2. landasan teori 2.1 teori ikonografi · pemahaman seni di majalah basis 2013 dan pernah...
TRANSCRIPT
8 Universitas Kristen Petra
2. LANDASAN TEORI
2.1 Teori Ikonografi
Untuk menganalisis intepretasi pada penelitian tanda-tanda ikonik pada
kemasan DMBC, penulis menggunakan teori Ikonografi. Ikonografi berasal dari
bahasa Yunani yang terdiri atas kata “aekon” yang berarti sebuah gambar dan kata
“graphe” yang berarti tulisan. Ikonografi digunakan untuk menganalisis tanda-
tanda ikonik pada sebuah visualisasi untuk dapat ditarik makna serta tujuan atas
penggunaannya. Ikonografi juga lazim dimengerti untuk melakukan kajian
tentang tanda yang memiliki referensi, dan juga merupakan sebuah ladang luas
yang objeknya kajiannya mencakup berbagai disiplin pemikiran. Panofsky
menyatakan: “Ikonografi merupakan cabang dari sejarah seni yang memiliki
pokok kajian yang berkaitan dengan sisi manusia (subject matter) atau makna dari
suatu karya seni sebagai sesuatu yang bertolak belakang dengan sisi formalitas
sebagai sebuah karya.” (Panofsky, 1939, p.3).
Haryatmoko dalam tulisannya Sumbangan Hermeutika dan Ikonologi untuk
Pemahaman Seni di majalah Basis 2013 dan pernah didiskusikan pada kuliah
perdana Pasca ISI Jogjakarta tahun 2012 mengungkapkan:
“ Analisis Ikonografi menfokuskan pada pemaknaan dan dunia gambar,
sejarah dan alegori. Kita dapat mengungkap pemaknaan suatu karya seni
dengan menyikapi panduan gambarnya. Sumber literatur bisa menjadi
koreksi pemaknaan simbol karena meneliti kondisi sejarah yang berbeda,
tema-tema dan konsep-konsep diungkapkan oleh objek atau peristiwa
sejarah. Sebaliknya ikonografi tidak hanya terkait dengan sumber-sumber
literatur, tetapi juga menuntut pengetahuan visual, buah dari mempelajari
gambar, lukisan, graveru, tapisserie, kepingan uang atau patung.” (“Teori
Ikonografi & Ikonologi: Melihat ‘Nilai’ Gambar Dari Sudut Sejarah Sebuah
Analisis Penelitian”, 2012, n.d.).
9 Universitas Kristen Petra
Ikonografi juga merupakan kajian yang memperhatikan konfigurasi dari
gambar pada suatu karya untuk mengetahui makna yang tersembunyi. Dalam
Ikonografi Panofsky terdiri atas tiga tahapan, yaitu:
1. Pre-iconographical, adalah proses pengamatan dan mengidentifikasi serta
pemahaman faktual dan ekspresional terhadap objek yang diteliti.
Termasuk didalamnya adalah mengindentifikasi unsur artistik dari visual
kemasan (garis dan warna, atau bentuk dan material yang
merepresentasikan objek keseharian tertentu), serta hubungan-hubungan
yang terjadi pada objek dan identifikasi kualitas ekspresional tertentu
dengan melakukan pengamatan pose atau gestur dari objek visual. “Dalam
kasus seperti ini memperluas jangkauan pengalaman praktis dengan
konsultasi buku atau ahli adalah suatu keharusan tanpa meninggalkan
bidang pengalaman praktis tersebut. Pengalaman sehari-hari juga cukup
diperlukan sebagai bahan untuk mendeskripsikan pre-iconographical
tetapi tidak menjamin kebenarannya.” (Panofsky, 1939, p.9 ). Panofsky
juga menjelaskan bahwa dalam melakukan hal ini, harus tunduk pada
pengalaman praktis untuk prinsip pengendalian yang bisa disebut sebagai
“History of Style” . (p. 11)
2. Iconography adalah menganalisa semua elemen-elemen visual yang
menjadi objek penelitian. Menganalisis semua elemen visual termasuk
didalamnya adalah mencari asal-usul dan sejarah penemuan elemen
tersebut. Tahap analisis ini merupakan tahapan untuk memahami semua
elemen visual yang perlu untuk diketahui asal-usulnya, kegunaannya,
hingga dimana saja kita dapat menemukan elemen visual tersebut.
3. Iconology interpretation adalah tahap mengkaitkan dengan situasi sosial
pada saat kemasan Biskuit Monde dibuat serta melihat hubungan motif
sebuah seni dengan tema yang diangkat pada kemasan terhadap peristiwa
yang diambil pada sebuah gambar sebagai pembawa makna sekunder
(citra/image/wujud). Menurut Erwin Panofsky dalam bukunya yang
berjudul Studies in Iconology, (1939) dalam kehidupan sehari-hari sebuah
karya seni dapat dibedakan berdasarkan tiga strata dan tahapan. Berikut
tabel keterkaitan antara tiga strata dan tiga tahapan Erwin Panofsky:
10 Universitas Kristen Petra
Tabel 2.1 Tabel keterkaitan antara tiga strata dan tiga tahapan Erwin Panofsky
Sumber: (Studies in Iconology, 1939, p.11)
Primary or natural subject matter: mengidentifikasi bentuk murni yang
dikonfigurasikan berasal dari garis dan warna, atau benjolan tertentu yang
bentuknya khas dari perunggu atau batu, sebagai representasi dari benda-benda
alam seperti manusia, hewan, tumbuhan, rumah, peralatan dan sebagainya.
