137923928-keuangan-publik

18
KEUANGAN PUBLIK HUBUNGAN KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH DI INDONESIA Oleh: Tenisanta Rizqi M 103060016889 Yusuf Bahtiyar K 103060016895 0

Upload: suhendrodwi

Post on 31-Dec-2015

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 137923928-Keuangan-Publik

KEUANGAN PUBLIK

HUBUNGAN KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH DI INDONESIA

Oleh:

Tenisanta Rizqi M 103060016889

Yusuf Bahtiyar K 103060016895

Kelas 2S Akuntansi Pemerintahan

SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA

0

Page 2: 137923928-Keuangan-Publik

HUBUNGAN KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH DI INDONESIA

I. Teori Keuangan Pusat dan Daerah (Desentralisasi Fiskal)

a. Pengertian Desentralisasi Fiskal

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki 33 provinsi, yang

terdiri dari 299 kabupaten, dan 98 kota. Dengan pembagian daerah administrasi

negara yang seperti ini, maka harus ada suatu sistem keuangan negara yang akan

dapat menjamin kelancaran pemerintahan dan pembangunan khususnya dalam hal

penyediaan jasa-jasa publik oleh pemerintah, maupun dalam hal pengumpulan

dana oleh pemerintah, khususnya perpajakan. Dalam hal memenuhi penyediaan

jasa publik dan pengumpulan dana di daerah tingkat I (Provinsi) dan daerah tingkat

II (Kabupaten dan Kot a), diberlakukanlah desentralisasi fiskal.

Desentralisasi fiskal adalah pemberian kewenangan kepada daerah untuk

memberdayakan fiskal daerah, dengan cara menentukan regulasi terhadap

anggarannya sendiri, menggali sumber-sumber pendapatan, berhak menerima

transfer dari pemerintahan yang tinggi, menentukan belanja rutin dan melakukan

investasi.

b. Dimensi Ekonomi dari Desentralisasi Fiskal

Menurut Musgrave (1989), dimensi ekonomi baku dari suatu kebijakan

keuangan publik adalah efisiensi, stabilitas makro ekonomi, dan keadilan (equity).

Dalam hal ini maka dimensi ekonomi dari desentralisasi fiskal dapat dijelaskan

sebagai berikut.

1. Dimensi Efisiensi

Dilihat dari sisi efisiensi, desentralisasi fiskal memiliki keuntungan potensial,

yaitu:

Efisiensi Alokasi Sumber daya

Desentralisasi akan meningkatkan efisiensi karena pemerintah daerah

memiliki informasi yang lebih baik mengenai kebutuhan penduduknya

dibandingkan pemerintah pusat. Keputusan mengenai pengeluaran publik

yang dibuat oleh pemerintah daerah akan lebih responsif terhadap keinginan

1

Page 3: 137923928-Keuangan-Publik

masyarakatnya dibandingkan dengan keputusan yang dibuat pemerintah

pusat.

Persaingan Antar Pemerintah Daerah

Persaingan antar daerah dalam hal ini bukan dalam artian yang negatif,

melainkan persaingan positif antar daerah dalam memberikan pelayanan

kepada masyarakatnya yang akan mendorong pemerintah lokal untuk selalu

meningkatkan inovasinya. Terdapat suatu analogi argumen yang

dikemukakan Tiebout (1956) yang kemudian dikenal sebagai “The Tiebout

Model”. Tiebout menekankan bahwa tingkat dan kombinasi pembiayaan

barang publik bertaraf lokal dan pajak yang dibayar oleh masyarakat

merupakan kepentingan politisi masyarakat lokal dengan pemerintah

daerahnya. Masyarakat akan memilih untuk tinggal di lingkungan yang

anggaran daerahnya memenuhi preferensi yang paling tinggi antara

pelayanan publik dari pemerintah dengan pajak yang dibayar oleh

masyarakat. Ketika masyarakat tidak senang pada kebijakan pemerintah,

hanya ada dua pilihan, pergi meninggalkan daerah tersebut atau tetap

tinggal di wilayah tersebut dengan berusaha mengubah kebijakan

pemerintah lokal melalui DPRD.

