155522693 makalah ddik mortalitas
TRANSCRIPT
-
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mortalitas atau kematian merupakan salah satu dari tiga komponen
demografi selain fertilitas dan migrasi, yang dapat mempengaruhi jumlah
dan komposisi umur penduduk. Menurut Ilmu Kedokteran kematian
adalah matinya seluruh otak. Ada 3 konsep keadaan vital yang mutually
exclusive artinya keadaan yang satu tidak mungkin terjadi bersamaan
dengan salah satu keadaan lainnya :
Lahir hidup (versi UN & WHO) : suatu kelahiran bayi tanpa
memperhitungkan lama dalam kandungan, bayi setelah lahir
menunjukkan tanda kehidupan (denyut nadi, jantung, gerakan dll).
Kematian ialah suatu peristiwa menghilangnya semua tanda-tanda
kehidupan secara permanen, yang bisa terjadi setiap saat setelah
kelahiran hidup (WHO)
Lahir mati adalah peristiwa menghilangnya tanda-tanda kehidupan
dari hasil konsepsi sebelum hasil konsepsi tersebut keluar dari rahim
ibunya.
Mortalitas dipengaruhi oleh beberapa hal salah satunya adalah
faktor sosial dan ekonomi. Kata sosial berasal dari kata socius yang
artinya kawan (teman). Dalam hal ini arti kawan bukan terbatas sebagai
teman sepermainan, teman kerja dan sebagainya. Yang dimaksud teman
adalah mereka yang ada disekitar kita, yakni yang tinggal dalam suatu
lingkungan tertentu dan mempunyai sifat yang saling mempengaruhi.
Sedangkan istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu oikos yang
artinya rumah tangga dan nomos yang artinya mengatur, jadi secara
harafiah ekonomi berarti cara mengatur rumah tangga (Shadily, 1984).
Sosial ekonomi dapat juga diartikan sebagai suatu keadaan atau
kedudukan yang diatur secara sosial dan menetapkan seseorang dalam posisi
tertentu dalam struktur masyarakat. Pemberian posisi ini disertai pula
seperangkat hak dan kewajiban yang harus dipenuhi sipembawa status
misalnya, pendapatan, dan pekerjaan. Status sosial ekonomi orangtua sangat
-
berdampak bagi pemenuhan 9 kebutuhan keluarga dalam mencapai standar
hidup yang sejahtera dan mencapai kesehatan yang maksimal. Status adalah
keadaan atau kedudukan seseorang, sedangkan pengertian sosial sangat
berhubungan dengan kehidupan bermasyarakat di lingkungan sekitar. Di
dalam kehidupan bermasyarakat terdapat pembeda posisi atau kedudukan
seseorang maupun kelompok di dalam struktur sosial tertentu. Perbedaan
kedudukan dalam masyarakat dalam sosiologi dikenal dengan stilah lapisan
sosial. Lapisan sosial merupakan sesuatu yang selalu ada dan menjadi ciri
yang umum di dalam kehidupan manusia. Seorang sosiolog yang bernama
Sorokin dalam Soekanto (2003) menyatakan bahwa lapisan sosial adalah
perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat
(secara hirakri).
Sitorus (2000) mendefenisikan status sosial bahwa hal tersebut
merupakan kedudukan seseorang di masyarakat, di mana didasarkan pada
pembedaan masyarakat ke dalam kelas-kelas secara vertikal, yang di
wujudkan dengan adanya tingkatan masyarakat dari yang tinggi ke yang lebih
rendah dengan mengacu pada pengelompokkan menurut kekayaan Kelas
sosial biasa digunakan hanya untuk lapisan berdasarkan unsur ekonomis.
Diantara lapisan atasan dengan yang terendah, terdapat lapisan yang
jumlahnya relatif banyak. Biasanya lapisan atasan, tidak hanya memiliki satu
macam saja apa yang dihargai oleh masyarakat.
B. Tujuan
Mengetahui hubungan faktor sosial ekonomi dengan fenomena
mortalitas.
-
BAB II
PEMBAHASAN
Derajat kesehatan penduduk Indonesia tergolong masih rendah diantara
negara-negara ASEAN. Usia harapan hidup penduduk Indonesia relatif masih
rendah dengan angka kematian bayi yang masih tinggi. Angka kematian bayi di
Indonesia tidak hanya tinggi, tetapi juga sangat bervariasi dari yang terendah 21,8
perseribu bayi lahir hidup di DKI Jakarta sampai yang tertinggi 78 perseribu bayi
lahir hidup di Propinsi Nusa Tenggara Barat. Disamping itu intensitas
penurunannya juga bervariasi menurut propinsi, sebagai akibat dari bervariasinya
kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Status sosial ekonomi
masyarakat dapat dilihat dari faktor-faktor sebagai berikut :
a. Pekerjaan
Pekerjaan akan menentukan status sosial ekonomi karena dari bekerja
segala kebutuhan akan dapat terpenuhi. Pekerjaaan tidak hanya mempunyai nilai
ekonomi namun usaha manusia untuk mendapatkan kepuasan dan mendapatkan
imbalan atau upah, berupa barang dan jasa akan terpenuhi kebutuhan hidupnya.
