172163881-irigasi-curah
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan daerah yang beriklim basah, dimana pemakaian air tergantung pada
jumlah dan kejadian hujan. Curah hujan pada umumnya cukup tapi jarang sekali secara tepat
sesuai dengan kebutuhan untuk pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu perlu dikembangkan
system pengairan yang baik, agar ketersediaan air dapat mencukupi selama periode tumbuh,
salah satunya yaitu irigasi.
Air irigasi disalurkan ke tanah pertanian dengan empat metode umum, yaitu (1)
permukaan tanah dengan penggenangan (flooding) atau alur (furrow), (2) bawah tanah dalam hal
ini permukaan tanah dibasahi apabila ada, (3) cucuran (trickle) dari pipa dekat tanaman dan (4)
penyiraman dimana permukaan tanah dibasahi seperti oleh curah hujan.
Irigasi merupakan sumber daya yang penting dalam perencanaan usaha tani. Seperti
halnya dengan sumber daya lainnya, ada dua aspek yang perlu diperhatikan dalam perencanaan
irigasi yaitu kelayakan dan keuntungannya. Keuntungannya antara lain adalah dapat
menyediakan air yang cukup untuk pertumbuhan tanaman selama periode tumbuh. Perencanaan
irigasi disusun terutama berdasarkan kondisi-kondisi meteorology di daerah bersangkutan.
Irigasi dimaksudkan untuk memberikan suplai air kepada tanaman dalam waktu, ruang,
jumlah, dan mutu yang tepat. Pencapaian tujuan tersebut dapat dicapai melalui berbagai teknik
pemberian air irigasi. Rancangan pemakaian berbagai tersebut disesuaikan dengan karakterisasi
tanaman dan kondisi setempat.
I.2 Tujuan dan Kegunaan
1. Untuk memahami prinsip kerja irigasi curah
2. Untuk mengetahui distribusi air aplikasi hasil curahan
3. Untuk mengetahui distribusi uniformity
Adapun kegunaan dari praktikum ini yaitu sebagai informasi dan pedoman penerapan
irigasi curah di Indonesia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Irigasi curah atau siraman (sprinkle) menggunakan tekanan untuk membentuk tetesan air
yang mirip hujan ke permukaan lahan pertanian. Disamping untuk memenuhi kebutuhan air
tanaman. Sistem ini dapat pula digunakan untuk mencegah pembekuan, mengurangi erosi angin,
memberikan pupuk dan lain-lain. Pada irigasi curah air dialirkan dari sumber melalui jaringan
pipa yang disebut mainline dan sub-mainlen dan ke beberapa lateral yang masing-masing
mempunyai beberapa mata pencurah (sprinkler) (Prastowo, 1995).
Sistem irigasi curah dibagi menjadi dua yaitu set system (alat pencurah memiliki posisi
yang tepat),serta continius system (alat pencurah dapat dipindah-pindahkan). Pada set system
termasuk ; hand move, wheel line lateral, perforated pipe, sprinkle untuk tanaman buah-buahan
dan gun sprinkle. Sprinkle jenis ini ada yang dipindahkan secara periodic dan ada yang disebut
fixed system atau tetap (main line lateral dan nozel tetap tidak dipindah-pindahkan). Yang
termasuk continius move system adalah center pivot, linear moving lateral dan traveling sprinkle
(Keller dan Bliesner, 1990).
Menurut Hansen et. Al (1992) menyebutkan ada tiga jenis penyiraman yang umum
digunakan yaitu nozel tetap yang dipasang pada pipa, pipa yang dilubangi (perforated sprinkle)
dan penyiraman berputar. Sesuai dengan kapasitas dan luas lahan yang diairi serta kondisi
topografi, tata letak system irigasi curah dapat digolongkan menjadi tiga yaitu (1) Farm system,
system dirancang untuk suatu luas lahan dan merupakan satu-satunya fasilitas pemberian air
irigasi, (2) Field system, system dirancang untuk dipasang di beberapa laha pertanian dan
biasanya dipergunakan untuk pemberian air pendahuluan pada letak persemaian, (3) Incomplete
farm system, system dirancang untuk dapat diubah dari farm system menjadi fiekd system atau
sebaliknya.
