2 prinsip

29
2 Prinsip-prinsip Umum Bank Syariah Dalam menjalankan usahanya, bank syariah harus tetap berpedoman pada nilai-nilai syariah. Prinsip itu berpedoman pada Alquran dan Hadits. Prinsip yang diterapkan bank syariah meliputi (Hafidhuddin,2003) : 1. Prinsip pengharaman riba Prinsip ini tercermin dari praktek pengelolaan dana nasabah. Dana yang berasal dari nasabah penyimpan harus jelas asal usulnya. Sedangkan penyalurannya harus dalam usaha-usaha yang tidak bertentangan dengan syari. 2. Prinsip keadilan Prinsip ini tercermin dari penerapan sistem bagi hasil dan pengambilan keuntungan berdasarkan hasil kesepakatan dua belah pihak. 3. Prinsip Kesamaan Prinsip ini tercermin dengan menempatkan posisi nasabah serta bank pada posisi yang sederajat. Kesamaan ini terwujud dalam hak, kewajiban, risiko dan keuntungan yang berimbang di antara nasabah penyimpan dana, nasabah pengguna dana maupun bank. 2.1.3 Karakteristik Bank Syariah Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (2002). Beberapa hal yang menjadi ciri sekaligus yang membedakannya dengan bank konvensional adalah : a. Prinsip syariah Islam dalam pengelolaan harta menekankan pada keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat.

Upload: dewijy

Post on 29-Sep-2015

216 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

ekonomi

TRANSCRIPT

2 Prinsip-prinsip Umum Bank SyariahDalam menjalankan usahanya, bank syariah harus tetap berpedoman pada nilai-nilai syariah. Prinsip itu berpedoman pada Alquran dan Hadits. Prinsip yang diterapkan bank syariah meliputi (Hafidhuddin,2003) :1. Prinsip pengharaman ribaPrinsip ini tercermin dari praktek pengelolaan dana nasabah. Dana yang berasal dari nasabah penyimpan harus jelas asal usulnya. Sedangkan penyalurannya harus dalam usaha-usaha yang tidak bertentangan dengan syari.2. Prinsip keadilanPrinsip ini tercermin dari penerapan sistem bagi hasil dan pengambilan keuntungan berdasarkan hasil kesepakatan dua belah pihak. 3. Prinsip KesamaanPrinsip ini tercermin dengan menempatkan posisi nasabah serta bank pada posisi yang sederajat. Kesamaan ini terwujud dalam hak, kewajiban, risiko dan keuntungan yang berimbang di antara nasabah penyimpan dana, nasabah pengguna dana maupun bank.

2.1.3 Karakteristik Bank Syariah Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (2002). Beberapa hal yang menjadi ciri sekaligus yang membedakannya dengan bank konvensional adalah :a. Prinsip syariah Islam dalam pengelolaan harta menekankan pada keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat. Harta harus dimanfaatkan untuk hal-hal produktif terutama kegiatan investasi yang merupakan landasan aktifitas ekonomi dalam masyarakat. Tidak setiap orang mampu secara langsung menginvestasikan hartanya untuk menghasilkan keuntungan. Oleh karena itu, diperlukan suatu lembaga perantara yang menghubungkan masyarakat pemilik dana dan pengusaha yang memerlukan dana (pengelola dana). Salah satu bentuk lembaga perantara tersebu t adalah bank yang kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah.b. Bank syariah adalah bank yang berasaskan antara lain pada asas kemitraan, keadilan, transparansi dan universal serta melakukan kegiatan usaha perbankan berdasarkan prinsip syariah. Kegiatan bank syariah merupakan implementasi dari prinsip ekonomi Islam dengan karakteristik antara lain sebagai berikut :1) Pelarangan riba dalam berbagai bentuknya2) Tidak mengenal konsep nilai waktu dari uang (time value of money)3) Konsep uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas4) Tidak diperkenankan melakukan kegiatan yang bersifat spekulatif5) Tidak diperkenankan menggunakan dua harga untuk satu barang6) Tidak diperkenankan dua transaksi dalam satu akadc. Bank syariah beroperasi atas dasar konsep bagi hasil. Bank syariah tidak menggunakan bunga sebagai alat untuk memperoleh pendapatan maupun membebankan bunga atas penggunaan dana dan pinjaman karena bunga merupakan riba yang diharamkan.d. Tidak secara tegas membedakan sektor moneter dan sektor riil sehingga dalam usahanya dapat melakukan transaksi-transaksi sektor riil, seperti jual beli dan sewa menyewa.e. Dapat memperoleh imbalan untuk jasa tertentu yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.f. Melakukan kegiatan sesuai syariah. Suatu transaksi sesuai dengan prinsip syariah apabila telah memenuhi seluruh syarat berikut ini :1. Transaksi tidak mengandung unsur kedzaliman2. Bukan riba3. Tidak membahayakan pihak sendiri atau pihak lain4. Tidak ada penipuan (gharar)5. Tidak mengandung materi-materi yang diharamkan6. Tidak mengandung unsur judi (maisyir)g. Kegiatan bank syariah antara lain sebagai :1. Manajer investasi yang mengelola investasi atas dana nasabah dengan menggunakan akad mudharabah atau sebagai agen investasi.2. Investor yang menginvestasikan dana yang dimilikinya maupun dana nasabah yang dipercayakan kepadanya dengan menggunakan alat investasi yang sesuai dengan prinsip syariah dan membagi hasil yang diperoleh sesuai nisbah yang disepakati antara bank dan pemilik dana.3. Penyedia jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran seperti bank non syariah sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.4. Pengemban fungsi sosial berupa pengelola dana zakat, infaq, shadaqah serta pinjaman kebajikan (qardhul hasan) sesuai ketentuan yang berlaku.h. Dalam penghimpunan dana, bank syariah menggunakan prinsip wadiah, mudharabah dan prinsip lain yang sesuai dengan syariah. Sedangkan penyaluran dana menggunakan :1. Prinsip musyarakah dan atau mudharabah untuk investasi pembiayaan.2. Prinsip murabahah, salam, dan atau istishna untuk jual beli.3. Prinsip ijarah dan atau ijarah muntahiyah bittamlik untuk sewa-menyewa.4. Prinsip lain yang sesuai syariah.f. Laporan keuangan terdiri dari :1. Laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan bank syariah sebagai investor beserta hak dan kewajibannya. Laporan ini meliputi :a. Laporan Laba Rugib. Neracac. Laporan Arus Kasd. Laporan Perubahan Ekuitas2. Laporan keuangan yang mencerminkan perubahan dalam investasi terikat yang dikelola oleh bank syariah untuk kemanfaatan pihak-pihak lain berdasarkan akad mudharabah atau agen investasi yang dilaporkan dalam laporan perubahan dana investasi terikat.3. Laporan keuangan yang mencerminkan peran bank syariah sebagai pemegang amanah dana kegiatan sosial yang dikelola secara terpisah yang dilaporkan dalam :1) Laporan Sumber dan Penggunaan Dana ZIS2) Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Qardh4. Catatan atas laporan keuangan yang merupakan penjelasan dari data -data yang tersaji di laporan keuangan tersebut.

