1.2tujuan - web viewmenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi...

169
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses penataan ruang merupakan rangkaian kegiatan yang perlu mendapat perhatian sebagai salah satu aspek dalam pelaksanaan pembangunan dan dalam rangka percepatan pelaksanaan otonomi daerah. Untuk mewujudkan penataan ruang yang meliputi perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang diperlukan berbagai perangkat lunak berupa Norma, Standar, Prosedur dan Manual (NSPM) sebagai acuan pelaksanaan penataan ruang. Kurangnya NSPM dalam penataan ruang menyebabkan kelemahan dalam penyelenggaraan penataan ruang sehingga implementasi penataan ruang tidak berjalan optimal. Definisi dari Norma, Standar, Prosedur, dan Manual itu sendiri menurut Kamus besar bahasa Indonesia ialah: Norma, yaitu Aturan atau ketentuan yang mengikat warga kelompok masyarakat, dipakai sebagai panduan, tatanan, dan kendalian tingkah laku yang sesuai Standar, yaitu Ukuran tertentu yang dipakai sebagai patokan Prosedur, yaitu Tahap kegiatan untuk menyelesaikan suatu aktivitas atau metode langkah demi langkah secara pasti dalam memecahkan suatu problem 1

Upload: vuhanh

Post on 30-Jan-2018

258 views

Category:

Documents


14 download

TRANSCRIPT

Page 1: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Proses penataan ruang merupakan rangkaian kegiatan yang perlu mendapat

perhatian sebagai salah satu aspek dalam pelaksanaan pembangunan dan dalam rangka

percepatan pelaksanaan otonomi daerah. Untuk mewujudkan penataan ruang yang

meliputi perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan

ruang diperlukan berbagai perangkat lunak berupa Norma, Standar, Prosedur dan

Manual (NSPM) sebagai acuan pelaksanaan penataan ruang. Kurangnya NSPM dalam

penataan ruang menyebabkan kelemahan dalam penyelenggaraan penataan ruang

sehingga implementasi penataan ruang tidak berjalan optimal. Definisi dari Norma,

Standar, Prosedur, dan Manual itu sendiri menurut Kamus besar bahasa Indonesia ialah:

Norma, yaitu Aturan atau ketentuan yang mengikat warga kelompok

masyarakat, dipakai sebagai panduan, tatanan, dan kendalian tingkah laku yang

sesuai

Standar, yaitu Ukuran tertentu yang dipakai sebagai patokan

Prosedur, yaitu Tahap kegiatan untuk menyelesaikan suatu aktivitas atau metode

langkah demi langkah secara pasti dalam memecahkan suatu problem

Manual, yaitu buku petunjuk praktis tentang suatu jenis pekerjaan atau tentang

cara kerja suatu alat atau peranti tertentu

Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa NSPM dapat dijadikan

sebagai standar mutu terutama dalam bidang Perencanaan Pengembangan Wilayah.

Dalam merencanakan suatu kawasan yang berkelanjutan, diperlukan suatu standar

dalam pengelolaannya. Hal ini perlu dilakukan karena mengingat bahwa setiap kegiatan

memiliki karakteristik khusus dan memerlukan penanganan yang berbeda, agar

pembangunan di kawasan tersebut tidak memberikan dampak buruk untuk kawasan itu

sendiri. Oleh sebab itu NSPM memiliki peran penting dalam Pengembangan Wilayah

sebagai modal awal perencanaan tata ruang yang baik dan berkualitas serta berdaya

dukung lingkungan.

1

Page 2: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

1.2 Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan karya ilmiah ini adalah untuk :

a. Menyiapkan materi mata kuliah Perencanaan Pengembangan Wilayah.

b. Mengemukakan permasalahan pengelolaan kawasan pertanian, perkebunan,

pertambangan, pegunungan, dan pesisir terhadap kawasan pemukiman

c. Mengemukakan strategi pengembangan wilayah untuk berbagai kawasan

d. Mengemukakan strategi menyusun NSPM berbagai kawasan dalam

melakukan Perencanaan Pengembangan Wilayah.

1.3 Sistematika Penulisan

BAB 1 PENDAHULUAN

Berisi tentang latar belakang masalah, tujuan, batasan masalah, serta

sistematika penulisan.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Berisi tentang tinjauan pustaka.

BAB 3 ANALISIS MASALAH

Berisi tentang uraian soal yang akan dianalisis dan pembahasan

mengenai kasus yang diangkat menjadi masalah

BAB 4 KESIMPULAN

Berisi tentang kesimpulan, menyajikan hasil-hasil analisis dalam bab

sebelumnya dalam bentuk ringkas, padat dan jelas sehingga diperoleh

susunan rangkaian yang sistematis dan mudah dipahami.

2

Page 3: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENGEMBANGAN WILAYAH

Pengembangan wilayah merupakan suatu upaya untuk mendorong terjadinya

perkembangan wilayah secara harmonis melalui pendekatan yang bersifat komperhensif

mencakup aspek fisik, ekonomi, sosial, dan budaya (Misra R.P, 1982). Pada dasarnya

pendekatan pengembangan wilayah ini digunakan untuk lebih mengefisiensikan

pembangunan dan konsepsi ini tersus berkembang disesuaikan dengan tuntutan waktu,

teknologi dan kondisi wilayahnya.

2.1.1 Pengertian WilayahBerdasarkan Undang – Undang No.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang,

Pasal 1 disebutkan definisi wilayah dalam tata ruang, yaitu Wilayah: adalah ruang yang

merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya

ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional.

Adapun beberapa pengertian yang hampir sama tentang wilayah yaitu kawasan,

dan daerah adalah sebagai berikut :

Kawasan, adanya penekanan fungsional suatu unit wilayah, yakni adanya karakteristik

hubungan dari fungsi-fungsi dan komponen-komponen di dalam suatu unit wilayah,

sehingga batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional.

Daerah, umum dipahami sebagai unit wilayah berdasarkan aspek administratif. Dalam

UU no.32 tahun 2004, daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai

batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan

kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi

masyarakat.

Maka dari itu jelas sekali perbedaan antara wilayah, kawasan dan daerah dalam

ilmu tata ruang berdasarkan masing-masing pengertian. Namun secara teoritik tidak ada

perbedaan nomenklatur antara istilah wilayah, kawasan dan daerah. Semuanya secara

umum dapat disatukan dalam satu istilah yang lebih umum yaitu wilayah (region),

dimana setiap kawasan atau sub kawasan memiliki fungsi khusus yang tentunya

3

Page 4: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

memerlukan pendekatan program tertentu sesuai dengan fungsi yang dikembangkan

tersebut.

Beberapa definisi wilayah secara teoriti yang di jelaskan oleh beberapa pakar

adalah sebagai berikut :

Murty (2000): Wilayah adalah suatu area geografis, teritorial atau tempat, yang dapat

berwujud sebagai suatu negara, negara bagian, provinsi, distrik (kabupaten), dan

perdesaan.

Isard (1975): Wilayah adalah areal dengan batas-batas tertentu yang memiliki arti

(meaningful) karena adanya masalah-masalah yang ada di dalamnya, khususnya karena

menyangkut permasalahan sosial.

Nasoetion (1990): wilayah dapat didefinisikan sebagai unit geografis dengan batas-

batas spesifik (tertentu) dimana komponen-komponen wilayah tersebut (sub wilayah)

satu sama lain saling berinteraksi secara fungsional.

2.1.2 Konsep WilayahDikarenakan tidak ada konsep wilayah yang benar-benar diterima secara luas,

maka para ahli cenderung melepaskan perbedaan konsep wilayah terjadi sesuai dengan

fokus masalah dan tujuan pengembangan wilayah tersebut.

1) Konsep Pewilayahan (Zoning)

Zoning adalah metode perencanaan penggunaan tanah yang digunakan oleh

pemerintah lokal di sebagian besar negara maju . Pemintakatan bisa dilakukan

berdasarkan penggunaan yang diizinkan untuk suatu lahan atau berdasarkan aturan

lain seperti tinggi bangunan yang diperkenankan untuk suatu kawasan tertentu.

Sistem zoning dilakukan untuk mempermudah pembagian kawasan : kawasan

industri, kawasan pemukinan, kawasan komersial, kawasan perkantoran, kawasan

rekreasi dan hiburan dan kawasan konservasi.

4

Page 5: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

Gambar 1. Contoh Pemetakan (Zoning) Suatu Kota Dengan Memberikan Berbagai Warna Bagi Masing-Masing Peruntukan Zona

2) Zonasi tata ruang di atur dalam Undang – Undang No.26 Tahun 2007 tentang Tata

Ruang , Pasal 27 Ayat 1 yang berbunyi :

3) Rencana tata ruang nasional memuat (langsung ke huruf f) – arahan pengendalian

pemanfaatan ruang wilayah nasional yang berisi indikasi arahan peraturan zonasi sistem

nasional, arahan perizinan, arahan intensif dan disintesif serta arahan sanksi. Maka dari

itu tujuan Penyusunan Peraturan zonasi adalah :

a) Mengatur kepadatan penduduk dan intensitas kegiatan, mengatur

keseimbangan dan keserasian peruntukan tanah dan menentukan tindak atas

suatu ruang.

b) Melindungi kesehatan, keamanan dan kesejahteraan masyarakat.

c) Mencegah kesemrawutan, menyediakan pelayanan umum yang memadai

serta meningkatkan kualitas hidup.

d) Meminimumkan dampak pembangunan yang merugikan.

e) Memudahkan pengambilan keputusan secara tidak memihak dan berhasil

guna serta mendorong peran serta masyarakat.

5

Page 6: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

2.1.3 Konsep Pengembangan WilayahYang menjadi konsep pengembangan wilayah adalah :

1) Konsep pengembangan wilayah di Indonesia lahir dari suatu proses iteratif

yang menggabungkan dasar-dasar pemahaman teoritis dengan pengalaman-

pengalaman praktis sebagai bentuk penerapannya yang bersifat dinamis.

Dengan kata lain, konsep pengembangan wilayah di Indonesia merupakan

penggabungan dari berbagai teori dan model yang senantiasa berkembang

yang telah diujiterapkan dan kemudian dirumuskan kembali menjadi suatu

pendekatan yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pembangunan

di Indonesia.

2) Dalam sejarah perkembangan konsep pengembangan wilayah di Indonesia,

terdapat beberapa landasan teori yang turut mewarnai keberadaannya.

Pertama adalah Walter Isard sebagai pelopor Ilmu Wilayah yang

mengkaji terjadinya hubungan sebab-akibat dari faktor-faktor utama

pembentuk ruang wilayah, yakni faktor fisik, sosial-ekonomi, dan budaya.

Kedua adalah Hirschmann (era 1950-an) yang memunculkan teori

polarization effect dan trickling-down effect dengan argumen bahwa

perkembangan suatu wilayah tidak terjadi secara bersamaan (unbalanced

development).

Ketiga adalah Myrdal (era 1950-an) dengan teori yang menjelaskan

hubungan antara wilayah maju dan wilayah belakangnya dengan

menggunakan istilah backwash and spread effect.

Keempat adalah Friedmann (era 1960-an) yang lebih menekankan pada

pembentukan hirarki guna mempermudah pengembangan sistem

pembangunan yang kemudian dikenal dengan teori pusat pertumbuhan.

Terakhir adalah Douglass (era 70-an) yang memperkenalkan lahirnya

model keterkaitan desa – kota (rural – urban linkages) dalam

pengembangan wilayah.

3) Keberadaan landasan teori dan konsep pengembangan wilayah diatas

kemudian diperkaya dengan gagasan-gagasan yang lahir dari pemikiran

cemerlang putra-putra bangsa. Diantaranya adalah Sutami (era 1970-an)

dengan gagasan bahwa pembangunan infrastruktur yang intensif untuk

mendukung pemanfaatan potensi sumberdaya alam akan mampu

6

Page 7: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

mempercepat pengembangan wilayah. Poernomosidhi (era transisi)

memberikan kontribusi lahirnya konsep hirarki kota-kota dan hirarki

prasarana jalan melalui Orde Kota. Selanjutnya adalah Ruslan Diwiryo (era

1980-an) yang memperkenalkan konsep Pola dan Struktur Ruang yang

bahkan menjadi inspirasi utama bagi lahirnya UU No.24/1992 tentang

Penataan Ruang. Pada periode 1980-an ini pula, lahir Strategi Nasional

Pembangunan Perkotaan (SNPP) sebagai upaya untuk mewujudkan sitem

kota-kota nasional yang efisien dalam konteks pengembangan wilayah

nasional. Dalam perjalanannya SNPP ini pula menjadi cikal-bakal lahirnya

konsep Program Pembangunan Prasarana Kota Terpadu (P3KT)

sebagai upaya sistematis dan menyeluruh untuk mewujudkan fungsi dan

peran kota yang diarahkan dalam SNPP.

4) Berdasarkan pemahaman teoritis dan pengalaman empiris diatas, maka

secara konseptual pengertian pengembangan wilayah dapat dirumuskan

sebagai rangkaian upaya untuk mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan

berbagai sumber daya, merekatkan dan menyeimbangkan pembangunan

nasional dan kesatuan wilayah nasional, meningkatkan keserasian antar

kawasan, keterpaduan antar sektor pembangunan melalui proses penataan

ruang dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan yang berkelanjutan

dalam wadah NKRI.

Dalam rangka mewujudkan konsep pengembangan wilayah yang didalamnya

memuat tujuan dan sasaran yang bersifat kewilayahan di Indonesia, maka ditempuh

melalui upaya penataan ruang yang terdiri dari 3 (tiga) proses utama, yakni :

Pertama, proses perencanaan tata ruang wilayah, yang menghasilkan rencana

tata ruang wilayah (RTRW). Disamping sebagai “guidance of future actions”

RTRW pada dasarnya merupakan bentuk intervensi yang dilakukan agar

interaksi manusia/makhluk hidup dengan lingkungannya dapat berjalan serasi,

selaras, seimbang untuk tercapainya kesejahteraan manusia/makhluk hidup serta

kelestarian lingkungan dan keberlanjutan pembangunan (development

sustainability).

Kedua, proses pemanfaatan ruang, yang merupakan wujud operasionalisasi

rencana tata ruang atau pelaksanaan pembangunan itu sendiri.

7

Page 8: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

Ketiga, proses pengendalian pemanfaatan ruang yang terdiri atas mekanisme

perizinan dan penertiban terhadap pelaksanaan pembangunan agar tetap sesuai

dengan RTRW dan tujuan penataan ruang wilayahnya.

Dengan demikian, selain merupakan proses untuk mewujudkan tujuan-tujuan

pembangunan, penataan ruang sekaligus juga merupakan produk yang memiliki

landasan hukum (legal instrument) untuk mewujudkan tujuan pengembangan wilayah.

2.2 PENGERTIAN NORMA, STANDAR, PROSEDUR, MANUAL (NSPM)

Norma, Standar, Prosedur dan Manual (NSPM) adalah perangkat aturan-aturan

yang merupakan kebijakan Departemen (sekarang Kementrian) yang terus

dikembangkan untuk menunjang operasional Direktorat Jenderal dan lainnya yang

terkait dengan kegiatan pembangunan infrastruktur Indonesia. NSPM diterapkan dalam

upaya mengoptimalkan kinerja pelaksanaan, mulai dari pra konstruksi, masa konstruksi

sampai pasca konstruksi, sehingga prasarana dan sarana atau infrastruktur yang

dibanguna dapat dimanfaatkan sesuai dengan rencana bagi kepentingan masyarakat.

(http://www.pustran.go.id/NSPM-Setba-2001-2002.htm)

Ditetapkannya NSPM bertujuan untuk memberikan panduan dan kemudahan

bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam bidang pekerjaan konstruksi untuk

melaksanakan kegiatan pembangunan prasarana dan sarana guna mempertahankan mutu

pekerjaan atau bahkan dalam skala tertentu untuk menjaga kepentingan masyarakat agar

tidak dirugikan akibat dampak pembangunan di bidang pekerjaan konstruksi (ke PU

an).

Norma : Aturan atau ketentuan yang mengikat warga kelompok masyarakat, dipakai

sebagai panduan, tatanan, dan kendalian tingkah laku yang sesuai.

Standar : Ukuran tertentu yang dipakai sebagai patokan.

Prosedur : Tahap kegiatan untuk menyelesaikan suatu aktivitas atau metode langkah

demi langkah secara pasti dalam memecahkan suatu problem.

Manual : Buku petunjuk praktis tentang suatu jenis pekerjaan atau tentang cara kerja

suatu alat atau peranti tertentu.

2.2.1 NSPM Bidang Perencanaan Pengembangan Wilayah

8

Page 9: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

Ditetapkannya NSPM dimaksudkan untuk memberikan panduan dan kemudahan

bagi yang berkepentingan dalam bidang pekerjaan konstruksi (ke PU an) untuk

melaksanakan kegiatan pembangunan guna mempertahankan mutu pekerjaan

atau bahkan dalam skala tertentu untuk menjaga kepentingan masyarakat agar

tidak dirugikan akibat dampak pembangunan di bidang pekerjaan konstruksi.

2.2.2 Urgensi NSPM dalam Perencanaan dan Pengembangan Wilayah

1) Dimulai tahun 1980-an sebagai kritik terhadap sistem pemerintahan

sentralistik yang mengakibatkan ketidakefisienan pembangunan

2) Dikenalkannya desentralisasi perencanaan, untuk mendukung proses ini,

Departemen PU menetapkan PP No.14 Tahun 1987 tentang “Penyerahan

Sebagian Urusan Pemerintahan di Bidan ke-PU-an kepada Daerah”, termasuk

penyerahan urursan rencana tata ruang yang merupakan bagian bidang Cipta

Karya (Ruchyat Deni, 2003). Pada saat itulah dibuat NSPM dalam kegiatan

perencanaan dan pembangunan.

3) Kurangnya NSPM bidang penataan ruang selama ini telah disadari sebagai

satu kelemahan dalam penyelenggaraan penataan ruang.

Bagaimanapun juga, desentralisasi mempunyai dampak dalam pelaksanaannya.

Pengaruh desentralisasi terhadap wilayah yang belum siap menjadi bumerang terhadap

wilayah tersebut dan sekitar. Implementasi dari Perencanaan dan Pengembangan

Wilayah yang buruk dinilai sebagai faktor utama dari banyak wilayah seharusnya

berkembang menjadi tidak berkembang sehingga mengakibatkan kemiskinan, kerusakan

lingkungan dan buruknya tata ruang dan tata guna lahan wilayah tersebut.

Sebagai contoh ketidaksesuaian NSPM terhadap implemetasinya dalam

perencanaan dan pengembangan wilayah adalah Waduk Pluit yang mengalami

pendangkalan akibat lahan yang seharusnya digunakan untuk RTH digunakan sebagai

permukiman. (Sumber: http://www.indopos.co.id/index.php/berita-utama/1660-banjir-

di-pluit-yang-paling-susah-hilang)

Indonesia berkomitmen untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan dalam

Kesepakatan Nasional untuk Pembangunan Berkelanjutan pada 2 Januari 2004, sebagai

bagian Rencana Tindak Pembangunan Berkelanjutan yang mencantumkan Tujuan

Pembangunan Milenium negara (Tantangan Tata Kelola Lingkungan, 2010).

9

Page 10: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

Untuk mewujudkan hal tersebut, haruslah dibuat Perencanaan Pengembangan

Wilayah kembali yang disesuaikan dengan keadaan sekarang (karena sudah mengalami

perubahan lingkungan).

NSPM perencanaan tata ruang ditujukan untuk menjamin produk rencana tata

ruang yang berkualitas, yang disusun dengan berdasarkan pada daya dukung

lingkungan, kebutuhan pelayanan prasarana dan sarana, dan kebutuhan pengembangan

kegiatan masyarakat yang terus berkembang, serta melalui proses partisipatif

memperhatkan kepentingan seluruh pemangku kepentingan.

2.3 KARAKTERISTIK SETIAP KAWASAN

2.3.1 Kawasan Pertanian

Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan

manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber

energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya (Wikipedia). Menurut

Hadisapoetro (1975), pertanian diartikan sebagai setiap campur tangan tenaga

manusia dalam perkembangan tanam-tanaman maupun hewan agar diperoleh

manfaat yang lebih baik daripada tanpa campur tangan tenaga manusia. Mosher

(1966) memberi definisi pertanian sebagai sejenis proses produksi yang khas yang

didasarkan proses pertumbuhan tanaman dan hewan yang dilakukan oleh petani

dalam suatu usaha tani sebagai suatu perusahaan. Dengan demikian unsur

pertanian terdiri dari proses produksi, petani, usaha tani, dan usaha tani sebagai

perusahaan.

Gambar 2 Sawah di Indonesia

10

Page 11: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

2.3.2 Penggunaan Lahan Pertanian Di IndonesiaPenggunaan Lahan Di Daerah Pedesaan Agraris Pada Umumnya Digunakan

Untuk pertanian. Lahan pertanian dapat dibedakan menjadi dua yaitu, lahan

basah (sawah) dan lahan kering. Perbedaan kedua lahan tersebut terletak pada

ketersediaan air untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman.

Secara umum lahan pertanian di Indonesia dibagi menjadi dua jenis, yaitu :

1) Pertanian lahan basah (sawah)

Tujuan utama pemanfaatan lahan pesawahan untuk bercocok tanam padi. Di

daerah yang sudah maju, biasanya sawah sering ditanami palawija dan ikan

secara bergiliran. Pergiliran tersebut biasanya disebabkan oleh ketersediaan

air, musim dan keadaan di pasaran. Menurut Djamari (1985: 587 – 588),

dilihat dari ketersediaan air terdapat beberapa jenis sawah, di antaranya:

a. Sawah tadah hujan, yaitu sawah dengan sistem irigasinya tergantung pada

curah hujan. Biasanya ditanami pada setiap tahun sekali. Namun di

beberapa daerah dilakukan gogo rancah, dengan demikian sawah tadah

hujan dapat ditanami dua kali setiap tahun.

b. Sawah kemarau, yaitu sawah yang berbatasan dengan wilayah rawa,

misalnya terdapat di daerah hulu sungai di Kalimantan. Pada musim

penghujan sawah tergenang air, pada musim kemarau air surut dan sawah

mulai ditanami.

c. Sawah irigasi, yaitu sawah yang menggunakan irigasi (pengairan teknis).

