan/atau perdagangan,

21

5) Tempat produksi, distribusi dan konsolidasi muatan barang,

6) Menjadikan Wawasan Nusantara dan Kedaulatan Negara,

Pelabuhan Tanjung Priok memiliki keenam peran pelabuhan tersebut, yaitu

sebagai simpul jaringan transportasi, pintu gerbang kegiatan perekonomian

nasional, simpul moda tranportasi laut dan darat, penunjang kegiatan industri, jasa,

dan/atau perdagangan, pusat distribusi dan konsolidasi barang-barang ekspor-impor

dan menjadikan Wawasan Nusantara dan Kedaulatan Negara.

Kelengkapan pelabuhan laut terdiri dari infrastruktur berupa kolam

pelabuhan, breakwater, alur pelabuhan dan dermaga, superstrukturberupa bangunan

gudang, kantor, jalan serta lapangan penumpukan, danequipmentberupa crane, RTG

dan headtruck.Kelengkapan pelabuhan laut lainnya adalah tempat kegiatan

pemerintahan daerah belakang pelayanannya (hinterland).

Untuk pengembangan suatu pelabuhan laut ditinjau dari aspek geografis dan

teknis kepelabuhanan, dibutuhkan persyaratan-persyaratan sebagai berikut :

1) Lokasi sedekat mungkin dengan lokasi asal dan tujuan barang.

2) Mampu memberikan perlindungan terhadap kapal dari cuaca buruk sewaktu

berada di pelabuhan.

3) Memiliki kedalaman perairan yang cukup, sehingga kapal tetap dapat

terapung saat air laut surut.

4) Tersedia fasilitas-fasilitas yang digunakan untuk penanganan barang dan

penumpang.

Pelabuhan laut sebagai prasarana transportasi laut tidak terlepas kaitannya

dari sektor angkutan laut, di manaangkutan laut merupakan salah satu sektor

pembangunan kelautan. Ketersediaan infrastruktur dan sarana angkutan laut

(perkapalan) untuk kelancaran masuknya arus barang dan jasa di suatu daerah,

sangat tergantung dari intensitas, kapasitas dan kualitas pelayanan jasa angkutan

laut. Kurang berkembangnya angkutan laut dalam sektor kelautan merupakan

problemstruktural (Kusumastanto, 2002). Di dalam perkembangan ekonomi global,

sektor angkutan khususnya angkutan laut merupakan salah satu faktor penentu

pertumbuhan ekonomi, karena kecepatan pelayanan melalui angkutan laut

merupakan pilihan utama. Pertimbangannya karena dari sisi biaya dan sistem

transportasi,maka angkutan laut telah berkembang tidak lagi sekedar angkutan

22

barang dan penumpang, akan tetapi telah menjadi elemen jaringan logistik (logistic

chain). Pola angkutan laut telah berubah dari perspektif satu jenis moda transportasi

menjadi multi moda transportasi. Mengikuti pertumbuhan ekonomi dan angkutan

barang yang diangkut oleh kapal, maka ukuran dan kapasitas kapal juga

berkembang pesat.Perkembangan ini disebabkan oleh volume perdagangan melalui

laut meningkat terus tiap tahun dan general cargo berubah dari bentuk break-bulk

menjadi kontainer dan super container. Kapal-kapal kecil dan tradisional dengan

volume kecil berkembang menjadi kapal-kapal barang besar (container dan super

container) dan kapal-kapal barang spesifik yang mengangkut crude oil, produk-

produk berbagai bahan kimia, gas dan dry bulk.

Pada tahun 2020 diperkirakan dari sembilan puluh persen (90%) kapal

barang yang ada di seluruh dunia diperkirakan sudah menjadi kapal kontainer dan

pada setiap pelabuhan kontainer diperkirakan akan dibongkar dan dimuat barang-

barang dengan jumlah tonase naik dua kali lipat. Apabila tingkat pertumbuhan

barang yang melalui pelabuhan kontainer naik enam sampai tujuh persen (6%-7%)

per tahun, maka pelabuhan kontainer harus menangani 700 juta TEUs tahun 2020

(Casaca, 2007). Di sisi lain perkembangan pesat sektor angkutan laut potensial

untuk menimbulkan pencemaran udara kawasan pelabuhan, baik dari pembuangan

gas emisi CO2, maupun dari pencemaran perairan dari kawasan pelabuhan dan

limbah pabrik serta dari kapal yang keluar masuk pelabuhan.

Kondisi kepelabuhanan dan angkutan laut di Indonesia perlu dipersiapkan

secara baik untuk mengantisipasi perkembangan pesat sektor pelabuhan dan

angkutan laut dunia. Pada saat ini kondisi pelabuhan di Indonesia rata-rata belum

mengantisipasi perkembangan pesat sektor angkutan laut internasional. Pelabuhan

Tanjung Priok sebagai pelabuhan internasional terbaik di Indonesia belum

sebanding dengan pelabuhan-pelabuhan internasional di negara-negara lain, seperti

Singapura dan Malaysia. Kondisi angkutan laut di Indonesia yang mengangkut

barang-barang untuk tujuan antar pulau dan tujuan ekspor/impor masih didominasi

oleh kapal-kapal asing. Pangsa pasar sektor angkutan laut ekspor/impor di

Indonesia saat ini masih di bawah sepuluh persen (10%) yang dikuasai oleh

pelayaran lokal (nasional), sedangkan pangsa pasar domestik masih sekitar 55

persen (55%), sisanya 45 persen (45%) masih dikuasai kapal-kapal asing.

23

Sehubungan dengan hal di atas, maka kebijakan sektor angkutan laut Indonesia

dengan menggunakan azas “cabotage” (mengutamakan kapal-kapal dalam negeri)

diarahkan untuk : (1) meningkatkan kapasitas, jumlah, jangkauan dan kemampuan

Armada Nasional untuk angkutan barang dan jasa, (2) mengembangkan kebijakan

yang mampu mendorong lembaga keuangan perbankkan dan non bank untuk

membiayai pengembangan angkutan laut secara nasional dan (3) menciptakan

kemudahan dalam proses perizinan pemilikan kapal dan prosedur kepelabuhanan

secara nasional, terutama dikaitkan dengan era otonomi daerah (Kusumastanto,

2002).

Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, maka kebijakan pengembangan

pelabuhan laut, dengan sektor angkutan laut merupakan satu kesatuan terpadu.

Antara pengembangan pelabuhan laut, lengkap dengan sarana/prasarana pelabuhan

dengan pengembangan sektor angkutan laut sebagai sarana penunjang pelabuhan

tidak terlepas peranannya satu dengan lainnya.

2.2 Pengembangan Pelabuhan dan Pengelolaan Wilayah Pesisir

Pelabuhan laut adalah salah satu sumber daya pesisir yang memiliki peran

strategis.Mengacu kepada Undang-Undang No.27 tahun 2007 Bab I Pasal 1 tentang

Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, maka pelabuhan laut yang

terletak di wilayah pesisir, dipengaruhi oleh ekosistem darat dan ekosistem laut.

Pelabuhan laut sebagai bagian dari wilayah pesisir merupakan gabungan antara

kawasan di darat dan perairan laut. Wilayah pesisir sesuai pengertian umum yang

telah disepakati adalah suatu peralihan antara daratan dan lautan. Menurut

Ketchum, wilayah pesisir dapat didefinisikan sebagai hubungan keterikatan antara

daratan dengan ruang laut yang bersebelahan, dimana proses daratan mempengaruhi

proses lautan (Ketchum, 1992). Oleh Robert Kay dan Jacquline Alder definisi

wilayah pesisir didasarkan atas kesamaan ciri-ciri fisik, biologi atau administrasi

lokal suatu kawasan (Kay Robert, Alder J., 1999). Batas-batas ke daerah darat (1)

secara ekologis adalah kawasan yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut

seperti pasang surut, instrusi air laut dan percikan gelombang; (2) secara

administratif, batas terluar sebelah hulu dari desa pantai atau jarak definitif secara

arbiter (2 km, 20 km dan >20 km dari garis pantai); (3) secara perencanaan,

24

bergantung pada permasalahan yang menjadi fokus pengelolaan wilayah pesisir,

misalnya pencemaran dan sedimentasi atau hutan mangrove. Batas ke arah laut (1)

secara ekologis, kawasan laut yang masih dipengaruhi proses-proses alamiah dan

kegiatan manusia di daratan seperti aliran sungai, limpahan air permukaan,

sedimentasi dan bahan pencemar; (2) secara administratif jarak 4 mil, 8 mil, dan 12

mil dari garis pantai; dan (3) segi perencanaan, suatu kawasan yang bergantung

pada permasalahannya yaitu kawasan yang masih dipengaruhi oleh dampak

pencemaran atau sedimentasi, atau proses-proses ekologi lainnya (Bengen, 2001).

