2. landasan teori 2.1 teori ikonografi · pemahaman seni di majalah basis 2013 dan pernah...

27
8 Universitas Kristen Petra 2. LANDASAN TEORI 2.1 Teori Ikonografi Untuk menganalisis intepretasi pada penelitian tanda-tanda ikonik pada kemasan DMBC, penulis menggunakan teori Ikonografi. Ikonografi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas kata “aekon” yang berarti sebuah gambar dan kata “graphe” yang berarti tulisan. Ikonografi digunakan untuk menganalisis tanda- tanda ikonik pada sebuah visualisasi untuk dapat ditarik makna serta tujuan atas penggunaannya. Ikonografi juga lazim dimengerti untuk melakukan kajian tentang tanda yang memiliki referensi, dan juga merupakan sebuah ladang luas yang objeknya kajiannya mencakup berbagai disiplin pemikiran. Panofsky menyatakan: “Ikonografi merupakan cabang dari sejarah seni yang memiliki pokok kajian yang berkaitan dengan sisi manusia (subject matter) atau makna dari suatu karya seni sebagai sesuatu yang bertolak belakang dengan sisi formalitas sebagai sebuah karya.(Panofsky, 1939, p.3). Haryatmoko dalam tulisannya Sumbangan Hermeutika dan Ikonologi untuk Pemahaman Seni di majalah Basis 2013 dan pernah didiskusikan pada kuliah perdana Pasca ISI Jogjakarta tahun 2012 mengungkapkan: “ Analisis Ikonografi menfokuskan pada pemaknaan dan dunia gambar, sejarah dan alegori. Kita dapat mengungkap pemaknaan suatu karya seni dengan menyikapi panduan gambarnya. Sumber literatur bisa menjadi koreksi pemaknaan simbol karena meneliti kondisi sejarah yang berbeda, tema-tema dan konsep-konsep diungkapkan oleh objek atau peristiwa sejarah. Sebaliknya ikonografi tidak hanya terkait dengan sumber-sumber literatur, tetapi juga menuntut pengetahuan visual, buah dari mempelajari gambar, lukisan, graveru, tapisserie, kepingan uang atau patung.” (“Teori Ikonografi & Ikonologi: Melihat ‘Nilai’ Gambar Dari Sudut Sejarah Sebuah Analisis Penelitian”, 2012, n.d.).

Upload: others

Post on 29-Oct-2020

6 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Teori Ikonografi · Pemahaman Seni di majalah Basis 2013 dan pernah didiskusikan pada kuliah perdana Pasca ISI Jogjakarta tahun 2012 mengungkapkan: “ Analisis

8 Universitas Kristen Petra

2. LANDASAN TEORI

2.1 Teori Ikonografi

Untuk menganalisis intepretasi pada penelitian tanda-tanda ikonik pada

kemasan DMBC, penulis menggunakan teori Ikonografi. Ikonografi berasal dari

bahasa Yunani yang terdiri atas kata “aekon” yang berarti sebuah gambar dan kata

“graphe” yang berarti tulisan. Ikonografi digunakan untuk menganalisis tanda-

tanda ikonik pada sebuah visualisasi untuk dapat ditarik makna serta tujuan atas

penggunaannya. Ikonografi juga lazim dimengerti untuk melakukan kajian

tentang tanda yang memiliki referensi, dan juga merupakan sebuah ladang luas

yang objeknya kajiannya mencakup berbagai disiplin pemikiran. Panofsky

menyatakan: “Ikonografi merupakan cabang dari sejarah seni yang memiliki

pokok kajian yang berkaitan dengan sisi manusia (subject matter) atau makna dari

suatu karya seni sebagai sesuatu yang bertolak belakang dengan sisi formalitas

sebagai sebuah karya.” (Panofsky, 1939, p.3).

Haryatmoko dalam tulisannya Sumbangan Hermeutika dan Ikonologi untuk

Pemahaman Seni di majalah Basis 2013 dan pernah didiskusikan pada kuliah

perdana Pasca ISI Jogjakarta tahun 2012 mengungkapkan:

“ Analisis Ikonografi menfokuskan pada pemaknaan dan dunia gambar,

sejarah dan alegori. Kita dapat mengungkap pemaknaan suatu karya seni

dengan menyikapi panduan gambarnya. Sumber literatur bisa menjadi

koreksi pemaknaan simbol karena meneliti kondisi sejarah yang berbeda,

tema-tema dan konsep-konsep diungkapkan oleh objek atau peristiwa

sejarah. Sebaliknya ikonografi tidak hanya terkait dengan sumber-sumber

literatur, tetapi juga menuntut pengetahuan visual, buah dari mempelajari

gambar, lukisan, graveru, tapisserie, kepingan uang atau patung.” (“Teori

Ikonografi & Ikonologi: Melihat ‘Nilai’ Gambar Dari Sudut Sejarah Sebuah

Analisis Penelitian”, 2012, n.d.).

Page 2: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Teori Ikonografi · Pemahaman Seni di majalah Basis 2013 dan pernah didiskusikan pada kuliah perdana Pasca ISI Jogjakarta tahun 2012 mengungkapkan: “ Analisis

9 Universitas Kristen Petra

Ikonografi juga merupakan kajian yang memperhatikan konfigurasi dari

gambar pada suatu karya untuk mengetahui makna yang tersembunyi. Dalam

Ikonografi Panofsky terdiri atas tiga tahapan, yaitu:

1. Pre-iconographical, adalah proses pengamatan dan mengidentifikasi serta

pemahaman faktual dan ekspresional terhadap objek yang diteliti.

Termasuk didalamnya adalah mengindentifikasi unsur artistik dari visual

kemasan (garis dan warna, atau bentuk dan material yang

merepresentasikan objek keseharian tertentu), serta hubungan-hubungan

yang terjadi pada objek dan identifikasi kualitas ekspresional tertentu

dengan melakukan pengamatan pose atau gestur dari objek visual. “Dalam

kasus seperti ini memperluas jangkauan pengalaman praktis dengan

konsultasi buku atau ahli adalah suatu keharusan tanpa meninggalkan

bidang pengalaman praktis tersebut. Pengalaman sehari-hari juga cukup

diperlukan sebagai bahan untuk mendeskripsikan pre-iconographical

tetapi tidak menjamin kebenarannya.” (Panofsky, 1939, p.9 ). Panofsky

juga menjelaskan bahwa dalam melakukan hal ini, harus tunduk pada

pengalaman praktis untuk prinsip pengendalian yang bisa disebut sebagai

“History of Style” . (p. 11)

2. Iconography adalah menganalisa semua elemen-elemen visual yang

menjadi objek penelitian. Menganalisis semua elemen visual termasuk

didalamnya adalah mencari asal-usul dan sejarah penemuan elemen

tersebut. Tahap analisis ini merupakan tahapan untuk memahami semua

elemen visual yang perlu untuk diketahui asal-usulnya, kegunaannya,

hingga dimana saja kita dapat menemukan elemen visual tersebut.