Biasanya ditanami padi 2-3 kali setiap tahun, atau diselingi dengan

ditanami palawija dan beternak ikan.

d. Sawah pasang surut, yaitu sawah yang dilakukan di sekitar muara sungai

besar, di daratan pantai landai dan berawa. Sistem pengairannya ada pada

waktu air laut pasang mendorong/ menghambat aliran sungai, sehingga

permukaan air sungai naik, kemudian dialirkan ke daerah sekitar sungai

itu melalui saluran yang sengaja dibuat oleh penduduk.

e. Sawah lebak, yaitu sawah yang dilakukan di pematang sungai, karena di

belakang pematang-pematang sungai terdapat tanah rendah dan

tergenang air sehingga dibuatlah sawah lebak.

11

Page 12: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

2) Pertanian lahan kering

Menurut Sandy (1985: 132-135) berdasarkan jenis tanaman atau usaha yang

diselenggarakan lahan kering dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Pekarangan, merupakan lahan usaha tani yang biasa dipakai sebagai

tempat mendirikan bangunan-bangunan usaha tani seperti rumah keluarga

petani, kandang ternak, dan lumbung penyimpanan hasil usaha tani.

Sebagian lagi dari lahan ini ada juga yang ditanami berbagai macam

holtikultura seperti buah-buahan, kelapa, sayuran, tanaman hias, palawija

dan lain-lain.

b. Ladang atau tegalan, adalah lahan usaha yang digunakan untuk bercocok

tanam. Jenis tanaman yang diusahakan umumnya berumur pendek seperti

jagung, kacang-kacangan dan umbi-umbian.

c. Perkebunan, dapat dikelompokkan menjadi perkebunan rakyat dan

perkebunan besar. Perkebunan rakyat memiliki ciri-ciri, yaitu:

Luas lahan relatif sempit

Modal kecil

Produktifikas rendah

Pemeliharaan dan pengolahan sederhana

Perkebunan besar memiliki ciri-ciri, yaitu:

Modal besar

Teknologi pertanian tinggi

Luas lahan tiap unit besar

Produktivitas tinggi

Ditangani oleh perusahaan swasta atau pemerintah

d. Kebun campuran, yaitu lahan pertanian pekarangan dengan aneka ragam

tanaman budidaya yang diusahakan secara tumpang sari, hanya letaknya

di luar wilayah pekarangan.

Dari kedua jenis pertanian tersebut, lahan pertanian basah lebih banyak terdapat

di daerah dataran sedangkan lahan pertanian kering lebih banyak terdapat di

daerah lahan miring, termasuk daerah sekitar hutan.

12

Page 13: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

2.2.4 Permasalahan Pertanian di IndonesiaSecara lebih detail, ada beberapa permasalahan yang dihadapi lahan pertanian.

Yang utama adalah pertambahan jumlah penduduk Indonesia sebesar 1,3 sampai dengan

1,5 % per tahun. Dengan laju pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi ini,

diperkirakan pada tahun 2035 penduduk Indonesia akan mencapai 440 juta jiwa.

Masalah lainnya adalah kompetisi pemanfaatan ruang untuk berbagai sektor

yang semakin ketat dan rencana alihfungsi lahan sawah yang sangat dasyat berdasarkan

RTRW kabupaten/kota seluas 3,09 juta ha dari 7,8 juta ha lahan sawah menjadi

permukiman, perindustrian, dan lain-lain (BPS, 2004). Meningkatnya pertambahan

jumlah penduduk dan dukungan dinamika dan kebutuhan pembangunan di setiap daerah

secara langsung atau tidak langsung ‘memaksa’ terjadinya perubahan penggunaan

lahan-lahan pertanian, khususnya sawah, semakin tinggi. Selain itu, lahan sawah itu

sendiri memiliki masalah, yaitu tingkat produktivitas yang mendekati levelling off

sehingga ada tendensi total produksi relatif stagnan jika tidak diimbangi dengan

teknologi. Tiap tahun, terjadi intensifikasi dan kapasitas perluasan areal sawah sekitar

40.000 ha.

Konversi sawah menjadi lahan nonpertanian dari tahun 1999 – 2002 mencapai

563.159 ha atau rata-rata 187.719,7 ha pertahun. Sebenarnya neraca pertambahan luas

lahan sawah sempat naik antara tahun 1981 – 1999, yaitu seluas 1,6 juta ha. Namun

antara tahun 1999– 2002 terjadi penciutan luas lahan seluas 141.285 ha per tahun. Data

dari Biro Pusat Statistik tahun 2004 menunjukkan bahwa besaran laju alih fungsi lahan

pertanian dari lahan sawah ke nonsawah sebesar 187.720 ha per tahun, dengan rincian

alih fungsi ke nonpertanian sebesar 110.164 ha per tahun dan alih fungsi ke pertanian

lainnya sebesar 77.556 ha per tahun. Adapun alih fungsi lahan kering pertanian ke

nonpertanian sebesar 9.152 ha per tahun. Hal ini dapat terlihat pada Tabel 1.2.

Konversi

lahan pertanian

terutama lahan

sawah tidak hanya

13

Page 14: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

menyebabkan kapasitas produksi pangan turun, tetapi merupakan salah satu bentuk

kerugian investasi, degradasi agroekosistem, degradasi tradisi dan budaya pertanian, dan

menyebabkan semakin sempitnya luas garapan usaha tani.

Hal ini merupakan salah satu sebab turunnya kesejahteraan petani karena

kegiatan usaha tani tidak lagi dapat menjamin tingkat kehidupan yang layak bagi petani.

Tantangan untuk menekan laju konversi lahan pertanian ke depan adalah bagaimana

melindungi keberadaan lahan pertanian melalui perencanaan dan pengendalian tata

ruang, meningkatkan optimalisasi, rehabilitasi dan ekstensifikasi lahan, meningkatkan

produktivitas dan efisiensi usaha pertanian serta pengendalian pertumbuhan penduduk.

Di lain pihak, secara sistematis pemerintah daerah melalui Rencana Tata Ruang

Wilayah Kabupaten/Kota akan merencanakan alih fungsi lahan pertanian menjadi

peruntukan lain yang sangat dahsyat. Fenomena ini terlihat di ketujuh pulau besar di

Indonesia. Seluas 3 juta ha dari total luas lahan sawah yaitu ± 8,9 juta ha (42,4% total

luas lahan sawah) akan diubah peruntukannya, sebagaimana terlihat pada Tabel 1.3.

2.2.5 Kebijakan Nasional PertanianKebijakan strategi perencanaan perluasan areal pertanian disusun dari hasil

analisis situasi dan kondisi obyektif atas target yang ingin dicapai berdasarkan potensi

yang tersedia. Namun, harus mempertimbangkan secara seksama kendala, isu‐isu, dan

permasalahan empiris yang dihadapi. Dalam analisis, fokus bahasan diarahkan pada

simpul‐simpul strategis yang perlu dipertimbangkan dengan seksama dalam

perencanaan perluasan areal pertanian. Hal ini mencakup sejumlah aspek dan suatu

14

Page 15: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

kombinasi beberapa pendekatan yang secara implisit merupakan konsekuensi logis dari

keragaman situasi dan kondisi obyektif yang terjadi di lapangan.

1) Target Perluasan

Pemerintah telah menetapkan bahwa selama periode 2010 – 2014 dapat

dilakukan perluasan areal pertanian seluas 2 juta hektar. Luasan tersebut adalah untuk

pertanian rakyat dan mencakup lahan sawah dan areal pertanian lahan kering yang

meliputi lahan kering untuk tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, serta hijauan

makanan ternak dan padang penggembalaan.

2) Simpul Strategis

o Status tanah tersedia

Secara teoritis, perluasan areal pertanian dapat dilakukan dengan membuka

hutan, mendayagunakan bekas kawasan hutan yang dapat dikonversi menjadi kawasan

pertanian, memanfaatkan lahan terlantar, memanfaatkan lahan bekas transmigrasi yang

ditinggalkan pemiliknya, dan sebagainya. Sesuai dengan:

hasil kajian terhadap sejumlah kebijakan dan program pemerintah yang terkait

dengan pendayagunaan sumberdaya lahan dalam rangka ketahanan pangan dan

revitalisasi pertanian,

serangkaian hasil FGD, maka diperoleh kesimpulan bahwa pilihan paling layak

adalah lahan terlantar, lahan bekas transmigrasi,

dari (sebagian kecil) lahan bekas kawasan hutan konversi.

Dari sudut pandang luasannya, dari ketiga kategori tersebut yang diharapkan

menjadi tumpuan harapan adalah pendayagunaan tanah (lahan). Sudah barang tentu

yang dimaksud adalah yang secara teknis, sosial budaya, ekonomi, dan yuridis

memenuhi persyaratan.

o Unsur-unsur Dalam Perencanaan

Pada dasarnya perluasan areal pertanian merupakan salah satu bentuk dari

pendayagunaan sumberdaya lahan. Proses perencanaan dan implementasinya tergantung

pada tiga unsur pokok, yaitu : Pertama, pihak‐pihak yang berkepentingan dan hal ini

terkait dengan sifat multifungsi lahan. Kedua, bahwa kualitas atau keterbatasan setiap

komponen unit lahan untuk penggunaan yang berbeda berimplikasi pada tahapan yang

diperlukan dalam perencanaan. Ketiga, bahwa opsi‐opsi pemanfaatan yang layak di

wilayah yang bersangkutan harus selalu dikaitkan dengan aspek keberlanjutan. Selain

15

Page 16: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

itu, perlu pula diperhatikan adanya faktor‐faktor teknis lain yang perlu dipetimbangkan

dalam perencanaan, antara lain:

luasan yang tersedia dan penguasaannya;

kualitas, potensi produktivitas dan kesesuaian lahannya;

tingkat teknologi yang dipakai untuk mendayagunakan sumberdaya lahan

tersebut;

kepadatan penduduk; 

kebutuhan dan standard kehidupan masyarakat. Setiap faktor tersebut saling

berinteraksi satu sama lain.

o Database pendukung Rangka Kerja dan Pengambilan Keputusan

Perencanaan yang baik sulit diwujudkan jika tidak ditunjang oleh ketersediaan

database yang memadai. Namun, sistem database pertanahan yang tersedia di negeri ini

masih sangat kurang apabila dibandingkan dengan yang diperlukan. Kurangnya

ketersediaan database disebabkan oleh banyak faktor, antara lain:

belum terbentuknya suatu sistem database yang terintegrasi yang secara

konsisten diremajakan (di‐up date) dari waktu ke waktu,

masih lemahnya sistem koordinasi antar lembaga/instansi terkait dalam aktivitas

pengumpulan, kompilasi, dan penyimpanan database yang sesuai dengan

prinsip‐prinsip database management,

sangat terbatasnya anggaran dan sumberdaya manusia yang tersedia (relatif

terhadap luas wilayah, konfigurasi daratan, dan keragaman kondisi sosial

ekonomi, dan kebutuhan untuk pembangunan)

Database pertananahan yang sangat diperlukan untuk mendukung perluasan

areal pertanian khususnya dan pendayagunaan sumberdaya lahan untuk pertanian pada

dasarnya mencakup database sosial ekonomi dan database sumberdaya alam

o Keterpaduan Pertanian dan Kelembagaan Lokal

Pembangunan pertanian tidak akan mencapai sasaran yang diharapkan apabila

perencanaan dan pelaksanaannya tidak dipadukan dengan pembangunan perdesaan.

Hubungan sinergis pertanian dan perdesaan terbentuk dari sifat komplementaritas

faktor‐faktor strategis yang mencakup aspek teknologi, kependudukan dan

ketenagakerjaan, struktur penguasaan tanah, infrastruktur, permodalan, dan sosial‐budaya. Keterpaduannya semakin tampak pada perdesaan‐perdesaan agraris, yakni

16

Page 17: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

sebagian besar penduduknya menggantungkan nafkahnya dari pertanian dan

kelembagaan hubungan kerja pertanian merupakan salah satu inti dari kelembagaan

sosial masyarakat desa tersebut.

o Azas: Efisiensi – Keadilan – Kelestarian Lingkungan

Lahan adalah sumberdaya strategis yang sangat langka. Terkait karakteristik

intrinsiknya dan sifat multi fungsi sumberdaya ini, setiap aktivitas pendayagunaannya

(land use change) akan berdampak bukan saja pada viabilitas ekonomi pada aktivitas itu

sendiri tetapi juga berdampak pada keseluruhan sektor ekonomi, bahkan sosial budaya

dan politik. Oleh karena itu strategi pendayagunaannya harus berbasis pada azas

efisiensi – keadilan – kelestarian lingkungan secara holistik dan terpadu.

Dalam penerapan azas efisiensi, perlu dipahami secara komprehensif bahwa

viabilitas ekonomi usaha tani sangat ditentukan oleh keberhasilan memadukan prinsip-

prinsip agronomi dan ekonomi dalam proses produksi pertanian. Pilihan jenis

komoditas, skala usaha, teknik pengolahan lahan, penggunaan variates, pengelolaan air,

pengendalian organisme pengganggu tanaman, pemupukan, serta pengelolaan

pengadaan input dan pemasaran output adalah kunci‐kunci pokok yang menentukan

viabilitas finansial usaha tani. Namun, tentunya proses produksi usaha tani tidak dapat

dilepaskan dari karakteristik intrinsik proses pertumbuhan vegetatif dan generatif

tanaman, sehingga usaha tani prinsip‐prinsip “managed ecosystem” tidak dapat

dihindari karena hal ini sangat menentukan bukan saja efisiensi tetapi juga

keberlanjutan sistem usaha tani.

Dalam komunitas agraris, kaitan antara distribusi penguasaan tanah dengan

keadilan sangat erat. Banyak hasil penelitian yang menunjukkan bahwa distribusi

pendapatan di perdesaan agraris berkorelasi positif dan nyata dengan distribusi

penguasaan lahan.

Dalam level makro, konflik pertanahan dan hubungannya dengan aspek keadilan

juga terkait dengan fakta bahwa sampai saat ini di beberapa wilayah di Indonesia masih

terdapat dualisme kerangka hukum (legal framework) di bidang pertanahan. Meskipun

dalam Undang‐Undang Pokok Agraria (UUPA) eksistensi hukum adat diakui dan

diakomodasikan, namun pada kasus‐kasus tertentu nilai‐nilai budaya lokal yang

menjadi basis kelembagaan pengelolaan sumberdaya lahan di lokasi itu tidak

compatible dengan nilai‐nilai yang dijadikan landasan penyusunan peraturan formal

17

Page 18: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

yang berlaku secara nasional. Persoalan ini perlu dicermati dalam membuat

perencanaan dan strategi pelaksanaannya.

o Infrastruktur sebagai Faktor Kunci

Ketersediaan infrastruktur sangat mempengaruhi viablilitas ekonomi usaha tani

dan bahkan keberlanjutannya. Apabila didekomposisi, pengaruh keberadaan

infrastruktur pertanian/perdesaan terhadap perkembangan dan keberlanjutan usaha tani

dapat dipilah menjadi dua kategori:

efek langsung, dan

efek kombinasi.

Efek langsung berupa pengaruh ketersediaan masing‐masing jenis infrastruktur

tersebut, sedangkan efek kombinasi terbentuk melalui sinergi yang terbentuk dari

keberadaan dua atau lebih jenis infrastruktur yang sifatnya komplemen

o Determinan Usaha tani Sebagai Basis Pemahaman Pendekatan Terpadu

Sasaran perluasan areal pertanian dapat dicapai jika perencanaannya dilakukan

melalui pendekatan terpadu. Basis pendekatan terpadu adalah determinan usaha tani

karena usaha tani adalah core business pertanian, sedangkan perluasan areal pertanian

pada dasarnya adalah means dalam rangka pengembangan pertanian.

Kinerja sistem usaha tani dipengaruhi oleh faktor eksternal dan faktor internal.

Faktor eksternal petani dapat dipilah menjadi dua yaitu:

Faktor A yakni kondisi agroekosistem. Ini terdiri dari dua komponen yaitu:

- yang sifatnya alamiah (jenis, topografi, dan sebagainya), dan

- hasil buatan manusia (irigasi, jalan usaha tani, dan sebagainya).

Faktor B (internal) mencakup karakteristik rumah tangga petani.

Ini mencakup jumlah dan komposisi anggota rumah tangga menurut umur dan

jenis kelamin, tingkat pendidikan, keterampilan manajerial,

kepemilikan/penguasaan sumberdaya produktif (lahan pertanian, ternak,

peralatan dan mesin pertanian, dan sebagainya), akses petani terhadap modal,

akses petani terhadap pasar masukan maupun keluaran pertanian, sikap/perilaku

dan tujuan petani dalam berusaha tani, dan sebagainya.

Faktor C yakni faktor sosial ekonomi lingkungan yang mempengaruhi keputusan

petani dalam berusaha tani.

18

Page 19: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

Termasuk dalam faktor ini adalah kebijakan pemerintah (harga, perkreditan,

tataniaga, tarif, subsidi, dan sebagainya), kondisi infrastruktur fisik maupun non

fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan, penelitian, pengangkutan, fasilitas

pemasaran), kelembagaan (undang‐undang agraria dan peraturan / perundang-

undangan terkait lainnya, kelembagaan hubungan kerja, dan sebagainya),

struktur perekonomian (kaitan sektoral sektor pertanian dengan sektor lainnya,

kesempatan kerja, dinamika nilai tukar, inflasi, dan sebagainya).

o Strategi

Strategi yang dapat ditempuh untuk mencapai sasaran tersebut mencakup dua

kategori. Pertama, perluasan lahan pertanian baru dengan cara langsung yaitu melalui

proyek perluasan areal pertanian. Ini merupakan cara paling populer untuk mencapai

sasaran sebagian besar perluasan areal baru yang selama ini ditempuh. Kedua, cara tidak

langsung yaitu dengan menciptakan insentif bagi petani di wilayah potensial untuk

melakukan perluasan areal pertanian.

o Transmigrasi Sebagai Andalan Strategi Perluasan Lahan Pertanian Baru Jangka

Menengah dan Jangka Panjang

Untuk jangka menengah dan jangka panjang, perluasan areal pertanian yang

terintegrasi dengan program transmigrasi merupakan pendekatan yang paling layak. Hal

ini merupakan konsekuensi logis dari fakta bahwa sebagian besar sumberdaya lahan

yang tersedia untuk pengembangan kawasan pertanian baru terletak di Luar Pulau Jawa,

utamanya di Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Terutama di

Kalimantan dan Papua, sumberdaya lahan yang tersedia masih sangat banyak tetapi

jumlah penduduknya sangat sedikit, sementara itu kawasan hutan yang layak

didayagunakan untuk pertanian masih sangat banyak. Di sisi lain, Pulau Jawa yang

luasnya hanya sepertujuh dari luas daratan Indonesia dihuni oleh separuh penduduk

Indonesia.

Pengembangan kawasan pertanian baru melalui transmigrasi dari P. Jawa dan

Bali ke wilayah‐wilayah berkepadatan penduduk rendah di Pulau‐Pulau besar tersebut

tidak hanya memperbaiki distribusi spatial penduduk tetapi juga lebih menjamin

keberlanjutan kawasan pertanian penghasil pangan (utamanya padi) di lokasi tersebut.

Hal ini disebabkan keberlanjutan sistem usaha tani padi tak lepas dari aspek sosio –

19

Page 20: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

budaya, sedangkan secara relatif sejarah perkembangan budaya bercocok tanam padi di

Indonesia yang paling menonjol adalah di kalangan masyarakat Jawa dan Bali.

Seiring dengan perubahan tata nilai dan sistem politik yang terjadi sejak

Reformasi, kebijakan dan program transmigrasi membutuhkan pendekatan yang

berbeda. Pendekatan bottom‐up dalam perumusan kebijakan, perumusan program, dan

koordinasi; baik koordinasi lintas sektor maupun koordinasi Pusat – Daerah harus diberi

bobot yang lebih besar.

Adalah fakta bahwa pelaksanaan program transmigrasi yang telah dilakukan

selama empat puluh tahun terakhir cukup berhasil meskipun kasus‐kasus kegagalan juga

ditemukan. Sudah barang tentu dari kisah sukses dan kegagalan tersebut terdapat

pembelajaran yang dapat digunakan sebagai masukan dalam perumusan kebijakan dan

program dengan pendekatan baru.

2.3.2 Kawasan Perkebunan

Ekosistem hutan memegang peran penting dalam siklus karbon global. Sekitar

80% dari cadangan karbon atas tanah (above ground) dan 40 % bawah tanah (below

ground) ada di hutan. Hutan pun memegang peranan sebagai penyerap karbon (yang ada

di atmosfir) terbesar. Hutan, yang merupakan kumpulan dari banyak pohon, menjalankan

proses fotosintesis (yang merupakan salah satu bagian dari siklus karbon) yang menyerap

karbondioksida di atmosfer dan kemudian disimpan dalam bentuk biomassa berupa daun,

batang, akar, maupun buah, serta menghasilkan oksigen ke udara yang akan dipergunakan

oleh manusia, hewan, dan tumbuhan dalam melakukan respirasi. Proses fotosintesis yang

dijalankan oleh pohon-pohon dalam hutan tersebut sangat berguna dalam mengurangi

dampak perubahan iklim global (global climate change mitigation) karena dapat

mengurangi jumlah karbon di udara sebagai gas rumah kaca penyebab pemanasan global

(global warming).

20

Page 21: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

Gambar 2.1 Hutan Sebagai Penyerap KarbonSumber: http://ghinaghufrona.blogspot.com/2011/10/fungsi-hutan-tropika-secara-ekologis.html

Hutan merupakan salah satu penyerap karbon (carbon sink) terbesar dan teraman.

Namun, kerusakan yang terjadi pada hutan akan menyebabkan laut berperan sebagai

penyerap utama karbon tersebut.

Peneliti pada Museum Nasional Sejarah Alam Smithsonian Institution

Washington Amerika, Nancy Knowlton mengatakan potensi penyerapan karbon

(carbon sink) oleh laut memang besar akan tetapi hal tersebut dapat mengakibatkan

rusaknya kehidupan biota laut. Laut memang menyimpan potensi penyerapan karbon

besar tetapi dampaknya bisa mengakibatkan kadar air laut menjadi asam (asidifikasi)

yang bisa menyebabkan kerusakan biota laut”.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa emisi karbon berperan dalam

terjadinya efek gas rumah kaca (GBK) yang mempunyai peran penting dalam

perubahan iklim dunia. Gas ini terdiri dari CO2, methan, Nitrouse Oxide dan ozone.

Ketika sinar matahari mencapai permukaan bumi, sebagian di serap oleh bumi, ini

menyebabkan suhu permukaan meningkat. Disamping itu, permukaan bumi melepas

radiasi gelombang panjang (long wave). Sebagian dari radiasi ini diserap oleh GRK.