Pekerjaan seseorang akan mempengaruhi kemampuan ekonominya,
untuk itu bekerja merupakan suatu keharusan bagi setiap individu sebab dalam
bekerja mengandung dua segi, kepuasan jasmani dan terpenuhinya kebutuhan
hidup.
Kemudian menurut pedoman ISCO (International Standart Clasification
of Oecupation) pekerjaan diklasifikasikan menjadi :
a). Profesional ahli teknik dan ahli jenis
b). Kepemimpinan dan ketatalaksanaan
c). Administrasi tata usaha dan sejenisnya
d). Jasa
e). Petani
f). Produksi dan operator alat angkut
Dari berbagai klasifikasi pekerjaan diatas, orang akan dapat memilih
pekerjaaan yang sesuai dengan kemampuan dan ketrampilan yang dimilikinya.
-
Dalam masyarakat tumbuh kecenderungan bahwa orang yang bekerja akan lebih
terhormat di mata masyarakat, artinya lebih dihargai secara sosial dan ekonomi.
Jadi untuk menentukan status sosial ekonomi dilihat dari pekerjaan,
penyusun memberi batasan sebagai berikut :
a). Pekerjaan yang berstatus tinggi
Yaitu tenaga ahli teknik dan ahli jenis, pemimpin dan ketatalaksanaan
dalam suatu instansi baik pemerintah maupun swasta, tenaga administrasi tata
usaha
b). Pekerjaan yang berstatus sedang
Yaitu pekerjaan di bidang penjualan dan jasa
c). Pekerjaan yang berstatus rendah
Yaitu petani dan operator alat angkut/bengkel
b. Pendidikan
Pendidikan sangatlah penting peranannya dalam kehidupan
bermasyarakat. Dengan memiliki pendidikan yang cukup maka seseorang akan
mengetahui mana yang baik dan mana yang dapat menjadikan seseorang menjadi
berguna baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain yang
membutuhkannya.
Adapun pengertian pendidikan yang lebih jelas, dapat dilihat dalam
pengertian-pengertian pendidikan yang diungkapkan oleh beberapa pakar
pendidikan di bawah ini :
Pendidikan menurut Soerjono Soekanto :
Pendidikan merupakan suatu alat yang akan membina dan mendorong
seseorang untuk berfikir secara rasional maupun logis, dapat meningkatkan
kesadaran untuk menggunakan waktu sebaik-baiknya (seefektif dan seefisien
mungkin) dengan menyerap banyak pengalaman mengenai keahlian dan
keterampilan sehingga menjadi cepat tanggap terhadap gejala-gejala sosial yang
terjadi (Soerjono Soekanto,1969 : 143)
Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
pendidikan adalah upaya untuk mengarah pada tercapainya perkembangan yang
dapat merangsang suatu cara berfikir yang rasional, kreatif dan sistematis. Dengan
-
pendidikan dapat memperluas keilmuan, meningkatkan kemampuan dan potensi
serta membuat seseorang lebih peka terhadap setiap gejala-gejala sosial yang
muncul.
Kemudian Soegarda Poerbakawatja menjelaskan mengenai tujuan
pendidikan adalah sebagai berikut :
Ialah membentuk manusia susila yang cakap dan warganegara yang
demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah
air . (Soegarda Poerbakawatja, 1970 : 114).
Dengan pendidikan ini diharapkan dapat membuka pikiran seseorang
untuk menerima hal-hal yang baru (sub culture baru) baik berupa teknologi,
materi, sistem teknologi maupun berupa ide-ide baru serta bagaimana cara berfikir
secara alamiah untuk kelangsungan hidup dan kesejahteraan dirinya, masyarakat
dan tanah airnya.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diulas beberapa fungsi dari
pendidikan yang antara lain adalah sebagai berikut :
- Membina dan membentuk sikap mental seseorang
- Menambah pengetahuan seseorang
- Merangsang seseorang untuk berfikir logis, praktis dan sistematis
dengan menggunakan metode-metode dan teknik-teknik ilmiah.
