13. wan_transportasi hijau
DESCRIPTION
Green TransportastionTRANSCRIPT
1
MEWUJUDKAN TRANSPORTASI YANG BERKELANJUTAN DENGAN
TRANSPORTASI HIJAU
Wan Meidiantra (25413028) Mahasiswa Magister Perencanaan Wilayah dan Kota
Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK) Institut Teknologi Bandung
Abstrak Pertumbuhan kendaraan bermotor yang tak terkendali dan tak diimbangi oleh pertumbuhan ruas jalan telah
memberikan dampak yang buruk bagi manusia dan lingkungan sekitarnya. Diantara dampak yang
ditimbulkan tersebut adalah kemacetan, gangguan kesehatan, polusi udara, gas rumah kaca dan
permasalahan lingkungan lainnya. Sebagai respon terhadap permasalahan di atas, dengan mempelajari
berbagai literatur, tulisan ini mencoba membahas konsep transportasi hijau (green transportation) dalam konteks transportasi berkelanjutan dalam rangka mewujudkan transportasi yang lebih ramah terhadap
lingkungan. Transportasi hijau merupakan turunan dari konsep transportasi berkelanjutan yang merupakan
pengimplementasian konsep pembangunan berkelanjutan dalam perspektif transportasi. Dampak negatif dari transportasi berbasiskan kendaraan bermotor dapat dikurangi dengan mengurangi jumlah perjalanan,
berorientasi pada transportasi umum masal, penggunaan kendaraan tak bermotor serta penggunaan bahan
bakar yang ramah lingkungan.
Kata kunci: permasalahan lingkungan, transportasi berkelanjutan, transportasi hijau, jumlah perjalanan, transportasi
umum masal, kendaraan tak bermotor, bahan bakar ramah lingkungan.
I. PENDAHULUAN Pourbaix (2011) dalam Cervero (2013) mengungkapkan bahwa jumlah perjalanan di kota setiap hari
secara global telah mencapai 8 miliar perjalanan. Hampir separuhnya (47%) menggunakan kendaraan
bermotor pribadi berbahan bakar fosil. Sementara jumlah perjalanan dengan berjalan kaki dan bersepeda
baru sebesar 37%, serta mode transportasi umum menyerap 16% perjalanan. Pertumbuhan kendaraan bermotor yang tak terkendali menimbulkan berbagai masalah diantaranya polusi udara, gangguan kesehatan,
konsumsi energi yang boros, kemacetan lalulintas, dan efek gas rumah kaca. Semua masalah tersebut
dirasakan hampir di seluruh kota-kota besar di dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Dalam laporan Transport and the environment yang dikeluarkan oleh Royal Comissin on Environmental Pollution di Inggris pada
tahun 1994 menyebutkan bahwa pertumbuhan kepadatan lalulintas pada saat itu telah mengancam
keberlanjutan lingkungan (Cartledge.1996).
Goodwin (1995) dalam Cartledge (1996) menyampaikan bahwa menurut Stokes et al (1992)
kecenderungan pertumbuhan rata-rata kendaraan bermotor di pinggiran kota di Inggris dalam 30 tahun
mendatang akan mencapai 3-4 kali lipat. Di Jakarta sendiri pertumbuhan kendaraan mencapai 10% pertahun sementara pertumbuhan jalan hanya sebesar 0,01% pertahun (Kompas, 28 November 2013). Berdasarkan
data dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) dan Asosiasi Industri Sepeda Motor
Indonesia (AISI), hingga tahun 2010 jumlah populasi kendaraan bermotor di Indonesia telah mencapai 50.824.128 unit. Sekitar 65% atau sekitar 30 juta unit adalah sepeda motor. Sementara Thailand hanya
memiliki 25 juta unit, Vietnam sekitar 14 juta unit, Malaysia sekitar 7 jutaan unit dan Philipina sekitar 2 juta
unit. Jadi, kendaraan bermotor di Indonesia adalah yang paling banyak di kawasan Asia Tenggara (Musnandar. 2012). Kondisi dominannya kendaraan pribadi dibandingkan angkutan umum menggambarkan
pola perjalanan sebagian besar penduduk yang lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi dibandingkan
angkutan umum.