Berapa kelebihan sistem irigasi curah disbanding desain konvensional atau irigasi
gravitasi antara lain ; (1) sesuai untuk daerah-daerah dengan keadaan topografi yang kurang
teratur dan profil tanah yang relative dangkal, (2) tidak memerlukan jaringan saluran sehingga
secara tidak langsung akan menambah luas lahan produktif serta terhindar dari gulma air, (3)
sesuai untuk lahan berlereng tampa menimbulkan masalah erosi yang dapat mengurangi tingkat
kesuburan tanah. Sedangkan kelemahan sistem irigasi curah adalah (1) memerlukan biaya
investasi dan operasional yang cukup tinggi, antara lain untuk operasi pompa air dan tenaga
pelaksana yang terampil, (2) memerlukan rancangan dan tata letak yang cukup teliti untuk
memperoleh tingkat efisiensi yang tinggi (Bustomi, 1999).
Menurut Keller (1990) efisiensi irigasi curah dapat diukur berdasarkan keseragaman
penyebaran air dari sprinkle. Apabila penyebaran air tidak seragam maka dikatakan efisiensi
irigasi curah rendah. Parameter yang umum digunakan untuk mengevaluasi keseragaman
penyebaran air adalah coefficient of uniformity (CU). Efisiensi irigasi curah yang tergolong
tinggi adalah bila nilai CU lebih besar dari 85%.
Berdasarkan penyusunan alat penyemprot, irigasi curah dapat dibedakan ; (1) system
berputar (rotaring hed system) terdiri dari satu atau dua buah nozzle miring yang berputar dengan
sumbu vertical akibat adanya gerakan memukul dari alat pemukul (hammer blade). Sprinkle ini
umumnya disambung dengan suatu pipa peninggi (riser) berdiameter 25 mm yang disambungkan
dengan pipa lateral, (2) system pipa berlubang (perforated pipe system), terdiri dari pipa
berlubang-lubang, biasa dirancang untuk tekanan rendah antara 0,5-2,5 kg/cm2 , hingga sumber
tekanan cukup diperoleh dari tangkai air yang ditempatkan pada ketinggian tertentu (Prastowo
dan Liyantono, 2002).
Umumnya komponen irigasi curah terdiri dari (a) pompa dengan tenaga penggerak
sebagai sumber tekanan, (b) pipa utama, (c) pipa lateral, (d) pipa peninggi (riser) dan (e) kepala
sprinkle (head sprinkle). Sumber tenaga penggerak pompa dapat berupa motor listrik atau motor
bakar. Pipa utama adalah pipa yang mengalirkan air ke pipa lateral. Pipa lateral adalah pipa yang
mengalirkan air dari pipa utama ke sprinkle. Kepala sprinkle adalah alat/bagian sprinkle yang
menyemprotkan air ke tanah (Melvyn, 1983).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Waktu dan Tempat
Percobaan irigasi curah ini dilaksanakan di lapangan Jurusan Teknologi Pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar. Berlangsung pada tanggal 18 April
2009 pukul 09.30 WITA
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah air.
Alat-alat yang digunakan yaitu :
1. Pipa penghubung, berfungsi menghubungkan antara sprinkle dan mesin pompa.
2. Pengukur tekanan, berfungsi mengukur tekanan air.
3. Selang, berfungsi sebagai penghubung pipa dan mesin.
4. Sprinkle, berfungsi sebagai pencurah atau tempat keluarnya butiran-butiran air.
5. Catch-can, berfungsi menampung air yang dikeluarkan oleh sprinkle.
6. Gelas ukur, berfungsi untuk mengukur volume air.
7. Meteran, berfungsi untuk mengukur jarak antar catch-can.
3.3 Prosedur Percobaan
1. Menginstall peralatan di lapangan dengan benar (mesin pompa, pipa penghubung dengan
pengukur tekanan, selang dan sprinkle).
2. Menghidupkan mesin pompa dengan tekanan 5 Psi (tutup sprinkle dengan ember untuk
mengumpulkan debit air yang keluar)
3. Menempatkan catch-can dengan jarak 1 m disekeliling sprinkle.
4. Mengukur volume masing-masing catch-can setelah 5 menit.
5. Menghidupkan mesin pompa dengan tekanan 5 Psi dan 10 Psi masing-masing selama 4 menit.
6. Menghitung debit air setelah 4 menit.
7. Melakukan pengolahan data.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 1. Hasil Perhitungan Debit (Q) dan Koifisien (Kd)
Tekanan (Psi) Waktu (menit) Debit ( L/jam ) Koifisien
5 4 477,612 213,601
10 4 558,657 176,678
Sumber : Data primer setelah diolah, 2009.