3. Iconology interpretation adalah tahap mengkaitkan dengan situasi sosial

pada saat kemasan Biskuit Monde dibuat serta melihat hubungan motif

sebuah seni dengan tema yang diangkat pada kemasan terhadap peristiwa

yang diambil pada sebuah gambar sebagai pembawa makna sekunder

(citra/image/wujud). Menurut Erwin Panofsky dalam bukunya yang

berjudul Studies in Iconology, (1939) dalam kehidupan sehari-hari sebuah

karya seni dapat dibedakan berdasarkan tiga strata dan tahapan. Berikut

tabel keterkaitan antara tiga strata dan tiga tahapan Erwin Panofsky:

Page 3: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Teori Ikonografi · Pemahaman Seni di majalah Basis 2013 dan pernah didiskusikan pada kuliah perdana Pasca ISI Jogjakarta tahun 2012 mengungkapkan: “ Analisis

10 Universitas Kristen Petra

Tabel 2.1 Tabel keterkaitan antara tiga strata dan tiga tahapan Erwin Panofsky

Sumber: (Studies in Iconology, 1939, p.11)

Primary or natural subject matter: mengidentifikasi bentuk murni yang

dikonfigurasikan berasal dari garis dan warna, atau benjolan tertentu yang

bentuknya khas dari perunggu atau batu, sebagai representasi dari benda-benda

alam seperti manusia, hewan, tumbuhan, rumah, peralatan dan sebagainya.

Page 4: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Teori Ikonografi · Pemahaman Seni di majalah Basis 2013 dan pernah didiskusikan pada kuliah perdana Pasca ISI Jogjakarta tahun 2012 mengungkapkan: “ Analisis

11 Universitas Kristen Petra

Dengan mengidentifikasi hubungan timbal balik mereka sebagai peristiwa dan

dengan mengamati kualitas expressional. Contohnya seperti karakter sedih dari

pose atau gerakan, atau suasana yang damai dari interior rumah. yang disebut

“motif dunia artistik”.

Secondary or conventional subject matter: adalah tahapan yang

menghubungkan motif artistik yang dikombinasikan dengan tema atau konsep

sehingga motif diakui sebagai pembawa makna sekunder atau konvensional yang

sering disebut “Invenzioni” oleh para ahli teori kuno. Panofsky mengatakan

bahwa, “Cerita dan alegori (kiasan) adalah domain dari Ikonologi. dalam artian

sempit, pada kenyataannya ketika kita berbicara tentang subyek yang

bertentangan kita telah membentuk lingkup materi pelajaran sekunder atau

konvensional, dimana dunia tema atau konsep tertentu diwujudkan dalam gambar,

cerita dan alegori yang bertentangan dengan materi pelajaran yang utama atau

dalam kata lainnya, alam diwujudkan dalam motif artistik.” (1939, p.6 ).

Intrinsic meaning or content: adalah makna intrinsik yang ditangkap untuk

memastikan prinsip-prinsip yang mendasari serta mengungkapkan sikap dasar

bangsa, periode, kelas, agama atau persuasi filsafat untuk sadar akan pemenuhan

syarat oleh satu kepribadian yang diringkas menjadi satu pekerjaan. Panofsky juga

mengatakan, “Hal-hal yang bersangkutan dengan kecenderungan politik, puisi,

religi, filsafat, kepribadian sosial, serta periode suatu negara yang sedang dalam

penyelidikan perlu untuk menyatakan bahwa sebaiknya sejarawan dari kehidupan

politik, puisi, agama, filsafat, dan situasi sosial harus menggunakan pendekatan

analog karya seni. Karena dalam pencarian makna intrisik dari berbagai konten

disiplin ilmu humanistik, semuanya akan bertemu dalam suatu wadah besar untuk

saling membantu dan melayani.” (Panofsky, 1939, p.7).

Ikonografi ini juga memiliki kelemahan yaitu cenderung untuk

mengabaikan penafsiran yang bersifat simbolis. Dimana pemahaman hanya

sekedar pada sumber literatur yang sudah ada, tidak memahami objek visual yang

ada lebih mendalam. Dan juga memberikan nilai simbolis kepada motif/gambar

yang sebetulnya tidak dimilikinya. Sebaliknya, lebih membahas bentuk simbolik

saja yang cenderung subjektif tanpa mehubungkan dengan literatur yang ada yang

berkisah mengenai objek visual itu sendiri. Intinya, Ikonografi juga perlu

Page 5: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Teori Ikonografi · Pemahaman Seni di majalah Basis 2013 dan pernah didiskusikan pada kuliah perdana Pasca ISI Jogjakarta tahun 2012 mengungkapkan: “ Analisis

12 Universitas Kristen Petra

memahamai serta memverifikasi pemahaman menyeluruh tentang objek baik yang

berada di dalam ataupun yang berada di luar juga.

2.2 Identifikasi Elemen-Elemen Visual pada DMBC

Pada kemasan DMBC terdapat beragam tanda ikonik yang dikonstruksikan

sedemikian rupa sehingga terlihat menarik. Beberapa tanda ikonik tersebut

contohnya adalah Butter Cookies, Tivoli Boys Guard, Danish Pretzel, Seal,

Bendera Belanda, motif renda di pinggir kaleng, kombinasi warna-warna pada

kaleng, serta informasi yang berbentuk tipografi.

