2 0 2 0 - program studi farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar...

75
TIM PENYUSUN: 2020 BUKU PEDOMAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG 2020 PRAKTIK KERJA LAPANGAN INTEGRATIF

Upload: others

Post on 16-Nov-2020

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

TIM PENYUSUN: APT . WIRDA ANGGRAINI , M .FARM .

APT . WISANG SETA GENI , S .FARM .

APT . GINANJAR PUTRI N . , M .FARM .

APT . S IT I MAIMUNAH , M .FARM .

APT . ACH . SYAHRIR , M .FARM .

2020

BUKU PEDOMANPELAYANAN KEFARMASIANDI APOTEK

PROGRAM STUDI FARMASIFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2020

PRAKTIK KERJA LAPANGAN INTEGRATIF

Page 2: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

i

KATA PENGANTAR

Dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian di Apotek, Apoteker harus mengacu

pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan

Kefarmasian di Apotek. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek telah memuat aktivitas

meliputi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP)

dan pelayanan farmasi klinik yang harus dilaksanakan dan menjadi tanggung jawab seorang

apoteker.

Modul ini membahas rincian pelayanan kefarmasian yang mencakup pengelolaan

obat dan pelayanan farmasi klinik yang meliputi tujuan, manfaat, pihak yang terlibat, sarana

dan prasarana yang dibutuhkan, tahapan pelaksanaan serta evaluasi dalam pelayanan

kefarmasian. Harapan kami modul ini dapat menjadi acuan bagi Mahasiswa/i dalam

pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Integratif (PKLI) di Apotek.

Kami menyampaikan terima kasih serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada

tim penyusun dan semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan Modul ini.

Semoga penyusunan Modul ini dapat bermanfaat bagi Mahasiswa/i.

Malang, 01 Juli 2020

Penyusun,

Tim PKLI

Page 3: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

ii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1

1.2 Tujuan ........................................................................................................... 1

1.3 Ruang Lingkup .............................................................................................. 1

1.4 Dasar Hukum ................................................................................................ 2

BAB II PENGELOLAAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN DAN

BAHAN MEDIS HABIS PAKAI (BMHP)

2.1 Perencanaan .................................................................................................... 3

2.2 Pengadaan ..................................................................................................... 13

2.3 Penerimaan .................................................................................................... 15

2.4 Penyimpanan ................................................................................................. 16

2.5 Pemusnahan dan Penarikan............................................................................ 22

2.6 Pengendalian ................................................................................................. 23

2.7 Pencatatan dan Pelaporan ............................................................................. 26

BAB III PELAYANAN FARMASI KLINIK

3.1 Pelayanan Obat Non Resep ........................................................................... 30

3.2 Pelayanan Obat Resep.................................................................................... 43

BAB IV SUMBER DAYA TENAGA KEFARMASIAN

4.1 Struktur Organisasi Apotek............................................................................. 50

4.2 Sumber Daya Tenaga Kefarmasian di Apotek............................................... 50

BAB V SARANA DAN PRASARANA

5.1 Ruang penerimaan Resep ............................................................................... 55

5.2 Ruang pelayanan Resep dan peracikan .......................................................... 55

5.3 Ruang penyerahan Obat ................................................................................. 56

5.4 Ruang konselingan ......................................................................................... 56

5.5 Ruang Penyimpanan Sediaan Farmasi ........................................................... 57

5.6 Ruang Arsip ................................................................................................... 58

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 4: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pelayanan Kefarmasian yang diselenggarakan di Apotek haruslah mampu

menjamin ketersediaan obat yang aman, bermutu dan berkhasiat dan sesuai dengan

amanat Undang Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Dalam rangka

peningkatan penggunaan obat rasional untuk mencapai keselamatan pasien,

dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait

dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan Permenkes No 73

Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.

Permenkes Nomor 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian

di Apotek telah memuat kebijakan pelayanan kefarmasian termasuk pengelolaan

sediaan farmasi, alat kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) dan

pelayanan farmasi klinik yang harus dilaksanakan dan menjadi tanggung jawab

seorang apoteker. Akan tetapi, masih terdapat beberapa aspek pelayanan

kefarmasian yang memerlukan penjelasan lebih lanjut yang belum dimuat dalam

standar pelayanan kefarmasian. Selain itu, terdapat amanat pada Permenkes Nomor

73 Tahun 2016 untuk menyusun Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian di

Apotek yang diharapkan dapat menjadi pedoman Apoteker di Apotek dalam

melaksanakan pelayanan kefarmasian yang sesuai standar.

1.2 TUJUAN

Tersedianya pedoman sebagai acuanMahasiswa/i dalam pelaksanaan Praktik

Kerja Lapangan Integratif (PKLI) di Apotek.

1.3 RUANG LINGKUP

Ruang lingkup modul ini terkait Standart Pelayanan Kefarmasian di Apotek

meliputi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai

(BMHP)serta pelayanan farmasi klinik. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan

dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP)mulai dari Perencanaan Kebutuhan,

Page 5: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 2

Pengadaan, Penerimaan, Penyimpanan, Pendistribusian, Pemusnahan dan

Penarikan, Pengendalian dan Administrasi. Pelayanan farmasi klinik mulai dari

Pengkajian dan Pelayanan resep, Dispensing, Pelayanan Informasi Obat (PIO),

Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care), Pemantauan Terapi Obat

(PTO) dan Monitoring Efek Samping Obat (MESO).

1.4 DASAR HUKUM

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

(LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);

2. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan

Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998

Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3781);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5044);

4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata

Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015

Nomor 1508) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan

Nomor 30 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan

Nomor 64 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja kementerian Kesehatan

(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 945);

5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2015 tentang Peredaran,

Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekusor

Farmasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 74);

6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 tentang

Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian (Berita Negara

Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 322) sebagaimana telah diubah dengan

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 31 Tahun 2016 tentang Perubahan atas

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 tentang

Page 6: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 3

Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian (Berita Negara

Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1137);

7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan

Kefarmasian di Apotek.

Page 7: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 4

BAB II

PENGELOLAAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN DAN BAHAN

MEDIS HABIS PAKAI (BMHP)

Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di Apotek sesuai dengan ketentuan yang

berlaku serta memastikan kualitas, manfaat dan keamanannya. Pengelolaan sediaan

Farmasi, Alat Kesehatan dan bahan medis habis pakai harus dilaksanakan secara

multidisiplin, terkoordinir dan menggunakan proses yang efektif untuk menjamin

kendali mutu dan kendali biaya.

2.1 PERENCANAAN

Perencanaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP merupakan tahap

awal untuk menetapkan jenis serta jumlah sediaan farmasi, alat kesehatan dan

BMHP yang sesuai dengan kebutuhan.

1. Tujuan Perencanaan

a. Mendapatkan perkiraan jenis dan jumlah sediaan farmasi, alat kesehatan dan

BMHP yang mendekati kebutuhan;

b. Meningkatkan penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP

secara rasional.

c. Menjamin ketersediaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP.

d. Menjamin stok sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP tidak berlebih.

e. Efisiensi biaya.

f. Memberikan dukungan data bagi estimasi pengadaan, penyimpanan dan

biaya distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP.

2. Proses Perencanaan

Perencanaan kebutuhan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP dilakukan

melalui tahapan sebagai berikut:

a. Persiapan

Page 8: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 5

Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum menyusun rencana

kebutuhan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP:

1) Perlu dipastikan kembali komoditas yang akan disusun perencanaannya.

2) Perlu disusun daftar spesifik mengenai sediaan farmasi, alat kesehatan

dan BMHP yang akan direncanakan, termasuk di dalamnya kombinasi

antara obat generik dan bermerk.

3) Perencanaan perlu memperhatikan waktu yang dibutuhkan,

mengestimasi periode pengadaan, mengestimasi safety stock dan

memperhitungkan leadtime.

b. Pengumpulan data

Data yang dibutuhkan antara lain data penggunaan sediaan farmasi, alat

kesehatan dan BMHP pasien periode sebelumnya (data konsumsi), sisa stok

dan data morbiditas.

c. Penetapan jenis dan jumlah sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP

yang direncanakan menggunakan metode perhitungan kebutuhan

d. Evaluasi perencanaan

e. Revisi rencana kebutuhan obat (bila perlu)

3. Metode Perhitungan Kebutuhan

Menentukan kebutuhan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP

merupakan salah satu pekerjaan kefarmasian yang harus dilakukan oleh tenaga

kefarmasian di fasilitas pelayanan kesehatan. Dengan koordinasi dan proses

perencanaan yang tepat, maka diharapkan obat yang direncanakan dapat tepat

jenis, jumlah dan waktu serta mutu yang terjamin. Metode dan strategi

perencanaan dapat ditujukan untuk penggunaan, untuk menyiapkan dan

menyesuaikan biaya, perencanaan dan pengembangan layanan. Pemilihan

metode perhitungan kebutuhan didasarkan pada penggunaan sumber daya dan

data yang ada. Metode tersebut adalah metode konsumsi, metode morbiditas dan

metode proxy consumption.

Page 9: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 6

a. Metode Konsumsi

Metode konsumsi didasarkan pada data konsumsi sediaan farmasi.

Metode ini sering dijadikan perkiraan yang paling tepat dalam perencanaan

sediaan farmasi. Klinik yang sudah mapan biasanya menggunakan metode

konsumsi. Metode konsumsi menggunakan data dari konsumsi periode

sebelumnya dengan penyesuaian yang dibutuhkan.

Perhitungan dengan metode konsumsi didasarkan atas analisa data

konsumsi sediaan farmasi periode sebelumnya ditambah stok penyangga

(buffer stock), stok waktu tunggu (lead time) dan memperhatikan sisa stok.

Buffer stock dapat mempertimbangkan kemungkinan perubahan

polapenyakit dan kenaikan jumlah kunjungan (misal: adanya Kejadian Luar

Biasa). Jumlah buffer stock bervariasi antara 10% sampai 20% dari

kebutuhan atau tergantung kebijakan Klinik. Sedangkan stok lead time

adalah stok Obat yang dibutuhkan selama waktu tunggu sejak Obat dipesan

sampai Obat diterima. Untuk menghitung jumlah sediaan farmasi yang

dibutuhkan berdasarkan metoda konsumsi perlu diperhatikan hal sebagai

berikut:

1) Pengumpulan dan pengolahan data.

2) Analisa data untuk informasi dan evaluasi.

3) Perhitungan perkiraan kebutuhan sediaan farmasi.

4) Penyesuaian jumlah kebutuhan Sediaan Farmasi dengan alokasi dana

Data yang perlu dipersiapkan untuk perhitungan metode konsumsi adalah:

1) Daftar nama sediaan farmasi

2) Stok awal

3) Penerimaan

4) Pengeluaran

5) Sisa stok

6) Daftar sediaan farmasi hilang, rusak, kadaluarsa

7) Kekosongan sediaan farmasi

8) Pemakaian rata-rata sediaan farmasi per tahun

Page 10: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 7

9) Waktu tunggu (lead time)

10) Stok pengaman (buffer stock)

11) Pola kunjungan

Rumus:

A: Rencana pengadaan

B: Pemakaian rata-rata per bulan

C: Buffer stock

D: Lead time stock

E: Sisa stok

Contoh perhitungan dengan metode konsumsi:

Selama tahun 2018 (Januari–Desember) pemakaian Parasetamol tablet

sebanyak 300.000 tablet. Sisa stok per 31 Desember 2018 adalah 10.000 (E)

tablet.

1) Pemakaian rata-rata (B) Paracetamol tablet perbulan selama tahun 2018

adalah 300.000:12= 25.000 tablet perbulan. Pemakaian perminggu 6.250

tablet.

2) Misalkan berdasarkan evaluasi data buffer stock (C), ditetapkan buffer

20%= 20%x25.000 tablet= 5.000 tablet.

3) Misalkan lead timestock (D) diperkirakan 1 minggu= 1 x 6.250 tablet=

6.250 tablet.

4) Sehingga kebutuhan Paracetamol bulan Januari tahun 2019 (A) adalah

B + C + D, yaitu: 25.000 tablet + 5.000 tablet + 6.250 tablet= 36.250

tablet.

5) Jika sisa stock (E) adalah 10.000 tablet, maka rencana pengadaan

Paracetamol untuk bulan Januari tahun 2019 adalah: A = (B + C + D) - E

= 36.250 tablet – 10.000 tablet = 26.250 tablet.