2.1.4 Pengawasan Internal Bank Syariah Pengawasan Internal merupakan salah satu elemen dalam sistem pengawasan bank syariah yang merupakan suatu mekanisme internal untuk memberikan jaminan kepatuhan syariah kepada para stakeholder bank syariah (Ilyas, 2004). Pengawasan internal syariah yang efektif akan meningkatkan rasa kepercayaan masyarakat dan para stakeholder kepada bank syariah dalam menerapkan prinsip dan aturan syariah.Untuk memastikan bahwa operasional bank syariah telah memenuhi prinsip-prinsip syariah, maka bank syariah harus memiliki institusi internal independen yang khusus dalam pengawasan kepatuhan syariah, yaitu dewan pengawas syariah (DPS). Dewan pengawas syariah merupakan badan independen yang ditempatkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) pada bank syariah yang anggotanya terdiri dari para ahli bidang fiqih muamalah, dan memiliki pengetahuan umum dalam bidang perbankan.Sistem pengawasan internal syariah ditentukan oleh dua fungsi pengawasan dalam bank syariah yaitu dewan pengawas syariah melalui shariah review, dan internal audit melalui internal sharia review.Sharia review merupakan pengujian kepatuhan syariah secara menyeluruh terhadap aktivitas bank syariah, sehingga dewan pengawas syariah harus memiliki akses yang lengkap dan bebas atas semua dokumen transaksi dan semua informasi yang berasal dari berbagai sumber baik itu saran dari para ahli maupun dari karyawan bank itu sendiri. Tujuan dari sharia review adalah untuk memastikan bahwa aktivitas yang dilakukan oleh bank syariah tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dan aturan syariah yang telah difatwakan dan diatur oleh dewan syariah (GSIFI dalam Suprayogi, 2006), sehingga dengan dilakukan sharia review diharapkan semua aktivitas dan produk bank syariah dapat dipastikan sesuai dengan aturan dan prinsip syariah yang telah ditetapkan dan diatur dewan pengawas syariah.Adapun internal sharia review merupakan fungsi intermediary antara dewan pengawas syariah dengan pihak manajemen yang melakukan segala aktivitasnya berdasarkan petunjuk, fatwa, dan perintah dari dewan pengawas syariah dan manajemen. Oleh karena itu, internal sharia review adalah fungsi pengawasan internal syariah untuk menilai dan menguji kepatuhan pihak manajemen secara menyeluruh terhadap aturan dan prinsip-prinsip yariah, fatwa, petunjuk dan perintah yang dikeluarkan oleh dewan pengawas syariah. Tujuan utama dari internal sharia review adalah untuk memastikan bahwa manajemen dari bank syariah melaksanakan tanggung jawabnya untuk melaksanakan prinsip-prinsip dan aturan syariah yang telah ditetapkan oleh dewan pengawas syariah (GSIFI dalam Suprayogi, 2006). Internal sharia review akan melakukan pengujian dan evaluasi kepatuhan secara menyeluruh atas manajemen bank syariah terhadap kepatuhan prinsip-prinsip dan aturan syariah, fatwa, arahan, dan perintah-perintah yang dikeluarkan oleh dewan pengawas syariah.Fungsi internal sharia review dilaksanakan oleh departemen internal audit atau internal control yang memiliki kualifikasi dan independensi yang layak. Adapun ruang lingkup tugasnya adalah pengujian dan penilaian terhadap kecukupan dan efektifitas sistem pengawasan internal syariah dan bertanggung jawab atas kualitas pekerjaan yang telah menjadi tugasnya.