2. Dimensi Stabilitas Makro Ekonomi

Hubungan antara desentralisasi fiskal dengan pengelolaan makro ekonomi

adalah bahwa sistem desentralisasi fiskal menawarkan perbaikan potensial

yang lebih besar terhadap perbaikan pengelolaan makro ekonomi dibandingkan

sistem fiskal yang tersentralisasi. Namun, khusus bagi negara berkembang,

stabilitas makro ekonomi bukanlah hal yang otomatis terwujud dengan

diterapkannya desentralisasi. Jika tanggung jawab pengeluaran lebih besar

daripada sumber yang tersedia, maka tingkat pelayanan akan menurun, dan

sebaliknya.

3. Dimensi Keadilan (Equity)

Aspek keadilan dari sebuah kebijakan keuangan publik berkaitan dengan

redistribusi pendapatan untuk mencapai keadilan sosial. Dalam definisi klasik,

redistribusi biasanya berupa suatu transfer dana kepada rumah tangga

berpendapatan rendah untuk mencapai keseimbangan dalam distribusi

pendapatan. Isu redistribusi memiliki dua dimensi:

- keadilan horisontal (horizontal equity)

2

Page 4: 137923928-Keuangan-Publik

merujuk pada tingkat kapasitas pemerintah daerah dalam memenuhi

pelayanan publik. Terdapat dua faktor utama yang memberikan kontribusi

munculnya ketidakadilan horisontal, yaitu yang pertama adalah basis pajak

yang beda secara signifikan antara daerah satu dengan daerah lainnya, dan

yang kedua adalah karakteristik regional yang mengakibatkan perbedaan

biaya penyediaan pelayanan. Maka dari itu untuk mengurangi ketidakadilan

ini, dirancanglah kebijakan untuk memberikan sumber daya yang lebih besar

kepada daerah yang lebih miskin. Bantuan pemerataan (equalization grant),

adalah alat yang biasa digunakan untuk mengoreksi ketidakadilan tersebut.

- keadilan lokal (whitin-locality equity).

Kesuksesan kebijakan redistribusi memerlukan perhatian yang khusus

terhadap keadilan dalam wilayah lokal setempat.

c. Syarat-Syarat Keberhasilan Desentralisasi Fiskal

Sidik (2002) menyebutkan bahwa keberhasilan pelaksanaan desentralisasi

akan sangat tergantung pada:

i. Sumber keuangan yang memadai, baik yang berasal dari local revenue,

pinjaman, maupun transfer dari pemerintah pusat.

ii. Adanya pemerintah pusat yang kapabel dalam melakukan pengawasan dan

pelaksanaan undang-undang.

iii. Terdapat keseimbangan antara akuntabilitas dan kewenangan dalam

melakukan pungutan pajak dan retribusi daerah

d. Tujuan Transfer dari Permerintah Pusat

Dalam konteks desentralisasi fiskal, transfer dana dari Pemerintah Pusat

kepada Pemerintah Daerah merupakan hal yang tidak dapat dihindari. Sejalan

dengan desentralisasi tersebut, aspek pembiayaannya juga ikut terdesentralisasi.

Maka daerah dituntut untuk bisa membiayai sendiri segalabiaya pembangunannya.

Namun, ternyata banyak daerah yang memiliki pendapatan lokalnya (local

government revenue) tidak cukup untuk membiayai seluruh pengeluaran Daerah.

Pada dasarnya, transfer Pusat ke Daerah dapat dibedakan atas bagi hasil

pendapatan (revenue sharing) dan bantuan (grants). Sedangkan tujuan dari

transfer bisa dijelaskan sebagai berikut.

3

Page 5: 137923928-Keuangan-Publik

i. Pemerataan vertikal (vertical equilization)

Pemerintah pusat menguasai sebagian besar sumber-sumber penerimaan

(pajak), sedangkan pemerintah daerah hanya memiliki sedikit sumber

penerimaan pajak, ketimpangan vertikal secara signifikan ini akan hilang

jika dilakukan pemerataan dengan cara transfer Pemerintah pusat ke

daerah.

ii. Pemerataan horisontal (horizontal equilization)

Dengan tarif pajak yang sama, seharusnya masing-masing daerah juga

menghasilkan penerimaan yang sama, tetapi kenyataannya setiap daerah

memiliki kemampuan yang bervariasi tergantung kondisi daerah

bersangkutan. Gap yang timbul tersebut bisa ditutp dengan transfer dari

pemerintah Pusat.

iii. Mengatai persoalan efek pelayanan publik (correcting spatian externalities)

