16 ii. tinjauan pustaka - repository.ipb.ac.id · permukaan tanah, sehingga cara penambangannya...

27
16 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Pasca Tambang Batubara. Lahan pasca tambang batubara, selalu terkait dengan bagaimana cara mineral tersebut di tambang, hal tersebut tergantung letak deposit batubara yang tersedia dari permukaan tanah. Menurut Arnold (2001) terdapat dua klasifikasi letak deposit mineral batubara. Pertama, letak deposit batubara jauh dibawah permukaan tanah, sehingga cara penambangannya biasa dikenal dengan sub- surface mining atau deep mining, atau biasa disebut penambangan dalam. Untuk mendapatkan mineral batubara yang letaknya jauh dari permukaan tanah, biasanya dilakukan dengan peralatan melalui terowongan. Pada awal pembuatan terowongan, tanah bagian atas yang subur tidak banyak terganggu. Dalam kondisi tertentu, menggunakan tanah-tanah yang subur dapat dihindarkan sewaktu pelaksanaan pembuatan terowongan. Pertambangan batubara dengan cara ini banyak dilakukan di daratan Cina, karena deposit batubara yang ada jauh terletak dibawah permukaan tanah Kedua, letak deposit mineral batubara tidak jauh dari permukaan tanah (antara 5 s/ d 25 meter dibawah permukaan tanah). Untuk mendapatkan mineral ini, biasa dikenal dengan pertambangan permukaan, surface mining atau shallow mining. Eksploitasi batubara dengan cara tersebut banyak mengganggu sebagian permukaan tanah yang subur, sehingga meninggalkan berbagai permasalahan baik secara teknis maupun non teknis terhadap lahan yang bersangkutan. Deposit batubara di Indonesia khususnya di Pulau Kalimantan, dalam pelaksanaan eksploitasinya tidak dilakukan dengan cara deep mining melainkan shallow mining. Oleh karena itu, dalam penelitian ini tidak dibahas lahan pasca tambang deep mining. Lahan menurut Hardjowigeno (1995) adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaannya, termasuk didalamnya akibat kegiatan manusia yang dilakukan sekarang maupun diwaktu yang lalu. Aktifitas eksploitasi penambangan terbuka merupakan kegiatan manusia yang dapat mempengaruhi potensi penggunaan lahan.

Upload: vuthu

Post on 09-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: 16 II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · permukaan tanah, sehingga cara penambangannya biasa dikenal dengan sub-surface mining atau deep mining, atau biasa disebut penambangan

16

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Pasca Tambang Batubara.

Lahan pasca tambang batubara, selalu terkait dengan bagaimana cara

mineral tersebut di tambang, hal tersebut tergantung letak deposit batubara yang

tersedia dari permukaan tanah. Menurut Arnold (2001) terdapat dua klasifikasi

letak deposit mineral batubara. Pertama, letak deposit batubara jauh dibawah

permukaan tanah, sehingga cara penambangannya biasa dikenal dengan sub-

surface mining atau deep mining, atau biasa disebut penambangan dalam. Untuk

mendapatkan mineral batubara yang letaknya jauh dari permukaan tanah, biasanya

dilakukan dengan peralatan melalui terowongan. Pada awal pembuatan

terowongan, tanah bagian atas yang subur tidak banyak terganggu. Dalam kondisi

tertentu, menggunakan tanah-tanah yang subur dapat dihindarkan sewaktu

pelaksanaan pembuatan terowongan. Pertambangan batubara dengan cara ini

banyak dilakukan di daratan Cina, karena deposit batubara yang ada jauh terletak

dibawah permukaan tanah Kedua, letak deposit mineral batubara tidak jauh dari

permukaan tanah (antara 5 s/ d 25 meter dibawah permukaan tanah). Untuk

mendapatkan mineral ini, biasa dikenal dengan pertambangan permukaan,

surface mining atau shallow mining. Eksploitasi batubara dengan cara tersebut

banyak mengganggu sebagian permukaan tanah yang subur, sehingga

meninggalkan berbagai permasalahan baik secara teknis maupun non teknis

terhadap lahan yang bersangkutan.

Deposit batubara di Indonesia khususnya di Pulau Kalimantan, dalam

pelaksanaan eksploitasinya tidak dilakukan dengan cara deep mining melainkan

shallow mining. Oleh karena itu, dalam penelitian ini tidak dibahas lahan pasca

tambang deep mining. Lahan menurut Hardjowigeno (1995) adalah suatu

lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi dimana

faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaannya, termasuk

didalamnya akibat kegiatan manusia yang dilakukan sekarang maupun diwaktu

yang lalu. Aktifitas eksploitasi penambangan terbuka merupakan kegiatan

manusia yang dapat mempengaruhi potensi penggunaan lahan.

Page 2: 16 II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · permukaan tanah, sehingga cara penambangannya biasa dikenal dengan sub-surface mining atau deep mining, atau biasa disebut penambangan

17

Lahan pasca tambang batubara terbuka pada umumnya mengalami

perubahan karakteristik dari aslinya. Apabila tidak dikelola dengan baik akan

menjadi lahan kritis.

Ditinjau dari faktor penyebabnya lahan pasca tambang batubara yang

termasuk kategori lahan kritis secara fisik, kimia dan secara hidro-orologis, dapat

diuraikan sebagai berikut : secara fisik, lahan telah mengalami kerusakan, ciri

yang menonjol dan dapat dilihat di lapangan, adalah kedalaman efektip tanah

sangat dangkal. Terdapat berbagai lapisan penghambat pertumbuhan tanaman

seperti pasir, kerikil, lapisan sisa-sisa tailing dan pada kondisi yang parah dapat

pula terlihat lapisan cadas. Bentuk permukaan tanah biasanya secara topografis

sangat ekstrem, yaitu antara permukaan tanah yang berkontur dengan nilai rendah

dan berkontur dengan nilai tinggi pada jarak pendek bedanya sangat menonjol,

Dengan kata lain terdapat perbedaan kemiringan tanah yang sangat mencolok

pada jarak pendek. Secara kimia, lahan tidak dapat lagi memberikan dukungan

positif terhadap penyediaan unsur hara untuk pertumbuhan tanaman. Secara hidro-

orologis, lahan pasca tambang tidak mampu lagi mempertahankan fungsinya

sebagai pengatur tata air. Hal ini terjadi karena terganggunya kemampuan lahan

untuk menahan, menyerap air dan menyimpan air, karena tidak ada vegetasi atau

tanaman penutup lahan. (Sitorus,2003).

Hasil penelitian pada lahan pasca tambang yang dilakukan Val dan Gil

(1996) dan Lorenzo et al.(1996) menunjukan terdapat karakteristik lahan pasca

tambang, khususnya dilahan pasca tambang batubara terbuka dimana terjadi

perubahan kenampakkan permukaan tanah dari aslinya, perubahan sifat-sifat fisik

dan kimia tanah serta kondisi vegetasi.

2.1.1. Perubahan Kenampakan Permukaan Tanah

Untuk mendapatkan batubara yang terletak di kedalaman antara 5 meter

hingga 20 meter dibawah permukaan tanah, tahapan kegiatan dimulai dari

pembersihan vegetasi, pengelupasan tanah bagian atas dan penyingkapan batuan

yang menutupi mineral batubara. Aktifitas tersebut diatas biasanya menggunakan

alat-alat berat. Menurut Ripley et al.(1996) aktifitas kegiatan eksploitasi untuk

mendapatkan mineral batubara secara terbuka dikaitkan dengan sumberdaya lahan

adalah suatu proses erosi yang dibuat oleh manusia atau menurut lazimnya disebut

Page 3: 16 II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · permukaan tanah, sehingga cara penambangannya biasa dikenal dengan sub-surface mining atau deep mining, atau biasa disebut penambangan

18

sedang terjadi proses erosi yang dipercepat. Karena aktifitas alat-alat berat

disamping menimbulkan kebisingan yang dapat mengusir satwa, selama

berlangsungnya kegiatan penambangan terbuka hampir seluruh kenampakan

permukaan tanah termasuk vegetasi hilang, bentuk sebagian permukaan bumi juga

berubah (Harun,et al.,2002).