2.2.1 Butter Cookies

Elemen visual yang akan diidentifikasi yang pertama adalah biskuit Butter

Cookies. Biskuit merupakan produk makanan kecil yang dibuat dengan cara

dipanggang atau sering disebut dengan kue kering. Ciri-ciri dari biskuit

diantaranya, renyah dan kering, bentuk umumnya kecil, tipis dan rata. Awalnya

biskuit dibuat di Persia pada abad ke-7 disebabkan oleh karena Persia merupakan

penghasil gula terbesar di Dunia. Pada abad ke-16, biskuit sering disebut dengan

“Besquite“ dan “Bisket’“. Bentuk kata sejenis juga tercipta di beberapa bahasa

Eropa serta juga memiliki istilah yang berbeda-beda di berbagai belahan Bumi.

Asal kata biskuit atau “Biscuit” (dalam Bahasa Inggris) berasal dari Bahasa Latin,

yaitu “Bis Coctus” yang berarti "dimasak dua kali". Di Amerika, Biskuit populer

dengan sebutan “ Cookie”, yang artinya “Kue kecil yang dipanggang” atau yang

bebih dikenal sebagai kue kering. (“Mengintip Sejarah Biskuit”, Agustus 2013,

p.1).

Sekitar abad ke-16 hingga abad ke-18 ketika banyak orang berpetualang

mengikuti jejak Christoper Colombus (penemu Benua Amerika), biskuit pun

menjadi bekal makanan dalam perjalanan dikarenakan sifatnya yang bisa bertahan

lama. Banyak pelaut Inggris dan Amerika yang pada akhirnya juga menggunakan

biskuit sebagai bahan persediaan makanan saat mereka berlayar. Bahkan di

Inggris, biskuit kemudian dijadikan hidangan dalam acara minum teh bersama di

Kerajaan. Seiring dengan masuknya bangsa Persia ke Spayol, Biskuit juga

mengalami pencampuran dan perpaduan mulai dari bahan baku hingga cara

Page 6: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Teori Ikonografi · Pemahaman Seni di majalah Basis 2013 dan pernah didiskusikan pada kuliah perdana Pasca ISI Jogjakarta tahun 2012 mengungkapkan: “ Analisis

13 Universitas Kristen Petra

pengolahannya. Hingga kini, biskuit berkembang mulai dari bentuk hingga rasa

yang bervariasi seperti cokelat, buah-buahan, kacang, keju, bahkan ada juga

biskuit yang berselai di dalamnya. Biskuit juga menjadi salah satu hidangan yang

disajikan untuk sekedar dikonsumsi secara pribadi atau disajikan pada acara

tertentu.

Salah satu kembangan inovasi dari biskuit adalah Butter Cookies. Butter

Cookies dibuat dengan menggunakan tiga bahan utama, yaitu Butter, tepung dan

gula. Butter Cookies berasal dari negara Denmark (Danish) yang dikenal akan

produk olahan susu, oleh karenanya Denmark berkelimpahan akan Butter-nya

untuk memproduksi Butter cookies.

Gambar 2.1. Tampilan dalam Kjelsens Butter Cookies

Sumber: (Jul-time and Danish Butter Cookies, 2012, p.1)

Pada tahun 1933, di sebuah Desa yang bernama Norre Snede, Central

Jutland, Denmark, terdapat sepasang suami istri yang bernama Anna dan Marinus

yang memiliki sebuah toko roti yang bernama “Kjeldsens“. Anna adalah anak

seorang pembuat roti yang terkenal akan kue Cookies yang dibuatnya. Anna

memasarkan Danish Butter Cookies yang dibuatnya menggunakan sepeda yang

dikendarainya dari satu toko ke toko yang lain mulai dari desa-desa hingga kota-

kota di sekitar Jutland.

Page 7: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Teori Ikonografi · Pemahaman Seni di majalah Basis 2013 dan pernah didiskusikan pada kuliah perdana Pasca ISI Jogjakarta tahun 2012 mengungkapkan: “ Analisis

14 Universitas Kristen Petra

Gambar 2.2. Tampilan Luar Kelsens Butter Cookies

Sumber: (Danish Fancy Food, 1990, p.1)

Hal ini membawa suatu perubahan besar bagi tokonya yang bernama

“ kjeldsens” yang kini disebut dengan “ Kelsens” yang akhirnya mulai banyak

dikenal penduduk sekitar akan produk utamanya yaitu Butter Cookies sehingga

pada tahun 1966 Kelsens mulai mendapat pengakuan hingga akhirnya Butter

Cookies diresmikan menjadi biskuit khas yang merepresentasikan kerajaan

Denmark yang memiliki julukan “Royal Dansk Cookies”. Hingga saat ini, Royal

Dansk Cookies dijual bebas di lebih dari 120 negara terutama Kanada dan

Amerika yang merupakan negara importir Danish Butter Cookies nomor satu di

Dunia. (“Jul Time and Danish Butter Cookies”, Desember 2012, p.1)

2.2.2 Tivoli Boys Guard

Elemen visual yang kedua adalah Tivoli Boys guard. Tivoli Boys Guard

adalah nama dari sekelompok anak laki-laki pemain drumband yang ada di

Denmark yang bertujuan untuk meramaikan Taman royal terkenal di Denmark

yang bernama “Tivoli Garden”. Georg Carstensen adalah bapak pendiri Tivoli

Garden dan juga merupakan pelopor pengadaan Tivoli Boys Guard di Denmark.

Awalnya Carstensen terinspirasi oleh Taman dan Kebun pada saat ia berkunjung

ke luar Negeri. Lalu ia diberikan izin oleh Raja untuk membangun Kebun megah

Page 8: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Teori Ikonografi · Pemahaman Seni di majalah Basis 2013 dan pernah didiskusikan pada kuliah perdana Pasca ISI Jogjakarta tahun 2012 mengungkapkan: “ Analisis

15 Universitas Kristen Petra

yang bernama Tivoli Garden. Pada 15 Agustus 1843 gerbang Taman resmi dibuka

untuk pertama kalinya dan membuat para Tamu terpesona oleh Kebun elegan dan

eksotis tersebut. Setelah Tivoli Garden sukses dibuka tahun 1843, Georg

Carstensen memutuskan untuk menghadiahi Tivoli Garden “Tivoli Boys Guard”

untuk hadiah ulang tahun musim kedua.