2.2 Sejarah Perbankan Syariah di IndonesiaIndonesia yang sebagian besar penduduknya adalah Muslim membuat negara ini menjadi pasar terbesar di dunia bagi perbankan syariah. Besarnya populasi muslim itu memberikan ruang yang cukup lebar bagi perkembangan bank syariah di Indonesia.Di Indonesia, bank syariah pertama baru lahir tahun 1991 dan beroperasi secara resmi tahun 1992. Padahal, pemikiran mengenai hal ini sudah terjadi sejak dasawarsa 1970-an. Menurut Dawam Raharjo, saat memberikan Kata Pengantar buku Bank Islam Analisa Fiqih dan Keuangan penghalangnya adalah faktor politik, yaitu bahwa pendirian bank Islam dianggap sebagai bagian dari cita-cita mendirikan Negara Islam (baca buku Bank Islam Analisa Fiqih dan Keuangan karya Adiwarman Karim IIIT Indonesia, 2003).Namun, sejak 2000-an, setelah terbukti keunggulan bank syariah (bank Islam) dibandingkan bank konvensional antara lain, Bank Muamalat tidak memerlukan suntikan dana, ketika bank-bank konvensional menjerit minta Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) ratusan triliunan akibat negative spread bank-bank syariah pun bermunculan di Indonesia.Hingga akhir Desember 2006, di Indonesia terdapat tiga Bank Umum Syariah (BUS) dan 20 Unit Usaha Syariah (UUS). Fungsi-fungsi bank sudah dipraktikkan oleh para sahabat di zaman Nabi SAW, yakni menerima simpanan uang, memberikan pembiayaan, dan jasa transfer uang. Namun, biasanya satu orang hanya melakukan satu fungsi saja. Baru kemudian, di zaman Bani Abbasiyah, ketiga fungsi perbankan dilakukan oleh satu individu.Usaha modern pertama untuk mendirikan bank tanpa bunga pertama kali dilakukan di Malaysia pada pertengahan tahun 1940-an, namun usaha tersebut tidak berhasil. Berikutnya, eksperimen dilakukan di Pakistan pada akhir 1950-an. Namun, eksperimen pendirian bank syariah yang paling sukses dan inovatif di masa modern dilakukan di Mesir pada 1963, dengan berdirinya Mit Ghamr Local Saving Bank. Kesuksesan Mit Ghamr memberi inspirasi bagi umat Muslim di seluruh dunia, sehingga muncul kesadaran bahwa prinsip-prinsip Islam ternyata masih dapat diaplikasi dalam bisnis modern.Salah satu tonggak perkembangan perbankan Islam adalah didirikannya Islamic Development Bank (IDB, atau Bank Pembangunan Islam) pada tahun 1975, yang berpusat di Jeddah. Bank pembangunan yang menyerupai Bank Dunia (World Bank) dan Bank Pembangunan Asia (Asia Development Bank, ADB) ini dibentuk oleh Organisasi Konferensi Islam (OKI) yang anggota-anggotanya adalah negara-negara Islam, termasuk Indonesia.Pada era 1970-an, usaha-usaha untuk mendirikan bank Islam sudah menyebar ke banyak negara. Misalnya, Dubai Islamic Bank (1975) dan Kuwait Finance House (1977) di Timur Tengah. Beberapa negara seperti Pakistan, Iran, dan Sudan, bahkan mengubah seluruh sistem keuangan di negara tersebut menjadi nur-bung, sehingga semua lembaga keuangan di negara tersebut beroperasi tanpa menggunakan bunga. Kini perbankan syariah sudah menyebar ke berbagai negara, bahkan negara-negara Barat. The Islamic Bank International of Denmark tercatat sebagai bank syariah pertama yang beroperasi di Eropa, tepatnya Denmark, tahun 1983. Di Asia Tenggara, tonggak perkembangan perbankan terjadi pada awal dasawarsa 1980-an, dengan berdirinya Bank Islam Malaysia Berhad (BIMB) pada tahun 1983.

2.3 Prinsip Perbankan SyariahPrinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah.Beberapa prinsip/ hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah antara lain : Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan. Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana. Islam tidak memperbolehkan menghasilkan uang dari uang. Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik. Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi. Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.