Kenampakan yang terlihat di lapangan, lahan menjadi gundul tidak ada

vegetasi yang mempunyai fungsi sebagai penutup topsoil. Perubahan yang paling

kelihatan secara visual, adalah bentuk topografi permukaan bumi/ sebagian muka

tanah tidak sesuai dengan aslinya. Hal ini ditandai dengan perubahan kemiringan

lereng dari bentuk awal kemiringan 2% s/d 6% menjadi 45% s/d 90% , dapat pula

terlihat munculnya gundukan dan cekungan berdiameter antara 300 meter s/d 700

meter (Wajidi, 2005). Contoh perubahan permukaan tanah pasca tambang dapat

dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Perubahan Permukaan Tanah Pasca Tambang

Bentuk lereng seperti diuraikan tersebut diatas akan sulit untuk dapat

menahan gerusan air permukaan (run off), begitu juga pada dasar cekungan yang

landai akan terjadi genangan air. Apabila kondisi seperti tersebut terjadi dalam

waktu lama, maka dapat mengakibatkan tanah menjadi rusak. (Tobert dan Burger,

1996).

2.1.2. Sifat Kimia dan Sifat Fisik Tanah di Lahan Pasca Tambang.

Menurut hasil penelitian Qomariah (2003) pada lahan pasca tambang

batubara, yang ditinggalkan tanpa ada perlakuan reklamasi (derelict land), di tiga

Page 4: 16 II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · permukaan tanah, sehingga cara penambangannya biasa dikenal dengan sub-surface mining atau deep mining, atau biasa disebut penambangan

19

lokasi dalam kurun waktu yang berbeda, terdapat perubahan sifat-sifat tanah , baik

sifat fisik maupun sifat kimia tanah. Perubahan pada sifat kimia tanah

menunjukkan pH di lahan pasca tambang mengalami penurunan hingga tergolong

luar biasa masam (pH 3,5). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan

Val dan Gil (1996) di bekas tambang batubara di propinsi La Coruna Spanyol,

yang menunjukkan pH turun sampai dengan 4,1. Kasus turunnya pH di lahan

pasca tambang batubara terbuka menurut Hoss dan Hossner (1980) salah satu

penyebabnya adalah debu tailing hasil perombakan struktur batuan yang

dilakukan dengan alat-alat berat, sebagian besar didominasi oleh pyrite ( FeS2 ),

bilamana terkena oksigen dan air akan membentuk asam. Pada lahan pasca

tambang yang dapat menampung air hujan, dan air tidak pernah kering, sehingga

terjadi genangan yang cukup lama dapat mengakibatkan pH tanah menjadi

masam. Aktifitas eksploitasi dengan perombakan tersebut, juga dapat menaikan

konsentrasi kadar Al, Fe, dan Mn. Proses kenaikan konsentrasi itu dapat mengikat

unsur hara yang ada dalam tanah, dan berakibat unsur hara semakin miskin

(Kustiawan,2001)

Penelitian Qomariah (2003) menemukan perubahan pada sifat fisik tanah

pada lahan pasca tambang batubara terbuka, yaitu dengan membandingkan sifat

fisik tanah dari lahan pertanian / perkebunan pada jarak 500 meter dari aktifitas

eksploitasi dengan tanah dilahan pasca tambang. Hasil analisis menunjukan fraksi

pasir lebih dominan pada lahan pasca tambang. Nilai tengah kadar pasir di lahan

pasca tambang sebesar 32% dan nilai tengah kadar pasir di tanah asli yang

berjarak 500 meter sebesar 16%. Untuk kadar debu, pada lahan pasca tambang

nilai tengah sebesar 34%, dan tanah asli yang berjarak 500 meter nilai tengah

kadar debu sebesar 49%. Kadar liat di lahan pasca tambang nilai tengahnya

sebesar 34% dan dilahan asli yang jaraknya 500 meter sebesar 35%.

Mencermati data tersebut di atas, fraksi pasir sangat menonjol pada lahan

pasca tambang, dibandingkan dengan di lahan / tanah yang berjarak 500 meter

dari aktifitas pertambangan. Kondisi seperti itu karena terdapat proses erosi di

permukaan pada saat hujan, yang berakibat terjadinya proses pencucian tanah

yang halus (Morgan,1986). Fraksi pasir dilahan pasca tambang menurut Qomariah

(2003) berbanding lurus dengan waktu lamanya lahan ditinggalkan setelah

Page 5: 16 II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · permukaan tanah, sehingga cara penambangannya biasa dikenal dengan sub-surface mining atau deep mining, atau biasa disebut penambangan

20

penambangan. Pada lahan pasca tambang yang ditinggalkan selama satu tahun

akan berbeda dengan lahan yang ditinggalkan dengan umur empat (4) tahun.

begitu juga pada lahan yang ditinggalkan 7 tahun. Qomariah (2003) juga

menyimpulkan, besarnya nilai tengah kadar debu di lahan tanah asli

dibandingkan dengan di lahan pasca tambang. Hal ini terjadi karena saat

pembalikan lahan pada tanah kering dengan alat-alat berat fraksi debu mudah

terbawa angin kearah lahan yang tidak dalam proses eksploitasi. Menurut Charles

et al.(2001) pada tanah kering akan mudah terjadi pelepasan partikel-partikel

tanah secara individual dari massa tanah. Nilai tengah kadar liat hampir

mempunyai nilai yang seimbang, karena pada saat aktifitas penyingkapan

permukaan tanah sampai dengan lapisan dibawahnya, muncul bahan induk

kepermukaan yang berupa liat (Charles et a,. 2001).

Tanah dalam kondisi / keadaan basah yang terjadi sebalik-nya, aktifitas

alat-alat berat pada saat eksploitasi akan menekan tanah, sehingga tanah menjadi

padat. Hal ini berakibat berat volume tanah meningkat, jumlah pori-pori tanah

menurun sampai 30% - 40 %. Tanah dalam kondisi seperti tersebut dapat

memperkecil konsentrasi oksigen, air tanah yang tersedia, laju infiltrasi, daya

pegang, dan penetrasi air terganggu (Notohadiprawiro,1999). Kondisi tanah

seperti yang diuraikan diatas, disebut susunan komponen utama tanah tidak

seimbang (Lal et al.1998). Menurut Soegiman, (1982) keseimbangan komponen

utama tanah terjadi, apabila didalam tanah terdapat 25% ruang pori udara, 25%

ruang pori air, 45% bahan mineral, dan 5% bahan organik, seperti pada Gambar 9.

`

Gambar 9. Komponen Penentu Sifat Fisik Tanah

25%

45%

5%

25%

udara

mineral

organik

air

Page 6: 16 II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · permukaan tanah, sehingga cara penambangannya biasa dikenal dengan sub-surface mining atau deep mining, atau biasa disebut penambangan

21

Kondisi ideal seperti teori yang diuraikan seperti tersebut diatas, tidak

akan terjadi apabila terdapat proses erosi yang dipercepat (accelerated erosion),

seperti pada lahan pasca tambang batubara yang tidak dilakukan rehabilitasi.

Kerusakan struktur tanah akibat erosi yang dipercepat dapat menyebabkan

kemerosotan produktivitas tanah, dan jika terjadi pada waktu yang lama dapat

menyebabkan tanah menjadi marginal, bahkan tidak dapat digunakan untuk

berproduksi (Sitorus, 2003).

2.1.3. Kondisi Vegetasi.

Deposit batubara di Pulau Kalimantan pada umumnya terdapat dalam

kawasan hutan. Hasil riset Tropical Forest Research Center (TFRC) Universitas

Mulawarman dengan JICA tahun 1999, menunjukan hutan di Indonesia termasuk

kategori hutan hujan tropis. Melakukan aktifitas eksploitasi batubara didalam

kawasan hutan hujan tropis sudah pasti membabat hutan tersebut. Menurut Ogawa

et al.(2000) aktifitas menghilangkan hutan hujan tropis sampai keakar-akarnya,

merupakan kegiatan yang mendatangkan masalah serius, karena hutan tersebut

mempunyai fungsi menjaga kesuburan tanah, mengatur tata air dan menjadi

tempat tinggal fauna dan flora serta mengatur siklus iklim setempat. Apabila

ditebang habis sampai keakar-akarnya, maka keaneragaman hayati (biodiversity)

sebagai sumber plasma nuftah akan hilang. Kondisi hutan seperti yang diuraikan

diatas, apabila terjadi hujan terus menerus di daerah hulu, maka didaerah hilir

akan terjadi banjir besar. Tidak sedikit peristiwa seperti tersebut akan dapat

mendatangkan bencana dan korban jiwa. Hal ini karena vegetasi sebagai penutup

tanah dan penahan air hujan agar air dapat meresap ketanah secara perlahan-lahan

sudah tidak terdapat di hulu kawasan tersebut.