11 Universitas Kristen Petra
Dengan mengidentifikasi hubungan timbal balik mereka sebagai peristiwa dan
dengan mengamati kualitas expressional. Contohnya seperti karakter sedih dari
pose atau gerakan, atau suasana yang damai dari interior rumah. yang disebut
“motif dunia artistik”.
Secondary or conventional subject matter: adalah tahapan yang
menghubungkan motif artistik yang dikombinasikan dengan tema atau konsep
sehingga motif diakui sebagai pembawa makna sekunder atau konvensional yang
sering disebut “Invenzioni” oleh para ahli teori kuno. Panofsky mengatakan
bahwa, “Cerita dan alegori (kiasan) adalah domain dari Ikonologi. dalam artian
sempit, pada kenyataannya ketika kita berbicara tentang subyek yang
bertentangan kita telah membentuk lingkup materi pelajaran sekunder atau
konvensional, dimana dunia tema atau konsep tertentu diwujudkan dalam gambar,
cerita dan alegori yang bertentangan dengan materi pelajaran yang utama atau
dalam kata lainnya, alam diwujudkan dalam motif artistik.” (1939, p.6 ).
Intrinsic meaning or content: adalah makna intrinsik yang ditangkap untuk
memastikan prinsip-prinsip yang mendasari serta mengungkapkan sikap dasar
bangsa, periode, kelas, agama atau persuasi filsafat untuk sadar akan pemenuhan
syarat oleh satu kepribadian yang diringkas menjadi satu pekerjaan. Panofsky juga
mengatakan, “Hal-hal yang bersangkutan dengan kecenderungan politik, puisi,
religi, filsafat, kepribadian sosial, serta periode suatu negara yang sedang dalam
penyelidikan perlu untuk menyatakan bahwa sebaiknya sejarawan dari kehidupan
politik, puisi, agama, filsafat, dan situasi sosial harus menggunakan pendekatan
analog karya seni. Karena dalam pencarian makna intrisik dari berbagai konten
disiplin ilmu humanistik, semuanya akan bertemu dalam suatu wadah besar untuk
saling membantu dan melayani.” (Panofsky, 1939, p.7).
Ikonografi ini juga memiliki kelemahan yaitu cenderung untuk
mengabaikan penafsiran yang bersifat simbolis. Dimana pemahaman hanya
sekedar pada sumber literatur yang sudah ada, tidak memahami objek visual yang
ada lebih mendalam. Dan juga memberikan nilai simbolis kepada motif/gambar
yang sebetulnya tidak dimilikinya. Sebaliknya, lebih membahas bentuk simbolik
saja yang cenderung subjektif tanpa mehubungkan dengan literatur yang ada yang
berkisah mengenai objek visual itu sendiri. Intinya, Ikonografi juga perlu
12 Universitas Kristen Petra
memahamai serta memverifikasi pemahaman menyeluruh tentang objek baik yang
berada di dalam ataupun yang berada di luar juga.
2.2 Identifikasi Elemen-Elemen Visual pada DMBC
Pada kemasan DMBC terdapat beragam tanda ikonik yang dikonstruksikan
sedemikian rupa sehingga terlihat menarik. Beberapa tanda ikonik tersebut
contohnya adalah Butter Cookies, Tivoli Boys Guard, Danish Pretzel, Seal,
Bendera Belanda, motif renda di pinggir kaleng, kombinasi warna-warna pada
kaleng, serta informasi yang berbentuk tipografi.
2.2.1 Butter Cookies
Elemen visual yang akan diidentifikasi yang pertama adalah biskuit Butter
Cookies. Biskuit merupakan produk makanan kecil yang dibuat dengan cara
dipanggang atau sering disebut dengan kue kering. Ciri-ciri dari biskuit
diantaranya, renyah dan kering, bentuk umumnya kecil, tipis dan rata. Awalnya
biskuit dibuat di Persia pada abad ke-7 disebabkan oleh karena Persia merupakan
penghasil gula terbesar di Dunia. Pada abad ke-16, biskuit sering disebut dengan
“Besquite“ dan “Bisket’“. Bentuk kata sejenis juga tercipta di beberapa bahasa
Eropa serta juga memiliki istilah yang berbeda-beda di berbagai belahan Bumi.
Asal kata biskuit atau “Biscuit” (dalam Bahasa Inggris) berasal dari Bahasa Latin,
yaitu “Bis Coctus” yang berarti "dimasak dua kali". Di Amerika, Biskuit populer
dengan sebutan “ Cookie”, yang artinya “Kue kecil yang dipanggang” atau yang
bebih dikenal sebagai kue kering. (“Mengintip Sejarah Biskuit”, Agustus 2013,
p.1).