A= (B+C+D)-E

Page 11: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 8

Untuk bulan berikutnya perhitungan menyesuaikan dengan sisa stok

bulan sebelumnya.

b. Metode Morbiditas

Metode morbiditas adalah perhitungan kebutuhan obat berdasarkan

pola penyakit. Metode morbiditas memperkirakan keperluan obat s/d obat

tertentu berdasarkan dari jumlah, kejadian penyakit dan mempertimbangkan

pola standar pengobatan untuk penyakit tertentu. Pada prakteknya,

penggunaan metode morbiditas untuk penyusunan rencana kebutuhan obat

di Apotek jarang diterapkan karena keterbatasan data terkait pola penyakit.

Faktor yang perlu diperhatikan adalah perkembangan pola penyakit dan

leadtime.Langkah-langkah dalam metode morbiditas:

1) Mengumpulkan data yang diperlukan

Data yang perlu dipersiapkan untuk perhitungan metode morbiditas:

(a) Perkiraan jumlah populasi

Komposisi demografi dari populasi yang akan diklasifikasikan

berdasarkan jenis kelamin untuk umur antara:

i. 0 s.d. 4 tahun

ii. 4 s.d. 14 tahun

iii. 15 s.d. 44 tahun

iv. >45 tahun

v. atau ditetapkan berdasarkan kelompok dewasa (> 12 tahun) dan

anak (1 s/d 12 tahun)

(b) Pola morbiditas penyakit

i Jenis penyakit pertahun untuk seluruh populasi pada kelompok

umur yang ada.

ii Frekuensi kejadian masing-masing penyakit pertahun untuk

seluruh populasi pada kelompok umur yang ada.

2) Menghitung kebutuhan jumlah sediaan farmasi, dengan cara jumlah

kasus dikali jumlah obat sesuai pedoman pengobatan dasar. Jumlah

kebutuhan obat yang akan datang dihitung dengan mempertimbangkan

Page 12: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 9

faktor antara lain pola penyakit, lead time dan buffer stock.Contoh

perhitungan dengan metode morbiditas:

Penggunaan oralit pada penyakit diare akut

Anak-anak

Satu siklus pengobatan diare diperlukan 15 bungkus oralit @ 200 ml.

Jumlah kasus 180.Jumlah oralit yang diperlukan = 180 kasus x 15

bungkus = 1.620 bungkus @ 200ml

Dewasa

Satu siklus pengobatan diare diperlukan 6 bungkus oralit @ 1 liter.

Jumlah kasus 108 kasus.Jumlah oralit yang diperlukan = 108 kasus x 6

bungkus = 648 bungkus.

c. Metode Proxy Consumption

Metode proxy consumption adalah metode perhitungan kebutuhan

obat menggunakan data kejadian penyakit, konsumsi obat, permintaan, atau

penggunaan, dan/atau pengeluaran obat dari Apotek yang telah memiliki

sistem pengelolaan obat dan mengekstrapolasikan konsumsi atau tingkat

kebutuhan berdasarkan cakupan populasi atau tingkat layanan yang

diberikan.

Metode proxy consumption dapat digunakan untuk perencanaan

pengadaan di Apotek baru yang tidak memiliki data konsumsi di tahun

sebelumnya. Selain itu, metode ini juga dapat digunakan di Apotek yang

sudah berdiri lama apabila data metode konsumsi dan/atau metode

morbiditas tidak dapat dipercaya. Sebagai contoh terdapat ketidaklengkapan

data konsumsi diantara bulan Januari hingga Desember.

Metode ini dapat menghasilkan gambaran ketika digunakan pada

suatu Apotek dengan Apotek lain yang memiliki kemiripan profil

masyarakat dan jenis pelayanan. Metode ini juga bermanfaat untuk

gambaran pengecekan silang dengan metode yang lain.

Page 13: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 10

2) Analisa Rencana Kebutuhan Sediaan Farmasi

Untuk menjamin ketersediaan obat dan efisiensi anggaran perlu dilakukan

analisa saat perencanaan. Evaluasi perencanaan dilakukan dengan cara berikut:

a. Analisis ABC

ABC bukan singkatan melainkan suatu penamaan yang

menunjukkan peringkat/rangking dimana urutan dimulai dengan yang

terbaik/terbanyak. Analisis ABC mengelompokkan item sediaan farmasi

berdasarkan kebutuhan dananya, yaitu:

1) Kelompok A

Adalah kelompok jenis sediaan farmasi yang jumlah nilai rencana

pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 70% dari jumlah

dana obat keseluruhan.

2) Kelompok B

Adalah kelompok jenis sediaan farmasi yang jumlah nilai rencana

pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 20%.

3) Kelompok C

Adalah kelompok jenis sediaan farmasi yang jumlah nilai rencana

pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 10% dari jumlah

dana obat keseluruhan.

Berdasarkan berbagai observasi dalam manajemen persediaan, yang

paling banyak ditemukan adalah tingkat konsumsi pertahun hanya diwakili

oleh relatif sejumlah kecil item. Sebagai contoh, dari pengamatan terhadap

pengadaan sediaan farmasi dijumpai bahwa sebagian besar dana sediaan

farmasi (70%) digunakan untuk pengadaan 10% dari jenis atau item sediaan

farmasi yang paling banyak digunakan, sedangkan sisanya sekitar 90% jenis

atau item sediaan farmasi menggunakan dana sebesar 30%.

Dengan analisis ABC, jenis-jenis sediaan farmasi ini dapat

diidentifikasi, untuk kemudian dilakukan evaluasi lebih lanjut. Evaluasi ini

misalnya dengan mengoreksi kembali apakah penggunaannya memang

banyak atau apakah ada alternatif sediaan lain yang lebih efesiensi biaya

(misalnya nama dagang lain, bentuk sediaan lain dan sebagainya). Evaluasi

Page 14: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 11

terhadap jenis-jenis sediaan farmasi yang menyerap biaya terbanyak juga

lebih efektif dibandingkan evaluasi terhadap sediaan farmasi yang relatif

memerlukan anggaran sedikit.

Langkah-langkah menentukan Kelompok A, B dan C:

1) Hitung jumlah nilai barang yang dibutuhkan untuk masing-masing

sediaan farmasi dengan cara mengalikan jumlah sediaan farmasi dengan

harga sediaan farmasi

2) Tentukan peringkat mulai dari yang terbesar dananya sampai yang

terkecil

3) Hitung persentasenya terhadap total dana yang dibutuhkan

4) Urutkan kembali jenis-jenis sediaan farmasi di atas mulai dengan jenis

yang memerlukan persentase biaya terbanyak

5) Hitung akumulasi persennya

6) Identifikasi jenis sediaan farmasi yang menyerap kurang lebih 70%

anggaran total (biasanya didominasi beberapa sediaan farmasi saja)

7) Sediaan farmasi kelompok A termasuk dalam akumulasi 70% (menyerap

anggaran 70%)

8) Sediaan farmasi kelompok B termasuk dalam akumulasi 71-90%

(menyerap anggaran 20%)

9) Sediaan farmasi kelompok C termasuk dalam akumulasi 90-100%

(menyerap anggaran 10%)

b. Analisis VEN

Salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi penggunaan dana

sediaan farmasi yang terbatas dengan mengelompokkan sediaan farmasi

berdasarkan manfaat tiap jenis sediaan farmasi terhadap kesehatan. Semua

jenis sediaan farmasi yang tercantum dalam daftar sediaan farmasi

dikelompokkan kedalam tiga kelompok berikut:

1) Kelompok V (Vital)

Adalah kelompok sediaan farmasi yang mampu menyelamatkan jiwa

(life saving). Contoh: obat shock anafilaksis

Page 15: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 12

2) Kelompok E (Esensial)

Adalah kelompok sediaan farmasi yang bekerja pada sumber penyebab

penyakit dan paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan. Contoh:

a. Sediaan farmasi untuk pelayanan kesehatan pokok (contoh: anti

diabetes, analgesik, antikonvulsi)

b. Sediaan farmasi untuk mengatasi penyakit penyebab kematian

terbesar.

3) Kelompok N (Non Esensial)

Merupakan sediaan farmasi penunjang yaitu sediaan farmasi yang

kerjanya ringan dan biasa dipergunakan untuk menimbulkan

kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan ringan. Contoh: suplemen.

Penggolongan obat sistem VEN dapat digunakan untuk:

1) Penyesuaian rencana kebutuhan sediaan farmasi dengan alokasi dana

yang tersedia. Sediaan farmasi yang perlu ditambah atau dikurangi dapat

didasarkan atas pengelompokan sediaan farmasi menurut VEN.

2) Penyusunan rencana kebutuhan sediaan farmasi yang masuk kelompok V

agar selalu tersedia.

3) Untuk menyusun daftar VEN perlu ditentukan lebih dahulu kriteria

penentuan VEN yang sebaiknya disusun oleh suatu tim. Dalam

menentukan kriteria perlu dipertimbangkan kondisi dan kebutuhan

masing-masing wilayah. Kriteria yang disusun dapat mencakup berbagai

aspek antara lain aspek klinis, konsumsi, target kondisi dan biaya.

c. Analisis Kombinasi

Jenis sediaan farmasi yang termasuk kategori A dari analisis ABC

adalah benar-benar jenis sediaan farmasi yang diperlukan untuk

penanggulangan penyakit terbanyak. Dengan kata lain, statusnya harus E

dan sebagian V dari VEN. Sebaliknya, jenis sediaan farmasi dengan status N

harusnya masuk kategori C.Digunakan untuk menetapkan prioritas untuk

Page 16: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 13

pengadaan sediaan farmasi dimana anggaran yang ada tidak sesuai dengan

kebutuhan.

Tabel 2.1 Tabel Metode Kombinasi

A B C

V VA VB VC

E EA EB EC

N NA NB NC

Metoda gabungan ini digunakan untuk melakukan pengurangan sediaan

farmasi. Mekanismenya adalah:

1) Sediaan farmasi yang masuk kategori NA menjadi prioritas pertama

untuk dikurangi atau dihilangkan dari rencana kebutuhan, bila dana

masih kurang, maka sediaan farmasi kategori NB menjadi prioritas

selanjutnya dan sediaan farmasi yang masuk kategori NC menjadi

prioritas berikutnya. Jika setelah dilakukan dengan pendekatan ini dana

yang tersedia masih juga kurang lakukan langkah selanjutnya.

2) Pendekatannya sama dengan pada saat pengurangan sediaan farmasi

pada kriteria NA, NB, NC dimulai dengan pengurangan sediaan farmasi

kategori EA, EB dan EC.

2.2 PENGADAAN

Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah

direncanakan dan disetujui, melalui pembelian. Untuk menjamin kualitas pelayanan

kefarmasian maka pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP harus

melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.Pengadaan

sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP di apotek dilaksanakan dengan

pembelian. Pembelian merupakan suatu metode penting untuk mencapai

keseimbangan yang tepat antara mutu dan harga. Apabila ada dua atau lebih

pemasok, apoteker harus mendasarkan pada kriteria berikut: mutu produk (kualitas

produk terjamin ada NIE/Nomor Izin Edar), reputasi produsen (distributor berijin

Page 17: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 14

dengan penanggungjawab Apoteker dan mampu memenuhi jumlah pesanan), harga,

berbagai syarat, ketepatan waktu pengiriman (lead time cepat), mutu pelayanan

pemasok, dapat dipercaya, kebijakan tentang barang yang dikembalikan, dan

pengemasan. Pengadaan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Sediaan farmasi diperoleh dari Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang memiliki

izin.

2. Alat Kesehatan dan BMHP diperoleh dari Penyalur Alat Kesehatan (PAK) yang

memiliki izin.

3. Terjaminnya keaslian, legalitas dan kualitas setiap sediaan farmasi, alat

kesehatan dan BMHP yang dibeli.

4. sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP yang dipesan datang tepat waktu.