Di Inggris menurut Cartledge (1996) mobil/kendaraan pribadi yang persentasenya kurang dari 20%
dari total jumlah kendaraan menyumbangkan 80% polusi udara. Sementara di Indonesia menurut Aigha
(2010) pada tahun 2007, berdasarkan data Jasa Raharja, transportasi merupakan penyumbang emisi dominan (23,6%) dibandingkan sektor lainnya seperti sektor industri, pembangkit tenaga, sektor rumah tangga serta
dari sektor komersial. Goodwin (1995) dalam Cartledge (1996) menjelaskan bahwa aktivitas transportasi
telah menyedot 30% konsumsi energi secara keseluruhan dan berdasarkan riset yang dilakukan oleh Reid (1994) menunjukkan bahwa transportasi telah menjadi salah satu pemicu berbagai penyakit yang diantaranya
seperti penyakit pernapasan, asma, penyakit jantung, bahkan kanker.
2
Transportasi merupakan sumber utama emisi karbon monoksida(CO2), nitrogen oksida (NOx), partikel
dan zat emisi berbahaya lainnya. Transportasi darat menjadi sumber utama pencemar COx dan NOx. Transportasi laut merupakan sumber pencemaran sulfur dioksida (SOx), sementara transportasi udara
menjadi sumber pencemar nitrogen oksida(NOx) dan kebisingan. Transportasi juga menimbulkan berbagai
eksternalitas negatif lainnya seperti gangguan suara, getaran, kecelakaan, dan pemborosan terhadap waktu,
uang serta kemacetan. Hasil penelitian dari Universitas Emory yang dimuat dalam sebuah jurnal terbaru dari Environmental Health Perspectives mengungkapkan bahwa dalam setahun, polusi yang dihasilkan dari
mesin disel menyebabkan kematian 11 ribu orang di Amerika Serikat dan Inggris Raya. Jurnal ini juga
mengungkapkan bahwa asap knalpot kendaran bermesin disel turut andil menyumbangkan 6 % penderita penyakit kanker paru-paru. Dari 6% penderita kanker paru-paru tersebut, sekitar 4,8 % meninggal dunia
( http://techno.okezone.com di akses 30 November 2013).
Berbagai dampak yang ditimbulkan tersebut telah mendorong lahirnya gagasan untuk
mengembangkan suatu sistem transportasi yang berkelanjutan dan lebih ramah terhadap lingkungan.
Gagasan ini menjelaskan pentingnya mengurangi berbagai eksternalitas negatif yang ditimbulkan oleh transportasi, khususnya transportasi darat yang berupa kendaraan bermotor melalui konsep transportasi hijau.
Dalam bagian-bagian berikutnya dari tulisan ini, berdasarkan berbagai literature (buku, jurnal, artikel,
laporan, dan lain-lain) dari media cetak maupun elektronik, akan dibahas lebih jauh dengan pendekatan
deskriptif mengenai sistem trasportasi berkelanjutan serta pentingnya beralih ke transportasi hijau untuk mengurangi kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh penggunaan kendaraan bermotor.
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Terminologi Transportasi Berkelanjutan Transportasi merupakan salah satu bagian yang sangat penting dalam mendukung aktivitas kehidupan
manusia. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa seiring perkembangannya, transportasi juga membawa
masalah-masalah dari setiap pergerakannya.Dalam konteks penatana ruang, transportasi merupakan sistem
pendukung yang menghubungkan berbagai fungsi ruang yang berbeda-beda di tempat yang berbeda pula.
Baik fungsi ekonomi, fungsi sosial/budaya, serta fungsi lingkungan. Ketiga aspek ini juga merupakan unsur utama dalam konsep pembangunan berkelanjutan. Konsep transportasi yang berkelanjutan pada akhirnya
memang tidak dapat terlepas dari konsep pembangunan berkelanjutan.
Sementara jika merujuk pada berbagai literatur yang ada, definisi sistem transportasi yang berkelanjutan cukup beragam. Diantaranya yang diungkapkan oleh Gusnita (2010) dan Black (2000) dalam
Zuidgeest et al (2000) yang memberikan definisi yang agak mirip yakni sistem transportasi berkelanjutan
adalah upaya untuk memenuhi kebutuhan transportasi generasi saat ini dengan mempertimbangkan
kemampuan generasi mendatang untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan mobilitasnya. Definisi yang lebih luas diungkapkan oleh Baskoro (2010) menurut The Centre of Sustainable Transportation Canada
transportasi berkelanjutan terkait dengan penyediaan akses utama atau dasar yang dibutuhkan oleh individu
dan masyarakat demi menjaga keamanannya dengan mempertimbangkan aspek kemanusiaan dan kesehatan ekosistem, serta keadilan dalam dan antar generasi. Sistem transportasi hendaknya mampu menghasilkan,
efisiensi, memberikan pilihan moda trasportasi yang mengurangi emisi berbahaya, meminimalkan
penggunaan sumber daya yang tak terbarukan, membatasi penggunaan sumber daya alam yang dapat
diperbarui serta meminimalkan penggunaan lahan dan produksi yang menyebabkan kegaduhan, namun tetap mampu mendukung pergerakan aspek ekonomi,
Masih menurut Baskoro (2010), Brundtland Commission dalam CAI-Asia (2005: 11) mengatakan transportasi berkelanjutan yang merupakan kumpulan kegiatan transportasi bersama dengan infrastruktur
tidak boleh meninggalkan masalah atau biaya-biaya yang harus ditanggung oleh generasi mendatang.
