17 macro economics rabu 15 agustus...

1

Upload: vuongque

Post on 01-Jul-2019

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 17 MACRO ECONOMICS rabu 15 aGuSTuS 2018bigcms.bisnis.com/file-data/1/4423/d885de6d_Jun18-IntilandDevelopmentTbk.pdfselama bulan Januari sampai Maret 2017 sebesar Rp 12,03 triliun tidak

rabu 15 aGuSTuS 2018

17 MACRO ECONOMICS

Oleh Triyan Pangastuti

JAKARTA – Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat bahwa realisasi in­vestasi, baik penanaman modal dalam negeri (PMDN) maupun penanaman modal asing (PMA), pada triwulan II­2018 mencapai Rp 176,3 triliun. Realisasi ini turun 4,9% diban­dingkan triwulan sebelumnya yang sebesar Rp 185,3 triliun.

JAKARTA – Penerimaan pajak dari Januari hingga Juli 2018 tercatat sudah mencapai Rp 687,2 triliun atau 48,3% dari total target APBN tahun ini dengan tingkat pertumbuhan sebesar 14,4% secara year on year (yoy). Sedangkan penerimaan bea dan cukai mencapai US$ 92,88 triliun atau tumbuh 14,21% (yoy).

“Oleh karena itu, penerimana perpajakan kita menun-jukan growth yang cukup baik,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Konferensi Pers APBN Kita di Kantor Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Selasa (14/8).

Sedangkan untuk pendapatan negara bukan pajak (PNBP), kata dia, mencapai Rp 211,04 triliun. “Karena itu, penerimaan negara tahun ini sampaai semester I sangat kuat. Kalau kita lihat pertumbuhan ekonomi dan inflasi, maka pertumbuban penermiaan negara itu jauh lebuh tjnggi dari PDB nominal,” ujar Sri.

Dirjen Pajak Robert Pakpahan menambahkan, jika penerimaan uang tebusan dari Program Pengampunan Pajak (Tax Amresty/TA) yang sifatnya tidak berulang selama bulan Januari sampai Maret 2017 sebesar Rp 12,03 triliun tidak cimasukkan dalam penghiturgan pertumbuhan, maka realisasi penerimaan pajak peri-ode Januari-Juli 2018 mengalami pertumbuhan hingga 16,69%(yoy).

“Kami cukup positif, dengan angka ini mudah mu-dahan bulan depan lebih baik lagi sehingga mendekati target APBN 2018,” ujar Robert.

Ia menjelaskan, pertumbuhan penerimaan pajak sam-pai dengan Juli 2018 terdiri atas jenis-jenis penerimaan pajak yang berasal dari aktvitas impor dan produksi. Pertumbuhan positif ini ditopang oleh pajak penghasilan (PPh) nonmigas yang tumbuh sebesar 14,4%, PPh migas 14,21%, pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak pen-jualan atas barang mewah (PPnBM) 14,26%, serta pajak bumi dan bangunan (PBB), serta pajak lainnya 14,48%.

“Dari sisi jenis pajak, pertumbuhan PPh Pasal 21 periode Januari-Juli 2018 tercatat sebesar 16,13% (yoy). Pencairan tunjangan hari raya dan gaji ke-13 menjadi faktor utama peningkatan tersebut,” ujar Robert.

Penyelenggaraan pilkada serentak 2018 juga turut mendorong peningkatan PPN dalam negeri di sektor perdagangan, yang sepanjang Januari-Juli 2018 tumbuh 19,43% (yoy) atau lebih besar dibandingkan tahun lalu yang tumbuh 13,54%. Realisasi penerimaan per sek-tor usaha yang kontribusi terbesarnya disokong oleh industri pengolahan, yaitu sebesar Rp 194,36 triliun atau berkontribusi 29,9% dan perdagangan Rp 131,7 triliun (20,3%).

Khusus untuk sektor pertambangan, tren kenaikan harga komoditas menyebabkan pertumbuhannya men-capai 78,08% (yoy). Harga batubara acuan misalnya, dalam dua tahun terakhir naik dari US$ 53,2 per ton pada Januari 2016, menjadi US$ 104,65 per ton pada Juli 2018.

Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan, penerimaan bea cukai sampai Selasa (31/7) telah mencapai Rp 92,88 triliun. Realisasi penerimaan dari kepabeanan dan cukai sudah mencapai 47,85% dari target APBN. Pertumbuhan penerimaan tersebut masih yang tertinggi sejak 2015.