Dalam ekosistem alam vegetasi termasuk komponen biotik yang

mempunyai fungsi antara lain sebagai pelindung permukaan tanah dari daya

perusak butir-butir hujan yang jatuh, dan dapat menahan derasnya aliran

permukaan (Barrow,1991).Vegetasi juga dapat berfungsi untuk memperbaiki

kapasitas infiltrasi tanah. Vegetasi dapat juga mengubah sifat fisik tanah melalui

aktifitas biologi yang dilakukan bakteri, jamur /cendawan, insekta dan cacing

tanah yang dapat memperbaiki porositas dan kemantapan agregat tanah

(Adisoemato.1994).

Page 7: 16 II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · permukaan tanah, sehingga cara penambangannya biasa dikenal dengan sub-surface mining atau deep mining, atau biasa disebut penambangan

22

Hasil penelitian Qomariah (2003) menyimpulkan bahwa, kondisi tanah

/lahan setelah penambangan batubara secara terbuka yang tidak diikuti dengan

perlakuan rehabilitasi lahan sampai dengan tahun ke sepuluh menunjukan hampir

tidak ada tanda-tanda vegetasi dapat tumbuh. Dilokasi dimana terdapat lahan

bekas tambang secara terbuka dengan tidak ada perlakuan reklamasi lahan jenis-

jenis tumbuhan akan sulit hidup. Penelitian yang dilakukan Lorenzo et al,. (1996)

ditiga lokasi lahan pasca tambang yang berada di Pocos de Caldas, Spanyol

setelah ditinggalkan 50 tahun vegetasi baru tumbuh dengan ketinggian 0,59 meter

dengan jumlah spesies 30, didalam area 45,37 m2 terdapat 32 pohon, sehingga

rata-rata tiap m2 hanya 0,3 pohon (tidak terdapat satu pohon ). Dalam proses

rehabilitasi lahan unsur vegetasi sangat diperlukan, karena selain fungsinya

mengamankan permukaan tanah dari erosi juga berfungsi sebagai sumber unsur

hara.

2.2. Reklamasi Lahan

Reklamasi lahan pasca tambang di Negara-negara maju diatur dalam

Undang-Undang. Pelaksanaannya dikontrol sangat ketat oleh warga negara /

masyarakat dan pemerintah daerah. Sebagai contoh, yang dilakukan di negara

bagian Illinois USA. Pemerintah atas nama negara mengamankan sumberdaya

lahan agar tidak rusak pada aktifitas eksploitasi tambang batubara terbuka.

Supervisi reklamasi lahan dilakukan oleh pemerintah daerah yang didukung

dengan Undang-Undang tentang perlindungan sumberdaya lahan dengan

perangkat aturan pelaksanaannya (Arnold.2001).

Reklamasi lahan dampak negatif dari aktifitas tambang terbuka menurut

Sitorus (2003) adalah alat strategis untuk memperbaiki kerusakan akibat

penambangan permukaan dengan mengembalikan sisa hasil penambangan

kedalam lubang-lubang tambang, dan menanam kembali vegetasi dengan

memperhatikan sisa galian (tailing) yang mengandung bahan beracun.

Pada lahan pasca tambang batubara, reklamasi lahan adalah usaha / upaya

menciptakan agar permukaan tanah dapat stabil, dapat menopang sendiri secara

keberlanjutan (self-sustaining) dan dapat digunakan untuk berproduksi, dimulai

dari hubungan antara tanah dan vegetasi, sebagai titik awal membangun ekosistem

baru (Val dan Gil, 1996). Reklamasi lahan pasca tambang batubara yang dikaitkan

Page 8: 16 II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · permukaan tanah, sehingga cara penambangannya biasa dikenal dengan sub-surface mining atau deep mining, atau biasa disebut penambangan

23

dengan vegetasi pada dasarnya adalah untuk mengatasi berlanjutnya kerusakan

lahan dan menciptakan proses pembentukan unsur hara melalui pelapukan serasah

daun yang jatuh. Aktifitas tersebut diharapkan dapat secara berkelanjutan dan

dapat membentuk ekosistem baru.

Menurut Grant (1998) terdapat empat langkah / prosedur untuk

melakukan rehabilitasi. Pertama, berusaha mengetahui/mengumpulkan data atau

dokumen ekologi sebelum ekosistem rusak. Kedua, identifikasi kenapa ekosistem

rusak. Ketiga melakukan identifikasi atau mengenali faktor-faktor yang paling

dominan terhadap kerusakan ekosistem. Keempat, memonitor terhadap

perkembangan / pertumbuhan rehabilitasi. Terkait dengan reklamasi lahan pasca

tambang batubara terbuka menurut Grant (1998) yang perlu diperhatikan pada

waktu aktifitas reklamasi dilakukan adalah merancang bentuk lereng / kemiringan

tanah sesuai dengan tujuan untuk apa reklamasi dilakukan. Tabel Grant (1998)

adalah tabel kemiringan dengan panjang antara dua titik awal dan akhir

kemiringan lereng (back-slope) yang dikaitkan dengan drainase dan erosi yang

diperbolehkan, seperti terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jarak Maksimum Antara Dua Titik Dengan Sudut Miring Yang Ditoleransikan

No Kemiringan lereng Maksimum jarak antara dua titik (m)

1

2

3

4

5

6

< 7

> 7 - 9

> 9 – 11

> 11 – 13

> 13 – 17

> 17 – 21

Nol

100

80

60

40

30

Sumber: Ecosystem rehabilitation book B (Grant,1998).

Terdapat kemiringan ideal dalam disain permukaan tanah terkait reklamasi

lahan yang mempertimbangkan konservasi tanah, seperti terlihat pada Gambar 10

(a) dan Gambar 10 (b).

Page 9: 16 II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · permukaan tanah, sehingga cara penambangannya biasa dikenal dengan sub-surface mining atau deep mining, atau biasa disebut penambangan

24

(a) slope kemiringan ideal (b) Disain profil kemiringan jika space terbatas

Gambar 10. Kemiringan ideal dalam reklamasi dan Disain profil kemiringan jika space terbatas (Grant, 1998).

Gambar 10 (b) adalah disain pada kondisi ruang (space) yang tersedia

sangat terbatas di lapangan maka disainnya harus ada back-slope, yaitu jarak

landai antara dua titik slope untuk menjawab masalah erosi.

Reklamasi lahan pasca tambang batubara terbuka secara teknis, menurut

hasil penelitian KPC (2003) harus diupayakan adanya lapisan penghalang pyrit

,zat yang sewaktu-waktu dapat sebagai racun bagi tanaman, kedua terdapat

lapisan pembatas sebelum subsoil. Baru kemudian dibuat lapisan subsoil dan

topsoil sebagai tempat akar berjangkar. Terdapat 3 (tiga) konfigurasi secara teknis

yang saat ini dilakukan di PT. KPC dengan ukuran dan bentuk seperti pada

Gambar 11.

Dalam penelitian ini reklamasi lahan pasca tambang batubara open pit

tidak hanya memperhatikan ketentuan teknis saja, tetapi masalah-masalah non

teknis juga mendapatkan porsi yang sama untuk dipertimbangkan, antara lain

inspirasi atau kemauan masyarakat setempat / need assesment dari stakeholders

terhadap lahan pasca tambang batubara terbuka dan menampung kebiasaan-

kebiasaan masyarakat setempat dalam hal mengolah lahan. Kebiasaan yang

dimaksud adalah dalam hal memanfaatkan lahan secara tumpang sari atau

berbagai jenis tanaman yang bermanfaat secara ekonomi.

Sudut kemiringan ideall dan penggunaan lahan kurang dari 20°

Jarak landai (lebar sekitar 4 m) dibangun dengan kemiringan 3° atau kurang sepanjang kontur

Cekung Cembung

Sudut kemiringan ideal dan penggunaan lahan kurang dari 20°

20 – 30 % 70 – 80 %

Page 10: 16 II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · permukaan tanah, sehingga cara penambangannya biasa dikenal dengan sub-surface mining atau deep mining, atau biasa disebut penambangan

25

Sumber : PT.KPC (Kaltim Prima Coal)

Gambar 11. Spesifikasi Disain Penutup Lapisan Batuan Yang Mengandung Pyrite.