Pelabuhan laut sebagai jasa pendukung kehidupan, merupakan salah satu

fungsi pokok kehidupan masyarakat berdasarkan prinsip ekosistem pesisir dan laut.

Fungsi pokok lain ekosistem pesisir dan laut adalah sebagai penyedia sumber daya

alam, sebagai penerima limbah, dan sebagai penyedia jasa-jasa kenyamanan

(amenity). Pengembangan pelabuhan tidak terlepas kaitannya dengan pengelolaan

wilayah pesisir. Di wilayah pesisir dan lautan terdapat bebagai sumber daya alam

dan sumber daya jasa-jasa kelautan lainnya. Sumber daya pesisir dan kelautan ini

ada yang bisa diperdagangkan dan ada yang tidak bisa diperdagangkan kegiatan

jasa kepelabuhanan termasuk sumber daya yang bisa diperdagangkan, sedangkan

ekosistim mangrove, terumbu karang dan ekosistim lainnya tidak bisa

diperdagangkan. Kedua komponen ini sama-sama memiliki nilai ekonomis yang

harus diperhitungkan dalam kebijakan pengelolaan wilayah pesisir dan lautan.

Salah satu tantangan yang dihadapi oleh para pembuat kebijakan adalah bagaimana

menilai menilai suatu sumber daya alam secara komprehensif. Dalam hal ini tidak

saja marketvalue dari barang yang dihasilkan oleh suatu sumber daya, melainkan

dari jasa yang ditimbulkan oleh sumber daya tersebut (Fauzi, 1999). Kesulitan

penilaian ekonomi tersebut lebih nyata pada suatu wilayah, khususnya barang dan

jasa diwilayah pesisir yang tidak diperdagangkan di pasar, sehingga aplikasi dari

penilaian sumber daya yang tidak dipasarkan (non market valuation)perlu

dilakukan, agar trade off pemanfaatan dari barang dan jasa yang disediakan oleh

lingkungan dapat menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk

pengelolaan wilayah pesisir secara lestari (Kusumastanto, 1999).

Kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan wilayah pesisir, termasuk

pengelolaan kepelabuhanan dan aktivitas-aktivitas lainnya beragam.Dengan

25

terbitnya Undang-Undang nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan Undang-Undang nomor 17 tahun 2008 tentang

Pelayaran, makapengelolaan wilayah pesisir, termasuk kawasan pelabuhan akan

terpadu satu dengan yang lainnya. Di dalam Undang-Undang No.27 Tahun 2007

tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Bab I Pasal 1, terdapat

beberapa pengaturan yang ada kaitannya dengan “pengembangan kepelabuhanan

dalam hal berwawasan lingkungan”, yaitu:

1) Daya dukung wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah kemampuan

wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil untuk mendukung peri kehidupan

manusia dan makhluk hidup lain. Pelabuhan sebagai salah satu sumber daya

pesisir harus mampu mendukung kehidupan masyarakat wilayah pesisir.

2) Pengembangan pelabuhan erat kaitannya dengan reklamasi. Reklamasi

adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang, dalam rangka meningkatkan

manfaat sumber daya lahan, ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial

ekonomi dengan cara pengurugan dan pengeringan lahan atau drainase.

3) Pencemaran pesisir adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup,

zat energi dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan pesisir akibat

adanya kegiatan orang, sehingga kualitas lingkungan wilayah pesisir dan

lautan turun sampai ke tingkat tertentu. Penurunan kualitas lingkungan

wilayah pesisir dan lautan menyebabkan kegiatan di bagian wilayah ini

tidak dapat berfungsi sesuai dengan peranannya. Salah satu penyebab

pencemaran wilayah pesisir dan lautan adalah tingginya kegiatan pelabuhan,

tanpa diimbangi dengan pengelolaan dan pengendalian lingkungan yang

baik. Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok berwawasan lingkungan

dalam konteks pembangunan harus memenuhi dimensi lingkungan/ekologi

yaitu meliputi kesesuaian kualitas lingkungan perairan, udara dan daratan

sesuai dengan standar Batas Ambang Mutu (BAM) yang ditetapkan,

dimensi sosial yaitu peningkatan kualitas lingkungan sosial masyarakat

pekerja di dalam kawasan pelabuhan dan kawasan penyangga, dimensi

ekonomi yaitu ketersediaan ruang pelabuhan menampung pertumbuhan

barang dan keterpaduan kebijakan pengembangan, pengelolaan dan

26

pengoperasian pelabuhan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah

Daerah dan Institusi Pengelola Pelabuhan.

2.3 Pelabuhan Berwawasan Lingkungan(Ecoport)

2.3.1 Definisi Ecoport dan Perkembangannya

Pencemaran laut, kebisingan, pencemaran udara dan kecelakaan kerja

merupakan wajah umum di berbagai pelabuhan puluhan tahun lalu, dikarenakan

pengiriman setiap tahunnya berjuta-juta kargo yang dilakukan melalui perairan/laut

dan sekitar separuhnya tergolong bahan-bahan yang berbahaya. Dampak dari

keberadaan dan kegiatan pelabuhan terhadap lingkungan kawasan pelabuhan pada

umumnya adalah :

1) Pencemaran lingkungan, oleh limbah-limbah padat dan cair, di antaranya

limbah beracun dan barang berbahaya (hazards cargous), yang dapat

mengancam kesehatan dan keselamatan kerja dan kecelakaan.

2) Perkembangan teknologi di pelabuhan yang semakin besar memerlukan

biaya pemeliharaan tinggi. Pada umumnya untuk kepentingan pengelolaan

lingkungan hanya sedikit biaya terhadap perbaikan dan efisiensi, sehingga

banyak pelabuhan secara umum meminimumkan biaya untuk lingkungan.

3) Pengoperasian dan pengembangan pelabuhan.

Kegiatan-kegiatan yang terjadi pada saat pelabuhan beroperasi terdiri dari :

(1) angkutan barang, manusia, dan hewan, (2) kegiatan bongkar/muat, (3)

pemanfaatan dan keberadaan fasilitas pelabuhan (alur dan kolam, dermaga,

dock yard/perbaikan kapal), (4) lalu lintas kapal dan moda darat, dan (5)

kegiatan pelabuhan yang menghasilkan limbah/sampah seperti port related

facilities (commercial & bussines district), port related industry, kegiatan

perdagangan dan kegiatan rekreasi.

Sedang kegiatan pada saat pengembangan/pembangunan pelabuhan

diantaranya: (a) pembangunan dan pengembangan infrastruktur (dermaga dan

penahanan gelombang), alur pelayaran, danreklamasi perairan. (b) capital dredging,

maintenance dredging, (c) perubahan bentang alam (hidrogafi dantopografi) dan (d)

kerusakan habitat fauna dan flora.

27

Kegiatan pengoperasian dan pengembangan pelabuhan selain membawa

banyak manfaat, tetapi juga dapat membawa dampak negatif, seperti terjadinya

abrasi, pendangkalan kolam pelabuhan akibat sedimentasi, buangan dari kapal,

buangan dari bahan industri, bongkar muat barang dan aktifitas pelabuhan lainnya.

Potensi dampak negatif dari pengembangan pelabuhan dapat berupa polusi terhadap

air, kontaminasi endapan dasar perairan, hilangnya habitat dasar perairan, kerusakan

ekologi marina, erosi pantai, perubahan pola arus, buangan limbah, bocoran dan

limpahan BBM, emisi material berbahaya, polusi udara kebisingan, getaran, polusi

tampilan dan dampak pada sosial budaya.

Anggota IMO (International Maritime Organization) menghasilkan

konsensus yang dikenal sebagai Konvensi MARPOL 73/78. Konvensi tersebut

terdiri dari 5 Annex yaitu tentang polusi di laut terhadap minyak, bahan cair

beracun, bahan berbahaya, limbah kotoran, dan sampah serta yang terakhir

ditambah Annex VI tentang Pencemaran udara dari kapal. Strategi pengelolaan

pencemaran dan kerusakan yang berasal dari daratan (land based pollution) dan dari

laut (sea based pollution) dikembangkan dengan beberapa pendekatan, di antaranya

meliputi pengelolaan limbah (waste management). Pengelolaan Limbah itu terdiri

atas limbah padat (solid waste), limbah padat/sampah dari kegiatan kepelabuhanan

dan dari kegiatan di darat lainnya, penanganan limbah/sampah dari kegiatan

pelayaran/kapal berdasarkan MARPOL Annex V (MARPOL 73/78), limbah

industri (industrial waste), limbah minyak, limbah gas, debu, dan kebisingan.

