2 tinjauan pustaka - repository.ipb.ac.id · 2.1.1 morfologi dan klasifikasi ikan teri ....

20
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teri Nasi Ikan teri nasi merupakan ikan ekonomis penting jenis pelagis kecil yang sudah lama dikenal masyarakat Indonesia. Sedikitnya terdapat sembilan jenis ikan teri yang tersebar di seluruh perairan Indonesia (Nontji 2005). Salah satu jenis ikan teri adalah teri nasi (Stolephorus commerrsoni) (Saanin 1984). Teri banyak ditangkap karena mempunyai arti penting sebagai bahan makanan yang dapat dimanfaatkan baik sebagai ikan segar maupun ikan kering (Nontji 2005). Ikan teri nasi merupakan sumber protein dan kalsium yang penting bagi rakyat Indonesia. Kandungan gizi teri segar per 100 gram meliputi energi 77 Kkal; protein l6 gr; lemak 1.0 gr; kalsium 500 mg; fosfor 500 mg; besi 1.0 mg; Vitamin A RE 47; dan Vit B 0.05 mg (Enoch 1973 vide Syaifudin et al. 2008). Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa kandungan tertinggi dari ikan teri nasi adalah protein, yaitu dalam 100 gram ikan teri terdapat 16 gram protein. Jumlah protein dalam ikan teri nasi dapat menggantikan jumlah protein yang terkandung dalam telur, susu dan beberapa daging hewani, dalam hal ini dengan mengacu pada jumlah perbandingan tiap bahan yang sama. Selain dikonsumsi, manfaat lainnya adalah sebagai umpan hidup untuk menangkap ikan cakalang di Indonesia pada perikanan huhate. Hal tersebut menggambarkan betapa pentingnya ikan teri nasi bagi perikanan Indonesia. Oleh karena itu, maka informasi biologi, seperti morfologi, tingkah laku, habitat dan penyebaran ikan teri nasi sangat diperlukan sebagai landasan bagi upaya penangkapannya. 2.1.1 Morfologi dan klasifikasi ikan teri Klasifikasi lengkap ikan teri nasi menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Pisces Subkelas : Teleostei

Upload: phamhanh

Post on 06-Mar-2019

852 views

Category:

Documents


40 download

TRANSCRIPT

4

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teri Nasi

Ikan teri nasi merupakan ikan ekonomis penting jenis pelagis kecil yang

sudah lama dikenal masyarakat Indonesia. Sedikitnya terdapat sembilan jenis

ikan teri yang tersebar di seluruh perairan Indonesia (Nontji 2005). Salah satu

jenis ikan teri adalah teri nasi (Stolephorus commerrsoni) (Saanin 1984).

Teri banyak ditangkap karena mempunyai arti penting sebagai bahan

makanan yang dapat dimanfaatkan baik sebagai ikan segar maupun ikan kering

(Nontji 2005). Ikan teri nasi merupakan sumber protein dan kalsium yang penting

bagi rakyat Indonesia. Kandungan gizi teri segar per 100 gram meliputi energi 77

Kkal; protein l6 gr; lemak 1.0 gr; kalsium 500 mg; fosfor 500 mg; besi 1.0 mg;

Vitamin A RE 47; dan Vit B 0.05 mg (Enoch 1973 vide Syaifudin et al. 2008).

Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa kandungan tertinggi dari ikan

teri nasi adalah protein, yaitu dalam 100 gram ikan teri terdapat 16 gram protein.

Jumlah protein dalam ikan teri nasi dapat menggantikan jumlah protein yang

terkandung dalam telur, susu dan beberapa daging hewani, dalam hal ini dengan

mengacu pada jumlah perbandingan tiap bahan yang sama.

Selain dikonsumsi, manfaat lainnya adalah sebagai umpan hidup untuk

menangkap ikan cakalang di Indonesia pada perikanan huhate. Hal tersebut

menggambarkan betapa pentingnya ikan teri nasi bagi perikanan Indonesia. Oleh

karena itu, maka informasi biologi, seperti morfologi, tingkah laku, habitat dan

penyebaran ikan teri nasi sangat diperlukan sebagai landasan bagi upaya

penangkapannya.

2.1.1 Morfologi dan klasifikasi ikan teri

Klasifikasi lengkap ikan teri nasi menurut Saanin (1984) adalah sebagai

berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Kelas : Pisces

Subkelas : Teleostei

5

Ordo : Malacopterygii

Famili : Clopeidae

Subfamili : Engraulidae

Genus : Stolephorus

Spesies : Stolephorus commersonii

Sumber : http://fishbase.org/Photos/PicturesSummary.php 2011

Gambar 1 Ikan teri nasi

Ikan teri dikenal juga sebagai anchovy, umumnya berukuran kecil antara

6-9 cm, tetapi ada juga yang berukuran besar misalnya Stolephorus commersonnii

dan Stolephorus indicus yang panjangnya dapat mencapai 17,5 cm. Ikan ini

umumnya menghuni perairan dekat pantai dan estuaria, hidup bergerombol

(Hutomo et al. 1987).

Ikan teri nasi memiliki ciri-ciri morfologi yang khas, sehingga dapat

dibedakan dari marga-marga anggota Engraulinae. Ciri-ciri tersebut yaitu,

memiliki sirip ekor (caudal) cagak dan tidak bersambung dengan sirip dubur

(anal) serta duri abdominal hanya terdapat antara sirip pektoral dan ventral yang

berjumlah tidak lebih dari 7 buah, umumnya tidak berwarna atau kemerah-

merahan. Ikan teri mempunyai bentuk tubuh bulat memanjang (fusiform) dan

termampat samping (compressed) dengan sisik-sisik berukuran kecil dan tipis

serta mudah lepas, bagian samping tubuhnya terdapat garis putih keperakan

seperti selempang yang memanjang dari kepala sampai ekor. Tulang atas rahang

memanjang mencapai celah insang. Sirip dorsal umumnya tanpa duri pradorsal,

sebagian atau seluruhnya terletak di belakang anus pendek dengan jari-jari lemah

sekitar 16-23 buah (Hutomo et al. 1987).