GRK kemudian melepas emisi baik ke luar bumi maupun ke arah dalam. Emisi yang

kembali dilepas ke bumi akan menyebabkan pemanasan bumi. Inilah yang dikenal

dengan fenomena GRK. Ketika jumlah GRK meningkat, maka temperatur permukaan

bumi akan otomatis naik.

21

Page 22: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

Carbon dioxide (CO2) atau lebih sering disebut carbon, adalah komponen

penyusun GRK antropogenik terbesar. Jumlahnya mencapai 72 % dari total GRK, yang

berperan 9-26% dari fenomena GRK. Selama 20 tahun terakhir, emisi karbon

didominasi oleh pembakaran bahan bakar fosil melalui proses konversi fosil ke gas.

Sisanya 10-30 % berasal dari perubahan lahan dan deforestasi. Dimana perubahan lahan

dan deforestasi tersebut disebabkan oleh pembukaan lahan baru untuk perkebunan dan

pemukiman.

Gambar 2.2 Deforestasi Akibat Alih Fungsi Hutan Menjadi PerkebunanSumber:http://www.mongabay.co.id/2013/02/22/statistik-fao-indonesia-buang-187-miliar-ton-karbon-

antara-1990-2010/

1) Kawasan Peruntukan Perkebunan

Menurut UU No. 18 Tahun 2004, Perkebunan adalah segala kegiatan yang

mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan atau media tumbuh lainnya dalam

ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman

tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen

untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat.

Menurut UU No. 18 Tahun 2004, perkebunan diselenggarakan dengan tujuan :

a. Meningkatkan pendapatan masyarakat.

b. Meningkatkan penerimaan negara.

c. Meningkatkan penerimaan devisa negara.

d. Menyediakan lapangan kerja.

e. Meningkatkan produktivitas, nilai tambah, dan daya saing.

f. Memenuhi kebutuhan konsumsi dan bahan baku industri dalam negeri.

g. Mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan.

22

Page 23: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

Menurut UU No. 18 Tahun 2004, Ruang lingkup pengaturan perkebunan meliputi

a. Perencanaan.

b. Penggunaan tanah.

c. Pemberdayaan dan pengelolaan usaha.

d. Pengolahan dan pemasaran hasil.

e. Penelitian dan pengembangan.

f. Pengembangan sumber daya manusia.

g. Pembiayaan.

h. Pembinaan dan pengawasan.

Untuk mencapai tujuan diselengaranya perkebunan, maka dibutuhkan

perencanaan di bidang perkebunan. Menurut UU No. 18 Tahun 2004, Perencanaan

perkebunan mencakup :

a. Wilayah.

b. Tanaman perkebunan.

c. Sumber daya manusia.

d. Kelembagaan.

e. Keterkaitan dan keterpaduan hulu-hilir.

f. Saran dan prasaran.

g. Pembiayaan.

Perencanaan perkebunan dilakukan berdasarkan :

a. Rencana pembangunan nasional.

b. Rencana tata ruang wilayah.

c. Kesesuaian tanah dan iklim serta ketersediaan tanah untuk usaha perkebunan.

d. Kinerja pembangunan.

e. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

f. Sosial budaya.

g. Lingkungan hidup.

h. Kepentingan dan masyarakat.

i. Pasar.

j. Aspirasi daerah dengan tetap menjunjung tinggi keutuhan bangsa dan negara.

23

Page 24: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

2) Urgensi Perkembangan Perkebunan

Emisi Gas Karbon Indonesia

Organisasi Pangan dan Pertanian PBB, FAO telah merilis statistik emisi karbon

secara global akibat dari deforestasi, pertanian dan berbagai bentuk lain dari

penggunaan lahan antara tahun 1990 hingga 2010 silam.

Seluruh data ini, menjadi bagian dari database statistik FAO yang tergabung

dalam FAOSTAT, berbasis pada perkiraan biomassa hutan, deforestasi, dan tutupan

pohon. Data ini diurutkan berdasarkan negara dan wilayah.

Data dari FAOSTAT menyatakan bahwa emisi gas rumah kaca (GHG)

menunjukkan bahwa negara-negara yang mengalami deforestasi tinggi menghasilkan

emisi yang besar akibat dari hilangnya hutan dalam kurun waktu 20 tahun tersebut.

Secara umum konversi lahan di Brasil mengakibatkan lepasnya 25,8 miliar metrik ton

ekuivalen karbon dioksida (CO2e) antara tahun 1990 hingga 2010. Sementara, negeri

kita Indonesia melepas 13,1 miliar metrik ton karbon, Nigeria 3,8 miliar ton karbon,

Republik Demokratik Kongo 3 miliar ton karbon dan Venezuela 2,6 miliar ton karbon.

Gambar 2.3 Diagram Emisi GRK Negara yang Mengalami DeforestasiSumber: http://www.mongabay.co.id/2013/02/22/statistik-fao-indonesia-buang-187-miliar-ton-karbon-

antara-1990-2010/

24

Page 25: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

Gambar 2.4 Diagram Emisi CO2 dari Berbagai Negara Akibat Perubahan Tata Guna Lahan

Sumber:http://www.mongabay.co.id/2013/02/22/statistik-fao-indonesia-buang-187-miliar-ton-karbon-antara-1990-2010/

Di sisi lain, Cina yang mengalami penambahan luasan hutan lewat upaya

penanaman kembali, dan pemulihan  5,2 juta hektar hutan telah berhasil menambah

simpanan karbon sebanyak 5,7 miliar ton karbon. Sementara AS menambah cadangan

karbon sebanyak 1,9 miliar ton karbon dan Vietnam 1,2 miliar ton karbon.

Data yang dirilis oleh FAO ini juga mencatat emisi yang ditimbulkan akibat dari

ekspansi lahan pertanian. Indonesia memimpin di urutan pertama dengan hilangnya 5,6

miliar ton karbon ke udara, disusul oleh AS dengan 1,4 miliar ton karbon, lalu Papua

Nugini dengan 816 juta ton karbon, Malaysia 690 juta ton karbon, dan Bangladesh 612

juta ton karbon. Emisi di Indonesia, Papua Nugini dan Malaysia terutama terkait dengan

tingginya konversi hutan rawa gambut yang menyimpan cadangan karbon sangat tinggi.

Dampak dari Perluasan Perkebunan

Perluasan perkebunan yang sangat ekspansif ternyata membawa berbagai dampak

positif dan negatif. Berdasarkan Wawan Kurniawan dalam tulisannya berjudul “Urgensi

Pembangunan Agroindustri Kelapa Sawit Berkelanjutan Untuk Mengurangi Pemanasan

Global” dapat disimpulkan beberapa dampak negatif dari pengembangan perkebunan,

antara lain :

25

Page 26: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

Penggunaan lahan gambut untuk lahan perkebunan yang salah, ternyata sangat

besar pengaruhnya terhadap pemanasan global.

Hutan alam menjadi sangat monokultur. Hutan alam yang seharusnya menjadi

sumber penangkap karbon menjadi berkurang kemampuannya dalam menangkap

karbon yang dapat mempengaruhi pemanasan global (Efek Rumah Kaca).

Terganggunya Keseimbangan ekologis. Hilangnya berbagai flora dan fauna yang

khas dan unik menyebabkan keseimbangan menjadi terganggu.

Kebutuhan tanaman seperti kelapa sawit yang sangat haus akan air tanah.

Beberapa dampak negatif inilah yang antara lain menjadi alasan berbagai pihak

yang menuding perluasan perkebunan terutama pada saat pembukaan lahan baru sangat

mempengaruhi pemanasan global. Dimana konsep pembukaan lahan harus dilakukan

tanpa proses bakar (zero burning). Pelaksanaanya harus diawasi dengan benar melalui

penegakan hukum dengan sanksi yang mengikat. Umumnya, para petani tradisional

masih menggunakan metode pembukaan lahan melalui proses pembakaran. Proses

pembakaran bahan organik adalah proses pematangan tanah dengan paling murah,

walaupun bila dilakukan dalam skala besar (perkebunan skala besar) dapat

meningkatkan emisi gas karbon monoksida dan mempengaruhi iklim global.

2.3.3 Kawasan Pertambangan

1) Masalah Sektor Pertambangan Secara Umum

Pertambangan di Indonesia dimulai berabad-abad lalu. Namun pertambangan komersial

baru dimulai pada zaman penjajahan Belanda, diawali dengan pertambangan batubara di

Pengaron-Kalimantan Timur (1849) dan pertambangan timah di Pulau Bilitun (1850).

Sementara pertambangan emas modern dimulai pada tahun 1899 di Bengkulu–Sumatera.

Pada awal abad ke- 20, pertambangan-pertambangan emas mulai dilakukan di lokasi-

lokasi lainnya di Pulau Sumatera. Pada tahun 1928, Belanda mulai melakukan

penambangan Bauksit di Pulau Bintan dan tahun 1935 mulai menambang nikel di

Pomalaa-Sulawesi.

Setelah masa Perang Dunia II (1950-1966), produksi pertambangan Indonesia

mengalami penurunan. Baru menjelang tahun 1967, pemerintah Indonesia merumuskan

kontrak karya (KK). KK pertama diberikan kepada PT. Freeport Sulphure (sekarang PT.

26

Page 27: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

Freeport Indonesia). Berdasarkan jenis mineralnya, pertambangan di Indonesia terbagi

menjadi tiga kategori, yaitu:

Pertambangan Golongan A, meliputi mineral-mineral strategis seperti: minyak,

gas alam, bitumen, aspal, natural wax, antrasit, batu bara, uranium dan bahan radioaktif

lainnya, nikel dan cobalt. Pertambangan Golongan B, meliputi mineral-mineral vital,

seperti: emas, perak, intan, tembaga, bauksit, timbal, seng dan besi. Pertambangan

Golongan C, umumnya mineral-mineral yang dianggap memiliki tingkat kepentingan

lebih rendah daripada kedua golongan pertambangan lainnya. meliputi berbagai jenis

batu, limestone, dan lain-lain.

Eksploitasi mineral golongan A dilakukan Perusahaan Negara, sedang perusahaan

asing hanya dapat terlibat sebagai partner. Sementara eksploitasi mineral golongan B

dapat dilakukan baik oleh perusahaan asing maupun Indonesia. Eksploitasi mineral

golongan C dapat dilakukan oleh perusahaan Indonesia maupun perusahaan perorangan.

Adapun pelaku pertambangan di Indonesia dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu

Negara, Kontraktor dan Pemegang KP (Kuasa Pertambangan). Selanjutnya beberapa

isu-isu penting permasalahan pada pertambangan, adalah ketidakpastian kebijakan,

penambangan liar, konflik dengan masyarakat lokal, konflik sektor pertambangan

dengan sektor lainnya.

2) Ketidakpastian Kebijakan

Hal ini mengakibatkan tidak adanya jaminan hukum dan kebijakan yang dapat

menarik para investor asing untuk menanamkan modal di Indonesia. Menurut

Pricewaterwaterhouse Coopers (PwC), dalam laporan Indonesian Mining Industry

Survey 2002, kekurangpercayaan investor terlihat dari penurunan eksplorasi dan

kelayakan, serta pengeluaran untuk pengembangan dan aktiva. Tahun 2001,

pengeluaran menurun 42% dibanding tahun 2000, sedangkan pengeluaran untuk aktiva

dan pengembangan tahun 2001 hanya 15% dibanding rata-rata pengeluaran periode

1996-1999. Pengeluaran untuk eksplorasi dan kelayakan tahun 2001 menurun dari rata-

rata pengeluaran tahun 1996-1999, sebesar US$ 434,3 juta menjadi US$ 37,9. 3

27

Page 28: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

3) Penambangan Liar

Antara lain hal ini disebabkan oleh lemahnya penerapan hukum dan kurang

baiknya sistem perekonomian, sehingga mendorong masyarakat mencari mata

pencaharian yang cepat menghasilkan. Salah satu bentuk penambangan liar yang sering

dibicarakan adalah PETI (Pertambangan Emas Tanpa Ijin). Pertambangan seperti ini

banyak ditemui di pedalaman Kalimantan. Di sana masyarakat setempat mendulang

emas di sepanjang tepian sungai dengan peralatan tradisional. Salah satu sungai yang

ramai oleh pertambangan emas masyarakat adalah Sungai Kahayan. Kegiatan PETI

berdampak cukup serius, seperti pendangkalan sungai, terganggunya alur pelayaran

kapal oleh pasir gusung, pencemaran air sungai oleh merkuri, dan berkurangnya sumber

protein bagi masyarakat (ikan).

4) Sulitnya Mengakomodasi Kegiatan Pertambangan kedalam Penataan Ruang.

Hal ini dilatarbelakangi oleh adanya terminologi land use dan land cover dalam

penataan ruang. Land use (penggunaan lahan) merupakan alokasi lahan berdasarkan

fungsinya, seperti permukiman, pertanian, perkebunan, perdagangan, dan sebagainya.

Sementara land cover merupakan alokasi lahan berdasarkan tutupan lahannya, seperti

sawah, semak, lahan terbangun, lahan terbuka, dan sebagainya. Pertambangan tidak

termasuk ke dalam keduanya, karena kegiatan sektor pertambangan baru dapat

berlangsung jika ditemukan kandungan potensi mineral di bawah permukaan tanah pada

kedalaman tertentu. Meskipun diketahui memiliki kandungan potensi mineral, belum

tentu dapat dieksploitasi seluruhnya, karena terkait dengan besaran dan nilai ekonomis

kandungan mineral tersebut. Proses penetapan kawasan pertambangan yang

membutuhkan lahan di atas permukaan tanah membutuhkan waktu lebih lama

dibandingkan dengan proses penataan ruang itu sendiri.

2.3.4 Kawasan Pegunungan

Penggunaan lahan sebaiknya disesuaikan dengan kemampuan lahan. Saat ini

banyak dijumpai penggunaan-penggunaan lahan yang kurang sesuai sehingga terjadi alih

fungsi lahan, misalnya adalah perubahan lahan RTH dan Hutan Lindung pada

pegunungan menjadi permukiman atau industri.

28

Page 29: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

Institut Pertanian Bogor (IPB) Ernan Rustiadi dalam acara diskusi yang digelar

oleh Forum Jabodetabek Pusat Pengkajian, Perencanaan dan Pengembangan Wilayah

(P4W) Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) IPB, di Kampus

Baranangsiang, Kota Bogor, menyatakan bahwa Tata ruang kawasan Puncak, Kabupaten

Bogor, Jawa Barat tidak konsisten (inkonsisten) dengan daya dukung lahan yang ada.

40% kawasan Puncak tidak sesuai dengan tata ruang. Sejumlah kawasan tidak sesuai

dengan peruntukannya, seperti wilayah hutan konservasi berubah menjadi perkebunan.

Sementara itu, lahan pertanian berubah fungsi menjadi lahan perumahan, vila dan

bangunan lainnya. Disebutkan bahwa untuk kawasan pegunungan, tata guna lahan

kawasan ini utamanya ialah daerah resapan air dan hutan lindung. Pembangunan di

kawasan puncak memang boleh dilakukan namun harus memperhatikan peraturan yang

ada. Berikut aturan peruntukan lahan berdasarkan kemiringan lereng dan kondisi geologi:

Tabel 2.3 Peruntukan Lahan Berdasarkan Kemiringan Lereng

29

Page 30: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

Tabel 2.4 Kaitan Kondisi Geologi dengan Tata Guna Lahan

Pembangunan di lahan berkontur tinggi seperti pegunungan harus memenuhi patokan:

Pertama, Membangun hanya pada daerah yang pergerakan masa tanahnya cukup stabil

untuk mengurangi bahaya geologi dan kerugian sumber daya manusia dan alam yang

akhirnya tidak ekonomis lagi.

Kedua, Kemiringan lereng disesuaikan dengan fungsi yang sebaiknya ditampung seperti

pada Tabel 2.3

Ketiga, Kegiatan pengolahan tanah “pelandaian lereng” dengan cara timbun gali

sebaiknya dibatasi dan disarankan sebaiknya :

- Meninggalkan system petak lahan seperti pada perumahan real estate/perumnas

pada umumnya mengingat system tersebut akan banyak memerlukan jaringan

jalan yang berarti meningkatkan jumlah pelandaian lereng dan mengakibatkan

ketidakstabilan tanah.

- Memperhitungkan penempatan fasilitas dan penataan parkir yang

mmemperhitungkan kemiringan lereng.

- Penggunaan tipe perancangan bangunan yang tidak banyak merubah kontur

lahan.

- Pembuatan turap-turap alami yang melindungi daerah permukiman dari bahaya

longsoran dan memakai tumbuhan-tumbuhan yang dapat membantu kestabilan

tanah.

30

Page 31: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

Tabel 2.5 Luas Lahan dengan Kemiringan Lahan

Keempat, Ketinggian lahan memperngaruhi tata guna lahan, sebagai contoh Ketinggian

lahan di Wilayah Bandung Utara relative tinggi dari permukaan laut (diatas 750 m dpl)

dengan bentuk permukaan lahan yang tidak rata, termasuk wilayah pegunungan. Akibat

ketinggian dan bentuk morfologinya, Wilayah Bandung Utara merupakan wilayah

konservasi air sehingga memerlukan penataan yang khisus. Ketentuan penataan ruang

berdasarkan ketinggian lahan di Wilayah Bandung Utara dapat dilihat pada tabel di

bawah ini.

Tabel 2.6 Peruntukan Lahan berdasarkan Ketinggian Lahan

Kawasan Bandung Utara (750m dpl)

31

Page 32: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

1) Pemasalahan Pengembangan Permukiman di Kawasan Pegunungan

Pengembangan Permukiman di Kawasan Pegunungan telah banyak menyalahi tata

guna lahan. Contohnya saja kawasan pegunungan Cyclops, Papua dimana perumahan

masih didirikan diatas ketinggian 1700 m yang diperuntukan sebagai cagar alam

pegunungan Cyclops, tidak hanya Papua, bahkan wilayah terdekat ibu kota, yaitu

kawasan Puncak, Bogor dan Bandung, Sebanyak 250 pemukiman menyalahi aturan tata

ruang serta 12 bangunan tanpa Ijin Mendirikan Bangunan (IMB). Semua bangunan

mewah milik pejabat dan mantan jenderal ini berdiri di atas kawasan Hutan Lindung.

Gambar 2.4 Pembukaan Lahan Pegunungan untuk Perumahan dan Apartemen

32

Page 33: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

Bupati Bogor Rahmat Yasin sendiri tidak menampik adanya bangunan-bangunan

yang tidak sesuai dengan peruntukannya dikawasan tersebut. Beberapa waktu lalu

Wakil Bupati. Kabupaten Bogor, Karyawan Faturah menyatakan sulitnya menertibkan

bangunan yang berada di Puncak, karena sebagain besar pemilik bangunan tersebut atas

kepemilikan sebagaian warga Jakarta dan membutuhkan bantuan dari pemerintah

Jakarta untuk menertibkannya dikarenakan pemiliknya merupakan orang berpengaruh

dipemerintahan.

Tabel 2.7 Jumlah Villa Tak Berizin di Kawasan Puncak Bogor 2009-2010

Tahun Jumlah Bangunan2009 1122010 1632011 127

Sumber Data: Dinas Tata Bangunan dan Permukiman

Setiap vila memiliki luas bervariasi dari sekitar 1.000 meter persegi hingga 1-2

hektar. Dapat dilihat pada Tabel 2.2 Tahun 2010 jumlah villa menurun setelah diadakan

pembongkaran dan hingga akhir tahun 2011 belum lagi ada pembongkaran.(Sumber:

http://m.poskota.co.id/berita-terkini/2011/12/11/250-bangunan-di-puncak-menyalahi-

tata-ruang)

2) Konversi Penggunaan Lahan Kawasan Pegunungan

Konversi penggunaan lahan pegunungan menjadi kawasan permukiman dan

produksi tanpa memperhatikan kawasan lindung dikawasan Puncak, Bogor bukan

hanya kesalahan para pengguna lahan, tetapi juga kesalahan pemerintah Bogor dalam

pemberian izin serta Perda yang salah. PP Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan

Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur

menjadi dasar dalam penetapan Puncak sebagai kawasan lindung. Anehnya, Perda

Penataan Ruang Provinsi Jawa Barat Nomor 22 tahun 2010 mengubah peruntukan

kawasan di Puncak menjadi kawasan produksi. Selama ini, aturan rencana tata ruang

Kabupaten Bogor tidak bertentangan dengan PP Nomor 54 tahun 2008. Namun

belakangan aturan ini berupaya direvisi menyesuaikan Perda Penataan Ruang Provinsi

Jawa Barat Nomor 22 Tahun 2010.

(Sumber: http://www.mongabay.co.id/2012/08/10/kehancuran-kawasan-puncak-

pemerintah-diminta-bertanggungjawab/#ixzz2LVdfTP1b)

33

Page 34: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

Gambar 2.5 Perubahan Pemanfaatan Ruang Kawasan Puncak Bogor

(Sumber: http://indonesiacompanynews.wordpress.com/2012/07/30/puncak-

mengancam-jakarta/)

Selain puncak Bogor, pembangunan tak terkendali kawasan Bandung Utara juga

dikarenakan kesalahan peraturan. Kawasan Punclut, berketinggian 800-1100 m yang

diperuntukan sebagai RTH melalui Perda Kota Bandung Nomor 2 Tahun 2004 dengan

KDB 2% diubah Walikota menjadi Kawasan Zona 3 dengan KDB 20% melalui

Peraturan Nomor 981 Tahun 2006 tentang Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK)

Wilayah Pengembangan Cibeunying dan Perda Kota Bandung Nomor 3 Tahun 2006

tentang Perubahan Atas Perda Kota Bandung Nomor 2 Tahun 2004.

Gambar 2.6 Kawasan Punclut yang Menjadi Kuning

(Perumahan Kepadatan Rendah)

(Sumber : www.envirozer.blogspot.com, 2008)

34

Page 35: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

2.3.5 Kawasan Pesisir

Pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut; ke arah darat meliputi

bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat

laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin; sedangkan ke arah laut

meliputi bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di

darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan

manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Soegiarto, 1976; Dahuri

et al, 2001).

Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor :

KEP.10/MEN/2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu,

Wilayah Pesisir didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut

yang saling berinteraksi, dimana ke arah laut 12 mil dari garis pantai untuk propinsi dan

sepertiga dari wilayah laut itu (kewenangan provinsi) untuk kabupaten/kota dan ke arah

darat batas administrasi kabupaten/kota.