Kinerja pertumbuhan tersebut terjadi pada semua komponen penerimaan seperti bea masuk (BM), bea keluar (BK), dan cukai. Penerimaan pajak dalam rangka impor (PDRI) juga tumbuh lebih baik dibanding periode yang sama 2017.

“Ini kombinasi antara pelayanan yang baik dan ke-naikan jumlah perusahaan yang patuh dan penertiban dengan perusahan risiko tinggi. Programnya adalah penetapan impor berisiko tinggi bahwa tax based naik sebesar 59,7% dibanding tahun lalu,” uhar Heru. (ark)

JAKARTA – Pemerintah akan mengevaluasi kebijakan insen-tif fiskal terkait pembebasan pa-jak deposito devisa hasil ekspor (DHE). Pasalnya, Peraturan Men-teri Keuangan (PMK) Nomor 26/PMK.10/2016 yang di antaranya mengatur pajak deposito DHE dinilai belum mampu menarik minat investor domestik untuk menaruh DHE mereka di dalam negeri.

“Evaluasi akan dilakukan untuk

melihat hal mana yang kurang efektif serta belum dipahami. Dalam situasi seperti saat ini, kita perlu membawa devisa hasil ekspor ke dalam negeri. Penting untuk menyeimbangkan kebutuhan demand dan supply,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, Selasa (14/8).

Ia mengatakan, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) terus bekerja sama dalam menjalankan langkah-langkah fiskal untuk menarik minat

investor agar membawa masuk kembali devisa yang berada di luar negeri. Dari sisi fiskal, langkah yang akan dilakukan adalah melakukan pemberian insentif dan enforcement sisi kepabeanan dan perpajakan.

Langkah-langkah tersebut di-lakukan agar pemerintah dan dunia usaha bisa bersinergi untuk mengantisipasi gejolak eksternal. Dalam kondisi seperti ini, jumlah permintaan dolar untuk impor dan

investsai harus sejalan dengan jumlah supply, baik dari sisi investa-si asing (forect direct investment/FDI) maupun dari hasil ekspor.

“Ini yang akan membawa Indone-sia mampu tetap bertahan dari sisi pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, namun permintaan terhadap foreign exchange tetap bisa dikelola secara baik, sehingga tidak menim-bulkan apa yang disebut vulnerabili-tas (kerawanan),” ujar Sri Mulyani.

Ia mengatakan, krisis yang ter-jadi di Turki dikhawatirkan mem-bawa dampak kepada Indonesia mengingat kondisi defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) yang mencapai 3% memang patut diwaspadai meski tidak set-inggi saat taper tantrum. Pemerin-tah tetap berjaga agar kondisi CAD bisa diantisipasi dan secara kes-eluruhan kondisi perekonomian Indonesia tetap terjaga baik.(ark)

Penurunan itu terutama dipicu oleh realisasi PMA pada triwulan II-2018 yang hanya Rp 95,7 triliun atau melorot hingga 12,9% dibanding triwulan sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp 109,9 triliun. Se-dangkan realisasi PMDN selama triwulan II-2018 sebesar Rp 80,6 triliun, naik 32,1% dari periode sama 2017 yang sebesar Rp 61 triliun.

"Tren sangat penting, ada per-lambatan sektor investasi pada tri-wulan II-2018. Ini sudah kelihatan dari angka statistik ekonomi oleh BPS (Badan Pusat Statistik)," kata Kepala BKPM Thomas Lembong dalam konferensi pers di kantor BKPM, Jakarta, Selasa (14/8).

Menurut dia, secara tahunan in-vestasi memang masih mengalami kenaikan, namun pertumbuhannya melambat jika dibanding triwulan I yang mencapai 11,8%. Bahkan, per-tumbuhan investasi pada trilwulan II-2017 tercatat masih mencapai 12,7% secara year on year (yoy).

Thomas menilai, pertumbuhan investasi yang melambat pada triwulan II-2018 tersebut tidak ter-lepas dari sentimen global, seperti isu perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok serta gejolak nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

“Selain itu, kita juga telah mema-suki tahun politik yang akan ber-

lanjut sampai tahun depan. Di tengah kondisi yang penuh dengan ketidakpastian, investasi kelihatan-nya cenderung melambat dan para investor bersikat wait and see,” ujar dia.

Secara keseluruhan, Thomas menambahkan, realisasi investasi PMDN dan PMA selama Januari-Juni 2018 mencapai angka Rp 361,6 triliun.