6

Teri nasi sangat mudah dibedakan dengan jenis teri lainnya, karena

warnanya putih transparan dan ukurannya lebih kecil. Sedangkan teri, warnanya

putih transparan, ukurannya jauh lebih besar dari teri nasi, warna abdomen

keperakan (silvery colour), kepala lebih pendek dibandingkan teri merah, dengan

selempang lateral relatif lebih kecil. Ikan teri merah mempunyai ukuran lebih

besar dari teri nasi, kepala lebih pendek dibandingkan teri putih, warna daging

agak kemerahan, selempang perak lateral lebih tebal, bagian abdomen berwarna

keperakan. Pemberian nama teri hitam oleh nelayan dan pengepul adalah karena

warnanya yang relatif lebih kotor dibandingkan teri merah dan teri putih. Dalam

hasil tangkapan, ikan teri hitam mudah diidentifikasi dari warna daging yang lebih

kotor dibanding teri merah, kepala panjang menyerupai teri merah, serta

ukurannya yang lebih besar dibanding teri nasi (Setyohadi et al. 2001).

Supriyadi (2008) menyatakan bahwa, nama ilmiah (Scientific name) untuk

jenis ikan teri nasi (berdasarkan cirri morfologis, dan morfometri) masih belum

diidentifikasi tuntas. Hal ini disebabkan oleh kecilnya ukuran ikan, sampel sangat

mudah rusak, serta petunjuk dari identifikasi belum pernah disinggung ciri yang

sesuai dengan ikan tersebut (Setyohadi et al. 2001). Tumulyadi et al. (2000)

mengidentifikasi ikan teri nasi sebagai Stolephorus devisi. Sedangkan menurut

Nontji (2005) larva ikan teri yang masih kecil dan transparan biasa disebut

sebagai ikan teri nasi.

2.1.2 Tingkah laku dan makanan ikan teri

Ikan teri jenis Stolephorus indicus dan Stolephorus commersonii memiliki

tubuh yang berukuran relatif lebih besar daripada jenis lainnya ini memiliki sifat

lebih soliter, karenanya tertangkap nelayan dalam jumlah kecil. Meski demikian,

ikan teri jenis lainnya hidup dalam gerombolan, terutama jenis yang berukuran

kecil, yang terdiri dari ratusan sampai ribuan ekor. Ikan teri yang berkelompok

(schooling) memiliki respon yang positif terhadap cahaya, namun ikan teri

memiliki kepekaan yang tinggi terhadap reaksi yang berupa gerakan yang berasal

dari luar (Hutumo et al. 1987).

Delsman (1931) vide Hutomo (1987) mengatakan bahwa, jenis-jenis

Stolephorus berkelamin terpisah, ada yang jantan dan ada yang betina. Ikan teri

di Laut Jawa memijah pada malam hari dan pada malam hari berikutnya menetas

7

dan keluar larvanya. Puncak-puncak pemijahan Stolephorus ini ternyata

bersamaan dengan perubahan musim, dari musim barat laut ke musim tenggara

antara bulan April dan Mei dan sebaliknya antara Desember ke Januari (Dalzell &

Wankowski 1980 vide Hutomo et al. 1987).

Harndenberg (1934) vide Hutomo et al. (1987) menyatakan bahwa

makanan ikan teri umumnya terdiri dari organisme pelagik, meskipun

komposisinya berbeda untuk masing-masing spesies. Jenis-jenis yang berukuran

kecil seperti Stolephorus devisi dan Stolephorus heterolobus terutama memangsa

krustae kecil seperti Copepoda.

2.1.3 Habitat dan penyebaran ikan teri

Ikan teri bersifat pelagik dan menghuni perairan pesisir dan estuaria, tetapi

beberapa jenis dapat hidup pada salinitas rendah antara 10-15% (Hardenberg 1934

vide Hutomo et al. 1987). Berdasarkan sifatnya, ikan teri hidup bergerombol,

walau ada beberapa diantara jenis teri tersebut hidup lebih soliter. Ikan teri sering

melakukan migrasi, sehingga ikan teri memiliki daerah penyebaran yang

dipengaruhi oleh perubahan musim pada daerah tertentu. Pola musim ikan teri itu

sendiri terjadi secara periodik setiap tahunnya (Hutomo et al. 1987).

Ikan teri mempunyai daerah penyebaran yang luas di daerah Indo-Pasifik

bahkan sampai ke daerah Tahiti dan Madagaskar (Nontji 2005). Penyebaran ikan

teri di Indonesia di wilayah antara 95oBT -

140

oBT dan 10

oLU - 10

oLS, dengan

kata lain mencakup hampir di seluruh wilayah Indonesia (DJPT, 1987 vide

Mayrita 2010).

2.1.4 Produksi penangkapan

Dirjen Perikanan (1986) vide Hutomo et al. (1987) melaporkan bahwa

produksi ikan teri (Stolephorus spp) di perairan Indonesia sebanyak 109.299 ton

dengan nilai Rp 33.130.934.000. Wilayah perairan Indonesia terbagi atas sebelas

wilayah perairan dari bagian Barat Sumatera hingga Maluku/Irian. Wilayah

Selatan Sulawesi dan perairan Utara Jawa merupakan wilayah yang menghasilkan

produksi ikan teri paling banyak, yaitu masing-masing 25.791 ton atau 23,58%

dan 21.252 ton atau 19,44%.

8

Wilayah Selatan Sulawesi meliputi perairan Sulawesi Selatan dan

Sulawesi Tenggara, sedangkan wilayah periaran Utara Jawa meliputi perairan

DKI Jaya, Jawa Barat, Jawa Tengah dan juga Jawa Timur. Wilayah perairan Jawa

Timur memiliki jumlah produksi ikan teri lebih banyak dari pada wilayah perairan

lain di perairan Utara Jawa, yakni 172.921 ton (KKP, 2010).

2.2 Deskripsi Produk

2.2.1 Produk ikan teri nasi segar

Produk ikan yang dipasarkan bentuknya sangat bervariasi.