Pemberian subsidi dari pemerintah pusat agar pemerintah daerah yang

bersangkutan dapat menyediakan barang publik, misalnya universitas,

pemadam kebakaran, jalan raya penghubung antar-daerah, sistem

pengendali polusi, rumah sakit, dan lain-lain, dengan biaya yang berada

dalam jangkauan anggaran daerah.

iv. Mengarahkan prioritas (redirecting priorities)

Setiap level pemerintahan memiliki prioritas masing-masing di dalam

penyediaan pelayanan publik kepada masyarakatnya. Dan seringkali

prioritas yang dikembangkan oleh setiap level pemerintahan tersebut,

akhirnya bertentangan dengan prioritas yang sedang dibangun oleh level

pemerintahan lainya.

v. Melakukan eksperimen dengan ide-ide baru (experimenting with new

ideas)

Bantuan (grants) seperti ini berawal dari adanya keinginan Pemerintah

Pusat untuk mengujicobakan suatu program baru di suatu Daerah sebelum

program tersebut diberlakukan terhadap seluruh Daerah.

vi. Stabilisasi.

Transfer dana dapat ditingkatkann oleh Pemerintah ketika aktivitas

perekonomian sedang lesu. Di saat lain, bisa saja dana transfer ke daerah

dikurangi manakala perekonomian sedang booming.

vii. Memenuhi Standar pelayanan minimum.

4

Page 6: 137923928-Keuangan-Publik

Daerah-daerah dengan sumber daya yang sedikit memerlukan subsidi agar

dapat mencapai standar pelayanan minimum.

e. Kriteria Desain Transfer Pusat ke Daerah

Berikut ini adalah beberapa kriteria umum yang biasa digunakan untuk

mendesain sistem transfer bagaimana yang akan diterapkan di pemerintahan.

i. Otonomi

Prinsip ini menekankan agar Pemerintah Daerah memiliki independensi

dan fleksibilitas dalam menentukan prioritas-prioritas mereka. Tidak boleh

ada pembatasan yang sedemikian ketat sehingga sebagian besar

keputusan di Daerah harus mengikuti atau mengacu kepada ketentuan

Pusat.

ii. Penerimaanb. yang memadai

Pemerintah daerah semestinya memiliki pendapatan (termasuk transfer)

yang cukup untuk menjalankan segala kewajiban atau fungsi yang

diembannya.

iii. Keadilan

Besarnya dana transfer dari Pusat ke daerah seyogyanya berhubungan

positif dengan kebutuhan fiskal daerah dan, sebaliknya, berkebalikan

dengan besarnya kapasitas fiskal daerah yang bersangkutan.

iv. Transparan dan stabil

Formula transfer mesti diumumkan sehingga dapat diakses masyarakat.

Hal yang lebih penting lagi adalah bahwa setiap daerah dapat

memperkirakan berapa penerimaan totalnya (termasuk transfer), sehingga

memudahkan penyusunan anggaran.

v. Sederhana

Alokasi dana kepada Pemeirntah Daerah semestinya didasarkan pada

faktor-faktor obyektif dimana unit-unit individual tidak memiliki kontrol atau

dapat mempengaruhinya. Di samping itu juga formula yang dipakai

sekiranya relatif mudah untuk dipahami.

vi. Insentif

Desain dari transfer ini harus sedemikian sehingga memberikan semacam

insentif bagi daerah dengan manajemen fiskal yang baik, baik sebaliknya

menangkal praktik-praktik yang tidak efisien.

5

Page 7: 137923928-Keuangan-Publik

f. Jenis-jenis transfer

Pengalaman empiris dari berbagai negara menunjukkan bahwa pemberian

transfer oleh Pemerintah Pusat kepada Daerah dapat disertai dengan syarat-syarat

tertentu atau tidak bersyarat sama sekali. Dengan demikian, pada dasarnya jenis-

jenis transfer dapat dikelompokkan sebagai berikut.

i. Transfer Tanpa Syarat

Pada umumnya transfer jenis ini ditujukan untuk menjamin adanya

pemerataan dalam kemampuan fiskal antar daerah, sehingga setiap

Daerah dapat melaksanakan urusan rumah tangganya sendiri pada tingkat

yang layak. Tujuan dari transfer ini adalah untuk mengurangi ketimpangan

fiskal yang bersifat horisontal (horizontal equalization).

ii. Transfer Dengan Syarat

Transfer ini biasanya digunakan untuk keperluan yang dianggap penting

oleh Pemerintah Pusat namun kurang dianggap penting oleh Daerah.