Gambar 2.3. Danish Tivoli Boys Guard

Sumber: (Eating Danish with Danes in Denmark, 2013, p.1)

Kini, Tivoli Boys Guard membuka sekolah musik sepanjang tahun untuk

anak laki-laki dan perempuan berusia 8-16 bagi anak-anak terpilih. The Drums

Fifes dan Tivoli Boys Guard adalah pemain ansambel dan merupakan pemuda elit

di bidangnya, Pada saat yang sama, semuanya akan mendapatkan bagian masing-

masing pada Danish Tivoli royal Soldier. Seperti Tivoli sendiri, Tivoli Boys

Guard terkenal di banyak bagian dunia. Tivoli Boys Guard secara teratur

bepergian ke luar negeri untuk mewakili Tivoli dan Denmark dalam bermusik dan

parade. Seragam topi kulit beruang, jaket merah dan celana putih membentuk ikon

visual yang merepresentasikan Denmark di mata Dunia. (“The worlds oldest boys

guard”, n.d, p.4).

Page 9: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Teori Ikonografi · Pemahaman Seni di majalah Basis 2013 dan pernah didiskusikan pada kuliah perdana Pasca ISI Jogjakarta tahun 2012 mengungkapkan: “ Analisis

16 Universitas Kristen Petra

2.2.3 Penduduk Asli Denmark

Penduduk asli Denmark adalah suku Dane yaitu suku Jermanik Utara

(timur sungai Rhine) dan masih dapat ditemui di Swedia selatan. Penyebutan

pertama Denmark berasal dari abad ke-6 di Jordanes Getica, oleh Procopius, dan

oleh Gregory dari Tours. Penyebutan pertama Dane dalam wilayah Denmark

tersirat pada sebuah prasasti yang bernama “Jelling Rune” yang didalamnya juga

menyatakan adanya kristenisasi di Denmark pada abad ke-10. Meskipun banyak

pengaruh budaya, etnis dan imigran dari seluruh Dunia yang memasuki Denmark

sejak saat itu, suku Dane tetap menjadi suku mayoritas yang merupakan keturunan

etnis yang paling tua di Denmark yang juga disebutkan dalam sumber-sumber

sejarah. Suku Dane sudah menduduki Denmark sebelum masa Viking terjadi.

Gambar 2.4. keturunan Ras Dane dari Jutland

Sumber: (White People: Sub-Races or Ethnicities of Europe, 1939, p.35)

Seorang Dane dari Jutland memiliki karakteristik yaitu sangat tinggi, berat,

lateral dalam membangun, dengan kepala besar dan wajah yang lebar. Manusia

Eropa merupakan turunan dan sebaran dari Ras Nordik. Ras ini merupakan

pecahan dari Ras Mediterania yang dapat ditemui di seluruh penjuru Eropa.

Kemungkinan merupakan dekomposit dari suku Mediterania dasar yang juga

mengalami depigmentasi baik secara terpisah maupun bersamaan melalui proses

evolusi progresif. Beberapa ahli antropologi Eropa percaya, proses untuk

melahirkan Ras Nordik adalah suatu perjalanan lintas jaman yang cukup panjang

Page 10: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Teori Ikonografi · Pemahaman Seni di majalah Basis 2013 dan pernah didiskusikan pada kuliah perdana Pasca ISI Jogjakarta tahun 2012 mengungkapkan: “ Analisis

17 Universitas Kristen Petra

dimana awalnya pada jaman Paleolithikum jenis manusianya memiliki kepala

yang sangat panjang lalu berkembang sehingga membentuk jenis ras baru.

Ras ini memiliki ciri-ciri bermata biru, hijau dan berambut sangat

pirang/terang. Mereka tinggal di wilayah utara, yaitu Jerman, Belanda, dan

Semenanjung Skandinavia. Ras Nordik adalah salah satu sub - ras Kaukasoid

yang muncul pada akhir abad 19 sampai pertengahan abad ke-20 oleh antropolog.

Orang-orang tipe Nordik digambarkan memiliki rambut yang terang, mata

berwarna terang (biru/hijau), kulit putih, tengkorak panjang dan sempit, hidung

mancung dan sempit dan perawakannya tinggi dan dianggap mendominasi di

negara-negara Eropa Utara. Ciri-ciri psikologis Nordik digambarkan sebagai jujur,

adil, kompetitif, naif, pendiam dan individualistis. (White Race : Sub-Races or

Europe Etnicities, n.d, p.1).

Gambar 2.5. Anak-anak Ras Nordik

Sumber: (White People: Sub-Races or Ethnicities of Europe, 1939, p.30)

Page 11: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Teori Ikonografi · Pemahaman Seni di majalah Basis 2013 dan pernah didiskusikan pada kuliah perdana Pasca ISI Jogjakarta tahun 2012 mengungkapkan: “ Analisis

18 Universitas Kristen Petra

Gambar 2.6. Remaja dan Dewasa Ras Nordik

Sumber: (White People: Sub-Races or Ethnicities of Europe, 1939, p.30)

2.2.4 Stamp Seal

Elemen visual yang selanjutnya adalah Stamp Seal. Selama periode

Byzantium awal Stamp Seal berbentuk cincin digunakan untuk menyegel

dokumen pribadi dan memvalidasi surat wasiat. Stamp Seal digunakan secara

teratur oleh sebagian pejabat Kerajaan Barat. Sekitar akhir abad ke-10 di Inggris,

praktek penyegelan lilin secara bertahap pindah ke Hirarki sosial dari kerajaan dan

keuskupan menjadi untuk magnates besar, dan untuk Ksatria dimulai pada akhir

abad ke-12, selanjutnya kepada masyarakat luas pada pertengahan abad ke-13.

Stamp Seal tradisional terus digunakan pada dokumen-dokumen orang berstatus

tinggi, tetapi dalam abad ke-20 secara bertahap digantikan dalam banyak konteks

lain seperti tinta atau Stamp Seal kering yang dikenal sebagai “stempel karet”.

Page 12: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Teori Ikonografi · Pemahaman Seni di majalah Basis 2013 dan pernah didiskusikan pada kuliah perdana Pasca ISI Jogjakarta tahun 2012 mengungkapkan: “ Analisis

19 Universitas Kristen Petra

Gambar 2.7. Stamp Seal cincin pada jaman dahulu

Sumber: (History of wax seal, 2016, p.1)

Ada dua cara utama di mana Stamp Seal dapat melekat pada dokumen. Ini

dapat diterapkan langsung ke wajah kertas atau perkamen atau mungkin

menggantung longgar dari itu (segel independen). Sebuah Stamp Stamp Seal

independen dapat melekat pada tali atau pita (kadang-kadang dalam warna livery

pemilik), atau kedua ujung strip (atau tag) perkamen, berulir melalui lubang atau

slot dipotong di tepi bawah dokumen.