Baskoro (2010) juga menjelaskan bahwa definisi yang lebih resmi dikenalkan oleh the world bank (1996) yang menyatakan secara konseptual, transportasi berkelanjutan lebih menekankan pada pelayanan terhadap
sektor ekonomi wilayah perkotaan dan perkembangan sosial. Dari berbagai definisi tersebut, antara
pembangunan berkelanjutan dan transportasi berkelanjutan terdapat suatu benang merah sebagaimana dijelaskan oleh Poshinega (2011) yakni:
Secara ekonomi: Transportasi berkelanjutan masih dapat terjangkau, mampu menciptakan keadilan
dan efisiensi, memberikan alternatif moda transportasi, dan mendukung ekonomi yang kompetitif,
serta keseimbangan dalam pembangunan daerah.
3
Secara sosial: Transportasi berkelanjutan memungkinkan akses dasar dan mampu memenuhi
pengembangan kebutuhan individu, perusahaan, dan masyarakat dengan aman dan dengan cara yang
konsisten terkait kesehatan manusia dan ekosistem, dan mempromosikan ekuitas dalam dan di antara generasi berturut-turut.
Secara ekologis: Transportasi berkelanjutan memperhatikan batas emisi dan limbah dalam
kemampuan bumi ini untuk menyerap polusi, menggunakan sumber daya terbarukan di bawah tarif,
dan menggunakan sumber daya yang tidak terbarukan pada atau di bawah tingkat perkembangan
pengganti terbarukan, sambil meminimalkan dampak terhadap penggunaan tanah dan kebisingan.
II.2 Terminologi Transportasi Hijau
Baskoro (2010) menjelaskan sistem transportasi yang berkelanjutan harus memperhatikan setidaknya tiga komponen penting, yaitu aksesibilitas, kesetaraan, dan dampak lingkungan. Aksesibilitas diwujudkan
melalui penyusunan rencana jaringan transportasi dan keragaman alat angkutan yang terintegrasi antara satu
dengan lainnya. Kesetaraan terkait dengan penyediaan transportasi yang terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat, persaingan bisnis yang sehat, dan pembagian penggunaan ruang dan pemanfaatan infrastruktur
secara adil serta transparansi dalam setiap pengambilan kebijakan. Pengurangan dampak negatif terhadap
lingkungan diimplementasikan dengan menggunakan energi ramah lingkungan, alat angkut yang lebih ramah
lingkungan dan perencanaan yang memprioritaskan keselamatan.
Sementara konsep transportasi hijau (green transportation) memiliki dimensi lebih terbatas, yakni
pada aspek pengurangan dampak negatif terhadap lingkungan. Konsep ini merupakan pendekatan yang digunakan untuk menciptakan transportasi yang sedikit atau tidak menghasilkan zat emisi berbahaya. Dalam
konsep ini penekanan lebih ditujukan kepada pengendalian jumlah perjalanan, pemilihan dan penggunaan
moda transportasi dan infrastruktur lainnya yang terintegrasi dan efisien tanpa mencemari lingkungan, serta mendorong penggunaan bahan bakar alternatif yang lebih ramah terhadap lingkungan.
Transportasi hijau atau green transport dapat diterapkan melalui berbagai cara, seperti mengganti bahan bakar minyak yang digunakan kendaraan bermotor dengan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan,
pengurangan jumlah perjalanan dan penggunaan kendaraan bermotor pribadi serta beralih ke moda
transportasi masal maupun kendaraan tak bermotor. Poshinega (2011) menjelaskan transportasi hijau merupakan transportasi yang mengedepankan sarana transportasi yang lebih ramah terhadap lingkungan.
