137067875-apendisitis
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Appendicitis didefinisikan sebagai suatu peradangan pada lapisan dalam usus buntu
berbentuk ulat yang menyebar ke bagian lainnya. Kondisi ini adalah penyakit bedah umum dan
mendesak dengan manifestasi protean, dermawan tumpang tindih dengan sindrom klinis lain,
dan morbiditas yang signifikan, yang meningkat dengan penundaan diagnostik.Bahkan,
meskipun kemajuan diagnostik dan terapi dalam kedokteran, usus buntu tetap menjadi darurat
klinis dan merupakan salah satu penyebab yang lebih umum sakit perut akut. Tidak ada tanda
tunggal, gejala, atau tes diagnostik akurat menegaskan diagnosis peradangan appendiks dalam
semua kasus, dan sejarah klasik anoreksia dan sakit periumbilical diikuti dengan mual, kuadran
kanan bawah (RLQ) nyeri, dan muntah terjadi pada hanya 50% kasus.
1
BAB 2
PEMBAHASAN
ETIOLOGI
Radang usus buntu disebabkan oleh terhalangnya lumen appendiks. Penyebab paling
umum dari obstruksi luminal termasuk hiperplasia limfoid sekunder untuk penyakit radang usus
(IBD) atau infeksi (lebih umum selama masa kanak-kanak dan pada orang dewasa muda), stasis
kotoran dan fecaliths (lebih umum pada pasien usia lanjut), parasit (terutama di negara-negara
Timur) , atau, lebih jarang, asing tubuh dan neoplasma.
Fecaliths kalsium terbentuk ketika garam dan puing-puing fekal menjadi berlapis-lapis di
sekitar nidus bahan tinja inspissated terletak di dalam apendiks. Hiperplasia limfoid dikaitkan
dengan gangguan inflamasi dan berbagai infeksi termasuk penyakit Crohn, gastroenteritis,
amebiasis, infeksi pernafasan, campak, dan mononukleosis.
Obstruksi pada lumen appendiks yang kurang umum dikaitkan dengan bakteri (Yersinia
spesies, adenovirus, cytomegalovirus, actinomycosis, spesies mikobakteri, Histoplasma jenis),
parasit (misalnya, Schistosomes spesies, cacing kremi, Strongyloides), bahan asing (misalnya,
pelet senapan, intrauterine perangkat, stud lidah, arang aktif), TBC, dan tumor.
EPIDEMIOLOGI
Apendisitis adalah salah satu keadaan darurat bedah yang lebih umum, dan merupakan
salah satu penyebab paling umum sakit perut. Di Amerika Serikat, 250.000 kasus radang usus
buntu dilaporkan setiap tahun, mewakili 1 juta pasien-hari masuk. Insiden apendisitis akut telah
menurun terus sejak akhir 1940-an, dan insiden tahunan saat ini adalah 10 kasus per 100.000
penduduk. Usus buntu terjadi pada 7% dari penduduk AS, dengan kejadian 1,1 kasus per 1000
orang per tahun. Beberapa kecenderungan keluarga ada.
Di negara-negara Asia dan Afrika, insiden appendicitis akut mungkin rendah karena
kebiasaan makan penduduk dari wilayah geografis. Insiden appendicitis lebih rendah dalam
kebudayaan dengan asupan tinggi serat diet. Diet serat diperkirakan menurunkan viskositas
kotoran, mengurangi waktu transit usus, dan mencegah pembentukan fecaliths, yang
mempengaruhi individu untuk penghalang dari lumen appendiks.
2
Dalam beberapa tahun terakhir, penurunan frekuensi radang usus buntu di negara-negara
Barat telah dilaporkan, yang mungkin terkait dengan perubahan asupan serat makanan. Bahkan,
kejadian yang lebih tinggi appendicitis diyakini berkaitan dengan asupan serat miskin di negara-
negara tersebut.
Ada yang dominan laki-laki sedikit 03:02 pada remaja dan dewasa muda, pada orang
dewasa, kejadian apendisitis adalah sekitar 1,4 kali lebih besar pada pria dibandingkan pada
wanita. Insiden appendektomi primer kira-kira sama pada kedua jenis kelamin.
Insiden apendisitis meningkat secara bertahap sejak lahir, puncak di tahun-tahun remaja
akhir, dan secara bertahap menurun pada tahun-tahun geriatri. Usia rata-rata ketika usus buntu
terjadi pada populasi anak-anak adalah 6-10 tahun. hiperplasia limfoid diamati lebih sering pada
bayi dan orang dewasa dan bertanggung jawab atas peningkatan kejadian apendisitis dalam
kelompok umur. Anak kecil memiliki tingkat lebih tinggi perforasi, dengan tingkat yang
dilaporkan 50-85%. Median usia pada usus buntu adalah 22 tahun. Meskipun prenatal usus buntu
langka, neonatal dan bahkan telah dilaporkan. Dokter harus mempertahankan indeks kecurigaan
yang tinggi pada semua kelompok umur.
PATOFISIOLOGI
Akut radang usus buntu berbentuk ulat. Ini adalah salah satu keadaan darurat perut yang
paling umum, yang mempengaruhi antara 7 dan 12% dari populasi. Pada patologi kotor tahap
berikut apendisitis akut dapat dibedakan:
sederhana usus buntu dimana usus buntu meradang masih layak;
gangren usus buntu ditandai dengan nekrosis fokal dan difus, dan
apendisitis perforasi ditandai oleh nekrosis dan kerusakan usus buntu.
usus buntu disebabkan oleh terhalangnya lumen appendiks dari berbagai penyebab (lihat
Etiologi). Independen etiologi, obstruksi diyakini menyebabkan peningkatan tekanan dalam
lumen. Peningkatan semacam itu adalah berkaitan dengan sekresi terus menerus cairan dan
lendir dari mukosa dan stagnasi bahan ini. Pada saat yang sama, bakteri usus dalam usus buntu
berkembang biak, yang mengarah ke perekrutan sel darah putih (lihat gambar bawah) dan
pembentukan nanah dan tekanan intraluminal berikutnya yang lebih tinggi.
3
Teknetium-99m scan perut menunjukkan serapan fokus leukosit berlabel di kuadran kanan
bawah konsisten dengan usus buntu akut.
Jika penyumbatan appendiks berlanjut, tekanan intraluminal naik akhirnya di atas bahwa
dari pembuluh darah appendiks, menyebabkan obstruksi vena. Sebagai akibatnya, iskemia
dinding appendiks dimulai, mengakibatkan hilangnya integritas epitel dan memungkinkan invasi
bakteri dari dinding appendiks. Dalam beberapa jam, kondisi lokal dapat memperburuk karena
trombosis dari arteri apendikularis dan vena, yang menyebabkan perforasi dan gangren dari usus
buntu. Karena proses ini terus berlanjut, abses periappendicular atau peritonitis dapat terjadi.
Tanda dan Gejala
Gejala
Sejarah klasik anoreksia dan sakit periumbilical diikuti dengan mual, kuadran kanan
bawah (RLQ) nyeri, dan muntah terjadi pada hanya 50% kasus. Mual hadir dalam 61-92% dari
pasien; anoreksia hadir dalam 74-78% pasien. Tidak menemukan secara statistik berbeda dari
temuan pasien yang hadir ke gawat darurat dengan etiologi lainnya sakit perut. Selain itu, ketika
muntah terjadi, maka hampir selalu mengikuti timbulnya rasa sakit. Muntah yang sakit
mendahului adalah sugestif dari obstruksi usus, dan diagnosis usus buntu harus dipertimbangkan
4
kembali. Diare atau sembelit dicatat dalam sebanyak 18% dari pasien dan tidak boleh digunakan
untuk membuang kemungkinan usus buntu.
Gejala yang paling umum dari apendisitis adalah nyeri perut. Biasanya, gejala mulai
sebagai nyeri periumbilical atau epigastrium bermigrasi ke kuadran kanan bawah (RLQ) dari
perut. Ini migrasi nyeri adalah fitur yang paling membedakan sejarah pasien, dengan sensitivitas
dan spesifisitas sekitar 80%, rasio kemungkinan positif 3,18, dan rasio kemungkinan negatif
sebesar 0,5.3 Pasien biasanya. Berbaring, pinggul flex mereka, dan menggambar lutut mereka
sampai mengurangi gerakan dan menghindari memburuknya penderitaan mereka. Kemudian,
rasa sakit progresif memburuk bersama dengan muntah, mual, dan anoreksia dijelaskan oleh
pasien. Biasanya, demam tidak hadir pada tahap ini.