Tabel 2. Hasil Perhitungan Diameter
Cath can Volume (ml) DOP (mm)1 0,9 0,2042 0,2 0,0453 4,2 0,9574 3 0,6795 2,9 0,6566 2,7 0,6117 0,7 0,1588 1,9 0,4309 1,7 0,38510 2,2 0,49811 6 1,35912 3,8 0,86013 6,2 1,40414 3,2 0,72515 4,2 0,95116 3,8 0,86117 5,5 1,24618 4,6 1,04219 1,9 0,43020 2 0,45321 4 0,90622 1,9 0,43023 3,6 0,81524 2,5 0,56625 2 0,45326 4,6 1,04227 3,3 0,74728 2,6 0,589
29 2 0,45330 5,1 1,15531 2,2 0,49832 5 1,13233 2,6 0,58834 2,5 0,56635 2,4 0,54336 2,3 0,52037 1,8 0,40738 2,2 0,49839 2,4 0,54340 2,5 0,56641 2,6 0,58842 2 0,45343 2,3 0,52144 2,4 0,54345 2,6 0,58846 2,5 0,56647 2,3 0,52148 1,5 0,339
Sumber : Data primer setelah diolah, 2009.
Tabel 3. Hasil Perhitungan Interpolasi
CC Volume (ml)
1 3,55
2 3,3
3 2,1
4 2,5
5 2,75
6 3,95
7 5,75
8 5,05
9 4,85
10 3,65
11 3,6
12 4,3
13 1,95
14 2,2
15 2,6
16 3,4
17 3,8
18 3,55
19 2,65
20 2,2
21 2,5
22 2,2
23 2,2
24 2,25
25 2,85
26 2,3
27 5,2
28 5,2
29 2,55
30 2,45
31 2,4
32 3,3
33 2,25
34 1,7
35 2,45
36 2,35
Sumber : Data primer setelah diolah, 2009
4.2 Pembahasan
Berdasarkan percobaan yang dilakukan maka diperoleh nilai debit tertinggi (Q1) yaitu
pada tekanan 10 Psi sebesar 558,675 L/jam sedangkan nilai debit terendah (Q2) yaitu pada
tekanan 5 Psi sebesar 477,612 L/jam. Nilai koefisien tertinggi pada tekanan 5 Psi sebesar
213,601 sedangkan terendah terdapat pada tekanan 10 Psi sebesar 176,678.
Nilai debit tertinggi pada tekanan 10 Psi sebesar 558,657 L/jam. Sedangkan nilai debit
terendah yaitu pada tekanan 5 Psi yaitu 477,612 L/jam. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan
tekanan yang diberikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sarmadi (2000), bahwa semakin tinggi
tekanan yang digunakan, maka debit yang diperolehpun semakin tinggi sebaliknya jika tekanan
yang digunakan kecil, maka debit diperoleh akan kecil. Jumlah debit berbanding lurus dengan
nilai koefisien yang digunakan dan berbanding terbalik dengan waktu.
Nilai koefisien tertinggi terdapat pada tekanan 5 Psi yaitu 213,601 sedangkan koefisien
terendah terdapat pada tekanan 10 Psi yaitu 176,678. Hal ini terjadi karena semakin rendah
tekanan, maka nilai koefisien semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Sjamsuddin (1996)
bahwa nilai k berbanding terbalik dengan nilai tekanan. Semakin tinggi tekanan, maka
koefisiennya pun rendah, sebaliknya jika tekanan rendah maka koifisiennya pun tinggi.
Hubungan antara jarak catch-can dengan volume air yang terlihat bahwa semakin jauh
jarak catch-can maka volume air semakin sedikit. Dapat dilihat dari catch-can 1 dan 2 yang
volumenya masing-masing 3,3 ml dan 3,55 ml. Hal ini dipengaruhi oleh tembakan peluru oleh
sprinkler yang mengecil dengan jarak yang ditempuh oleh air. Karena adanya pengaruh angin
sehingga dapat pula mempengaruhi volume air yang ditampung oleh catch-can. Hal ini sesuai
dengan pendapat Prastowo (1995) bahwa jarak lemparan air oleh nozzle dipengaruhi oleh arah
angin dan kecepatan angin. Karenanya pemilihan jarak maksimum nozzle didasarkan pada curah
air dibawah kondisi kecepatan angin.