2.4 Produk Penghimpun Dana Bank SyariahBeberapa produk jasa yang disediakan oleh bank berbasis syariah antara lain:a. Jasa untuk peminjam dana Mudhorobah, adalah perjanjian antara penyedia modal dengan pengusaha. Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi menurut rasio tertentu yang disepakati. Resiko kerugian ditanggung penuh oleh pihak Bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan, kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan. Musyarokah (Joint Venture), konsep ini diterapkan pada model partnership atau joint venture. Keuntungan yang diraih akan dibagi dalam rasio yang disepakati sementara kerugian akan dibagi berdasarkan rasio ekuitas yang dimiliki masing-masing pihak. Perbedaan mendasar dengan mudharabah ialah dalam konsep ini ada campur tangan pengelolaan manajemennya sedangkan mudharabah tidak ada campur tangan Murobahah , yakni penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudian menjualnya kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai margin keuntungan yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat mengangsur barang tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai akad diawal dan besarnya angsuran=harga pokok ditambah margin yang disepakati. Contoh:harga rumah, 500 juta, margin bank/keuntungan bank 100 jt, maka yang dibayar nasabah peminjam ialah 600 juta dan diangsur selama waktu yang disepakati diawal antara Bank dan Nasabah. Takaful (asuransi islam) Al-Muzara'ah, adalah bank memberikan pembiayaan bagi nasabah yang bergerak dalam bidang pertanian/perkebunan atas dasar bagi hasil dari hasil panen. Al-Musaqah, adalah bentuk lebih yang sederhana dari muzara'ah, di mana nasabah hanya bertanggung-jawab atas penyiramaan dan pemeliharaan, dan sebagai imbalannya nasabah berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen

b. Jasa untuk penyimpan dana Wadiah (jasa penitipan), adalah jasa penitipan dana dimana penitip dapat mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Dengan sistem wadiah Bank tidak berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus kepada nasabah. Deposito Mudhorobah, nasabah menyimpan dana di Bank dalam kurun waktu yang tertentu. Keuntungan dari investasi terhadap dana nasabah yang dilakukan bank akan dibagikan antara bank dan nasabah dengan nisbah bagi hasil tertentu.

c. Jual beli Bai' Al-Murabahah, adalah penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudian menjualnya kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai margin keuntungan yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat mengangsur barang tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai akad diawal dan besarnya angsuran=harga pokok ditambah margin yang disepakati. Contoh: harga rumah 500 juta, margin bank/keuntungan bank 100 jt, maka yang dibayar nasabah peminjam ialah 600 juta dan diangsur selama waktu yang disepakati diawal antara Bank dan Nasabah. Bai' As-Salam, Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan di kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka. Barang yang dibeli harus diukur dan ditimbang secara jelas dan spesifik, dan penetapan harga beli berdasarkan keridhaan yang utuh antara kedua belah pihak. Contoh: Pembiayaan bagi petani dalam jangka waktu yang pendek (2-6 bulan). Karena barang yang dibeli (misalnya padi, jagung, cabai) tidak dimaksudkan sebagai inventori, maka bank melakukan akad bai' as-salam kepada pembeli kedua (misalnya Bulog, pedagang pasar induk, grosir). Contoh lain misalnya pada produk garmen, yaitu antara penjual, bank, dan rekanan yang direkomendasikan penjual. Bai' Al-Istishna', merupakan bentuk As-Salam khusus di mana harga barang bisa dibayar saat kontrak, dibayar secara angsuran, atau dibayar di kemudian hari. Bank mengikat masing-masing kepada pembeli dan penjual secara terpisah, tidak seperti As-Salam di mana semua pihak diikat secara bersama sejak semula. Dengan demikian, bank sebagai pihak yang mengadakan barang bertanggung-jawab kepada nasabah atas kesalahan pelaksanaan pekerjaan dan jaminan yang timbul dari transaksi tersebut.

2.5 Produk Penyaluran Dana Bank SyariahProduk peyaluran dana pada nasabah secara garis besar dibagi menjadi empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya yaitu :1. Pembiayaan dengan prinsip jual beli, transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang. 2. Pembiayaan dengan prinsip sewa, transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa3. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (investasi), transaksi pembiayaan untuk usaha kerja sama yang ditujukan guna mendapat sekaligus barang dan jasa4. Pembiayaan dengan prinsip akad