Durasi gejala kurang dari 48 jam di sekitar 80% dari orang dewasa, tetapi cenderung
lebih panjang pada orang tua dan pada mereka dengan perforasi. Sekitar 2% dari durasi laporan
pasien rasa sakit lebih dari 2 minggu. Sebuah riwayat sakit serupa dilaporkan dalam sebanyak
23% kasus, tetapi hal ini riwayat sakit serupa, dalam dan dari dirinya sendiri, tidak boleh
digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan usus buntu.
Selain rekaman sejarah sakit perut, mendapatkan ringkasan lengkap dari sejarah pribadi
baru sekitar gastroenterologic, Genitourinary, dan kondisi pneumologic, serta
mempertimbangkan sejarah ginekologis pada pasien wanita. Lampiran meradang di dekat
kandung kemih atau ureter dapat menyebabkan gejala berkemih iritasi dan hematuria atau
pyuria. Cystitis pada pasien laki-laki jarang dalam ketiadaan instrumentasi. Pertimbangkan
kemungkinan lampiran radang panggul pada pasien laki-laki dengan sistitis jelas. Juga
mempertimbangkan kemungkinan usus buntu pada pasien anak-anak atau orang dewasa yang
hadir dengan retensi urin akut.4
PEMERIKSAAN FISIK
Penting untuk diingat bahwa posisi usus buntu adalah variabel. Dari 100 pasien yang
menjalani 3-dimensi (3-D) multidetektor computed tomography (MDCT) scanning, dasar
lampiran terletak pada titik McBurney hanya 4% pasien, dalam 36%, dasar yang dalam 3 cm dari
titik, dalam 28%, itu 3-5 cm dari titik itu,. dan, dalam 36% pasien, pangkal apendiks lebih dari 5
cm dari titik McBurney.5
5
Temuan fisik yang paling spesifik dalam usus buntu adalah rebound nyeri, nyeri pada
perkusi, kekakuan, dan menjaga. Meskipun kelembutan RLQ hadir dalam 96% pasien, ini adalah
penemuan yang spesifik. Jarang, kuadran kiri bawah (LLQ) kelembutan telah menjadi
manifestasi utama pada pasien dengan situs inversus atau pada pasien dengan lampiran panjang
yang membentang ke LLQ. Nyeri pada palpasi di RLQ atas titik McBurney adalah tanda yang
paling penting pada pasien ini.
Pemeriksaan fisik dengan teliti, tidak terbatas pada perut, harus dilakukan dalam setiap
pasien dengan usus buntu diduga. Gastrointestinal (GI), Genitourinary, dan sistem paru harus
dipelajari. Laki-laki bayi dan anak-anak kadang-kadang hadir dengan hemiscrotum meradang
akibat migrasi lampiran meradang atau nanah melalui prosesus vaginalis paten. Hal ini sering
awalnya misdiagnosed sebagai torsi testis akut. Selain itu, melakukan pemeriksaan dubur dalam
setiap pasien dengan gambaran klinis tidak jelas, dan melakukan pemeriksaan panggul pada
semua wanita dengan nyeri perut.
Menurut American College of Emergency Physicians (Acep) 2010 kebijakan update
klinis, tanda klinis dan gejala harus digunakan untuk stratifikasi risiko pasien dan untuk memilih
langkah selanjutnya untuk pengujian dan manajemen.6,7
Radang usus buntu dan Kehamilan
Insiden apendisitis tidak berubah pada kehamilan relatif terhadap populasi umum, tapi presentasi
klinis adalah variabel lebih dari pada waktu lain.
Selama kehamilan, apendiks bermigrasi dalam arah berlawanan terhadap ginjal kanan, naik di
atas krista iliaka pada kehamilan sekitar 4,5 bulan. RLQ sakit dan nyeri mendominasi pada
trimester pertama, namun pada paruh kedua kehamilan, kuadran kanan atas (kuadran kanan atas)
atau sakit panggul kanan harus dianggap sebagai kemungkinan tanda peradangan appendiks.
Mual, muntah, dan anoreksia yang umum di tanpa komplikasi kehamilan trimester pertama, tapi
kemunculan mereka kemudian di usia kehamilan harus dipandang dengan curiga.
Diagnostik Scoring
Beberapa peneliti telah menciptakan sistem penilaian diagnostik untuk memprediksi
kemungkinan usus buntu akut. Dalam sistem ini, jumlah terbatas variabel klinis yang
6
ditimbulkan dari pasien dan masing-masing diberi nilai numerik, kemudian, jumlah dari nilai-
nilai yang digunakan.
Yang paling terkenal dari sistem penilaian adalah nilai MANTRELS, yang tabulates migrasi rasa
sakit, anoreksia, mual dan / atau muntah, nyeri di RLQ, kelembutan rebound, suhu tinggi,
leukositosis, dan menggeser ke kiri (lihat Tabel 1).10
Table 1. MANTRELS Score
Characteristic Score
M = Migration of pain to the RLQ 1
A = Anorexia 1
N = Nausea and vomiting 1
T = Tenderness in RLQ 2
R = Rebound pain 1
E = Elevated temperature 1
L = Leukocytosis 2
S = Shift of WBCs to the left 1
Total 10
Source: Alvarado.10
RLQ = right lower quadrant; WBCs = white blood cells
klinis sistem penilaian yang menarik karena kesederhanaan mereka, namun tidak ada telah
terbukti prospektif untuk memperbaiki pada penilaian dokter di subset dari pasien dievaluasi di
departemen darurat (ED) untuk sakit perut sugestif dari usus buntu. Skor MANTRELS,
7
sebenarnya, didasarkan pada populasi pasien rawat inap untuk usus buntu diduga, yang berbeda
nyata dari populasi terlihat di UGD.
Dalam meninjau catatan 150 pasien DE yang menjalani abdominopelvic computed tomography
(CT) scanning untuk menyingkirkan usus buntu, McKay dan Shepherd menyarankan bahwa
pasien dengan skor MANTRELS dari 0-3 bisa habis tanpa pencitraan, bahwa mereka dengan
skor 7 atau di atas menerima konsultasi bedah, dan mereka dengan skor 4-6 menjalani evaluasi
CT. Para peneliti menemukan bahwa pasien dengan skor MANTRELS dari 3 atau lebih rendah
memiliki insiden 3,6% dari usus buntu, pasien dengan skor 4-6 memiliki 32 % insiden radang
usus buntu, dan pasien dengan skor 7-10 memiliki insiden 78% dari usus buntu.11
Dalam studi lain, Schneider dkk menyimpulkan bahwa skor MANTRELS tidak cukup akurat
untuk digunakan sebagai metode tunggal untuk menentukan kebutuhan usus buntu dalam
populasi anak-anak. Ini peneliti, meneliti 588 pasien berusia 3-21 tahun dan menemukan bahwa
skor MANTRELS dari 7 atau lebih memiliki nilai prediksi positif 65% dan nilai prediksi negatif
85%.
Scoring sistem dan diagnosis dibantu komputer
Dihitung-aided diagnosis terdiri dari menggunakan data retrospektif fitur klinis pasien dengan
usus buntu dan penyebab lain dari nyeri perut dan kemudian prospektif menilai risiko radang
usus buntu. Computer-aided diagnosis dapat mencapai sensitivitas yang lebih besar dari 90%
sekaligus mengurangi tingkat perforasi dan laparotomi negatif sebanyak 50%.Namun, kelemahan
prinsip untuk metode ini adalah bahwa setiap lembaga harus membuat database sendiri untuk
mencerminkan karakteristik penduduk setempat, dan peralatan khusus dan waktu inisiasi yang
signifikan diperlukan. Selain itu, diagnosis dibantu komputer tidak tersedia luas di AS EDS.
Tahapan Apendisitis
Tahapan radang usus buntu dapat dibagi menjadi kronis awal, supuratif, gangren, perforasi,
phlegmonous, spontan menyelesaikan, berulang, dan.
Tahap awal usus buntu
8
Pada tahap awal apendisitis, obstruksi lumen appendiks mengarah ke mukosa edema, ulserasi
mukosa, diapedesis bakteri, distensi appendiks karena akumulasi cairan, dan tekanan
intraluminal meningkat. Serat saraf aferen visceral distimulasi, dan pasien merasakan nyeri
periumbilical atau epigastrium visceral ringan, yang biasanya berlangsung 4-6 jam.