Pada perhitungan debit air selama 4 menit dengan tekanan 10 Psi diperoleh debit air
tertinggi terdapat pada catch-can nomor 11 dan terendah pada catch-can nomor 2 yang nilainya
berturut-turut adalah 6 ml dan 0,2 ml. Ini disebabkan karena catch-can nomor 11 urutan
tempatnya berdekatan dengan sprinkle dan catch-can nomor 2 berada pada ujung dan jauh dari
sprinkle. Semakin dekat jarak catch-can dari sprinkle maka debit air yang diterima semakin
banyak begitupun sebaliknya. Hal ini sesuai dengan pendapat Sarmidi (2000) yang menyatakan
bahwa jauhnya pancaran air tergantung tekanan air yang bekerja pada lubang pancuran tersebut
makin besar tekanan maka semakin jauh pancarannya.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1) Nilai debit tertinggi terdapat pada tekanan 10 Psi sebesar 558,657 L/jam sedangkan nilai debit
terendah pada tekanan 5 Psi sebesar 5 Psi sebesar 477,612 L/jam.
2) Nilai koefisien tertinggi terdapat pada tekanan 5 Psi yaitu 213,601 sedangkan nilai koefisien
terendah pada tekanan 10 Psi yaitu 176,678
3) Semakin jauh jarak catch-can maka volume air semakin sedikit, sebaliknya jika semakin dekat
jarak catch-can maka volume airnya pun semakin banyak
5.2 Saran
Untuk mendapatkan hasil yang optimal sebaiknya alat-alat yang digunakan adalah alat-
alat yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2008., Penuntun Praktikum teknik Irigasi dan Drainase. Program Studi Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian. Universitas Hasanuddin; Makassar.
Bustami, Fuad., 1999. Sistem Irigasi: Suatu Pengantar Pemahaman, Tugas Kuliah Sistem Irigasi. Program Studi teknik Sipil, UGM; Yogyakarta.
Hansen, CV.C.O.W, Israel Son G.B. Stingherm., 2002. Dasar – Dasar dan Praktek Irigasi. Erlangga; Jakarta.
Keller, I. Karmeli D dan Bliensner., 1990. Trickle Irrigation Design Edition. Rain Bird. Sprinkler Mfg. Crop. Glendora
Melvyn, 1983., Sprinkler Irigation; Equitment and educational, London UK.
Prastawo, 1995., Kriteria Pembangunan Irigasi Sprinkler dan Drip. Fateta, IPB. Bogor.
Sarmidi, Amin. 2000. Desain Alat Penyimpanan Energy Matahari Logam Hibrida Untuk Mengeringkan Komoditi Pertanian. http:// www.google.com
Sjamsuddin, E.AS. Karma.1996. Budidaya Hemat Air dan Panen Ilmiah. Prosedding Seminar Nasional Gerakan Hemat Air; Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1 ;
Tabel 1 Perhitungan Volume (V)
Tekanan (Psi) Waktu (menit) Volume (mL)
5 4 32000/ 32 L
10 4 37430/ 37,43 L
Tabel 2 Diameter Catch-can
Catch-can Volume (ml)7 0,7 6 2,7 5 2,9 4 3 3 4,2 2 0,2 1 0,98 1,9 9 1,7 10 2,2 11 6 12 3,8 13 6,2 14 3,221 4 20 2 19 1,9 18 4,6 17 5,5 16 3,8 15 4,2
22 1,9 23 3,6 24 2,4 Sprinkler 25 2 26 4,6 27 3,334 2,5 33 2,6 32 5 31 2,2 30 5,1 29 2 28 2,635 2,4 36 2,3 37 1,8 38 2,2 39 2,4 40 2,5 41 2,648 1,5 47 2,3 46 2,5 45 2,6 44 2,4 43 2,3 42 2
Lampiran 3
Menghitung Volume Luas Tangkapan
d = 7,5 cm r = 3,75 cm
A = π. r
= 3,14 (3,75)2
= 44,15625 cm2
= 4415,625 mm2
Kata kunci: laporan praktikumSebelumnya: Peranan Nitrogen terhadap TanamanSelanjutnya : Budidaya Tanaman Krisan