Pendidikan merupakan proses aktualisasi diri terhadap potensi
kemampuan manusia untuk diujudkan kedalam tujuan yang diinginkannya, serta
pendidikan diarahkan kepada usaha-usaha pembangunan kepribadian bangsa,
modernisasi terhadap lingkungan serta peningkatan terhadap kemampuan berfikir.
Pendidikan merupakan suatu proses pembangunan individu dan
kepribadian seseorang, dilaksanakan dengan sadar dan penuh tanggung jawab
dalam meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, sikap serta nilai-nilai yang
bersifat normatif sehingga mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya, juga
dapat meningkatkan kesempatan berfikir baik secara teoritis maupun praktis untuk
melanjutkan hidup dan kehidupan dalam lingkungan yang selalu berubah dan
menuntut adanya perubahan pendidikan yang berlangsung seumur hidup dan
dilaksanakan sedini mungkin, merupakan tanggung jawab bersama baik keluarga,
-
masyarakat maupun pemerintah. Oleh karena itu peran aktif masyarakat dalam
semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan perlu didorong dan ditingkatkan.
Pendidikan merupakan proses belajar yang dapat dilakukan manusia
seumur hidupnya, baik melalui sekolah maupun luar sekolah. Pendidikan
masyarakat dapat diperoleh melalui :
1) Pendidikan formal, yaitu pendidikan yang dilakukan melalui atau dalam
suatu lembaga (pendidikan) yang legal formal,yang memiliki peraturan yang
telah ditetapkan dan berjenjang, seperti sekolah.
2) Pendidikan non formal yaitu pendidikan diluar lembaga formal (sekolah)
dimana biasanya merupakan pendidikan yang berjangka pendek dan
biasanya lahir dari kebutuhan yang sehat dirasakan keperluannya, lalu
persyaratannya lebih fleksibel, tidak seperti pendidikan formal. Contohnya
kursus-kursus, penataran, training yang secara khusus dilakukan untuk
meningkatkan pengetahuan mengenai suatu persoalan.
3) Pendidikan informal, merupakan pendidikan yang sama sekali tidak
terorganisasi secara structural, lebih merupakan pengalaman individu
mandiri dan pendidikannya tidak terjadi di dalam suatu proses belajar
mengajar sebagaimana dalam pendidikan formal dan pendidikan non
formal. Contohnya seperti pendidikan yang terjadi sebagai akibat wajar dari
fungsi keluarga, media massa, acara-acara keagamaan dan lain sebagainya.
c. Pendapatan
Pendapatan akan mempengaruhi status sosial seseorang, terutama akan
ditemui dalam masyarakat yang materialis dan tradisional yang menghargai status
sosial ekonomi yang tinggi terhadap kekayaan.
Untuk menentukan besar kecilnya pendapatan jelas tidak bisa, hal ini
perlu penyesuaian dengan perubahan harga yang terjadi. Untuk itu Pemerintah
menetapkan Upah Minimum Regional (UMR) baru untuk Daerah Istimewa
Yogyakarta ditetapkan sebesar Rp. 12.000,-per hari atau Rp.360.000,- per bulan
untuk seorang pekerja atau karyawan.
Jadi seseorang yang bekerja dalam satu bulan berpendapatan minimal
Rp. 360.000,- dan apabila suami isteri bekerja minimal Rp.720.000,- per bulan.
-
Dari keterangan diatas dapat dikatakan bahwa pendapatan juga sangat
berpengaruh terhadap tingkat ekonomi seseorang. Apabila seseorang mempunyai
pendapatan yang tinggi, maka dapat dikatakan bahwa tingkat ekonominya tinggi
juga. Disamping memiliki penghasilan pokok setiap Keluarga biasanya memiliki
penghasilan lain yang meliputi penghasilan tambahan dan penghasilan insidentil.
d. Pemilikan
Selain pekerjaan, pendidikan dan pendapatan yang menjadi ukuran status
social ekonomi seseorang, masih ada lagi yaitu pemilikan.
Pemilikan barang-barang yang berhargapun dapat digunakan untuk
ukuran tersebut. Semakin banyak seseorang itu memiliki sesuatu yang berharga
seperti rumah dan tanah, maka dapat dikatakan bahwa orang itu mempunyai
kemampuan ekonomi yang tinggi dan mereka semakin dihormati oleh orang-
orang disekitarnya.
Apabila seseorang memiliki tanah, rumah sendiri, sepeda motor, mobil,
komputer, televisi dan tape biasanya mereka termasuk golongan orang mampu
atau kaya. Apabila seseorang belum mempunyai rumah dan menempati rumah
dinas, punya kendaraan, televisi, tape, mereka termasuk golongan sedang. Sedang
apabila seseorang memiliki rumah kontrakan, sepeda dan radio biasanya termasuk
golongan biasa.