Keanekaragaman tersebut akan semakin bervariasi seiring dengan permintaan

pasar. Ikan segar merupakan salah satu contoh jenis produk yang banyak diminati

konsumen. Ikan segar memiliki pengertian sebagai ikan yang baru saja ditangkap,

belum mengalami pengawetan, atau yang sudah diawetkan hanya dengan

pendingin (Ilyas 1983 vide Syafitri 2007).

Suhu penyimpanan terbaik untuk ikan segar adalah -1 oC, sedangkan untuk

titik beku berkisar antara -1,1 oC sampai -2,2

oC. Sedangkan untuk ikan teri nasi,

penyimpanannya menggunakan bantuan garam dan es, tidak ada yang dibekukan

untuk mengawetkannya karena ikan teri nasi merupakan ikan yang mudah rusak.

2.2.2 Produk ikan teri nasi kering

Ikan teri merupakan sumber nutrisi yang penting bagi masyarakat

Indonesia. Menurut Opstvedt (1988) vide Sedjati (2006), pada umumnya ikan teri

mengandung protein sekitar 16%, namun proses penggaraman pada pengolahan

ikan secara tradisional mengakibatkan hilangnya protein ikan yang mencapai 5%,

tergantung pada kadar garam dan lama penggaraman.

Ikan teri dapat diolah menjadi berbagai macam produk, seperti ikan teri

asin, teri tawar dan teri lempeng. Teri nasi di Kabupaten Indramayu diolah

menjadi teri nasi asin dan teri nasi kering chirimen. Untuk memproduksi ikan teri

nasi asin dan teri nasi chirimen ini cukup berbeda, karena teri nasi chirimen tidak

menggunakan garam atau hanya sedikit saja menggunakan garam dalam proses

pembuatannya sedangkan teri nasi asin menggunakan garam dalam

pembuatannya.

9

Tabel 2 Kandungan gizi teri segar dan olahan

Kandungan Gizi Jenis Olahan

Segar Kering Tawar Kering Asin

Energi (Kkal) 77 331 193

Protein (gram) 16 68.7 42

Lemak (gram) 1 4.2 1.5

Kalsium (mg) 500 2381 2000

Fosfor (mg) 500 1500 300

Besi (mg) 1 23.4 2.5

Vitamin A (RE) 47 62 -

Vitamin B (RE) 0.05 0.1 0.01

Air (%) 80 16.7 40 Sumber: Enoch 1973 vide Syaifudin et al. 2008

2.3 Manajemen Produksi

Secara umum, definisi sistem produksi menurut Buffa dan Sarin (1996)

adalah sebagai alat yang digunakan untuk mengubah masukan sumber daya guna

menciptakan barang dan jasa yang berguna sebagai keluaran. Rangkaian

masukan-konversi-keluaran merupakan cara yang berguna untuk

mengkonseptualisasikan sistem produksi, dimulai dengan unit terkecil yang

dinamakan operasi.

Sistem produksi memiliki tiga komponen utama, yaitu masukan (input),

keluaran (output) dan proses (process), atau Dessler (2004) vide Sule dan

Saefullah (2008) menyebutkan sebagai proses konversi (conversion process).

Ketiga komponen ini dapat dilihat dalam Gambar 2.

Sumber: Sule dan Saefullah (2008)

Gambar 2 Sistem proses produksi

Berdasarkan Gambar 2 di atas, komponen pertama dari sistem proses

produksi adalah faktor masukan atau input. Masukan berupa bahan baku, tenaga

Masukan

Keluaran Langsung

1. Barang

2. Jasa

Keluaran Tidak Langsung

1. Upah/gaji

2. Dampak lingkungan

3. Dampak sosial

1. Bahan baku

2. Tenaga kerja

3. Informasi pasar

4. Kebutuhan

konsumen

5. Kebutuhan pemilik

perusahaan

6. Modal

7. Mesin

1. Transportasi

2. Prosedur

3. Teknologi

4. Sistem produksi

5. Proses produksi

6. Pengelolaan mesin

7. Monitoring

pegawai

Konversi Keluaran

10

kerja, modal, maupun informasi yang dibutuhkan untuk proses produksi.

Keseluruhan bahan baku tersebut kemudian dikelola melalui sebuah proses

konversi untuk menghasilkan sebuah keluaran yang diharapkan. Proses konversi

biasa berupa sistem produksi yang digunakan, monitoring pegawai, maupun

teknologi transportasi yang digunakan dalam rangkaian proses produksi yang

dilakukan. Adapun keluaran dari proses konversi dapat berupa keluaran langsung,

yaitu berupa barang dan jasa yang dibutuhkan oleh konsumen maupun keluaran

tidak langsung yang dapat berupa pembayaran gaji atau upah kepada tenaga kerja,

limbah produksi yang memberikan dampak lingkungan, dan lain-lain (Sule &

Saefullah 2008).

Dessler (2004) vide Sule dan Saefullah (2008) mengatakan, terdapat empat

elemen mendasar dalam pengambilan keputusan yang terkait dengan desain

sistem produksi. Keempat persyaratan tersebut menyangkut: (1) lokasi kegiatan

produksi; (2) tipe proses produksi yang akan dijalankan; (3) rancangan rumah

produksi; (4) rancangan sistem produksi yang akan dijalankan. Dengan demikian,

sistem produksi tidak hanya menyangkut bagaimana masukan (input) diubah

menjadi keluaran (output), akan tetapi dimulai dari penentuan lokasi hingga

desain sistem produksi yang akan dijalankan.