Gambar 2.8. bentuk cetakan Stamp Stamp Seal

Sumber: (Sealing Wax, 2011, p.1)

2.2.5 Danish Pretzel

Elemen visual yang selanjutnya adalah Danish Pretzel. Danish Pretzel juga

termasuk ikonik yang merepresentasikan Denmark dalam konteks makanan.

Masyarakat Denmark lebih mengenal Danish Pretzel dengan nama Kringles.

Kringles adalah Kue lapis Mentega khas Denmark. Pertama kali diperkenalkan ke

Page 13: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Teori Ikonografi · Pemahaman Seni di majalah Basis 2013 dan pernah didiskusikan pada kuliah perdana Pasca ISI Jogjakarta tahun 2012 mengungkapkan: “ Analisis

20 Universitas Kristen Petra

Racine, Wisconsin pada Tahun 1800-an oleh Tukang roti Imigran asal Jerman

yang pernah bekerja di Austria.

Gambar 2.9. Danish Kringle (Danish Pretzel)

Sumber: (What's Cooking America: History of Kringles, 2014, p.1)

Di Denmark, Kringles adalah kue Danish Pretzel tradisional yang penuh

dengan almond dan kopi yang sering disebut “Wiener Broth” (roti Wina). Ketika

para Tukang roti di Kopenhagen mogok, pemilik Toko roti memecat mereka dan

mempekerjakan pengganti dari Austria. Setelah para Tukang roti Denmark

kembali ke pekerjaan, mereka lalu membuat adonan dengan cara Austria. Ini

adalah bentuk Kringle (Pretzel) di Denmark, yang merupakan kue khas Denmark.

Hingga kini, di setiap toko Roti di Denmark akan selalu dijumpai sebuah Kringle

yang dipajang menjadi ikon di semua Toko Roti di depan pintu masuknya.

(History of Kringles, 2014, P.1)

2.2.6 Medali

Medali berasal dari Bahasa Perancis “Medaille”, dan dari Bahasa Italia

“Medaglia”, dan dari jaman pos-klasik berbahasa Latin “Medalia”, yang berarti

koin bernilai setengah Dinar. The word Medallion (pertama kali dibuktikan dalam

bahasa Inggris pada tahun 1658) memiliki variasi akhir yang sama. Sejarah

Medali diketahui pada tulisan tangan sejarawan bernama Josephus Yang.

Diketahui pada 4 abad SM, Imam Jonathan yang memimpin Ibrani membawakan

bantuan telah mendapatkan imbalan dari Raja Alexander Agung sebagai

penghargaan atas kehormatan dan sebagai tombol emas yang biasanya merupakan

pemberian Raja untuk saudara dan kerabatnya. Kekaisaran Romawi juga

Page 14: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Teori Ikonografi · Pemahaman Seni di majalah Basis 2013 dan pernah didiskusikan pada kuliah perdana Pasca ISI Jogjakarta tahun 2012 mengungkapkan: “ Analisis

21 Universitas Kristen Petra

menggunakan Medali sebagai penghargaan di bidang militer dan hadiah politik

berupa medali berbentuk koin besar yang terbuat dari emas atau perak. “Bracteate”

adalah jenis medali emas tipis, biasanya polos di sisi belakang, ditemukan di

Eropa Utara pada jaman "Dark Ages" atau Periode Migrasi. Medali ini diproduksi

untuk dikenakan pada rantai sebagai perhiasan. Mereka meniru koin kekaisaran

Romawi dan medali, namun memiliki kepala dewa, binatang, atau desain lainnya.

Di Eropa, dari akhir Abad Pertengahan, medali menjadi umum diberikan

untuk penguasa, bangsawan, kaum intelektual, komisi, bahkan untuk diberikan

hanya sebagai hadiah kepada sekutu politik mereka. Medali dibuat dalam berbagai

logam, seperti emas, perak-emas, perak, perunggu, dan timah, tergantung pada

status penerima. Biasanya berukuran sampai sekitar tiga inci, dan biasanya

ditampilkan potret kepala pemberi pada bagian depan, dikelilingi oleh keterangan

dengan nama mereka serta judul, dan emblem di sisi sebaliknya, dengan motto.

Dari abad ke-16 dan seterusnya, medali dibuat, baik oleh penguasa untuk

presentasi dan perusahaan swasta untuk dijual, untuk memperingati peristiwa

tertentu, termasuk pertempuran militer dan kemenangan, dan dari ini tumbuh

praktek pemberian medali militer khusus untuk pejuang, meskipun awalnya hanya

beberapa dari para perwira yang jauh lebih tinggi berpangkat sebagai penerimanya.

Gambar 2.10. Medali Cecilia Gonzaga's family untuk bukti Aliansi, pada masa

Rennaisance oleh Pisanello in 1447.

Sumber: (Medals, 2010, p.1)

Page 15: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Teori Ikonografi · Pemahaman Seni di majalah Basis 2013 dan pernah didiskusikan pada kuliah perdana Pasca ISI Jogjakarta tahun 2012 mengungkapkan: “ Analisis

22 Universitas Kristen Petra

Gambar 2.11. Medali Cecilia bagian belakang

Sumber: (Medals, 2010, p.1)

Medali pada umumnya memiliki desain di bagian depan dan cincin

suspensi serta pita khas medali yang dimaksudkan untuk menutupi kepala dan

dapat tergantung di leher. Permukaan utama atau depan medali disebut bagian

depan yang biasanya terdapat potret diri seseorang, adegan bergambar, atau

gambar lainnya. Permukaan belakang medali, tidak selalu digunakan dan dapat

dibiarkan kosong atau mungkin berisi desain sekunder. Hal ini tidak jarang untuk

menemukan hanya render artistik pada bagian depan, sementara semua rincian

dan informasi lainnya untuk medali yang ditorehkan pada sebaliknya. Pada

pinggiran yang ditemukan hanya kadang-kadang digunakan untuk menampilkan

tulisan seperti motto, simbol pemahat, menandai, atau nomor seri.