5. Dokumen terkait sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP mudah ditelusuri

6. Sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP lengkap sesuai dengan perencanaan

Waktu pengadaan obat dilakukan berdasarkan kebutuhan dengan

mempertimbangkan hasi analisa dari data:

1. Sisa stok dengan memperhatikan waktu (tingkat kecukupan obat dan perbekalan

kesehatan)

2. Kapasitas sarana penyimpanan

3. Waktu tunggu

Pengadaan sediaan farmasi dilaksanakan berdasarkan surat pesanan yang

ditandatangani Apoteker pemegang SIA dengan mencantumkan nomor SIPA

sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1. Surat pesanan dibuat sekurang-

kurangnya rangkap 2 (dua) serta tidak dibenarkan dalam bentuk faksimili dan

fotokopi. Satu rangkap surat pesanan diserahkan kepada distributor dan 1 (satu)

rangkap sebagai arsip. Apabila Surat Pesanan tidak bisa dilayani baik sebagian atau

seluruhnya, maka Apotek harus meminta surat penolakan pesanan dari pemasok.

Surat Pesanan Narkotika hanya dapat diperoleh dari PT Kimia Farma Trading

andDistribution, seperti tercantum dalam Lampiran 2 Surat Pesanan Narkotika

danLampiran 3 Surat Pesanan Psikotropika dibuat dengan jumlah 3 (tiga) rangkap.

Page 18: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 15

Pengadaan sediaan farmasi yang merupakan prekursor menggunakan surat pesanan

seperti tercantum pada Lampiran 4 untuk obat jadi.

Surat Pesanan dapat menggunakan sistem elektronik. Sistem elektronik yang

digunakan harus bisa menjamin ketertelusuran produk, sekurang kurangnya dalam

batas waktu 5 (lima) tahun terakhir dan harus tersedia sistem backup data secara

elektronik. Surat pesanan secara elektronik yang dikirimkan ke distributor harus

dipastikan diterima oleh distributor, yang dapat dibuktikan melalui adanya

pemberitahuan secara elektronik dari pihak distributor bahwa pesanan tersebut telah

diterima. Dalam hal terjadi kekurangan jumlah akibat kelangkaan stok di fasilitas

distribusi dan terjadi kekosongan stok di Apotek, maka Apotek dapat melakukan

pembelian kepada Apotek lain. Apoteker perlu melakukan pemantauan terhadap

status pesanan sediaan farmasi yang telah dibuat. Pemantauan status pesanan

bertujuan untuk:

1. Mempercepat pengiriman sehingga efisiensi dapat ditingkatkan.

2. Pemantauan dapat dilakukan berdasarkan kepada sistem VEN.

3. Petugas apotek memantau status pesanan secara berkala.

4. Pemantauan dan evaluasi pesanan harus dilakukan dengan memperhatikan:

a. nama obat;

b. satuan kemasan;

c. jumlah obat diadakan;

d. obat yang sudah diterima; dan

e. obat yang belum diterima.

2.3 PENERIMAAN

Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis

spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam surat

pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Penerimaan dan pemeriksaan

merupakan salah satu kegiatan pengadaan agar obat yang diterima sesuai dengan

jenis, jumlah dan mutunya berdasarkan Faktur Pembelian dan/atau Surat

Pengiriman Barang yang sah.Penerimaan sediaan farmasi di Apotek harus dilakukan

Page 19: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 16

oleh Apoteker. Bila Apoteker berhalangan hadir, penerimaan sediaan farmasi dapat

didelegasikan kepada Tenaga Kefarmasian yang ditunjuk oleh Apoteker Pemegang

SIA. Pendelegasian dilengkapi dengan Surat Pendelegasian Penerimaan sediaan

farmasi menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran 5.

Pemeriksaan sediaan farmasi yang dilakukan meliputi:

1. Kondisi kemasan termasuk segel, label/penandaan dalam keadaan baik.

2. Kesesuaian nama, bentuk, kekuatan sediaan obat, isi kemasan antara arsip surat

pesanan dengan obat yang diterima.

3. Kesesuaian antara fisik obat dengan Faktur pembelian dan/atau Surat

Pengiriman Barang (SPB) yang meliputi:

a. kebenaran nama produsen, nama pemasok, nama obat, jumlah, bentuk,

kekuatan sediaan obat dan isi kemasan; dan

b. nomor bets dan tanggal kedaluwarsa.

Apabila hasil pemeriksaan ditemukan sediaan farmasi yang diterima tidak

sesuai dengan pesanan seperti nama, kekuatan sediaan sediaan farmasi, jumlah atau

kondisi kemasan dan fisik tidak baik, maka sediaan farmasi harus segera

dikembalikan pada saat penerimaan. Apabila pengembalian tidak dapat

dilaksanakan pada saat penerimaan misalnya pengiriman melalui ekspedisi maka

dibuatkan Berita Acara yang menyatakan penerimaan tidak sesuai dan disampaikan

ke pemasok untuk dikembalikan. Jika pada hasil pemeriksaan dinyatakan sesuai dan

kondisi kemasan baik maka Apoteker atau Tenaga Kefarmasian yang mendapat

delegasi wajib menandatangani Faktur Pembelian dan/atau Surat Pengiriman Barang

dengan mencantumkan nama lengkap, nomor SIPA/SIPTTK dan stempel sarana.

2.4 PEYIMPANAN

Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara

menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari

pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu sediaan farmasi. Tujuan

penyimpanan adalah untuk memelihara mutu sediaan farmasi, menghindari

Page 20: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 17

penggunaan yang tidak bertanggungjawab, menjaga ketersediaan, serta

memudahkan pencarian dan pengawasan.

Aspek umum yang perlu diperhatikan:

1. Tersedia rak/lemari dalam jumlah cukup untuk memuat sediaan farmasi, alat

kesehatan dan BMHP.

2. Jarak antara barang yang diletakkan di posisi tertinggi dengan langit-langit

minimal 50 cm.

3. Langit-langit tidak berpori dan tidak bocor.

4. Ruangan harus bebas dari serangga dan binatang pengganggu.

5. Tersedia sistem pendingin yang dapat menjaga suhu ruangan dibawah 25ºC.

6. Lokasi bebas banjir.

7. Tersedia lemari pendingin untuk penyimpanan obat tertentu.

8. Tersedia alat pemantau suhu ruangan dan lemari pendingin.

9. Pengeluaran obat menggunakan Sistem First In First Out (FIFO), First Expired

First Out (FEFO).

10. Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan

kelas terapi sediaan farmasi serta disusun secara alfabetis.

11. Kerapihan dan kebersihan ruang penyimpanan

12. Sediaan farmasi harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal

pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus

dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada

wadah baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat nama sediaan farmasi, nomor

batch dan tanggal kedaluwarsa. Sediaan farmasi yang mendekati kedaluarsa (3-

6 bulan) sebelum tanggal kadaluarsa disimpan terpisah dan diberikan

penandaan khusus.

13. Sediaan farmasi harus disimpan dalam kondisi yang menjaga stabilitas bahan

aktif hingga digunakan oleh pasien. Informasi terkait dengan suhu penyimpanan

obat dapat dilihat pada kemasan sediaan farmasi.

14. Untuk menjaga kualitas, vaksin harus disimpan pada tempat dengan kendali

suhu tertentu dan hanya diperuntukkan khusus menyimpan vaksin saja.

Page 21: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 18

15. Penanganan jika listrik padam. Jika terjadi pemadaman listrik, dilakukan

tindakan pengamanan terhadap sediaan farmasi dengan memindahkan sediaan

farmasi tersebut ke tempat yang memenuhi persyaratan. Sedapat mungkin,

tempat penyimpanan sediaan farmasi termasuk dalam prioritas yang

mendapatkan listrik cadangan.

16. Inspeksi/pemantauan secara berkala terhadap tempat penyimpanan sediaan

farmasi.

17. Tempat penyimpanan obat (ruangan dan lemari pendingin) harus selalu

dipantau suhunya menggunakan termometer yang terkalibrasi. Termometer

yang digunakan untuk mengukur suhu lemari penyimpanan dapat berupa

termometer eksternal dan internal, sebagaimana terlihat pada gambar 1.

Gambar 2.1. Lemari pendingin dengan termometer eksternal (kiri) dan

lemari pendingin dengan termometer internal (kanan)

Penyimpanan sediaan farmasi, BMHP dan Alkes harus dilakukan pencatatan dengan

kartu stok. Pencatatan di kartu stok meliputi nama, bentuk sediaan dan kekuatan

sediaan farmasi, jumlah persediaan, tanggal, nomor dokumen dan sumber

penerimaan, jumlah yang diterima, tanggal, nomor dokumen dan tujuan penyerahan,

jumlah yang diserahkan, nomor bets dan kedaluwarsa setiap penerimaan atau

penyerahan, dan paraf atau identitas petugas yang ditunjuk. Pencatatan stok

dilakukan secara manual ataupun dapat secara elektronik dengan sistem yang

tervalidasi, mampu telusur dan dapat dicetak. Contoh Kartu stok dapat dilihat pada

Lampiran 6.

Page 22: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 19

Stock opname sediaan farmasi, BMHP dan alkes dilakukan secara berkala sekurang-

kurangnya sekali dalam 6 (enam) bulan. Khusus untuk Narkotika dan Psikotropika

stock opname dilakukan secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam 1 (satu)

bulan. Aspek khusus yang perlu diperhatikan:

1. Obat High Alert

Obat High Alert adalah obat yang perlu diwaspadai karena dapat menyebabkan

terjadinya kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), dan berisiko tinggi

menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome).

Obat yang perlu diwaspadai terdiri atas:

a. obat risiko tinggi yaitu obat yang bila terjadi kesalahan (error) dapat

mengakibatkan kematian atau kecacatan seperti, insulin, antidiabetik oral atau

obat kemoterapeutik.

b. obat dengan nama, kemasan, label, penggunaan klinik tampak/kelihatan sama

(look alike), bunyi ucapan sama (sound alike) biasa disebut lasa, atau disebut

juga Nama Obat Rupa Ucapan Mirip (NORUM), contohnya tetrasiklin dan

tetrakain. Apotek menetapkan daftar obat Look Alike Sound Alike

(LASA)/Nama-Obat-Rupa-Ucapan-Mirip (NORUM). Penyimpanan obat

LASA/NORUM tidak saling berdekatan dan diberi label khusus sehingga

petugas dapat lebih mewaspadai adanya obat LASA/NORUM.

c. elektrolit konsentrat seperti natrium klorida dengan konsentrasi lebih dari 0,9%

dan magnesium sulfat injeksi.

Daftar obat berisiko tinggi ditetapkan oleh Apotek dengan mempertimbangkan data

dari referensi dan data internal di Apotek tentang “kejadian yang tidak diharapkan”

(adverse event) atau “kejadian nyaris cedera” (near miss). Referensi yang dapat

dijadikan acuan antara lain daftar yang diterbitkan oleh ISMP (Institute for Safe

Medication Practice). Apotek harus mengkaji secara seksama obat-obat yang

berisiko tinggi tersebut sebelum ditetapkan sebagai obat high alert di Apotek.

Page 23: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 20

Untuk obat high alert(obat dengan kewaspadaan tinggi) berupa elektrolit

konsentrasi tinggi dan obat risiko tinggi harus disimpan dengan terpisah dan

penandaan yang jelas untuk menghindari kesalahan pengambilan dan penggunaan.

Penyimpanan dilakukan terpisah, mudah dijangkau dan tidak harus terkunci.

Disarankan pemberian label high alert diberikan untuk menghindari kesalahan.

Gambar 2.2. Contoh lemari penyimpanan obat high alert

Penyimpanan obat LASA/NORUM tidak saling berdekatan dan diberi label khusus

sehingga petugas dapat lebih mewasapadai adanya obat LASA/NORUM. Dibawah

ini beberapa contoh obat LASA berdasarkan bentuk sediaan, kekuatan dan

kandungan zat aktif:

Gambar 2.3. Contoh obat LASA dengan kekuatan bentuk sediaan berbeda

Page 24: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 21

Gambar 2.4. Contoh obat LASA dengan bentuk sediaan berbeda

Gambar 2.5. Contoh obat LASA dengan kandungan zat aktif berbeda

Gambar 2.6. Contoh obat LASA disimpan tidak berdekatan dan diberi label

"LASA"

Gambar 2.7. Contoh label LASA

Page 25: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 22

2. Obat Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi.

Tempat penyimpanan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi harus

mampu menjaga keamanan, khasiat dan mutu serta dilarang digunakan untuk

menyimpan barang selain Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi.