Manajemen produksi dan operasi merupakan usaha-usaha pengelolaan

secara optimal penggunaan sumberdaya (atau sering disebut faktor-faktor

produksi), tenaga kerja, mesin-mesin, peralatan, bahan mentah dan sebagainya-

dalam proses transformasi bahan mentah dan tenaga kerja menjadi berbagai

produk atau jasa. Manajemen produksi sangat berkaitan dengan quality, cost dan

delivery karena konsep ini dapat mejadi tolak ukur dari keberhasilan manajemen

produksi yang dilakukan oleh suatu perusahaan. Quality produk yang dihasilkan

harus baik dan memenuhi standard pasaran, sehingga bahan baku yang digunakan

harus berkualitas tinggi (baik) dan cara penanganan yang baik pula. Cost adalah

biaya yang harus perusahaan keluarkan untuk memproduksi produk, baik itu biaya

bahan baku, mesin, dan karyawan, sehingga perusahaan dapat menentukan berapa

harga dari produk tersebut. Delivery adalah pemasaran atau penjualan produk,

seberapa lancar dan jauh produk dipasarkan. Oleh karena itu, dapat dikatakan

bahwa manajemen pengelolaan produksi adalah bagaimana cara produsen

11

menghasilkan produk (output) dalam jumlah, kualitas, harga, waktu dan

permintaan sesuai konsumen (pasar) dengan input yang dimiliki.

2.3.1 Proses produksi

Menurut Assauri (1998), proses produksi dibedakan menjadi dua jenis

yaitu proses produksi yang bersifat terus menerus (continuous) dan proses

produksi yang bersifat terputus (intermittent). Assauri (1998) menyatakan

karakteristik proses produksi kontinu, yaitu:

1) Produk yang dihasilkan biasanya dalam jumlah yang besar dengan variasi

sangat sedikit dan sudah distandarisasi;

2) Proses seperti ini biasanya menggunakan sistem atau cara penyusunan

peralatan berdasarkan urutan pengerjaan dari produk yang dihasilkan;

3) Mesin-mesin yang dipakai bersifat khusus untuk menghasilkan produk

tersebut;

4) Oleh karena mesin-mesin bersifat khusus dan biasanya semi otomatis maka

pengaruh individu operator terhadap produk yang dihasilkan kecil;

5) Apabila salah satu peralatan rusak atau terhenti, maka seluruh proses produksi

akan terhenti;

6) Oleh karena mesin-mesin yang digunakan bersifat khusus dan variasi

produknya kecil, maka job strukturnya sedikit dan jumlah tenaga kerjanya

tidak banyak;

7) Persediaan bahan baku dalam proses lebih rendah dibandingkan dengan proses

produksi terputus;

8) Oleh karena mesin-mesin yang digunakan bersifat khusus maka dibutuhkan

ahli pemeliharaan yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang banyak;

9) Biasanya bahan-bahan dipisahkan dengan peralatan handling yang tetap (fixed

path equipment) yang menggunakan tenaga mesin seperti ban berjalan

(conveyor).

Karakteristik proses produksi terputus (intermittent) menurut Assauri

(1998) ialah sebagai berikut:

1) Biasanya produk dihasilkan dalam jumlah kecil dengan variasi yang sangat

besar dan didasarkan atas pesanan;

12

2) Proses seperti ini biasanya menggunakan sistem atau cara penyusunan

peralatan yang berdasarkan fungsi dalam proses produksi dimana peralatan

yang sama dikelompokkan pada tempat yang sama;

3) Mesin-mesin yang dipakai dalam proses produksi ini yaitu mesin-mesin yang

bersifat umum yang dapat digunakan untuk menghasilkan bermacam-macam

produk dengan variasi yang hampir sama, dikenal dengan nama general

purpose machines;

4) Oleh karena mesin-mesin bersifat umum dan biasanya otomatis maka

pengaruh individual operator terhadap produk yang dihasilkan sangat besar;

5) Proses produksi tidak akan mudah terhenti walaupun terjadi kerusakan atau

terhentinya salah satu mesin atau peralatan;

6) Oleh karena mesin-mesin bersifat umum dan variasi produknya besar, maka

terdapat pekerjaan yang bermacam-macam, sehingga pengawasannya lebih

sulit;

7) Persediaan bahan baku biasanya tinggi;

8) Biasanya bahan-bahan dipindahkan dengan peralatan handling yang bersifat

fleksibel (varied path equipment) dengan menggunakan tenaga manusia

seperti kereta dorong (forklift);

9) Dalam proses seperti ini sering dilakukan pemindahan bahan yang bolak-

balik, sehingga perlu adanya ruang gerak yang besar dan ruang bahan-bahan

dalam proses (work in process).

2.3.2 Strategi produksi

Strategi adalah proses pengambilan keputusan oleh manajemen

perusahaan di dalam menentukan arah yang harus ditempuh perusahaan sehubung

dengan lingkungannya (Ogawa 1986 vide Syafitri 2007). Strategi perusahaan

dapat mempengaruhi aktivitas produksi itu sendiri. Ada tiga jenis strategi

produksi, yaitu spesialisasi, diversifikasi, dan intergrasi. Spesialisasi terdiri atas

diferensiasi produk dan pengurangan biaya. Diferensisasi produk cenderung

meningkatkan spesialisasi dalam produk dan segmen pasar. Sementara,

mereduksi biaya adalah pembentukan sikap mental perusahaan yang efektif untuk

bertahan di dalam persaingan harga. Strategi diversifikasi terdiri dari tiga bentuk,

yaitu berkaitan dengan teknologi yang ada, berkaitan dengan pasar yang telah ada

13

dan yang terakhir tidak berkaitan dengan teknologi maupun pasar yang ada.

Integrasi itu sendiri berarti memperkenalkan inovasi teknologi mutakhir yang

sangat berharga demi menaikkan daya saing perusahaan, apakah manajemen

memutuskan dengan spesialisasi atau diversifikasi.

Spesialisasi, diversifikasi, dan integrasi berhubungan satu dengan lainnya.

Spesialisasi memerlukan adanya diversifikasi. Diversifikasi menghasilkan daya

hanya bila pada masing-masing bidang dilakukan spesialisasi. Integrasi

mendorong spesialisasi dan diversifikasi.