Suppurative usus buntu
Meningkatkan tekanan intraluminal akhirnya melebihi tekanan perfusi kapiler, yang
berhubungan dengan drainase limfatik dan vena terhambat dan memungkinkan invasi cairan
bakteri dan inflamasi dari dinding appendiks tegang. Transmural penyebaran bakteri penyebab
apendisitis supuratif akut. Ketika serosa usus buntu meradang datang dalam kontak dengan
peritoneum parietalis, pasien biasanya mengalami pergeseran klasik rasa sakit dari periumbilicus
ke kuadran abdomen kanan bawah (RLQ), yang terus-menerus dan lebih parah daripada sakit
visceral awal.
Gangren usus buntu
Intramural trombosis vena dan arteri terjadi, mengakibatkan radang usus buntu gangren.
Perforasi usus buntu
Hasil bertahan iskemia jaringan dalam infark appendiks dan perforasi. Perforasi dapat
menyebabkan peritonitis lokal atau umum.
Phlegmonous usus buntu atau abses
Usus buntu yang meradang atau perforasi bisa off berdinding oleh omentum yang lebih besar
yang berdekatan atau loop usus kecil, sehingga usus buntu atau abses phlegmonous fokus.
Menyelesaikan secara spontan usus buntu
Jika penyumbatan pada lumen appendiks yang lega, usus buntu akut dapat menghilang secara
spontan. Hal ini terjadi jika penyebab gejala adalah hiperplasia limfoid atau ketika sebuah
fecalith diusir dari lumen.
Berulang usus buntu
9
Insiden appendicitis berulang adalah 10%. Diagnosis diterima sebagai tersebut jika pasien
mengalami kejadian serupa sakit RLQ pada waktu yang berbeda itu, setelah usus buntu, adalah
histopatologi terbukti hasil dari usus buntu meradang.
Kronis usus buntu
Usus buntu kronis terjadi dengan kejadian 1% dan didefinisikan sebagai berikut:
1. pasien memiliki riwayat sakit RLQ durasi minimal 3 minggu tanpa diagnosis alternatif;
2. setelah usus buntu, pasien mengalami bantuan lengkap gejala.
3. histopatologis, gejala terbukti menjadi akibat dari peradangan kronis aktif dari dinding
appendiks atau fibrosis usus buntu.
CT scan mengungkapkan lampiran diperbesar dengan dinding menebal, yang tidak mengisi
dengan agen kontras kolon, berbaring berdekatan dengan otot psoas kanan. Sagital dinilai
kompresi sonogram transabdominal menunjukkan akut usus buntu meradang. Struktur tubular
noncompressible, kekurangan peristaltik, dan langkah-langkah lebih besar dari 6 mm. Sebuah
lingkaran tipis cairan periappendiceal hadir. Transverse dinilai sonogram kompresi
transabdominal dari akut usus buntu meradang. Perhatikan penampilan targetlike karena dinding
menebal dan sekitarnya pengumpulan cairan loculated. Ginjal-ureter-kandung kemih (KUB)
radiograf menunjukkan sebuah appendicolith di kuadran kanan bawah. Sebuah appendicolith
terlihat dalam waktu kurang dari 10% pasien dengan usus buntu, tapi, kalau ada, pada dasarnya
pathognomonic. Teknetium-99m scan perut menunjukkan serapan fokus leukosit berlabel di
kuadran kanan bawah konsisten dengan usus buntu akut. Perforasi usus buntu. Normal
Lampiran; enema barium pemeriksaan radiografi. Sebuah kontras yang dipenuhi lampiran
lengkap diamati (panah), yang secara efektif tidak termasuk diagnosis usus buntu.
DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis apendisitis akut biasanya berdasarkan gejala klinis dan tes laboratorium tanpa
perlu untuk pencitraan radiologi. Namun, sekitar sepertiga dari pasien dengan usus buntu akut
menunjukkan gejala klinis atipikal dan temuan fisik. Dalam kelompok pasien pencitraan
radiologis dapat memainkan peran klinis penting.
10
Sampai munculnya USG (AS) dan radiografi CT polos dan studi barium digunakan untuk
diagnosis apendisitis akut. film radiografi polos yang abnormal pada 50% kasus tetapi temuan
yang spesifik. Pada penelitian barium kekeruhan lengkap lampiran diyakini untuk
mengecualikan usus buntu akut. Nonfilling atau tidak lengkap kekeruhan dari usus buntu di
hadapan massa berpengaruh ekstrinsik pada usus buntu ini menghasilkan indeks kecurigaan yang
tinggi untuk diagnosis. Diagnostik akurasi studi barium telah dilaporkan setinggi 91%. Namun,
nonfilling dari usus buntu yang normal dapat terjadi kadang-kadang pada pasien normal dan
mungkin sulit untuk membedakan sebagian diisi dari lampiran terisi penuh.
Selama dekade terakhir penggunaan USG sebagai modalitas diagnostik utama untuk usus
buntu akut menjadi luas. Ketika transduser USG digunakan sebagai kompresor untuk
menggantikan loop usus dan untuk kompres usus buntu tersebut, usus buntu normal dapat
divisualisasikan dalam persentase kasus yang tinggi, dan tingkat akurasi yang tinggi telah
dilaporkan dalam diagnosis apendisitis akut. Sebuah sensitivitas 75 - 90%, spesifisitas 86 - 100%
dan akurasi keseluruhan sebesar 87 - 96% telah tercapai dengan USG. kriteria sonografi untuk
usus buntu akut (Gambar 1) meliputi:
deteksi dari lampiran buncit berisi cairan dengan diameter lebih dari 5 mm;
ketebalan dinding 3 mm atau lebih besar;
tidak adanya gerak peristaltik dan noncompressibility usus buntu dan
pericaecal inflamasi perubahan.
sonografi Doppler dan kekuasaan sonografi Doppler mungkin menunjukkan aliran meningkat
tetapi apendisitis perforasi atau abses mungkin menunjukkan tidak adanya aliran. perangkap
sonografi terkait dengan lokasi retrocaecal usus buntu, usus buntu yang berlubang, lampiran gas
diisi, pembesaran tumoural dari usus buntu atau kondisi lain yang dapat menyebabkan nyeri akut
yang lebih rendah kuadran kanan seperti ileocaecitis menular, appendagitis epiploic akut,
diverticulitis hak usus besar, infark segmental sisi kanan dari omentum dan adenitis mesenterika.
CT Diagnosis appendicitis akut didasarkan pada visualisasi lampiran abnormal (Gbr.2) atau
suatu appendicolith (Gbr.3) dengan perubahan inflamasi pericaecal. meradang asimetris
menebal dinding usus buntu menunjukkan peningkatan kontras yang jelas berikut injeksi
11
medium kontras intravena. Perubahan inflamasi pada jaringan sekitarnya dicirikan oleh alur
linier kabur dalam, koleksi lemak mesenterial cairan dalam kasus abses atau kepadatan jaringan
homogen lunak dalam kasus phlegmon. Dinding usus loop sekitarnya, terutama dari segmen
ileocaecal juga dapat menunjukkan perubahan peradangan sekunder seperti penebalan atau pola
abnormal dari peningkatan kontras setelah pemberian kontras intravena menengah. Dalam
beberapa studi sensitivitas yang lebih tinggi dan akurasi yang diperoleh untuk CT daripada USG
pada kelompok pasien yang sama diteliti secara prospektif. Dalam CT umum berguna untuk
memvisualisasikan peradangan periappendiceal massa. CT adalah teknik yang paling dapat
diandalkan untuk membedakan antara abses dan phlegmon setelah appendicitis akut. Perbedaan
ini secara klinis relevan sebagai abses bisa dikeringkan percutaneously sementara phlegmon
periappendiceal dapat diobati secara konservatif. Karena sensitivitas yang sangat baik dan
spesifisitas USG harus digunakan sebagai modalitas diagnostik utama pada bayi, anak-anak dan
wanita usia subur yang diduga apendisitis akut sedangkan CT harus digunakan terutama jika
perforasi atau pembentukan abses diduga karena akan lebih menggambarkan karakteristik yang
tepat massa inflamasi (padat atau cair), dan luasnya dan lokasi.