Apotek harus memiliki tempat penyimpanan Narkotika atau Psikotropika berupa

lemari khusus dan berada dalam penguasaan Apoteker. Lemari khusus

penyimpanan Narkotika dan Psikotropika harus mempunyai 2 (dua) buah kunci

yang berbeda, satu kunci dipegang oleh Apoteker dan satu kunci lainnya

dipegang oleh pegawai lain yang dikuasakan. Apabila Apoteker berhalangan

hadir dapat menguasakan kunci kepada pegawai lain. Apotek harus menyimpan

Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi di tempat penyimpanan obat yang

aman berdasarkan analisis risiko

2.5 PEMUSNAHAN DAN PENARIKAN

Sediaan farmasi kedaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan

jenis dan bentuk sediaan. Pemusnahan sediaan farmasi kedaluwarsa atau rusak yang

mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan

oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pemusnahan sediaan farmasi selain

narkotika dan psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh tenaga

kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktik atau surat izin kerja. Pemusnahan

dibuktikan dengan berita acara pemusnahan menggunakan Lampiran 7 sebagaimana

terlampir.

Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat

dimusnahkan. Pemusnahan Resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh

sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek dengan cara dibakar atau cara

pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan Resep

menggunakan Lampiran 8 sebagaimana terlampir dan selanjutnya dilaporkan kepada

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai

yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan. Penarikan sediaan farmasi yang tidak

Page 26: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 23

memenuhi standar/ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan oleh pemilik

izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau

berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap

memberikan laporan kepada Kepala BPOM. Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan

Medis Habis Pakai dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh

Menteri.

2.6 PENGENDALIAN

Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah persediaan

sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau pengadaan,

penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya

kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan, kedaluwarsa, kehilangan serta

pengembalian pesanan. Pengendalian persediaan dilakukan menggunakan kartu stok

baik dengan cara manual atau elektronik. Kartu stok sekurang-kurangnya memuat

nama sediaan farmasi, tanggal kedaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran

dan sisa persediaan.

Pengendalian persediaan adalah suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya

sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan

sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan sediaan farmasi di

apotek. Pengendalian persediaan obat terdiri dari:

1. Pengendalian ketersediaan

Kekosongan atau kekurangan sediaan farmasi di apotek dapat terjadi karena

beberapa hal:

d. Perencanaan yang kurang tepat;

e. Perubahan kebijakan pemerintah (misalnya perubahan e-katalog, sehingga

sediaan farmasi yang sudah direncanakan tahun sebelumnya tidak masuk

dalam katalog sediaan farmasi yang baru); dan

f. Berikut beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh apoteker untuk

mencegah/mengatasi kekurangan atau kekosongan sediaan farmasi:

Page 27: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 24

1) Melakukan analisa perencanaan sebelum pemesanan/pembelian sediaan

farmasi.

2) Mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama

komponen aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter

dan/atau pasien.

3) Lakukan stock opname sediaan farmasi, BMHP dan alkes secara berkala

sekurang-kurangnya sekali dalam 6 (enam) bulan. Khusus untuk

Narkotika dan Psikotropika stock opname dilakukan secara berkala

sekurang-kurangnya sekali dalam 1 (satu) bulan.

2. Pengendalian penggunaan

Pengendalian penggunaan sediaan farmasi dilakukan untuk mengetahui jumlah

penerimaan dan pemakaian sediaan farmasi sehingga dapat memastikan jumlah

kebutuhan sediaan farmasi dalam satu periode. Kegiatan pengendalian

mencakup:

a. memperkirakan/menghitung pemakaian rata-rata periode tertentu. Jumlah

stok ini disebut stok kerja.

b. menentukan:

1) Stok optimum adalah stok sediaan farmasi yang disediakan agar tidak

mengalami kekurangan/kekosongan.

2) Stok pengaman adalah jumlah stok yang disediakan untuk mencegah

terjadinya sesuatu hal yang tidak terduga, misalnya karena

keterlambatan pengiriman.

3) Menentukan waktu tunggu (leadtime) adalah waktu yang diperlukan dari

mulai pemesanan sampai sediaan farmasi diterima.

c. Pencatatan

Pencatatan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk memonitor

keluar dan masuknya (mutasi) sediaan farmasi di apotek. Pencatatan dapat

dilakukan dalam bentuk digital atau manual.

Pencatatan dalam bentuk manual biasanya menggunakan kartu stok. Fungsi

kartu stok sediaan farmasi:

Page 28: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 25

1) mencatat jumlah penerimaan dan pengeluaran sediaan farmasi termasuk

kondisi fisik, nomor batch dan tanggal kedaluwarsa sediaan farmasi;

2) satu kartu stok hanya digunakan untuk mencatat mutasi satu jenis sediaan

farmasi; dan

3) data pada kartu stok digunakan untuk menyusun laporan dan rencana

kebutuhan sediaan farmasi periode berikutnya.

Hal yang harus diperhatikan:

1) Kartu stok obat harus diletakkan berdekatan dengan sediaan farmasi

yang bersangkutan. pencatatan harus dilakukan setiap kali ada mutasi

(keluar masuk sediaan farmasi atau jika ada sediaan farmasi hilang,

rusak/kedaluwarsa).

2) Penerimaan dan pengeluaran dijumlahkan setiap akhir periode.

3. Penanganan ketika terjadi kerusakan, recall dan kedaluwars

a. pemusnahan dan penarikan obat yang tidak dapat digunakan harus

dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku;

b. untuk pemusnahan narkotika, psikotropika dan prekursor dilakukan oleh

apoteker dan disaksikan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota dan dibuat

berita acara pemusnahan;

c. penarikan obat yang tidak memenuhi standar/ketentuan peraturan perundang-

undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan

oleh bpom (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh

pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan

kepada kepala bpom. penarikan bmhp dilakukan terhadap produk yang izin

edarnya dicabut oleh Menteri; dan

d. pemusnahan dilakukan untuk obat bila:

1) Produk tidak memenuhi persyaratan mutu/rusak.

2) Telah kedaluwarsa.

3) Dicabut izin edarnya.

Page 29: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 26

2.7 PENCATATAN DAN PELAPORAN

Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi pengadaan (surat pesanan,

faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan

pencatatan lainnya yang disesuaikan dengan kebutuhan. Pelaporan terdiri dari

pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal merupakan pelaporan yang

digunakan untuk kebutuhan manajemen Apotek, meliputi keuangan, barang dan

laporan lainnya. Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk

memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan,

meliputi pelaporan narkotika, psikotropika dan pelaporan lainnya.

1. Pencatatan

Pencatatan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk memonitor transaksi

perbekalan farmasi yang keluar dan masuk di apotek. Adanya pencatatan akan

memudahkan petugas untuk melakukan penelusuran bila terjadi adanya mutu

sediaan farmasi yang sub standar dan harus ditarik dari peredaran. Pencatatan

dapat dilakukan dengan menggunakan bentuk digital maupun manual. Kartu

yang umum digunakan untuk melakukan pencatatan adalah Kartu Stok.

Fungsi kartu stok:

4) Kartu stok digunakan untuk mencatat mutasi perbekalan farmasi

(penerimaan, pengeluaran, hilang, rusak atau kedaluwarsa).

5) Tiap lembar kartu stok hanya diperuntukkan mencatat data mutasi 1 (satu)

jenis perbekalan farmasi.

6) Data pada kartu stok digunakan untuk menyusun laporan, perencanaan,

pengadaan, distribusi dan sebagai pembanding terhadap keadaan fisik

perbekalan farmasi dalam tempat penyimpanannya.

Hal-hal yang harus diperhatikan:

a. Kartu stok diletakkan bersamaan/ berdekatan dengan perbekalan farmasi

bersangkutan

b. Pencatatan dilakukan secara rutin dari hari ke hari

Page 30: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 27

c. Setiap terjadi mutasi perbekalan farmasi (penerimaan, pengeluaran, hilang,

rusak/ kedaluwarsa) langsung dicatat didalam kartu stok

d. Penerimaan dan pengeluaran dijumlahkan pada setiap akhir bulan

Informasi yang didapat:

b. Jumlah perbekalan farmasi yang tersedia (sisa stok);

c. Jumlah perbekalan farmasi yang diterima;

d. Jumlah perbekalan farmasi yang keluar;

e. Jumlah perbekalan farmasi yang hilang/rusak/kedaluwarsa; dan

f. Jangka waktu kekosongan perbekalan farmasi.

Manfaat informasi yang didapat:

a. Untuk mengetahui dengan cepat jumlah persediaan perbekalan farmasi;

b. Penyusunan laporan;

c. Perencanaan pengadaan dan distribusi;

d. Pengendalian persediaan;

e. Untuk pertanggungjawaban bagi petugas penyimpanan dan pendistribusian;

dan

f. Sebagai alat bantu kontrol bagi apoteker.

Petunjuk pengisian:

a. Kartu stok memuat nama perbekalan farmasi, satuan, asal (sumber) dan

diletakkan bersama perbekalan farmasi pada lokasi penyimpanan.

b. Bagian judul pada kartu stok diisi dengan:

1) Nama perbekalan farmasi.

2) Kemasan.

3) Isi kemasan.

Kolom-kolom pada kartu stok diisi sebagai berikut:

a. Tanggal penerimaan atau pengeluaran

b. Nomor dokumen penerimaan atau pengeluaran

Page 31: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 28

c. Sumber asal perbekalan farmasi atau kepada siapa perbekalan farmasi

dikirim

d. No. Batch/No. Lot.

e. Tanggal kedaluwarsa

f. Jumlah penerimaan

g. Jumlah pengeluaran

h. Sisa stok

i. Paraf petugas yang mengerjakan

2. Pelaporan

Pelaporan adalah kumpulan catatan dan pendataan kegiatan administrasi sediaan

farmasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan yang disajikan kepada pihak yang

berkepentingan.

Tabel 2.2. Laporan yang dibuat Apotek

No. Jenis Laporan Kegunaan Keterangan

1. Narkotik Untuk audit POM dan

keperluan perancanaan

Lampiran 9

2. Psikotropik Untuk audit POM dan

keperluan perancanaan

Lampiran10

Banyak tugas/fungsi penanganan informasi dalam pengendalian perbekalan

farmasi (misalnya, pengumpulan, perekaman, penyimpanan penemuan kembali,

meringkas, mengirimkan dan informasi penggunaan sediaan farmasi) dapat

dilakukan lebih efisien dengan komputer daripada sistem manual. Sistem

komputer harus termasuk upaya perlindungan yang memadai terhadap aktivitas

pencatatan elektronik. Untuk hal ini harus diadakan prosedur yang

terdokumentasi untuk melindungi rekaman yang disimpan secara elektronik,

terjaga keamanan, kerahasiaan, perubahan data dan mencegah akses yang tidak

berwenang terhadap rekaman tersebut. Suatu sistem data pengaman (back up)

Page 32: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 29

harus tersedia untuk meneruskan fungsi komputerisasi jika terjadi kegagalan

alat. Semua transaksi yang terjadi selama sistem komputer tidak beroperasi,

harus dimasukkan ke dalam sistem secepat mungkin.

Page 33: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 30

BAB III

PELAYANAN FARMASI KLINIK

Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek disusun atas kerjasama ISFI dengan

Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal Pelayanan Farmasi

Departemen Kesehatan padatahun 2003. Standar kompetensi apoteker di apotek ini

dimaksudkan untuk melindungi masyarakat daripelayanan yang tidak

profesional,melindungi profesi dari tuntutan masyarakat yang tidak wajar,

sebagaipedoman dalampengawasan praktek apoteker dan untuk pembinaan serta

peninhkatanmutu pelayananfarmasi diapotek. Di dalam standar tersebut pelaksanaan

farmasi diapotek terdiri daripelayanan obat non resep (bidang I),pelaynan komunikasi-

informasi-edukasi (bidang II), pelayanan obat resep (bidang III) dan pengelolaan obat

(bidang IV) (Direktorat Jenderal Pelayanan Farmasi, 2003).

3.1 PELAYANAN OBAT NON RESEP

Pelayanan Obat Non Resep merupakan pelayanan kepada pasien yang ingin

melakukan pengobatan sendiri, dikenal dengan swamedikasi. Dalam standar pelayanan

framasi klinis diapotek disebutkan bahwa Apoteker di Apotek dapat melayani Obat non

Resep atau pelayanan swamedikasi. Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien

yang memerlukan Obat non Resep untuk penyakit ringan dengan memilihkan Obat

bebas atau bebas terbatas yang sesuai.