Sekitar abad ke-16 hingga abad ke-18 ketika banyak orang berpetualang
mengikuti jejak Christoper Colombus (penemu Benua Amerika), biskuit pun
menjadi bekal makanan dalam perjalanan dikarenakan sifatnya yang bisa bertahan
lama. Banyak pelaut Inggris dan Amerika yang pada akhirnya juga menggunakan
biskuit sebagai bahan persediaan makanan saat mereka berlayar. Bahkan di
Inggris, biskuit kemudian dijadikan hidangan dalam acara minum teh bersama di
Kerajaan. Seiring dengan masuknya bangsa Persia ke Spayol, Biskuit juga
mengalami pencampuran dan perpaduan mulai dari bahan baku hingga cara
13 Universitas Kristen Petra
pengolahannya. Hingga kini, biskuit berkembang mulai dari bentuk hingga rasa
yang bervariasi seperti cokelat, buah-buahan, kacang, keju, bahkan ada juga
biskuit yang berselai di dalamnya. Biskuit juga menjadi salah satu hidangan yang
disajikan untuk sekedar dikonsumsi secara pribadi atau disajikan pada acara
tertentu.
Salah satu kembangan inovasi dari biskuit adalah Butter Cookies. Butter
Cookies dibuat dengan menggunakan tiga bahan utama, yaitu Butter, tepung dan
gula. Butter Cookies berasal dari negara Denmark (Danish) yang dikenal akan
produk olahan susu, oleh karenanya Denmark berkelimpahan akan Butter-nya
untuk memproduksi Butter cookies.
Gambar 2.1. Tampilan dalam Kjelsens Butter Cookies
Sumber: (Jul-time and Danish Butter Cookies, 2012, p.1)
Pada tahun 1933, di sebuah Desa yang bernama Norre Snede, Central
Jutland, Denmark, terdapat sepasang suami istri yang bernama Anna dan Marinus
yang memiliki sebuah toko roti yang bernama “Kjeldsens“. Anna adalah anak
seorang pembuat roti yang terkenal akan kue Cookies yang dibuatnya. Anna
memasarkan Danish Butter Cookies yang dibuatnya menggunakan sepeda yang
dikendarainya dari satu toko ke toko yang lain mulai dari desa-desa hingga kota-
kota di sekitar Jutland.
14 Universitas Kristen Petra
Gambar 2.2. Tampilan Luar Kelsens Butter Cookies
Sumber: (Danish Fancy Food, 1990, p.1)
Hal ini membawa suatu perubahan besar bagi tokonya yang bernama
“ kjeldsens” yang kini disebut dengan “ Kelsens” yang akhirnya mulai banyak
dikenal penduduk sekitar akan produk utamanya yaitu Butter Cookies sehingga
pada tahun 1966 Kelsens mulai mendapat pengakuan hingga akhirnya Butter
Cookies diresmikan menjadi biskuit khas yang merepresentasikan kerajaan
Denmark yang memiliki julukan “Royal Dansk Cookies”. Hingga saat ini, Royal
Dansk Cookies dijual bebas di lebih dari 120 negara terutama Kanada dan
Amerika yang merupakan negara importir Danish Butter Cookies nomor satu di
Dunia. (“Jul Time and Danish Butter Cookies”, Desember 2012, p.1)
2.2.2 Tivoli Boys Guard
Elemen visual yang kedua adalah Tivoli Boys guard. Tivoli Boys Guard
adalah nama dari sekelompok anak laki-laki pemain drumband yang ada di
Denmark yang bertujuan untuk meramaikan Taman royal terkenal di Denmark
yang bernama “Tivoli Garden”. Georg Carstensen adalah bapak pendiri Tivoli
Garden dan juga merupakan pelopor pengadaan Tivoli Boys Guard di Denmark.
Awalnya Carstensen terinspirasi oleh Taman dan Kebun pada saat ia berkunjung
ke luar Negeri. Lalu ia diberikan izin oleh Raja untuk membangun Kebun megah
15 Universitas Kristen Petra
yang bernama Tivoli Garden. Pada 15 Agustus 1843 gerbang Taman resmi dibuka
untuk pertama kalinya dan membuat para Tamu terpesona oleh Kebun elegan dan
eksotis tersebut. Setelah Tivoli Garden sukses dibuka tahun 1843, Georg
Carstensen memutuskan untuk menghadiahi Tivoli Garden “Tivoli Boys Guard”
untuk hadiah ulang tahun musim kedua.
Gambar 2.3. Danish Tivoli Boys Guard
Sumber: (Eating Danish with Danes in Denmark, 2013, p.1)
Kini, Tivoli Boys Guard membuka sekolah musik sepanjang tahun untuk
anak laki-laki dan perempuan berusia 8-16 bagi anak-anak terpilih. The Drums
Fifes dan Tivoli Boys Guard adalah pemain ansambel dan merupakan pemuda elit
di bidangnya, Pada saat yang sama, semuanya akan mendapatkan bagian masing-
masing pada Danish Tivoli royal Soldier. Seperti Tivoli sendiri, Tivoli Boys
Guard terkenal di banyak bagian dunia. Tivoli Boys Guard secara teratur
bepergian ke luar negeri untuk mewakili Tivoli dan Denmark dalam bermusik dan
parade. Seragam topi kulit beruang, jaket merah dan celana putih membentuk ikon
visual yang merepresentasikan Denmark di mata Dunia. (“The worlds oldest boys
guard”, n.d, p.4).