Jenis pencemar pada umumnya berbeda-beda pada setiap kawasan

pelabuhan, tergantung dari jenis kegiatan yang berlangsung dan juga lingkungan di

sekitar pelabuhan, seperti limbah sampah, limbah cair, industri, minyak dan oli,

curah padat, sedimentasi dan sanitasi. Sumber pencemaran yang biasa terdapat di

kawasan pelabuhan terbagi menjadi 2 (dua) :

1) Land Based Activities : limbah pemukiman, limbah pertanian dan limbah

industri.

2) Sea Based Activities : kegiatan industri perkapalan, pertambangan, minyak

lepas pantai dan pelayaran (kapal-kapal).

Pencemaran yang bersumber dari kegiatan perkapalan berasal dari

pengoperasian kapal dan kecelakaan kapal.Akibat yang didapat dari pengoperasian

28

kapal adalah berupa tumpahan pembongkaran muatan, buangan air yang masih

bercampur minyak dari sisa air ballast dan sisa air pencucian, serta pencemaran

udara dari gas pembuangan yang berada dari dalam kapal. Akibat dari kecelakaan

kapalyang menyebabkan kandasnya kapaldapat menimbulkan terjadinya tumpahan

minyak buangan dari kapal yang bisa berjangka panjang dan sifatnya permanen.

Meningkatnya gelombang kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap

lingkungan di berbagai pelosok dunia sejak dua puluh lima (25) tahun terakhir,

tanpa terkecuali juga telah melanda wilayah kawasan pelabuhan. Keinginan untuk

mewujudkan pelabuhan yang berwawasan lingkungan itu telah membangkitkan

perhatian dan kepedulian berbagai pihak antara lain Administratur Pelabuhan,

Pemerintah Daerah dan Pengelola Bisnis Pelabuhan.Pada saat penulisan, beberapa

pengelola pelabuhan di dunia sedang gencar-gencarnya mengenalkan pelabuhan

berwawasan lingkungan (ecoport), dengan berbagai istilah seperti environmental

friendly port, enviromental policy, coastal zone port management, a clean

sustainable port, dan mega floating port. Kegiatan program ecoport di Eropa

didukung oleh ESPO (Environmental Committee of The European Sea Port

Organisation) dan Komisi Eropa.ESPO adalah salah satu perusahaan internasional

yang menangani manajemen pelabuhan yang berwawasan lingkungan. Kegiatan

terkait ecoport diawali dengan penyelenggaraan riset bersama oleh enam (6)

pelabuhan. Harapan yang ingin dikaji dari skim (scheme) ecoport di Eropa ini

adalah bahwa masing-masing pelabuhan dapat melakukan pembenahan, penataan

dan perbaikan kondisi lingkungan hidup secara otonom dan secara kerjasama.

Berdasarkan isu lingkungan yang dihadapi di setiap pelabuhan, setiap pelabuhan

selanjutnya secara sistematis melakukan kegiatan-kegiatan untuk mencegah dan

mengendalikan isu-isu lingkungan yang timbul di wilayahnya.

Sejak 1994, tema “ecoport” memang menginovasikan berbagai ilmu dan

pengalaman di antara para profesional terkait untuk membuat jejaring antar

pelabuhan. Bekerjasama dengan berbagai sektor seperti universitas, ESPO

menciptakan pula manajeman pelabuhan yang berwawasan lingkungan dengan

suatu program yang disebut eco-program dengan unsur :

1) Piranti ecoports yang mapan yang terkait dengan ketersediaan akses internet

dan website sebagai media komunikasi

29

2) Self Diagnosis Method (SDM) yaitu metodologi untuk mengindentifikasi

risiko lingkungan dan penetapan aksi untuk memperkecil risiko tersebut.

3) Port Environmental Review System (PERS) secara khusus dirancang untuk

membantu pelabuhan melalui organisasi fungsional yang diperlukan untuk

mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan

Di dalam kerangka kerja untuk administrasi pelabuhan yang berwawasan

lingkungan, ESPO memberikan rekomendasi pedoman:

1) Pengembangan pelabuhan. Di dalam rencana administrasi pelabuhan, perlu

adanya sosialisasi dan penerimaan opini bagi publik terkait Amdal.

Pelabuhan juga harus menetapkan area lindung untuk mengurangi beban

pencemaran yang ditimbulkan.

2) Pengerukan dan pembuangan bahan kerukan. Tiap pelabuhan harus

meminimalkan dampak dari kegiatan pengerukan dan harus memahami

kondisi tanah yang digunakan sebagai pelabuhan.

3) Pencemaran tanah. Penyusunan kebijakan tanah yang jelas dan konsisten

mampu mencegah risiko terkait lingkungan dan pembiayaan. Selain itu

identifikasi pula sejak awal sumber-sumber yang dapat menyebabkan

pencemaran tanah di dalam pelabuhan.

4) Pengelolaan kebisingan. Untuk mengurangi dampak kebisingan yang perlu

dbuat peta kebisingan dan rencana aksi.

5) Pengelolaan limbah pelabuhan. Menurut Pengelolaan limbah dapat

dilakukan dengan cara pencegahan limbah, pemulihan limbah, dan

pembuangan limbah.

6) Pengolahan dan kualitas air. Penentuan batas badan air yang ada di kawasan

pelabuhan penting untuk perlindungan lingkungan dan pemenuhan

kebutuhan air bagi kegiatan-kegiatan yang ada. Selain itu rencana

pengelolaan daerah aliran sungai perlu dibuat sehingga dapat mengontrol

kualitas air yang masuk ke laut.

7) Pengolahan dan kualitas udara. Untuk menjaga kualitas udara, perlu diambil

langkah yang tepat dalam rangka memenuhi nilai-nilai batas emisi yang

berlaku untuk tiap instalasi yang terpasang di dalam pelabuhan. Selain itu

30

perlu ada dialog dnegan warga lokal untuk memperoleh pemahaman dari

mereka atas dampak kebisingan yang dihasilkan oleh pelabuhan.

8) Pemantauan lingkungan pelabuhan dan pelaporannya. Pemantauan

dilakukan dengan mengidentifikasi indikator kinerja terkait isu lingkungan

di kawasan pelabuhan. Berdasarkan hasil identifikasi lalu disusun laporan

tahunan kondisi lingkungan pelabuhan.

9) Kesiapan pelabuhan dan potensi perencanaan. Rencana disusun berdasarkan

koordinasi dengan pemerintah kota dan nasional serta potensi pelabuhan.

(Environmental Code of Practise-European Sea Port Organisation, 2003)

Masalah-masalah polusi dan perubahan iklim di kawasan pelabuhan telah

dibahas pada konferensi “The First Harbours and Air Quality” Genoa, Italia tahun

2005 dan pada “The 2nd

Harbours and Air Quality” di Rotterdam Belanda, Mei

2008. Pada konferensi lanjutan yaitu pada “The C40 World Ports Climate

Conference” di Rotterdam pada Juli 2008 (yang dihadiri penulis) telah

dipublikasikan deklarasi bersama untuk mengurangi gas emisi CO2 di dalam

pengoperasian pelabuhan yang ditandatangani oleh Otorita Pengelola Kota dan

Pelabuhan-Pelabuhan besar di 40 (empat puluh) negara. Selanjutnya “The

International Association of Port and Harbours (IAPH) telah mendeklarasikan

“IAPH Tool Box for Port Clean Air Programs”. Tool Box menyampaikan

informasi dan isu-isu tentang kualitas udara dan fokus terhadap kegiatan-kegiatan

kemaritiman dan strategi mengurangi gas emisi. Sarana untuk menerapkan

pengetahuan tentang proses clean air progres dan strategi-strategi untuk udara

bersih melalui pengawetan kembali mesin-mesin tua, teknologi yang efektif

mengurangi gas emisi, pemakaian energi alternatif yang lebih bersih untuk kegiatan

operasional kemaritiman, seperti untuk truk-truk kontainer, kapal-kapal besar

dengan peralatan penanganan kargo atau cargo handling. Tindak lanjut dari

Deklarasi tersebut adalah dengan dibentuknya sebuah asosiasi yaitu “Board

Harbord Home Comicioners” yang beranggotakan lebih dari 50 perusahaan

pelayaran dan telah berpartisipasi dalam mengurangi polusi udara, di mana pada

tahun 2007 telah berhasil menurunkan 620 ton polusi udara (Mongelluzzo, 2008).