Gastrointestinal Imaging dari GE Healthcare : Apendisitis, akut
Usus buntu, akut, Gbr 1 Usus buntu, akut, Gbr.2 Usus buntu, akut, Gbr.3
DIAGNOSIS DIFERENSIAL
Keakuratan keseluruhan untuk mendiagnosis apendisitis akut adalah sekitar 80%, yang
sesuai dengan tingkat usus buntu berarti palsu-negatif sebesar 20%. akurasi Diagnostik bervariasi
12
menurut jenis kelamin, dengan kisaran 78-92% pada pasien laki-laki dan 58-85% pada pasien
wanita.
Sejarah klasik anoreksia dan sakit periumbilical diikuti dengan mual, kuadran kanan
bawah (RLQ) nyeri, dan muntah terjadi pada hanya 50% kasus. Muntah yang sakit mendahului
adalah sugestif dari obstruksi usus, dan diagnosis usus buntu harus dipertimbangkan kembali.
Diagnosis diferensial dari usus buntu sering merupakan tantangan klinis karena radang
usus buntu dapat meniru kondisi beberapa perut.1 Pasien dengan gangguan lain hadir dengan
gejala mirip dengan usus buntu, seperti berikut.:
• penyakit radang panggul (PID) atau abses Tubo-ovarium
• ovarium kista atau torsi
• Penyakit Crohn
• karsinoma kolon
• Kolesistitis
• Gastroenteritis
Masalah lain yang harus dipertimbangkan pada pasien dengan usus buntu usus buntu
tunggul diduga termasuk appendiks, typhilitis, appendagitis epiploic, abses psoas, dan
yersiniosis.
Misdiagnosis pada wanita usia subur
Radang usus buntu didiagnosa di 33% dari wanita hamil usia subur. Yang paling sering
adalah PID misdiagnoses, diikuti oleh gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Dalam
membedakan nyeri appendiks dari PID, anoreksia dan terjadinya nyeri lebih dari 14 hari setelah
mens menunjukkan radang usus buntu. PID Sebelumnya, keputihan, atau gejala kencing
menunjukkan PID. Pada pemeriksaan fisik, kelembutan luar kelembutan gerak RLQ, leher
rahim, keputihan, dan dukungan urine positif diagnosis PID. Meskipun appendektomi negatif
tidak tampaknya merugikan kesehatan ibu atau janin, penundaan diagnostik dengan perforasi
tidak meningkatkan morbiditas janin dan ibu. Oleh karena itu, evaluasi agresif usus buntu
diperlukan pada wanita hamil.
Tingkat chorionic gonadotropin urin beta-manusia (beta-hCG) adalah berguna dalam
membedakan usus buntu dari kehamilan ektopik awal. Namun, sehubungan dengan jumlah
WBC, leukositosis fisiologis selama kehamilan membuat penelitian ini kurang bermanfaat dalam
13
diagnosis dari pada waktu lain, dan tidak membedakan diandalkan WBC parameter dikutip
dalam literatur.
Misdiagnosis pada anak-anak
Radang usus buntu didiagnosa pada 25-30% anak-anak, dan tingkat misdiagnosis awal
adalah berbanding terbalik dengan usia pasien. Yang paling umum adalah misdiagnosis
Gastroenteritis, diikuti oleh infeksi saluran pernafasan atas dan infeksi saluran pernapasan yang
lebih rendah.
Anak-anak dengan radang usus buntu didiagnosa lebih mungkin daripada rekan-rekan
mereka untuk memiliki muntah sebelum timbulnya rasa sakit, diare, sembelit, disuria, tanda dan
gejala infeksi pernafasan atas, dan kelesuan atau lekas marah. Temuan fisik kurang mungkin
untuk didokumentasikan pada anak-anak dengan misdiagnosis dari pada orang lain termasuk
suara usus, tanda-tanda peritoneal, temuan dubur, dan telinga, hidung, dan temuan tenggorokan.
Pertimbangan pada pasien usia lanjut
Usus buntu pada pasien yang lebih tua dari 60 tahun menyumbang 10% dari semua usus
buntu. Insiden misdiagnosis meningkat pada pasien usia lanjut. Pasien yang lebih tua cenderung
untuk mencari bantuan medis kemudian dalam perjalanan penyakit, sehingga durasi gejala lebih
dari 24-48 jam tidak boleh menghalangi klinisi dari diagnosis. Pada pasien dengan kondisi
komorbiditas, delay diagnostik berkorelasi dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas.
Kista ovarium
Kista adalah kantong berisi cairan, kista seperti balon berisi air, dapat tumbuh di mana
saja dan jenisnya bermacam-macam. Kista yang berada di dalam atau permukaan ovarium
(indung telur) disebut kista ovarium atau tumor ovarium. Kista ovarium sering terjadi pada
wanita di masa reproduksinya. Sebagian besar kista terbentuk karena perubahan kadar hormon
yang terjadi selama siklus haid, produksi dan pelepasan sel telur dari ovarium.
Gejala-gejala
Sebagian besar kista ovarium tidak menimbulkan gejala, atau hanya sedikit nyeri yang tidak
berbahaya. Tetapi adapula kista yang berkembang menjadi besar dan menimpulkan nyeri yang
14
tajam. Pemastian penyakit tidak bisa dilihat dari gejala-gejala saja karena mungkin gejalanya
mirip dengan keadaan lain seperti endometriosis, radang panggul, kehamilan ektopik (di luar
rahim) atau kanker ovarium. Meski demikian, penting untuk memperhatikan setiap gejala atau
perubahan ditubuh Anda untuk mengetahui gejala mana yang serius. Gejala-gejala berikut
mungkin muncul bila Anda mempunyai kista ovarium:
Perut terasa penuh, berat, kembung
Tekanan pada dubur dan kandung kemih (sulit buang air kecil)
Haid tidak teratur
Nyeri panggul yang menetap atau kambuhan yang dapat menyebar ke punggung bawah
dan paha.
Mual, ingin muntah, atau pengerasan payudara mirip seperti pada saat hamil.
Serangan nyeri tajam yang muncul mendadak pada perut bagian bawah.
Gejala-gejala berikut memberikan petunjuk diperlukan penanganan kesehatan segera:
Nyeri perut yang tajam dan tiba-tiba
Nyeri bersamaan dengan demam
Rasa ingin muntah.
Pemeriksaan dan diagnosis
Pemastian diagnosis untuk kista ovarium dapat dilakukan dengan pemeriksaan:
1. Ultrasonografi (USG)
Tindakan ini tidak menyakitkan, alat peraba (transducer) digunakan untuk mengirim dan
menerima gelombang suara frekuensi tinggi (ultrasound) yang menembus bagian
panggul, dan menampilkan gambaran rahim dan ovarium di layar monitor. Gambaran ini
dapat dicetak dan dianalisis oleh dokter untuk memastikan keberadaan kista, membantu
mengenali lokasinya dan menentukan apakah isi kista cairan atau padat. Kista berisi
cairan cenderung lebih jinak, kista berisi material padat memerlukan pemeriksaan lebih
lanjut.
15
2. Laparoskopi
PID (Pelvic Inflammatory Disease)
Penyakit radang panggul (PID) adalah infeksi saluran tuba, rahim, atau indung telur.Kebanyakan
gadis mengembangkan PID sebagai akibat dari penyakit menular seksual (PMS), seperti
klamidia atau gonore.
PID dapat menyebabkan gejala yang parah atau sangat ringan atau tidak ada gejala. Gadis yang
memiliki gejala-gejala mungkin memperhatikan:
rasa sakit dan nyeri di perut bagian bawah
berbau busuk atau berwarna normal debit
nyeri pada saat hubungan seksual
bercak antara periode
menggigil atau demam
mual, muntah, atau diare
kehilangan nafsu makan
sakit punggung dan bahkan mungkin kesulitan berjalan
menyakitkan atau lebih sering buang air kecil
sakit di perut bagian atas di sebelah kanan
Nefrolitiasis (batu ginjal)
Nefrolitiasis ialah terbentuknya batu di dalam kaliks ginjal atau pelvis renalis. Lebih dari separuh
kasus batu ginjal ditemukan pada usia 20-50 tahun dan frekuensinya pria lebih banyak daripada
wanita. Nefrolitiasis disebabkan oleh stasis urin di bagian distal, infeksi traktus urinarius baik
spesifik maupun non spesifik, hiperparatiroid atau adenoma paratiroid, diet yang banyak
menagndung oksalat seperti bayam, kangkung, kopi, teh, nanas, coklat dan lain-lain, juga artritis
asam urat (gout), plak randal dan sebagainya.