Jadi melihat status social ekonomi seseorang dapat dilihat dari :
- Status kepemilikan rumah yang ditempati
- Barang-barang berharga yang dimiliki
Derajat kesehatan sangat dipengaruhi oleh angka kesakitan dan status
gizi, yang pada akhirnya berpengaruh pada bobot kualitas manusia. Bukti empiris
memperlihatkan bahwa angka kesakitan dan kekurangan kalori dan protein (KKP)
berkorelasi positif dengan angka kematian bayi. Dengan semakin tingginya
insiden kesakitan dan semakin banyaknya bayi yang menderita KKP akan
semakin tinggi angka kematian bayi. Hubungan ini memberikan implikasi penting
kepada perekonomian agregatif, karena angka kematian bayi yang tinggi
merupakan biaya alternatif dalam perekonomian. Berdasarkan perhitungan, masa
kehamilan serta masa melahirkan merupakan forgone earning bagi wanita untuk
-
menghasilkan barang dan jasa. Terjadinya kematian bayi berarti forgone earning
melalui hilangnya seluruh biaya yang dikeluarkan selama kehamilan dan
melahirkan.
Kesakitan dan kekurangan gizi pada masa pra sekolah mengakibatkan
ketertinggalan perkembangan intelegensia anak-anak pada masa sekolah. Untuk
selanjutnya mengakibatkan relatif rendahnya penguasaan ilmu pengetahuan, dan
rendahnya produktivitas sewaktu mereka memasuki angkatan kerja sehingga
mengakibatkan rendahnya tingkat upah yang diterima. Kekurangan gizi pada
masa prasekolah dan tingginya angka kesakitan berkorelasi negatif dengan usia
harapan hidup masyarakat, ini memberi isyarat bahwa usia potensial untuk
menghasilkan barang dan jasa secara makro akan hilang sebagai konsekuensi
berkurangnya input kesehatan dan gizi pada masa pra sekolah.
Pemberlakuan Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Otonomi
Daerah dan Undang-Undang No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
Pusat dan Daerah, memberikan kewenangan yang lebih besar kepada Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota, serta makin berkurangnya peranan pemerintah pusat
dalam penentuan kebijakan di masing-masing daerah. Beragamnya sumber daya
alam yang ada pada masing-masing daerah mengakibatkan terjadinya keragaman
dalam jumlah dan sumber pembiayaan yang tersedia pada Pemerintah
Kabupaten/Kota. Ini memberi implikasi terjadinya makin beragamnya kebijakan
yang dibuat oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menata daerahnya masing-
masing termasuk disini menentukan sektor-sektor yang menjadi perhatian
Pemerintah Kabupaten/Kota. Termasuk dalam hal ini adalah perhatian terhadap
sektor kesehatan, yang tidak hanya dipengaruhi oleh kemampuan keuangan
daerah tetapi juga dipengaruhi oleh arah kebijakan masing-masing pemerintah
Kabupaten Kota .
Derajat kesehatan dan sosial suatu bangsa dapat dinilai dari beberapa
indikator, contohnya antara lain angka kematian bayi, angka kematian ibu dan
umur harapan hidup. Kematian bayi itu sendiri tidak dapat dipisahkan dari baik
buruknya kesehatan ibu. Rawannya derajat kesehatan ibu juga sangat
mempengaruhi kondisi kesehatan janin yang dikandungnya. Kejadian lahir mati
dan kematian bayi pada minggu pertama kehidupannya dipengaruhi oleh kondisi
-
selama kehamilan, komplikasi pada ibu dan bayi baru lahir serta pertolongan
persalinan, disamping itu kondisi yang berkaitan dengan perawatan bayi baru lahir
pada masa perinatal.
Kematian perinatal adalah salah satu masalah kesehatan yang utama di
Indonesia karena masih tingginya angka kematian bayi. Host, lingkungan dan
sosiokultural merupakan beberapa variabel yang dapat mempengaruhi insiden dan
keparahan kejadian kematian perinatal. Pengetahuan seseorang biasanya
dipengaruhi oleh faktor tingkat pendidikan, sumber informasi, keterlibatan ibu
dalam masyarakat, sosial ekonomi, budaya, dan pengalaman. Pengetahuan ini
dapat membentuk keyakinan tertentu sehingga seseorang berperilaku sesuai
keyakinan tersebut.