Selain mengenai pengurangan gas emisi CO2, maka tidak kalah pentingnya adalah

pengelolaan limbah di kawasan pelabuhan (reception facilities).

31

Salah satu usaha dan kegiatan yang berpotensi menimbulkan pencemaran

dan kerusakan lingkungan hidup di kawasan pelabuhan adalah kegiatan rutin

operasional kapal dan kegiatan penunjang pelabuhan yang menghasilkan limbah.

Sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 5 tahun 2009

tentang Pengelolaan Limbah di Pelabuhan, maka untuk mencegah terjadinya

pencemaran dan / atau kerusakan lingkungan hidup, maka limbah yang dihasilkan

dari kegiatan rutin operasionil kapal dan kegiatan penunjang pelabuhan perlu

dikelola. Berdasarkan hasil penelitian studi dari Deputi Bidang Pengelolaan B3 dan

Limbah B3 Kementerian Negara Lingkungan Hidup, masih terdapat adanya

pengeloaan limbah B3 yang illegal di pelabuhan. Tujuan pengelolan limbah di

pelabuhan ini adalah untuk meminimalisasi terkontaminasinya media lingkungan

pesisir, pantai dan perairan oleh limbah B3, memudahkan pengawasan

transboundary movement limbah di pelabuhan, serta pendataan dan legalitas

pengeloaan limbah di kawasan pelabuhan di Indonesia (Kementerian Negara

Lingkungan Hidup, 2009).

2.3.2 Kebijakan Pengembangan Ecoportdi Indonesia

Dalam rangka menindaklanjuti komitmenPemerintah Republik Indonesia

atas hasil-hasil Johannesburg Summit tentang Pembangunan Berkelanjutan

(Sustainable Development), maka Pemerintah Republik Indonesia dalam hal ini

Direktorat Jenderal Perhubungan Laut tahun 2004 telah menerapkan kebijakan

pengelolaan pelabuhan yang berwawasan lingkungan (ecoport), dengan

menerbitkan Pedoman Teknis Pelabuhan Berwawasan Lingkungan (ecoport).

Ecoportmerupakan label generik yang dikenakan pada pelabuhan yang menerapkan

upaya-upaya, dan cara-cara yang sistemik dan bersifat ramah lingkungan atau

environmental friendly dalam pembangunan, pengembangan dan pengoperasian

pelabuhan (Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Departemen Perhubungan,

2004). Di dalam suatu pelabuhan berwawasan lingkungan(ecoport), semua pihak

yang berkecimpung di dalamnya dan berkepentingan dengan kegiatan

kepelabuhanan didorong dan diajak untuk terlibat secara sukarela (voluntary) untuk

menciptakan pelabuhan yang ramah lingkungan. Melalui ecoport berbagai masalah

atau isu lingkungan hidup di pelabuhan, seperti misalnya rendahnya mutu udara dan

kebisingan, rusaknya keanekaragaman hayati, cagar budaya, serta tingginya resiko

32

terhadap keselamatan dan kesehatan kerja karyawan pelabuhan, secara sistematis

dirancang untuk diatasi, diimplementasikan, dipantau, dikaji ulang, dan kemudian

diimplementasikan kembali oleh manajemen pelabuhan. Demikian seterusnya

dilakukan secara berulang-ulang sehingga terbangun siklus kegiatan yang bersifat

tanpa henti (never ending process) untuk perbaikan mutu lingkungan hidup

pelabuhan. Itulah sebenarnya yang menjadi esensi penerapan ecoport, yaitu agar

berbagai masalah atau isu lingkungan di pelabuhan secara sistemik dirancang,

diimplementasikan, dan dipantau oleh pengelola pelabuhan termasuk stakeholder

tanpa henti. Apabila tercapai kelestarian fungsi lingkungan pelabuhan, maka terjadi

hubungan yang serasi, seimbang, dan selaras antara manusia dan lingkungannya di

dalam kawasan pelabuhan serta akan mendukung pembangunan berkelanjutan.

Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan

mengemukakan bahwa untuk pembangunan pelabuhan baru, dan penataan

pelabuhan lama, harus mengakomodasi aspek lingkungan, mulai dari tahap

perencanaan, perancangan, pembangunan dan pengoperasian.Tujuan dari

mengakomodasi aspek lingkungan tersebut adalah :

1) Membangun kebersamaan dan keterpaduan seluruh stakeholder dalam

pengelolaan pelabuhan berwawasan lingkungan.

2) Menerapkan prinsip good environmental governance (tata praja lingkungan)

secara konsisten dengan memperhatikan tata ruang, kemampuan

sumberdaya manusia serta sarana dan prasarana dan kapasitas kelembagaan.

3) Mencegah dan mengendalikan sumber pencemaran lingkungan sehingga

lingkungan pelabuhan bebas dari sampah, minyak dan jenis limbah lainnya.

4) Meningkatkan koordinasi antara instansi terkait dan semua stakeholder,

sehingga terwujud hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antara

manusia dan lingkungannya, mendukung pembangunan berkelanjutan di

lingkungan kawasan pelabuhan atau daerah lingkungan kerja pelabuhan.

Sesuai topik penulisan disertasi, maka pengembangan Pelabuhan Tanjung

Priok berwawasan lingkungan menjamin kelanjutan pengembangan pelabuhan

dalam jangka panjangsebagai bagian dari penerapan kebijakan pembangunan

berkelanjutan. Pelabuhan berwawasan lingkungan sebagai bagian komitmen

deklarasi pembangunan berkelanjutan sudah menjadi kebutuhan nyata setiap negara

33

maritim. Hal ini diakibatkan tingginya pencemaran laut yang salah satunya

diakibatkan aktivitas pelabuhan laut, yang menimbulkan dampak negatif secara

spesifik terhadap keselamatan pelayaran dan pencemaran laut. Pencemaran laut

pada umumnya diakibatkan oleh masuknya zat-zat pencemar ke perairan laut, baik

yang berasal dari laut maupun dari darat. Bertambahnya bahan pencemaran akibat

kegiatan di darat maupun di perairan akan berpengaruh terhadap ekosistem

organisme yang hidup di perairan tersebut. Setiap organisme mempunyai

kemampuan yang berbeda dalam menyesuaikan dirinya dengan kondisi perairan,

tetapi suatu konsentrasi dari bahan pencemaran dapat menyebabkan kematian, dan

menghambat pertumbuhan suatu organisme. Demikian pula kandungan bahan

tertentu yang berlebihan juga dapat menimbulkan adanya salah satu golongan

berkembang sangat cepat, sehingga kondisi ini tidak menguntungkan bagi kondisi

perairan tersebut. Pada suatu perairan yang belum tercemar, biasanya dihuni oleh

komunitas biota, yang terdiri dari banyak jenis dengan populasi kecil atau sedang

dan sebaliknya dalam perairan yang tercemar, komunitas biotanya hanya terdiri dari

sedikit jenis dengan populasi yang besar. Sebagai dasar penilaian terhadap adanya

pengaruh atau dampak lingkungan berupa pencemaran laut yang telah terjadi di

perairan pelabuhan dapat dilihat dari hasil pemantauan lingkungan dengan

menggunakan Nilai Ambang Batas (NAB), yang merupakan kriteria baku mutu air

untuk biota laut (sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Negara Kependudukan

dan Lingkungan Hidup Nomor Kep-02/MENLH/1998).

Pengaturan mengenai laut secara umum diatur dalam UNCLOS (United

Nations Convention on The Law of Sea 1982/UNCLOS, 1982) yang diratifikasi

dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 1985 dan dikenal dengan Hukum Laut

(Law of The Sea-1982). Secara umum negara-negara mempunyai kewajiban untuk

melindungi dan melestarikan lingkungan ekologi laut, serta harus mengambil semua

tindakan untuk mencegah, mengurangi dan mengendalikan pencemaran laut dari

sumber apapun. Dalam melaksanakan kegiatan pembangunan, termasuk di

dalamnya pengembangan pelabuhan, akan terjadi benturan kepentingan antara

pembangunan dari sisi ekonomi disatu sisi, dengan pelestarian lingkungan disisi

lain. Benturan dari dua kepentingan tersebut menimbulkan dampak positif maupun

negatif. Pengembangan pelabuhan berwawasan lingkungan (ecoport) diharapkan

34

akan memberi solusi untuk mengatasi dampak negatif dari pembangunan pesat di

kawasan pelabuhan. Pelabuhan berwawasan lingkungan merupakan salah bentuk

komitmen Pemerintah Indonesia mendukung kesepakatan internasional pada

Deklarasi Johannesburg Summit dan Deklarasi World Ocean Converence di

Manado tahun 2009 tentang pembangunan berkelanjutan di bidang kelautan.