Gambaran klinik
16
Batu ginjal kadang-kadang tidak menunjukkan gejala. Tanda pertama terjadi bila batu keluar
melalui kaliks atau piala ginjal ke ureta. Gejala klasik ialah nyeri dan hematuri.
a. Nyeri pinggang atau perut
1) Kolik, serangan sakit berat yang timbul mendadak, berlangsung sebentar dan kemudian hilang
mendadak pula untuk kemudian timbul kembali lagi. Nadi cepat, pucat, berkeringat dingin dan
tekanan darah turun. Biasanya diikuti muntah atau mual, perut kembung, dan gejala ileus
paralitik. Ditemukan pada 80% kasus batu ginjal.
2) Nyeri terus menerus, rasa panas atau terbakar di pinggang yang dapat berlangsung beberapa
hari sampai beberapa minggu.
b. Hematuria ditemukan pada 100% kasus. Darah dari ginjal berwarna coklat tua. Dapat terjadi
dengan atau tanpa kolik
c. Bila terjadi hidronefrosis dapat diraba pembesaran ginjal.
Ureterolitiasis (batu ureter)
Ureterolitiasis adalah terdapatnya batu pada ureter. Penyebab ureterolitiasis biasanya berasal dari
batu ginjal yang lepas dan turun ke distal.
Gambaran klinik
a. Nyeri dapat bersifat kolik hebat sehingga pasien berteriak atau berguling-guling. Kadang-
kadang nyeri terus-menerus karena peregangan kapsul ginjal. Biasanya nyeri dimulai didaerah
pinggang kemudian menjalar ke arah testis disertai mual dan muntah, berkeringat dingin, pucat
dan dapat terjadi renjatan.
b. Hematuria.
c. Nyeri ketok di daerah pinggang.
Gastroentritis
17
Gastroentritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala
diare dengan frekwensi lebih banyak dari biasanya yang disebabkan oleh bakteri,virus dan
parasit yang patogen.
Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotravirus, Adenovirus enteris, Virus
Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella, Escherihia Coli, Yersinia dan
lainnya), parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme patogen ini
menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau Cytotoksin dimana merusak
sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada Gastroenteritis akut. Penularan Gastroenteritis bias
melalui fekal-oral dari satu penderita ke yang lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran
patogen dikarenakan makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotic (makanan yang tidak
dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus,isi rongga usus berlebihan sehingga timbul
diare ). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi
air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan multilitas usus yang
mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah
kehilangan air dan elektrolit (Dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (Asidosis
Metabolik dan Hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan
gangguan sirkulasi darah.
18
GEJALA KLINIS:
Diare.
Muntah.
Demam.
Nyeri Abdomen
Membran mukosa mulut dan bibir kering
Fontanel Cekung
Kehilangan berat badan
Tidak nafsu makan
Lemah
Gastritis atau maag
Gastritis adalah inflamasi atau peradangan pada dinding lambung terutama pada mukosa
lambung dapat bersifat akut dan kronik.
Gastritis dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Gastritis akut
Salah satu bentuk gastritis akut yang sering dijumpai di klinik ialah
19
gastritis akut erosif. Gastritis akut erosif adalah suatu peradangan mukosa lambung yang akut
dengan kerusakan-kerusakan erosif. Disebut erosif apabila kerusakan yang terjadi tidak lebih
dalam daripada mukosa muskularis.
2. Gastritis kronis
Gastritis kronis adalah suatu peradangan bagian permukaan mukosa
lambung yang menahun Gastritis kronis adalah suatu peradangan bagian permukaan mukosa
lambung yang berkepanjangan yang disebabkan baik oleh ulkus lambung jinak maupun ganas
atau oleh bakteri helicobacter pylori
Sindrom dispepsia berupa nyeri epigastrium, mual, kembung dan muntah merupakan
salah satu keluhan yang sering muncul. Ditemukan juga perdarahan saluran cerna berupa
hematemesis dan melena, kemudian disusul dengan tanda-tanda anemia pasca perdarahan.
Biasanya jika dilakukan anamnesa lebih dalam, terdapat riwayat penggunaan obat-obatan atau
bahan kimia tertentu. Pasien dengan gastritis juga disertai dengan pusing, kelemahan dan rasa
tidak nyaman pada abdomen.
Kolitis ulserattiva
Kolitis ulserattiva merupakan penyakit radang non spesifik kolon yang umumnya
berlangsung lama disertai masa remisi dan eksaserbasi yang berganti-ganti. Sakit abdomen, diare
dan perdarahan rektum merupakan tanda dan gejala yang penting. Lesi utamanya berupa reaksi
peradangan daerah subepitel yang timbul pada basis kripttus Lieberkuhn, yang akhirnya dapat
menimbulkan pertukakan pada mukosa. Frekuensi penyakit paling banyak antara usia 20 -40
tahun, dan menyerang ke dua jenis kelamin sama banyak. Insiden kolitis ulserativa adalah sekitar
1 per 10.000 orang dewasda kulit putih per tahun.
Lesi patologis awal adalah terbatas pada lapisan mokusa dan terdiri atas pembentukan
abses dalam kriptus. Pada permulaan penyakit, terjadi udema dan kongesti mukosa. Udema dapat
mengakibatkan kerapuhan yang hebat sehingga terjadi perdarahan dari trauma yang ringan,
seperti gesekan ringan pada permukaan. Pada stadium penyakit yang lebih lanjut, abses kriptus
pecah melewati didinding kriptus dan menyebar dalam lapisan mukosa, menimbulkan
20
terowongan dalam mukosa. Mukosa kemudian terkelopas dalam lumen usus, meninggalkan
daerah yang tidak diliputi mukosa (tukak). Pertukakan mula-mula tersebar dan dangkal, tetapi
pada stadium lebih lanjut permukaan mukosa yang hilang luas sekali mengakibatkan banyak
kehilangan jaringan, protein dan darah
Pada kondisi yang fisiologis system imun pada kolon melindungi mukosa kolon dari
gesekan dengan feses saat akan defekasi, tetapi karena aktifitas imun yang berlebihan pada
colitis maka system imunnya malah menyerang sel-sel dikolon sehingga menyebabkan terjadi
ulkus. Ulkus terjadi di sepanjang permukaan dalam (mukosa) kolon atau rectum yang
menyebabkan darah keluar bersama feses. Darah yang keluar biasanya bewarna merah, karena
darah ini tidak masuk dalam proses pencernaan tetapi darah yang berasal dari pembuluh darah
didaerah kolon yang rusak akibat ulkus. Selain itu ulkus yang lama ini kemudian akan
menyebabkan peradangan menahun sehingga terbentuk pula nanah (pus).
MANIFESTASI KLINIK
Pendekatan Pertimbangan
Pasien dengan usus buntu mungkin tidak memiliki gambaran klinis klasik melaporkan 37-45%
dari waktu, terutama bila apendiks terletak di tempat yang tidak biasa (lihat Anatomi). Dalam
kasus tersebut, pencitraan mungkin penting tetapi tidak selalu tersedia. Namun, pasien dengan
usus buntu biasanya memiliki tanda-tanda aksesori yang mungkin berguna untuk diagnosis (lihat
Pemeriksaan Fisik). Sebagai contoh, tanda obturatorius hadir ketika rotasi internal paha
memunculkan rasa sakit (misalnya, radang usus buntu panggul), dan tanda psoas hadir ketika
perpanjangan memunculkan paha kanan nyeri (misalnya, retroperitoneal atau usus buntu
retrocecal).
Uji laboratorium yang tidak spesifik untuk usus buntu, tetapi mereka mungkin dapat membantu
untuk mengkonfirmasikan diagnosis pada pasien dengan presentasi atipikal.
CBC Count
Studi secara konsisten menunjukkan bahwa 80-85% orang dewasa dengan radang usus buntu
memiliki sel darah putih (WBC) hitung lebih besar dari 10.500 sel / uL. Neutrophilia lebih besar
21
dari 75% terjadi pada 78% pasien. Kurang dari 4% pasien dengan usus buntu memiliki jumlah
WBC kurang dari 10.500 sel / uL dan neutrophilia kurang dari 75%.