Berdasarkan Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas tahun 2006,

pengobatan sendiri (swamedikasi) harus mengikuti prinsip penggunaan obat secara

umum,yaitu penggunaan obat secara aman dan rasional. Swamedikasi yang

bertanggungjawab membutuhkan produk obat yang sudah terbukti keamanan, khasiat

dan kualitasnya, serta membutuhkan penilaian obat yang tepat sesuai dengan indikasi

penyakit dan kondisi pasien.

Sesuai dengan peraturan MenteriKesehatan No.919/Menkes/PE/X/1993 tentang

kriteria obat yag dapat diserahkan tanpa resep, adalah:

Page 34: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 31

1) Tidak dikontraindikasikan untukpenggunaan pada wanita hamil, anak dibawah

usia 2 tahun dan orang tua diatas 65 tahun

2) Pengobatan sendiri dengan Obat dimaksud tidak memberikan resiko pada

kelanjutan penyakit

3) Penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus

dilakukan oleh tenaga kesehatan.

4) Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di

Indonesia.

5) Obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat dan keamanan yang dapat

dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.

Berdasarkan kriteria tersebut, kelompok obat untuk swamedikasi atau obat-obat

yang dapat digunakan tanpa resep adalah obat yang berada dalam kategori obat wajib

apotek (OWA), obat bebas terbatas (OBT) dan obat bebas (OB). Obat wajib apotek

terdiri dari kelas terapi oral kontrasepsi,obat saluran cerna,obat mulut serta

tenggorokan,obat saluran nafas,obat yang mempengaruhi sistemneuromuskular,anti

parasitdan obat kulit topikal.

Untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirimya sendiri

untuk,mengatasi masalah kesehatan perlu ditunjang dengan sarana yang dapat

meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman dan rasional. Apoteker dalam

melayani golongan OWA diwajibkan memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat

perpaasien yang tercantum dalam daftar OWA1, OWA2 dan OWA3 yang tertera

dalam lampiram surat keputusan menteri kesehatan RI tahun 1990,1993 dan 1999.

Wajib pula membuat catatan pasien serta obat yang diserahkan.

1. Obat Bebas

Adalah obat yang dijual secara bebas baik ditoko obat ataupun apotek.

Pemakaian obat bebas ditujukan untuk mengatasi penyakit ringan sehingga

tidakmemerlukan pengawasan dari tenaga medis selamadiminum sesuai

petunjuk yangtertera padakemasan, halini dikarenakan jenis zat aktif pada obat

bebas relatif aman. Efek samping yang ditimbulkanpun minimum dantidak

berbahaya. Karena semua informasi penting untuk swamedikasidengan obat

Page 35: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 32

bebas tertera pada kemasan atau brosur informasididalamnya,pembelian obat

sangat disarankan dengan kemasannya sekaligus. Logo khas obat bebas adalah

tanda berupalingkaran hijau dengan garis te[iberwarnahitam. Yang termasuk

obat golonganini contohnya analgetik antipiretik, vitamin dan mineral.

2. Obat Bebas Terbatas

Golonganobat ini disebut juga obat W (Waarschuwing) yang artinya waspada.

Diberinama obat bebas terbatas karena ada batasan jumlah dan kadar dari zat

aktifnya. Seperti Obat bebas, Obat bebas terbatas mudah didapatkan karena

dijualbebas dandapat dibeli tanparesepdokter. Obat bebas terbatas dijual

dengan disertai beberapa peringatan daninformasi memadai bagi masyarakat

luas.Obat ini dapat dikenali lewat lingkaran biru dengangaris tepi

berwarnahitamyang mengelilingi. Contoh obat golonganiniadalah obat

batuk,obat flu,obat pereda nyeri atau obat anti alergi.

Gambar 2.1 Peringatan Obat Bebas Terbatas

3. Obat Wajib Apotek

Obat wajib apotek adalah golongan obat yang wajib tersedia diapotek.

Merupakan obat keras yang dapat diperoleh tanpa resepdokter.Obatini aman

dikonsumsi bila sudah melalui konsultasi dengan apoteker. Tujuan

digolongkannya obat ini adalah untuk melibatkan apoteker dalam praktek

swamedikasi dan dalam rangka memperluas keterjangkauan obat untuk

masyarakat. Tidak ada logokhusus padagolongan obat wajib apotek, sebab

secara umum semua obat OWA merupakan obat keras. Obat wajib apotek

terdiri dari kelas terapi oral kontrasepsi, obat saluran cerna,obat mulut serta

Page 36: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 33

tenggorokan, obat saluran nafas, obat yang mempengaruhi sistem

neuromuskular, anti parasit dan obat kulit topikal.

Contoh sediaan OWA:

a. OWA 1 (PermenkesNo.347/Menkes/SK/VII/1990)

1). Alat Kontrasepsi: Linestrenol (Exluton)

Levonorgestrol-etinilestradiol (Mikrodiol)

Norgestrel-etinil estradiol (Microgynon)

2). Obat saluran cerna: Antasid (Sanmag)

Antimual : Metoklorpamide HCl (Primperan)

Laksan : Bisakodil supp (Dulcolax)

3). Obat saluran nafas: Obat asma: salbutamol

4). Obat yang mempengaruhi sistem neuromuskular: Antihistamin(Interistin)

5). Antiparasit: Mebendazol (Trivexan)

6). Obat Kulit Topikal:

Antibiotik: Gentamisin (Garamycin), Neomicin (Benoson-N)

Kortikosteroid: hydrokotison (Bufacort)

Anestesi lokal: Lidokain (Lidodex).

b. OWA 2 (PermenkesNo.924/Menkes/Per/X/1993)

Albendazol

Clindamicin

Dexametason

Ibuprofen

Ketoconazole

Omeprazole, dll....

c. OWA 3(Permenkes No.1176/Menkes/SK/X/1999)

-Saluran pencernaan danmetabolisme: Ranitidin (anti ulkus peptik)

-Obat kulit: Asam fusidat (antimikroba), tretinoin (anti acne)

-Anti infeksi umum: Isoniazid,Rifampicin, Pirazinamid,Etambutol

(AntiTBC)

-Sistem muskoloskeletal: Alupurinol(antigout),Piroksikam (anti inflamasi

dananti rematik)

Page 37: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 34

-Sistem saluran pernafasan: Setirizin(antihistamin), Orsiprenalin(anti asma)

-Organ-organ sensorik: Gentamisin (obat mata),kloramfenikol(obat telinga)

Sebagai seorang profesional kesehatan, Apoteker mempunyai peran yang sangat

penting dalam memberikan bantuan dan petunjuk kepada masyarakat yang ingin

melakukan swamedikasi. Apoteker harus dapat menekankan kepada pasien, bahwa

walaupun dapat diperoleh tanpa resep Dokter namun penggunaan obat bebas dan obat

bebas terbatas tetap dapat menimbulkan bahaya dan efek samping yang tidak

dikehendaki jika dipergunakan secara tidak semestinya.

Dalam penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas, Apoteker memiliki dua

peran yang sangat penting, yaitu menyediakan produk obat yang sudah terbukti

keamanan, khasiat dan kualitasnya serta memberikan informasi yang dibutuhkan atau

melakukan konseling kepada pasien (dan keluarganya) agar obat digunakan secara

aman, tepat dan rasional. Konseling yang dilakukan terutama dalam

mempertimbangkan :

a) Ketepatan penentuan indikasi/penyakit

b) Ketepatan pemilihan obat (efektif, aman, ekonomis), serta

c) Ketepatan dosis dan cara penggunaan obat.

Satu hal yang sangat penting dalam swamedikasi adalah meyakinkan agar

produk yang digunakan tidak berinteraksi negatif dengan produk-produk yang sedang

digunakan atau dikonsumsi pasien. Disamping itu Apoteker juga diharapkan dapat

memberikan petunjuk kepada pasien bagaimana memonitor penyakitnya, serta kapan

harus menghentikan pengobatannya atau kapan harus berkonsultasi kepada Dokter.

Informasi tentang obat dan penggunaannya pada pasien saat swamedikasi pada

dasarnya lebih ditekankan pada informasi farmakoterapi yang disesuaikan dengan

kebutuhan serta pertanyaan pasien. Informasi yang perlu disampaikan ketika

melakukan swamedikasi antara lain:

a) Khasiat obat.

Apoteker perlu menerangkan dengan jelas apa khasiat obat yang

bersangkutan, sesuai atau tidak dengan indikasi atau gangguan kesehatan

yang dialami pasien.

Page 38: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 35

b) Kontraindikasi

Pasien juga perlu diberitahu dengan jelaskontra indikasi dariobat yang

diberikan, agar tidak menggunakannya jikamemiliki kontra indikasi

dimaksud.

c) Efek samping dan cara mengatasinya (jika ada)

Pasien juga perludiberiinformasi tentang efek samping yang mungkin

muncul serta apayang harus dilakukan untuk menghindari atau

mengisinya.

d) Cara Pemakaian

Kepada pasien,harus diberikan informasi yang jelas xara pemakaian

obat,untuk menghindari salah pemakaian, apakah ditelan, dihirup,

dioleskan, dimasukkan melalui dubur atau cara lainnya.

e) Dosis

Apoteker dapat menyarankan dosis sesuai dengan yang disarankan oleh

produsen (sebagaimana petunjuk pemakaian yang tertera padaa

etiket)natau dapat menyarankan dosis lain sesuai dengan kondisi

kesehatan pasien.

f) Waktu pemakaian

Harus di informasikan dengan jelas kepada pasien,kapan waktu

pemakaian obat (sebelum atau sesudah makan, saat akan tidur dan atau

bersamaan dengan makanan). Hal yang harus diperhatikan sewaktu

minum obat tersebut,misalnya apntangan makanan atau minuman

tertentu yang dikonsumsi dalam waktu bersamaan.

g) Lama Penggunaan

Kepada pasien harus diinformasikan berapa lama obat tersebut

digunakan, agar pasien tidak menggunakan obat secara berkepanjangan.

h) Hal apa yang harus dilakukan jika lupa memakai obat

i) Cara penyimpanan obat yang baik

j) Cara memperlakukan obat yang masih tersisa

k) Cara membedakan obat yang masih baik dan sudah rusak

Page 39: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 36

Disamping itu Apoteker juga perlu memberi informasi kepada pasien tentang obat

generik yang memiliki khasiat sebagaimana yang dibutuhkan, serta keuntungan yang

dapat diperoleh dengan menggunakan obat generik. Hal ini penting dalampemilihan

obat yang selayaknya harus selalu memperhatikan aspek farmakoekonomi dan hak

pasien.

Selain konseling dalamfarmakoterapi, Apoteker memilikitanggungjawab lain

yang lebih luas dalam swamedikasi. Dalam pernyataan bersama yang dikeluarkan oleh

IPF(International Pharmaceutical Federation) dan WMI (Word Self-Medication)

tentang swamedikasi yang bertanggung jawab (Responsible Self Medication)

dinyatakan sebagai berikut:

1. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk memberikan nasehat

daninformasi yang benar,cukup dan objektif tentang swamedikasi

dansemuaproduk yang tersedia untukswamedikasi.

2. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk merekomendasikan

kepadapasien agar segra mencari nasehat medis yang diperlukan apabila

dipertimbangkan swamedikasi tidak mencukupi.

3. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untukmemberikan laporan

kepadalembaga pmerintah yang berwenang, danuntuk menginformasikan

kepadaprodusen obat yang bersangkutan,mengenai efek tak dikehendaki

(adverse reaction) yangterjadipada pasien yang menggunakan obattersebut

dalam swamedikasi.

4. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk mendorong anggota

masyarakat agar memperlakukan obat sebagai produk khusus yang harus

dipergunakan dan disimpan secara hati-hati, dan tidak boleh dipergunakan tanpa

indikasi yang jelas.

Page 40: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 37

Contoh Petunjuk Swamedikasi Pemberian Obat dengan Alat Bantu Khusus:

1. Tetes Mata

1) Cuci tangan dengan sabun

2) Berdiri atau duduklah didepan cermin

3) Buka tutup botol tetes mata

4) Periksalah ujung penetes,usahakan tetap bersih

5) Jangan menyentuh bagian ujung penetes dengan apapun,usahakan tetap

bersih

6) Posisikan kepala menengadah dan tarik kelopak mata bagian bawah

sampai tertbentuk cekungan.