Indonesia telah memiliki program dan strategi pembangunan berkelanjutan di

bidang kelautan yang dituangkan ke dalam Agenda 21 Nasional. Di dalam program

tersebut termasuk pengelolaan terpadu wilayah pesisir dan lautan, di antaranya

kegiatan pembangunan, pengembangan, dan pengoperasian pelabuhan dan kegiatan

terkait lainnya.

Pengembangan pelabuhan berwawasan lingkungan tidak terlepas dari

pengoperasian pelabuhan yang ramah lingkungan. Aspek teknologi dari

pembangunan berkelanjutan dicerminkan oleh seberapa jauh pengembangan dan

pengoperasian kegiatan utama di kawasan pelabuhan dapat meningkatkan

pelayanan dan kualitas lingkungan pelabuhan, sehingga dapat meminimumkan

dampak negatif akibat dari kegiatan kepelabuhanan tersebut. Teknologi ramah

lingkungan diterapkan dalam pengurangan gas emisi CO2 dan pengelolaan limbah

dalam kegiatan pelabuhan, pemeliharaan infrastruktur, penghijauan lingkungan.

Terdapat dua elemen utama pelabuhan, yaitu (i) elemen sarana pelabuhan

atau kapal laut dan (ii) elemen prasarana dan fasilitas pelabuhan atau terminal laut.

Antara sarana dan prasarana pelabuhan memiliki keterkaitan yang sangat erat, di

mana perkembangan teknologi sarana angkutan laut sedapat mungkin diimbangi

dengan perkembangan teknologi prasarana pelabuhan. Hal ini merupakan

konsekuensi dari timbulnya dimensi kecepatan dan keamanan dalam transportasi

laut. Pesatnya pertumbuhan sarana dan prasarana pelabuhan, termasuk alat

transportasi laut (perkapalan) dan transportasi darat (angkutan kontainer) serta

peralatan angkutan bongkar-muat barang menyebabkan penggunaan energi dalam

volume yang tinggi dan akan mengeluarkan gas emisi CO2 yang mencemari udara

kawasan pelabuhan. Hal tersebut di atas disadari menjadi salah satu penyebab

terjadinya perubahan iklim (climate change). Oleh sebab itu para pengelola

pelabuhan di dunia menyepakati untuk mempersyaratkan pengoperasian pelabuhan

dengan menggunakan teknologi ramah lingkungan (environmentally port).

35

2.3.3 Program dan PedomanTeknis Pengembangan Ecoport di Indonesia

Program pengembangan pelabuhan berwawasan lingkungan merupakan

salah satu program dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian

Perhubungan yangdinamai Program Bandar Indah (Ecoport). Program Bandar

Indah (Ecoport) adalah dalam rangka mengatasi berbagai masalah atau isu

lingkungan hidup di pelabuhan (misalnya penurunan kualitas air laut, pencemaran

udara dan kebisingan, penurunan keanekaragaman hayati, penurunan kesehatan dan

keselamatan kerja). Program Bandar Indah secara sistemik dirancang dan

diimplementasikan oleh penyelenggara dan pengelola pelabuhan termasuk

stakeholder.

Sasaran Program Bandar Indah(Ecoport)adalah terwujudnya kompetensi di

bidang lingkungan bagi para pengelola dan penyelenggara pelabuhan, sehingga

mampu melakukan pengelolaan lingkungan pelabuhan, diantaranya :

1) Peningkatan kualitas kebersihan daratan dan perairan kolam daerah

lingkungan pelabuhan dengan cara menurunkan pencemaran yang masuk ke

pelabuhan, terutama limbah cair, sampah, sedimen, sanitary, dan limbah B3

(termasuk minyak).

2) Peningkatan tingkat kebersihan, keteduhan, dan keasrian lingkungan dalam

kawasan pelabuhan.

3) Peningkatan sarana pelayanan, keamanan, ketertiban, dan keselamatan

umum.

4) Peningkatan kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia

pengelolalingkungan di kawasan pelabuhan.

5) Peningkatan kinerja pelayanan dan keselamatan kerja di pelabuhan.

6) Mengimplementasikan Peraturan dan Pedoman Teknis yang mendukung

pengelolaan lingkungan pelabuhan untuk terwujudnya kepastian hukum.

7) Meningkatkan peran aktif stakeholders dalam mewujudkan pelabuhan yang

berwawasan lingkungan.

Dalam perwujudan pelabuhan berwawasan lingkungan, Ditjen Perhubungan

Laut melakukan penilaian terhadap pengelolaan Pelabuhan Umum dan Pelabuhan

Khusus. Terkait dengan studi kasus Pelabuhan Tanjung Priok dirumuskan Pedoman

Teknis Pelabuhan Berwawasan Lingkungan dari Ditejen Perhubungan Laut tahun

2004 yang disajikan pada Tabel 2.

36

Tabel 2 Pedoman Teknis Pelabuhan Berwawasan Lingkungan

Komponen Lokasi Kriteria

a. Kondisi fisik air a. Muara sungai

b. Kolam pelabuhan

1. Tingkat kekeruhan

2. Lapisan minyak

3. Biotis perairan

4. Gulma air

5. Baku mutu kualitas perairan

b. Sampah 1. Volume

2. Jenis

c. Aktivitas di pinggiran

(industri/pemukiman)

1. Tempat buangan limbah domestik

2. Penataan baku mutu limbah

(industri/domestik)

d. Prasarana pelayanan umum

antara lain:

1. Tempat sampah

2. Selokan

3. Penataan

kios/toko/sarana publik

4. toilet

Pelabuhan/terminal

penumpang a.l: tempat jual

tiket, ruang tunggu, ruang

tunggu antar jemput,

perkantoran, restoran, toko,

toilet, dan prasarana umum

1. Jumlah tempat sampah

2. Jenis, volume

3. Kondisi kebersihan

4. Kondisi drainase pembuangan

e. Prasarana kegiatan

pelabuhan meliputi:

1. Tempat sampah

2. Peralatan pencegahan

pencemaran

3. Selokan

Tempat parkir, garasi/pool

kendaraan, pencucian

kendaraan dan peralatan

pengisian BBM, bengkel,

bongkar muat, gudang dan

prasarana pembantu kegiatan

pelabuhan

1. Jenis pencemar

2. Jumlah pencemar

3. Tingkat kelancaran aliran drainase

4. Ketersediaan peralatan pencegahan

pencemaran

f. Aktivitas pengerukan dan

penempatan bahan/hasil

pengerukan (reklamasi)

Lokasi pengerukan

Lokasi penempatan hasil keruk

1. Dokumen lingkungan

2. Dokumen risiko lingkungan

3. Penataan peraturan

g. Aktivitas penghancuran

kapal tua, penyimpanan

logam bekas, perbaikan dan

pemeliharaan kapal

Lokasi penanganan

penyimpanan dan

penghancuran kapal tua/besi

tua

Tipe/jumlah bahan pencemar, misal

cat pelarut, logam berat, asbestos,

minyak, sedimen, BBM, atau bahan

padat lainnya.

h. Aktivitas pengisian BBM

untuk kapal, kendaraan

bermotor, peralatan bongkar

muat

Lokasi pompa pengisian untuk

kapal, kendaraan bermotor,

dan peralatan bongkar muat

1. Kebocoran/rembesan

2. Jenis bahan pencemar

3. Volume kebocoran

4. Frekuensi/aktivitas pengisian BBM

i. Aktivitas perawatan kapal

dan peralatan kapal

Lokasi tempat perawatan dan

peralatan yang berkatan

perawatan kapal

1. Frekuansi perawatan kapal

2. Dokumen perawatan kapal

3. Tersedianya SOP baku atau

penataan peraturan terkait

j. Aktivitas pembangunan

dermaga, gudang, lapangan

penumpukan dan galangan

Lokasi pembangunan fasilitas

pelabuhan

1. Dokumen pembangunan fasilitas

2. Pola garis kedalaman

3. Besaran pendangkalan

4. Penataan peraturan terkait

k. Aktivitas operasional

fasilitas pelabuhan

Emisi udara dari kapal dan

udara di kawasan pelabuhan

1. Baku mutu kualitas udara di

kawasan pelabuhan

2. Penataan peraturan terkait l. Aktivitas operasional

fasilitas pelabuhan

1. Dermaga bongkar muat

2. Gudang

3. Lapangan penumpukan

1. Jumlah sampah/bahan pencemar

lainnya

2. Penataan baku mutu udara &

kebisingan

m. Fasilitas pengendalian

pencemaran

1. Lokasi Reception

Facilities (RF)