2.3.3 Proses produksi ikan teri nasi kering

Proses pembuatan ikan teri nasi kering (chirimen) adalah dengan proses

pengeringan, dimulai dari ikan teri nasi hasil tangkapan nelayan payang teri

didaratkan. Selanjutnya proses pengolahan diawali dengan pembersihan teri nasi

yang diterima dari para nelayan. Ikan teri nasi yang sudah membusuk sebaiknya

tidak ikut diolah. Setelah pemilihan selesai, kemudian ikan teri nasi dicuci

dengan air dingin untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang tercampur dengan

ikan, menghilangkan darah dan lendir. Isi perut dan insang ikan teri yang dicuci

tidak perlu dibuang. Teri nasi dibersihkan dengan air bersih yang kemudian

direbus dalam air mendidih dengan kadar garam 5-6% atau tidak menggunakan

garam sama sekali pada suhu 1000-103

0C. Garam yang digunakan untuk

pembuatan ikan teri nasi kering (chirimen) berbeda dengan garam dalam

pembuatan ikan teri nasi asin untuk pasar lokal. Teri tersebut kemudian

dikeringkan dengan cara dijemur di bawah sinar matahari secara langsung.

Teri tawar yang terbentuk ini perlu dijaga dari kontaminasi jamur jika

tidak sempurna keringnya, karena hal ini bisa membuat warna ikan teri tidak

bersih (kecoklatan) (Hutomo et al. 1987). Selanjutnya, teri-teri yang kering

dilakukan proses sorting, yaitu pemisahan teri dari kotoran dan jenis ikan lain

yang ikut tersaring dalam jaring nelayan. Langkah selanjutnya adalah proses

pemisahan teri berdasarkan ukuran panjangnya (sizing). Baru kemudian teri

tersebut melewati tahapan finishing yang kemudian dikemas dan siap

didistribusikan.

Terdapat dua jenis produk olahan ikan teri nasi, yaitu teri nasi kering asin

mentah dan teri kering asin dengan perebusan, sedangkan berdasarkan proses

14

penggaramannya, dibagi menjadi teri nasi kering asin dan teri nasi kering tawar

(chirimen). Produk yang akan diekspor biasanya memiliki kadar garam lebih

rendah dibandingkan dengan kadar garam produk untuk pasar lokal, bahkan ikan

teri nasi tujuan ekspor terkadang tidak menggunakan garam sama sekali.

2.4 Aspek Teknologi Penangkapan

Dalam suatu proses penangkapan, keberhasilan sangat ditentukan oleh unit

penangkapan ikan yang ada. Unit penangkapan ikan terdiri dari alat tangkap yang

digunakan, kapal/perahu penangkap, serta nelayan yang mengoperasikannya.

Teknologi penangkapan ikan yang diterapkan pada unit penangkapan sangat

mempengaruhi kinerja unit penangkapan ikan, sehingga mempengaruhi efektivitas

kegiatan operasi penangkapan ikan.

2.4.1 Kapal perikanan

Kapal perikanan adalah kapal yang digunakan dalam usaha perikanan

untuk aktivitas penangkapan, aktivitas penelitian, inspeksi atau pengawasan. Pada

kapal perikanan dilakukan kerja menangkap, menyimpan dan mengangkut ikan

(Nomura & Yamazaki 1977 vide Karyadi 2006). Kapal yang digunakan pada

pengoperasian payang di berbagai daerah di Indonesia memiliki dimensi yang

berbeda-beda. Selain itu, mesin yang dipakai serta jumlah nelayan yang

mengoperasikan juga berbeda. Adriani (1995) vide Saptaji (2005) menjelaskan

bahwa dengan bertambahnya kekuatan mesin akan mempercepat kapal menuju

fishing ground, mempercepat waktu untuk kembali ke fishing ground,

mempercepat waktu kembali ke fishing base, mempercepat kapal dalam

melakukan pelingkaran gerombolan ikan pada saat operasi penangkapan ikan

sehingga operasi penangkapan ikan menjadi lebih efisien.

Kapal yang digunakan alat tangkap payang teri adalah perahu motor atau

perahu berlayar (Subani & Barus 1989). Namun biasanya nelayan menggunakan

perahu motor tempel dengan ukuran panjang kapal berkisar antara 14-17 meter.

Tenaga penggerak yang digunakan adalah outboard engine. Kapal yang umum

digunakan pada pengoperasian payang adalah kapal tradisional (perahu), dengan

menggunakan motor tempel atau outboard engine. Perahu ini memiliki

15

konstruksi khusus, yaitu memiliki tiang pengamat yang disebut kakapa (Monintja

1991 vide Karyadi 2006).

2.4.2 Alat penangkapan teri

Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan teri sangat beragam,

alat tangkap yang digunakan tergantung pada iklim, letak geografis, dan topografi

perairan. Alat tangkap yang banyak digunakan adalah bagan, jaring pantai (beach

seine), pukat kantong (danish seine) dan jermal (Hutomo et al. 1987). Alat

tangkap yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Indramayu adalah payang teri

yang termasuk ke dalam jenis pukat kantong. Payang termasuk alat yang

memiliki produktivitas tinggi, dikenal hampir di seluruh perairan laut Indonesia.

Deskripsi payang menurut Subani dan Barus (1989) adalah besar mata

mulai dari ujung kantong sampai ujung kaki berbeda-beda, bervariasi mulai dari 1

cm atau kurang dari 40 cm. Berbeda dengan trawl dasar yang memiliki tali ris

atas yang lebih pendek daripada tali ris bawah, payang memiliki tali ris bawah

yang lebih pendek. Tali ris bawah yang lebih pendek dari pada tali ris atas

dimaksudkan untuk mencegah kemungkinan ikan lolos ke arah bawah, karena

payang dioperasikan pada lapisan permukaan air (water surface) dengan tujuan

untuk menangkap jenis-jenis ikan pelagis yang membentuk kelompok (schooling)

(Ayodhyoa 1981).

Penangkapan ikan teri menggunakan payang dilakukan dengan cara

mengganti bagian kantong (cod end) dari alat tersebut dengan ukuran mata jaring

(mesh size) yang lebih kecil, yaitu menggunakan jaring kasa yang disebut waring

agar ikan-ikan yang berukuran kecil dapat tertangkap. Waring yang digunakan

pada payang mempunyai beberapa ukuran mata jaring yang kecil. Waring yang

digunakan payang mempunyai mesh size terkecil (relatif rapat) yaitu 2 mm

(Tumulyadi et al. 2000).