16 Universitas Kristen Petra
2.2.3 Penduduk Asli Denmark
Penduduk asli Denmark adalah suku Dane yaitu suku Jermanik Utara
(timur sungai Rhine) dan masih dapat ditemui di Swedia selatan. Penyebutan
pertama Denmark berasal dari abad ke-6 di Jordanes Getica, oleh Procopius, dan
oleh Gregory dari Tours. Penyebutan pertama Dane dalam wilayah Denmark
tersirat pada sebuah prasasti yang bernama “Jelling Rune” yang didalamnya juga
menyatakan adanya kristenisasi di Denmark pada abad ke-10. Meskipun banyak
pengaruh budaya, etnis dan imigran dari seluruh Dunia yang memasuki Denmark
sejak saat itu, suku Dane tetap menjadi suku mayoritas yang merupakan keturunan
etnis yang paling tua di Denmark yang juga disebutkan dalam sumber-sumber
sejarah. Suku Dane sudah menduduki Denmark sebelum masa Viking terjadi.
Gambar 2.4. keturunan Ras Dane dari Jutland
Sumber: (White People: Sub-Races or Ethnicities of Europe, 1939, p.35)
Seorang Dane dari Jutland memiliki karakteristik yaitu sangat tinggi, berat,
lateral dalam membangun, dengan kepala besar dan wajah yang lebar. Manusia
Eropa merupakan turunan dan sebaran dari Ras Nordik. Ras ini merupakan
pecahan dari Ras Mediterania yang dapat ditemui di seluruh penjuru Eropa.
Kemungkinan merupakan dekomposit dari suku Mediterania dasar yang juga
mengalami depigmentasi baik secara terpisah maupun bersamaan melalui proses
evolusi progresif. Beberapa ahli antropologi Eropa percaya, proses untuk
melahirkan Ras Nordik adalah suatu perjalanan lintas jaman yang cukup panjang
17 Universitas Kristen Petra
dimana awalnya pada jaman Paleolithikum jenis manusianya memiliki kepala
yang sangat panjang lalu berkembang sehingga membentuk jenis ras baru.
Ras ini memiliki ciri-ciri bermata biru, hijau dan berambut sangat
pirang/terang. Mereka tinggal di wilayah utara, yaitu Jerman, Belanda, dan
Semenanjung Skandinavia. Ras Nordik adalah salah satu sub - ras Kaukasoid
yang muncul pada akhir abad 19 sampai pertengahan abad ke-20 oleh antropolog.
Orang-orang tipe Nordik digambarkan memiliki rambut yang terang, mata
berwarna terang (biru/hijau), kulit putih, tengkorak panjang dan sempit, hidung
mancung dan sempit dan perawakannya tinggi dan dianggap mendominasi di
negara-negara Eropa Utara. Ciri-ciri psikologis Nordik digambarkan sebagai jujur,
adil, kompetitif, naif, pendiam dan individualistis. (White Race : Sub-Races or
Europe Etnicities, n.d, p.1).
Gambar 2.5. Anak-anak Ras Nordik
Sumber: (White People: Sub-Races or Ethnicities of Europe, 1939, p.30)
18 Universitas Kristen Petra
Gambar 2.6. Remaja dan Dewasa Ras Nordik
Sumber: (White People: Sub-Races or Ethnicities of Europe, 1939, p.30)
2.2.4 Stamp Seal
Elemen visual yang selanjutnya adalah Stamp Seal. Selama periode
Byzantium awal Stamp Seal berbentuk cincin digunakan untuk menyegel
dokumen pribadi dan memvalidasi surat wasiat. Stamp Seal digunakan secara
teratur oleh sebagian pejabat Kerajaan Barat. Sekitar akhir abad ke-10 di Inggris,
praktek penyegelan lilin secara bertahap pindah ke Hirarki sosial dari kerajaan dan
keuskupan menjadi untuk magnates besar, dan untuk Ksatria dimulai pada akhir
abad ke-12, selanjutnya kepada masyarakat luas pada pertengahan abad ke-13.
Stamp Seal tradisional terus digunakan pada dokumen-dokumen orang berstatus
tinggi, tetapi dalam abad ke-20 secara bertahap digantikan dalam banyak konteks
lain seperti tinta atau Stamp Seal kering yang dikenal sebagai “stempel karet”.
19 Universitas Kristen Petra
Gambar 2.7. Stamp Seal cincin pada jaman dahulu
Sumber: (History of wax seal, 2016, p.1)
Ada dua cara utama di mana Stamp Seal dapat melekat pada dokumen. Ini
dapat diterapkan langsung ke wajah kertas atau perkamen atau mungkin
menggantung longgar dari itu (segel independen). Sebuah Stamp Stamp Seal
independen dapat melekat pada tali atau pita (kadang-kadang dalam warna livery
pemilik), atau kedua ujung strip (atau tag) perkamen, berulir melalui lubang atau
slot dipotong di tepi bawah dokumen.
Gambar 2.8. bentuk cetakan Stamp Stamp Seal
Sumber: (Sealing Wax, 2011, p.1)
2.2.5 Danish Pretzel
Elemen visual yang selanjutnya adalah Danish Pretzel. Danish Pretzel juga
termasuk ikonik yang merepresentasikan Denmark dalam konteks makanan.
Masyarakat Denmark lebih mengenal Danish Pretzel dengan nama Kringles.