Prinsip Jual beliPrinsip jual beli, berhubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda. Tingkat keuntungan Bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi jual beli dibedakan atas bentuk pembayaran dan penyerahan barang sebagai berikut:a. Pembiayaan MurabahahBank bertindak sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli Bank dari pemasok ditambah keuntungan. Kedua pihak harus sepakat atas harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli, dan tak berubah selama berlakunya akad. Dalam transaksi ini barang diserahkan setelah akad, sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh.b. SalamTransaksi jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum ada. Oleh karena itu barang diserahkan secara tangguh, sedang pembayaran secara tunai. Bank bertindak sebagai pembeli, nasabah sebagai penjual. Sekilas transaksi ini mirip jual beli ijon, namun dalam salam, kuantitas, kualitas, harga dan waktu penyerahan barang ditentukan secara pasti. Dalam praktek, barang yang telah diserahkan kepada Bank, maka Bank dapat menjual kembali barang tersebut secara tunai atau cicilan. Harga jual yang ditetapkan adalah harga beli ditambah keuntungan.Umumnya transaksi ini diterapkan dalam pembiayaan barang yang belum ada, seperti pembelian komoditi pertanian oleh bank, untuk kemudian dijual kembali secara tunai atau cicilan.Ketentuan umum salam: Pembelian hasil produksi harus diketahui spesifikasinya secara jelas: jenis, macam/bentuk, ukuran, mutu dan jumlahnya. Bila hasil produksi yang diterima tidak sesuai, maka nasabah harus bertanggung jawab, antara lain mengembalikan dana yang telah diterima atau mengganti barang sesuai pesanan. Karena Bank tak menjadikan barang yang dibeli/dipesan sebagai persediaan (inventory), maka Bank dimungkinkan untuk melakukan akad salam pada pihak ketiga. Mekanisme seperti ini disebut dengan paralel salam.c. IstishnaMenyerupai salam, namun pembayaran dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa termin pembayaran. Skim istishna dalam Bank Syariah, umum dilakukan untuk pembiayaan manufaktur dan konstruksi. Spesifikasi barang pesanan harus jelas, seperti: jenis, ukuran, mutu dan jumlah. Harga jual dicantumkan dalam akad istishna dan tak boleh berubah selama berlakunya akad.

Prinsip sewa (Ijarah)Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Bila pada jual beli obyek transaksi adalah barang, maka pada ijarah obyeknya jasa. Pada akhir masa sewa, bank dapat menjual barang yang disewakannya kepada nasabah. Harga jual dan harga sewa disepakati pada awal perjanjian.

Prinsip Bagi HasilPrinsip bagi hasil dibagi dua, yaitu:a. MusyarakahTransaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai aset yang mereka miliki secara bersama-sama.Ketentuan umum: Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek musyarakah dan dikelola bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek.b. MudharabahAdalah bentuk kerja sama antara 2 (dua) atau lebih pihak dimana pemilik modal mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan.Ketentuan umum: Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal, harus secara tunai, dapat berupa uang tunai atau barang yang dinyatakan nilainya dalam satuan uang. Jika modal diserahkan secara bertahap, harus jelas tahapannya dan disepakati bersama Hasil pengelolaan diperhitungkan dengan 2 (dua) cara: 1) revenue sharing, yang berasal dari pendapatan proyek, dan 2) profit sharing, dari keuntungan proyek. Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan, namun tak berhak mencampuri urusan pekerjaan/usaha nasabah.

Akad PelengkapUntuk mempermudah pelaku pembiayaan, diperlukan akad pelengkap. Meski tak ditujukan mencari keuntungan, dalam akad pelengkap dibolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besar pengganti biaya sekedar untuk menutupi biaya yang benar-benar timbul.a. Hiwalah (alih piutang)Fasilitas ini lazim untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksi. Bank mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan piutang.b. Rahn (gadai)Untuk memberi jaminan pembayaran kembali kepada Bank dalam memberikan pembiayaan. Barang yang digadaikan wajib memenuhi kriteria:a) Milik nasabah sendiri, b)Jelas ukuran, sifat dan nilainya, ditentukan berdasar nilai riil pasar, c) Dapat dikuasai, tapi tak boleh dimanfaatkan oleh bank.c. QardAdalah pinjaman uang.Aplikasi Qard dalam perbankan, antara lain: Sebagai pinjaman talangan haji, dimana nasabah calon haji diberi pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran biaya perjalanan haji. Pinjaman dilunasi sebelum berangkat haji. Sebagai pinjaman tunai (cash advance) dari produk kartu kredit syariah.d. Wakalah (perwakilan)Terjadi bila nasabah memberi kuasa kepada Bank untuk mewakili dirinya melaksanakan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C (Letter of Credit), inkaso dan transfer uang.

e. Kafalah (Bank Garansi)Diberikan dengan tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat mensyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai rahn (gadai), serta Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadiah. Bank diperkenankan mendapat ganti biaya atas jasa yang diberikan.

2.6 Perbedaan Bank Syariah Dengan Bank KonvensionalBeberapa kalangan masyarakat masih mempertanyakan perbedaan antara bank syariah dengan konvensional. Bahkan ada sebagian masyarakat yang menganggap bank syariah hanya trik kamuflase untuk menggaet bisnis dari kalangan muslim segmen emosional. Sebenarnya cukup banyak perbedaan antara bank syariah dengan bank konvensional, mulai dari tataran paradigma, operasional, organisasi hingga produk dan skema yang ditawarkan. Paradigma bank syariah sesuai dengan ekonomi syariah yang telah dijelaskan di muka. Sedangkan perbedaan lainnya adalah sbb.:Jenis perbedaanBank syariahBank konvensional

Landasan hukumAl Qur`an & as Sunnah + Hukum positifHukum positif

Basis operasionalBagi hasilBunga

Skema produkBerdasarkan syariah, semisal mudharabah, wadiah, murabahah, musyarakah dsbBunga