Menurut Monintja (1991) vide Irnawati (2004), jaring pada payang terdiri

atas kantong, dua buah sayap, dua tali ris, tali selambar, serta pelampung dan

pemberat. Kantong merupakan satu kesatuan yang berbentuk kerucut terpancung,

semakin ke arah ujung kantong jumlah mata jaring semakin berkurang dan ukuran

mata jaringnya semakin kecil. Ikan hasil tangkapan akan terkumpul di bagian

kantong ini. Semakin kecil ukuran mata jaring, maka akan semakin kecil

16

kemungkinan ikan meloloskan diri. Bentuk dan bagian-bagian alat tangkap

payang dapat dilihat pada Gambar 3.

Sumber : http://auxis.tripod.com/fishing.htm

Gambar 3 Bentuk dan bagian-bagian pada alat tangkap payang

2.4.3 Nelayan

Jumlah nelayan yang mengoperasikan alat tangkap payang adalah 7-8

orang untuk payang kecil dan 16 orang untuk payang berukuran besar (Subani &

Barus 1989). Masing-masing nelayan tersebut memiliki tugas, antara lain adalah

kapten kapal (nahkoda), ABK, juru masak, dan lain-lain.

2.5 Teknologi Penanganan dan Pengolahan

Teknologi penanganan dan pengolahan ikan merupakan tindak lanjut setelah

proses penangkapan. Fase ini sangat diperlukan untuk menjaga kualitas ikan agar

tetap baik. Kualitas yang baik akan memberikan nilai jual yang tinggi. Teknologi

pengolahan ikan dibagi menjadi pengolahan sebelum pendaratan dan pengolahan

setelah pendaratan.

2.5.1 Penanganan (Handling)

Penanganan (handling) adalah pengolahan diantara selang waktu sebelum

pendaratan ikan dan sesaat setelah diadakan pengangkatan dari perairan, sampai

pada saat ikan didaratkan di tempat pendaratan. Penanganan ini bisa hanya

dengan menempatkan ikan pada palka dengan perbandingan ikan dengan es dalam

palka yang tepat, dengan menggunakan teknologi pendingin pada palka atau

dengan menggunakan garam sebagai pengganti es.

Tali Ris Sayap

Badan Kantong

17

2.5.2 Pengolahan

Proses pengolahan merupakan proses yang akan menghasilkan banyak

produk dengan macam dan variasi. Proses pengolahan dilakukan sebagai suatu

usaha untuk memanfaatkan ikan agar dapat digunakan semaksimal mungkin

sebagai bahan pangan. Ikan yang baru ditangkap dapat dipertahankan

kesegarannya untuk jangka waktu yang cukup lama, dapat diolah maupun

diawetkan dalam berbagai bentuk bahan pangan.

Pada dasarnya usaha-usaha tersebut pada mulanya hanya dengan

memanfaatkan proses-proses alami saja yang dikerjakan secara tradisional, tetapi

karena perkembangan ilmu dan teknologi, maka berkembang pula pembuatan

alat-alat mekanis yang dapat menunjang dan mempercepat proses, memperbanyak

produk akhir sekaligus memperbaiki mutunya. Faktor-faktor alami yang banyak

dimanfaatkan adalah panasnya sinar matahari. Kandungan air dapat dikurangi,

sehingga ikan menjadi kering dan awet dengan memanaskan ikan pada sinar

matahari tersebut.

Menurut Hadiwiyoto (1993), prinsip pengolahan dan pengawetan ikan

pada dasarnya dapat digolongkan menjadi empat golongan besar, yaitu:

1) Pengolahan dan pengawetan ikan dengan memanfaatkan faktor-faktor

fisikawi. Pada metode ini yang banyak dikerjakan adalah pemanfaatan suhu

tinggi ataupun suhu rendah. Metode ini misalnya proses-proses pengeringan,

pengasapan, sterilisasi (pengalengan), pendinginan, pembekuan, termasuk

pula proses radiasi dan pengeringan beku.

2) Pengolahan dan pengawetan ikan dengan menggunakan bahan-bahan

pengawet. Tujuan penggunaan bahan pengawet antara lain:

(1) Menghambat pertumbuhan mikroba.

(2) Menghambat proses enzimatik.

(3) Memberikan sifat fisikawi dan organoleptik (sensorik) yang khas yang

dapat memberikan nilai estetika yang tinggi.

Yang tergolong pada metode pengolahan dan pengawetan ini misalnya

proses-proses penggaraman, pengasaman dan penggunaan bahan-bahan pengawet

atau tambahan.

18

3) Pengolahan dan pengawetan ikan dengan metoda gabungan kedua metoda

tersebut di atas. Metode ini banyak dikerjakan untuk mencegah resiko

kerusakan lebih besar pada bahan, meningkatkan faktor keamanan dan

kesehatan, peningkatkan tingkat penerimaan (aseptabilitas) produk dengan

tidak mengurangi mutu hasil akhir.

4) Pengolahan yang bersifat merubah sifat bahan menjadi produk semi akhir

(setengah jadi) atau produk akhir. Metode ini banyak dikerjakan misalnya

pada pembuatan tepung ikan (penggilingan), pengolahan minyak ikan,

pengolahan kecap ikan, pengolahan terasi dan sosis ikan.

2.6 Pengawetan dan Penggaraman

Pengawetan ikan dengan cara penggaraman sebenarnya terdiri dari dua

proses, yaitu proses penggaraman dan proses pengeringan. Hasil akhir dari

pengawetan dengan proses penggaraman adalah ikan asin. Meskipun memiliki

nilai gizi yang tinggi, ikan asin sering dianggap sebagai makanan masyarakat

golongan rendah.