Pendidikan ibu yang rendah akan berpengaruh dengan kematian
perinatal. Hal ini disebabkan karena faktor tingkat pendidikan yang rendah akan
menyebabkan rendahnya pengetahuan sehingga akan berpengaruh terhadap
pengetahuan ibu saat hamil. Faktor tingkat pendidikan mempunyai peran dalam
mengakses pengetahuan sehingga menimbulkan suatu perilaku. Pendidikan ibu
yang rendah menyebabkan ibu tersebut tidak mengetahui usia ideal untuk
menikah, hamil dan melahirkan. Pendidikan yang rendah menyebabkan beberapa
ibu hamil tidak mengetahui pentingnya pemeriksaan saat kehamilan (antenatal
care). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ibu yang memiliki
pekerjaan mempunyai risiko terhadap kematian perinatal.
Diperkirakan bahwa seorang wanita dengan kondisi kesehatan yang baik
dan dengan aktivitas kerja yang sedang, selama kehamilannya memerlukan
tambahan sekitar 300 kalori sehari. Ibu yang bekerja cenderung kurang istirahat,
tidak seimbang dalam mengonsumsi makanan. Berat ringannya pekerjaan ibu
akan mempengaruhi kondisi tubuh dan akhirnya berpengaruh terhadap status
kesehatan ibu.
Keterlibatan perempuan dalam pekerjaan domestik dan pekerjaan
berorientasi peningkatan ekonomi keluarga, ternyata tidak dibarengi asupan gizi
memadai. Padahal perempuan juga mendapat tambahan tugas reproduksi yakni
mengandung anak-anaknya. Beberapa studi di Asia dan Afrika menunjukkan,
asupan kalori kaum perempuan hanya sekitar 5070 persen. Bila perempuan
-
kurang gizi pada saat mengandung, maka akan berpotensi terjadinya kematian
perinatal. Pekerjaan yang mengharuskan seorang perempuan untuk membantu
suami dalam meningkatkan taraf kehidupan dan kesejahteraan menjadi fenomena
dari perempuan. Pekerjaan yang berat secara langsung menyebabkan terjadinya
asupan gizi yang kurang atau tidak efektif dan efisisen sehingga menyebabkan
kematian perinatal. Status pekerjaan mempunyai risiko dalam meningkatkan
terjadinya kematian bayi perinatal, dengan pekerjaan yang menguras tenaga
sehingga mengganggu asupan zat gizi dan akan meningkatkan terjadinya risiko
kematian perinatal.
Kematian perinatal merupakan indikator derajat kesehatan ibu dan anak
dalam pelayanan obstetrik secara umum. Kematian perinatal merupakan masalah
yang membutuhkan perhatian secara serius dibeberapa negara termasuk Indonesia.
Berbagai program dan pelayanan telah dilakukan untuk menurunkan kejadian
perinatal misalnya promosi kesehatan, pembagian pamflet belum menunjukkan
hasil yang optimal.
Faktor usia ibu kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahun salah satu
penyebab kematian perinatal, dimana ibu-ibu yang terlalu muda seringkali secara
emosional dan fisik belum matang, selain pendidikan pada umumnya rendah, ibu
yang masih muda masih tergantung kepada orang lain. Hal tersebut juga
dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi yang rendah. Jarak kehamilan kurang dari
2 tahun dapat menimbulkan pertumbuhan janin kurang baik, persalinan lama dan
perdarahan pada saat persalinan karena keadaan rahim belum pulih dengan baik.
Paritas ibu dengan jumlah anak lebih dari 4 dapat menimbulkan gangguan
pertumbuhan janin sehingga melahirkan bayi dengan berat lahir rendah dan
perdarahan saat persalinan karena keadaan rahim biasanya sudah lemah.
Di Indonesia terutama di daerah pedesaan masih banyak wanita yang
pendidikannya rendah dan sosial ekonominya juga rendah sehingga masih banyak
terdapat perkawinan di usia muda. Kebiasaan ini berasal dari adat yang berlaku
sejak dahulu yang masih ada sampai sekarang. Ukuran perkawinan di masyarakat
seperti itu adalah kematangan fisik, (haid, bentuk tubuh yang sudah menunjukkan
tanda-tanda seksual sekunder), atau bahkan hal-hal yang sama sekali tidak ada
kaitnya dengan calon pengantin. Fakta masih tingginya pernikahan diusia remaja
-
sejalan dengan adanya kehamilan diusia remaja. Kehamilan usia dini memuat
risiko yang cukup berat. Emosional ibu belum stabil dan ibu mudah tegang.