Contohnya adalah proyek-proyek yang menimbulkan efek eksternalitas

positif bagi daerahdaerah lain ataupun proyek-proyek dari Pemerintah

Pusat yang sifatnya ujicoba atas suatu program atau ide baru

(experimenting with new ideas). Transfer ini dapat dikelompokkan ke dalam

dua jenis lagi, yaitu:

o Transfer Pengimbang (matcing grants)

Transfer pengimbang adalah transfer yang diberikan oleh Pusat

kepada Daerah untuk menutup sebagian atau seluruh kekurangan

pembiayaan satu jenis urusan tertentu. Dapat dibedakan jadi dua

jenis:

Transfer pengimbang tidak terbatas (open-ended matching

grants)

Transfer ini diperuntukkan apabila transfer tersebut dapat

dan memang ditujukan untuk menutup seluruh kekurangan

dana yang terjadi.

Transfer pengimbang terbatas (closed-ended matching

grants)

6

Page 8: 137923928-Keuangan-Publik

Pada transfer ini terdapat batasan jumlah dana maksimum

yang dapat digunakan.Hal ini sangat disukai oleh pemberi

bantuan (Pemerintah Pusat), karena walaupun dana yang

diberikan sesuai dengan besar proyek, namun setelah

besarnya biaya proyek melampaui jumlah tertentu, pemberi

bantuan dapat mencukupkan bantuannya.

o Transfer bukan Pengimbang (non-matching grants)

Transfer bukan pengimbang adalah transfer yang diberikan oleh

Pusat kepada Daerah untuk menambah dana penyelenggaraan

suatu jenis urusan tertentu tanpa mempertimbangkan bahwa

Pemerintah Daerah sendiri telah/akan mengalokasikan dananya

dengan jumlah besar atau kecil.

II. Aplikasi Desentralisasi Fiskal di Indonesia

a. Dimulainya Otonomi Daerah dan Kebijakan Keuangan Negara

Otonomi Daerah di Indonesia dimulai dengan bergulirnya Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Untuk mendukung

penyelenggaraan otonomi daerah melalui penyediaan sumber-sumber

pembiayaan, dikeluarkan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Otonomi Daerah menurut UU

Nomor 22 Tahun 1999 adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri

berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundangundangan;

dan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah menurut UU

Nomor 25 Tahun 1999 adalah suatu sistem pembiayaan pemerintahan dalam

kerangka negara kesatuan, yang mencakup pembagian keuangan antara

Pemerintah Pusat dan Daerah serta pemerataan antar-Daerah secara

proporsional, demokratis, adil dan transparan dengan memperhatikan potensi,

kondisi dan kebutuhan Daerah, sejalan dengan kewajiban dan pembagian

kewenangan serta tata cara penyelenggaraan kewenangan tersebut, termasuk

pengelolaan dan pengawasan keuangannya. Tahap ini merupakan fase pertama

dari pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia.

7

Page 9: 137923928-Keuangan-Publik

Fase kedua Otonomi Daerah ditandai dengan adanya reformasi dalam

kebijakan keuangan negara melalui penetapan tiga peraturan di bidang keuangan

negara. Ketiga peraturan tersebut adalah UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang

Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan

UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung

Jawab Keuangan Negara.

Aawal dari fase ketiga dalam proses Otonomi Daerah di Indonesia adalah

dengan UU Nomor 22 Tahun 1999 dan UU Nomor 25 Tahun 1999 masing- asing

digantikan oleh UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU

Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

dan Pemerintahan Daerah. Otonomi Daerah menurut UU Nomor 32 Tahun 2004

adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan

mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat

sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan Perimbangan keuangan

antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah menurut UU Nomor 33 Tahun 2004

adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis,

transparan, dan efisien dalam rangka pendanaan penyelenggaraan Desentralisasi,

dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, serta besaran

pendanaan penyelenggaraan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.

b. Prinsip Kebijakan Perimbangan Keuangan

Menurut UU Nomor 33 Tahun 2004, Prinsip Kebijakan Perimbangan Keuangan RI

adalah:

i. Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah

merupakan subsistem Keuangan Negara sebagai konsekuensi pembagian

tugas antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

ii. Pemberian sumber keuangan Negara kepada Pemerintahan Daerah dalam

rangka pelaksanaan Desentralisasi didasarkan atas penyerahan tugas oleh

Pemerintah kepada Pemerintah Daerah dengan memperhatikan stabilitas

dan keseimbangan fiskal.