2. Lokasi fasilitas

penanggulangan tumpahan

minyak yang sifatnya

darurat

3. Lokasi peralatan

pengelolaan air ballast

1. Kondisi dan penanganan RF

2. Pemanfaatan RF

3. Pemeliharaan RF

4. Ketersediaan tempat pengumpulan

limbah padat dan cair

5. Ketersediaan oil boom dispresent,

oil skimmer pompa minyak dan

peralatan lain

37

Komponen Lokasi Kriteria

6. Adanya tumpahan minyak ke

perairan, atau pembuangan air ballast

kapal yang mengandung minyak

cukup banyak, serta adanya

organism tertentu yang dapat

menganggu perairan setempat

n. Fasilitas limbah tinja dan

IPAL

Lokasi limbah tinja dan IPAL 1. Kondisi

2. Pemanfaatan

3. Pemeliharaan

o. Kawasan perkantoran yang

berada di daerah lingkungan

kerja pelabuhan

Lokasi gedung kantor,

halaman kantor, jalan, selokan,

ruang terbuka hijau/taman

pelabuhan

1. Volume sampah lingkungan

2. Tersedianya tempat sampah

3. Jumlah pohon peneduh

4. Luas areal penghijauan

p. Estetika pelabuhan secara

umum, antara lain papan

nama, reklame, poster,

lampu penerangan, marka

jalan, ruang terbuka hjau,

tampilan ciri khas

Lokasi penempatan penunjang

keindangan dan keamanan

kawasan pelabuhan

1. Tata letak

2. Bentuk tampilan

3. Pemeliharaan

q. Sarana dan prasarana

keamanan dan keselamatan

umum

Lokasi pos keamanan, fasilitas

informasi keselamatan, rambu,

dan marka jalan

1. Kondisi terawat atau tidak terawat

2. Dimanfaatkan atau tidak

r. Sarana dan prasarana jalan Lokasi jalan utama, jalan

penghubung, dan jalan lokal

1. Jumlah sampah

2. Penanganan sampah

3. Tanaman penghijauan

4. Ketersediaan drainase

s. Sistem drainase meliputi

kondisi fisik, air, sampah,

dan fasilitas umum yang

menggunakan drainase

Semua lokasi fasilitas

pelabuhan yang menggunakan

sistem drainase

1. Tingkat kebersihan

2. Kondisi drainase

t. Kawasan industri yang

berada di daerah lingkungan

pelabuhan

Lokasi masing-masing industri

dalam kawasan pelabuhan

1. Volume/jenis limbah industri

2. Tingkat kelancaran drainase

3. Penataan peraturan terkait baku

mutu limbah cair, padat, atau B3

u. Perlindungan mamalia lat

dan habitat laut yang peka

Lokasi olah gerak kapal 1. Dokumentasi/laporan adanya

dampak pelayaran terhadap

mamalia/habitat yang peka

2. Jumlah personil yang mengikuti

training

3. Aktivitas kegiatan konservasi laut

yang terkait dampak pelayaran

(Sumber: Diolah dari Pedoman Teknis Pelabuhan Berwawasan Lingkungan (Ecoport),Direktorat Jenderal

Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, 2004. (2011)

Pedoman pengumpulan data untuk penilaian Pelabuhan-pelabuhan di

Indonesia sebagai pelabuhan berwawasan lingkungan (ecoport) disajikan pada

Lampiran 1. Agar siklus ini tetap dapat berjalan dengan baik, manajemen

pelabuhan memilih pola manajemen yang efektif untuk menangani isu lingkungan

hidup seperti Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001 atau Eco Management

and Adult Scheme (EMAS) atas Audit Lingkungan.Sistem Manajemen Lingkungan.

ISO 14001 adalah alat pengelolaan yang memungkinkan tiap organisasi untuk:

1) Identifikasi dan mengendalikan dampak lingkungan dari tiap kegiatan, hasil,

dan pelayanan dari setiap unit organisasi.

2) Meningkatkan kinerja bagian lingkungan secara berkelanjutan.

38

3) Implementasi pendekatan secara sistematis untuk mengatur tujuan dan

target dari organisasi.

Aspek-aspek yang dipertimbangkan dalam pelaksanaan ProgramEcoport

yang diusulkan Ditjen Perhubungan Laut dengan istilah Bandar Indah, terbagi atas

aspek kelembagaan, aspek hukum, aspek pembiayaan dan aspek teknis

operasional.Keberhasilan programecoport di kawasan pelabuhan dapat melalui

tolok ukur penurunan beban pencemaran akibat limbah sampah, sanitary, dan B3

(termasuk minyak) dan terbentuknya kelembagaan yang kuat bagi pengendalian

pencemaran di lingkungan pelabuhan.

Manfaat positif yang dapat dirasakan dari keberhasilan

programecoportadalah manfaat ekonomi,perbaikan estetika,Kesehatan dan

Keselamatan Kerja (K3),konservasi ekologi,integrasi dengan masyarakat lokal,dan

tercapainya keseimbangan ekonomi, sosial dan ekologi.Untuk itu diperlukan

penerapan secara bertahap, yaitumembangun jaringan kerja dan media pertukaran

informasi dengan pelabuhan lain, meningkatkan kepedulian lingkungan,

mensosialisasikan sistem manajemen, meningkatkan kompetensi untuk

menjalankan sistem, mengimplementasikan sistem manajemen lingkungan yang

dipilih, dan melakukan kegiatan pemantauan lingkungan secara berkala. Fasilitas

pengelolaanlingkungan di kawasan pelabuhan dalam pelaksanaan program

ecoportadalah:

1) Fasilitas pencegahan pencemaran : Alur/kanal untuk membersihkan air yang

terkontaminasi, zona pembatas (buffer zone) untuk pencegahan polusi, dan

fasilitas lain untuk pencegahan polusi di pelabuhan.

2) Fasilitas pembuangan limbah : kanal di areal pembuangan, fasilitas

pembungan limbah (padat dan cair), incinerator/carbonizer limbah,

penghancur limbah padat, fasilitas pembuangan limbah cair (minyak,

limbah sanitasi, dll), juga fasilitas lain untuk limbah-limbah lainnya.

3) Fasilitas perlindungan lingkungan : pantai yang bersih, tempat terbuka,

daerah hijau, landskap, ruang / tempat buang air, serta fasilitas lingkungan

lainnya.

4) Fasilitas kenyamanan : toilet, tempat singgah sementara, klinik kesehatan,

fasilitas rekreasi dan fasilitas lain untuk anak buah kapal dan pekerja

pelabuhan.

39

5) Fasilitas perkantoran pelabuhan : kantor pelabuhan, kantor untuk pengguna

jasa, fasilitas perkantoran lainnya.

Untuk pengelolaan lingkungan pelabuhan ecoport,maka Direktorat Jenderal

Perhubungan Laut menetapkan standar program pengelolaan lingkungan pelabuhan

terlihat pada Bagan Alir yang disajikan padaGambar 4.