Kay dan Alder (1999) “The band of dry land adjancent ocean space (water dan

submerged land) in wich terrestrial processes and land uses directly affect oceanic

processes and uses, and vice versa”. Diartikan bahwa wilayah pesisir adalah wilayah

yang merupakan tanda atau batasan wilayah daratan dan wilayah perairan yang mana

proses kegiatan atau aktivitas bumi dan penggunaan lahan masih mempengaruhi proses

dan fungsi kelautan.

Pengertian wilayah pesisir menurut kesepakatan terakhir internasional adalah

merupakan wilayah peralihan antara laut dan daratan, ke arah darat mencakup daerah

yang masih terkena pengaruh percikan air laut atau pasang surut, dan ke arah laut

meliputi daerah paparan benua (continental shelf) (Dahuri, dkk, 2001).

Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir adalah wilayah pertemuan antara

daratan dan laut ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering

maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang surut,

angin laut, dan perembesan air asin. Sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup

bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti

sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan karena kegiatan manusia di

darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.

35

Page 36: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

Gambar 2.1 Batas Wilayah Pesisir

Dari pengertian-pengertian di atas dapat di tarik suatu kesimpulan bahwa

wilayah pesisir merupakan wilayah yang unik karena merupakan tempat percampuran

antara daratan dan lautan, hal ini berpengaruh terhadap kondisi fisik dimana pada

umumnya daerah yang berada di sekitar laut memiliki kontur yang relatif datar.

1) Karakteristik Kawasan Pesisir

a. Karakteristik Fisik Lingkungan

Karateristik pantai secara geomorfologi menurut Hantoro

(http://sim.nilim.go.jp/GE/SEMI3/PROSIDING/01-WAHYU.doc, 2004) adalah :

Pantai curam singkapan batuan

Jenis pantai ini umumnya ditemukan di pesisir yang menghadap ke laut

lepas dan merupakan bagian jalur tunjaman/tumbukan, berupa pantai curm

singkapan batu volkanik, terobosan, malihan atau sedimen.

Pantai landai atau dataran

Pesisir datar hingga landai menempati bagian mintakat kraton stabil atau

cekungan belakang. Pembentukan pantai dikendalikan oleh proses eksogen

cuaca.

Pantai dataran endapan lumpur

36

Page 37: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

Estuari lebar menandai muara dengan tutupan tebal bakau. Bagian pesisir

dalam ditandai dataran rawa atau lahan basah. Sedimentasi kuat terjadi di

perairan bila di hulu mengalami erosi. Progradasi pantai atau pembentukan

delta sangat lazim. Kompaksi sedimen diiringi penurunan permukaan

tanah, sementara air tanah tawar sulit ditemukan.

Pantai dengan bukit atau paparan pasir

Pantai menghadap perairan bergelombang dan angin kuat dengan asupan

sedimen sungai cukup, umumnya membentuk rataan dan perbukitan pasir.

Pantai lurus dan panjang dari pesisir datar.

Pantai tepian samudra dengan agitasi kuat gelombang serta memiliki

sejumlah muara kecil berjajar padanya dengan asupan sedimen, dapat

membentuk garis lurus dan panjang pantai berpasir.

Pantai dataran tebing karang.

Bentang pantai ini ditemukan di berbagai mintakat berbeda, yaitu di jalur

tumbukan/tunjaman, jalur volkanik, pulau-pulau sisa tinggian di paparan

tepi kontinen, jalur busur luar atau jalur tektonik geser. Terjalnya tebing

pantai dan kuatnya agitasi gelombang meniadakan peluang terumbu karang

tumbuh, demikian halnya dengan bakau. Tutupan tumbuhan masih mampu

tumbuh di lapukan batuan, terutama di kawasan dengan curah hujan

memadai.

Pantai erosi

Jenis pantai seperti ini terdapat dibeberapa tempat yang menghadap

perairan dengan agitasi gelombang kuat.

Pantai akresi

Proses akresi terjadi di pesisir yang menerima asupan sedimen lebih dari

jumlah yang kemudian dierosi oleh laut. Akresi pantai oleh sedimen halus

sering diikuti tumbuhnya bakau yang berfungsi kemudian sebagai penguat

endapan baru dari erosi atau longsor.

b. Karakteristik Ekosistem Pesisir

Ekosistem di perairan laut dangkal pada umumnya seperti terumbu karang,

padang lamun, dan hutan mangrove pada dasarnya dilindungi seperti pada tertera

di dalam UU No.4/1982 dan UU No. 5/1990.

37

Page 38: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

Ekosistem Estuaria

Estuaria adalah perairan yang semi tertutup yang berhubungan bebas

dengan laut, sehingga air laut dengan salinitas tinggi dapat bercampur

dengan air tawar (Pritchard dalam Supriharyono, 2002: 12).

Ekosistem Mangrove/ Komunitas Hutan Bakau

Kata mangrove mempunyai dua arti, pertama sebagai komunitas, yaitu

komunitas atau masyarakat tumbuhan atau hutan yang tahan terhadap kadar

garam/salinitas (pasang-surut air laut), dan kedua sebagai individu spesies

(Macnae dalam Supriharyono, 2007: 40).

Ekosistem Padang Lamun

Padang lamun (seagrass beds) juga merupakan salah satu ekosistem yang

terletak di daerah pesisir atau perairan laut dangkal. Keunikan dari

tumbuhan lamun dari tumbuhan laut lainnya adalah adanya perakaran yang

ekstensif dan sistem rhizome. Karena tipe perakaran ini menyebabkan

daun-daun tumbuhan lamun menjadi lebat, dan ini besar manfaatnya dalam

menopang keproduktifan ekosistem padang lamun (Supriharyono, 2007:

72).

Ekosistem Terumbu Karang

Terumbu karang (coral reefs) merupakan masyarakat organisme yang

hidup di dasar perairan dan berupa bentukan batuan kapur (CaCO3) yang

cukup kuat menahan gaya gelombang laut (Dawes dalam Supriharyono,

2002: 62).

2) Potensi Bencana Alam di Wilayah Pesisir

Berikut ini adalah sepuluh elemen potensi bencana alam di wilayah pesisir,

(enam elemen adalah penyebab bencana alam, angin kencang/putting beliung,

gempa bumi, tsunami, gelombang badai pasang, banjir, dan gerakan tanah, empat

elemen adalah sebagai akibat bencana yaitu abrasi, akresi, wrosi dan intrusi air

laut). yaitu :

Angin Kencang/Putting Beliung

Gelombang Laut.

Tsunami

Abrasi

38

Page 39: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

Erosi

Gerakan Tanah

Gempa Bumi

Banjir

Akresi

Intrusi Air Laut

3) Permasalahan Pemanfaatan Dan Pengelolaan Pesisir

Permasalahan yang timbul dalam pemanfaatan dan pengelolaan daerah pesisir

dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

Pemanfaatan dan pengelolaan daerah belum diatur dengan peraturan

perundang-ungan yang jelas, seingga daerah mengalami kesulitan dalam

menetapkan sesuatu kebijakan.

Pemanfaatan dan pengelolaan daerah pesisir cendrung bersifat sektoral,

sehingga kadangkala melahirkan kebijakan yang tumpang tindih satu sama

lain.

Pemanfatan dan pengelolaan daerah pesisir belum memperhatikan konsep

daerah pesisir sebagai suatu kesatuan ekosistem yang tidak dibatasi oleh

wilayah administratif pemerintahan, sehingga hal ini dapat menimbulkan

konflik kepentingan antar daerah.

Kewenangan daerah dalam rangka otonomi daerah belum dipahami secara

komprehensif oleh para stakeholders, sehingga pada setiap daerah dan

setiap sector timbul berbagai pemahaman dan penafsiran yang berbeda

dalam pemanfaatan dan pengelolaan daerah pesisir.

4) Isu-isu Penting

Menurut  APKASI isu-isu penting yang perlu segera diluruskan dalam

pemanfaatan dan pengelolaan daerah pesisir ke depan antara lain, yaitu :

Adanya kesan bahwa sebagian daerah melakukan pengkaplingan wilayah

laut dan pantainya. Utuk itu perlu diterapkan oleh pusat pedoman bagi

pelaksanaan kewenangan daerah di bidang kelautan.

Pemanfaatan daearah terhadap daerah pesisir sebagai suatu kesatuan

ekosistem yang tidak dibatasi oleh batas wilayah administratif

pemerintahan.

39

Page 40: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

Pemanfaatan dan pengelolaan daerah pesisir secara alami dan berkelanjutan.

5) Langkah Strategis Pengembangan Wilayah Pesisir Terpadu Berkelanjutan

Pada dasarnya pengembangan wilayah pesisir secara terpadu merupakan suatu

proses yang bersifat siklikal. Untuk mencapai keterpaduan dalam pengelolaan wilayah

pesisir yang berkelanjutan, beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan antara lain :

Mengembangkan kajian-kajian penelitian dan teknologi pengelolaan

wilayah pesisir yang ramah lingkungan.

Mengembangkan system informasi manajemen di wilayah pesisir dan

meningkatkan keterampilan masyarakat.

Memberdayakan masyarakat pesisir melalui pengembangan usaha-usaha

yang dapat dikembangkan di wilayah pesisir.

Melakukan penataan ruang wilayah pesisir sesuai dengan status dan fungsi

wilayah tersebut.

Meningkatkan pengawasan dan pengendalian pemanfaatan sumber daya

alam pesisir agar tidak melampaui ambang batas.

6) Langkah Strategis Mitigasi Bencana Alam di Wilayah Pesisir

Sebagai kegiatan yang sifatnya rutin dan berkelanjutan, mitigasi bencana

hendaknya merupakan system dan prosedur yang sederhana (Coburn et al., 1994).

Prosedur yang sederhana ini akan memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk

memahaminya, dan diharapkan akan cepat memiliki kemampuan untuk dapat

melakukan secara mandiri. Berkaitan dengan hal tersebut beberapa langkah strategis

yang dapat dilakukan antara lain :

Meningkatkan koordinasi dengan berbagai pihak terkait termasuk kerjasama

internasional sesuai dengan UU 22/1999 dan UU 24/2007.

Memberdayakan masyarakat pesisir dalam bidang penanggulangan bencana.

Merevisi RTRW Pesisir dan peraturannya dengan mempertimbangkan aspek

mitigasi bencana alam.

Mempersiapkan data dan peta rawan bencana alam serta prakiraan risiko

bencana yang akan terjadi.

Mempersiapkan NSPM (norm standard procedure manual) bangunan

rumah, bangunan gedung dan bangunan air di wilayah rawan bencana.

Menyederhanakan SOP mitigasi bencana dengan SMART.

40

Page 41: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

7) Prinsip-Prinsip Pengelolaan Wilayah Pesisir

a. Pembangunan Berwawasan Lingkungan

Membatasi perluasan areal pembangunan akibat perkembangan kegiatan

kota, terutama perkembangan kegiatan pembangunan di wilayah pesisir.

Pembangunan di wilayah pesisir kota dibatasi sampai kawasan sempadan

pantai, misalnya melalui upaya penempatan green belt dan pelestarian

kawasan lindung.

Kegiatan pembangunan di wilayah darat kota pesisir harus

memperhitungkan dampak terhadap kondisi lingkungan di wilayah pesisir

dan laut (integrasi pembangunan antara wilayah darat dan wilayah laut).

Pembangunan di wilayah darat maupun pesisir dan laut kota pesisir metro

harus menghindari kemungkinan terjadinya bencana dan perusakan

lingkungan serta habitat dan ekosistem di wilayah pesisir dan laut, seperti

banjir, pencemaran air laut, intrusi air laut, sedimentasi, kerusakan terumbu

karang, punahnya ekosistem/biota pesisir dan laut, dll. Salah satu upaya

yang dapat dilakukan adalah penyediaan waste water treatment yang

memadai untuk aktivitas kota pesisir metro akibat buangan limbah industri

maupun rumah tangga.

Menghindari perkembangan lingkungan kumuh di wilayah pesisir dan laut.

Kegiatan pembangunan yang biasanya cenderung menciptakan lingkungan

kumuh diantaranya adalah perkampungan nelayan, pelabuhan perikanan

serta kegiatan wisata bahari yang bersifat massal. Pendekatan yang dapat

dilakukan adalah melalui upaya pengawasan secara rutin serta mempertegas

proses perijinan, dan upaya pembelajaran pola hidup bersih.

Melestarikan ekosistem pesisir dan laut, biota laut, seperti hutan

mangrove, terumbu karang, dll di wilayah pesisir dan laut kota pesisir

metro. Upaya ini bertujuan untuk mempertahankan dan melestarikan

tempat-tempat pemijahan ikan serta dapat pula difungsikan sebagai upaya

pencegahan abrasi pantai dan menstabilkan kualitas dan kuantitas

penyediaan air.

41

Page 42: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

b. Pelestarian Keindahan Pemandangan (View/Vistas) serta Peninggalan

Bersejarah

Bangunan di sepanjang wilayah pesisir memanfaatkan potensi keindahan

atau pandangan yang menghadap ke arah laut. Laut dimanfaatkan sebagai

halaman depan bangunan yang dibangun di wilayah pesisir dan laut kota

pesisir metro.

Menyediakan akses pandang langsung dari darat ke arah pantai atau laut.

Minimal ada point akses pandangan dari wilayah darat ke wilayah pantai

atau laut, misalnya melalui penyediaan akses jalan yang linier (vertikal atau

horizontal dari wilayah darat).

Melestarikan keberadaan bangunan peninggalan bersejarah yang terdapat di

wilayah pesisir dan laut, misalnya kapal karam, bangunan-bangunan

bersejarah.

c. Laut Merupakan Common Goods (Eksosbud)

Mengembangkan sektor kegiatan kelautan dan perikanan sebagai leading

sector, (misalnya : perikanan, wisata bahari, jasa-jasa industri kelautan, dll).

Masyarakat pesisir harus terlibat secara langsung maupun tidak langsung,

khususnya dalam kegiatan pembangunan di wilayah pesisir dan laut

(misalnya : pengawasan pembangunan, pembangunan swadaya masyarakat)

Gambar 3.25 Pemanfaatan Ruang Laut

42

Page 43: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

Keseimbangan kepemilikan lahan di wilayah pesisir. Biasanya kepemilikan

di wilayah pesisir di dominasi oleh kepemilikan private. Oleh karena itu

harus ada upaya pembatasan kepemilikan secara seimbang. Pantai yang

landai sebaiknya menjadi dominasi kepemilikan publik.

Menyediakan lokasi interaksi masyarakat umum (ruang publik) atau tempat

rekreasi, misalnya promenade, sport centre, sepeda dan jogging track,

taman, playground, dll.

Kegiatan pembangunan yang dilakukan di wilayah pesisir dan laut

merupakan upaya peningkatan kesempatan kerja, khususnya masyarakat

lokal pesisir dan laut.

Kawasan rekreasi wisata bahari, perlu dilengkapi dengan ketersediaan pos

pengawas keselamatan (lifeguard).

Untuk kota pesisir metro yang memiliki wilayah laut sebagai wilayah

perbatasan negara, perlu menempatkan pos-pos pengaman di wilayah

perbatasan laut.

d. Memiliki Jatidiri

Menghidupkan akses melalui pesisir dan laut. Hal ini dapat direalisasikan

melalui pengembangan pintu gerbang laut yang terpadu dengan akses

transportasi darat.

Design bangunan kota pesisir metro, sedapat mungkin melestarikan design

bangunan tradisional setempat atau mengembangkan design bangunan yang

dapat menciptakan jatidiri suatu kota pesisir.

Mempertahankan bangunan-bangunan dan objek bersejarah atau

mengembangkan biota laut yang merupakan jati diri suatu kota pesisir

metro.

2.3.6 Kawasan Permukiman

1) Teori Pemukiman

Permukiman sebagai produk tata ruang mengandung arti tidak sekedar fisik saja

tetapi juga menyangkut hal-hal kehidupan. Permukiman pada dasarnya merupakan suatu

bagian wilayah tempat dimana penduduk/pemukim tinggal, berkiprah dalam kegiatan

kerja dan kegiatan usaha, berhubungan dengan sesame pemukim sebagai suatu

masyarakat serta memenuhi berbagai kegiatan kehidupan.

43

Page 44: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

Menurut Doxiadis (1974), permukiman merupakan totalitas lingkungan yang

terbentuk oleh 5 (lima) unsur utama yaitu :

- Alam (nature), lingkungan biotik maupun abiotik. Permukiman akan sangat

ditentukan oleh adanya alam baik sebagai lingkungan hidup maupun sebagai

sumber daya seperti unsur fisik dasar.

- Manusia (antropos), Permukiman dipengaruhi oleh dinamika dan kinerja

manusia.

- Masyarakat (society), hakekatnya dibentuk karena adanya manusia sebagai

kelompok masyarakat. Aspek-aspek dalam masyarakat yang mempengaruhi

permukiman antara lain : kepadatan dan komposisi penduduk, stratifikasi

sosial, struktur budaya, perkembangan ekonomi, tingkat pendidikan,

kesejahteraan, kesehatan dan hukum.

- Ruang kehidupan (shell), ruang kehidupan menyangkut berbagai unsur

dimana manusia baik sebagai individu maupun sebagai kelompok

masyarakat melaksanakan kiprah kehidupannya.

- Jaringan (network), yang menunjang kehidupan (jaringan jalan, jaringan air

bersih, jaringan drainase, telekomunikasi, listrik dan sebagainya).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan pola permukiman :

- Geografi dan alam ;

Topografi, iklim, dan ketersediaan bahan bangunan.

- Buatan manusia ;

Kekuatan utama yang mempengaruhi bentuk kota (kegiatan perdagangan,

kekuatan sosial politik dan keagamaan) ; berbagai faktor yang terkait dengan

perkembangan masyarakatdan teknologi; dan faktor yang besar pengaruhnya

(antara lain infrastruktur kota, pola jaringan jalan, peraturan dan

perundangundangan).

- Faktor lokasi

o Permukiman yang timbul secara organik

Ketersediaan sumber daya alam

Permukiman yang potensial untuk petahanan

Faktor lokasi pasar (lokasi strategis dekat persimpangan jalan, dekat

sarana transportasi pelabuhan, terminal, bandara dan muara sungai).

44

Page 45: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

o Permukiman yang terencana

Kriteria-kriteria yang digunakan untuk menentukan lokasi yang akan

direncanakan untuk mengembangkanpermukiman sama dengan faktor-

faktor yang menentukan pertumbuhan permukiman secara organik.

Faktor-faktor lain (sosial, politik, religi) antara lain strategi, peluang

pengembangan ekonomi dan pertanian, keberadaaan sumberdaya

mineral dan alasan-alasannya.

o Kesesuaian dengan fungsi kota sebagai pusat pemerintahan,

perdagangan, kebudayaan, agama, pertahanan, produksi, kesehatan,

rekreasi dan campuran.

2) Kriteria Kawasan Pemukiman

Kawasan Permukiman harus dibangun dilahan yang sesuai dengan daya dukung

lahannya agar penggunaan lahan lebih produktif. Penilaian kesesuaian lahan

permukiman berdasarkan tapak/topografi permukiman dapat dilihat pada Tabel 2.7

berikut:

Tabel 2.7 Penilaian Kesesuaian Kawasan Permukiman Berdasarkan Tapak

Permukiman

Selain disesuaikan dengan ketentuan diatas, beberapa kriteria pembangunan

permukiman harus memperhatikan hal-hal terkait dengan Cakupan Kawasan

Permukiman, yaitu :

a. Kawasan Permukiman Perkotaan, yaitu kawasan yang mempunyai kegiatan

utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat

permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintah,

pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.

45

Page 46: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

b. Kawasan Permukiman Perdesaan, yaitu kawasan yang mempunyai kegiatan

utama pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi

kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintah,

sosial dan ekonomi.

3) Karakteristik Kawasan Permukiman ialah Kawasan yang terletak pada lahan

yang bermorfologi datar-landai dengan kemiringan lahan 0-8% tanpa rekayasa

teknis, atau kemiringan 8-15% dengan rekayasa teknis.

4) Ketentuan Teknis Permukiman :

a. Ketentuan penataan ruang di Kawasan Permukiman Perkotaan sebagai berikut :

Pengembangan permukiman perkotaan harus didasarkan pada penataan

bangunan dan lingkungan yang serasi dan seimbang, yang meliputi system

drainase, air bersih, air kotor, persampahan, jalan lingkungan, tata ruang dan

perumahan.

Pengembangan permukiman perlu pengaturan ruang untuk fasilitas

lingkungan seperti ruang terbuka hijau, taman dan fasilitas umum lainnya.

Kepadatan bangunan dan koefisien dasar bangunan yang dapat menunjang

fungsi konservasi/peresapan air dan pengendalian air limpasan permukaan.

Untuk pembangunan perumahan dalam skala besar diwajibkan untuk

menyediakan lahan kuburan, minimal 5% dari luas areal.

Perlu menyediakan lahan secara bersama (iuran) oleh para pengembang yang

membangun perumahan pada radius

b. Ketentuan penataan ruang di Kawasan Permukiman Perdesaan sebagai berikut :

Bangunan yang diperkenankan dikawasan permukiman desa hanya bangunan

usaha tani, kepadatan maks 5 rumah/Ha, dengan koefisien dasar bangunan

(KDB) maks 5%.

Perlu dibatasi agar permukiman perdesaan tidak berubah menjadi permukiman

perkotaan, agar pertanian produktif tetap dapat dipertahankan, serta

konservasi tanah dan air tanah dapat dilakukan dengan baik.

c. Kemiringan lereng atau topografi suatu Kawasan ikut berpengaruh terhadap

peruntukan lahan seperti system perencanaan jaringan jalan, drainase, dll.

Kawasan dengan kemiringan diatas >30% tidak boleh dibangun permukiman,

46

Page 47: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

kawasan tersebut diperuntukan sebagai kawasan penyangga seperti yang

diterangkan Tabel 2.3.

d. Pertimbangan Geologi Kawasan mempunyai keterkaitan dengan penggunaan

lahan. Geologi Kawasan yang dimaksud di sini adalah :

Sifat disik tanah dan batuan.

Kestabilan lereng termasuk potensial longsoran, rayapan dan robohan.

Kehadiran sesar aktif atau yang mungkin aktif dan pusat episentrum yang

ada dengan skala magnitude dan intensitas.

Kontur muka air tanah atau keadaan muka air tanah dan potensial air

permukaan.

Ketebalan tanah atau kedalaman hingga mencapai batuan.