Perlakuan terhadap Dana MasyarakatDana masyarakat merupakan titipan/investasi yang baru mendapatkan hasil bila diputar/diusahakan terlebih dahuluDana masyarakat merupakan simpanan yang harus dibayar bunganya saat jatuh tempo

Sektor penyaluran danaHarus yang halalTidak memperhatikan halal/haram

OrganisasiHarus ada DPS (Dewan Pengawas Syariah)Tidak ada DPS

Perlakuan AkuntansiAccrual dan cash basis (untuk bagi hasil)Accrual basis

OrientasiBerorientasi keuntungan dan falah (kebahagiaan dunia dan akhirat sesuai ajaran Islam)Berorientasi keuntungan

Hubungan dengan nasabahHubungan dengan nasabah dalam bentuk kemitraanHubungan dengan nasabah dalam bentuk kreditur-debitur.

Terdapat perbedaan pula antara bagi hasil dan bunga bank, yaitu sbb.:Bunga Bagi hasil

Suku bunga ditentukan di mukaNisbah bagi hasil ditentukan di muka

Bunga diaplikasikan pada pokok pinjaman (untuk kredit)Nisbah bagi hasil diaplikasikan pada pendapatan yang diperoleh nasabah pembiayaan

Suku bunga dapat berubah sewaktu-waktu secara sepihak oleh bankNisbah bagi hasil dapat berubah bila disepakati kedua belah pihak