Kringles adalah Kue lapis Mentega khas Denmark. Pertama kali diperkenalkan ke
20 Universitas Kristen Petra
Racine, Wisconsin pada Tahun 1800-an oleh Tukang roti Imigran asal Jerman
yang pernah bekerja di Austria.
Gambar 2.9. Danish Kringle (Danish Pretzel)
Sumber: (What's Cooking America: History of Kringles, 2014, p.1)
Di Denmark, Kringles adalah kue Danish Pretzel tradisional yang penuh
dengan almond dan kopi yang sering disebut “Wiener Broth” (roti Wina). Ketika
para Tukang roti di Kopenhagen mogok, pemilik Toko roti memecat mereka dan
mempekerjakan pengganti dari Austria. Setelah para Tukang roti Denmark
kembali ke pekerjaan, mereka lalu membuat adonan dengan cara Austria. Ini
adalah bentuk Kringle (Pretzel) di Denmark, yang merupakan kue khas Denmark.
Hingga kini, di setiap toko Roti di Denmark akan selalu dijumpai sebuah Kringle
yang dipajang menjadi ikon di semua Toko Roti di depan pintu masuknya.
(History of Kringles, 2014, P.1)
2.2.6 Medali
Medali berasal dari Bahasa Perancis “Medaille”, dan dari Bahasa Italia
“Medaglia”, dan dari jaman pos-klasik berbahasa Latin “Medalia”, yang berarti
koin bernilai setengah Dinar. The word Medallion (pertama kali dibuktikan dalam
bahasa Inggris pada tahun 1658) memiliki variasi akhir yang sama. Sejarah
Medali diketahui pada tulisan tangan sejarawan bernama Josephus Yang.
Diketahui pada 4 abad SM, Imam Jonathan yang memimpin Ibrani membawakan
bantuan telah mendapatkan imbalan dari Raja Alexander Agung sebagai
penghargaan atas kehormatan dan sebagai tombol emas yang biasanya merupakan
pemberian Raja untuk saudara dan kerabatnya. Kekaisaran Romawi juga
21 Universitas Kristen Petra
menggunakan Medali sebagai penghargaan di bidang militer dan hadiah politik
berupa medali berbentuk koin besar yang terbuat dari emas atau perak. “Bracteate”
adalah jenis medali emas tipis, biasanya polos di sisi belakang, ditemukan di
Eropa Utara pada jaman "Dark Ages" atau Periode Migrasi. Medali ini diproduksi
untuk dikenakan pada rantai sebagai perhiasan. Mereka meniru koin kekaisaran
Romawi dan medali, namun memiliki kepala dewa, binatang, atau desain lainnya.
Di Eropa, dari akhir Abad Pertengahan, medali menjadi umum diberikan
untuk penguasa, bangsawan, kaum intelektual, komisi, bahkan untuk diberikan
hanya sebagai hadiah kepada sekutu politik mereka. Medali dibuat dalam berbagai
logam, seperti emas, perak-emas, perak, perunggu, dan timah, tergantung pada
status penerima. Biasanya berukuran sampai sekitar tiga inci, dan biasanya
ditampilkan potret kepala pemberi pada bagian depan, dikelilingi oleh keterangan
dengan nama mereka serta judul, dan emblem di sisi sebaliknya, dengan motto.
Dari abad ke-16 dan seterusnya, medali dibuat, baik oleh penguasa untuk
presentasi dan perusahaan swasta untuk dijual, untuk memperingati peristiwa
tertentu, termasuk pertempuran militer dan kemenangan, dan dari ini tumbuh
praktek pemberian medali militer khusus untuk pejuang, meskipun awalnya hanya
beberapa dari para perwira yang jauh lebih tinggi berpangkat sebagai penerimanya.
Gambar 2.10. Medali Cecilia Gonzaga's family untuk bukti Aliansi, pada masa
Rennaisance oleh Pisanello in 1447.
Sumber: (Medals, 2010, p.1)
22 Universitas Kristen Petra
Gambar 2.11. Medali Cecilia bagian belakang
Sumber: (Medals, 2010, p.1)
Medali pada umumnya memiliki desain di bagian depan dan cincin
suspensi serta pita khas medali yang dimaksudkan untuk menutupi kepala dan
dapat tergantung di leher. Permukaan utama atau depan medali disebut bagian
depan yang biasanya terdapat potret diri seseorang, adegan bergambar, atau
gambar lainnya. Permukaan belakang medali, tidak selalu digunakan dan dapat
dibiarkan kosong atau mungkin berisi desain sekunder. Hal ini tidak jarang untuk
menemukan hanya render artistik pada bagian depan, sementara semua rincian
dan informasi lainnya untuk medali yang ditorehkan pada sebaliknya. Pada
pinggiran yang ditemukan hanya kadang-kadang digunakan untuk menampilkan
tulisan seperti motto, simbol pemahat, menandai, atau nomor seri.
Di Polandia Medali digunakan sebagai lencana keanggotaan, indikasi
peringkat, simbol kekompakan dalam persaudaraan, atau indikasi dukungan yang
telah diberikan untuk alasan amal yang ditunjuk (disebut perhiasan amal). yang
dijual lagi untuk memperingati individu tertentu atau sebuah peristiwa, atau
sebagai karya ekspresi seni di kanan mereka sendiri. Di masa lalu, medali yang
diberikan pada individu, biasanya terukir potret diri dari orang tersebut dan sering
digunakan sebagai bentuk hadiah diplomatik maupun pribadi. Ada pula medali
yang digunakan untuk upacara keagamaan seperti kebaktian di gereja bahkan kini
medali juga sering digunakan pada kehidupan sehari-hari sebagai bagian dari
sebuah fashion, medali ini sering disebut “pendant” atau kalung.