Penyebaran luas setiap daerah banjir, longsoran dan ablasan, gunung api

dengan penyebaran produk, dan batasan-batasan penyebaran banjir

gelombang pasang.

e. Ketinggian lahan. Sebagai contoh membangun dikawasan pegunungan seperti

Bandung Utara ketinggian yang tepat menurut Tabel 2.6 ialah ketinggian 750-

1000 m.

f. Pertimbangan Konservasi air.

g. Pertimbangan Penetapan Intensitas Pemanfaatan Ruang

h. Pertimbangan Aliran Run Off/ Air Permukaan

i. Pertimbangan Jenis Tanah(Sumber:http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND._TEKNIK_ARSITEKTUR/

197812312005012-BETA_PARAMITA/Petunjuk_Teknis_KBU.pdf)

BAB 3

47

Page 48: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

NSPM KAWASAN PERTANIAN, PERKEBUNAN,

PEGUNUNGAN, PESISIR DAN PERTAMBANGAN

3.1 NSPM (Norma, Standart. Pedoman, dan Manual) Kawasan Pertanian

3.1.1. Normatif

UU 45 pasal 33 Kekayaan Alam sebesar-besarnya untuk Kemakmuran Rakyat

Mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional

Undang-Undang RI Nomor 18 tahun 2012 tentang pangan menyebutkan

bahwa pangan merupakan hak asasi bagi setiap individu di Indonesia. Oleh karena

itu terpenuhinya kebutuhan pangan di dalam suatu negara merupakan hal yang

mutlak harus dipenuhi. ketahanan pangan adalah suatu kondisi dimana setiap

individu dan rumahtangga memiliki akses secara fisik, ekonomi, dan ketersediaan

pangan yang cukup, aman, serta bergizi untuk memenuhi kebutuhan sesuai

dengan seleranya bagi kehidupan yang aktif dan sehat.

Konsep ketahanan pangan dijelaskan sebagai berikut :

- Ketersediaan pangan yang mencangkup produksi, cadangan dan

pemasukan

- Distribusi atau aksesibilitas yang menunjang mencakup fisik dan

ekonomi

- Konsumsi mencakup mutu dan keamanan serta kecukupan gizi individu

Elemen untuk mencapai ketahanan pangan, yaitu :

- Tersedianya pangan yang cukup yang sebagian besar berasal dari

produksi sendiri

- Stabilitas ketersediaan pangan sepanjang tahun, tanpa pengaruh musim

- Akses atau keterjangkauan terhadap pangan yang dipengaruhi oleh akses

fisik dan ekonomi terhadap pangan

- Kualitas konsumsi pangan serta keamanan pangan.

Dasar Hukum Pelaksanaan Program Ketahanan Pangan :

- Undang-undang No. 18 tahun 2012 tentang Pangan

- Undang-undang No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan

Pertanian Pangan Berkelanjutan

48

Page 49: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

- Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan

Pemerintah Kabupaten/Kota

- Peraturan Pemerintah No. 68 tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan

- Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2007 tentang Laporan

Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Kepada Pemerintah, laporan

Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan

Pemerintah Daerah Kepada Masyarakat.

- Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan

Gizi Pangan.

- Peraturan Presiden No. 83 Tahun 2006 Tentang Dewan Ketahanan

Pangan

- Peraturan Menteri Pertanian No. 06/Permentan/SR.130/2/2011 tentang

Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi

- Peraturan Presiden No. 47 tahun 2009 tentang Pembentukan dan

Organisasi Kementrian Negara

- Peraturan Presiden No. 47 tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi

Kementrian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon 1

Kementrian Pertanian.

- InInstruksi Presiden No. 5 tahun 2011 tentang Pengamanan Produksi

Beras Nasional Dalam Menghadapi Kondisi Iklim Ekstrim

- Instruksi Presiden No. 7 Tahun 2009 tentang Kebijakan Perberasan

- Peraturan Menteri Pertanian/Ketua Harian Dewan Ketahanan Pangan No.

05/Permentan/PP.200/2/2011 tentang Pedoman Harga Pembelian

Pemerintah Untuk Gabah dan Beras di Luar Kualitas

- Peraturan Menteri Keuangan No. 94/PMK.02/2011 tentang Tata Cara

Penyediaan Anggaran, Perhitungan, Pembayaran dan

Pertanggungjawaban Subsidi Pupuk.

- Peraturan Menteri Keuangan No. 13/PMK.010/2006 tentang Perubahan

Kelima Atas Peraturan Menteri Keuangan No. 110/PMK.010/2006

49

Page 50: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea

Masuk Atas Barang Impor

- Peraturan Menteri Pertanian No. 65/Permentan/OT.140/12/2010 tentang

Standar Pelayanan Minimal Bidang Ketahanan Pangan Provinsi dan

Kabupaten/Kota

- Peraturan Menteri Pertanian No. 15/Permentan/RC.110/1/2010 tentang

Rencana Strategis Kementrian Pertanian 2010-2014

- Peraturan Presiden No. 15 tahun 2011 tentang perubahan Peraturan

Presiden No. 77 tahun 2005 tentang penetapan Pupuk Bersubsidi sebagai

Barang dalam Pengawasan.

- Peraturan Menteri Perdagangan No. 07/M-DAG/PER/2/2009 tentang

perubahan Peraturan Menteri Perdagangan No. 21/M-DAG/PER/6/2008

tentang Pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi untuk sektor

pertanian.

- Peraturan Menteri Pertanian No.22/Permentan/SR.130/4/2011 tentang

perubahan Peraturan Menteri pertanian No. 06/Permentan/SR.130/2/2011

tentang kebutuhan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi untuk

Sektor Pertanian TA 2011

- Peraturan Menteri Keuangan No.129/PMK.02/2010 tentang Tata Cara

Penyediaan, Pencairan dan Pertanggungjawaban Dan Subsidi Benih Padi

Non Hibrida, Jagung Komposit, Jagung Hibrida, dan Kedelai

Bersertifikat.

- Peraturan Menteri Keuagan No. 167/PMK.02/2010 tentang Tata Cara

Penyediaan, Pencairan dan Pertanggungjawaban Dana Cadangan Benih

Nasional dan Bantuan Langsung Benih Unggul.

- Peraturan Menteri Pertanian No.16/Permentan/SR.130/3/2011 tentang

Pedoman Umum Bantuan Langsung Pupuk 2011

- Surat Menteri Perindustrian No. 15/M-IND/1/2011 Usul Penurunan Tarif

Bea Masuk Bahan Baku Pupuk.

- Keputusan Kuasa Pengguna Anggaran Direktorat Jendral Tanaman

Pangan No. 44/KPA/SK.310/C/3/2011 Perubahan Lampiran Keputusan

Kuasa Pengguna Anggaran Direktorat Jendral Tanaman Pangan No.

50

Page 51: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

36/KPA/SK.310/C/3/2011 tentang Pengangkatan Tim Penyususun

Refernesi Harga Kegiatan Subsidi Benih, Cadangan Benih Nasional

(CBN) dan Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) Dirjen Tanaman

Pangan TA 2011.

- Keputusan Kuasa Pengguna Anggaran Direktorat Jenderal Tanaman

Pangan No. 44/KPA/SK.310/C/3/2011 Perubahan Lampiran Keputusan

Kuasa Pengguna Anggaran Direktorat Jenderal Tanaman Pangan No.

36/KPA/SK.310/C/3/2011 tentang Pengangkatan Tim Penyususun

Referensi Harga Kegiatan Subsidi Benih, Cadangan Benih Nasional

(CBN), dan Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) Direktorat

Jenderal Tahun Anggaran 2011

- Rencana Strategis Badan ketahanan Pangan 2010-2014

1) Melaksanakan Kemandirian Pangan

Undang- Undang No 18 Tahun 2012 menjelaskan kemandirian pangan adalah

kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi Pangan yang beraneka ragam

dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan Pangan yang cukup

sampai di tingkat perseorangan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam,

manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal secara bermartabat.

Ketersediaan pangan merupakan prasyarat penting bagi keberlanjutan konsumsi,

namum dinilai belum mencukupi (necessary but not sufficient) dalam konteks

ketahanan pangan, karena masih banyak variabel yang berpenngaruh untuk

mencapai ketahanan pangan tingkat daerah dan rumah tangga. Oleh karena itu,

berbagai upaya dilakukan oleh pemerintahan untuk memenuhi kebutuhan pangan

dalam negeri. Bila terjadi kelebihan pangan tersebut haruslah di perdagangkan antar

wilayah, terutama bagi wilayah yang mengalami defisit pangan dan ekspor.

Begitupun dalam sebaliknya, bila terjadi kekurangan (defisit) sebagian pangan untuk

konsumsi dalam negeri dapat dipenuhi dari pasar luar negeri atau impor.

2) Melakukan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sebagai

gerakan mendukung Swasembada Pangan

51

Page 52: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

UU No.41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan

Berkelanjutan dan SE MENDAGRI 474/4263/SJ/1994 Mempertahankan Sawah

Irigasi Teknis untuk mendukung Swasembada Pangan, merupakan beberapa

peraturan yang membahas perihal konversi lahan pertanian menjadi non-pertanian

yang merupakan masalah utama bagi pengembangan pertanian.

Dalam rangka memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang ada khususnya

yang terkait dengan pengembangan pertanian dalam arti luas maka diupayakan suatu

pendekatan melalui produk pengaturan yang berupa pedoman pengelolaan ruang

kawasan sentra produksi pangan nasional dan daerah. Hal ini dilakukan dengan

pengelolaan ruang dengan arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang yang

diperuntukan bagi ertanian, perkebunan, perternakan, perikanan dan usaha berbasis

agribisnis dalam skala nasional, tercantum PP No.15 Tahun 2010 tentang

Penyelenggaraan Penataan Ruang mengatur masalah lahan pertanian berkelanjutan.

3.1.2. Standard

1) Kawasan Peruntukan Pertanian

a. Ketentuan Umum

Kegiatan kawasan peruntukan pertanian meliputi pertanian tanaman pangan

perkebunan-tanaman keras, peternakan, perikanan air tawar, dan perikanan laut.

Fungsi Utama :

Kawasan peruntukan pertanian memiliki fungsi antara lain:

- Menghasilkan bahan pangan, palawija, tanaman keras, hasil peternakan dan

perikanan;

- Sebagai daerah resapan air hujan untuk kawasan sekitarnya;

- Membantu penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat setempat.

Kriteria Umum dan Kaidah Perencanaan

- Ketentuan pokok tentang perencanaan dan penyelenggaraan budidaya

tanaman; serta tata ruang dan tata guna tanah budidaya tanaman mengacu

kepada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya

Tanaman;

- Ketentuan pokok tentang kegiatan perencanaan perkebunan; penggunaan

tanah untuk usaha perkebunan; serta pemberdayaan dan pengelolaan usaha

52

Page 53: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

perkebunan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang

Perkebunan;

- Pemanfaatan ruang di kawasan peruntukan pertanian harus diperuntukan

untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, dengan tetap memelihara

sumber dayatersebut sebagai cadangan pembangunan yang berkelanjutan dan

tetap memperhatikan kaidah-kaidah pelestarian fungsi lingkungan hidup;

- Ketentuan pokok tentang pemakaian tanah dan air untuk usaha peternakan;

serta penertiban dan keseimbangan tanah untuk ternak mengacu kepada

Undang- Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

Peternakan dan Kesehatan Hewan;

- Ketentuan pokok tentang wilayah pengelolaan perikanan; pengelolaan

perikanan; dan usaha perikanan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 31

Tahun 2004 tentang Perikanan;

- Penggunaan lahan untuk kegiatan pertanian tanaman harus memanfaatkan

potensi tanah yang sesuai untuk peningkatan kegiatan produksi dan wajib

memperhatikan aspek kelestarian fungsi lingkungan hidup dan mencegah

kerusakannya;

- Kawasan pertanian tanaman lahan basah dengan irigasi teknis tidak boleh

dialihfungsikan;

- Kawasan pertanian tanaman lahan kering tidak produktif dapat

dialihfungsikan dengan syarat-syarat tertentu yang diatur oleh pemerintah

daerah setempat dan atau oleh Departemen Pertanian;

- Wilayah yang menghasilkan produk perkebunan yang bersifat spesifik lokasi

dilindungi kelestariannya dengan indikasi ruang;

- Wilayah yang sudah ditetapkan untuk dilindungi kelestariannya dengan

indikasi geografis dilarang dialihfungsikan;

- Kegiatan pertanian skala besar (termasuk peternakan dan perikanan), baik

yang menggunakan lahan luas ataupun teknologi intensif harus terlebih

dahulu memiliki kajian studi Amdal;

- Penanganan limbah pertanian tanaman (kadar pupuk dan pestisida yang

terlarut dalam air drainase) dan polusi industri pertanian (udara-bau dan asap,

53

Page 54: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

limbah cair) yang dihasilkan harus disusun dalam RPL dan RKL yang

disertakan dalam dokumen Amdal;

- Penanganan limbah peternakan (kotoran ternak, bangkai ternak, kulit ternak,

bulu unggas, dsb) dan polusi (udara-bau, limbah cair) yang dihasilkan harus

disusun dalam RPL dan RKL yang disertakan dalam dokumen Amdal;

- Penanganan limbah perikanan (ikan busuk, kulit ikan/udang/kerang) dan

polusi (udara-bau) yang dihasilkan harus disusun dalam RPL dan RKL yang

disertakan dalam dokumen Amdal;

- Pengolahan limbah dilakukan pada setiap kegiatan pertanian pra-panen,

panen, pasca panen, dan pasca pengolahan.

- Kegiatan pertanian skala besar (termasuk peternakan dan perikanan), harus

diupayakan menyerap sebesar mungkin tenaga kerja setempat;

- Pemanfaatan dan pengelolaan lahan harus dilakukan berdasarkan kesesuaian

lahan;

- Upaya pengalihan fungsi lahan dari kawasan pertanian lahan kering tidak

produktif (tingkat kesuburan rendah) menjadi peruntukan lain harus

dilakukan tanpa mengurangi kesejahteraan masyarakat.

b. Ketentuan Teknis

Karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan

Karakteristik kawasan peruntukan pertanian terdiri dari pertanian lahan basah,

pertanian lahan kering dan pertanian tanaman tahunan. Masing-masing

karateristik kawasan peruntukan pertanian tersebut memiliki kriteria teknis

seperti ditunjukkan pada Tabel Karakteristik Kawasan Peruntukan Pertanian.

Kriteria teknis:

- Pemanfaatan dan pengelolaan lahan harus dilakukan berdasarkan kesesuaian

lahan;

- Upaya pengalihan fungsi lahan dari kawasan pertanian lahan kering tidak

produktif (tingkat kesuburan rendah) menjadi peruntukan lain harus

dilakukan secara selektif tanpa mengurangi kesejahteraan masyarakat;

Kawasan pertanian lahan basah mencakup:

- Pola tanam: monokultur, tumpangsari, campuran tumpang gilir;

54

Page 55: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

- Tindakan konservasi berkaitan dengan:

o Vegetatif: pola tanam sepanjang tahun, penanaman tanaman panen atas air

tersedia dengan jumlah dan mutu yang memadai yaitu 5-20 L/detik/ha

untuk mina padi, mutu air bebas polusi, suhu 23-30ºC, oksigen larut 3-7

ppm, amoniak 0.1 ppm dan pH 5-7;

o Mekanik: pembuatan pematang, teras, dan saluran drainase.

Kawasan pertanian lahan kering mencakup:

- Kemiringan 0-6%: tindakan konservasi secara vegetatif ringan, tanpa

tindakan konservasi secara mekanik;

- Kemiringan 8-15%:

o Tindakan konservasi secara vegetatif ringan sampai berat yaitu pergiliran

tanaman, penanaman menurut kontur, pupuk hijau, pengembalian bahan

organik, tanaman penguat keras;

o Tindakan konservasi secara mekanik (ringan), teras gulud disertai tanaman

penguat keras;

o Tindakan konservasi secara mekanik (berat), teras gulud dengan interval

tinggi 0.75-1.5 m dilengkapi tanaman penguat, dan saluran pembuang air

ditanami rumput.

- Kemiringan 15-40%:

o Tindakan konservasi secara vegetatif (berat), pergiliran tanaman,

penanaman menurut kontur, pemberian mulsa sisa tanaman, pupuk

kandang, pupuk hijau, sisipan tanaman tahunan atau batu penguat teras dan

rokrak;

o Tindakan konservasi secara mekanik (berat), teras bangku yang dilengkapi

tanaman atau batu penguat teras dan rokrak, saluran pembuangan air

ditanami rumput.

Kawasan pertanian tanaman tahunan mencakup:

- Kemiringan 0-6%: pola tanam monokultur, tumpang sari, interkultur atau

campuran. Tindakan konservasi, vegetatif tanaman penutup tanah,

penggunaan mulsa, pengolahan tanah minimum. Tanpa tindakan konservasi

secara mekanik;

- Kemiringan 8-15%:

55

Page 56: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

o Pola tanam, monokultur, tumpang sari, interkultur atau campuran;

o Tindakan konservasi secara vegetatif, tanaman penutup tanah,

penggunaan mulsa, pengolahan tanah minimal;

o Tindakan konservasi secara mekanik, saluran drainase, rokrak teras

bangku, diperkuat dengan tanaman penguat atau rumput.

- Kemiringan 25-40%:

o Pola tanam, monokultur, interkultur atau campuran;

o Tindakan konservasi secara vegetatif, tanaman penutup tanah,

penggunaan mulsa, pengolahan tanah minimal;

o Tindakan konservasi secara mekanik, saluran drainase, rokrak teras

individu.

Kawasan perikanan mencakup luas lahan untuk kegiatan budi daya tambak

udang/ ikan dengan atau tanpa unit pengolahannya adalah G 25 Ha, budi daya

perikanan terapung di air tawar luas G 2,5 Ha atau jumlah G 500 unit;

Pemanfaatan dan penggunaan lahan untuk usaha perkebunan, luas maksimum

dan luas minimumnya ditetapkan oleh Menteri dengan berpedoman pada jenis

tanaman, ketersediaan tanah yang sesuai secara agroklimat, modal, kapasitas

pabrik, tingkat kepadatan penduduk, pola pengembangan usaha, kondisi

geografis dan perkembangan teknologi;

Hak guna usaha untuk usaha perkebunan diberikan dengan jangka waktu paling

lama 35 (tiga puluh lima) tahun;

Lahan perkebunan besar swasta yang terlantar (kelas V) yang tidak berupaya

untuk melakukan perbaikan usaha setelah dilakukan pembinaan, pemanfaatan

lahannya dapat dialihkan untuk kegiatan non perkebunan.

Penggunaan aplikasi konsep agronomi dalam mencapai produksi maksimum

dengan bantuan teknologi.

Pencapaian hasil produksi tanam yang maksimum dengan menggunakan konsep

agronomi dilakukan dengan 3 hal :

- Pola tanam

Merupakan sub-sistem budidaya tanam dengan memanfaatkan dan

meningkatkan efisien sumber daya dengan optimal untuk memperoleh

produksi maksimal dan meningkatkan produktifitas lahan.

56

Page 57: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

- Intensifikasi

Meningkatkan produksi hasil tanam per satuan luas tertentu dengan

teknologi yang dapat diterima oleh petani, yaitu dengan penerapan sapta

usaha tani.

- Diversifikasi

Upaya mengoptimalkan sumberdaya lahan dan tenaga dalam suatu lahan

usaha tani melalui teknologi hemat lahan (keanekaragaman budidaya

tanaman pangan dan holtikultura)

- Ekstensifikasi.

Kegiatan memperluas lahan usaha tani ke daerah usaha tani baru dengan

membuka areal potensi.

57

Page 58: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

3.1.3. Prosedur

1) Budidaya Pertanian Tanaman Semusim Lahan Kering

a. Dilakukan pada unit lahan yang mempunyai nilai kesesuaian lahan sangat sesuai

sampai sesuai marginal (Kemampuan lahan Kelas I – Kelas IV) (Lampiran I).

b. Kemiringan lahan maksimum 45% harus dan telah dilakukan tindakan

pengelolaan/pencegahan erosi yang memadai.

c. Untuk lahan dengan tingkat kesesuaian lahan marginal atau di bawah marginal

terlebih dahulu harus dilakukan upaya pemulihan kemampuan lahan seperti

penanaman tanaman pionir, pupuk hijau atau penambahan bahan organik dan

anorganik yang diizinkan untuk pertanian organik.

d. Pengelolaan tanah dilakukan dengan menerapkan upaya-upaya konservasi sesuai

standar teknis dalam panduan ini (Lampiran 2, Tabel 1), dan menjaga kesuburan

tanah dalam jangka panjang sesuai dengan cara-cara yang diizinkan untuk

budidaya pertanian organik, sehingga terjadi perubahan kelas kesesuaian lahan

e. Mempertahankan tanaman tahunan dalam jumlah yang diperlukan dalam rangka

menjaga kelestarian sumber daya lahan dan air.

f. Mengendalikan perkembangan permukiman dan bangunan lainnya yang bukan

penunjang usaha pertanian.

58

Page 59: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

2) Budidaya Tanaman Pangan Lahan Basah

a. Dilakukan pada unit lahan yang mempunyai nilai kesesuaian lahan sangat sesuai

sampai cukup sesuai.

b. Kemiringan lahan 0 – 30 %, pada areal yang telah atau akan dibangun sarana

irigasi atau sarana drainase.

c. Pengelolaan lahan dan tanah dilakukan dengan menerapkan upaya-upaya

konservasi sesuai standar teknis dan menjaga kesuburan tanah dalam jangka

panjang sesuai dengan cara-cara yang diizinkan untuk budidaya pertanian.

d. Sumber air dikendalikan agar tetap terhindar dari pencemaran

e. Pengendalian mutu air yang sesuai untuk pertanian organik.

f. Mengendalikan perkembangan permukiman, bangunan dan budidaya lainnya.

3) Budidaya Pertanian Tanaman Tahunan

a. Dilakukan pada lahan yang mempunyai nilai kesesuaian lahan sesuai sampai

sesuai marginal

b. Kemiringan lahan 0 – 45 %, kecuali untuk perkebunan teh atau pengembangan

Kawasan Penyangga Kawasan Lindung diperkenankan pada kemiringan lahan

lebih 45 % dengan pengaturan khusus

c. Pengelolaan lahan dan tanah dilakukan dengan menerapkan upaya-upaya

konservasi sesuai standar teknis dan menjaga kesuburan tanah dalam jangka

panjang sesuai dengan cara-cara yang diizinkan untuk budidaya pertanian

d. Pemeliharaan sumber air pengendalian mutu air yang sesuai

e. Mengendalikan perkembangan permukiman, bangunan dan budidaya lainnya.