7) Pegang obat tetes mata dengan ujung penetes di bawah sedekat

mungkin dengan mata tetapi tidak menyentuhnya.

8) Perlahan-lahan tekan botol tetes mata sehingga jumlah tetesan yang

diinginkan dapat menetes dengan benar pada cekungan yang terbentuk

darikelopakmata bagian bawah.

9) Tutuplah mata selama 2-3 menit

10) Bersihkan kelebihan cairan dengan tisu

11) Ulangi lagi untuk mata yang lain jika perlu.

12) Tutupkembali obat tetes mata tersebut. Jangan mengusap atau mencuci

ujung penetesnya.

Gambar 2.2. Cara Penggunaan Obat Tetes Mata

Perhatian:

✓ Setelah dibuka, penyimpanan obat tetes mata disimpanditempat yang

sejukdan gelap.

✓ Jangan menyentuh ujung penetes dengan apapun

✓ Jangan menggunakan satu tetes obat mata untuk bersama-sama

✓ Buanglahbotol setelah waktu yang diekomendasikan. Kecuali ada

keterangan lain biasanya 4 minggu setelah pertama kali dibuka.

Page 41: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 38

Sebaiknya catat tanggal waktu pertamakali dibuka sehingga dapat

memudahkan untuk mengetahui kapan tidak bisa digunakan lagi.

✓ Jika menggunakan obat tetes mata lebih dari satu,tunggulah sekitar

2menit sebelum meneteskan obat yang lain.

✓ Setelah menggunakan obat tetes mata beberapa pasien akan merasakan

dimulut atau ditenggorokan.

✓ Jangan menggunakan lensakotak ketika menggunakan tetes mata.Karena

dapat menyebabkan akumulasi pada lensa kotak

✓ Jauhkan obat tetes mata dari jangkauan anak-anak.

2. Salep Mata

1) Cuci tangan dengan sabun

2) Duduk atau berdirilah di depan cermin

3) Buka tutup salep

4) Tengadahkanlah kepala

5) Tarikkelopak mata bagian bawah ke bawah sehingga terbentuk cekungan

6) Peganglah tube sedekat mungkin dengan cekungan tetapi tidak

menyentuhnya dan perlahan-lahan tekan sehingga keluar salep sepnajang

1 cm atau yang dianjurkan dan masukkan kedalam cekungan tersebut.

7) Jangan menyentuh mata atau bulumata dengan ujung tube

8) Pejamkan mata selama kurang lebih 2menit supaya salep dapat tersebar

merata.

9) Pandangan mungkin akan menjadi kabur ketika awal membuka mata.

Jangan menggosok mata. Hal ini dapat hilang sendirinya setelah

memejamkan mata.

10) Usaplah kelebihan salep dengan tisu

11) Tutup kembali tube

12) Jangan menyentuh tube dengan apapun.

13) Jika menggunakan lebih dari satu salepmata tunggu sekitar 30menit

sebelum menggunakan salep berikutnya

Page 42: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 39

14) Jika selain salep mata menggunakan tetes mata maka dapat

menggunakan tetes mata terlebih dahulu dan tunggu 5menit sebelum

menggunakan salep mata.

Gambar 2.3. Cara Penggunaan Obat Salep Mata

Perhatian:

✓ Akan lebih mudah jika meminta bantuan orang lain

✓ Jangan berbagi salep mata untuk orang lain

✓ Jangan menggunakan lensa kotak ketika menggunakan salep mata

✓ Buanglah botol setelah waktu yang diekomendasikan. Kecuali ada

keterangan lain biasanya 4minggu setelah pertama kali dibuka.

Sebaiknya catat tanggal waktu pertamakali dibuka sehingga dapat

memudahkan untuk mengetahui kapan tidak bisa digunakan lagi.

✓ Setelah menggunakan obat tetes mata beberapa pasien akan merasakan

pedih beberapa menit. Jika berlangsung lama, konsultasikan dengan

dokter anda.

✓ Jauhkan obat tetes mata dari jangkauan anak-anak.

3. Obat-obat Inhalasi

a) Metered Dose Inhaler (MDI)

Pada sediaan ini,ssetiap inhaler terdiri dari tabung bertekanan yang

berisiobat dan sebuah mothpiece. Sekali tekan inhaler akan mengeluarkan

obat dalam bentuk kabut tipis yang akandihirupmasukkeparu-paru.

1) Buka tutupinhaler dankocoklah inhaler

2) Buanglah nafas perlahan-lahan sedpat mungkin mengosongkan

paru-paru

3) Pegang inhaler 2,5-5cm didepan mulut

Page 43: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 40

4) Mulaimenarik nafas melalui mulut perlahan-lahan dan bersamaan

dengan itu tekan inhaler satu kali

5) Tetaplah tarik nafas perlahan-lahan melalui mulut sedalam mungkin

selama kurang lebih 3-5 detik.

6) Tahan nafas selama 10 detik supaya obat dapat masuk ke paru-paru

dengan sempurna

7) Ulangi langkah 2-6 jika diperlukan lebih dari 1 kali semprotan.

Tunggulah selama 1 menit sebelum semprotan berikutnya.

Gambar 2.4. Cara Penggunaan Inhaler MDI

b) Dry Powder Inhaler (DPI)

DPI adalah inhaler dimana obatnya dalam bentuk serbuk kering.

Saat pertama digunakan, contoh pada Pulmicort turbuhaler harus terlebih

dahulu di”pancing” dengan cara:

1) Buka penutupnya

2) Peganglah pada posisi tegak denganmotuhpiece berada di atas

3) Putar pegangan yang berwarna coklat ke kanan dengan penuh dan

kembalikan ke kiri.

Gambar 2.5. Cara Penggunaan Inhaler DPI

Penyiapan dosis obat:

1) Putar dan angkatlah penutupnya

Page 44: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 41

2) Untuk memberikan dosis yang tepat Pulmicort tirbuhaler harus

dipegang padaposisi tegakdenganmouthpiece berada diatas

3) Putar pegangan bagian bawah yang berwarna coklat ke kanan

secara penuh. Putar kembali kekiri sampai terdengar bunyi “klik”.

Cara Menghirup obat:

1) Buanglah nafas untuk mengosongkan paru-paru. Tetapi jangan

didepan pulmicort turbuhaler yg sudah disiapkan dosisinya.

2) Pada saaat menghirup posisikanturbuhalermendatar

3) Masukkan mouthpiece ke dalam mulut dan katupkan vivir dengan

rapat. Hiruplah melalui mulut secara perlahan dan dalam.

4) Lepaskan mouthpiece darimulut. Tahannafas selama 5-10 detik.

Setelah itu hembuskan nafas dengan pelan-pelan.

5) Jika diperlukan lebih dari satu dosis, maka tunggu 30detik

6) Setelah selesai,pasang tutup kembali.

7) Berkumurlah dengan air.

4. Tablet Sublingual

Sediaanini dalam pemakaiannya tidak boleh dikunyah, digerus atau ditelan.

Tablet sublingual bekerja lebih cepat jika terabsorbsi melalui lapisan-lapisan

mukosa di dalam mulut.

1) Minum atau berkumurlah dengan sedikit airuntuk melembabkan jika

mulut kering

2) Letakkan tablet dibawah lidah

3) Tutuplah mulut dan janganlah menelan sampai tablet terdisolusi

seluruhnya.

4) Janganmakan,minum atau merokok selama proses disolusi tablet

5) Janganlah berkumur atau mencuci mulut selama beberapa menit setelah

tablet terdisolusi sempurna.

5. Tablet Bukal

Sediaan ini dalam pemakaiannya tidak boleh dikunyah, digerus dan ditelan.

1) Minumlah atau berkumurlah dengan sedikit air untukmelembabkan

jikamulut kering

Page 45: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 42

2) Letakkan tablet diantara pipi dan gusi atas atau gusi bawah

3) Tutuplah mulut dan janganlah menelan sampai tablet terdisolusi atau

terlarut dengan sempurna

4) Jangan makan, minum atau merokok selama proses disolusi tablet.

5) Janganlah berkumur atau mencuci mulut selama beberapa menit setelah

tablet terdisolusi dengan sempurna.

6. Suppositoria (Depkes RI,2007)

1) Cuci tangan, suppositoria dikeluarkan dari kemasan, suppositoria

dibasahi dengan air.

2) Sobek bagian kemasan (pembungkus) dari suppositoria

3) Penderita berbaring dengan posisi miring dan suppositoria dimasukkan

kedalam rectum

4) Masukkan suppositoria dengan cara bagian ujung suppositoria didorong

dengan ujung jari sampai melewati otot sfinger rektal; kira-kira ½-1 inchi

pada bayi dan 1inchi pada dewasa

5) Jika suppositoria terlalulembek untuk dapat dimasukkan,maka sebelum

digunakan sediaanditempatkan dalamlemaripendingin selama 30 menit

kemudian tempatkan pada air mengalir sebelum kemasan dibuka.

6) Setelah penggunaan suppositoria, cuci tangan penderita dengan bersih.

7) Pasien tetap berbaring selamakurang lebih 1jam agar tidak

menyebabkan kegagalan penggunaan suppositoria.

7. Tablet Vagina dengan aplikator

1) Cucilah tangan

2) Buka pembungkus tablet

3) Letakkan tablet diujung aplikator yang terbuka

4) Berbaringlah terlentang, tekuklutut sedikit dan mengangkanglah.

5) Perlahan-lahan masukkan aplikator kedalam vagina sejauh mungkin

tabletnya di bagian depan. Jangan mendorong dengan paksa.

6) Tekan alat pendorong sehingga tablet terlepas

7) Keluarkan aplikator

8) Buang aplikator (untuk kemasansekali pakai)

Page 46: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 43

9) Bersihkan dengan cermat kedua bagian aplikator dengan sabun dan

airmatang yang hangat-hangat kuku (jika bukan kemasan sekali pakai)

10) Cucilah tangan.

Gambar 2.6. Cara Penggunaan Tablet Vaginal

3.2 PELAYANAN OBAT RESEP

Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, atau dokter hewan

kepada Apoteker, baik dalam bentuk kertas maupun elektronik untuk menyediakan dan

menyerahkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan bagi pasien (Permenkes, 2016).

Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2016

menyatakan bahwa, pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan

ketersediaan, pengkajian resep, penyiapan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan

medis habis pakai termasuk peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan disertai

pemberian informasi. Apoteker harus melakukan pengkajian resep sesuai persyaratan

administrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat

inap maupun rawat jalan.

Resep yang mengandung narkotik tidak boleh ada tulisan atau tanda iter

(iterasi) yang berarti dapat diulang, m.i (mihi ipsi) yang berarti untuk dipakai

sendiri, atau u.c (usus cognitus) yang berarti pemakainnya diketahui. Resep yang

mengandung narkotik tidak boleh diulang, tetapi harus dengan resep baru. Resep –

resep yang mengandung narkotik harus disimpan terpisah dari resep lainnya

Resep yang memerlukan penanganan segera, maka dokter dapat memberi tanda

di bagian kanan atas resepnya dengan kata – kata :cito (segera), statim (penting),

Page 47: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 44

urgent (sangat penting), P.I.M (Periculum In Mora) artiinya berbahaya jika ditunda.

Urutan didahulukan adalah PIM, urgent, statim, cito.

Resep yang dapat atau tidak dapat diulang, jika dokter menghendaki agar

resepnya dapat diulang, maka dalam resep ditulis kata “iter/iterasi” dan beberapa kali

resep boleh diulang. Misalnya tertulis iter 3× artinya resep dapat dilayani sebanyak

1+3kali = 4 kali. Jika dokter menghendaki agar resepnya tidak boleh diulang tanpa

sepengetahuannya, maka dapat dituliskan pada resep tersebut dengan kata n.i = ne

iterator (tidak dapat ulang). Resep yang tidak boleh diulang adalah resep yang

mengandung obat – obatan narkotik, psikotropik dan obat keras yang telah ditetapkan

oleh pemerintah/ Menkes RI (Syamsuni, 2007). Kegiatan pengkajian resep meliputi

administrasi, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis.

Pelayanan resep dimulai dari penerimaan resep, pengkajian/skrining resep,

pemeriksaan ketersediaan sampai dengan cek harga , penyiapan sediaan farmasi dan

perbekalan kesehatan ( dispensing) termasuk peracikan obat, penulisan etiket dan copy

resep, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur

pelayanan resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian obat

(medication error).