23 Universitas Kristen Petra
Gambar 2.12. Masyarakat Polandia menggunakan Medali sebagai
perhiasan
Sumber: (Medals, 2010, p.2)
2.2.7 Renda
Renda atau Lace adalah sebuah motif rajutan yang dibuat dari benang dan
biasa dipasang di tepi baju, kain, bantal dan lainnya. Tonder Lace adalah nama
asli dari “renda” yang biasa dikenal di kalangan masyarakat. Tonder Lace berasal
dari Belanda dan mulai terkenal selama abad 18-an hingga awal abad 19-an,
dimana memulai produksinya di Denmark mulai pada tahun 1647 ketika seorang
pedangang yang telah membeli Lace Maker dari Westphalia Utara dan kemudian
membagi ilmunya ke Tonder pada penduduk sekitar. Pada saat itu, pembuat renda
lokal dilindungi sepenuhnya oleh Raja Christian IV yang melarang rakyatnya
untuk menggunakan renda asing. Pada tahun 1712 beberapa lacemakers dari
Brabant disertai pasukan Raja Frederick IV kembali dari Belanda dan membawa
teknik baru. Seiring berjalannya waktu, industri renda di Tonder berkembang
menjadi industri besar yang sebagian besar perempuan di kawasan ini
dipekerjakan dalam membuatnya. Bahkan anak-anak kecil, sebelum mereka
cukup kuat untuk bekerja di Ladang, juga telah diajarkan untuk membuat renda.
(History of Tonder Lace, 2011)
Renda kemudian menjadi populer di saat itu, renda juga sempat menjadi
bagian dari gaya atau mode dalam berpakaian para bangsawan dan kaum elit
hampir si seluruh negara maju di Eropa. Musim pun turut berperan dalam trend
renda, seperti halnya musim panas renda putih merupakan pilihan dan gaun pesta
24 Universitas Kristen Petra
berenda merah dan hitam juga didapati dalam momen Natal. Pada abad 16-an di
Inggris Ratu Elizabeth I memamerkan salah satu Ruffs besar dan modis yang
kemudian diikuti dengan bermunculannya kerah renda, topi renda, syal renda,
bahkan renda juga digunakan pada hiasan gagang pintu yang terus berlangsung
hingga abad ke-17
Gambar 2.13. Queen Elizabeth 1 dengan jubah renda yang diperkenalkannya pada
abad 16
Sumber: (A Brief History Of Lace, 2011, p.1)
Setelah booming di tahun 1700-an, renda memiliki sedikit penurunan
popularitas sampai akhir 1800-an. Namun sekitar tahun 1897, Ratu Victoria yang
menunjukkan komitmennya yang serius terhadap renda di Inggris masih berupaya
untuk mengangkat trend renda kembali.
Gambar 2.14. Queen Victoria dengan gaun renda yang dipertahankan
Sumber: (A Brief History Of Lace, 2011, p.2)
25 Universitas Kristen Petra
Renda dan pernikahan Royal Family merupakan dua hal yang selalu
berjalan beriringan. Semangat dalam mempertahankan trend renda di Inggris
sungguh luar biasa, hal ini diketahui akan pemakaian renda pada gaun pernikahan
Royal family mulai dari pernikahan Lady Elizabeth Bowes Lyon (almarhum
Queen Mum), yang menikahi Duke of York pada tahun 1923. Hingga pernikahan
Royal Family Pangeran William dan Kate Middleton, seluruhnya menggunakan
gaun renda yang di modifikasi.
Gambar 2.15. pernikahan Lady Elizabeth Bowes Lyon dengan Duke of York
Sumber: (A Brief History Of Lace, 2011, p.3)
Gambar 2.16. Queen Elizabeth II, Lady Diana, Kate Middleton menggunakan
gaun dengan sentuhan renda
Sumber: (A Brief History Of Lace, 2011, p.3)
26 Universitas Kristen Petra
2.2.8 Identifikasi Tone/ Warna
Warna bukanlah permukaan dasar, tetapi kualitas cahaya yang
menggambarkan sebuah musim, tempat, iklim, dan lanskap psikologis yang wajar.
(Colour, 2012, p.9). Dalam struktur warna, semua warna memiliki tiga faktor
fundamental yang berbeda yang dapat dimanipulasi secara independen, baik
dengan pencampuran warna atau, lebih halus, dengan mengubah konteks di mana
warna muncul. Faktor-faktor ini disebut “Hue, Value, and Saturation”. (Colours,
2012, p.21).
1. Hue merupakan pergeseran warna dalam zona rona sering disebut sebagai
"suhu". Suhu warna tersebut adalah dingin dan hangat. Pertimbangan
kontinum rona dapat digambarkan pada sebuah lingkaran warna atau “Color
wheel”. Pada lingkaran dibagi menjadi dua : warna-warna hangat yang
membentang dari merah-oranye untuk warna kuning-hijau, dan dari merah-
violet biru-hijau yang merupakan warna sejuk. (Colour, 2012, p. 22)
2. Value Adalah sesuatu yang menandakan relatif ringan atau gelap pada
sebuah warna.Value juga sering disebut dengan kata lain “ Luminousity”.