2.7 Kasus Perbankan Syariah (Permasalahan PajakGandaMurabahah)Permasalahan pajak ganda yang dikenakan kepada bank-bank Syariah dengan skim murabahahnya sebenarnya issue yang sudah lama. Rumor ini muncul sejak tahun 1997, dan saat ini kembali ramai diperdebatkan lantaran pajak yang harus dibayarkan kepada Ditjen Pajak jauh lebih besar dari pendapatan yang diterima oleh bank-bank syariah dengan transaksi murabahahnya.Pada prinsipnya Murabahah itu jual beli, ketika ada permintaan dari nasabah, bank terlebih dahulu membeli pesanan sesuai permintaan nasabah, lalu bank menjualnya kembali kepada pemesan dengan harga aslinya lalu ditambah dengan margin keuntungan yang telah disepakati oleh pemesan.Karena transaksi jual beli itu terjadinya dua kali, maka terjadi dua kali peralihan kepemilikan sehingga PPN-nya dikenakan dua kali juga. Menurut UU No. 18 Tahun 2000 (tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, utamanya Pasal 1A ayat (1), huruf a dan b,) berarti juga terbebani dua kali pembayaran pajak.Bagaimana pajak ganda itu diterapkan? Ilustrasi ; Misalkan , ada nasabah datang ke bank bermaksud ingin membeli motor seharga 15 juta di dealer A, lalu bank menuliskan transaksi akad tersebut dengan meminta margin (keuntungan) 5%. Jadi harganya 15.750.000. lalu bank membeli motor tersebut di dealer A dan menyerahkan kepada nasabah.Nah pada saat bank membeli motor dari dealer A seharga 15 juta, bank sebenarnya sudah dikenai pajak, dimana harga yang Rp. 15 juta itu sudah termasuk pajak PPN 10%. Ceritanya menjadi lain jika membelinya langsung dari pabriknya. kemudian pada saat menjual kembali kepada pemesan seharga Rp. 15.750.000, bank dikenai pajak lagi. Katakanlah pajak PPN yang dikenakan sebesar 10%. Sehingga bank harus membayar pajaknya sebesar: 15.750.000 X 10% /100 = 1.575.000,- (ini yang menjadi sumber kerugian bank)Dengan ilustrasi diatas, dapat dikatakan dalam setiap melakukan transaksi murabahahnya, bank syariah akan selalu mengalami kerugian karena harus membayar pajak yang lebih besar dari keuntungan yang diperolehnya. pengambilan margin yang hanya sebesar 5 persen dari transaksi murabahah ini sebelumnya sudah dipertimbangkan oleh bank-bank syariah, sebab jika bank- syariah mengambil keuntungan yang lebih besar dari setiap transaksi murabahahnya, katakanlah lebih besar dari PPN 10% dengan alasan supaya menutupi kerugian pembayaran pajaknya, tentunya bank syariah akan kalah bersaing dengan bank-bank lain seperti bank konvensional yang memberikan kredit pembiayaan lebih kecil karena bank konvensional tidak dikenai pajak ganda. Lantaran mengambil margin yang lebih besar dari bank konvensional, para nasabah pun pastinya akan memilih bank yang memberikan pembayaran cicilan lebih murah dari bank syariah.Jika merujuk kepada UU Nomor 42/2009 mengenai PPN, aturan PPN murabahah sejatinya sudah dihapuskan, aturan ini baru efektif April 2010 nanti. Hanya saja, penghapusan ini hanya bersifat kasuistis. Artinya, bank syariah dengan transaksi murabahahnya, masih harus berkewajiban membayar tagihan pajak tahun-tahun sebelumnya.Itulah alasan mengapa sekarang ini bank-bank syariah menjadi bank yang memiliki tunggakan besar pajaknya. Sebagai contoh BNI, lantaran terkena pajak ganda, Bank dengan plat merah ini masuk dalam daftar penunggang pajak yang dirilis Ditjen Pajak. Pajak yang dimaksud adalah murni dari transaksi murabahah UUS BNI pada tahun 2007. Besarannya sekitar 128,2 milyar, dengan rincian PPn murabahah Rp. 108,2 milyar dan saksi administrasi Rp. 20 milyar. Padahal laba UUS BNI syariah pada tahun 2007 hanya 19,7 milyar. Jika dihitung dari sejak UUS BNI berdiri pada ahun 2000 hingga tahun 2009, maka total pajak murabahahnya adalah Rp 393 milyar. (Republika, 5 Februari 2010)Pihak BNI menuntut keadilan Direktorat Jenderal Pajak dalam menghitung objek pajak berganda transaksi murabahah perbankan syariah, karena semua bank dalam industri tersebut memakai sistem serupa.Namun, di sisi lain jika perhitungan itu diterapkan membuat industri perbankan gulung tikar karena akan membayar pajak pertambahan nilai yang mencapai Rp3 triliun dalam 1 tahun.Semua perbankan syariah memakai transaksi murabahah dalam melakukan skema pembiayaan, sehingga jika dinilai ada pe-nunggakan pajak berganda semua industri terkena.Pekan lalu, Dirjen Pajak mengumumkan bahwa BNI bersama Bukopin masuk dalam 100 besar perusahaan penunggak pajak. Kasus kedua perusahaan itu disebabkan oleh transaksi murabahah yang dikenai pajak berganda..Alasan pemerintah ngotot menarik pajak berganda ini karena melihat nilai pembiayaan murabahah yang lumayan. Tengok saja, dari total pembiayaan perbankan syariah sebesar Rp 60 triliun, sekitar 57% atau Rp 34,2 triliun merupakan pembiayaan akad murabahah. Jadi, ada potensi pajak Rp 3,42 triliun.Jika bank-bank syariah tetap harus membayar tunggakan pajaknya pada tahun-tahun sebelumnya, hal ini akan berakibat meruginya bank-bank syariah, selain itu juga akan berdampak menurunya nilai asset yang dimiliki. Sebab dari nilai transaksi yang dilakukan oleh bank-bank syariah, sekitar 80 persen diantaranya adalah transaksi murabahah. Menurunnya nilai asset, akan berdampak pada menurunya jumlah tranksaksi pembiayaan, menurunya jumlah transaksi pembiayaan akan menurunya keuntungan/profit yang diperoleh. Hal ini akan menghambat perkembangan bank syariah di Indonesia.Selain itu, penghapusan pajak yang belum sepenuhnya clear, membuat enggannya minat investor untuk masuk ke domain perbankan syariah. Seperti misalnya; Kuwait Finance House dan Qatar Islamic Bank yang mau menanamkan modalnya untuk Bank syariah setelah dihapuskannya pajak berganda itu di Indonesia.Berdasarkan Undang-undang No. 18 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang-undang No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Tentunya regulasi ini menjadikan perbankan syariah sangat terbebani. Padahal data menunjukkan skim murabahah adalah produk yang sangat diminati dan menjadi andalan perbankan syariah saat ini. Dari data terlihat transaksi perbankan syariah tidak kurang dari Rp21,920 triliun