Dueholm dkk lebih lanjut digambarkan hubungan antara jumlah WBC dan kemungkinan usus
buntu dengan menghitung rasio kemungkinan untuk interval ditetapkan jumlah WBC.15
Table 2. WBC Count and Likelihood of Appendicitis
WBC (× 10,000) Rasio kemungkinan (95% CI)
4-7 0.10 (0-0.39)
7-9 0.52 (0-1.57)
9-11 0.29 (0-0.62)
11-13 2.8 (1.2-4.4)
13-15 1.7 (0-3.6)
15-17 2.8 (0-6.0)
17-19 3.5 (0-10)
19-22 ∞
Source: Dueholm et al.15
CI = confidence interval; WBC = white blood cell.
CBC tes yang murah, cepat, dan tersedia luas, namun, temuan yang spesifik. Pada bayi dan
pasien lanjut usia, jumlah WBC ini terutama diandalkan karena pasien mungkin tidak me-mount
respon normal terhadap infeksi. Pada wanita hamil, fisiologis leukositosis membuat jumlah KBK
berguna untuk diagnosis usus buntu.
C-Reactive Protein
22
protein C-reaktif (CRP) adalah reaktan fase akut disintesis oleh hati sebagai respon terhadap
infeksi atau peradangan dan meningkat dengan cepat dalam 12 jam pertama. CRP telah
dilaporkan berguna dalam diagnosis usus buntu, namun tidak memiliki kekhususan dan tidak
dapat digunakan untuk membedakan antara situs infeksi.
tingkat CRP yang lebih besar dari 1 mg / dL biasanya dilaporkan pada pasien dengan usus buntu,
tetapi tingkat yang sangat tinggi CRP pada pasien dengan usus buntu menunjukkan evolusi
gangren dari penyakit, terutama jika dikaitkan dengan leukositosis dan neutrophilia. Namun,
normalisasi CRP terjadi 12 jam setelah timbulnya gejala. Beberapa studi prospektif telah
menunjukkan bahwa, pada orang dewasa yang memiliki gejala-gejala selama lebih dari 24 jam,
tingkat CRP normal memiliki nilai prediktif negatif 97-100% untuk usus buntu.16,17 Thimsen dkk
mencatat bahwa normal kadar CRP setelah 12 jam gejala adalah 100% prediktif jinak, penyakit
diri terbatas.
Sensitivitas CRP
Beberapa studi telah meneliti sensitivitas tingkat CRP sendiri untuk diagnosis usus buntu pada
pasien tertentu untuk menjalani usus buntu. Gurleyik dkk mencatat sensitivitas CRP 96,6% di 87
dari 90 pasien dengan penyakit histologi terbukti. [19] Demikian pula, Shakhetrah menemukan
sensitivitas CRP 95,5% di 85 dari 89 pasien dengan usus buntu histologi terbukti [20] Asfar dkk
melaporkan. sensitivitas CRP dari 93,6% pada 78 pasien yang menjalani appendektomi, [21] dan
Erkasap et al menemukan sensitivitas CRP 96% pada kelompok 102 pasien dewasa dengan nyeri
RLQ, 55 di antaranya melanjutkan ke usus buntu.
Sensitivitas hitung WBC dan tingkat CRP dalam kombinasi
Peneliti juga mempelajari kemampuan kombinasi hitung WBC dan CRP untuk terpercaya
menyingkirkan diagnosis usus buntu. Gronroos dan Gronroos menemukan bahwa jumlah WBC
atau tingkat CRP abnormal pada semua 200 pasien dengan usus buntu dalam kohort mereka dari
300 pasien yang dioperasi untuk usus buntu dicurigai [23] Ortega-Deballon dkk ditemukan.
Bahwa jumlah WBC normal dan kadar CRP memiliki negatif nilai prediksi 92,3% untuk
kehadiran usus buntu pada pasien prospektif diteliti dirujuk ke dokter bedah untuk nyeri RLQ.
23
Beberapa studi telah meneliti sensitivitas jumlah WBC gabungan dan tingkat CRP pada
sub-populasi pasien yang lebih tua dari 60 tahun. Gronroos mempelajari 83 pasien yang lebih tua
dari 60 tahun yang mengalami usus buntu (73 ditemukan memiliki usus buntu) dan menemukan
bahwa tidak ada pasien dengan usus buntu berdua hitungan normal WBC dan tingkat CRP. Yang
et al retrospektif mempelajari 77 pasien yang lebih tua dari 60 tahun dengan histologi terbukti
usus buntu dan menemukan bahwa hanya 2 memiliki "layar triple" normal.
Beberapa penelitian juga memeriksa ketepatan jumlah WBC dan tingkat CRP pada sub-
populasi pasien pediatrik dengan usus buntu diduga. Gronroos dievaluasi 100 anak dengan
radang usus buntu patologi terbukti dan menemukan bahwa baik jumlah WBC dan tingkat CRP
normal pada 7 dari 100 pasien Stefanutti dkk prospektif mempelajari lebih dari 100 anak
menjalani operasi untuk usus buntu dan dicurigai. Menemukan bahwa baik WBC menghitung
atau kadar CRP meningkat pada 98% dari mereka dengan usus buntu patologi-terbukti.
Triple layar hitung WBC, tingkat CRP, dan neutrophilia
Mohammed et al prospektif mempelajari 216 anak-anak mengakui untuk usus buntu dicurigai
dan menemukan sensitivitas layar tiga dari 86% dan nilai prediksi negatif 81 . Namun, Yang et al
menemukan bahwa hanya 6 dari 740 pasien dengan usus buntu memiliki jumlah WBC kurang
dari 10.500 sel / μ L DAN neutrophilia yang kurang dari 75%, DAN tingkat CRP normal,
menghasilkan sensitivitas sebesar 99,2% untuk "triple layar."
CT Scanning
Computed tomography (CT) scanning dengan media kontras oral atau rektal enema Gastrografin
telah menjadi studi imaging yang paling penting dalam evaluasi pasien dengan presentasi atipikal
dari usus buntu. kontras intravena biasanya tidak diperlukan.
Penelitian telah menemukan penurunan tingkat laparotomi negatif dan tingkat perforasi
appendiks ketika pencitraan CT panggul digunakan pada pasien tertentu dengan usus buntu
diduga. Usus buntu diperbesar ditampilkan dalam CT di bawah ini.
24
CT scan mengungkapkan lampiran diperbesar dengan dinding menebal,
yang tidak mengisi dengan agen kontras kolon,
berbaring berdekatan dengan otot psoas kanan.
Kekhawatiran telah tumbuh selama kemungkinan yang mengakibatkan kerugian pada pasien dari
paparan radiasi dari CT scan. Ultrasonografi mungkin menawarkan alternatif yang lebih aman
sebagai alat diagnostik utama untuk usus buntu, dengan CT scan digunakan dalam kasus-kasus di
mana ultrasonograms adalah negatif atau tidak meyakinkan
Ultrasonografi
Karena kekhawatiran tentang paparan pasien untuk radiasi selama CT scan, ultrasonografi telah
diusulkan sebagai modalitas diagnostik yang lebih aman utama untuk usus buntu, dengan CT
scan digunakan sekunder ketika ultrasonograms adalah negatif atau tidak meyakinkan.
Pada pasien anak, yang acep 2010 memperbarui kebijakan klinis merekomendasikan
menggunakan ultrasonografi untuk konfirmasi, namun tidak pengecualian, usus buntu akut.
Untuk definitif mengecualikan apendisitis akut, CT dianjurkan.
Sebuah apendiks sehat biasanya tidak dapat dilihat dengan USG. Bila usus buntu terjadi,
ultrasonogram yang biasanya menunjukkan struktur tubular noncompressible dari 7-9 mm
25
Sagital dinilai kompresi sonogram transabdominal menunjukkan akut usus buntu meradang.
Struktur tubular noncompressible, kekurangan peristaltik, dan langkah-langkah lebih besar dari 6
mm. Sebuah lingkaran tipis cairan periappendiceal hadir.
Transverse dinilai sonogram kompresi transabdominal dari akut usus buntu meradang.
Perhatikan penampilan targetlike karena dinding menebal dan sekitarnya pengumpulan cairan.