Model reklamasi dengan melibatkan pelaku sistem, dimaksudkan untuk

memberdayakan potensi masyarakat untuk terlibat dalam menjaga kelestarian

sumberdaya alam, sebagai salah satu kunci pembangunan berlanjutan. Model

reklamasi dengan ketentuan seperti tersebut, diharapkan dapat membangun

ekosistem alam baru dan bermanfaat secara ekonomi. Aktifitas rehabilitasi lahan

dengan melibatkan swadaya masyarakat serta memperhatikan unsur budaya

Topsoil Batuan NAF tidak dipadatkan Batuan NAF dipadatkan

Batuan NAF

Batuan NAF

Batuan NAF tidak dipadatkan

Topsoil

Topsoil Batuan NAF tidak dipadatkan Tanah liat dipadatkan

Batuan NAF

10 m – 20 m (ditentukan dalam rencana

timbunan yang disetujui)

1 m

1 m

2 m

2 m

1 m

2 m

1 m

Page 11: 16 II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · permukaan tanah, sehingga cara penambangannya biasa dikenal dengan sub-surface mining atau deep mining, atau biasa disebut penambangan

26

setempat disertai kegiatan penggunaan lahan dengan berbagai jenis tumbuhan

atau lebih populer disebut sistem penggunaan lahan berbasis agroforestri.

Agroforestri selain berfungsi secara biologi yaitu tempat berlangsungnya proses

pembentukan unsur hara, sarana satwa berkembang biak, secara ekonomi dapat

untuk meningkatkan pendapatan penduduk setempat dengan penanaman secara

tumpang sari.

2.3. Agroforestri

Menurut Foresta, et al.(2000) penggunaan lahan dengan sistem

agroforestri, adalah perpaduan antara tanaman pohon yang memiliki peran

ekonomi penting atau memiliki peran ekologi (seperti kelapa, karet, cengkeh,

jambu mete atau tanaman pohon) dan sebuah unsur tanaman musiman seperti

jagung, padi, kacang-kacangan, sayur mayur, atau jenis tanaman lain seperti

pisang, kopi, coklat adalah sistem agroforestri sederhana. Menurut Vergara (1982)

agroforestri adalah semua pola tata guna lahan yang berkesinambungan atau

lestari, yang dapat mempertahankan dan meningkatkan hasil optimal panen

keseluruhan dengan mengkombinasikan tanaman pangan tahunan dan tanaman

pohon, yang bernilai ekonomi dengan atau tanpa ternak atau ikan piaraan. Pola

tataguna lahan tersebut pada lahan dan waktu yang bersamaan, atau waktu yang

bergiliran dengan metode pengelolaan yang praktis. Metode yang dimaksud

adalah yang sesuai dengan keadaan sosial dan budaya penduduk setempat, serta

keadaan ekonomi dan ekologi daerah tersebut.

Berbagai penelitian yang pernah dilakukan menyimpulkan bahwa

agroforestri sebenarnya merupakan sistem tata guna lahan yang sudah dipraktekan

ribuan tahun lalu. Sebagai contoh, penelitian Blanford tahun 1958 di Burma

menemukan sistem taungnya sudah ada sejak tahun 1856, di Jawa dikenal dengan

pola penggunaan lahan tumpang sari (Riswan et al.1995). Menurut Nair (1982),

Riswan dan Hartati (1993) dalam Riswan et al. (1995) secara filosofi agroforestri

adalah suatu cara penggunaan lahan/tataguna lahan yang terpadu untuk daerah-

daerah marginal, dengan sistem masukan atau investasi yang rendah dengan dasar

pemikiran dan konsep pada dua faktor biologi dan sosial-ekonomi.

Dasar pemikiran biologis meliputi semua keuntungan yang diperoleh

dengan adanya unsur pohon, maka keuntungan yang diperoleh tanah adalah

Page 12: 16 II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · permukaan tanah, sehingga cara penambangannya biasa dikenal dengan sub-surface mining atau deep mining, atau biasa disebut penambangan

27

terbentuknya siklus hara yang efisien karena sebagian muka tanah tertutup. Hal itu

juga sebagai sarana untuk pengendalian aliran permukaan (run-off) dan erosi

tanah, sehingga terjadi aktifitas alami perbaikan kondisi fisik tanah. Terhadap

lingkungan, dengan proses perbaikan unsur lahan dan vegetasi tersebut akan

terbentuk kestabilan iklim mikro, sehingga siklus hidrologi normal kembali.

Faktor sosial ekonomi, karena petani diberi alternatif menggunakan

pengelolaan lahan untuk keperluan pangan / tanaman pertanian yang dipadukan

dengan tanaman-tanaman yang memberikan fungsi pelindung, dan konservasi,

agar proses rehabilitasi lahan tercapai. Disamping itu terdapat hal yang penting

secara ekonomi, yaitu dapat meningkatkan pendapatan penduduk setempat, karena

masih ada ruang untuk tumpang sari atau tanaman yang bernilai ekonomi,

misalnya tanaman yang dapat menghasilkan bahan papan untuk bangunan dan

kayu bakar. Secara budaya mengajari masyarakat untuk menjaga alam

lingkungannya, dengan teknologi sederhana yang mudah diterapkan di lapangan.

Gambar 12 menunjukkan kebun campuran antara tanaman pohon yaitu

kelapa, kakao, ubi kayu, gamal sebagai pelindung dan cabe.

Sumber:Koleksi foto Meine Van Noordwijk dalam Agroforestri Khas Indonesia Gambar 12. Kebun Campuran Milik Petani di Lampung

Konsep dasar pemikiran tersebut merupakan upaya menciptakan

ekosistem alam baru yang berkesinambungan dengan model tataguna lahan

agroforestri. Menurut Djogo (1995) model agroforestri juga sangat sesuai

diterapkan pada lahan-lahan yang diterlantarkan atau mendekati lahan kritis.

Page 13: 16 II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · permukaan tanah, sehingga cara penambangannya biasa dikenal dengan sub-surface mining atau deep mining, atau biasa disebut penambangan

28

Pengelolaan lahan dengan sistem agroforestry seperti disampaikan diatas sudah

berjalan sangat lama di Indonesia terutama dipedesaan Pulau Jawa dan Pulau

Sumatera.

2.4. Pendekatan Sistem

Pendekatan sistem menurut Reichle (1970) adalah suatu cara untuk

mengerti dan mengenali proses-proses yang terjadi dalam ekosistem, karena

komponen-komponen dalam ekosistem saling berhubungan. Melakukan analisis

dari setiap komponen dalam sistem dengan pendekatan sistem menurut Patten

(1972) adalah: (1) mengidentifikasi sifat-sifat makro dari suatu sistem, yang

merupakan perwujudan karena adanya interaksi didalam dan diantara

subsistemnya. (2) menjelaskan interaksi atau proses-proses yang berpengaruh

terhadap sistem secara keseluruhan yang diakibatkan karena adanya berbagai

masukan.(3) menduga dan meramal apa yang mungkin terjadi pada sistem apabila

beberapa faktor yang ada dalam sistem berubah. Apabila dihubungkan dengan

persoalan yang terjadi dalam ekosistem yang komplek, maka menurut Jeffer

(1978) pendekatan sistem adalah alat strategi penelitian yang secara luas

menggunakan beberapa konsep dan teknik matematik, secara sistematis dan

ilmiah untuk memecahkan permasalahan yang komplek. Oleh karena itu, metode

pendekatan sistem dapat digunakan sebagai dasar pemikiran untuk memecahkan

permasalahan yang rumit, seperti kompleksitas permasalahan ekosistem alam.

Sebagai contoh, dalam menyelesaikan permasalahan eksploitasi tambang batubara

secara terbuka yang tidak menggunakan kaidah-kaidah pembangunan yang

berkelanjutan, dan berdampak terhadap biofisik lingkungan, terhadap sosial

ekonomi dan terhadap sosial budaya.

Tiga dampak tersebut mempunyai hubungan saling terkait dengan

berbagai permasalahan yang sangat komplek. Sebagai contoh, dampak negatif

terhadap biofisik lingkungan. Menurut Burger, et al.( 1996) sejak aktifitas

eksploitasi pengambilan bahan mineral batubara dimulai, sumberdaya alam

lainnya seperti lahan telah menunjukan perubahan relief dan sifat fisik dan sifat

kimia tanahnya. Aktifitas eksploitasi di kawasan hutan, yang membabat hutan

menunjukan hilangnya hutan hujan tropis yang berdampak terhadap perubahan

iklim regional. Perubahan iklim regional tersebut akan berakibat terhadap

Page 14: 16 II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · permukaan tanah, sehingga cara penambangannya biasa dikenal dengan sub-surface mining atau deep mining, atau biasa disebut penambangan

29

kegiatan atau jadual sektor pertanian, karena akan terjadi pergeseran aktifitas pada

musim tanam dan panen dengan segala konsekwensinya, seperti serangan hama

yang berakibat pada penurunan produksi disektor pertanian, sehingga secara

ekonomi terdapat kerugian. Selain kerugian secara ekonomi tersebut diatas

terdapat kerugian lain seperti yang dirasakan masyarakat lokal / adat dirasakan

yaitu berkurangnya pendapatan mereka dari hasil alam hutan dan pendapatan yang

berbasis lahan, karena hasil hutan seperti lebah madu, rotan dan hasil hutan

lainnya tidak dapat lagi mereka petik, karena lahan garapan sebagai tempat

bercocok tanam luasannya berkurang (Koesnaryo, 2004).