Di Polandia Medali digunakan sebagai lencana keanggotaan, indikasi

peringkat, simbol kekompakan dalam persaudaraan, atau indikasi dukungan yang

telah diberikan untuk alasan amal yang ditunjuk (disebut perhiasan amal). yang

dijual lagi untuk memperingati individu tertentu atau sebuah peristiwa, atau

sebagai karya ekspresi seni di kanan mereka sendiri. Di masa lalu, medali yang

diberikan pada individu, biasanya terukir potret diri dari orang tersebut dan sering

digunakan sebagai bentuk hadiah diplomatik maupun pribadi. Ada pula medali

yang digunakan untuk upacara keagamaan seperti kebaktian di gereja bahkan kini

medali juga sering digunakan pada kehidupan sehari-hari sebagai bagian dari

sebuah fashion, medali ini sering disebut “pendant” atau kalung.

Page 16: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Teori Ikonografi · Pemahaman Seni di majalah Basis 2013 dan pernah didiskusikan pada kuliah perdana Pasca ISI Jogjakarta tahun 2012 mengungkapkan: “ Analisis

23 Universitas Kristen Petra

Gambar 2.12. Masyarakat Polandia menggunakan Medali sebagai

perhiasan

Sumber: (Medals, 2010, p.2)

2.2.7 Renda

Renda atau Lace adalah sebuah motif rajutan yang dibuat dari benang dan

biasa dipasang di tepi baju, kain, bantal dan lainnya. Tonder Lace adalah nama

asli dari “renda” yang biasa dikenal di kalangan masyarakat. Tonder Lace berasal

dari Belanda dan mulai terkenal selama abad 18-an hingga awal abad 19-an,

dimana memulai produksinya di Denmark mulai pada tahun 1647 ketika seorang

pedangang yang telah membeli Lace Maker dari Westphalia Utara dan kemudian

membagi ilmunya ke Tonder pada penduduk sekitar. Pada saat itu, pembuat renda

lokal dilindungi sepenuhnya oleh Raja Christian IV yang melarang rakyatnya

untuk menggunakan renda asing. Pada tahun 1712 beberapa lacemakers dari

Brabant disertai pasukan Raja Frederick IV kembali dari Belanda dan membawa

teknik baru. Seiring berjalannya waktu, industri renda di Tonder berkembang

menjadi industri besar yang sebagian besar perempuan di kawasan ini

dipekerjakan dalam membuatnya. Bahkan anak-anak kecil, sebelum mereka

cukup kuat untuk bekerja di Ladang, juga telah diajarkan untuk membuat renda.

(History of Tonder Lace, 2011)

Renda kemudian menjadi populer di saat itu, renda juga sempat menjadi

bagian dari gaya atau mode dalam berpakaian para bangsawan dan kaum elit

hampir si seluruh negara maju di Eropa. Musim pun turut berperan dalam trend

renda, seperti halnya musim panas renda putih merupakan pilihan dan gaun pesta

Page 17: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Teori Ikonografi · Pemahaman Seni di majalah Basis 2013 dan pernah didiskusikan pada kuliah perdana Pasca ISI Jogjakarta tahun 2012 mengungkapkan: “ Analisis

24 Universitas Kristen Petra

berenda merah dan hitam juga didapati dalam momen Natal. Pada abad 16-an di

Inggris Ratu Elizabeth I memamerkan salah satu Ruffs besar dan modis yang

kemudian diikuti dengan bermunculannya kerah renda, topi renda, syal renda,

bahkan renda juga digunakan pada hiasan gagang pintu yang terus berlangsung

hingga abad ke-17

Gambar 2.13. Queen Elizabeth 1 dengan jubah renda yang diperkenalkannya pada

abad 16

Sumber: (A Brief History Of Lace, 2011, p.1)

Setelah booming di tahun 1700-an, renda memiliki sedikit penurunan

popularitas sampai akhir 1800-an. Namun sekitar tahun 1897, Ratu Victoria yang

menunjukkan komitmennya yang serius terhadap renda di Inggris masih berupaya

untuk mengangkat trend renda kembali.

Gambar 2.14. Queen Victoria dengan gaun renda yang dipertahankan

Sumber: (A Brief History Of Lace, 2011, p.2)

Page 18: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Teori Ikonografi · Pemahaman Seni di majalah Basis 2013 dan pernah didiskusikan pada kuliah perdana Pasca ISI Jogjakarta tahun 2012 mengungkapkan: “ Analisis

25 Universitas Kristen Petra

Renda dan pernikahan Royal Family merupakan dua hal yang selalu

berjalan beriringan. Semangat dalam mempertahankan trend renda di Inggris

sungguh luar biasa, hal ini diketahui akan pemakaian renda pada gaun pernikahan

Royal family mulai dari pernikahan Lady Elizabeth Bowes Lyon (almarhum

Queen Mum), yang menikahi Duke of York pada tahun 1923. Hingga pernikahan

Royal Family Pangeran William dan Kate Middleton, seluruhnya menggunakan

gaun renda yang di modifikasi.

Gambar 2.15. pernikahan Lady Elizabeth Bowes Lyon dengan Duke of York

Sumber: (A Brief History Of Lace, 2011, p.3)

Gambar 2.16. Queen Elizabeth II, Lady Diana, Kate Middleton menggunakan

gaun dengan sentuhan renda

Sumber: (A Brief History Of Lace, 2011, p.3)

Page 19: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Teori Ikonografi · Pemahaman Seni di majalah Basis 2013 dan pernah didiskusikan pada kuliah perdana Pasca ISI Jogjakarta tahun 2012 mengungkapkan: “ Analisis

26 Universitas Kristen Petra

2.2.8 Identifikasi Tone/ Warna

Warna bukanlah permukaan dasar, tetapi kualitas cahaya yang

menggambarkan sebuah musim, tempat, iklim, dan lanskap psikologis yang wajar.

(Colour, 2012, p.9). Dalam struktur warna, semua warna memiliki tiga faktor

fundamental yang berbeda yang dapat dimanipulasi secara independen, baik

dengan pencampuran warna atau, lebih halus, dengan mengubah konteks di mana

warna muncul. Faktor-faktor ini disebut “Hue, Value, and Saturation”. (Colours,

2012, p.21).