26
Ultrasonografi vagina sendiri atau dalam kombinasi dengan transabdominal scan mungkin
berguna untuk menentukan diagnosis pada wanita usia subur. Satu studi dari 22 ibu hamil di
trimester pertama dan kedua menunjukkan bahwa ultrasonografi kompresi dinilai memiliki
sensitivitas 66% dan spesifisitas 95%. [40]
Radiografi Perut
Ginjal-ureter-kandung kemih (KUB) tampilan radiografi biasanya digunakan untuk
memvisualisasikan sebuah appendicolith pada pasien dengan gejala yang konsisten dengan usus
buntu (lihat gambar berikut). Temuan ini sangat sugestif dari usus buntu, tetapi appendicoliths
juga terjadi pada kurang dari 10% kasus. Konsensus dalam literatur adalah bahwa radiografi
biasa tidak sensitif, spesifik, dan tidak biaya-efektif.
Ginjal-ureter-kandung kemih (KUB) radiograf menunjukkan sebuah appendicolith di kuadran
kanan bawah. Sebuah appendicolith terlihat dalam waktu kurang dari 10% pasien dengan usus
buntu, tapi, kalau ada, pada dasarnya pathognomonic.
Barium Enema Studi
Di masa lalu, pemeriksaan barium enema digunakan untuk mendiagnosa usus buntu, di era
ultrasonografi dan CT scan, barium enema studi memiliki dasarnya tidak berperan dalam
diagnosis apendisitis akut.
Sebuah studi tunggal kontras dapat dilakukan pada usus tidak siap. Tidak ada atau tidak lengkap
27
mengisi dari lampiran ditambah dengan efek tekanan atau kejang di sekum menyarankan usus
buntu. Tanda radiologis khas usus buntu adalah "reverse 3," yang biasanya bermanifestasi
sebagai indentasi dari sekum itu. Namun, usus buntu tidak dapat divisualisasikan dalam 50% dari
orang sehat, sehingga tidak memiliki keandalan barium enema.
Pemindaian radionuklida
Seluruh darah diambil untuk radionuklida scanning. Neutrofil dan makrofag diberi label dengan
teknesium Tc 99m (99m Tc) albumin dan diberikan secara intravena. Kemudian, gambar dari
perut dan panggul diperoleh serial selama 4 jam. Localized serapan dari pelacak di RLQ
menunjukkan peradangan appendiks, ini ditampilkan dalam gambar di bawah.
Teknetium-99m scan perut menunjukkan serapan fokus leukosit berlabel di kuadran kanan
bawah konsisten dengan usus buntu akut.
MRI
Magnetic Resonance Imaging (MRI) memainkan peran yang relatif terbatas dalam evaluasi usus
buntu karena biaya tinggi, lama waktu pemeriksaan, dan ketersediaan terbatas. Namun,
kurangnya radiasi pengion membuat suatu modalitas yang menarik pada pasien hamil. Bahkan,
Cobben dkk menunjukkan bahwa MRI jauh lebih unggul untuk ultrasonografi transabdominal
dalam mengevaluasi pasien dengan usus buntu diduga hamil.
28
Meskipun demikian, ketika mengevaluasi pasien hamil dengan usus buntu diduga, dinilai
ultrasonography kompresi harus menjadi tes pencitraan pilihan. Jika USG menunjukkan
lampiran meradang, pasien harus menjalani usus buntu. Jika ultrasonografi kompresi dinilai
adalah nondiagnostic, pasien harus menjalani MRI dari perut dan panggul.
Kotor dan Evaluasi Mikroskopis
Pada tahap awal usus buntu, usus buntu terlalu muncul pembengkakan dengan pelebaran
pembuluh serosal. Mikroskopi menunjukkan neutrofil menyusup dari lapisan mukosa dan
muskularis memperluas ke lumen. Dengan berjalannya waktu, dinding appendiks terlalu muncul
menebal, lumen tampak melebar, dan eksudat serosal (fibrinous atau fibrinopurulent) dapat
diamati sebagai roughening granular. Pada tahap ini, nekrosis mukosa dapat diamati
mikroskopis.
Pada tahap berikutnya dari usus buntu, usus buntu ditandai terlalu menunjukkan tanda-tanda
nekrosis mukosa memperluas ke lapisan luar dinding appendiks yang dapat menjadi gangren.
Kadang-kadang, usus buntu dapat ditemukan dalam kumpulan nanah. Pada tahap ini usus buntu,
mikroskop dapat menunjukkan beberapa microabscesses dinding appendiks dan nekrosis parah
dari semua lapisan.
PENATALAKSANAAN
Appendektomi tetap satunya terapi kuratif radang usus buntu, tetapi manajemen pasien dengan
massa appendiks biasanya dapat dibagi ke dalam 3 kategori berikut pengobatan:
• Pasien dengan phlegmon atau abses kecil: Setelah intravena (IV) terapi antibiotik, sebuah
appendektomi interval dapat dilakukan 4-6 minggu kemudian.
• Pasien dengan abses yang terdefinisi dengan baik yang lebih besar: Setelah drainase perkutan
dengan antibiotik IV dilakukan, pasien dapat dilepaskan dengan kateter di tempatnya. Interval
appendektomi dapat dilakukan setelah fistula ditutup.
29
• Pasien dengan abses multicompartmental: Pasien-pasien ini memerlukan drainase bedah awal.
Meskipun ada banyak kontroversi atas manajemen nonoperative radang usus buntu akut,
antibiotik memiliki peran penting dalam pengobatan pasien dengan kondisi ini. Antibiotik
dipertimbangkan untuk pasien dengan usus buntu harus menawarkan jangkauan penuh aerobik
dan anaerobik. Durasi administrasi terkait erat dengan tahap usus buntu pada saat diagnosis,
dengan mempertimbangkan baik temuan intraoperatif atau evolusi pasca operasi. Menurut
beberapa penelitian, profilaksis antibiotik harus diberikan sebelum setiap usus buntu. Ketika
pasien menjadi afebrile dan sel darah putih (WBC) count normal, perawatan antibiotik dapat
dihentikan. Cefotetan dan cefoxitin tampaknya menjadi pilihan terbaik dari antibiotik.
Departemen Darurat Perawatan
Departemen darurat (ED) klinisi harus mengevaluasi kelompok yang lebih besar pasien yang
hadir untuk ED dengan nyeri perut dari semua etiologi dengan tujuan sensitivitas mendekati
100% untuk diagnosis dengan biaya-, dan konsultasi-efisien waktu,.
Membangun akses IV dan mengelola terapi kristaloid agresif untuk pasien dengan tanda-
tanda klinis dehidrasi atau septicemia. Pasien dengan usus buntu diduga seharusnya tidak
menerima apa-apa melalui mulut.
Administer parenteral analgesik dan antiemetik seperti yang diperlukan untuk
kenyamanan pasien. Pemberian analgesik pada pasien dengan nyeri perut akut dibedakan secara
historis telah patah semangat dan dikritik karena kekhawatiran bahwa mereka membuat temuan
fisik yang kurang dapat diandalkan. Namun, setidaknya 8 studi terkontrol acak telah
menunjukkan bahwa pemberian obat analgesik opioid untuk pasien dewasa dan anak dengan
sakit perut akut dibedakan aman;. tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa analgesik
mempengaruhi keakuratan dari pemeriksaan fisik.
Pertimbangkan kehamilan ektopik pada wanita usia subur, dan memperoleh chorionic
gonadotropin kualitatif beta-manusia (beta-hCG) pengukuran dalam semua kasus.
Administer antibiotik intravena kepada mereka dengan tanda-tanda septicemia dan untuk
mereka yang melanjutkan ke laparotomi.
Pengobatan non operasi
30
Pengobatan non operasi mungkin berguna ketika usus buntu tidak dapat diakses atau
ketika untuk sementara prosedur berisiko tinggi. Laporan anekdotal menggambarkan
keberhasilan antibiotik IV dalam mengobati usus buntu akut pada pasien tanpa akses ke
intervensi bedah (misalnya, awak kapal selam, orang pada kapal di laut).
Dalam sebuah penelitian prospektif terhadap 20 pasien dengan usus buntu ultrasonografi-
terbukti, gejala diselesaikan dalam 95% dari pasien yang menerima antibiotik saja, tetapi 37%
dari pasien mengalami radang usus buntu berulang dalam waktu 14 bulan.
Preoperative Antibiotik
Antibiotik preoperative telah menunjukkan keberhasilan dalam menurunkan tingkat luka infeksi
pasca bedah dalam berbagai studi terkontrol prospektif, dan mereka harus diberikan dalam
hubungannya dengan konsultan bedah. Spektrum luas cakupan gram negatif dan anaerob
ditunjukkan.
Penisilin-pasien alergi harus menghindari jenis antibiotik beta-laktamase dan sefalosporin.