Dampak negatif paling serius adalah pada saat akan dilakukan kegiatan

eksploitasi, terutama yang berkaitan ganti rugi lahan dan tanam tumbuh. Apabila

tidak ada kecocokan harga, dapat mengundang terjadinya tambang liar. Kondisi

ini terjadi karena mereka / mayarakat telah mengetahui bahwa di lahannya

terdapat deposit batubara (Koesnaryo, 2004). Dampak negatif terhadap kehidupan

sosial budaya, antara lain setelah eksploitasi tambang selesai sering terjadinya

konflik antar penduduk atau suku adat. Pemicu konflik paling dominan adalah

status lahan pasca penambangan, berhubung lahan pasca penambangan selalu

mengalami perubahan bentuk, atau kenampakan relief sebagian muka bumi

berubah, maka batas-batas kepemilikan lahan adat atau perorangan juga berubah.

Sengketa tanah seperti ini menurut penelitian Wajidi (2005) pada lokasi-lokasi

pasca tambang batubara di Kalimantan Selatan, biasanya tidak secara cepat dapat

diselesaikan, akibatnya lahan pada kondisi demikian mempercepat proses

degradasi lahan karena tidak terurus dan lahan menjadi kritis tidak produktif.

Selain dampak negatif yang diuraikan tersebut diatas, terdapat dampak

positif secara langsung bagi masyarakat sekitar kegiatan penambangan, karena

terserap-nya jumlah angkatan kerja, dan tumbuhnya aktifitas ekonomi lokal

karena arus barang yang masuk kelokasi pertambangan dan wilayah sekitar-nya

dalam jumlah yang cukup banyak. Begitu tingginya kompleksitas permasalahan

seperti yang diuraikan tersebut diatas, maka untuk penanganan terhadap unsur-

unsur yang saling terkait, dinamis dan komplek, perlu dilakukan penyederhanaan

terhadap kerumitan dengan tidak mengabaikan unsur-unsur yang saling

mempengaruhi, yang membentuk unjuk kerja sistem secara keseluruhan.

Page 15: 16 II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · permukaan tanah, sehingga cara penambangannya biasa dikenal dengan sub-surface mining atau deep mining, atau biasa disebut penambangan

30

Terdapat dua jenis kerumitan yang perlu disederhanakan. Pertama,

kerumitan rinci(detail complexity), yaitu menyangkut ciri dan cara bekerja unsur-

unsur yang terlibat dalam sistem yang diamati dalam mengisi kesenjangan.

Kedua, kerumitan dinamis (dynamic complexity), yang menyangkut proses

kecepatan / kelambanan waktu yang diperlukan sistem dalam mengisi

kesenjangan. Untuk menyelesaikan permasalahan dengan kondisi demikian

diperlukan keterpaduan antar bagian melalui pemahaman yang utuh dan

menyeluruh tentang hal-hal yang terkait. Metode yang paling sesuai dan tepat

adalah kerangka fikir yang dapat menjembatani antara keseluruhan disiplin ilmu

dan pengetahuan sosial yang biasa disebut dengan pendekatan sistem / system

approach. Apabila cara fikir pendekatan sistem dikaitkan dengan tujuan maka

menurut Eriyatno (1998) pendekatan sistem diartikan sebagai metode pengkajian

permasalahan yang dimulai dari penentuan tujuan, kemudian dilakukan analisis

kebutuhan sehingga dapat menghasilkan suatu model operasional dari sistem

tersebut. Lebih lanjut menurut Eriyatno (2003) pendekatan sistem adalah cara

penyelesaian persoalan yang dimulai dengan dilakukannya identifikasi terhadap

adanya sejumlah kebutuhan-kebutuhan sehingga dapat menghasilkan suatu

operasi dari sistem yang dianggap efektif. Pendekatan sistem umumnya ditandai

dengan dua hal, yaitu : (1) mencari semua faktor penting yang ada dalam

mendapatkan solusi yang baik untuk menyelesaikan masalah dan (2) membuat

satu model kuantitatif untuk membantu keputusan secara rasional.

Penelitian ini berkaitan dengan data kuantitatif dan aspek kualitatip yang

akan mempengaruhi proses pengambilan kebijakan, sehingga metode pendekatan

sistem merupakan basis / sarana untuk mengembangkan kerangka dasar analisis.

Setiap komponen yang terkait, akan dianalisis secara lengkap agar lebih mampu

menampilkan gambaran yang mendekati kondisi riil di lapangan. Hal itu

dilakukan agar permasalahan yang komplek tetap dapat diurai, tetapi kerangka

awal penelitian dengan basis tujuan dengan pendekatan sistem akan tetap terjaga,

karena terdapat tahapan-tahapan yang harus dilalui.

Menurut Eriyatno (2003) pemecahan permasalahan berbasis tujuan dengan

pendekatan sistem dilakukan melalui beberapa tahap proses antara lain analisis

rekayasa model, implementasi rancangan dan operasi sistem. Untuk mendapatkan

Page 16: 16 II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · permukaan tanah, sehingga cara penambangannya biasa dikenal dengan sub-surface mining atau deep mining, atau biasa disebut penambangan

31

hasil yang dapat dipertanggung jawabkan maka setiap proses diikuti oleh suatu

evaluasi yang berulang, sebelum melanjutkan pada tahap berikutnya. Hal ini

dimaksudkan agar sistem yang diperoleh sesuai dengan tujuan (goal).

2.4.1. Sistem

Sistem adalah suatu agregasi atau kumpulan obyek-obyek yang terangkai

dalam interaksi dan saling bergantungan yang teratur. Definisi tersebut

disempurnakan Jeffer (1978) yang menyatakan sistem sebagai suatu kumpulan

dari elemen yang saling berinteraksi membentuk suatu kesatuan dalam interaksi

yang kuat maupun lemah dengan pembatas sistem yang jelas seperti Gambar 13.

Gambar 13. Rangkaian Sistem (Muhammadi et,al, 2001)

Setelah memasukan aspek tujuan, Muhammadi et al. (2001) memberikan

pengertian tentang sistem sebagai sekumpulan elemen-elemen yang berada dalam

keadaan yang saling berhubungan untuk mencapai tujuan yang sama. Menurut

Eriyatno (2003) sistem adalah keseluruhan interaksi antar unsur dari sebuah obyek

dalam batas lingkungan tertentu yang bekerja untuk mencapai tujuan.

Dari beberapa definisi diatas, terkandung adanya kesamaan pengertian

tentang sistem, yaitu suatu sistem adalah seperangkat elemen yang saling

berinteraksi membentuk kegiatan atau suatu prosedur yang mencari pencapaian

suatu tujuan bersama.

Batas

Unsur A Unsur B

Unsur C

Unsur E

Unsur F

Unsur D

Ling

kung

an

Sistem

Page 17: 16 II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · permukaan tanah, sehingga cara penambangannya biasa dikenal dengan sub-surface mining atau deep mining, atau biasa disebut penambangan

32

Dalam kaitan penyelesaikan permasalahan yang sangat komplek,

penjelasan sistem dapat juga sampai pada level-level yang lebih rinci menjadi

subsistem-subsistem yang saling berinteraksi, demikian seterusnya sampai pada

elemen-elemen yang mendukung subsistem. Sebagai contoh, seperti pada

permasalahan lahan pasca tambang batubara, permasalahan teknis dan non teknis

berkembang dinamis dengan variabel yang dapat berubah setiap saat dan menjadi

permasalahan yang komplek, maka sistemnya perlu diurai menjadi beberapa

subsistem.

Dalam sebuah sistem biasanya jumlah elemen yang terlibat banyak sekali,

untuk membatasi elemen yang tidak diperlukan, dirancang batasan sistem.

Menurut Eriyatno (2003) terdapat terminologi penyelesaian permasalahan dengan

pendekatan sistem, sebelum pada tahap rekayasa, yaitu : (1) analisis kebutuhan,

(2) identifikasi sistem, (3) formulasi masalah, (4) pembentukan alternatif sistem,

(5) determinasi dari realisasi fisik, sosial dan politik, (6) penentuan kelayakan

ekonomi dan keuangan.