Page 48: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 45

Gambar 2.7. Alur Pelayanan Resep di Apotek

B. Dispensing

Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi Obat.

Setelah melakukan pengkajian Resep dilakukan hal sebagai berikut:

1. Menyiapkan Obat sesuai dengan permintaan Resep:

a. menghitung kebutuhan jumlah Obat sesuai dengan Resep;

b. mengambil Obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan

memperhatikan nama Obat, tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik Obat.

2. Melakukan peracikan Obat bila diperlukan

Page 49: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 46

3. Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi:

a. warna putih untuk Obat dalam/oral;

b. warna biru untuk Obat luar dan suntik;

c. menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspensi atau

emulsi.

4. Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk Obat yang

berbeda untuk menjaga mutu Obat dan menghindari penggunaan yang salah.

Jika Penyiapan Obat teah dilakukan maka langkah selanjutnya adalah denagn

melakukan proses lanjutan sebagai berikut:

1. Sebelum Obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan kembali

mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta jenis dan

jumlah Obat (kesesuaian antara penulisan etiket dengan Resep);

2. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien;

3. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien;

4. Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat.

5. Memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal lain yang terkait

dengan obat tersebut, antara lain manfaat obat, makanan dan minuman yang

harus dihindari, kemungkinan efek samping, cara penyimpanan obat.

6. Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik dan

sopan, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya kurang

stabil.

7. Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau keluarganya.

8. Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf oleh apoteker

(apabila diperlukan).

9. Menyimpan resep pada tempatnya

10. Apoteker mendokumentasikan yang memudahkan untuk pelaporan ( Lampiran

11).

Pada saat menyerahkan obat harus disertai etiket sebagai penanda kepada siapa

obat itu diberikan dan bagaimana aturan pakainya. Etiket obat harus memuat beberapa

informasi sebagai berikut (Widyaningsih, 2018):

Page 50: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 47

1. Nama dan alamat apotek;

2. Nama dan nomor SIK APA;

3. Nama dan jumlah obat;

4. Aturan pemakaian;

5. Tanda lain yang diperlukan misalnya obat gosok, obat kumur, obat batuk dan

kocok dahulu.

Menurut Widyaningsih (2018) pada saat penyerahan obat peru dilakukan pemberian

informasi meliputi :

1. Memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal yang terkait dengan

obat antara lain manfaat obat, makanan dan minuman yang harus dihindari,

kemungkinan efek samping, cara penyimpanan obat dan lain-lain.

2. Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik,

mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya tidak stabil.

3. Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau keluarganya.

4. Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf oleh apoteker

(apabila diperlukan).

C. Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker

dalam pemberian informasi mengenai Obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan

kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan Obat kepada profesi

kesehatan lain, pasien atau masyarakat.

Informasi mengenai Obat termasuk Obat Resep, Obat bebas dan herbal.

Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metoda pemberian,

farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi, keamanan penggunaan

pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga,

sifat fisika atau kimia dari Obat dan lain-lain.

Kegiatan Pelayanan Informasi Obat di Apotek meliputi:

1. menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan;

2. membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan masyarakat

(penyuluhan);

Page 51: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 48

3. memberikan informasi dan edukasi kepada pasien;

4. memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi yang

sedang praktik profesi;

5. melakukan penelitian penggunaan Obat;

6. membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah;

7. melakukan program jaminan mutu.

Pelayanan Informasi Obat harus didokumentasikan untuk membantu penelusuran

kembali dalam waktu yang relatif singkat ( Lampiran 12). Hal-hal yang harus

diperhatikan dalam dokumentasi pelayanan Informasi Obat :

1. Topik Pertanyaan;

2. Tanggal dan waktu Pelayanan Informasi Obat diberikan;

3. Metode Pelayanan Informasi Obat (lisan, tertulis, lewat telepon);

4. Data pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, informasi lain seperti riwayat

alergi, apakah pasien sedang hamil/menyusui, data laboratorium);

5. Uraian pertanyaan;

6. Jawaban pertanyaan;

7. Referensi;

8. Metode pemberian jawaban (lisan, tertulis, pertelepon) dan data Apoteker yang

memberikan Pelayanan Informasi Obat.

D. Konseling

Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan pasien/keluarga

untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan sehingga

terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan Obat dan menyelesaikan masalah yang

dihadapi pasien. Untuk mengawali konseling, Apoteker menggunakan three prime

questions. Apabila tingkat kepatuhan pasien dinilai rendah, perlu dilanjutkan dengan

metode Health Belief Model. Apoteker harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau

keluarga pasien sudah memahami Obat yang digunakan. Kriteria pasien/keluarga pasien

yang perlu diberi konseling:

Page 52: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 49

1. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati

dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui).

2. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya:

TB, DM, AIDS, epilepsi)

3. Pasien yang menggunakan Obat dengan instruksi khusus (penggunaan

kortikosteroid dengan tappering down/off).

4. Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, fenitoin,

teofilin).

5. Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa Obat untuk indikasi

penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari

satu Obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis

Obat.

6. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.

Berikut tahapan tahapan yang dapat dilakukan pada kegiatan konseling:

1. Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien

2. Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan Obat melalui Three Prime

Questions, yaitu:

a. Apa yang disampaikan dokter tentang Obat Anda?

b. Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian Obat Anda?

c. Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan setelah

Anda menerima terapi Obat tersebut?

3. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien

untuk mengeksplorasi masalah penggunaan Obat

4. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah

penggunaan Obat

5. Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien

6. Apoteker mendokumentasikan konseling dengan meminta tanda tangan pasien

sebagai bukti bahwa pasien memahami informasi yang diberikan dalam

konseling ( Lampiran 13).

Page 53: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 50

BAB IV

SUMBER DAYA TENAGA KEFARMASIAN

Sumber Daya tenaga kefarmasian di Apotek Berdasar Peraturan Pemerintah

nomor 51 tahun 2009 pasal 33 ayat 1 dijelaskan bahwa tenaga kefarmasian terdiri dari

Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian, kemudian pada pasal 2 dijelaskan bahwa yang

dimaksud Tenaga Teknis kefarmasian adalah Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi,

Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.

4.1 Struktur Organisasi Apotek

Struktur organisasi apotek setidaknya terdiri dari bagian sebagaimana gambar

dibawah ini:

Gambar4.1. Struktur Organisasi Apotek

4.2 Sumber Daya Tenaga Kefarmasian di Apotek

1. Apoteker

Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian Apoteker harus memenuhi kriteria:

1. Persyaratan administrasi

a. Memiliki ijazah dari institusi pendidikan farmasi yang terakreditasi

b. Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)

c. Memiliki sertifikat kompetensi yang masih berlaku

d. Memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)

Page 54: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 51

2. Menggunakan atribut praktik antara lain baju praktik, tanda pengenal.

3. 3.Wajib mengikuti pendidikan berkelanjutan/Continuing Professional

Development (CPD) dan mampu memberikan pelatihan yang

berkesinambungan.

4. Apoteker harus mampu mengidentifikasi kebutuhan akan pengembangan diri,

baik melalui pelatihan, seminar, workshop, pendidikan berkelanjutan atau

mandiri.

5. Harus memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap peraturan

perundang undangan, sumpah Apoteker, standar profesi (standar pendidikan,

standar pelayanan, standar kompetensi dan kode etik) yang berlaku.

1) Peran Apoteker

Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian seorang apoteker harus menjalankan

peran yaitu:

1. Pemberi layanan

Apoteker sebagai pemberi pelayanan harus berinteraksi dengan pasien.

Apoteker harus mengintegrasikan pelayanannya pada sistem pelayanan

kesehatan secara berkesinambungan.

2. Pengambil keputusan

Apoteker harus mempunyai kemampuan dalam mengambil keputusan dengan

menggunakan seluruh sumber daya yang ada secara efektif dan efisien.

3. Komunikator

Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan pasien maupun profesi

kesehatan lainnya sehubungan dengan terapi pasien. Oleh karena itu harus

mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik.

4. Pemimpin

Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin.

Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian mengambil keputusan

yang empati dan efektif, serta kemampuan mengkomunikasikan dan

mengelola hasil keputusan.

5. Pengelola

Page 55: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 52

Apoteker harus mampu mengelola sumber daya manusia, fisik, anggaran dan

informasi secara efektif. Apoteker harus mengikuti kemajuan teknologi

informasi dan bersedia berbagi informasi tentang Obat dan hal-hal lain yang

berhubungan dengan Obat.

6. Pembelajar seumur hidup

Apoteker harus terus meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan

profesi melalui pendidikan berkelanjutan (Continuing Professional

Development/CPD)

7. Peneliti

Apoteker harus selalu menerapkan prinsip/kaidah ilmiah dalam

mengumpulkan informasi Sediaan Farmasi dan Pelayanan Kefarmasian dan

memanfaatkannya dalam pengembangan dan pelaksanaan Pelayanan

Kefarmasian.

2) Hak Apoteker

Apoteker sebagai tenaga kesehatan menurut UU No.36 tahun 2014 pasal

57 dalam menjalankan praktik mempunyai hak sebagai berikut:

a. Memperoleh pelindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai

dengan Standar Profesi, Standar Pelayanan Profesi, dan Standar Prosedur

Operasional;

b. Memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari Penerima Pelayanan

Kesehatan atau keluarganya;

c. Menerima imbalan jasa;

d. Memperoleh pelindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, perlakuan

yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia, moral, kesusilaan, serta

nilai-nilai agama;

e. Mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan profesinya;

f. Menolak keinginan Penerima Pelayanan Kesehatan atau pihak lain yang

bertentangan dengan Standar Profesi, kode etik, standar pelayanan, Standar

Prosedur Operasional, atau ketentuan Peraturan Perundang-undangan; dan

Page 56: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 53

g. Memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-

undangan.

3) Kewajiban Apoteker

Apoteker sebagai tenaga kesehatan menurut UU No.36 tahun 2014 pasal

57 dalam menjalankan praktik kefarmasian mempunyai kewajiban yang

bersumber sebagai profesi apoteker, kewajiban yang berdasarkan pada

penerapan keilmuannya saat memberikan pelayanan dan kewajiban yang

bersumber pada peraturan perundang undangan yang ditetapkan pemerintah.

Kewajiban yang timbul sebagai seorang profesi apoteker yang ditetapkan

oleh organisasi profesinya dalam Kode Etik Apoteker Indonesia yaitu kewajiban

umum, kewajiban apoteker kepada pasien, kewajiban apoteker kepada teman

sejawat dan kewajiban apoteker kepada tenaga kesehatan lainnya. kewajiban

yang berdasarkan pada penerapan keilmuannya saat memberikan pelayanan

Kewajiban apoteker yang berdasarkan pada penerapan keilmuannya saat

memberikan pelayanan sebagaimana tertuang dalam sumpah dan janji apoteker.

seorang sarjana farmasi meskipun sudah lulus dari program pendidikan apoteker

dan bisa mempunyai sertifikat kompetensi apoteker belum dapat disebut sebagai

apoteker sebelum yang bersangkutan disumpah menurut agama dan

keyakinannya untuk mengucapkan sumpah/janji apoteker.

Kewajiban apoteker yang bersumber dari peraturan perundangan

sebagaimana diatur dalam PP 51 tahun 2009 pasal 30,31,37,39,52 secara

berurutan adalah sebagai berikut :

1. Setiap tenaga kefarmasian dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib

menyimpan rahasia kedokteran dan rahasia kefarmasian.

2. Setiap tenaga kefarmasian dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian wajib

menyelenggarakan program kendali mutu dan kendali biaya.

3. Apoteker yang menjalankan pekerjaan kefarmasian harus memiliki sertifikat

kompetensi profesi.

4. Setiap tenaga kefarmasian yang melakukan pekerjaan kefarmasian di

Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi.

Page 57: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 54

5. Setiap tenaga kefarmasian yang melaksanakan pekerjaan kefarmasian wajib

memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja.