Standar program pengelolaan lingkungan pelabuhan pada Bagan Alir

tersebut di atas, selanjutnya dapat diterjemahkan pada sasarandan standarecoportdi

Indonesia yang dirumuskan pada Pedoman Teknis Ecoport di Indonesia

sebagaimana disajikan Tabel 3 di bawah ini :

Tabel 3. Sasaran dan Standar Pelabuhan Berwawasan Lingkungan di Indonesia

No. Sasaran Standar

1 Peningkatan kualitas kebersihan daratan

dan perairan kolam pelabuhan

Kualitas lingkungan pelabuhan di

BawahAmbang Mutu (BAM) dan di bawah

standar Indeks Pencemaran (IP)

2 Peningkatan kebersihan, keteduhan dan

keasrian lingkungan kawasan pelabuhan

a. Penghijauan memenuhi standar

b. Kondisi fisik baik, teduh, nyaman, asri,

teratur dan tidak berisik

c. Rencana Tata Ruang sesuai Master Plan

Pelabuhan dan RTRW setempat

3

Peningkatan sarana pelayanan

lingkungan, keamanan, kebersihan dan

keselamatan umum

Sarana dan prasarana fisik terpenuhi, sehingga

pelayanan angkutan barang dan penumpang

lancar

4

Peningkatan kapasitas kelembagaan

pengelolaan lingkungan kawasan

pelabuhan

Kelembagaan terkoordinasi secara baik

termasuk dalam pengelolaan dan pengendalian

lingkungan

5

Peningkatan kinerja pelayanan,

keamanan dan keselamatan kerja di

pelabuhan

Kecelakaan seminimal mungkin

Sumber : Diolah dari Pedoman Teknis Ecoport di Indonesia, Direktorat Jenderal Perhubungan

Laut Kementerian Perhubungan RI, 2004.(2011)

Program Pengelolaan Pelabuhan

Program Pengelolaan Lingkungan

Pelabuhan

Program Ecoport

Sarana dan Tolok Ukur Aspek Program

Terkait

dengan

Operasional

Pembiayaan

Kegiatan

Lingkungan

- Hukum

Ketentuan

Pelaksanaan

- Penegakan

Hukum

- Peningkatan

Kebersihan,

Kenyamana,

Kesehatan,

Keselamatan,

di pelabuhan

- Berkurangnya

Dampak

Lingkungan

di Pelabuhan

- Kelembagaa

n dan

Personil

- Peningkatan

Partisipasi

Stakeholder

yang terlibat

dalam

Pengelolaan

Lingkungan

- PeningkatanK

apasitas

Kelembagaan

Bidang

Lingkungan

Gambar 4. Bagan Alir Standar Pengelolaan Lingkungan Pelabuhan

(Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Pedoman Teknis Ecoport di Indonesia, 2004)

40

Sebagai sasaran awal penerapan programecoportyang disebut progam

Bandar Indahadalah pada 20 pelabuhan di Indonesia,dan salah satu di antaranya

untuk pelabuhan umumadalah untuk Pelabuhan Tanjung Priokdan untuk pelabuhan

khusus adalah pelabuhan Pertamina di Balongan dan Bontang.

2.4 Pertumbuhan Ekonomi Regional dan Arus Barang

Pengembangan pelabuhan sangat terkait dengan kebijakan pembangunan

ekonomi regional, khususnya pertumbuhan ekonomi regional. Pertumbuhan eknomi

regional adalah pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan

pertumbuhan pendapatan regional. Produk Domestik Regional Bruto adalah jumlah

nilai tambah bruto yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di wilayah

tersebut. Pendapatan regional adalah produk domestik regional netto atas dasar

biaya faktor dikurangi aliran dana yang keluar ditambah aliran dana yang mengalir

masuk. Perhitungan pendapatan regional dilakukan dengan metode langsung dan

metode tidak langsung. Metode langsung adalah dengan menggunakan data daerah

atau data asli yang menggambarkan kondisi daerah dan digali dari sumber data

yang ada di daerah regional itu sendiri. Metode tidak langsung menggunakan data

dari sumber nasional yang dialokasikan ke masing-masing daerah (Tarigan, 2004).

Di dalam studiJapan International Cooperation Agency (JICA)tentang

pengembangan pelabuhan di kota Metropolitan Jakarta yaituThe Study for

Development of the Greater Jakarta Metropolis Port in the Republic of Indonesia,

untuk menghitung proyeksipertumbuhan arus barang melalui Pelabuhan Tanjung

Priok dilakukan pendekatan dengan teori basis ekonomi ekspor (JICA, 2003). Teori

basis ekonomi ekspor (economic export base theory)menyatakan bahwa laju

pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor

atau pertumbuhan arus barang yang diangkut dan dikeluarkan dari wilayah tersebut.

Dalam pengertian ekonomi regional, ekspor adalah arus barang/produk/jasa ke luar

wilayah lain dalam negara itu, maupun ke luar negeri.Kegiatan basis yang dibagi

atas pendapatan dan lapangan kerja adalah fungsi dari permintaan yang bersifat

exogenous, atau tidak tergantung pada kekuatan intern permintaan lokasi

perekonomian wilayah, sekaligus berfungsi mendorong tumbuhnya jenis pekerjaan

lainnya (Tarigan, 2004).Proyeksipertumbuhan arus barang dari dan ke pelabuhan

merupakan pertimbangan utama dalam merencanakan pengembangan suatu

41

pelabuhan. Proyeksipertumbuhan arus barang dari dan ke Pelabuhan Tanjung Priok

dicerminkan oleh pertumbuhan ekonomi daerah belakangnya. Pertumbuhan

ekonomi daerah belakang Pelabuhan Tanjung Priok sendiri tercermin dari

pertumbuhan kegiatan perdagangan dan jasa serta pertumbuhan kegiatan industri di

dalam dandi luar kawasan industri.

2.5 Aspek Sosial Pertumbuhan Pelabuhan

Aspek sosial ekonomi pelabuhan dan kawasan penyangga meliputi kondisi

aspek sosial pekerja di kawasan pelabuhan dan aspek sosial ekonomi masyarakat

kawasan penyangga pelabuhan. Aspek sosial di kawasan pelabuhan adalah aspek

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) para pekerja di pelabuhan dan kondisi

keamanan pelabuhan. Semakin sedikit tindak kecelakaan di pelabuhan berarti

semakin tinggi aspek sosialnya. Menurut The International Save and Port Facility

Security Code (ISPS Code, 2005), tiap pelabuhan wajib meminimalkan gangguan

dan penundaan bagi para penumpang, kapal, pengunjung dan personil kapal,

barang-barang, dan jasa. Di dalam penilaian keamanan fasilitas pelabuhan terdapat

beberapa unsur, yaitu:

1) Identifikasi dan evaluasi tentang infrastruktur dan aset penting yang harus

dilindungi

2) Identifikasi tentang kemungkinan ancaman terhadap aset dan infrastruktur

dan memprioritaskan tindakan keamanan

3) Identifikasi pemilihan dan prioritas tindakan balik, pertahanan, dan

perubahan prosedur dalam mengurangi sifat rentan terhadap serangan

4) Identifikasi kelemahan termasuk faktor manusia di dalam infrastruktur

kebijakan dan prosedur

Keberadaan dan pertumbuhan pelabuhan memberikan dampak sosial

ekonomi terhadap masyarakat di kawasan sekitar pelabuhan sebagai kawasan

penyangga pelabuhan. Dampak sosial ekonomidari pertumbuhan pelabuhan

terhadap eksistensi masyarakat meliputi kondisi sosial ekonomi masyarakat, dan

daya absorbsi masyarakat. Eksistensi masyarakat diukur dari standar perilaku

masyarakat di kawasan sekitar pelabuhan, dipengaruhi oleh kecepatan pertumbuhan

pelabuhan, berupa aturan yang harus ditaati anggota masyarakat, baik antara

individu dengan individu, antar individu dengan kelompok, maupun antar

42

kelompok dengan kelompok lain. Aturan di dalam masyarakat dimaksud di atas

dapat berbentuk nilai, norma, hukum, dan aturan-aturan khusus. Kondisi sosial

ekonomi masyarakat disekitar kawasan pelabuhan yang dipengaruhi keberadaan

dan pertumbuhan ekonomi pelabuhanadalah berupa pertumbuhan kesempatan kerja

di berbagai sektor pelabuhan dan non pelabuhan, pertumbuhan tingkat pendapatan

masyarakat dan peningkatan kondisi kesehatan masyarakat di kawasan sekitar

pelabuhan. Pertumbuhan pelabuhan juga mempengaruhi daya absorbsi masyarakat.

Asumsi bahwa suatu lingkungan masyarakat mempunyai suatu daya absorbsi, yaitu

daya serap atau peredam terhadap gejolak sosial yang dapat menimbulkan

goncangan akibat adanya perubahan dan pertumbuhan yang sangat cepat (1985).

Perubahan dan pertumbuhan kawasan yang sangat cepat di sekitar kawasan

pelabuhan besar seperti Pelabuhan Tanjung Priok, dapat menimbulkan gejolak

sosial masyarakat sekitar pelabuhan. Akan tetapi gejolak sosial masyarakat itu

dapat diredam oleh daya absorsi dari masyarakat di lingkungan setempat, walaupun

masyarakat tersebut terdiri dari berbagai kelompok dan golongan atau merupakan

masyarakat heterogen. Kondisi dan situasi masyarakat disekitar kawasan Pelabuhan

Tanjung Priok merupakan salah satu subjek penelitian studi dari analisis dampak

sosial ekonomi pengembangan Pelabuhan Tanjung Priokyang berwawasan

lingkungan.