2.4.2. Model

Untuk melakukan penghayatan atau menggambarkan tentang apa yang

tersirat dalam suatu sistem perlu dibuat model. Menurut Manetch dan Park (1977)

model adalah merupakan abstraksi dari keadaan yang sebenarnya atau dengan

perkataan lain merupakan penyederhanaan dari suatu sistem dunia nyata yang

mempunyai kelakuan seperti sistem dunia nyata dalam hal-hal tertentu. Menurut

Muhammadi, et al.(2001) model adalah suatu bentuk yang dibuat untuk

menirukan suatu gejala atau proses. Model yang dapat menirukan kondisi

sebenarnya, tanpa harus ada perbedaan dengan hasil pengukuran adalah model

yang mendekati kebenaran dari unsur-unsur yang penting dari perilaku dalam

dunia nyata. Model yang demikian disebut model yang sesuai dengan kondisi

sebenarnya (the real mode).

Oleh karena itu, sebelum model diaplikasikan harus melalui tahap validasi

yang dapat dilakukan melalui berbagai cara. Menurut Hartrisari dan Handoko

(2004) validasi model merupakan bagian yang sangat penting dalam kegiatan

permodelan. Secara ilmiah validasi identik dengan pengujian hipotesis. Dalam

hal ini, model itu sendiri merupakan hipotesisnya. Terdapat bermacam cara

Page 18: 16 II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · permukaan tanah, sehingga cara penambangannya biasa dikenal dengan sub-surface mining atau deep mining, atau biasa disebut penambangan

33

validasi, mulai yang bersifat deskriptif, misalnya melalui perbandingan secara

grafis atau pengujian secara kuantitatif, yang dilakukan melalui uji statistik.

Menurut Eriyatno (2003) terdapat tiga kelompok model. Pertama, model

Ikonik (model fisik) yaitu model yang mempersentasikan bentuk fisik dari model

yang diwakilinya, tetapi pada skala yang berbeda. Model jenis ini dapat

berdimensi dua seperti peta, foto, atau cetak biru, dan dapat pula dalam tiga

demensi seperti prototip dari mesin-mesin. Kedua, model analog (diagrammatic

model), yaitu model yang berbentuk gambar, diagram atau matrik yang

menyatakan hubungan antar unsur. Ketiga, model simbolik (model matematik)

model ini merupakan perwakilan realitas yang dikaji, format model ini dapat

berupa angka-angka, simbol dan rumus-rumus matematik atau rumus-rumus

komputer. Jenis model simbolik yang umum dipakai adalah persamaan (equation).

Tiga kelompok model tersebut diatas, oleh Hartrisari dan Handoko (2004) dibagi

menjadi 10 bentuk, meskipun bentuk model tersebut dapat merupakan bagian dari

model dinamis, mekanistik atau numerik. Ke-10 bentuk yang saling berlawanan

tersebut adalah (1) model fisik dan model mental (2) model deskriptif dan model

numerik (3) model empirik dan model mekanistik (4) model deterministik dan

model stokastik (5) model statis dan model dinamis.

Pada kasus-kasus yang akan di teliti, pemilihan model tergantung pada

tujuan dari pengkajian sistem, yang terlihat dan formulasi permasalahan. Sebagai

contoh, model yang mendasarkan pada teknik peluang dan memperhitungkan

adanya ketidak menentuan (uncertainty), karena masalah yang dikaji umumnya

mengandung keputusan yang tidak menentu atau terdapat beberapa pilihan, seperti

sifat-sifat probabilistik. Model yang sesuai untuk kondisi tersebut adalah model

stokastik tetapi dinamis. Sebaliknya, yang tidak memperhatikan peluang kejadian

dikenal model deterministik.

Secara tegas tujuan model menurut Hartrisari dan Handoko (2004) dibagi

menjadi tiga: Pertama, untuk pemahaman proses, model tersebut harus mampu

menjelaskan mekanisme yang terjadi, bukan hanya sekedar hubungan kausal

antara input dengan output seperti pada model empirik, walaupun pengamatan

empirik sangat penting untuk keperluan validasi; Kedua, untuk prediksi, model

numerik mempunyai kemampuan prediksi yang sangat bagus untuk kasus-kasus

Page 19: 16 II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · permukaan tanah, sehingga cara penambangannya biasa dikenal dengan sub-surface mining atau deep mining, atau biasa disebut penambangan

34

lingkungan dengan kondisi tertentu,tetapi akan mempunyai kesalahan yang

signifikan apabila diaplikasikan pada kondisi yang berbeda. Terdapat model yang

mempunyai kemampuan prediksi yang baik seperti pada kasus diatas yaitu model

mekanistik dan model empirik juga dapat untuk tujuan prediksi. Ketiga, model

untuk keperluan manajemen. Tujuan nomor 3 (tiga) terahir tersebut harus

mempunyai tingkat yang lebih tinggi dari dua tujuan sebelumnya dan harus

berkemampuan memprediksi, juga dituntut kecerdasan dalam perencanaan agar

model mampu menjelaskan suatu proses yang sedang terjadi, hal tersebut karena

sangat diperlukan dalam manajemen.

Sehubungan dengan proses penambangan batubara dengan berbagai

dampak yang ditimbulkannya terhadap biofisik, sosial budaya dan sosial ekonomi

adalah merupakan permasalahan yang komplek. Maka untuk memecahkan

permasalahan tersebut diperlukan suatu metode yang dalam memandang

permasalahan secara holistik, komprehensip dan sistematik. Metode paling sesuai

untuk kasus tersebut adalah dengan pendekatan sistem yang mempunyai konsep

model untuk keperluan manajemen seperti yang diutarakan diatas.

Konsep model untuk keperluan manajemen dalam pelaksanaannya sering

menggunakan simulasi dengan model dinamik. Menurut Muhammadi et al. (2001)

model dinamik adalah kumpulan dari variabel-variabel yang saling mempengaruhi

antara satu dengan lainnya dalam suatu kurun waktu. Setiap variabel

berkorespondensi dengan suatu besaran yang dibuat sediri dan memiliki nilai

numerik. Model dinamik tersebut apabila disimulasikan dengan perangkat lunak

(software) maka variabel-variabel tersebut akan saling berhubungan membentuk

suatu sistem.

Untuk membuat model dinamik secara formal digunakan diagram sebab

akibat (causal loop) dan diagram alir (flow chart). Diagram tersebut dibuat

dengan cara menentukan variabel penyebab yang signifikan dalam sistem, dan

menghubungkannya dengan menggunakan garis panah ke variabel akibat, apabila

keduanya saling mempengaruhi maka garis panah akan berlaku dua arah.

Menurut Muhammadi et al.(2001) pembentukan model seperti diatas

adalah untuk memahami struktur dan perilaku sistem. Diagram sebab akibat pada

sistem dinamis digunakan sebagai dasar untuk membuat diagram alir sebagai

Page 20: 16 II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · permukaan tanah, sehingga cara penambangannya biasa dikenal dengan sub-surface mining atau deep mining, atau biasa disebut penambangan

35

sarana untuk simulasi untuk membangun sebuah model. Input data yang

diperlukan melalui sebuah program perangkat lunak yang secara cepat dan tepat

menggambarkan model.

2.4.3. Simulasi

Simulasi merupakan salah satu kegiatan dalam analisis sistem yang

berguna dalam pendekatan masalah berdasarkan model-model, dan merupakan

sarana untuk mengevaluasi dan merancang kemudian menetapkan suatu sistem.

Simulasi juga bertujuan untuk memahami, membuat analisis dan peramalan

perilaku gejala dalam proses untuk masa yang akan datang. Menurut Soerianegara

(1978) terdapat beberapa keuntungan dengan simulasi. Simulasi dapat

menciptakan sistem baru yang diduga akan lebih baik dari keadaan sistem

sesungguhnya yang sedang diteliti, dan apabila eksperimentasi tidak dapat

dilakukan karena sesuatu hal misalnya sangat rumit dan membutuhkan waktu

singkat, biaya yang tersedia terbatas, tetapi dibutuhkan model, maka dengan

mendapatkan beberapa data yang penting dapat diperoleh model yang dikehendaki

melalui simulasi. Apabila hasil yang dikehendaki merupakan kebutuhan untuk

menentukan beberapa pilihan kebijakan, maka menurut Eriyatno (2003) definisi

simulasi adalah suatu aktifitas, dimana pengkaji dapat menarik kesimpulan-

kesimpulan tentang perilaku dari sistem, melalui penelaahan perilaku model yang

selaras, dimana hubungan sebab dan akibatnya sama dengan atau seperti yang ada

pada sistem yang sebenarnya.