1. Hue merupakan pergeseran warna dalam zona rona sering disebut sebagai

"suhu". Suhu warna tersebut adalah dingin dan hangat. Pertimbangan

kontinum rona dapat digambarkan pada sebuah lingkaran warna atau “Color

wheel”. Pada lingkaran dibagi menjadi dua : warna-warna hangat yang

membentang dari merah-oranye untuk warna kuning-hijau, dan dari merah-

violet biru-hijau yang merupakan warna sejuk. (Colour, 2012, p. 22)

2. Value Adalah sesuatu yang menandakan relatif ringan atau gelap pada

sebuah warna.Value juga sering disebut dengan kata lain “ Luminousity”.

3. Saturation mengacu pada kemurnian relatif pada warna. Semakin jelas suatu

warna, semakin warna tersebut tercermin dalam sebuah prisma. (Colours,

2012, p.26)

Gambar 2.17. Color wheel

Sumber: (Colour, 2012, p.9)

Color wheel Hue / Saturation adalah patokan yang digunakan untuk

mengklasifikasikan sebuah warna. Primer, Sekunder, dan Tersier. Teori warna

Page 20: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Teori Ikonografi · Pemahaman Seni di majalah Basis 2013 dan pernah didiskusikan pada kuliah perdana Pasca ISI Jogjakarta tahun 2012 mengungkapkan: “ Analisis

27 Universitas Kristen Petra

yang paling umum digunakan adalah: Monokromatik (satu warna), Analog (warna

yang terletak berdekatan satu sama lain pada roda warna), dan Triadik (setiap tiga

warna berjarak sama yang membentuk segitiga sama sisi pada roda warna). Secara

tradisional, skema warna ini membantu untuk menyederhanakan masalah harmoni

sebuah warna.

Gambar 2.18. Warna Monochromatik

Sumber: (Colour, 2012, p.10)

1. Monochomatik adalah perpaduan beberapa warna yang bersumber dari satu

warna dengan nilai dan intensitas yang berbeda. Misalnya, hijau jika

dikombinasikan dengan warna hijau dengan nilai dan intensitas yang

berbeda akan menciptakan suatu perpaduan yang harmonis dan menciptakan

kesatuan yang utuh. Warna-warna tersebut mampu memberikan sebuah

kesan atau suasana.

Gambar 2.19. Warna Analog

Sumber: (Colour, 2012, p.10)

2. Analog adalah warna yang berdekatan satu sama lain pada roda warna.

Meskipun tidak ada parameter mutlak untuk berbagai kategori ini, warna

Page 21: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Teori Ikonografi · Pemahaman Seni di majalah Basis 2013 dan pernah didiskusikan pada kuliah perdana Pasca ISI Jogjakarta tahun 2012 mengungkapkan: “ Analisis

28 Universitas Kristen Petra

analog harus melampaui satu warna tapi hanya mencakup warna yang

berbagi rona.

Gambar 2.20. Warna Komplementer

Sumber: (Colour, 2012, p.10)

3. Skema warna Komplementer adalah dua warna yang saling berseberangan

(memiliki sudut 180°) di lingkaran warna. Dua warna dengan posisi kontras

komplementer menghasilkan hubungan kontras paling kuat. Misalnya jingga

dengan biru.

Gambar 2.21. Warna Triadik

Sumber: (Colour, 2012, p.11)

4. Skema warna Triadik adalah tiga warna di lingkaran warna yang

membentuk segitiga sama kaki dengan sudut 60°.

2.2.9 Tipografi

Tipografi pada mulanya muncul karena adanya penggunaan pictograph oleh

orang -orang Viking dan juga Suku Sioux (Indian). Seiring perkembangan jaman,

sekitar 1300 SM, di Mesir muncul jenis huruf Hieratia atau

Hieroglyphe. Hieroglyphe inilah yang kemudian menjadi fondasi dari bentuk

Page 22: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Teori Ikonografi · Pemahaman Seni di majalah Basis 2013 dan pernah didiskusikan pada kuliah perdana Pasca ISI Jogjakarta tahun 2012 mengungkapkan: “ Analisis

29 Universitas Kristen Petra

Demotia, yaitu sebuah bentuk tulisan yang dihasilkan dari pena khusus. Bentuk

tulisan ini tersebar sampai di Kreta (pulau besar di Yunani). Setelah itu barulah

menyebar ke seluruh Eropa. (Design in History, n.d, p.1)

Gambar 2.22. Pictograph Viking

Sumber: (Viking Boat, 2010, p.1)

Gambar 2.23. Hieroglyphe (Mesir Egypt)

Sumber: (nefernathy.e-monsite, 2009, p.2)

Pada abad ke-8 SM, saat kekuasaan Roma mulai ada, tipografi mulai

berkembang. Hal ini pun mengandung alasan mengapa tipografi di ranah para

gladiator ini baru berkembang. Pertama tidak ada sistem tulisan resmi bangsa

Romawi, dan yang kedua oleh karena hadirnya tulisan Etruska asli Italia. Dua

alasan inilah yang kemudian membuat Roma tergerak untuk mengembangkan

tulisannya. Sistem tulisan yang kemudian dikenal sebagai huruf-huruf Romawi

ini ternyata berdasar dari tulisan Etruska. Hal seperti inilah yang pada akhirnya

mengakibatkan bentuk tulisan berbeda-beda dari satu bangsa ke bangsa lain

hingga saat ini. (Rob Carter, Ben day, Philip Meggs, 2007, p.2)

Page 23: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Teori Ikonografi · Pemahaman Seni di majalah Basis 2013 dan pernah didiskusikan pada kuliah perdana Pasca ISI Jogjakarta tahun 2012 mengungkapkan: “ Analisis

30 Universitas Kristen Petra

Seiring dengan berkembangnya jaman, tipografi juga mengalami revolusi.

Semenjak adanya Era komputerisasi, huruf-huruf juga dapat lebih mudah ditemui

dan lebih bervariasi yang kemudian dikenal dengan “Font”. Jenis-jenis font

tersebut merupakan evolusi dari bentuk tulisan yang diciptakan manual oleh

tangan. Font-font tersebut juga telah diklasifikasikan dan dikelompokkan.