2.6 Penataan Ruang Kawasan Pelabuhan

Batas kawasan pelabuhan yang ditetapkan sesuai PP No.61 tahun 2009

tentang Kepelabuhanan adalahBatas-Batas Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah

Lingkungan Kepentingan Pelabuhan berdasarkan Rencana Induk yang telah

disahkan. Batas-batas Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan

Kepentingan Pelabuhan pada umumnya ditetapkan dengan koordinat geografi untuk

menjamin keselamatan pelayaran. Daerah Lingkungan Kerja Daratan Pelabuhan

digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan fasilitas pokok

seperti dermaga, gudang, terminal, lapangan penumpukan dan lain-lain serta

fasilitas penunjang seperti perkantoran, pengembangan pelabuhan, dan

perdagangan. Daerah Lingkungan Kerja Perairan Pelabuhan digunakan untuk

kegiatan alur pelayaran, perairan tempat labuh, perairan untuk tempat alih muat

antar kapal, kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal,

43

kegiatan tempat perbaikan kapal dan lain-lain. Daerah Lingkungan Kepentingan

Pelabuhan merupakan perairan pelabuhan di luar daerah lingkungan kerja perairan,

yang digunakan untuk alur pelayaran dari dan ke pelabuhan, keperluan keadaan

darurat, pengembangan pelabuhan jangka panjang, penempatan kapal mati,

kegiatan pemanduan dan fasilitas pembangunan dan pemeliharaan kapal. Kawasan

pelabuhan sesuai batas Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan

Kepentingan Pelabuhan memerlukan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana

Rinci Tata Ruang Kawasan.

Undang-Undang No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

mendefinisikan tata ruang sebagai wujud struktur ruang dan pola ruang. Ruang

adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk

ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk

lain hidup melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.

Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan,

pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang. Untuk evaluasi

perencanaan tata ruang laut termasuk kawasan pelabuhan tidak bisa dilihat ruang

per ruang sebagai satu per satu wilayah geografis, melainkan sebagai satu kesatuan

yang saling terkait satu sama lain atau memiliki keterpaduan. Isu pembangunan

berkelanjutan sejak Agenda 21 mengharuskan penataan ruang untuk

mempertimbangkan dasar-dasar pendekatan area kelautan terintegrasi.

Di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta 2010-2030 pasal 80,

dibuat salah satu rencana, yaitu pengembangan kawasan khusus. Penetapan

kawasan khusus ini didasarkan pada kedudukan, peran dan fungsi Jakarta sebagai

Ibukota Negara Republik Indonesia dan kekhususan Provinsi DKI Jakarta sesuai

dengan peraturan perundangan yang berlaku. Penataan ruang kawasan khusus

diselenggarakan guna optimalisasi fungsi-fungsi khusus kawasan-kawasan tertentu

yang mempunyai peran dan fungsi mendukung Jakarta sebagai Ibukota Negara RI.

Pengelolaan kawasan khusus dapat langsung dilakukan oleh Pemerintah atau dapat

dikelola bersama antara Pemerintah dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Salah

satu kawasan khusus di DKI Jakarta adalah Tanjung Priok yang ditetapkan sebagai

kawasan khusus pelabuhan.

44

Sistem penataan ruang daratan hendaknya terintegrasi dengan sistem

penataan ruang laut untuk menjamin terpadunya pengelolaan darat dan lautan.

Sesuai dengan Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah

Pesisir, maka Tata Ruang Laut dalam definisinya dapat diartikan sebagai sebuah

rencana strategis mengenai pengaturan, pengelolaan, dan perlindungan lingkungan

laut dari berbagai kepentingan kumulatif, yang berpotensi akan menimbulkan

konflik di area penggunaan laut. Perencanaan tata ruang kawasan pelabuhan sebagai

salah satu bagian dari wilayah pesisir memerlukan ketersediaan data dan informasi

yang akurat, obyektif dan siap dipakai serta mudah diakses dalam bentuk Sistem

Informasi Geografis. Untuk perencanaan pengembangan suatu kawasan, termasuk

kawasan pelabuhan diperlukan analisis kesesuaian pemanfaatan ruang fungsi-fungsi

eksisting dengan Rencana Tata Ruang yang ada dengan metode Sistem Informasi

Geografis. Berdasarkan SK Menteri Perhubungan No. PM 42 Tahun 2011, rencana

pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok dilakukan berdasarkan tahapan, yaitu:

1) Jangka pendek, dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2015

2) Jangka menengah, dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2020

3) Jangka panjang, dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2030

Rencana penggunaan dan pemanfaatan lahan untuk di kawasan ini adalah

untuk keperluan peningkatan pelayanan jasa kepelabuhanan, pelaksanaan kegiatan

pemerintahan dan kegiatan ekonomi lainnya serta pengembangan Pelabuhan

Tanjung Priok dan sekitarnya.

2.7 Kelembagaan Kepelabuhanan

Kelembagaaan merupakan aturan main di dalam suatu kelompok sosial dan

sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi, sosial dan politik. Kelembagaan

dapat dimaknai sebagai regulasi perilaku yang secara umum diterima oleh anggota-

anggota kelompok sosial, untuk perilaku spesifik dalam situasi yang khusus, baik

yang diawasi sendiri maupun dimonitor oleh otoritas luar (Rutherford,

1994).Kelembagaan memiliki tiga komponen, yakni :

1) Aturan formal (formal institusions), meliputi konstitusi, statuta, hukum dan

seluruh regulasi pemerintah lainnya.

45

2) Aturan informal (informal institusions), meliputi pengalaman, nilai-nilai

tradisional, agama dan seluruh faktor yang mempengaruhi bentuk persepsi

subjektif individu tentang dunia tempat hidup mereka,

3) Mekanisme penegakan hukum (enforcement mechanism).

Kelembagaan menyangkut kepelabuhanan mengalami berkali-kali perubahan,

terakhir dengan diterbitkannya UU No.17 tahun 2008 tentang Pelayaran, pengganti

UU No.21 tahun 1992 tentang Pelayaran yang lama dan PP Nomor 61 tahun 2009

tentang Kepelabuhanan pengganti PP Nomor 69 tahun 2001 tentang Kepelabuhanan

lama. Terdapat perubahan yang mendasar dari aspek kelembagan di dalam

pengelolaan kepelabuhanan, yaitu dipisahkannya antara fungsi regulator(pengaturan)

dengan fungsi operator(pengoperasian), termasuk diantaranya pemisahan dalam

fungsi pengambilan kebijakan dan fungsi operasional pengelolaan dan pengendalian

lingkungan di kawasan pelabuhan di Indonesia. Di berbagai negara terdapat berbagai

status dan bentuk kelembagaan pengelolaan pelabuhan.Pengelolaan pelabuhan ada

yang dikelola Pemerintah Pusat dan ada yang dikelola Pemerintah Daerah atau Kota

dan ada yang dikelola Badan Usaha, baik itu Badan Usaha Milik Negara maupun

Badan Usaha Milik Swasta, dan ada yang dikelola berupa bentuk Otorita. Beberapa

pelabuhan besar di dunia seperti Pelabuhan Rotterdam dikelola oleh Pemerintah

Daerah/Kota Rotterdam dengan membentuk Otorita, yaitu RotterdamPort Of

Authority, dan pelabuhan Singapura dikelola oleh Pemerintah Pusat merangkap

Pemerintah Kota, karena Singapura selaku sebuah negara sekaligus sebuah kota,

dengan membentuk Otorita yaitu Port of Singapore Authority.

Untuk kelembagaan pelabuhan di Indonesia dengan diterbitkannya Undang-

Undang No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Peraturan Pemerintah No 61 Tahun

2009 tentang Kepelabuhanan, telah dilakukan pemisahan antara Otoritas Pelabuhan

sebagai regulator dan PT Pelindo (Persero), Badan Usaha Pelabuhan dan Unit

Penyelenggara Pelabuhan (UPP) sebagai terminal operator di lingkungan pelabuhan

di seluruh Indonesia. Khusus untuk Pelabuhan Tanjung Priok telah dibentuk Otoritas

Pelabuhan Tanjung Priok sesuai dengan dengan Keputusan Menteri Perhubungan

No. PM 63/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Otoritas

PelabuhanTanjung Priok, sehingga telah ada pemisahan fungsi regulator di

Pelabuhan Tanjung Priok dilakukan oleh Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok dan PT

Pelindo II (Persero) berfungsi hanya sebagai terminal operator.