4) Kewenangan Apoteker

Kewenangan adalah dasar untuk melakukakan suatu tindakan, perbuatan

dan melakukan kegiatan/aktivitas. Apoteker yang telah disumpah memiliki dua

kewenangan yaitu kewenangan berdasarkan keahliannya dan kewenangan

menurut undang-undang. Undang – Undang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009

Pasal 23 ayat (1) Tenaga kesehatan berwenang untuk menyelenggarakan

pelayanan kesehatan. serta pasal 108 ayat (1) mengatur kewenangan seorang

tenaga kefarmasian (apoteker) : Praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan

termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan,

penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter,

pelayanan informasi obat serta pengembangan obat,bahan obat dan obat

tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan

kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.Tenaga

kesehatan yang dimaksud dalam pasal tersebut adalah apoteker.

2. Tenaga Teknis Kefarmasian

Tugas dan fungsi tenaga teknis kefarmasian adalah:

a. Membantu Apoteker dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian

b. Bertanggung jawab langsung kepada pimpinan apoteker pengelola Apotek

Page 58: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 55

BAB V

SARANA DAN PRASARANA

Apotek harus mudah diakses oleh masyarakat. Sarana dan prasarana Apotek

dapat menjamin mutu Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai

serta kelancaran praktik Pelayanan Kefarmasian. Sarana dan prasarana yang diperlukan

untuk menunjang Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi sarana yang memiliki

fungsi:

5.1. Ruang penerimaan Resep

Ruang penerimaan Resep sekurang-kurangnya terdiri dari tempat penerimaan

Resep, 1 (satu) set meja dan kursi, serta 1 (satu) set komputer. Ruang penerimaan

Resep ditempatkan pada bagian paling depan dan mudah terlihat oleh pasien.

Gambar 5.1. Ruang penerimaan resep apotek

5.2. Ruang pelayanan Resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas)

Ruang pelayanan Resep dan peracikan atau produksi sediaan secara terbatas

meliputi rak Obat sesuai kebutuhan dan meja peracikan. Di ruang peracikan

sekurang-kurangnya disediakan peralatan peracikan, timbangan Obat, air minum

(air mineral) untuk pengencer, sendok Obat, bahan pengemas Obat, lemari

pendingin, termometer ruangan, blanko salinan Resep, etiket dan label Obat. Ruang

ini diatur agar mendapatkan cahaya dan sirkulasi udara yang cukup, dapat

dilengkapi dengan pendingin ruangan (air conditioner).

Page 59: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 56

Gambar 5. 2. Ruang peracikan obat

5.3. Ruang penyerahan Obat

Ruang penyerahan Obat berupa konter penyerahan Obat yang dapat

digabungkan dengan ruang penerimaan Resep.

Gambar 5.3. Ruang penyerah obat

5.4. Ruang konselingan

Ruang konseling sekurang-kurangnya memiliki satu set meja dan kursi

konseling, lemari buku, buku-buku referensi, leaflet, poster, alat bantu konseling,

buku catatan konseling dan formulir catatan pengobatan pasien.

Page 60: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 57

Gambar 5.4. Ruang konseling Apoteker

5.5. Ruang Penyimpanan Sediaan Farmasi

Ruang penyimpanan Sediaan Farmasi Alat Kesehatan, dan Bahan Medis

Habis Pakai Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi,

temperatur, kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan

keamanan petugas. Ruang penyimpanan harus dilengkapi dengan rak/lemari Obat,

pallet, pendingin ruangan (AC), lemari pendingin, lemari penyimpanan khusus

narkotika dan psikotropika, lemari penyimpanan Obat khusus, pengukur suhu dan

kartu suhu.

Gambar 5.5. Ruang penyimpanan Obat

Page 61: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 58

5.6. Ruang Arsip

Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang berkaitan dengan

pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai serta

Pelayanan Kefarmasian dalam jangka waktu tertentu.

Page 62: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 59

LAMPIRAN

Lampiran 1

Surat Pesanan Sediaan Farmasi

Surat Pesanan Sediaan Farmasi

NAMA APOTEK :

NOMOR SIA :

ALAMAT :

NAMA APOTEKER :

NO SIPA :

Yth….. ……………, 20..

di…..

SURAT PESANAN

NOMOR / /

No Nama Sediaan Farmasi Jumlah Kemasan

Hormat Saya

(Apoteker)

Page 63: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 60

Lampiran 2

Surat Pesanan Narkotika

SURAT PESANAN NARKOTIKA Nomor: ............................

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : ........

Jabatan : ........

Mengajukan pesanan Narkotika kepada: Nama Distributor : ........ Alamat : ........ Telp : ........

dengan Narkotika yang dipesan adalah: (Sebutkan nama obat, bentuk sediaan, kekuatan/potensi, jumlah dalam bentuk angka

dan huruf)

Narkotika tersebut akan dipergunakan untuk: Nama Apotek :……..

Alamat Apotek :……..

…………., 20

Pemesan

Nama Apoteker

*) coret yang tidak perlu Catatan: - Satu surat pesanan hanya berlaku untuk satu jenis Narkotika - Surat Pesanan dibuat sekurang-kurangnya 3 (tiga) rangkap

Page 64: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 61

Lampiran 3

Surat Pesanan Psikotropika

SURAT PESANAN PSIKOTROPIKA Nomor: ............................

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : ........

Jabatan : ........

Mengajukan pesanan Psokotropika kepada: Nama Distributor : ........ Alamat : ........ Telp : ........

denganPsokotropika yang dipesan adalah: (Sebutkan nama obat, bentuk sediaan, kekuatan/potensi, jumlah dalam bentuk angka

dan huruf)

Psokotropika tersebut akan dipergunakan untuk: Nama Apotek :……..

Alamat Apotek :……..

Nama Kota, Tanggal. Bulan Tahun

Pemesan

Tanda tangan dan stampel

Nama Apoteker/No. SIPA

Catatan: Surat Pesanan dibuat sekurang-kurangnya 3 (tiga) rangkap

Page 65: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 62

Lampiran 4

Surat Pesanan Prekursor Farmasi

SURAT PESANAN OBAT JADI PREKURSOR FARMASI Nomor: ............................

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : ........

Jabatan : ........

Mengajukan pesanan Obat Jadi Prekursor Farmasi kepada: Nama Distributor : ........ Alamat : ........ Telp : ........

denganObat Jadi Prekursor Farmasi yang dipesan adalah: (Sebutkan nama obat, bentuk sediaan, kekuatan/potensi, jumlah dalam bentuk angka

dan huruf)

Obat Jadi Prekursor Farmasi tersebut akan dipergunakan untuk: Nama Apotek :……..

Alamat Apotek :……..

Nama Kota, Tanggal. Bulan Tahun

Pemesan

Tanda tangan dan stampel

Nama Apoteker/No. SIPA

Catatan: Surat Pesanan dibuat sekurang-kurangnya 3 (tiga) rangkap

Page 66: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 63

Lampiran 5

Surat Pendelegasian Kewenangan

SURAT PENDELEGASIAN KEWENANGAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :.................

Jabatan :.................

Nomor SIPA :.................

Menyatakan dalam hal saya tidak dapat menjalankan tugas sebagai Apoteker

Penanggung Jawab dalam menerima dalam rangka pengadaan Obat/Bahan

Obat/Narkotika/Psikotropika/Prekursor Farmasi*, maka demi kelancaran penerimaan

pengadaan Obat/Bahan Obat/Narkotika/Psikotropika/ Prekursor Farmasi* di .............,

saya mendelegasikanpelaksanaan tugas penerimaan pengadaan Obat/Bahan

Obat/Narkotika/Psikotropika/ Prekursor Farmasi* kepada:

Nama :..................

Jabatan : Apoteker/Tenaga Teknis Kefarmasian

Nomor SIPA /SIKTTK :..................

Demikian surat pendelegasian ini saya buat dengan sebenarnya.

Nama kota, tanggal surat pendelegasian

Penerima delegasi,

Materai Rp. 6.000

(………………..)

Yang mendelegasikan tugas,

(………………..)

*) coret yang tidak perlu

Page 67: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 64

Lampiran 6

Page 68: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 65

Lampiran 7

Berita Acara Pemusnahan Obat Kedaluwarsa/Rusak

BERITA ACARA PEMUSNAHAN OBAT KEDALUWARSA/RUSAK

Pada hari ini ........................ tanggal................ bulan..................... tahun

..................... sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek , kami

yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama Apoteker Pengelola Apotek : ……………………………………

Nomor SIPA : ……………………………………

Nama Apotek : ……………………………………

Alamat Apotek : ……………………………………

Dengan disaksikan oleh :

1. Nama : ………………………………………

NIP : ………………………………………

Jabatan : ………………………………………

2. Nama : ………………………………………

NIP : ………………………………………

Jabatan : ………………………………………

Telah melakukan pemusnahan obat sebagaimana tercantum dalam daftar terlampir.

Tempat dilakukan pemusnahan :................................................................

Demikianlah berita acara ini kami buat sesungguhnya dengan penuh tanggung jawab.

Berita acara ini dibuat rangkap 4 (empat) dan dikirim kepada :

1. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota

2. Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan

3. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi

4. Arsip di Apotek

……………………………….20……..

Saksi – saksi : Yang membuat berita acara,

1.

(...............................................) (.....................................................)

No. SIPA: .............................. No. SIPA: .................................

2.

(...............................................) No. SIPA: ............................

Page 69: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 66

DAFTAR OBAT YANG DIMUSNAHKAN

……………………………….20……..

Saksi-saksi yang membuat berita acara

1

……………………………………… ………………………………………

NIP. NO. SIPA.

2

……………………………………..

NIP

No. Nama Obat Jumlah Alasan Pemusnahan

Page 70: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 67

Lampiran 8

Berita Acara Pemusnahan Resep

BERITA ACARA PEMUSNAHAN RESEP

Pada hari ini ........................ tanggal................ bulan..................... tahun .....................

sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Nomor 73

Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek , kami yang bertanda

tangan di bawah ini :

Nama Apoteker Pengelola Apotek : …………………………………….

Nomor SIPA : …………………………………….

Nama Apotek : …………………………………….

Alamat Apotek : …………………………………….

Dengan disaksikan oleh :

3. Nama : ……………………………………….

NIP : ……………………………………….

Jabatan : ……………………………………….

4. Nama : ………………………………………

NIP : ………………………………………

Jabatan : ………………………………………

Telah melakukan pemusnahan Resep pada Apotek kami, yang telah melewati batas

waktu penyimpanan selama 5 (lima) tahun, yaitu : Resep dari

tanggal....................sampai dengan tanggal ..............................

Seberat .............................. kg.

Resep Narkotik.................. lembar

Tempat dilakukan pemusnahan : ……………………………………………………

Demikianlah berita acara ini kami buat sesungguhnya dengan penuh tanggung jawab.

Berita acara ini dibuat rangkap 4 (empat) dan dikirim kepada :

1. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota

2. Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan

3. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi

4. Arsip di Apotek

……………………………….20……..

Saksi-saksi yang membuat berita acara

1

……………………………………… ………………………………………

NIP. NO.SIPA.

2

……………………………………..

NIP.

Page 71: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 68

Lampiran 9

Formulir Pelaporan Pemakaian Narkotika

FORMULIR PELAPORAN PEMAKAIAN NARKOTIKA

…………………,…………20….

Apoteker

Nama

Narkotika

Satuan Saldo

Awal

Pemasukan

Dari

Pemasukan

Jumlah

Penggunaan

Untuk

Penggunaan

Jumlah

Saldo

Akhir

Page 72: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 69

Lampiran 10

Formulir Pelaporan Pemakaian Psikotropika

FORMULIR PELAPORAN PEMAKAIAN PSIKOTROPIKA

Nama

Psikotropika

Satuan Saldo

Awal

Pemasukan

Dari

Pemasukan

Jumlah

Penggunaan

Untuk

Penggunaan

Jumlah

Saldo

Akhir

Page 73: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 70

Lampiran 11

Formulir Catatan Pengobatan Pasien

CATATAN PENGOBATAN PASIEN

Nama Pasien :

Jenis Kelamin :

Umur :

Alamat

No. Telp :

No Tanggal Nama Dokter Nama

Obat/Dosis/Cara

Pemberian

Catatan

Pelayana

Page 74: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 71

Lampiran 12

Formulir Dokumentasi Pelayanan Informasi Obat

DOKUMENTASI PELAYANAN INFORMASI OBAT

Page 75: 2 0 2 0 - Program Studi Farmasi · 2020. 7. 13. · dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah

PKLI 72

Lampiran 13

Formulir Dokumentasi Konseling

DOKUMENTASI KONSELING