2.6.1 Penggaraman

Menurut Afrianto dan Liviawaty (1994), secara garis besar selama proses

penggaraman terjadi penetrasi garam ke dalam tubuh ikan dan keluarnya cairan

dari tubuh ikan karena adanya perbedaan konsentrasi. Cairan ini dengan cepat

akan melarutkan kristal garam atau mengencerkan larutan garam. Bersamaan

dengan keluarnya cairan dari dalam tubuh ikan, partikel garam memasuki tubuh

ikan. Semakin lama kecepatan proses pertukaran garam dan cairan tersebut

semakin lambat dengan menurunnya konsentrasi garam di luar tubuh ikan dan

meningkatnya konsentrasi garam di dalam tubuh ikan. Ketika sudah terjadi

keseimbangan antara konsentrasi garam di luar dan di dalam tubuh ikan, maka

pertukaran garam dan cairan tersebut akan terhenti sama sekali. Pada saat itulah

terjadi pengentalan cairan tubuh yang masih tersisa dan penggumpalan protein

(denaturasi) serta pengerutan sel-sel tubuh ikan, sehingga sifat dagingnya

berubah.

Garam dapur (NaCl) adalah yang paling umum dan paling bayak

digunakan untuk mengawetkan hasil perikanan daripada jenis-jenis bahan

19

pengawet atau tambahan lainnya. Menurut Moeljanto (1976) vide Sedjati (2006),

garam dapur diketahui merupakan bahan pengawet paling tua yang digunakan

sepanjang sejarah. Garam dapur mempunyai daya pengawet tinggi karena

beberapa hal, antara lain:

1) Garam dapur dapat menyebabkan berkurangnya jumlah air dalam daging ikan,

sehingga kadar air dan aktifitas airnya menjadi rendah.

2) Garam dapur dapat menyebabkab protein daging dan protein mikroba

terdenaturasi.

3) Garam dapur dapat menyebabkan sel-sel mikroba menjadi lisis karena

perubahan tekanan osmosis.

4) Ion klorida yang ada pada garam dapur mempunyai daya toksisitas yang tinggi

pada mikroba, dapat memblokir sistem respirasinya.

Pada pengolahan ikan asin dan pemindangan, pemakaian garam dapur

menjadi sangat penting. Kadar garam yang digunakan berkisar antara 10-40%

(tergantung metoda yang digunakan). Pada penggaraman basah, yaitu dengan

menggunakan larutan, cukup dengan menggunakan kadar garam 10-15%,

sedangkan pada penggaraman kering digunakan jumlah garam yang lebih banyak.

Ikan yang telah mengalami proses penggaraman, sesuai dengan prinsip yang

berlaku, akan mempunyai daya simpan yang tinggi karena garam dapat berfungsi

menghambat atau menghentikan sama sekali reaksi autolisis dan membunuh

bakteri yang terdapat di dalam tubuh ikan. Garam menyerap cairan tubuh ikan,

sehingga proses metabolisme bakteri terganggu karena kekurangan cairan bahkan

akhirnya mematikan bakteri.

Masing-masing organisme mempunyai toleransi yang berbeda terhadap

osmosis dan larutan garam. Ragi dan cendawan lebih toleran dari pada sebagian

besar bakteri, sehingga ragi dan cendawan lebih sering ditemukan tumbuh di atas

makanan yang mempunyai kadar garam yang tinggi, seperti ikan asin (Winarno &

Fardiaz 1973) vide Sedjati (2006). Penggaraman ikan dapat dilakukan dengan

berbagai cara (Afrianto & Liviawaty, 1994), yaitu:

1) Penggaraman kering (dry salting)

Penggaraman kering dapat digunakan baik untuk ikan yang berukuran

besar maupun kecil. Ikan disusun dalam wadah atau tempat kedap air dan

20

digarami dengan garam kristal. Ikan disusun berlapis-lapis berselang-seling

dengan garam. Lapisan garam akan menyerap keluar cairan di dalam tubuh ikan,

sehingga kristal garam berubah menjadi larutan garam yang dapat merendam

seluruh lapisan ikan.

2) Penggaraman basah (wet salting)

Proses penggaraman dengan sistem ini menggunakan larutan garam

sebagai media untuk merendam ikan. Larutan garam akan mengisap cairan tubuh

ikan, sehingga konsentrasinya menurun dan ion-ion garam akan segera masuk ke

dalam tubuh ikan.

3) Penggaraman kombinasi (kench salting)

Penggaraman ikan dilakukan dengan garam kering dan ditumpuk dalam

wadah yang tidak kedap air, sehingga larutan yang terbentuk tidak tertampung.

Untuk mencegah supaya ikan tidak dikerumuni lalat, hendaknya seluruh

permukaan ikan ditutup dengan lapisan garam. Penggaraman ini merupakan

penggaraman yang banyak dilakukan orang, jika menginginkan ikan asin berkadar

garam tinggi.

4) Penggaraman diikuti proses perebusan

Ikan pindang merupakan salah satu contoh ikan yang mengalami proses

penggaraman yang diikuti dengan perebusan. Proses pembusukan ikan dicegah

dengan cara merebusnya dalam larutan jenuh.

2.6.2 Pengeringan

Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau

menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air

tersebut dengan menggunakan energi panas. Biasanya kandungam air bahan

tersebut dikurangi sampai suatu batas agar mikroba tidak dapat tumbuh lagi di

dalamnya (Winarno et al. 1980 vide Tutianvia 2006). Beberapa kendala yang

berpengaruh diantaranya adalah suhu dan kelembaban udara lingkungan,

kecepatan aliran udara pengering, besarnya presentase kandungan air yang ingin

dijangkau, efisiensi mesin pengering dan kapasitas pengeringannya (Suharto 1991

vide Tutianvia 2006).

Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dengan volume

menjadi lebih kecil, sehingga mempermudah dan menghemat ruang dalam

21

distribusi. Berat bahan juga menjadi berkurang. Sedangkan kerugiannya adalah

sifat bahan asal dapat berubah, baik fisik maupun kimia (Winarno & Jennie 1984

vide Tutianvia 2006).

Pengeringan ikan terjadi karena adanya perbedaan tekanan antar udara

pengering dengan permukaan ikan dan antara permukaan ikan dengan bagian di

dalamnya. Ikan segar kira-kira mengandung air sebanyak 80%, dan melalui

proses pengeringan kandungan air tersebut diturunkan hingga 35%–45%.