Transportasi hijau ini dapat berupa pedestrian untuk berjalan kaki dan bersepeda, sarana transportasi
berorientasi transit, kendaraan ramah lingkungan, carsharing, penghematan penggunaan bahan bakar, serta
membiasakan diri dengan gaya hidup sehat.
Ismael (2011) dalam Kustiwan (2013) berpandangan bahwa konsep green transportation terdiri dari
empat elemen. Pertama, desain mass transit lead cities yang mengakomodasi integrasi terpadu antara angkutan masal, parkir, transfer node, jalan, dan pedestrian. Kedua, kota minim mobil (mengurangi jumlah
kendaraan bermotor). Ketiga, berorientasi pada pedestrian dan sepeda. Keempat, avoid (menghindari
perjalanan yang tidak perlu) –shift (berpindah ke moda transportasi masal) –improve (meningkatkan system dan fasilitas transportasi).
Secara garis besar, dari berbagai literatur diatas dapat disimpulkan bahwa dalam konsep transportasi
hijau terdapat setidaknya empat isu utama: 1. Aksesibilitas, bukan mobilitas.
Esensi dari transportasi adalah bagaimana memenuhi kebutuhan manusia/barang untuk berpindah
dari tempat asal ke tempat tujuannya. Hal ini tidak harus dilakukan dengan menggunakan kendaraan
pribadi, namun akan lebih efisien jika menggunakan transportasi masal. 2. Memindahkan orang, bukan memindahkan kendaraan.
Transportasi didorong untuk lebih efisien dengan mampu memindahkan orang lebih banyak
menggunakan kendaraan yang lebih sedikit (secara masal). Dengan begitu dapat mengurangi jumlah perjalanan dan kepadatan lalulintas.
3. Mendorong penggunaan kendaraan tak bermotor
Dengan beralih menggunakan kendaraan tak bermotor akan mengurangi pencemaran zat emisi
berbahaya yang mencemari lingkungan. 4. Mengkonversi energi polutif dengan energi yang ramah lingkungan.
Energi yang berasal dari fosil merupakan sumber utama pencemaran udara. Oleh sebab itu, bahan
bakar dari fosil harus dikurangi dan mengkonversinya ke energy yang ramah lingkungan.
4
III. ANALISIS PENERAPAN KONSEP TRANSPORTASI HIJAU DALAM MEWUJUDKAN
TRANSPORTASI BERKELANJUTAN.
Transportasi hijau pada dasarnya merupakan bagian kecil dari usaha untuk menwujudkan konsep
keberlanjutan yang saat ini menjadi isu utama pembangunan global. Menurut Aigha (2010) tujuan dari
transportasi berkelanjutan adalah untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dalam rangka
mengurangi polusi, mengurangi kemacetan dan menjaga kualitas lingkungan untuk masa depan. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan yakni dengan pendekatan transportasi hijau. Transportasi hijau ini,
sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya berkaitan dengan pengurangan polusi udara oleh zat emisi
berbahaya, khususnya yang berasal dari kendaraan bermotor. Pengurangan polusi ini dapat dilakukan dengan menerapkan empat cara yaitu: mengurangi jumlah perjalanan kendaraan bermotor, berorientasi pada
transportasi umum masal, mendorong penggunaan kendaraan tak bermotor, dan menggunakan bahan bakar
yang ramah lingkungan.
III.1. Mengurangi Jumlah Perjalanan Kapasitas jalan seringkali tidak mampu mengakomodasi pertumbuhan kendaraan bermotor sehingga
mengakibatkan kemacetan. Persentase luas jalan terhadap luas lahan di Jakarta dan beberapa kota di negara
berkembang hanya 10% (Vasconcellos (1999) dalam Cervero (2013)). Sementara di kota pada negara dengan ekonomi lebih maju seperti Seoul dan Sao Paulo persentase luas jalan 15-20%, di Eropa (London dan
Paris) sebesar 20-25%, dan di Amerika seperti Houston dan Atlanta sebesar lebih dari 35% (Vasconcellos
(2001) dalam Cervero (2013)). Kemacetan lalulintas yang terjadi menyebabkan meningkatnya polusi udara,
oleh sebab itu perlu dilakukan pengendalian volume kendaraan dengan mengurangi jumlah perjalanan. Pengurangan jumlah perjalanan ini dapat dilakukan dengan penataan ruang yang lebih kompak, penerapan
pajak kemacetan dan pajak bahan bakar yang tinggi, serta memanfaatkan kemajuan teknologi informasi
misalnya dengan teleconference, online shopping dan online meeting.