4) Konversi Lahan

a. Lahan yang digunakan untuk produksi pertanian organik harus bebas dari bahan

kimia sintetis.

b. Jika lahan yang akan digunakan untuk pertanian organik berasal dari lahan yang

sebelumnya digunakan untuk produksi pertanian non organik, maka lahan

tersebut harus dilakukan konversi dengan ketentuan sebagai berikut:

59

Page 60: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

Untuk tanaman semusim diperlukan masa konversi minimal 2 (dua) tahun,

sedangkan untuk tanaman tahunan (tidak termasuk padang rumput) diperlukan

masa konversi minimal 3 (tiga) tahun. Bergantung pada situasi dan kondisi

yang ada, masa konversi bisa diperpanjang atau diperpendek, namun tidak

boleh kurang dari 12 bulan. Keputusan penambahan atau pengurangan masa

konversi tersebut dibuat oleh Lembaga Sertifikasi dengan mengacu pada

ketetapan Otoritas Kompeten Pangan Organik (OKPO) berdasar masukan dari

pakar yang kompeten.

Prinsip-prinsip budidaya pertanian organik seperti tercantum dalam SNI Sistem

Pangan Organik harus telah diterapkan pada lahan yang sedang dalam periode

konversi. Selama masa konversi tersebut dianjurkan tanah tetap diusahakan

untuk budidaya tanaman

Lahan yang telah atau sedang dikonversi ke lahan untuk produksi pertanian

organik tidak diperbolehkan untuk diubah bolak-balik antara lahan pertanian

organik dan non organik (konvensional)

Jika lahan pertanian tidak dapat dikonversi secara bersamaan, maka perlu

adanya batas yang tegas dan cukup antara lahan yang dalam konversi dengan

lahan lainnya sehingga terhindar dari kontaminasi.

Perlu adanya batasan yang jelas mengenai lahan yang diusahakan secara

organik dan lahan non organik (konvensional).

5) Pemanenan

Dalam penanganan pasca panen tidak digunakan bahan-bahan yang dapat

merusak, seperti fumigasi, dan sejenisnya.

Pemanenan atau pemungutan hasil produksi pertanian harus dilakukan pada

masa yang tepat dan sesuai dengan kaidah-kaidah untuk memperoleh mutu

produk yang baik secara konsisten.

Pemanenan atau pemungutan hasil produksi pertanian harus dilakukan dengan

cara/teknik yang tepat agar tidak menimbulkan kerusakan pada tanaman atau

memungkinkan dapat timbul penyakit pada tanaman atau menimbulkan

kerusakan pada produk yang dipanen atau membahayakan bagi pekerja yang

melakukan pemanenan.

60

Page 61: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

3.1.4. Manual

1) Ketentuan Pengelolaan

Kegiatan yang diperkenankan dalam mengelola kawasan pertanian sebagai

kawasan budidaya, adalah sebagai berikut :

a. Pada kawasan pertanian lahan basah adalah persawahan teknis

b. Pada kawasan pertanian lahan kering adalah tanaman pangan dan hortikultura,

perternakan, dan perikanan serta sawah tadah hujan

c. Pada kawasan perkebunan atau tanaman tahunan adalah berbagai perkebunan

besar atau rakyat

2) Ketentuan Pengawasan Dan Pengendalian

Pengawasan pemanfaatan ruang di kawasan pertanian sebaigai kawasan

budidaya adala sebaga berikut :

a. Pengkajian dampak lingkungan sebagaimana diatur dalam peraturan

perundang-undangan dalam pengembangan berbagai usaha dan/atau kegiatan

terutama yang berskala besar.

b. Pengawasan terhadap proses pelaksanaan berbagai usaha dan/atau kegiatan

berdasarkan prosedur dan tata cara pemanfaatan ruang kawasan budidaya

agar terlaksana keserasian antar kegiatan pemanfaatan ruang di kawasan

budidaya tersebut, baik kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan.

c. Pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan penelitian eksploitasi mineral dan

air tanah serta kegiatan lain yang berkaitan dengan pencegahan bencana alam

di kawasan budidaya agar tetap terjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup,

keamanan dan berkelanjutan usaha dan/atau kegiatan budidaya lainnya.

d. Pengawasan ruang agar tidak terjadi tumpang tindih dalam pemberian hak

pengelolaan pada suatu kawasan.

e. Pemanfaatan dan evaluasi secara berkala dalam pemanfaatan ruang kawasan

budidaya.

f. Penertiban pemanfaatan ruang di kawasan budidaya meliputi kegiatan:

61

Page 62: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

Penegakan prosedur perijinan pemanfaatan ruang untuk menjamin bahwa

ruang yang akan dibangun telah sesuai dengan rencana peruntukkan ruang,

ketentuan teknik dan kegiatan yang telah direncanakan sebelumnya.

Dalam pemberian ijin mendirikan bangunan pemerintah daerah harus

memperhatikan prosedur dan ketentuan peraturan undang-undangan yang

berlaku.

3) Pemanfaatan Ruang Untuk Kawasan Pertaniana. Sawah Irigasi dan Tadah Hujan

Pemanfaatan Ruang :

- Pembatasan perkembangan permukiman agar fungsi utama tidak berubah

menjadi permukiman perdesaan /perkotaan dengan tujuan agar lahan

pertanian produktif tetap dapat dipertahankan serta konservasi tanah dan air

dapat terjaga dengan baik.

- Pertanian lahan basah (sawah irigasi) dapat ditanami padi, palawija,

sayuran, bunga-bungaan dan ikan.

- Garis sempadan irigasi 1 m dari kaki luar tanggul dan yang melewati

permukiman ditetapkan berdasarkan pertimbangan teknik dan sosio

ekonomi.

- Mempertahankan hutan lindung dan wisata alam yang ada di blok kawasan.

- Atas pembangunan tertentu dan untuk menjamin agar kawasan pertanian

tidak berubah fungsi, maka kawasan pertanian pada lokasi-lokasi tertentu

ditetapkan sebagai kawasan pertanian abadi.

b. Syarat

- Kawasan pertanian lahan basah dengan irigasi teknis dan memungkinkan

untuk dikembangkan sistem irigasi tidak dapat dialihfungsikan.

- Pertanian lahan basah dengan irigasi teknis dapat dikembangkan pada

wilayah dengan ketinggian kurang dari 1000 m dpl, kemiringan kurang dari

40% dan kedalaman efektif tanah lebih dari 30 cm

- Areal sawah tadah hujan/lahan kering dapat dikembangkan di wilayah

dengan kemiringan < 40%, kedalaman efektif tanah > 30 cm

- Pengembangan jalan sesuai dengan kebutuhan usaha pertanian lahan basah

62

Page 63: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

- Perternakan, perikanan dan wisata paling luas 2% dari luas blok dan tidak

mengganggu fungsi pertanian lahan basah maupun fungsi lindung.

c. Larangan

- Membuat galian yang membahayakan irigasi.

- Membongkar, menambah dan mendirikan bangunan di sekitar jaringan

irigasi tanpa ijin.

- Konversi budidaya dari tanaman pangan seperti padi sawah sebagai

komoditas utama ke budidaya lainnya.

- Mengalihkan pertanian lahan basah menjadi pertanian lahan kering.

- Mengalihkan pertanian lahan basah menjadi perkebunan.

- Mengalihkan pertanian lahan basah menjadi permukiman.

- Mengalihkan pertanian lahan basah menjadi perkotaan.

4) Ketentuan Intensitas

- Kawasan Wilayah Terbangun (KWT) : Maksimum 7%

- Kawasan Wilayah Hijau (KWH) : 91%

- Kepadatan bangunan maksimum 3 rumah/ha

5) Ketentuan Pengendalian

- Pemanfaatan ruang yang sesuai aturan tapi tidak berizin harus segera

mengurus perizinan.

- Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai aturan, tapi telah mempunyai izin dapat

tetap dipertahankan asal tidak ada pengembangan bangunan.

- Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai aturan dan/atau tidak mempunyai izin

ditertibkan dengan pencabutan izin dan pembongkaran bangunan.

6) Ketentuan Pengelolaan

- Pengembangan infrastruktur yang mendukung seperti jalan, jaringan irigasi

dan agroindustri dengan fungsi yang didasarkan pada potensi pertanian lahan

basah.

- Pengembangan perusahaan pengumpul dan distribusi bagi pertanian lahan

basah dengan memperhatikan jarak minimum yang mudah dijangkau.

- Pembangunan prasarana irigasi bagi pengembangan pertanian lahan basah

agar tidak tergantung pada musim.

63

Page 64: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

- Pengembangan agroindustri dengan fungsi yang didasarkan pada potensi

pertanian wilayah pinggiran pada lahan basah dan pengembangan pusat

pengumpul dan distribusi dengan memperhatikan jarak minimum yang

mudah dijangkau.

Penataan Bangunan

1. Ketentuan Intensitas

- Koefisien Dasar Bangunan (KDB) Maks. 7%

- Koefisien Dasar Hijau (KDH) 91 %

- Koefisien Lantai Bangunan (KLB) Maks. 0.14

2. Ketentuan Bangunan

- Dianjurkan luas petak lahan minimum : 8000m2.

- Tinggi bangunan maksimum 2 lantai.

- Jarak bebas samping dan belakang bangunan minimum 2 lt – 5 m, 3 lt – 6

m, 4lt – 7 m.

- Garis sempadan bangunan setengah daerah milik jalan ditambah 1 m jika

lebar daerah milik jalan lebih dari 8 m.

3. Ketentuan Pengendalian

- Bangunan yang sesuai aturan tetapi tidak berizin, harus segera mengurus

perizinan.

- Bangunan yang tidak sesuai aturan, tetapi telah berizin dapat dipertahankan

asal tidak ada pengembangan bangunan.

- Bangunan yang tidak sesuai aturan dan/atau tidak berizin dapat ditertibkan

dengan pencabutan izin, pembongkaran bangunan.

2. Pertanian Lahan Kering

Pemanfaatan Ruang

1. Fungsi utama pertanian yang sifatnya produksi atau untuk kepentingan subsistem

2. Pembatasan perkembangan pemukiman agar fungsi utama tidak berubah dengan

tujuan agar lahan pertanian produktif tetap dapat dipertahankan

Perizininan

1. Pertanian lahan kering dapat ditanami tanaman pangan, hortikultura dan bunga

64

Page 65: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

2. Bangunan yang berkenaan hanya bangunan penunjang usaha tani atau sawah

tadah hujan atau bangunan pelayanan lingkungan

Perizinan Dengan Syarat

1. Peralihan untuk areal untuk komoditas pertanian lahan kering menjadi komoditas

lain hanya dimungkinkan untuk pemanfaatan dengan fungsi sosio-ekonomi dan

estetika yang lebih baik dari komoditas pertanian lahan kering yang ada.

2. Perkebunan dengan tanaman pendukung fungsi lindung dan tidak mengganggu

fungsi hidrologi

3. Pertanian lahan basah jika memungkinkan dibuat irigasi

4. Kegiatan lain yang mendukung kegiatan pertanianlaha kering

5. Industri kecil atau rumah yang berkaitan dengan pertanian lahan kering

6. Peternakan dan pariwisata yang tidak mengganggu fungsi utaa pertanian lahan

kering

7. Pemikiman perdesaan bagi masyarakat yang terkait langsung dengan usaha

pertanian lahan kering

Larangan

1. Pemanfaatan runag yang mengganggu fungsi

2. Pemukiman perkotaan

3. Pengembangan industri menengah sampai besar

Ketentuan Intensitas

1. Kawasan Wilayah Terbangun (KWT) maksimum 2%

2. Kawasan Wilayah Hijau (KWH) 98%

3. Kepadaan Bangunan maksimum 5 rumah/ha

Pengendalian

1. Pemanfaatan ruang yang sesusai aturan tetapi tidak berizin harus segera

mengurus perizinan

2. Pemanfaatan runga yang tidak sesuai aturan, tetapi telah berizin dapat tetap

dipertahankan asalh tidak ada pengembangan bangunan

3. Pemanfaatan ruag yang tidak sesuai aturan dan tidak berizin dapat ditertibkan

dengan pencabutan izin, pembongkaran bangunan

4. Pemanfaatan air tanah dalam harus mendapat izin

Penataan Bangunan

65

Page 66: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

1. Ketentuan Intensitas

- Koefisien Dasar Bangunan (KDB) Maksimum 15%

- Koefisien Dasar Hijau (KDH) 82%

- Koefisien Lantai Bangunan (KLB) Maksimum 0.3

2. Ketentuan Bangunan

- Dianjurkan luas petak lahan minimum : 6000 m2.

- Tinggi bangunan maksimum 2 lantai.

- Jarak bebas samping dan belakang bangunan minimum 2 lt – 5 m, 3 lt – 6 m,

4lt – 7 m.

- Garis sempadan bangunan setengah daerah milik jalan ditambah satu meter

jika lebar daerah milik jalan lebih dari 8 m.

3. Ketentuan Pengendalian

- Pemanfaatan ruang yang sesuai peraturan tetapi tidak berizin harus segera

mengurus perizinan.

- Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai peraturan, tetapi telah berizin dapat

tetap dipertahankan asal tidak ada pengembangan bangunan.

- Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai peraturan dan tidak berizin dapat

ditertibkan dengan pencabutan izin, pembongkaran bangunan.

4. Peraturan

- Pengembangan sawah irigasi teknis atau pencetakan sawah baru dilakukan

dengan memprioritaskan perubahan dari sawah tadah hujan menjadi sawah

irigasi.

- Perubahan kawasan pertanian harus tetap memperhatikan luas kawasan yang

dipertahankan.

5. Ketentuan Pengawasan dan Pengendalian

- Pengawasan dan pengendalian pada setiap kegiatan pertanian di luar kawasan

peruntukkannya, dilakukan dengan cara memberikan sanksi dan disinsentif.

- Pengawasan dan pengendalian pada setiap kegiatan pertanian yang

memanfaatkan fasilitas prasarana irigasi dilakukan dengan cara inventarisasi

pengguna prasarana irigasi dan besaran kebutuhan. Bagi pengguna yang

memanfaatkan pengairan tidak sesuai dengan peraturan maka diberikan

sanksi dan disinsentif.

66

Page 67: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

6. Ketentuan Pengelolaan

- Pertanian lahan kering dikembangkan di setiap kecamatan.

- Pengembangan agroindustri dengan fungsi yang didasarkan pada potensi

pertanian lahan kering dan pengembangan pusat pengumpul dan distribusi

bagi pertanian lahan kering dengan memperhatikan jarak minimum yang

mudah dijangkau.

-

3.2 NSPM (Norma, Standart. Pedoman, dan Manual) Kawasan Perkebunan

3.2.1.Normatif

1) Merupakan komoditas ekspor Indonesia yang dapat diperbaharui.

Komoditas terbesar Indonesia pada tahun 2011 berasal dari sektor industri non

migas yang menyumbang US$ 122 miliar atau sebesar 60 persen dari total nilai

ekspor.

Tabel 3.1Hasil Komoditas Ekspor Indonesia Tahun 2011

Komoditas Nilai Persentase

Hasil Industri non migas US$ 122 miliar 60%

Industri Migas US$ 41 miliar 20,43%

Pertambangan non migas US$ 34 miliar 17,02%

Pertanian US$3,1 miliar 2,54%

Sumber :http://www.tempo.co/read/news/2012/02/01/090381010/Krisis-Ekspor-Malah-Naik-24-Persen

Berdasarkan tabel hasil komoditas ekspor Indonesia, walaupun persentase hasil

pertanian adalah 2,54% yang menyumbang US$3,1 miliar, namun komoditas pertanian

merupakan satu-satunya komoditas yang dapat diperbaharui (renewable)

sehinggakomoditas tersebut tidak akan habis asalkan tidak ada alih guna lahan

pertanian.

Penyumbang terbesar untuk pertanian pada tabel tersebut adalah dari hasil

perkebunan yaitu kopi, karet, kakao dan kelapa sawit, (sumber : tempo).

2) Menjaga kelestarian hutan untuk mencegah terjadinya globalisasi.

67

Page 68: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

Dalam pelaksanaan ISO 14000, semua aspek yang terlibat dalam industri kelapa

sawit, mulai dari pembukaan lahan sampai dengan pengolahan dan pembungan limbah

harus terbukti ramah lingkungan. Akhir-akhir tersedia teknologi baru hasil dari PPKS

maupun dari institusi penelitian dalam dan luar negeri di bidang budidaya dan

pengolahan kelapa sawit yang lebih ramah lingkungan. Beberapa teknologi tersebut

antara lain:

- Pembukaan lahan tanpa bakar

- Peningkatan biodiversitas

- Peningkatan efisiensi penggunaan energi

- Pencegahan erosi tanah

- Daur ulang unsur hara

- Pengendalian hama dan penyakit secara biologis.

3) Mengamalkan pasal 33 UU 1945 yaitu Bumi, tanah, air dan kekayaan yang

terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-

besarnya kemakmuran rakyat.

4) Pengembangan Kawasan Perkebunan sesuai dengan Rencana Tata Ruang

Wilayah (RTRW)

Perluasan areal perkebunan yang dapat dilakukan melalui pembukaan lahan baru

dan atau pemanfaatan lahan yang sementara tidak diusahakan guna meningkatkan

produksi perkebunan, sehingga menjadi pengembangan Kawasan Perkebunan yang

sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

5) Berlandaskan hukum :

- UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

- UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

- UU No. 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan

- PP No. 31 Tahun 2009 tentang Perlindungan Wilayah Geografis Penghasil Produk

Perkebunan Spesifik Lokasi

- PP No. 26 Tahun 2008 tentang RTRWN

- PP No. 18 Tahun 2010 tentang Usaha Budidaya Tanaman

- PP No. 1 Tahun 2011 tentang Penetapan Dan Alih Fungsi Lahan Pertanian

Pangan Berkelanjutan

- Perda tentang RTRW di tingkat Propinsi/Kabupaten/Kota

68

Page 69: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

- Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor

39/Permentan/OT.140/6/2010 Tentang Pedoman Perizinan Usaha Budidaya

Tanaman Pangan

- Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor

19/Permentan/OT.140/3/2011 Tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit

Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil/ISPO)

- Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26/ Permentan/OT.140/2/2007 Tentang

Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan

- Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 41/ Permentan/OT.140/9/2009 Tentang

Kriteria Teknis Kawasan Peruntukan Pertanian

- Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 36/ Permentan/OT.140/7/2009 Tentang

Persyaratan Penilai Usaha Perkebunan

- Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 33/ Permentan/OT.140/7/2006 Tentang

Pengembangan Perkebunan Melalui Program Revitalisasi Perkebunan

- Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 14/ Permentan/PL.110/2/2009 Tentang

Pedoman Pemanfaatan Lahan Gambut Untuk Budidaya Kelapa Sawit

- Pedoman Umum Pengembangan kawasan Agropolitan dan Pedoman Operasional

Pengembangan Kawasan Agropolitan Departemen Pertanian

3.2.2.Standar

1) Standar Pengembangan Lahan Perkebunan

Berdasarkan Pedoman Pengelolaan Ruang Agropolitan, Suatu wilayah dapat

dikembangkan menjadi suatu kawasan bidang perkebunan harus dapat memenuhi

persyaratan sebagai berikut :

a. Memiliki sumberdaya lahan dengan agroklimat yang sesuai untuk

mengembangkan komoditi pertanian khususnya pangan, yang dapat dipasarkan

atau telah mempunyai pasar (selanjutnya disebut komoditi unggulan).

b. Memiliki prasarana dan infrastruktur yang memadai untuk mendukung

pengembangan sistem

c. Memiliki sumberdaya manusia yang mau dan berpotensi untuk mengembangkan

kawasan sentra produksi pangan (agropolitan) khususnya bidang perkebunan

secara mandiri.

69

Page 70: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

d. Konservasi alam dan kelestarian lingkungan hidup bagi kelestarian sumberdaya

alam, kelestarian sosial budaya maupun ekosistem secara keseluruhan.

Gambar 3.1 Kedudukan Agropolitan Dalam Kota-Kota Besar

Sumber : Pedoman Pengelolaan Ruang Agropolitan

Berdasarkan Pasal 7 Ayat (1) UU No. 18 Tahun 2004, Luas lahan usaha budidaya

perkebunan untuk satu perusahaan atau grup perusahaan ditetapkan sebagai berikut :

a. Luas maksimum lahan usaha perkebunan adalah 20.000 hektar dalam satu

Propinsi atau 100.000 hektar untuk seluruh Indonesia, kecuali usaha perkebunan

tebu.

b. Luas maksimum lahan usaha perkebunan tebu adalah 60.000 hektar dalam satu

Propinsi atau 150.000 hektar untuk seluruh Indonesia.

Berdasarkan pedoman teknis perluasan areal perkebunan, Standar teknis perluasan

areal pada kawasan perkebunan adalah sebagai berikut :

a. Komoditas yang dikembangkan diprioritaskan untuk komodita sunggulan nasional

(kakao, karet, kopi, pala dan lada) serta unggulan lokal yang mempunyai nilai

ekonomi tinggi.

b. Bibit tanaman perkebunan harus bersertifikat dari instansi yang berwenang.

c. Pembukaan lahan perkebunan diarahkan pada Kawasan Perkebunan dengan luas

hamparan minimal 10 ha untuk Pulau Jawa dan 25 ha per kelompok untuk Luar

Pulau Jawa.

Kriteria perluasan areal pada kawasan perkebunan berdasarkan pedoman teknis

perluasan areal perkebunan adalah :

a. Kriteria Lokasi

b. Lokasi disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

70

Page 71: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

c. Merupakan daerah pengembangan kawasan perkebunan.

d. Dimungkinkan menggunakan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) sesuai dengan

peraturan dan perundangan yang berlaku.

e. Telah mendapatkan persetujuan dari Kepala Dinas lingkup pertanian melalui SK

Penetapan Lokasi.

f. Bebas banjir dan atau bisa dilakukan pengendalian banjir secara mudah dan

murah.

g. Diusahakan untuk tidak membuka Hutan Primer sekalipun masuk dalam Areal

Penggunaan Lain (APL).

h. Mempunyai aksesibilitas yang baik.

i. Mempunyai status kepemilikan yang jelas dan tidak dalam sengketa.

j. Tidak tumpang tindih dengan program dan kegiatan proyek lain yang sejenis.

k. Diutamakan yang mempunyai vegetasi ringan (semak belukar,alang-alang dan

hutan ringan).

l. Kesesuaian lahan sesuai untuk pertumbuhan komoditas perkebunan.

m. Faktor iklim (curah hujan, angin, kelembaban dan suhu) yangsesuai.

n. Tersedianya sumber air (sungai, danau, dam, air tanah dangkal dan air tanah

dalam).

o. Berada dalam wilayah binaan Petugas Penyuluh Lapang (PPL).