3. Saturation mengacu pada kemurnian relatif pada warna. Semakin jelas suatu
warna, semakin warna tersebut tercermin dalam sebuah prisma. (Colours,
2012, p.26)
Gambar 2.17. Color wheel
Sumber: (Colour, 2012, p.9)
Color wheel Hue / Saturation adalah patokan yang digunakan untuk
mengklasifikasikan sebuah warna. Primer, Sekunder, dan Tersier. Teori warna
27 Universitas Kristen Petra
yang paling umum digunakan adalah: Monokromatik (satu warna), Analog (warna
yang terletak berdekatan satu sama lain pada roda warna), dan Triadik (setiap tiga
warna berjarak sama yang membentuk segitiga sama sisi pada roda warna). Secara
tradisional, skema warna ini membantu untuk menyederhanakan masalah harmoni
sebuah warna.
Gambar 2.18. Warna Monochromatik
Sumber: (Colour, 2012, p.10)
1. Monochomatik adalah perpaduan beberapa warna yang bersumber dari satu
warna dengan nilai dan intensitas yang berbeda. Misalnya, hijau jika
dikombinasikan dengan warna hijau dengan nilai dan intensitas yang
berbeda akan menciptakan suatu perpaduan yang harmonis dan menciptakan
kesatuan yang utuh. Warna-warna tersebut mampu memberikan sebuah
kesan atau suasana.
Gambar 2.19. Warna Analog
Sumber: (Colour, 2012, p.10)
2. Analog adalah warna yang berdekatan satu sama lain pada roda warna.
Meskipun tidak ada parameter mutlak untuk berbagai kategori ini, warna
28 Universitas Kristen Petra
analog harus melampaui satu warna tapi hanya mencakup warna yang
berbagi rona.
Gambar 2.20. Warna Komplementer
Sumber: (Colour, 2012, p.10)
3. Skema warna Komplementer adalah dua warna yang saling berseberangan
(memiliki sudut 180°) di lingkaran warna. Dua warna dengan posisi kontras
komplementer menghasilkan hubungan kontras paling kuat. Misalnya jingga
dengan biru.
Gambar 2.21. Warna Triadik
Sumber: (Colour, 2012, p.11)
4. Skema warna Triadik adalah tiga warna di lingkaran warna yang
membentuk segitiga sama kaki dengan sudut 60°.
2.2.9 Tipografi
Tipografi pada mulanya muncul karena adanya penggunaan pictograph oleh
orang -orang Viking dan juga Suku Sioux (Indian). Seiring perkembangan jaman,
sekitar 1300 SM, di Mesir muncul jenis huruf Hieratia atau
Hieroglyphe. Hieroglyphe inilah yang kemudian menjadi fondasi dari bentuk
29 Universitas Kristen Petra
Demotia, yaitu sebuah bentuk tulisan yang dihasilkan dari pena khusus. Bentuk
tulisan ini tersebar sampai di Kreta (pulau besar di Yunani). Setelah itu barulah
menyebar ke seluruh Eropa. (Design in History, n.d, p.1)
Gambar 2.22. Pictograph Viking
Sumber: (Viking Boat, 2010, p.1)
Gambar 2.23. Hieroglyphe (Mesir Egypt)
Sumber: (nefernathy.e-monsite, 2009, p.2)
Pada abad ke-8 SM, saat kekuasaan Roma mulai ada, tipografi mulai
berkembang. Hal ini pun mengandung alasan mengapa tipografi di ranah para
gladiator ini baru berkembang. Pertama tidak ada sistem tulisan resmi bangsa
Romawi, dan yang kedua oleh karena hadirnya tulisan Etruska asli Italia. Dua
alasan inilah yang kemudian membuat Roma tergerak untuk mengembangkan
tulisannya. Sistem tulisan yang kemudian dikenal sebagai huruf-huruf Romawi
ini ternyata berdasar dari tulisan Etruska. Hal seperti inilah yang pada akhirnya
mengakibatkan bentuk tulisan berbeda-beda dari satu bangsa ke bangsa lain
hingga saat ini. (Rob Carter, Ben day, Philip Meggs, 2007, p.2)
30 Universitas Kristen Petra
Seiring dengan berkembangnya jaman, tipografi juga mengalami revolusi.
Semenjak adanya Era komputerisasi, huruf-huruf juga dapat lebih mudah ditemui
dan lebih bervariasi yang kemudian dikenal dengan “Font”. Jenis-jenis font
tersebut merupakan evolusi dari bentuk tulisan yang diciptakan manual oleh
tangan. Font-font tersebut juga telah diklasifikasikan dan dikelompokkan.
Menurut James Craig dalam bukunya yang berjudul Designing with Type: The
Essential Guide to Typography, klasifikasi font dibagi menjadi lima, yaitu :
1. Roman: Font Roman memiliki karakteristik yang berada di ujung-ujung font
yang memiliki sirip atau kaki dengan bentuk lancip. Bentuk huruf Roman
selain identik dengan siripnya, juga sangat identik denngan kekontrasan
tebal dan tipisnnya garis-garis huruf. Contoh jenis huruf Roman adalah
Times New Roman yang memiliki kesan anggun, klasik dan feminim.