Kecacatan kelahiran dapat muncul akibat ketegangan saat dalam kandungan,
adanya rasa penolakan secara emosional ketika ibu mengandung bayinya. Usia
merupakan faktor penting dalam menentukan waktu yang ideal untuk hamil, usia
remaja lebih berisiko mengalami komplikasi pada kehamilannya, serta angka
kematian bayi lebih tinggi terjadi pada remaja yang hamil. Remaja yang sudah
menjadi ibu biasanya belum siap secara finansial dan emosi untuk memiliki anak.
Faktor sosial ekonomi seperti pendidikan, pengetahuan tentang
kesehatan, gizi dan kesehatan lingkungan, kepercayaan, nilai-nilai, dan
kemiskinan merupakan faktor individu dan keluarga, mempengaruhi mortalitas
dalam masyarakat. Faktor pendidikan ibu merupakan faktor pengaruh yang kuat
terhadap kematian bayi. Pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha sadar
untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan luar sekolah
seumur hidup sehingga makin matang dalam menghadapi dan memecahkan
berbagai masalah termasuk masalah kesehatan dalam rangka menekan risiko
kematian. Pendidikan ibu sangat erat kaitannya dengan reaksi serta pembuatan
keputusan rumah tangga terhadap penyakit. Ini terlihat bahwa kematian balita
yang rendah dijumpai pada golongan wanita yang mempunyai pendidikan yang
tinggi. Tinggi rendahnya tingkat pendidikan ibu erat kaitannya dengan tingkat
pengertian terhadap perawatan kesehatan, higiene, perlunya pemeriksaan
kehamilan.
Perbedaan tingkat kematian perinatal antara daerah perdesaan dan
perkotaan dapat dilihat menurut karakteritik sosio ekonomi wanita yang
mencerminkan perilaku seorang ibu meliputi cara hidup sehat dan konsumsi gizi.
Wanita hamil yang kekurangan gizi akan cenderung untuk mengalami anemia
yang berdampak pada kelahiran bayi dengan berat badan lahir rendah yang sangat
rentan terhadap penyakit yang dapat berdampak pada kematian. Wanita yang
sosial ekonominya rendah tidak dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari karena
keterbatasan ekonomi sehingga kebutuhan gizi wanita tersebut tidak tercukupi, hal
ini akan berdampak pada kehamilan.
-
2.1 MASALAH
Masalah kependudukan yang kami bahas adalah tingginya Angka
Kematian Ibu (AKI). Pada umumnya di NSB seperti Indonesia perkembangan
penduduk sangat tinggi tingkat kecepatan perkembangannya dan besar jumlahnya.
Salah satu dampak yang ditimbulkan dari tinggi tingkat kecepatan perkembangan
penduduk ini adalah tingginya Angka Kematian Ibu (AKI). Tingginya Angka
Kematian Ibu menjadi salah satu masalah dalam kependudukan.
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih sangat tinggi
dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya, yakni 307/100.000
kelahiran. Propinsi penyumbang kasus kematian ibu melahirkan terbesar adalah
Propinsi Papua 730/100.000 kelahiran, Nusa Tenggara Barat (NTB) 370/100.000
kelahiran, Maluku 340/100.000 kelahiran dan Nusa Tenggara Timur (NTT)
330/100.000 kelahiran. Tingginya AKI menunjukkan bahwa derajat kesehatan di
Indonesia masih belum baik.
Penyebab langsung kematian ibu terjadi pada umumnya sekitar
persalinan dan 90% oleh karena komplikasi. Penyebab langsung kematian ibu
menurut SKRT 2001 adalah : perdarahan (28%), eklamsia (24%), infeksi (11%),
komplikasi puerperium (11%), abortus (5%), trauma obstetric (5%), emboli
obstetric (5%), partus lama/macet (5%) serta lainnya (11%).2 Penyebab langsung
tersebut diperburuk oleh status kesehatan dan gizi ibu yang kurang baik, dan
adanya faktor resiko kehamilan pada ibu.
Penyebab tidak langsung antara lain adalah rendahnya taraf pendidikan
perempuan, kurangnya pengetahuan kesehatan reproduksi, rendahnya status sosial
ekonomi, kedudukan dan peranan ibu yang kurang menguntungkan dalam
keluarga, serta kurangnya ketersediaan pelayanan kesehatan dan keluarga
berencana (KB).
Penyebab mendasar kematian ibu adalah faktor sosial ekonomi dan
demografi, terutama kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah dan
ketidaktahuan tentang perkembangan seksual dan proses reproduksi, budaya,
kondisi bias gender dalam masyarakat dan keluarga serta lokasi tempat tinggal
yang terpencil.