Tahapan untuk melakukan simulasi menurut Muhammadi et al. (2001)

adalah (1) Penyusunan konsep, (2) Pembuatan model, (3) Memasukan data dalam

program komputer, (4) Validasi / pengujian model.

Penyusunan konsep terkait erat dengan masalah yang akan disimulasikan,

harus dengan jelas, termasuk ruang lingkup dan menelaah masalah yang penting

yang terkait dengan model yang akan dibuat.

Identifikasi dari variabel-variabel yang berperan dalam sistem yang dapat

menimbulkan gejala atau proses dan saling berinteraksi, saling ber-ketergantungan

harus betul-betul sudah didapat dan dikenali. Hal ini penting karena model

tersebut harus mewakili sistem yang nyata tetapi harus tetap dalam ruang lingkup

yang telah didefinisikan dan yang akan disimulasikan dengan menggunakan

Page 21: 16 II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · permukaan tanah, sehingga cara penambangannya biasa dikenal dengan sub-surface mining atau deep mining, atau biasa disebut penambangan

36

bantuan komputer. Gambar 14 menunjukkan adalah Skema tahapan Simulasi

menurut Soerianegara (1978) terdiri atas tiga tahap yaitu; (a) merumuskan

batasan masalah/spesifikasi masalah secara kualitatif; (b) proses pengumpulan

data dan memberikan spesifikasi kuantitatif dari sistem setelah dilakukan analisis;

(c) sintesis sistem, yaitu proses pemecahan masalah.

Gambar 14. Skema Tahapan Kerja Simulasi (Soerianegara, 1978).

Simulasi dilakukan dengan kaidah telaahan hubungan sebab akibat antar

variabel, yang dapat menimbulkan perilaku gejala dalam model yang didisain.

Kesimpulan Rekomendasi

Spesifikasi masalah dan

tujuan, menentukan batas

Simulasi

Apakah Data Cukup ?

Pengumpulan data tentang sistem yang diteliti

Penyusunan Arsitektur

Model (simulasi)

Apakah Simulasi Cukup ?

Pengumpulan data untuk mencoba model

(informasi display)

Tidak

Pengambilan kelengkapan data

Tidak

Page 22: 16 II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · permukaan tanah, sehingga cara penambangannya biasa dikenal dengan sub-surface mining atau deep mining, atau biasa disebut penambangan

37

Langkah berikutnya adalah melakukan validasi, yang bertujuan untuk

mencocokan / menganalisis hasil simulasi dengan kenyataan yang ditirukan.

Jika simpangan / kesalahan hasil simulasi terhadap proses / gejala yang

sedang diamati sangat kecil, maka dikatakan model yang digunakan sudah tepat,

tetapi jika yang terjadi sebaliknya maka perlu ada revisi dan pembenaran data-nya

di lapangan.

2.5. Tinjauan hasil-hasil penelitian terdahulu berkaitan dengan reklamasi lahan pasca tambang.

Berbagai hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan lahan pasca

tambang yang telah dilakukan, baik di dalam negeri maupun diluar negeri, antara

lain sebagai berikut : penelitian lahan pasca tambang pada galian pasir di desa

Cibeureum Wetan, Kecamatan Cimalaka, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat yang

dilakukan Rani (2004). Metode yang dilakukan dengan mencampur tanah asli

yang berasal dari daerah sekitar dengan pupuk kandang dari hewan kambing

dengan perbandingan yang ditentukan. Hasil penelitian dengan pencampuran

tanah asli dan bahan-bahan dengan perbandingan yang telah ditetapkan, terbentuk

kualitas tanah untuk tumbuhnya tanaman hijauan makanan ternak sebagai sarana

rehabilitasi lahan.

Penelitian untuk maksud rehabilitasi lahan pasca tambang timah

dilakukan oleh Kusumastuti (2005) di Pulau Bangka. Penelitian dilakukan dengan

pemberian amelioran campuran bahan organik dan tanah mineral untuk tanaman

jati sebagai indikator. Percobaan dilakukan dirumah kaca dengan cara melakukan

inkubasi tailing dari berbagai tingkatan umur dari lahan pasca tambang. Hasilnya

tanaman jenis jati dapat tumbuh pada media hasil pencampuran antara bahan

organik/ kompos, kapur/rock fosfat dan tanah mineral. Penelitian lain yang terkait

dengan lahan pasca tambang dilakukan dilahan pasca tambang timah oleh Badri

(2003). dengan tujuan untuk mengetahui karakteristik lahan untuk suatu

pertumbuhan vegetasi. Teknik rehabilitasi tanah dilakukan di rumah kaca dengan

analisis tanah di laboratorium. Percobaan pertama dilakukan terhadap media

tumbuh berupa tailing yang dicampur dengan pupuk kompos dengan

perbandingan 9:1, dengan perbandingan yang sama tailing dicampur dengan

pupuk kandang. Percobaan kedua dilakukan pada media tumbuh campuran antara

Page 23: 16 II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · permukaan tanah, sehingga cara penambangannya biasa dikenal dengan sub-surface mining atau deep mining, atau biasa disebut penambangan

38

tailing dengan mikoriza dengan pebandingan 9:1 dan tidak menggunakan

mikoriza. Tanaman yang digunakan adalah akasia, sengon, gamal dan lamtoro.

Hasil penelitian, menunjukkan karakteristik lahan pasca tambang akan berbeda

terhadap pertumbuhan tanaman tergantung jenis / bahan pencampurnya.

Penelitian yang dilakukan PT. INCO di lahan pasca tambang nikel

dilakukan dengan cara melakukan percobaan penanaman pohon dilubang (in-

hole) yang ditentukan setelah dilakukan pemupukan yang dicampur dengan

mikoriza. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mencari formula yang

sesuai untuk suatu jenis tanaman tertentu. Hasilnya cukup baik untuk

pertumbuhan tanaman (Ambodo, 2004). Perusahaan timah PT KOBATIN salah

satu perusahaan besar di Indonesia melakukan penelitian lahan pasca tambang

timah dengan cara pemanfaatan lahan bekas tambang (lubang-lubang bekas

galian tambang) untuk keperluan budidaya air tawar, dengan terlebih dahulu

menguji keasaman air dalam lubang bekas tambang timah. Uji coba penelitian

tersebut telah dilakukan di kecamatan Koba, Bangka Belitung. Hasil penelitian

menunjukkan ikan tawar dapat hidup dilahan bekas tambang setelah lebih dahulu

dilakukan proses menghilangkan zat asam dalam air dengan pemberian kapur

(Koba Tin, 2004).

Penelitian di lahan pasca tambang batubara yang dilakukan oleh Qomariah

(2003) di Kalimantan Selatan pada lahan pasca tambang batubara yang

ditinggalkan, menitik beratkan pada karakteristik sifat-sifat fisik tanah dan sifat

kimia tanah. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perubahan sifat fisik tanah

dan sifat kimia tanah tergantung dari waktu lamanya lahan ditinggalkan. Val dan

Gil (1996) dan Lorenzo et al.(1996) melakukan penelitian lahan pasca tambang di

Pocas de Caldas di Spanyol. Penelitian tersebut menitik beratkan pada

pertumbuhan vegetasi dilahan pasca tambang batubara. Hasil penelitian

menunjukan terdapat beberapa karakteristik lahan pasca tambang batubara yang

terkait dengan pertumbuhan tanaman. Penelitian yang dilakukan Syarif dan

Munawar (2005) dilahan pasca tambang batubara di lokasi UPT Tanjung Enim,

dalam kawasan tambang batubara Bukit Asam (PERSERO) Tbk, khusus tentang

Air Asam Tambang (AAT) di lahan pasca tambang dengan pemberian kapur

tohor pada saluran-saluran drainase dan kolam-kolam pengendapannya. Hasil

Page 24: 16 II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · permukaan tanah, sehingga cara penambangannya biasa dikenal dengan sub-surface mining atau deep mining, atau biasa disebut penambangan

39

penelitian menunjukkan pemberian kapur tohor dapat meningkatkan pH, dan

mampu menurunkan konsentrasi unsur-unsur logam seperti Fe dan Mn sampai

pada tingkat baku mutu, tetapi membutuhkan jumlah kapur yang sangat besar.