Kriteria Petani

a. Belum pernah menerima kegiatan yang sama/sejenis pada tahun sebelumnya.

b. Bersedia mengikuti pelaksanaan kegiatan yang dinyatakan dengan ”surat

pernyataan kesanggupan” sebagai peserta.

c. Pemilik penggarap dan atau penggarap (ada bukti tertulis sebagai penggarap).

Petani penggarap agar membuat perjanjian kerjasama dengan pemilik lahan

minimal selama 10 (sepuluh) tahun.

d. Kepemilikan lahan usaha tani maksimal 1 ha (untuk di Pulau Jawa) dan maksimal

2 ha (untuk di luar Pulau Jawa).

e. Bersedia membentuk suatu kelompok (wadah) untuk bekerjasama dalam

melakukan kegiatan perluasan areal perkebunan, diutamakan pada kelompok tani

yang mempunyai respon dan partisipasi yang tinggi.

71

Page 72: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

f. Bersedia menerima bimbingan dan segala ketentuan teknologi pembukaan lahan

dan budidaya dalam kegiatan perluasan arealperkebunan.

g. Bersedia memberikan kontribusi, antara lain dalam bentuk tenaga mulai dari

kegiatan konstruksi, penanaman danpemeliharaan.

h. Memiliki dedikasi yang baik dan bersedia memelihara lahan dan tanaman secara

berkelanjutan.

i. Tidak menuntut ganti rugi apabila dilakukan pembangunan infrastruktur pada

lahannya.

Berdasarkan PP No. 26 Tahun 2008 tentang RTRWN, kawasan perkebunan

termasuk kedalam kawasan peruntukan pertanian yang ditetapkan dengan kriteria :

a. Memiliki kesesuaian lahan untuk dikembangkan sebagai kawasan pertanian;

b. Ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan abadi;

c. Mendukung ketahanan pangan nasional; dan/atau

d. Dapat dikembangkan sesuai dengan tingkat ketersediaan air.

Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pertanian disusun dengan

memperhatikan :

a. Pemanfaatan ruang untuk permukiman petani dengan kepadatan rendah; dan

b. Ketentuan pelarangan alih fungsi lahan menjadi lahan budidaya non pertanian

kecuali untuk pembangunan sistem jaringan prasarana utama.

72

Page 73: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 41/Permentan/OT. 140/9/2009,

kawasan perkebunan termasuk kedalam kawasan peruntukan pertanian yang ditetapkan

dengan kriteria :

a. Kesesuaian Lahan untuk Pertanian

Tabel 3.2Tipologi Lahan Kawasan Berdasarkan Kesesuaian Lahan Dan Persyaratan

Agroklirnat

Sumber : 41/Permentan/OT. 140/9/2009

Berdasarkan tabel tipologi lahan kawasan berdasarkan kesesuaian lahan dan

persyaratan agroklirnat, kesesuaian lahan yang cocok untuk kawasan perkebunan adalah

dataran rendah dan dataran tinggi, dengan bentuk Iahan datar sampai berbukit,

kesesuaian lahan tergolong lahan sangat sesuai, lahan cukup sesuai atau sesuai marjinal

dan untuk syarat agroklimat disesualkan dengan komoditas yang dikembangkan sesuai

dengan agropedoklimat setempat.

Syarat Pemanfaatan dan Pengembangan Kawasan Budidaya Perkebunan

a. Kawasan perkebunan yang diusahakan pada lahan basah, terutama lahan rawa dan

gambut mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

73

Page 74: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

b. Kawasan peruntukan perkebunan yang diusahakan pada lahan kering di dataran

rendah dan atau dataran tinggi mengacu pada kesesuaian lahan yang diterbitkan

oleh Departemen Pertanian.

c. Kawasan peruntukan komoditas spesifik dan dilindungi yang diusahakan pada

lahan basah atau lahan kering mengacu pada peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Sesuai SK Mentan No. 392/Kpts/OT.210/6/2002 standar yang ingin dicapai

dibedakan dalam 2 sasaran standar yakni :

2) Standar Minimal, dengan syarat adanya :

a. Kawasan Budidaya

Kawasan Budidaya meliputi aspek potensi kawasan, penetaspan kawasan dan

unsure pendorong dalam kawasan. Standar minimal potensi kawasan ditentukan

berdasarkan skala ekonomis yang berlaku sesuai dengan kapasitas unit

pengelolaan hasil (UPH) yang ada,. Standar komoditi diarahkan untuk

mendukung secara ekonomis kapasitas 1 (satu) UPH, contoh :

- Kelapa sawit lebih besar/sama dengan 1.500 ha, 6.000 ha dan 24.000 ha

(equivalent kapasitas PKS 30 ton TBS/jam), 80.000 ton CPO/tahun;

- Karet lebih besar/sama dengan 6.000 ha (equivalent) kapasitas pabrik karet

eremah 40 ton/hari;

- Kelapa hybrida lebih besar/sama dengan 6.000 ha (equivalent kapasitas pabrik

Cco 40 ton daging/hari);

- Kakao lebih besar/sama dengan 2.000 ha (equivalent kapasitas pabrik

pengeringan/fermentasi 50 ton biji kering/hari);

- Teh lebih besar/ sama dengan 1.000 ha (equivalent kapasitas pabrik 1.500

ton/tahun;

- Tebu (luar jawa) lebih besar / sama dengan 25.000 ha (equivalent kapasitas

pabrik 8.000 TDC);.

- Tebu (Jawa) lebih besar / sama dengan 6.000 ha (equivalent kapasitas pabrik

2.000 TDC);

- Kopi lebih besar/ sama dengan 2.000 ha (equivalent kapasitas pabrik

pengupas/pengering 2.000 ton biji kering/ tahun;

74

Page 75: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

- Jambu mete lebih besar/ sama dengan 4.000 ha (equivalent kapasitas pabrik

30.000 ton mete gelondong/ tahun).

Penetapan kawasan dilakukan oleh Pemerintah Daerah sekaligus memuat wadah

organisasi penggerak serta penetapan pengembangan jangka pendek, menengah

dan jangka panjang.

Unsur pendorong dalam kawasan berupa koordinasi untuk mendukung

pengembangan perkebunan antara lain kegiatan penyediaan sarana jalan,

pelabuhan, pergudangan, outlet pemasaran, sarana pengolahan, listrik, pengairan,

komunikasi dan sebagainya.

b. Petani pekebun.

Standar minimal petani pekeun ditentukan berdasrkan jumlah penduduk yang

sebagian besar bergerak di bidang usaha tani perkebunan.

c. Kemitraan antar pelaku usaha

Standar minimal kemitraan didasrkan pada adanya jalinan kerjasama usaha untuk

peningkatan produktivitas antara petani dalam kelompok maupun antara

kelompok.

3) Standar Keberhasilan

Sebagai tolok ukur keberhasilan penyelenggaraan perkebunan digunakan standar

penilaian yang didasrkan pada kondisi usaha perkebunan yang dicapai dalam

setiap tahap pengembangannya. Penilaian dilakukan berdasarkan skoring terhadap

komponenkomponen dasar dalm aspek teknis, aspek ekonomis, aspek

kelembagaan, aspek penunjang dan aspek ekologi.

Berdasarkan Kriteria teknis kawasan budidaya, Standarisasi untuk perkebunan

digunakan dalam pertanian yaitu pertanian lahan kering dan pertanian tanaman

tahunan seperti yang telah dijelaskan dalam kriteria teknis pertanian.

4) Standar Tata Ruang Dalam Perkebunan

Merencanakan tata ruang dalam kebun dan departemen yang terbagi, tahun tanam,

material tanaman, blok, pembibitan, jaringan jalan, saluran air, lokasi pabrik,

75

Page 76: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

kantor, perumahan, bangunan sosial, sarana olah raga yang digambarkan dalam

peta induk (ploting design).

Tabel 3.4Standar Penataan Kebun dan Afdeling

Tabel 3.5Alokasi Areal Per Hektar (%) Secara Umum Untuk Kebun Besar

76

Page 77: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

Tabel 3.6Intensitas Penataan Ruang dan Penataan Bangunan di Kawasan Perkebunan

Ketentuan KeteranganKoefisien Wilayah Terbangun (KWT) Max. 2%Kawasan Wilayah Hijau (KWH) Max. 98%Kepadatan Bangunan Max. 5 rumah/haKoefisien Dasar Bangunan (KDB) Max. 15%Koefisien Dasar Hijau (KDH) Max. 82%Koefisien Lantai Bangunan (KLB) Max. 0,3Luas Petak Lahan Min. 6000 m2

Tinggi Bangunan Max. 2 lantaiJarak bebas samping dan belakang bangunan Min. 2 lt – 5 m, 3 lt – 6 m, 4lt – 7 m

Sumber : http://www.temanggungkab.go.id/files/prod_hukum/tabelzonasi.pdf

Dimana :

a. Koefisien Wilayah Terbangun yang selanjutnya disebut KWT adalah

perbandingan antara luas wilayah terbangun dengan luas seluruh wilayah.

b. Koefisien Wilayah Hijau adalah angka prosentase berdasarkan perbandingan

antara luas lahan terbuka untuk penanaman tanaman dan atau peresapan air

terhadap luas persil yang dikuasai.

c. Koefisien Dasar Bangunan yang selanjutnya disebut KDB adalah angka

persentase berdasarkan perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan

dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai

rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.

Contoh :

Jika lahan 1 ha = 10.000 m2 dan KDB yang ditentukan max. 15%, maka area

yang dapat kita bangun hanya 15% x 10.000 m2 = 1500 m2. Jika lebih

dari 1500 m2 artinya kita melebihi KDB yang ditentukan. Kurangi lagi ruangan

yang dianggap tidak terlalu perlu. Sisa lahannya digunakan untuk ruang terbuka

hijau yang berfungsi sebagai area resapan air.

d. Koefisien Dasar Hijau yang selanjutnya disebut KDH adalah angka persentase

perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang

diperuntukan bagi pertamanan/penghijauan dan luas tanah perpetakan/daerah

perencanan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan

dan lingkungan.

77

Page 78: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

e. Koefisien Lantai Bangunan yang selanjutnya disebut KLB adalah angka

persentase perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan gedung dan luas

tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang

dan rencana tata bangunan dan lingkungan.

Contoh :

Setelah kita menghitung luas lantai dasar beserta lantai atasnya ternyata

luasannya 200 m2. Kalau lahannya 200 m2, maka nilai KLB bangunan kita

adalah 1.0. Kalau ditentukan KLB di rumah kita 1.2, maka nilai KLB kita

masuk. Yang tidak boleh adalah melebihi dari yang ditentukan.

f. Tinggi bangunan adalah tinggi suatu bangunan atau bagian bangunan, yang

diukur dari rata-rata permukaan tanah sampai setengah ketinggian atap miring

atau sampai puncak dinding atau parapet, dipilih yang tertinggi.

g. Jarak bangunan adalah jarak yang terkecil, diukur di antara permukaan-

permukaan denah dari bangunan-bangunan atau jarak antara dinding terluar

yang berhadapan antara dua bangunan.

3.2.3. Pedoman

1) Ketentuan pokok tentang perumahan, permukiman, peran masyarakat dan

pembinaan perumahan dan permukiman nasional mengacu kepada Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman dan Surat

Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor

217/KPTS/M/2002 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan

Permukiman (KSNPP);

2) Pemanfaatan ruang untuk kawasan peruntukan permukiman harus sesuai dengan

daya dukung tanah setempat dan harus dapat menyediakan lingkungan yang

sehat dan aman dari bencana alam serta dapat memberikan lingkungan hidup

yang sesuai bagi pengembangan masyarakat, dengan tetap memperhatikan

kelestarian fungsi lingkungan hidup;

3) Kawasan peruntukan permukiman harus memiliki prasarana jalan dan terjangkau

oleh sarana tranportasi umum;

4) Pemanfaatan dan pengelolaan kawasan peruntukan permukiman harus didukung

oleh ketersediaan fasilitas fisik atau utilitas umum (pasar, pusat perdagangan dan

78

Page 79: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

jasa, perkantoran, sarana air bersih, persampahan, penanganan limbah dan

drainase) dan fasilitas sosial (kesehatan, pendidikan, agama);

5) Tidak mengganggu fungsi lindung yang ada;

6) Tidak mengganggu upaya pelestarian kemampuan sumber daya alam;

7) Dalam hal kawasan siap bangun (kasiba) dan lingkungan siap bangun (lisiba),

penetapan lokasi dan penyediaan tanah; penyelenggaraan pengelolaan; dan

pembinaannya diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 1999

tentang Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun yang Berdiri

Sendiri.

3.2.4. Manual

Tahapan-tahapan dalam pengembangan lahan perkebunan adalah sebagai berikut

1) Menerbitkan Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis

Pedoman teknis kegiatan perluasan areal perkebunan dijabarkan lebih lanjut

dalam Petunjuk Pelaksanaan yang dibuat oleh Dinas Perkebunan Provinsi dan

Petunjuk Teknis yang dibuat oleh Dinas lingkup pertanian yang menangani

perluasan areal perkebunan Kabupaten/Kota.

2) Menyusun Jadwal Kegiatan

Dinas Pekebunan Kabupaten/ Kota wajib menyusun jadwal pelaksanaan

kegiatan sesuai dengan tahapan kegiatan yang ada dilapangan. Jadwal

pelaksanaan kegiatan dituangkan dalam “Jadwal Palang”. Selanjutnya jadwal

tersebut disampaikan kepada Dinas Perkebunan Provinsi dengan tembusan

kepada Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan, Direktorat Jenderal

Prasarana dan Sarana Pertanian.

3) Koordinasi

Koordinasi dilakukan dengan instansi terkait antara lain ; instansi lingkup

pertanian yang menangani perkebunan, Badan Pertanahan, Dinas Kehutanan,

Dinas PU dan Pemda serta masyarakat luas untuk memperoleh dukungan dan

kemudahan dalam pelaksanaan kegiatan.

4) Identifikasi Calon Petani dan Calon Lokasi (CPCL)

Kegiatan identifikasi CPCL adalah kegiatan pengumpulan data calon kelompok

peternak penerima kegiatan. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Dinas

79

Page 80: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

Pertanian/Peternakan kabupaten (tim teknis) ke koordinasi dengan instansi

terkait.

5) Penetapan Petani dan Lokasi

Hasil identifikasi CPCL yang memenuhi syarat dan kriteria yangtelah

ditentukan, selanjutnya ditetapkan dengan Surat Keputusan (SK) Kepala Dinas

Pekebunan Kabupaten/Kota.

6) Sosialisasi Kegiatan

Sosialisasi bertujuan agar seluruh anggota kelompok tani penerima manfaat

mengetahui dengan jelas tentang rencana kegiatan yang akan dilaksanakan,

sehingga mereka dapat berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.

7) Rancangan sederhana (RS) dan Rencana Anggaran Biaya (RAB)

Rancangan sederhana ini digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan

dan dibuat dengan memperhatikan kondisi lapangan, kebutuhan lapangan,

kecukupan dana, kesediaan bahan-bahan setempat. Rancangan sederhana dibuat

oleh Dinas Perkebunan Kabupaten/Kota dengan melibatkan kelompok tani.

8) Output Rancangan sederhana terdiri dari :

- Sketsa lokasi yang menggambarkan keberadaan calon lokasi perluasan areal

tebu dan digambar pada peta desa. Sketsa lokasi dibuat dengan menggunakan

Global Positioning System (GPS) untuk mengetahui titik koordinat lokasi dan

luas areal.

- Batas lokasi perluasan areal tebu dan batas kepemilikan lahan masing-masing

petani peserta.

- Gambar tata letak tanaman tebu dibuat sesuai dengan kemiringan lahan dan

searah dengan garis kontur.

- Daftar definitif peternak dan luas kepemilikan lahan yang ditetapkan oleh

Kepala Dinas.

- Rencana Anggaran Biaya (RAB)

- RAB merupakan rincian kegiatan dan biaya yang dibutuhkan untuk

pelaksanaan kegiatan perluasan areal tebu.

- Penyusunan RUKK

Rencana Usulan Kegiatan Kelompok (RUKK) disusun berdasarkan

kesepakatan di dalam kelompok tani bersama-sama dengan petugas lapangan

80

Page 81: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

yang merupakan penjabaran dari RAB. Selanjutnya RUKK harus mendapat

persetujuan dari Tim Teknis Dinas Perkebunan Kabupaten/ Kota. RUKK

sekurang-kurangnya berisi rincian kegiatan, waktu pelaksanaan, kebutuhan

dan sumber pembiayaan.

- Pembuatan Perjanjian Kerjasama

Pembuatan perjanjian kerjasama dilakukan antara Ketua kelompok tani

dengan Kepala Dinas Perkebunan selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)

atau Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

9) Konstruksi

Kegiatan konstruksi perluasan areal tebu dilaksanakan secara gotong royong oleh

kelompok petani penerima manfaat. Dimungkinkan kelompok petani menyewa

alat yang diperlukan untuk kegiatan konstruksi.

Komponen kegiatan konstruksi adalah sebagai berikut :

a. Land clearing (pembukaan/pembersihan lahan), besaran biaya land clearing

harus disesuaikan dengan jenis/tipe vegetasi yangada pada calon lokasi. Calon

lokasi diutamakan yang mempunyai vegetasi ringan (semak alang-alang/belukar

dan hutan ringan). Pembersihan lahan dilakukan dengan cara mengumpulkan

pohon dan semak belukar ”tanpa pembakaran” (zero burning).

b. Pembuatan bangunan konservasi disesuaikan dengan kemiringan lahan. Hal ini

untuk mencegah terjadinya erosi dan untuk mempertahankan kesuburan lahan.

Jenis bangunan konservasi berupa teras bangku, teras individu/kredit, gulu dan,

Saluran Pembuangan Air (SPA), dan lain-lain. Pembuatan teras atau terasering

terutama pada lahan dengan kemiringan 15-40 % memotong lereng (sejajar garis

kontur). Pada lahan rawa diperlukan pembuatan surjan/tabukan.

c. Pengolahan tanah, dilakukan sampai siap tanam.

3.3 Norma, Standar, Prosedur, dan Manual (NSPM) Kawasan Pertambangan

3.3.1.NORMA

Dalam proses mendirikan dan/atau mengoperasikan pertambangan dalam suatu

area atau wilayah tambang maka perlu memperhatikan norma-norma hukum berikut ini.

1) UUD 1945 pasal 33 ayat 3

81

Page 82: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

"Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara

dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat."

Proses pertambangan dan/atau eksploitasi bahan tambang harus bermanfaat dan

berkontribusi pada kemakmuran rakyat Indonesia.

2) UU No 11 Tahun 1967 ttg Pertambangan Umum

Tiap-tiap pertambangan umum yang terbuka di Indonesia harus mematuhi norma

hukum dalam pembukaan, pengelolaan, pengoperasian, penambangan, dan

pemanfaatan barang tambang Indonesia dengan menuruti prosedur dan ketentuan

pada UU No 11 Tahun 1967 tentang Pertambangan Umum.

3) UU Nomor 32 Tahun 2009 ttg pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup

(PPLH)

Tiap-tiap pertambangan yang dibuka, harus mengolah limbah yang dihasilkan dari

proses pertambangan agar tidak merusak lingkungan hidup yang ada di sekitar

wilayah pertambangan.

4) PP No 22 Th 2010 ttg Wilayah Pertambangan

"Wilayah Tambang adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka

penelitian, pengelolaan, dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi

penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan,

pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca

tambang."

5) PP No 22 Th 2010 ttg Wilayah Pertambangan

"Wilayah penambangan adalah Wilayah yang memiliki potensi mineral dan/atau

batubara dan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang

merupakan bagian dari rencana tata ruang nasional"

3.3.2.STANDARD

Untuk menentukan kelayakan penambangan suatu deposit bahan tambang,

terlebih dahulu perlu dilakukan kajian yang mencakup berbagai aspek di sekitar serta

mempertimbangkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang sifatnya lintas

sektoral. Aspek-aspek yang perlu dikaji adalah:

1) Aspek penggunaan lahan pada dan di suatu lokasi deposit bahan

tambang: dalam rangka harmonisasi pemanfaatan ruang, sebelum bahan tambang

82

Page 83: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

diusulkan untuk ditambang, maka perlu diperhatikan terlebih dahulu peruntukan

lahan dimana bahan tambang tersebut berada. Apabila terletak pada peruntukan

lahan yang berdasarkan peraturan perundang-undangan ataupun fungsinya tidak

boleh untuk kawasan budi daya, maka bahan tambang tersebut tidak boleh/tidak

layak untuk ditambang.

2) Aspek geologi: kajian aspek geologi dilakukan setelah selesai kegiatan eksplorasi

bahan tambang dimana jenis, sebaran, kuantitas dan kualitasnya sudah diketahui.

3) Topografi: Kajian ini mendapatkan gambaran mengenai letak atau lokasi deposit

bahan tambang. Apakah terdapat di daerah pedataran, perbukitan bergelombang

atau landai (kemiringan lereng antara 0o dan 17o), terjal (kemiringan lereng antara

17o dan 36o) atau sangat terjal (kemiringan lereng >36o). Lereng yang sangat terjal

dan curam akan mempersulit teknik penambangannya, terutama untuk sistem

tambang terbuka (open-pit mining).

4) Tanah penutup Ketebalan tanah yang menutupi deposit bahan tambang sangat

bervariasi, tipis (beberapa cm), sedang (beberapa cm hingga 1 m), dan tebal (lebih

dari 1 m). Mengetahui ketebalan tanah penutup ini penting karena menyangkut

masalah teknik penambangannya, terutama mengenai penempatan tanah penutup

tersebut.

5) Sifat fisik dan keteknikan tanah/batuan Kajian sifat fisik tanah/batuan antara

lain meliputi warna, tekstur, dan kondisi batuan apakah padat, berongga, keras

atau bercelah. Sifat keteknikan meliputi kuat tekan/daya dukung batuan,

ketahanan lapuk, daya kohesi, dan besaran sudut geser tanah. Sifat keteknikan

tanah/batuan dapat dipergunakan untuk menganalisis desain tambang, terutama

besaran sudut lereng tambang dalam kaitannya dengan kestabilan lereng.

6) Hidrogeologi Hal penting dari kajian hidrogeologi adalah apakah deposit bahan

tambang terletak di daerah imbuhan air tanah atau dekat dengan mata air yang

penting. Juga perlu diperhatikan kondisi air tanah di sekitarnya apakah bahan

tambang tersebut terdapat pada alur sungai yang merupakan salah satu sumber

daya alam yang berfungsi serbaguna.