Peristiwa yang terjadi selama pengeringan meliputi dua proses, yaitu proses

perpindahan panas berupa proses penguapan air dari dalam bahan atau proses

perubahan massa uap air dari permukaan bahan ke udara (Earle 1969 vide

Tutianvia 2006). Cara-cara pengeringan dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu

pengeringan (drying) dengan mengurangi kadar air menggunakan pengering alami

(natural drying) dengan bantuan sinar matahari dan pengeringan menggunakan

pengering buatan (artificial drying) atau pengering mekanis (mechanical drying)

dengan alat mekanis (Murniyati & Sunarman 2000 vide Nugroho 2005).

2.7 Mutu

Menurut Goetsch dan Davis (1994) mutu (quality) merupakan suatu

kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan

lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Gasperz (1992) menyatakan

bahwa, konsep mutu lebih berkaitan dengan evaluasi subjektif dari konsumen,

yaitu bahwa konsumen yang menilai sejauh mana tingkat mutu suatu produk yang

dikonsumsi.

Berdasarkan rumusan dari organiasasi pengendalian mutu Eropa (EOQC =

the European organization for quality control) mutu didefinisikan sebagai

totalitas keistimewaan dan karakteristik suatu produk atau jasa yang berhubungan

dengan kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan atau kepuasan tertentu

(Gasperz 1992). Mutu didefinisikan sebagai keseluruhan gabungan karakteristik

produk dan jasa dari pemasaran, rekayasa, pembuatan, dan pemeliharaan yang

membuat produk dan jasa yang digunakan memenuhi harapan-harapan pelanggan.

Konsep mutu berorientasi pada keputusan total pelanggan (Feigenbaum 1992).

Mutu suatu produk adalah penting dalam suatu perdagangan internasional untuk

menghadapi pasar bebas. Industri-industri di Indonesia harus meningkatkan mutu

22

produk yang dihasilkannya karena hanya mutu terbaik yang diinginkan oleh

konsumen dan mampu bersaing diperdagangan internasional (Irna 2001).

2.8 Pemasaran

Menurut Kotler dan Amstrong (2001), pemasaran merupakan suatu proses

sosial dan manajerial yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa

yang mereka butuhkan dan inginkan, lewat penciptaan dan pertukaran timbal

balik produk dan nilai dengan orang lain. Konsep yang melandasi pemasaran

adalah kebutuhan, keinginan dan permintaan manusia. Kebutuhan adalah suatu

pernyataan dari perasaan kurang. Keinginan adalah kebutuhan manusia yang

dibentuk oleh budaya dan kepribadian seseorang, sedangkan permintaan adalah

keinginan manusia yang didukung oleh daya beli (Kotler & Amstrong 2001).

Batasan pemasaran mempunyai arti yang luas, mencakup berbagai konsep seperti

penentuan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran (target market) dan pemberian

kepuasan yang diinginkan kepada pelanggan secara lebih efektif dan efisien dari

pada yang dilakukan pesaing.

Perencanaan strategi (strategic planning) adalah proses mengembangkan

dan memelihara strategi yang tepat antara tujuan dan kemampuan organisasi

dengan peluang pemasaran yang berubah (Kotler 1997). Perencanaan strategi

meliputi pendefinisian misi perusahaan secara jelas, penetapan tujuan pendukung,

perancangan portofolio bisnis yang baik, serta pengkoordinasian strategi

fungsional (Kotler & Amstrong 2001). Strategi pemasaran terdiri dari prinsip-

prinsip dasar yang mendasari manajemen pemasaran untuk mencapai tujuan bisnis

dan pemasarannya dalam pasar sasaran.

Strategi pemasaran mengandung keputusan dasar tentang pengeluaran

pemasaran, bauran pemasaran dan alokasi pemasaran, yang menurut Kotler

(1997) merupakan campuran dari variable-variabel pemasaran yaitu produk,

harga, distribusi dan promosi, yang dapat dikendalikan dan digunakan perusahaan

untuk mengejar tingkat penjualan yang diinginkan dalam pasar sasaran.

2.9 Produksi Teri di Kabupaten Indramayu

Menurut data yang tercatat di KKP (2010), Jawa Barat merupakan

penghasil teri terbanyak kedua di perairan Utara Jawa yaitu sebesar 111.066 ton

23

setelah Jawa Timur (172.921 ton). Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh dinas

Kabupaten Indramayu selama periode tahun 2007-2011 dapat dilihat pada Tabel 3

berikut.

Tabel 3 Data produksi teri di Kabupaten Indramayu periode tahun 2007–2011

Tahun Total Produks Teri (Ton)

2007 1.044,50

2008 1.315,80

2009 1.211,30

2010 1.494,40

2011 1.347,50

Sumber: Dinas Perikanan dan Ilmu Kelautan Kabupaten Indramayu 2011

Menurut BI (2005), produksi tangkapan ikan teri di Indramayu yang

tercatat di 14 PPI di Kabupaten Indramayu pada tahun 2002 tercatat sebesar

1.823,9 ton dengan nilai Rp. 11.282 Milyar. Ikan teri nasi chirimen di Indramayu

harganya berkisar antara Rp 30.000 sampai Rp 35.000 per kilogram pada tingkat

pengusaha. Sementara itu, di Kabupaten Cirebon, harga ikan teri nasi berbeda

dengan daerah lainnya. Ikan teri nasi di Kabupaten Cirebon pada tingkat

pengusaha dijual seharga Rp 10.000 sampai Rp 14.000 per kilogram, sedangkan

untuk ikan teri besar seharga Rp 8.000. Perbedaan harga jual yang begitu besar

dengan daerah lainnya kemungkinan besar disebabkan cara pengolahan ikan teri

yang berbeda dengan daerah lainnya. Pengasinan ikan teri nasi di daerah tersebut

dilakukan dengan pengasinan tanpa perebusan, atau yang dikenal dengan nama

pengasinan ikan teri mentah. Harga ikan teri nasi basah yang menjadi bahan baku

utama untuk pengasinan ikan teri nasi ini juga bervariasi di masing-masing

daerah. Harga teri nasi di Cirebon berkisar dari Rp 6.000 - Rp 8.500, sedangkan

di Indramayu, harga beli ikan teri nasi basah antara Rp 11.000 - Rp 13.000.