III.2. Berorientasi pada Transportasi Umum Masal Saat ini volume perjalanan di jalan raya didominasi oleh kendaraan bermotor pribadi. Hal ini disebabkan
belum tersedianya moda transportasi masal yang mampu mengakomodasi tingginya kebutuhan transportasi
masyarakat. Padahal moda transportasi masal merupakan sarana yang lebih efisien untuk melakukan
perjalanan. Data dari Pemerintah DKI Jakarta pada 2008 menunjukkan jumlah perjalanan setiap hari di Jakarta mencapai 20,7 juta. Lebih dari separuhnya (57%) menggunakan kendaraan bermotor. Sementara
perjalanan dengan kereta hanya 3%, dan perjalanan tanpa kendaraan bermotor 40% (Baskoro.2010). Mobil
pribadi yang menggunakan 70% luas jalan hanya mengangkut 20% perjalanan, sementara bis yang menggunakan 4% luas jalan mampu mengangkut 35% perjalanan (Evren dan Murat ._). Dari fakta ini maka
bis merupakan salah satu moda transportasi umum masal yang efektif untuk mengurangi penggunaan
kendaraan pribadi yang selanjutnya dapat menurunkan pula pencemaran zat emisi berbahaya.
III.3. Memperbanyak Penggunaan Kendaraan Tak Bermotor
Pada dasarnya sepeda dan berjalan kaki merupakan moda transportasi yang paling murah dan paling ramah lingkungan. Pada tahun 2005, lebih kurang 37% perjalanan di kota-kota seluruh dunia menggunakan
sepeda atau berjalan kaki, sementara kota-kota di Afrika mencapai 30-35%(Montgomery and Roberts,(2008)
dalam Cervero (2013)). Dengan bersepeda dan berjalan kaki tidak ada zat emisi berbahaya yang dikeluarkan sehingga menimbulkan polusi. Namun menurut Onogawa (2007) dalam Pramono (2008) dukungan
infrastruktur transportasi ramah lingkungan khususnya di kota-kota Asia termasuk Indonesia saat ini masih
kurang baik. Kondisi sarana pejalan kaki seperti pedestrian sebagian besar dibuat seadanya dan tanpa pohon
peneduh, sarana penyeberangan sangat terbatas, minimnya sarana penerangan jalan, kapasitas pedestrian tidak sebanding dengan jumlah pejalan kaki, serta masih banyak tindakan kriminal yang dialami pejalan
kaki. Oleh sebab itu, perlu adanya perbaikan infrastruktur sepeda dan pejalan kaki agar dapat menciptakan
kenyamanan secara dimensional, visual dan thermal yang lebih baik. Selain itu faktor keamanan juga perlu terus ditingkatkan.
III.4. Menggunakan Bahan Bakar Yang Ramah Lingkungan
Sumber polusi udara yang paling utama berasal dari kendaraan bermotor yang menggunakan bahan
bakar fosil. Oleh sebab itu perlu dikembangkan sumber-sumber energi baru yang lebih ramah lingkungan.
Dewasa ini terdapat beberapa sumber energi alternatif yang dapat menggantikan bahan bakar fosil diantaranya hydrogen, ethanol, gas, bioethanol, dan listrik. Sumber-sumber energi alternatif tersebut tidak
menghasilkan emisi berbahaya sehingga lebih ramah lingkungan.
5
Untuk mewujudkan langkah-langka di atas diperlukan juga pemahaman terkait dengan perilaku dan preferensi masyarakat dalam melakukan perjalanan sehingga masyarakat akan merespon positif konsep transportasi hijau yang ditawarkan. Kegagalan transportasi hijau sangat mungkin terjadi disebabkan gagalnya memahami preferensi dan perilaku masyarakat dalam melakukan perjalanan sehingga kebijakan tersebut terasa dipaksakan dan akhirnya mendapat penolakan dari masyarakat.
IV. KESIMPULAN
Konsep transportasi hijau merupakan salah satu langkah yang perlu dilakukan untuk mengurangi dampak negatif terhadap kesehatan manusia dan kerusakan lingkungan.
Konsep transportasi hijau dapat diwujudkan dalam empat cara yaitu mengurangi jumlah perjalanan, berorientasi kepada metoda transportasi masal, lebih banyak menggunakan kendaraan tidak bermotor, dan menggunakan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan.