Hasil-hasil penelitian yang diuraikan diatas disajikan seperti terlihat pada Tabel 2

Tabel 2. Telaahan Hasil Penelitian di Bidang Rehabilitasi Lahan Pasca Tambang

No Topik dan

Lokasi Metoda Hasil

Peneliti dan Tahun Penelitian

1 Rehabilitasi Lahan Pasca Tambang Galian Pasir, di Desa Ciberium Wetan ,Sumedang Jawa Barat

Mencampur tanah asli yang berasal dari sekitar lahan penelitian dengan dengan pupuk / kotoran kambing dengan berbagai perbandingan

Lahan pasca tambang pasir dapat sebagai media tumbuh tanaman

Rani , Tahun

Penelitian

2004

2 Rehabilitasi Lahan Pasca Tambang Timah.

Pemberian amelioran camuran bahan organik dan tanah mineral pada lahan pasca tambang, dengan berbagai ukuran tertentu pada berbagai umur lahan pasca tambang dan sebagai indikator adalah tanaman jati

Tanaman pohon jati dapat tumbuh, di lahan pasca tambang dengan komposisi campuran

Kusumastuti Tahun penelitian 2005

3 Mengetahui Karakteristik lahan pasca Tambang Timah.

Mencampur lahan pasca tambang/ tailling; a) dengan pupuk kompos (perbandingan 9:1) b) dengan pupuk kandang (perbandingan 9:1) c) dengan mikoriza dan tanpa mikoriza. Tanaman yang digunakan lamtoro ,akasia,senon dan gamal.

Hasil penelitian, menunjukkan karakteristik lahan pasca tambang akan berbeda terhadap pertumbuhan tanaman tergantung jenis / bahan pencampurnya.

Badri tahun

penelitian

2003

4

Rehabilitasi Lahan Pasca Tambang Timah

Menanam pohon akasia di lubang yang telah diberi pupuk kandang dan mikoriza

Pohon tumbuh dengan baik PT INCO tahun penelitian 2004

Page 25: 16 II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · permukaan tanah, sehingga cara penambangannya biasa dikenal dengan sub-surface mining atau deep mining, atau biasa disebut penambangan

40

N0 Topik dan

Lokasi Metoda Hasil

Peneliti dan Tahun Penelitian

5 Karakteristik lahan pasca tambang batubara di Kalimantan Selatan

Melakukan analisis sampel tanah di laboratorium

Terdapat perubahan sifat fisik tanah dan sifat kimia tanah dilahan pasca tambang batubara dan berpengaruh terhadap tanah dilahan yang tidak ditambang pada jarak 500 m.

Qomariah tahun penelitian 2003

6 Mengetahui hubungan pertumbuhan vegetasi di lahan psca tambang batubara, di Pocas de Caldas di Spanyol

Mengukur pertumbuhan vegetasi di setiap lahan pasca tambang yang ditinggalkan dengan waktu lamanya ditinggalkan

Lahan pasca tambang yang tidak dilakukan rehabilitasi baru akan ada pertumbuhan vegetasi antara 25 s/ d 50 tahun .

Val dan Gil (1996) dan Lorenzo et al.(1996)

7 Pemanfaatan lahan pasca tambang batubara untuk keperluan budidaya ikan tawar, di lokasi tanjung enim Sumatera selatan

Air Asam Tambang (AAT) di lahan pasca tambang dengan pemberian kapur tohor pada saluran-saluran drainase dan kolam-kolam pengendapannya.

Hasil penelitian pemberian kapur tohor dapat meningkatkan pH, dan mampu menurunkan konsentrasi unsur-unsur logam seperti Fe dan Mn sampai pada tingkat baku mutu,tetapi membutuhkan jumlah kapur yang sangat besar.

Syarif dan Munawar pada tahun 2005

8 Perencanaan Pembangunan Pasca Tambang Untuk Menunjang Pembangunan Berkelanjutan (Studi Kasus PT.KPC di Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur)

Focus Group Discustion (FGD). Proses Hirarhi Analysis (PHA). Analysis Kompotitip. Model dynamik.

1. Terdapat faktor dominan dalam perencanaan yaitu perlindungan kelestarian fungsi lingkungan.

2. Alternatif pembangunan perkebunan kelapa sawit perkebunan karet atau kehutanan, tetapi pada daerah yang luas termasuk diluar kawasan tambang dengan modal dari daerah sebesar 40% yang diperoleh dari hasil tambang.

Soemarno Witoro Soelarno Tahun Penelitian 2007.

Sumber; Telaahan hasil penelitian 2004-2006.

Disamping penelitian yang seperti yang diuraikan diatas terdapat percobaan-

percobaan yang telah dilakukan sehubungan bagaimana melakukan reklamasi lahan atau

melakukan rehabilitasi lahan pasca tambang seperti yang dilakukan Reeve pada Tahun

1970. Reeve melakukan reklamasi lahan dengan metode yang sangat

konvensional, yaitu dengan memperhatikan jadwal musim hujan dan kemarau.

Tabel 2 (Lanjutan)

Page 26: 16 II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · permukaan tanah, sehingga cara penambangannya biasa dikenal dengan sub-surface mining atau deep mining, atau biasa disebut penambangan

41

Hal ini perlu karena sangat berpengaruh terhadap plastisitas tanah. Tanah pada

musim hujan akan menjadi basah atau lembab. Demikian sebaliknya, dimusim

kemarau tanah akan menjadi kering. Penentuan waktu atau musim tersebut pada

dasarnya menghidari terhadap kerusakan tanah saat pengambilan tanah bagian

atas (topsoil). Penelitian Reeve (1970) tersebut dilakukan di atas lahan yang di

bawahnya terdapat mineral batubara yang akan segera dilakukan penambangan.

Aktifitas pertama adalah memilih tanah yang sesuai untuk keperluan pertanian.

Tanah kering tersebut digali lebih dahulu dan disimpan (in-sterilize), kemudian

disebarkan kembali pada saat restorasi / pada saat aktifitas eksploitasi selesai.

Lahan pasca tambang ditimbun kembali dengan tanah aslinya. Hasilnya 90 %

berhasil dihijaukan kembali, dan dapat berfungsi untuk keperluan pertanian

seperti sebelum di lakukan kegiatan eksploitasi.

Cara yang dilakukan Reeve di-implementasi-kan di Inggris dan Wales

pada tahun 1982 s/d tahun 1988 yaitu pada suatu proyek restorasi lahan seluas

2000 Ha setiap tahun (Reeve, 1994). Di Indonesia, reklamasi lahan tambang

batubara oleh perusahaan-perusahaan besar seperti Kaltim Prima Coal (KPC) di

Sanggata, Kalimantan Timur dan PT Arutmin Indonesia di Kalimantan Selatan

hampir sama seperti hasil penelitian yang dilakukan Reeve. Dari semua penelitian

dan percobaan-percobaan yang disebut dan diuraikan diatas adalah dalam rangka

bagaimana melakukan rehabilitasi lahan yang bersifat teknis. Menurut Sitorus

(2003) rehabilitasi lahan yang menitik beratkan pada aspek pemulihan lahan kritis

lebih banyak menyangkut permasalahan yang bersifat teknis yang dapat

memanipulasi faktor-faktor biofisik sedemikian rupa, dengan pemilihan metode

tertentu, biasanya dilakukan dengan suatu eksperimen dengan hitungan data-data

teknis, sehingga terwujud suatu kondisi yang menguntungkan untuk suatu

keperluan.

Tambang batubara terbuka di Pulau Kalimantan, dimana depositnya

kebanyakan dilahan tanah-tanah adat, tanah dengan pemilikan pribadi, tanah

dikuasai negara dalam hutan tropis baik sekundeir maupun primer. Sewaktu

melakukan eksploitasinya tidak dengan kaidah-kaidah pembangunan

berkelanjutan, maka lahan pasca tambang tersebut meninggalkan berbagai

persoalan yang komplek. Menurut Eriyatno (2003) penyelesaian permasalahan

Page 27: 16 II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · permukaan tanah, sehingga cara penambangannya biasa dikenal dengan sub-surface mining atau deep mining, atau biasa disebut penambangan

42

yang komplek dan rumit salah satu metode yang dapat digunakan adalah dengan

pendekatan sistem. Penelitian ini akan menggunakan metode pendekatan sistem,

dimana akan dikaji aspek-aspek biofisik, sosial budaya, aspek ekonomi secara

bersamaan. Sumber data aspek teknis diambil secara langsung dari obyek di

lapangan, data lain yang diperlukan juga diperoleh dari stakeholders di lapangan.

Oleh karena itu penelitian ini belum pernah dilakukan sebelumnya seperti terlihat

dari hasil-hasil penelitian terdahulu.