Lima besar realisasi investasi pada triwulan II-2018 beradasar-kan lokasi proyek adalah DKI Jakarta sebesar Rp 29,9 triliun (16,9%), Jawa Barat Rp 22,2 triliun (12,6%), Jawa Timur Rp 16 triliun (9,1%), Banten Rp 14,4 triliun (8,2%) dan Kalimantan Timur Rp 13,8 triliun (7,8%).

Sedangkan lima besar realisasi investasi berdasarkan sektor usaha adalah pertambangan sebesar Rp 28,2 triliun (16%); transportasi, gu-dang, dan telekomunikasi Rp 25,6 triliun (14,6%); listrik, gas, dan air Rp 20,8 triliun (11,8%); industri ma-kanan Rp 17,2 triliun (9,8%); serta perumahan, kawasan industri, dan perkantoran Rp 15,8 triliun (8,9%).

Sementara itu, untuk lima besar negara asal PMA adalah Singapura sebesar US$ 2,4 miliar (33,5%), Jepang US$ 1 miliar (14,4%), Tiong-kok US$ 0,7 miliar (9,4%); Hong Kong, RRT US$ 0,6 miliar (8,2%),

dan Malaysia US$ 0,4 miliar (5,3%).Thomas menegaskan, pemer-

intah tidak akan tinggal diam melihat perlambatan investasi yang terjadi. Untuk itu, pemerin-tah akan memastikan berbagai kemudahan dan penyederhanaan prosedur untuk kegiatan investasi berjalan dengan baik sehingga memberikan kepastian hukum dan kepastian berusaha.

"Koordinasi antarkementerian dan lembaga (K/L) dan pemerintah daerah juga akan lebih ditingkatkan untuk lebih mendorong terjadinya peningkatan realisasi investasi di masa mendatang," ujar dia.

Suku Bunga Acuan Di sisi lain, lanjut Thomas, perlu

juga untuk mendorong Bank Indo-nesia (BI) untuk kembali menaik-kan suku bunga acuan (BI 7-days Reverse Repo Rate/BI-7DRRR)

dan memperkuat likuiditas guna menstabilkan rupiah. “Stabilitas ru-piah begitu penting untuk sentimen investasi dan kepercayaan pasar melakukan investasi. Kecender-ungan investor saat ini wait and see atau menunda realisasi investasi. Itu kuat sekali,” tandas dia.

Thomas masih meyakini bahwa investor sifatnya hanya menunda investasi, bukan membatalkan investasi. Oleh karena itu, dampak dari perlambatan realisasi inives-tasi ini akan terjadi dalam jangka pendek, hingga dapat terbentuk keseimbangan rupiah baru atau ekuilibrium baru.

"Saya cukup yakin bahwa ini penundaan dalam semua dialog kami. Tidak ada pembatalan, hanya menunda. Ini berdampak signifikan untuk jangka pendek. Itu yang membuat stabilitas rupiah begitu penting. Selama investor

belum yakin bahwa rupiah belum stabil, mereka akan tunggu terus sampai rupiah sampai pada ekuilib-rium baru," pungkas dia.

Pada kesempatan yang sama, Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal (BKPM) Azhar Lubis mengatakan, penurunan investasi asing yang terjadi pada triwulan II-2018 meru-pakan pertama kalinya sejak tahun 2013 dan tren negatif pertama kalinya sejak 2010.

Menurut Azhar, salah satu fak-tor yang membuat investasi asing turun adalah penundaan proyek yang dilakukan oleh investor as-ing. “Adanya penundaan proyek tidak terlepas dari aturan-aturan yang mengalami perubahan se-cara terus menerus. Perubahan aturan yang dilakukan pemerintah akan berdampak kepada perusa-haan itu sendiri,” kata dia.

Indonesia Menjadi Tuan Rumah Sidang Tahunan ICCIAKetua Umum KADIN Indonesia Rosan Roeslani (tengah), didampingi Ketua Komite Tetap Timur Tengah - Organisasi Kerjasama Islam (OKI) Fachry Thaib (kiri), dan Ketua Pelaksana ICCIA Annual Meeting 3 Mohammad Bawazeer saat memberikan keterangan pers mengenai pelaksanaan sidang tahunan Islamic Chamber of Commerce, Industry & Agricul-ture (ICCIA), di Jakarta, Selasa (14/8/2018). Sidang Tahunan ICCIA yang akan diadakan di Jakarta pada 22-23 Oktober 2018 mendatang dan akan dihadiri seluruh negara anggota ICCIA.

BeritaSatu Photo/Mohammad Defrizal

langgeng
Rectangle
langgeng
Typewriter
15 Agustus 2018, Investor Daily|Hal.17