-
Hasil Audit Maternal Perinatal (AMP) menunjukkan bahwa kematian ibu
lebih banyak terjadi pada ibu dengan karakteristik pendidikan di bawah sekolah
lanjutan pertama (SLP), kemampuan membayar biaya pelayanan persalinan
rendah, terlambat memeriksakan kehamilannya, serta melakukan persalinan di
rumah.
2.2 ANALISIS MASALAH
Asumsi kami dari permasalahan yang ada diatas tingginya angka
kematian ibu (AKI) disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang kami
maksud disini adalah status sosial ekonomi seperti :
1. Kemiskinan
Masalah kemiskinan masih merupakan tantangan utama di dalam upaya
melaksanakan pembangunan di banyak NSB termasuk Indonesia. Kemiskinan
biasanya disertai dengan pengangguran, kekurangan gizi, kebodohan, status
ekonomi wanita yang rendah, rendahnya akses ke pelayanan sosial dan kesehatan,
termasuk pelayanan kesehatan reproduksi dan keluarga berencana. Faktor-faktor
ini memberikan kontribusi terhadap tingginya fertilitas, mortalitas, serta
rendahnya produktivitas. Kemiskinan juga mempunyai hubungan yang sangat erat
dengan distribusi penduduk yang tidak merata dan ketidakberlanjutan sumber-
sumber alam yang tersedia, seperti tanah dan air, dan terhadap kerusakan
lingkungan yang serius.
Kemiskinan mengakibatkan rendahnya akses masyarakat dalam
memperoleh pelayanan kesehatan karena disini terdapat perbedaan yang besar
pada penggunaan tenaga kesehatan terlatih sebagai penolong persalinan menurut
kelompok ekonomi (antara golongan ekonomi kuat dan lemah). Hal ini
menggambarkan adanya ketimpangan dalam akses finansial untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan dasar dan dalam distribusi tenaga yang bermutu. Disini
terlihat bahwa kematian ibu lebih banyak terjadi pada ibu dengan karakteristik
-
kemampuan membayar biaya pelayanan persalinan rendah dan melakukan
persalinan di rumah.
Proses persalinan yang tidak ditolong oleh tenaga kesehatan menyebabkan
keterlambatan-keterlambatan sebagai berikut:
(1) Terlambat mengenali tanda bahaya dan mengambil keputusan untuk
segera mencari pertolongan;
(2) Terlambat mencapai fasilitas pelayanan kesehatan yang mampu
memberikan pertolongan persalinan;
(3) Terlambat memperoleh pertolongan yang memadai di fasilitas
pelayanan kesehatan.
2. Tingkat Pendidikan yang Rendah
Pendidikan berperan penting dalam penurunan AKI karena berkaitan
dengan pengetahuan kesehatan ibu. Angka kematian ibu lebih banyak terjadi pada
ibu dengan karakteristik pendidikan di bawah sekolah menengah pertama (SMP).
Faktor pendidikan terutama pendidikan ibu, berpengaruh sangat kuat
terhadap kelangsungan hidupnya. Dengan pendidikan tinggi, membuat ibu mampu
memanfaatkan dunia modern yaitu pengetahuan tentang fasilitas dan perawatan
kesehatan modern, serta mampu berkomunikasi dengan aparat para medis. Di
samping itu pendidikan wanita dapat mengubah keseimbangan kekuasaan
tradisional di keluarga, karena budaya paternalistik yang membenarkan dominasi
laki-laki dalam pengambilan keputusan sering mengakibatkan ibu hamil terlambat
dibawa ke rumah sakit.
Tingkat pendidikan yang rendah dan ketidaktahuan masyarakat
menyebabkan keterlambatan-keterlambatan sebagai berikut:
(1) Terlambat mengenali tanda bahaya dan mengambil keputusan untuk
segera mencari pertolongan;
(2) Terlambat mencapai fasilitas pelayanan kesehatan yang mampu
memberikan pertolongan persalinan;
(3) Terlambat memperoleh pertolongan yang memadai di fasilitas
pelayanan kesehatan.
-
3. Total Fertility Rate (TFR) yang Masih Tinggi
Salah satu masalah kependudukan di Indonesia dewasa ini adalah
bagaimana menurunkan tingkat fertilitas ke tingkat yang lebih rendah. Hal
tersebut diperlukan karena kelahiran adalah salah satu komponen yang
mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk. Dengan adanya penurunan pada
gilirannya akan dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk secara keseluruhan.
TFR yang tinggi berdampak pada tingginya AKI karena kesejahteraan penduduk
Indonesia yang bisa dikatakan masih sangat rendah.