iii. Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah

merupakan suatu sistem yang menyeluruh dalam rangka pendanaan

8

Page 10: 137923928-Keuangan-Publik

penyelenggaraan asas Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas

Pembantuan.

iv. Pendapatan Asli Daerah (PAD) bertujuan memberikan kewenangan kepada

Pemerintah Daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai

dengan potensi Daerah sebagai perwujudan Desentralisasi.

v. Dana Perimbangan bertujuan mengurangi kesenjangan fiskal antara

Pemerintah dan Pemerintahan Daerah dan antar-Pemerintah Daerah.

vi. Pinjaman Daerah bertujuan memperoleh sumber pembiayaan dalam rangka

penyelenggaraan urusan Pemerintahan Daerah.

vii. Lain-lain Pendapatan bertujuan memberi peluang kepada Daerah untuk

memperoleh pendapatan selain pendapatan yang dimaksud sebelumnya.

c. Jenis Transfer Fiskal yang Ada di Indonesia

Pada dasarnya Pendapatan Daerah (hak Pemerintah Daerah yang diakui

sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan)

bersumber dari:

i. Pendapatan Asli Daerah.

Adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan

Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

ii. Dana Perimbangan

Adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan

kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka

pelaksanaan Desentralisasi. Jumlah Dana Perimbangan ditetapkan setiap

tahun anggaran dalam APBN.

iii. Pendapatan Lain-lain

Dana Perimbangan terdiri atas:

i. Dana Bagi Hasil;

Adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan

kepada Daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan

Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.

Bersumber dari pajak dan sumber daya alam. Pajak antara lain : PBB,

BPHTB, PPh Pasal 21, 25, dan 29. Sumber daya alam antara lain, dari

9

Page 11: 137923928-Keuangan-Publik

kehutanan; pertambangan umum; perikanan; pertambangan minyak bumi;

pertambangan gas bumi; dan pertambangan panas bumi.

Dana Bagi Hasil dapat mengatasi kesenjangan fiskal vertikal, namun

menimbulkan kesenjangan fiskal horisontal karena pendapatan diterima oleh

Daerah yang menghasilkan pajak dan sumber daya alam yang besar.

ii. Dana Alokasi Umum;

Adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang

dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-

Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan

Desentralisasi.

iii. Dana Alokasi Khusus.

Adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang

dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu

mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah dan sesuai

dengan prioritas nasional. DAK berbentuk specific purpose transfer.

Hal-hal yang termasuk kebutuhan khusus yaitu:

1. kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan menggunakan formula alokasi

umum dan/atau

2. kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional

3. kebutuhan untuk membiayai kegiatan reboisasi dan penghijauan oleh

daerah penghasil.

DAK ditujukan untuk mendorong pencapaian standar minimum dan

kompensasi untuk manfaat/biaya spill over terkait dengan investasi modal

prioritas (Sidik 2004). Oleh karena itu, DAK terbatas terutama untuk

membiayai investasi modal fisik dan pendanaan jangka pendek

untuk kebutuhan operasional dan pemeliharaan. Persyaratan yang biasanya

terdapat dalam DAK, mempersempit ruang lingkup hak pemerintah daerah

khususnya dalam penggunaan dana. Alokasi DAK biasanya berdasarkan

sistem bottom up, dimana pemerintah daerah dapat mengajukan program-

program yang sejalan dengan prioritas nasional.

iv. Dana Otonomi Khusus

Dana yang dialokasiakn untuk membiayai pelaksanaan otonomi

khusus suatu daerah sebagaimana yang ditetapkan dalam Undang-Undang

10

Page 12: 137923928-Keuangan-Publik

nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dan

Undang-Undang nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

v. Dana Penyesuaian

Dana penyesuaian adalah dana yang dialokasikan untuk membantu

daerah dalam melaksanakan kebijakan Pemerintah Pusat.

11

Page 13: 137923928-Keuangan-Publik

Daftar Pustaka

Fuad, Noor. 2006. Keuangan Publik Teori dan Aplikasi. Jakarta: BPPK

Suparmoko. 1987. Keuangan Negara dalam Teori dan Praktek. Yogyakarta: BPFE

12