Gambar 2.24. Huruf Roman
Sumber: (Dokumentasi Pribadi)
2. Egyptian: Font Egyptian mempunyai ciri kaki atau serif yang berbentuk
persegi. Bentuk persegi tersebut mirip dengan sebuah papan yang memiliki
kesamaan tebal. Font jenis ini memiliki kesan kuat, kekar, tangguh, dan
tidak labil. Jenis-jenis font yang masuk kategori ini adalah Courier,
Campagne, dan Courier New.
Gambar 2.25. Huruf Egyptian
Sumber: (Dokumentasi Pribadi)
31 Universitas Kristen Petra
3. Sans Serif: Jenis-jenis font seperti Arial, Bell Centennial, Calibri, Trebuchet
MS, Tahoma, Verdana, Helvetica, Univers, Highway, MS Sans Serif, dan
Gothic termasuk ke dalam kategori Sans Serif. San Serif sendiri berarti
tanpa kaki. Setiap huruf yang tidak memiliki sirip pada dasarnya disebut
Sans Serif. Ada begitu banyak jenis font yang masuk kategori font yang
mempunyai ciri tebal huruf yang sama. Jenis huruf ini seringkali dikaitkan
dengan kesan kontemporer dan bentuk rupa yang efisien.
Gambar 2.26. Huruf San serif
Sumber: (Dokumentasi Pribadi)
4. Script: Jenis font ini mudah dikenali karena bentuknya yang menyerupai
goresan tangan. Ciri font ini umumnya berbentuk miring ke sebelah kanan.
Bentuk ini bertujuan untuk memberikan kesan akrab seperti sebuah surat
yang saling membalas. Contoh dari font ini adalah Kuenstler Script,
Caflisch Script, dan salah satu yang terkenal adalah Lucida Handwriting.
Gambar 2.27. Huruf Script
Sumber: (Dokumentasi Pribadi)
5. Miscellaneous: merupakan jenis font hasil pengembangan dari yang sudah
ada. Font ini lebih dikenal dengan font “ Dekoratif ” yang memiliki ciri khas
memiliki hiasan atau ornamen yang berupa dekorasi. Font ini memiliki
kesan dekoratif dan artistik. Contoh yang termasuk jenis font ini adalah
Braggadocio, Westminster, Kahana, dan masih banyak lagi.
32 Universitas Kristen Petra
Gambar 2.28. Huruf Miscellaneous
2.2.10 Layout
Layout adalah sebuah usaha untuk mendapatkan komunikasi visual yang
komunikatif dan menarik dengan cara menyusun dan memadukan unsur-unsur
komunikasi grafis, seperti huruf, teks, garis, tabel, warna dan sebagainya. (Teori
Desain, 2015, p.1)
Layout tentu juga memiliki tujuan yaitu menghasilkan sebuah desain atau
media yang efektif dan efisien dalam menyampaikan pesan terhadap khalayak
ramai. Layout juga memiliki beberapa prinsip yaitu:
1. Balancing atau keseimbangan: merupakan prinsip dalam layout yang
menghindari kesan berat atau tidak seimbang pada suatu bidang atau ruang
yang terisi oleh unsur seni rupa. Balance dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Keseimbangan simetris: keseimbangan simetris terjadi ketika
keseimbangan unsur visual terjadi secara vertikal atau horizontal, gaya
ini biasanya menggunakan dua elemen yang diletakkan dengan tempat
dan jarak yang sama seperti cermin.
Gambar 2.29. Keseimbangan simetris
Sumber: (Dokumentasi Pribadi)
b. Keseimbangan Asimetris: keseimbangan asimetris terjadi ketika untuk
visual dari elemen desain tidak merata, namun tetap terlihat seimbang.
33 Universitas Kristen Petra
Gaya ini menggunakan permainan visual kontras, warna, dan
sebagainya dengan titik yang beraturan.
Gambar 2.30. Keseimbangan asimetris
Sumber: (Dokumentasi Pribadi)
2. Movement atau Alur Baca: alur baca dibuat oleh desainer yang dirancang
secara simetris dengan tujuan mengarahkan mata pembaca dari bagian satu
ke bagian lainnya dalam menelusuri sebuah informasi.
Gambar 2.31. Layout Alur baca
Sumber: (Dokumentasi Pribadi)
3. Emphasis atau Penekanan: adalah sebuah teknik yang digunakan untuk
memberikan penekanan pada huruf visual seperti gambar, judul teks, dan
sebagainya yang ada di layout. Penekanan dibuat dengan cara membuat
unsur visual yang diperbesar, dipertebal atau cara lainnya yang
membuatnya lebih menonjol.
34 Universitas Kristen Petra
Gambar 2.32. Layout Penekanan
Sumber: (Dokumentasi Pribadi)
4. Unity atau Kesatuan: yaitu meciptakan sebuah kesatuan pada desain, seperti
menyatukan beberapa gambar dengan pemisah garis dan memberikan
informasi dari beberapa bagian tersebut sehingga tercipta keselarasan visual
yang seimbang.
Gambar 2.33. Layout Kesatuan
Sumber: (Dokumentasi Pribadi)