Meskipun transportasi hijau merupakan suatu konsep yang dapat diterima sebagai upaya untuk mewujudkan transportasi yang berkelanjutan, namun dalam kenyataannya konsep ini tidak selalu mudah untuk dilaksanakan. Diperlukan pengetahuan tentang perilaku dan preferensi masyarakat dalam melakukan perjalanan serta perubahan budaya dan perilaku masyarakat dalam bertransportasi. Tanpa hal ini maka usaha perwujudan transportasi berkelanjutan sulit akan berhasil.
Implementasi transportasi hijau di Indonesia masih membutuhkan komitmen dari pemerintah dalam meningkatkan kualitas infrastruktur transportasi hijau baik dari aspek kenyamanan dimensional, visual dan thermal, juga aspek kemanan bagi pengguna.
Tata ruang dapat memberikan pengaruh terhadap pengurangan jumlah perjalanan dengan membuat penataan ruang yang lebih kompak dan mencegah urban sprawl. Selain itu, penerapan pajak kemacetan dan pajak bahan bakar serta pemanfaatan teknologi informasi pun dapat berperan dalam mengurangi jumlah perjalanan, misalnya dengan konsep teleconference, onlineshopping dan onlinemeeting.
DAFTAR PUSTAKA: Aigha, Galuh. 2010. Permasalahan Transportasi Darat Indonesia dan Alternatif Penanganannya .http://
galuhxxaigha.wordpress.com/2010/11/22/ . Diakses tanggal 22 November 2013 Baskoro, Sinta. 2010. Moda transportasi berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. http://sintabaskoro.
wordpress.com/2010/11/22/moda-transportasi-berkelanjutan-yang-berwawasan-lingkungan/. Diakses tanggal 30 November 2013
Cartledge, Bryan. 1996. Transport and The Environment. The Linacre Lectures 1994-5. New York. Oxford University Press
Cervero, Robert. 2013. Transport Infrastructure and the Environment: Sustainable Mobility and Urbanism. Paper prepared for the 2nd Planocosmo International Conference Bandung Institute of Technology. University Of California, Berkeley
Evren,Gungor and Murat Akad.__. Transportation Planning Problems in Developing countries. Istanbul. Department of Transportation, Technical University of Istanbul. https://www.academia.edu/5153545 /TRANSPORTATION_PLANNING_PROBLEMS_IN_DEVELOPING_COUNTRIES. Diakses tanggal 30 November 2013
Gusnita,Dessy. 2010. Green Transport: Transportasi Ramah Lingkungan dan Kontribusinya Dalam Mengurangi Polusi Udara. Berita Dirgantara Vol. 11 No. 2 Juni 2010:66-71. Jakarta. Lapan.
Kustiwan, Iwan. 2013. Materi Kuliah Sumberdaya Lingkungan: Pengarusutamaan Prinsip Pembangunan Berkelanjutan. Bandung. Magister Perencanaan Wilayah dan Kota, ITB
Musnandar, Aries. 2012. 4 Cara Membenahi Sistem Transportasi Publik. http://smsbox.uin-malang. ac.id/ index.php?option=com_content&view=article&id=3397:4-hal-yang-perlu-dilakukan-dalam-membenahi-sistem-transportasi-publik&catid=35:artikel&Itemid=210. Diakses 22 November 2013
Poshinega, Aktiviantia. 2011. Transportasi Berkelanjutan serta Penerapannya di Indonesia. http:// aktiviantiaposhi.wordpress.com/2011/12/03/transportasi-berkelanjutan-serta-penerapannya-di-indonesia/ Diakses tanggal 18 November 2013
Pramono,Agus. 2008. Pengelolaan Transportasi Ramah Lingkungan di Kota Mataram.Semarang. Magister Ilmu Lingkungan, UNDIP
Suthanaya,Putu.Alit. 2010. Commuting Preferences by Bus and Train in Sydney Australia. Jurnal Transportasi Vol. 10 No. 2 Agustus 2010: 161-170 . Bali.. Department of Civil Engineering, Udayana University.
Zuidgeest, M.H.P and van Maarseveen,M.F.A.M. 2000. Transportation Planning for Sustainable Development. Action in Transport for the New Millennium’Conference Papers. Netherland. Department of Civil Engineering and Management. University of Twente.
___ Infrastruktur: Lelah dengan kemacetan. Harian Kompas tanggal 28 November 2013 ___Penelitian: 11 Ribu Orang Mati Karena Polusi Setiap Tahun. http://techno.okezone.com/read/2013/11/ 29/
56/904982/penelitian-11-ribu-orang-mati-karena-polusi-setiap-tahun. Diakses tanggal 29 November 2013