TFR berhubungan juga dengan tingkat pendapatan yang rendah
(kemiskinan) yang menyebabkan sulit untuk membeli alat kontrasepsi dan tingkat
pendidikan yang rendah yang menyebabkan ketidaktahuan masyarakat dengan
adanya program KB dan penggunaan alat kontrasepsi.
4. Rendahnya Moral Masyarakat
Salah satu faktor yang kami lihat juga berpengaruh terhadap tingginya
AKI adalah kurangnya ilmu agama yang berdampak pada moral buruk individu
tersebut. Hal tersebut dilihat dari tingginya angkat kematian ibu karena aborsi
yang biasanya berasal dari hubungan diluar nikah.
5. Tempat Tinggal
Faktor terakhir yang juga berpengaruh terhadap kematian ibu antara lain
faktor tempat tinggal. Tingkat kematian ibu di daerah perkotaan lebih rendah
dibanding daerah pedesaan. Hal ini didasari karena masyarakat kota pada
umumnya mempunyai kondisi sosial ekonomi yang lebih baik, pendidikan yang
lebih tinggi, pendapatan yang lebih tinggi, serta penyediaan air dan sanitasi yang
lebih baik, demikian pula konsentrasi pelayanan kesehatan modern dan
penggunaan tenaga kesehatan lebih besar di kota.
-
2.3 PEMECAHAN MASALAH
Menurut kami dari permasalahan yang ada kebijakan yang dapat ditempuh
dari faktor-faktor yang disebutkan diatas adalah :
- Adanya upaya relokasi dana pemerintah untuk memberantas masalah
kesehatan dan gizi buruk masyarakat. Dapat berupa penyediaan layanan
kesehatan yang lebih terfasilitasi, dan menjangkau wilayah-wilayah
terpencil yang jauh dari pusat kota.
- Adanya upaya relokasi dana pemerintah untuk memberantas kebodohan,
dan ketidaktahuan masyarakat yang berujung pada tingkat pengangguran
yang tinggi dari sisi pendidikan. Dapat berupa lebih banyak iklan dan
penyuluhan kepada masyarakat akan pentingnya KB dan penggunaan alat
kontrasepsi yang aman sehingga dapat menekan TFR dan juga penyediaan
sarana dan prasarana pendidikan terutama daerah terpencil yang jauh dari
pusat kota.
- Adanya upaya relokasi dana yang menguntungkan kelompok ekonomi
rendah, mengingat bahwa kematian ibu menurun dengan penggunaan
tenaga kesehatan terlatih pada persalinan.
- Dari sisi moral masyarakat kita tahu bahwa itu bersumber dari individu
yang bersangkutan. Hal ini dapat dicegah mulai dari keluarga sebagai
lingkungan pertama pendidikan, dan juga lingkungan bermain perlu
diperhatikan. Dari pemerintah sendiri saya rasa masalah ini bisa diatasi
dengan adanya kebijakan berjilbab, dan pesantren tiap Ramadhan seperti
yang diterapkan di kota Padang.
-
BAB III
KESIMPULAN
Mortalitas atau kematian merupakan komponen demografi selain fertilitas
dan migrasi, yang dapat mempengaruhi jumlah dan komposisi umur penduduk.
Mortalitas dipengaruhi oleh beberapa hal salah satunya adalah faktor sosial dan
ekonomi. Status sosial ekonomi masyarakat dapat dilihat dari faktor-faktor yaitu:
pekerjaan, pendidikan, pendapatan, pemilikan. Apabila status sosial ekonomi
masyarakat rendah menyebabkan angka mortalitas menjadi tinggi. Tingginya
angka kematian ibu (AKI) disebabkan oleh status sosial ekonomi seperti :
kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah, total fertility rate (TFR) yang masih
tinggi, rendahnya moral masyarakat, tempat tinggal.
-
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 2005. Kebijakan dan Strategi Nasional Kesehatan Reproduksi di
Indonesia. Jakarta.
Bappenas, 2007, Angka Kematian Ibu : Rancang Bangun Percepatan Penurunan
Angka Kematian Ibu Untuk Mencapai Sasaran Millenium Depelopment Goals
(MDGs), Asia Works, Jakarta
Depkes RI. 1994a. Pedoman Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesehatan
Neonatal. Dirjen Binkesmas. Jakarta.
Depkes RI. 2002. Pedoman Teknis Audit Maternal-Perinatal di Tingkat
Kabupaten/Kota. Jakarta.
Manuaba, I.B.G. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC
Purbakawatja, Soegarda. 1970. Pendidikan dalam Alam Indonesia Merdeka.
Jakarta: Gunung Agung.
Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.