dengan komposisi terbesarnya adalah murabahah yakni Rp13,340 triliun atau sebayak 60,86 persen (Republika, 4/2).Urgensi penghapusanPaling tidak ada dua alasan mendesak pentingnya dihapus pajak ganda (double taxation) tersebut yaitu :Pertama, pajak ganda ini menjadi penghambat perkembangan perbankan syariah, padahal saat ini sedang dilakukan pencapaian target aset perbankan syariah menjadi dua persen. Jika kita melihat data pada skim pembiayaan terjadi penurunan, tahun 2007 tercatat laju pertumbuhan bank syariah mencapai 30,1 persen, lebih rendah dibanding pembiayaan tahun 2006 yang mencapai 34,2 persen. Data ini menunjukkan penurunan dari tahun sebelumnya. Kedua, penghapusan pajak ganda menjadi sangat penting terkait dengan kepentingan masuknya investasi asing di Indonesia. Adanya pajak ganda akan menyebabkan industri perbankan dan keuangan syariah Indonesia menjadi kurang menarik dikembangkan. Dampaknya, motivasi para investor untuk masuk dan mengembangkan industri syariah di Indonesia pun menjadi surut. Dengan adanya penghapusan pajak ganda akan memicu perkembangan industri syariah tidak hanya di perbankan syariah namun juga pada industri lainya seperti asuransi dan pasar modal syariah.Sesungguhnya pemberlakuan hanya satu kali pajak dalam pembiayaan syariah telah dilakukan oleh banyak negara lain. Saat ini negara yang memiliki industri keuangan dan perbankan syariah telah menghapuskan pajak ganda dalam transaksi pembiayaan syariah diantaranya, Amerika Serikat melalui Office of the Comptroller of the Currency (OOC) yang mengeluarkan dua interpretative letters yang berisi tentang transaksi murabahah dan ijarah. Demikian juga Inggris telah menghapus pajak ganda dengan diintroduksinya Finance Act 2003 oleh badan independen yang menentukan regulasi keuangan Inggris (FSA, Financial Services Authority). Singapura menghapus pajak ganda sejak Maret 2005 melalui Monetery Authority of Singapore. Sedangkan Malaysia telah menghapus pajak gandanya hampir satu dekade yang lalu yakni saat perkembangan awal industri syariah di negara tersebut. Malaysia menghapus pajak ganda dengan Amandement Real Property Gains Tax Act 1976 dengan tambahan pengaturan baru pada schedule 2 paragrap 3 (g) yang menyebutkan gain yang diperoleh bank penjualan aset kepada nasabah atas prinsip syariah dikecualikan dari pajak.SolusiUntuk menghapus pajak ganda di Indonesia, paling tidak ada dua upaya dapat dilakukan, yakni melakukan perubahan (amandemen) regulasi yang menyangkut pajak, atau dengan melakukan penambahan klausula tentang penghapusan pajak ganda pada regulasi yang menyangkut industri bisnis syariah. Pertama, secara ideal, penghapusan ini dengan melakukan amandemen regulasi yang menyangkut pajak yakni UU No. 18 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang-undang No.8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Sebenarnya, jika kita cermat, saat ini telah ada Peraturan Pemerintah No. 144 tahun 2000 yang mengatur jasa perbankan mendapatkan dispensai untuk tidak terkena wajib pajak PPN. Kedua, dengan memanfaatkan momentum yang ada, yakni saat ini RUU Perbankan Syariah dan RUU Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sedang dibahas, perlu memasukkan klausula yang menyangkut penghapusan pajak ganda pada kedua RUU tersebut. Adapun pasal yang menyangkut penghapusan pajak ganda pada RUU tersebut akan menjadi lex specialis (pengecualian hukum) terhadap UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Sebab selama ini aturan yang mengatur perbankan syariah hanya berupa aturan tentang perbankan nasional (UU No.10 Tahun 1998), belum ada regulasi yang mengatur perpajakan bagi perbankan syariah sehingga transaksi syariah terkena pajak ganda. Mempertahankan pajak berganda akan menghambat perkembangan industri syariah ke depan, untuk itulah diperlukan political will dari pengambil kebijakan dan upaya sinkronisasi perundang-undangam secara menyeluruh dalam rangka membangun ekonomi syariah dan sistem perekonomian Indonesia yang kuat.Ketiga, Pentingnya Sinergi antara Ahli Akuntansi dan Ahli Syariah. Dalam penetapan suatu hal baik itu standar akuntansi di perbankan syariah (PSAK), produk-produk di takaful maupun di pasar modal syariah seharusnya diserahkan kepada pihak yang ahli. Dalam penetapan akuntansi, tidak hanya orang yang ahli akuntansi yang dibutuhkan, akan tetapi tenaga ahli syariah juga sangat penting demi menghindari terjadinya dispute di kemudian hari. Oleh karena itu, seharusnya tim penetapan standar akuntansi syariah nasional yang ada harus melibatkan beberapa tenaga ahli syariah yang kompeten (tidak hanya mengerti di bidang syariah, tetapi juga memahami prinsip-prinsip akuntansi dan perbankan syariah, kalau penetapannya terkait di bidang perbankan syariah. Sedangkan jika terkait dengan pasar modal syariah, maka yang ahli di pasar modal syariah harus dilibatkan). Sehingga kritikan terhadap standar akuntansi yang ada tidak menimbulkan permasalahan dan bisa jadi menyebabkan produk tersebut tidak sesuai dengan syariah.Keempat, Urgensi Memiliki Shariah Committee dalam Penetapan Standar PSAK. Setelah kita menelaah kasus di atas dan bagaimana dasar penulisan PSAK secara umum dalam al-Quran maupun al-Sunnah. Permasalahan yang ada dalam penulisan PSAK yang ada saat ini disebabkan tidak terdapat ahli syariah dalam perumusan PSAK tersebut. Maka dari itu, peran Shariah scholar ataupun dewan syariah sangat diperlukan sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Kalau kita mau berkaca pada AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution) di Bahrain dan juga IFSB (Islamic Financial Services Board) di Malaysia, organisasi-oranisasi tersebut dalam menetapkan setiap akad pasti melibatkan beberapa ulama yang ahli syariah sehingga meminimalkan terjadinya kesalahan dalam penulisan yang tidak sesuai dengan syariah. Oleh sebab itu, keberadaan dewan syariah di lembaga akuntansi di Indonesia bisa menjadi WAJIB karena banyaknya permasalahan yang terjadi di standar PSAK yang menyebabkan beberapa produk perbankan syariah kita tidak sesuai dengan syariah.