Carbapenems adalah pilihan yang baik pada pasien ini. Pasien hamil harus menerima kehamilan
kategori A atau B antibiotik.
Mendesak Versus appendektomi Emergent
Sebuah studi retrospektif menunjukkan bahwa risiko ruptur appendiks minimal pada pasien
dengan kurang dari 24-36 jam gejala yang tidak diobati, dan studi lain retrospektif menyarankan
bahwa usus buntu dalam waktu 12-24 jam presentasi tidak terkait dengan peningkatan di rumah
sakit lama tinggal, waktu operasi, maju tahap radang usus buntu, atau komplikasi dibandingkan
dengan usus buntu yang dilakukan dalam 12 jam presentasi.
Penelitian tambahan diperlukan untuk menunjukkan apakah inisiasi terapi antibiotik diikuti oleh
appendektomi mendesak adalah sama efektifnya dengan usus buntu muncul untuk pasien dengan
usus buntu unperforated.
Muncul Versus Bedah Interval untuk Apendisitis Perforasi
Secara historis, segera (muncul) appendektomi direkomendasikan untuk semua pasien
dengan usus buntu, apakah berlubang atau unperforated. Pengalaman klinis lebih baru
31
menunjukkan bahwa pasien dengan apendisitis perforasi dengan gejala ringan dan abses lokal
atau phlegmon pada abdominopelvic computed tomography (CT) scan dapat awalnya diobati
dengan antibiotik IV dan drainase perkutan atau transrectal dari abses lokal. Jika gejala-gejala
pasien, WBC menghitung, dan demam memuaskan menyelesaikan, terapi dapat diubah terhadap
antibiotik oral dan pasien bisa habis rumah. Kemudian, tertunda (interval) usus buntu dapat
dilakukan 4-8 minggu kemudian.
Pendekatan di atas adalah sukses dalam sebagian besar pasien dengan usus buntu
berlubang dan gejala lokal. Beberapa berpendapat bahwa usus buntu interval tidak diperlukan,
kecuali pasien menyajikan dengan gejala berulang. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk
mengklarifikasi tidak hanya apakah usus buntu interval rutin diindikasikan tetapi juga untuk
mengidentifikasi strategi pengobatan yang optimal pada pasien dengan apendisitis perforasi
Laparoskopi appendektomi
Awalnya dilakukan pada tahun 1987, usus buntu laparoskopi telah dilakukan dalam
ribuan pasien dan berhasil dalam upaya 90-94%. Ini juga telah menunjukkan bahwa usus buntu
laparoskopi berhasil kira-kira 90% kasus apendisitis perforasi. Namun, prosedur ini merupakan
kontraindikasi pada pasien dengan perlengketan intra-abdomen yang signifikan.
Laparoskopi diagnostik mungkin berguna dalam kasus-kasus yang dipilih (misalnya,
bayi, pasien usia lanjut, pasien wanita) untuk mengkonfirmasikan diagnosis usus buntu. Prosedur
ini telah diusulkan untuk pasien hamil pada trimester pertama dengan usus buntu diduga. Jika
temuan positif, prosedur tersebut harus diikuti dengan pengobatan bedah definitif pada saat
laparoskopi. Meskipun appendektomi negatif tidak tampaknya merugikan kesehatan ibu atau
janin, penundaan diagnostik dengan perforasi tidak meningkatkan morbiditas janin dan ibu. Oleh
karena itu, evaluasi agresif usus buntu dijamin dalam kelompok ini.
Keuntungan appendektomi laparoskopi meliputi peningkatan kepuasan kosmetik dan penurunan
tingkat infeksi luka pasca operasi. Beberapa studi menunjukkan bahwa usus buntu laparoskopik
lebih pendek rumah sakit dan tinggal masa penyembuhan dibandingkan dengan usus buntu
terbuka.
Kekurangan dari appendektomi laparoskopi meningkat biaya dan waktu operasi sekitar 20 menit
32
lebih lama daripada sebuah appendektomi terbuka, namun, yang terakhir mungkin
menyelesaikan dengan bertambahnya pengalaman dengan teknik laparoskopi.
KOMPLIKASI
Komplikasi radang usus buntu mungkin termasuk infeksi luka, dehiscence, obstruksi usus,
perut / abses panggul, dan, jarang, kematian. Stump usus buntu juga terjadi jarang;. Namun,
setidaknya 36 kasus yang dilaporkan dari usus buntu dalam tunggul bedah setelah appendektomi
sebelumnya ada
Konsultasi
Dalam kasus usus buntu dicurigai, konsultasikan dengan dokter bedah umum. Dokter bedah
tujuan adalah untuk mengevaluasi populasi relatif kecil pasien dirujuk untuk usus buntu diduga
dan untuk meminimalkan tingkat usus buntu negatif tanpa meningkatkan kejadian perforasi.
PROGNOSIS
Akut usus buntu adalah alasan paling umum untuk operasi darurat perut. Appendektomi
membawa tingkat komplikasi 4-15%, serta biaya yang terkait dan ketidaknyamanan rawat inap
dan operasi. Oleh karena itu, tujuan dari ahli bedah adalah membuat diagnosis yang akurat sedini
mungkin. Tertunda diagnosis dan account pengobatan untuk sebagian besar mortalitas dan
morbiditas yang berhubungan dengan usus buntu.
Tingkat kematian keseluruhan 0,2-0,8% disebabkan komplikasi penyakit daripada intervensi
bedah. Tingkat mortalitas pada anak berkisar dari 0,1% menjadi 1%; pada pasien yang lebih tua
dari 70 tahun, tingkat naik di atas 20%, terutama karena keterlambatan diagnostik dan terapeutik.
Appendiks perforasi dikaitkan dengan peningkatan morbiditas dan kematian dibandingkan
dengan nonperforating usus buntu. Risiko kematian apendisitis akut tetapi tidak gangren kurang
dari 0,1%, namun risiko naik menjadi 0,6% pada usus buntu gangren. Tingkat perforasi
bervariasi dari 16% sampai 40%, dengan frekuensi yang lebih tinggi terjadi pada kelompok usia
33
muda (40-57%) dan pada pasien lebih tua dari 50 tahun (55-70%), di dalam Dia misdiagnosis
dan diagnosis tertunda adalah umum. Komplikasi terjadi pada 1-5% pasien dengan usus buntu,
dan infeksi luka pasca operasi account untuk hampir sepertiga dari morbiditas yang terkait.
34
PENUTUP
Kesimpulan
Appendicitis adalah suatu peradangan pada lapisan dalam usus buntu berbentuk ulat yang
menyebar ke bagian lainnya. terjadi karena beberapa alasan, seperti infeksi usus buntu, tetapi
faktor yang paling penting adalah penyumbatan lumen appendiks.
35
DAFTAR PUSTAKA
1. Bates Barbara B. Buku saku pemeriksaan fsik dan riwayat kesehatan; alih bahasa,
Yasmin asih; editor edisi bahasa Indonesia, Monica ester. Edisi 2. Jakarta : EGC, 1998.
2. Mansyur, Suprohita, Wardhani Ika, Setiowulan. Kapita elekta kedokteran. Edisi ketiga,
Jilid 2. Jakarta: FKUI, 2000
3. Price, Sylvia A. Patofisiologi : Konsep klinis proses – proses penyakit. Alih bahasa,
Brahm; Editor edisi bahasa Indonesia, Huriawati H. Edisi 6; Jakarta : EGC, 2005
4. Kumar V, Cotran R, Robin SL. Buku ajar patologi.alih bahasa, Brahm; Editor edisi
bahasa Indonesia, Huriawati H, Nurwany D, nanda W. edisi 7; Jakarta : EGC, 2007
5. Ghazaly MR. Radiology diagnostic. Cetakan II.Yogyakarta : Pustaka Cendikia Press,
2008
6. Dwiantoro O. Apendisitis (radang usus buntu). 28 Nov 2009.
7. Sariany P. Penegakan diagnosis apendisitis yang mengalami komplikasi peritonitis. 28
maret 2009.
8. Grace P.A, Borley N.R. At a glance ilmu bedah. Ed3. Erlangga medical series. 2007. Hal
104-111.
9. Saver E.W. Introduction. Naskah Burn Symposium and workshop, Jakarta : Sub Bagian
Bedah Digesty. Bagian Ilmu Bedah, FKUI, 1997. Hal 25-28.
36