Menurut James Craig dalam bukunya yang berjudul Designing with Type: The

Essential Guide to Typography, klasifikasi font dibagi menjadi lima, yaitu :

1. Roman: Font Roman memiliki karakteristik yang berada di ujung-ujung font

yang memiliki sirip atau kaki dengan bentuk lancip. Bentuk huruf Roman

selain identik dengan siripnya, juga sangat identik denngan kekontrasan

tebal dan tipisnnya garis-garis huruf. Contoh jenis huruf Roman adalah

Times New Roman yang memiliki kesan anggun, klasik dan feminim.

Gambar 2.24. Huruf Roman

Sumber: (Dokumentasi Pribadi)

2. Egyptian: Font Egyptian mempunyai ciri kaki atau serif yang berbentuk

persegi. Bentuk persegi tersebut mirip dengan sebuah papan yang memiliki

kesamaan tebal. Font jenis ini memiliki kesan kuat, kekar, tangguh, dan

tidak labil. Jenis-jenis font yang masuk kategori ini adalah Courier,

Campagne, dan Courier New.

Gambar 2.25. Huruf Egyptian

Sumber: (Dokumentasi Pribadi)

Page 24: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Teori Ikonografi · Pemahaman Seni di majalah Basis 2013 dan pernah didiskusikan pada kuliah perdana Pasca ISI Jogjakarta tahun 2012 mengungkapkan: “ Analisis

31 Universitas Kristen Petra

3. Sans Serif: Jenis-jenis font seperti Arial, Bell Centennial, Calibri, Trebuchet

MS, Tahoma, Verdana, Helvetica, Univers, Highway, MS Sans Serif, dan

Gothic termasuk ke dalam kategori Sans Serif. San Serif sendiri berarti

tanpa kaki. Setiap huruf yang tidak memiliki sirip pada dasarnya disebut

Sans Serif. Ada begitu banyak jenis font yang masuk kategori font yang

mempunyai ciri tebal huruf yang sama. Jenis huruf ini seringkali dikaitkan

dengan kesan kontemporer dan bentuk rupa yang efisien.

Gambar 2.26. Huruf San serif

Sumber: (Dokumentasi Pribadi)

4. Script: Jenis font ini mudah dikenali karena bentuknya yang menyerupai

goresan tangan. Ciri font ini umumnya berbentuk miring ke sebelah kanan.

Bentuk ini bertujuan untuk memberikan kesan akrab seperti sebuah surat

yang saling membalas. Contoh dari font ini adalah Kuenstler Script,

Caflisch Script, dan salah satu yang terkenal adalah Lucida Handwriting.

Gambar 2.27. Huruf Script

Sumber: (Dokumentasi Pribadi)

5. Miscellaneous: merupakan jenis font hasil pengembangan dari yang sudah

ada. Font ini lebih dikenal dengan font “ Dekoratif ” yang memiliki ciri khas

memiliki hiasan atau ornamen yang berupa dekorasi. Font ini memiliki

kesan dekoratif dan artistik. Contoh yang termasuk jenis font ini adalah

Braggadocio, Westminster, Kahana, dan masih banyak lagi.

Page 25: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Teori Ikonografi · Pemahaman Seni di majalah Basis 2013 dan pernah didiskusikan pada kuliah perdana Pasca ISI Jogjakarta tahun 2012 mengungkapkan: “ Analisis

32 Universitas Kristen Petra

Gambar 2.28. Huruf Miscellaneous

2.2.10 Layout

Layout adalah sebuah usaha untuk mendapatkan komunikasi visual yang

komunikatif dan menarik dengan cara menyusun dan memadukan unsur-unsur

komunikasi grafis, seperti huruf, teks, garis, tabel, warna dan sebagainya. (Teori

Desain, 2015, p.1)

Layout tentu juga memiliki tujuan yaitu menghasilkan sebuah desain atau

media yang efektif dan efisien dalam menyampaikan pesan terhadap khalayak

ramai. Layout juga memiliki beberapa prinsip yaitu:

1. Balancing atau keseimbangan: merupakan prinsip dalam layout yang

menghindari kesan berat atau tidak seimbang pada suatu bidang atau ruang

yang terisi oleh unsur seni rupa. Balance dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Keseimbangan simetris: keseimbangan simetris terjadi ketika

keseimbangan unsur visual terjadi secara vertikal atau horizontal, gaya

ini biasanya menggunakan dua elemen yang diletakkan dengan tempat

dan jarak yang sama seperti cermin.

Gambar 2.29. Keseimbangan simetris

Sumber: (Dokumentasi Pribadi)

b. Keseimbangan Asimetris: keseimbangan asimetris terjadi ketika untuk

visual dari elemen desain tidak merata, namun tetap terlihat seimbang.

Page 26: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Teori Ikonografi · Pemahaman Seni di majalah Basis 2013 dan pernah didiskusikan pada kuliah perdana Pasca ISI Jogjakarta tahun 2012 mengungkapkan: “ Analisis

33 Universitas Kristen Petra

Gaya ini menggunakan permainan visual kontras, warna, dan

sebagainya dengan titik yang beraturan.

Gambar 2.30. Keseimbangan asimetris

Sumber: (Dokumentasi Pribadi)

2. Movement atau Alur Baca: alur baca dibuat oleh desainer yang dirancang

secara simetris dengan tujuan mengarahkan mata pembaca dari bagian satu

ke bagian lainnya dalam menelusuri sebuah informasi.

Gambar 2.31. Layout Alur baca

Sumber: (Dokumentasi Pribadi)

3. Emphasis atau Penekanan: adalah sebuah teknik yang digunakan untuk

memberikan penekanan pada huruf visual seperti gambar, judul teks, dan

sebagainya yang ada di layout. Penekanan dibuat dengan cara membuat

unsur visual yang diperbesar, dipertebal atau cara lainnya yang

membuatnya lebih menonjol.

Page 27: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Teori Ikonografi · Pemahaman Seni di majalah Basis 2013 dan pernah didiskusikan pada kuliah perdana Pasca ISI Jogjakarta tahun 2012 mengungkapkan: “ Analisis

34 Universitas Kristen Petra

Gambar 2.32. Layout Penekanan

Sumber: (Dokumentasi Pribadi)

4. Unity atau Kesatuan: yaitu meciptakan sebuah kesatuan pada desain, seperti

menyatukan beberapa gambar dengan pemisah garis dan memberikan

informasi dari beberapa bagian tersebut sehingga tercipta keselarasan visual

yang seimbang.

Gambar 2.33. Layout Kesatuan

Sumber: (Dokumentasi Pribadi)