7) Kebencanaan geologi Kajian ini untuk mengetahui apakah lokasi bahan tambang

apakah terletak pada atau di dekat daerah rawan gerakan tanah, jalur gempa bumi,

83

Page 84: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

daerah bahaya gunung api, daerah rawan banjir, daerah mudah tererosi, dan

sebagainya.

8) Kawasan lindung geologi Kajian ini untuk melihat apakah lokasi bahan tambang

apakah terletak pada Kawasan Lindung Geologi atau tidak. Kawasan Lindung

Geologi adalah suatu daerah yang memiliki ciri/fenomena kegeologian yang unik,

langka dan khas sebagai akibat dari hasil proses geologi masa lalu dan atau yang

sedang berjalan yang tidak boleh dirusak dan atau diganggu,sehingga perlu

dilestarikan, terutama untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan

pariwisata. Fenomena kegeologian tersebut antara lain berupa keunikan batuan

dan fosil,keunikan bentang alam (misalnya kaldera, kawah, gumuk vulkanik,

gumuk pasir, kubah, dan bentang alam karst), dan keunikan proses geologi

(misalnya mud-volcano dan sumber api alami).

9) Aspek Sosekbud : kajian ini antara lain meliputi jumlah dan letak pemukiman

penduduk di sekitar lokasi penambangan, adat-istiadat dan cagar/situs budaya

(termasuk daerah yang dikeramatkan).

 Selain itu, untuk menghindari atau menekan sekecil mungkin dampak negatif

terhadap lingkungan akibat kegiatan penambangan, maka hal-hal yang perlu

diperhatikan lebih lanjut adalah:

10) Lokasi penambangan sedapat mungkin tidak terletak pada daerah resapan atau

pada akuifer sehingga tidak akan mengganggu kelestarian air tanah di daerah

sekitarnya.

11) Lokasi penambangan sebaiknya terletak agak jauh dari pemukiman penduduk

sehingga suara bising ataupun debu yang timbul akibat kegiatan penambangan

tidak akan mengganggu penduduk.

12) Lokasi penambangan tidak berdekatan dengan mata air penting sehingga tidak

akan mengganggu kualitas maupun kuantitas air dari mata air tersebut, juga untuk

menghindari hilangnya mata air.

13) Lokasi penambangan sedapat mungkin tidak terletak pada daerah aliran sungai

bagian hulu (terutama tambang batuan) untuk menghindari terjadinya pelumpuran

sungai yang dampaknya bisa sampai ke daerah hilir yang akhirnya dapat

menyebabkan banjir akibat pendangkalan sungai. Hal ini harus lebih diperhatikan

84

Page 85: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

terutama di kota-kota besar dimana banyak sungai yang mengalir dan bermuara di

wilayah kota besar tersebut.

14) Lokasi penambangan tidak terletak di kawasan lindung (cagar alam, taman

nasional, dsb.).

15) Lokasi penambangan hendaknya dekat dengan konsumen untuk menghindari

biaya transportasi yang tinggi sehingga harga jual material tidak menjadi mahal.

16) Lokasi penambangan tidak terletak dekat dengan bangunan infrastruktur penting,

misalnya jembatan dan menara listrik tegangan tinggi. Juga sedapat mungkin

letaknya tidak dekat dengan gedung sekolah sehingga tidak akan mengganggu

proses belajar dan mengajar.

Hasil kajian dari berbagai aspek tersebut, digabung dengan aspek peraturan perundang-

undangan, kemudian di analisis untuk menentukan kelayakan penambangan suatu

deposit bahan tambang. Hasil analisis kelayakan menghasilkan 2 (dua) kategori, yaitu

layak tambang dan tidak layak tambang.

Layak tambang bukan berarti seenaknya saja ditambang, melainkan harus mengikuti

kaidah-kaidah penambangan yang berlaku agar dampak negatif terhadap lingkungan

akibat adanya kegiatan penambangan dapat dihindari atau ditekan sekecil mungkin.

Selain itu, konflik/tumpang tindih kepentingan penggunaan lahan juga dapat dihindari.

85

Page 86: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

3.3.3.PROSEDUR

Dalam suatu kegiatan penambangan biasanya terdiri dari beberapa tahapan, yaitu

tahap persiapan, tahap eksploitasi dan terakhir, yang merupakan bagian tak terpisahkan,

adalah tahap reklamasi/rehabilitasi lahan pasca penambangan.

1) Tahap Persiapan

Tahap persiapan biasanya didahului dengan kegiatan pengangkutan berbagai jenis

peralatan tambang, termasuk bahan-bahan bangunan untuk pembuatan perkantoran,

gudang, perumahan (jika ada) dan fasilitas-fasilitas tambang yang lain, pembukaan

lahan (land-clearing), dan selanjutnya adalah pembuatan/pembukaan jalan tambang.

Dalam hal pengangkutan peralatan tambang dan bahan-bahan bangunan, yang perlu

diperhatikan adalah jalan yang akan dilalui. Perlu diperhitungkan berapa meter lebar

jalan, jalan apakah melewati jembatan (bagaimana kondisinya), apakah melewati

pemukiman penduduk, berapa frekuensi lalu-lalang dan jenis maupun tonase truk

pengangkut, dan sebagainya. Hal-hal tersebut perlu diperhitungkan secara matang agar

tidak terjadi dampak negatif terhadap lingkungan di sepanjang jalan yang akan dilalui,

baik terhadap manusia maupun fisik alam itu sendiri. Beberapa contoh dampak negatif

yang dapat ditimbulkan oleh adanya kegiatan pengangkutan ini apabila tidak dikelola

dengan baik, antara lain adalah jalan menjadi rusak (banyak lubang, becek di musim

hujan), kecelakaan lalu-lintas (karena jalan terlalu sempit, atau kondisi jembatan kurang

memenuhi syarat), debu bertebaran yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan

(karena jalan berupa tanah dan dilalui kendaraan pada musim kemarau), dan ganggunan

kebisingan.

Pada kegiatan pembukaan lahan perlu diperhatikan kemiringan dan kestabilan

lereng, bahaya erosi dan sedimentasi (karena penebangan pepohonan, terutama saat

musim hujan), serta hindari penempatan hasil pembukaan lahan terhadap sistem

drainase alam yang ada. Demikian pula pada saat pembuatan jalan tambang. Lokasi

pembuatan fasilitas tambang, seperti perkantoran, gudang, dan perumahan perlu

memperhatikan kondisi tanah/batuan dan kemiringan lerengnya.Sedapat mungkin

hindari lokasi yang berlereng terjal dan kemungkinan rawan longsor. Jika diperlukan

pembuatan kolam pengendapan, letakkan pada lokasi yang sifat batuannya kedap air,

misalnya batu lempung, dan tidak pada batuan yang banyak kekar-kekarnya. Hal ini

untuk menghindari terjadinya kebocoran. Bila kondisi batuan tidak memungkinkan,

86

Page 87: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

maka kolam pengendapan bisa dibuat dari beton, walaupun memerlukan tambahan

biaya.

2) Tahap Eksploitasi

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini utamanya berupa

penambangan/penggalian bahan tambang dengan jenis dan keterdapatan bahan tambang

yang berbeda-beda. Dengan demikian teknik/tata cara penambangannya berbeda-beda

pula. Bahan tambang yang terdapat di daerah perbukitan, walaupun jenisnya sama,

misalnya pasir, teknik penambangannya akan berbeda dengan deposit pasir yang

terdapat di daerah pedataran, apalagi yang terdapat di dalam alur sungai. Tulisan ini

tidak akan membahas berbagai teknik penambangan tersebut, tetapi akan dibahas secara

umum tentang hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan pada tahap eksploitasi dalam

kaitannya dengan pengelolaan pertambangan yang berwawasan lingkungan. Hal-hal

yang perlu diperhatikan antara lain sebagai berikut:

a. Jenis, sebaran dan susunan perlapisan batuan yang terdapat di sekitar deposit

bahan tambang, termasuk ketebalan lapisan tanah penutup.

b. Sifat fisik dan keteknikan tanah/batuan.

c. Kondisi hidrogeologi (kedalaman muka air tanah dangkal dan/dalam, pola aliran

air tanah, sifat fisika dan kimia air tanah dan air permukaan, letak mata air dan

besaran debitnya, letak dan pola aliran sungai berikut peruntukannya, sistem

drainase alam).

d. Topografi/kemiringan lereng.

e. Kebencanaan geologi (kerawanan gerakan tanah, bahaya letusan gunung api,

banjir, kegempaan).

f. Kandungan unsus-unsur mineral yang terdapat dalam batuan yang terdapat di

sekitar deposit bahan tambang, misalnya pirit

Dengan mengetahui dan kemudian memperhitungkan seluruh data-data tersebut, maka

dapat ditentukan teknik penambangan yang sesuai, sehingga dampak negatif terhadap

lingkungan akibat kegiatan penambangan dapat dihindari atau ditekan sekecil mungkin.

87

Page 88: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

3) Tahap Reklamasi

Kegiatan reklamasi tidak harus menunggu sampai seluruh kegiatan penambangan

berakhir, terutama pada lahan penambangan yang luas. Reklamasi sebaiknya dilakukan

secepat mungkin pada lahan bekas penambangan yang telah selesai dieksploitasi,

walaupun kegiatan penambangan tersebut secara keseluruhan belum selesai karena

masih terdapat deposit bahan tambang yang belum ditambang. Sasaran akhir dari

reklamasi adalah untuk memperbaiki lahan bekas tambang agar kondisinya aman,

stabil dan tidak mudah tererosi sehingga dapat dimanfaatkan kembali. Hal-hal yang

perlu diperhatikan dalam pengelolaan lingkungan pada tahap reklamasi adalah sebagai

berikut:

a. Rencana reklamasi sebaiknya dipersiapkan sebelum pelaksanaan penambangan

b. Luas areal yang direklamasi sama dengan luas areal penambangan

c. Memindahkan dan menempatkan tanah pucuk pada tempat tertentu dan mengatur

sedemikian rupa untuk keperluan revegetasi

d. Mengembalikan/memperbaiki pola drainase alam yang rusak

e. Menghilangkan/memperkecil kandungan (kadar) bahan beracun (jika ada) sampai

ke tingkat yang aman sebelum dibuang ke suatu tempat pembuangan

f. Mengembalikan lahan seperti semula atau sesuai dengan tujuan penggunaan

g. Memperkecil erosi selama dan setelah proses reklamasi

h. Memindahkan seluruh peralatan yang sudah tidak digunakan lagi ke tempat yang

dianggap aman

i. Permukaan tanah yang padat harus digemburkan, atau ditanami dengan tanaman

pionir yang akarnya mampu menembus tanah yang keras

j. Jenis tanaman yang akan dipergunakan untuk revegetasi harus sesuai dengan

rencana rehabilitasi (dapat berkonsultasi dahulu dengan dinas terkait)

k. Mencegah masuknya hama dan gulma yang berbahaya

l. Memantau dan mengelola areal reklamasi sesuai dengan kondisi yang diharapkan.

Dalam beberapa kasus, lahan bekas penambangan tidak harus seluruhnya

direvegetasi, namun dapat dimanfaatkan untuk tujuan lain, seperti misalnya menjadi

kolam persediaan air, padang golf, perumahan, dan sebagainya apabila dinilai lebih

bermanfaat atau sesuai dengan rencana tata ruang.

88

Page 89: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

3.3.4.MANUAL

1) Persyaratan Daerah Kerja (Restricted Area) – Termasuk Induction Training

Daerah tambang adalah daerah terbatas yang terlarang untuk umum. Kep Men

555K/26/M.PE/1995 secara tegas menyatakan bahwa dilarang untuk memasuki suatu

lokasi kegiatan usaha pertambangan, kecuali mereka yang bekerja atau mendapat izin

(Pasal 3). Untuk itu perlu:

a. Papan peringatan atau rambu-rambu yang menyatakan batas wilayah

pertambangan, bila perlu dipasang pagar pembatas (pengaman) untuk memisahkan

daerah tambang dari wilayah umum.

b. Menyediakan jalan khusus untuk umum jika tidak ada jalan lain yang

memungkinkan untuk umum.

c. Induksi (pengenalan) tentang keselamatan & berbagai aturan yang berlaku di

tempat kerja kepada orang/pekerja sebelum memasuki area pertambangan. Induksi

diberikan oleh safety officer atau orang yang ditunjuk sebelum pekerja atau tamu

memasuki area

Isi induksi:

Kebijakan dasar perusahaan tentang K3 & lingkungan

Bahaya-bahaya yang ada di tempat kerja

Ketentuan K3L yang berlaku

2) Pengelolaan Surat Izin Bekerja

Sebelum melakukan pembersihan lahan (pemotongan pohon dsb) harus mendapat

izin kerja yang ditandatangani oleh Kepala Teknik Tambang. Izin dikeluarkan dalam

bentuk tanda pengenal yang harus dikenakan oleh semua pekerja saat berada dalam

wilayah tambang. Tanda pengenal bisa berfungsi sebagai pengenal terhadap izin-izin

mengemudi dan mengoperasikan alat.

Izin kerja khusus:

- Hot work permit

- Safe work permit

- Lock-out/Tag-out

- Confined space permit

89

Page 90: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

3) Pengelolaan & Persyaratan Kendaraan & Alat Berat Serta Operatornya

(Izin Operasi Alat)

Kendaraan yang digunakan di tambang harus memiliki sistem pemeriksaaan harian

atau sistem lainnya yang dianggap perlu (sesuai identifikasi bahaya & penilaian risiko).

Perusahaan harus menetapkan tanda-tanda identifikasi untuk:

- Kendaraan ringan

- Alat berat beroda

- Alat berat dengan rantai (track link)

- Peralatan lain.

Tanda pengenal biasa berupa:

- Tongkat & bendera

- Lampu (fixed & rotary)

- Warna kendaraan

- Pemberian nomor/tanda identifikasi lain

4) Pengelolaan & Persyaratan Bengkel (workshop)

- Ada beberapa hal yang harus diperhatikan:

- Washbays, lighting, lay out, screening/partisi, housekeeping

- Harus dilengkapi dengan oil trap dan sediment trap (untuk menangkap

pasir & Lumpur agar tidak masuk ke oil trap).

- Lantai bengkel permanen (bukan field workshop) harus terbuat dari bahan

yang kedap (diperkeras) untuk mencegah pencemaran oli ke tanah

- Harus memiliki fasilitas: kamar mandi, toilet & cuci, locker untuk ganti

mekanik, kantor untuk kegiatan administrative, pencucian unit sebelum ke

bengkel

- Tangki – tangki solar (BBM) & hidrokarbon lainnya di atas 200 liter harus

dilengkapi tanggul untuk mencegah pencemaran jika terjadi tumpahan.

Halaman & tempat penyimpanan harus dijaga kebersihannya.

- Sedapat mungkin dilakukan penghijauan untuk menjaga estetika bengkel &

mempertahankan semangat kerja karyawan

- Penerangan yang memadai

- Layout tertata sedemikian rupa sehingga meminimasi kemungkinan

kecelakaan & meningkatkan produktifitas

90

Page 91: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

- Partisi/screening dipasang untuk setiap pekerjaan pengelasan (hot work)

untuk mencegah loncatan bunga api mengenai bahan mudah terbakar yang

mungkin ada.

5) Pengelolaan & Persyaratan Stacking, Storage & Material Handling

Perusahaan harus menetapkan pengelolaan & persyaratan untuk Penumpukan,

Penyimpanan, dan Penanganan semua jenis material yang ada di site seperti:

- Bulk storage of hazardous chemical substances-warehouse

- Fuel tanks

- Bunding of storage areas

- Semua bahan kimia berbahaya yang mungkin digunakan (misal: solar,

bensin, oli, dll)

b. Penggunaan Warehouse

1. Penggunaannya adalah untuk material-material padat, spareparts dan bahan yang

sering digunakan lainnya.

2. Bensin dan thinner tidak boleh ditempatkan di ruang tertutup tanpa ventilasi

(titik uapnya rendah <0 derajat C). Keduanya mudah menguap sehingga tidak

dianjurkan untuk ditempatkan dalam wadah plastic yang mudah rusak

3. Penempatan drum & tangki harus mengikuti aturan penyimpanan hidrokarbon (>

200 liter dilengkapi tanggul pencegah kebocoran & tumpahan)

4. Penumpukan drum di luar WH harus dengan rapih (bisa horizontal atau tegak),

dengan syarat mudah dijangkau & tidak menimbulkan bahaya kecelakaan saat

pengangkutan atau pemindahan.

5. Drum isi sebaiknya ditumpuk tegak & yang kosong boleh diletakkan

horizontal. Penggunaan palet adalah wajib, khususnya untuk transportasi

menggunakan forklift.

6. Semua bahan kimia yang digunakan harus tersedia MSDSnya (harus menjadi

pra-syarat bagi supplier).

MSDS akan menentukan bagaimana pengelolaannya:

a. Penyimpanan (jumlah besar / kecil)

b. Pemakaian

c. Mengatasi tumpahan

d. Cara membuangnya

91

Page 92: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

Perusahaan harus menetapkan prosedur yang sesuai dengan MSDS tersebut

7. Penyimpanan besar (bulk storage) adalah penyimpanan dengan kapasitas > 500

liter (fixed maupun mobile).

8. Tanggul harus memenuhi syarat 110% dari kapasitas tangki terbesar

c. Pengelolaan Alat/Fasilitas Listrik & Peralatan Listrik Portabel

1. Semua fasilitas & bangunan yg ada di tambang ( termasuk pemasangan

grounding, pembatas arus listrik, earth leakage protection & penyalur petir)

harus dilengkapi dengan grounding dan penangkal petir (maks tahanan 5 ohm)

untuk mencegah kerusakan alat & elektostatik yang muncul.

2. Untuk transfer bahan bakar & mudah terbakar lainnya, diperlukan bonding

untuk mencegah penumpukan listrik static yang rawan kebakaran & ledakan.

3. Pencegah arus berlebih (circuit breaker) harus dipasang utk mencegah kebakaran

akibat arus berlebih ataupun hubungan singkat (short circuit).

4. Semua sambungan listrik harus dalam keadaan rapih & permanent (tidak ada

sambungan/kawat sementara yang bias menimbulkan panas).

5. Sebisa mungkin kabel yang bersliweran harus dimasukan dalam pembungkus

atau tray.

6. Earth leakage protection adl system yang memutuskan hubungan listrik bila

sambungan mengenai manusia (>5 mA), dikenal baik di Australia.

7. Alat-alat listrik yang digunakan di areal tambang harus tercatat dan diberikan

tanda identifikasi yang jelas (serta tanggal pemeriksaannya). Dilakukan dengan

memberi tag pada kabel atau alat tersebut.

8. Alat listrik portable (gerinda tangan,bor,dll) harus ditetapkan jadwal waktu

pemeriksaannya. Alat tsb disarankan mempunyai dobel insulasi yang mencegah

penggunanya untuk kontak dengan arus listrik.

d. Pengelolaan Kesehatan Karyawan

Pemeriksaan kesehatan dilakukan sebelum kerja, berkala (setahun sekali, kecuali

atas rekomendasi khusus dokter kesja), dan sesudah keluar untuk memastikan bahwa

pekerja sehat sebelum, selama dan tidak ada penyakit yang dibawa sesudah bekerja di

perusahaan.

Pemeriksaan kesehatan khusus meliputi:

92

Page 93: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

1. Pemeriksaan paru-paru terhadap gejala silicosis & pneumoconiosis akibat debu

batubara

2. Pemeriksaan audiometric (utk operator alat berat & mekanik)

3. Pemeriksaan mata (rabun jauh, dekat & gelap) khususnya untuk para pengemudi

& opr. Alat.

e. Pengelolaan Perumahan & Sanitasi

Perumahan

1. Harus memiliki sarana MCK yang bersih, memadai & memenuhi syarat hygiene

2. Pemeriksaan MCK dilakukan khusus (wet area check)

3. Dapur harus memiliki system pembuangan limbah domestic yang memadai

1. Perusahaan harus menetapkan sarana pemeriksaan hygiene & pengendalian

penyakit di lingkungan perumahan.

Workshop

1. Harus memiliki sarana MCK

2. Harus disediakan sarana locker yang memadai & tempat makan yang bersih

f. Pengelolaan & Persiapan Keadaan Darurat (Emergency Preparedness Plan –

EPP)

EPP minimal meliputi:

1.       Persiapan menghadapi kecelakaan kerja

2.       Persiapan menghadapi kebakaran

3.       Persiapan menghadapi bencana alam (termasuk tanah longsor)

4.       Persiapan menghadapi huru-hara/demonstrasi (amuk massa)

5.       Penanggulangan keamanan (security check points)

Perusahaan menetapkan pengendali keadaan darurat (commander) dan seksi-seksi

khusus yang diperlukan di dalamnya, minimal meliputi:

1.       Seksi pemadaman (penanggulangan keadaan darurat)

2.       Seksi pertolongan pertama (P3K)

3.       Seksi Evakuasi

4.       Seksi keamanan

5.       Seksi komunikasi

1. Perusahaan harus menetapkan sistem informasi yang sesuai dengan kondisi

lapangan untuk mengatasi keadaan darurat.

93

Page 94: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

2. Commander (ditunjuk oleh Kepala Teknik Tambang) akan menetapkan kondisi

darurat dalam status tertentu (siaga 1, 2 atau 3) sesuai dengan kesepakatan di site

& akan melakukan kendali dalam fase-fase keadaan darurat.

3. Semua karyawan harus mengikuti pelatihan & simulasi keadaan darurat yang

dilakukan secara berkala (minimal setahun sekali).

4. Semua karyawan, tamu, sub-con wajib dijelaskan mengenai EPP yang berlaku

5. Seksi komunikasi bertugas sbg juru bicara dari pengendali commander (baik

internal maupun eksternal) untuk mengumumkan fase-fase keadaan darurat &

menjelaskan kepada pihak umum tentang situasi yang terjadi.

g. Persyaratan Pengapalan

1. Pemindahan komoditi dari port ke ponton atau kapal harus mengikuti prosedur

yang aman dan telah ditetapkan oleh perusahaan (Kepala Teknik Tambang)

dalam hal: spillage control, loading process & loading capacity.

2. Harus ada regu untuk mengatasi tumpahan

3. Semua pemindahan barang harus menggunakan prosedur yang aman dan

dilakukan identifikasi bahaya & penilaian resiko sebelum menetapkan

prosedurnya.

4. Dalam setiap pemindahan komoditi atau peralatan harus ada regu yang siap

bertindak jika terjadi keadaan darurat (kapal tenggelam, peralatan jatuh ke

laut/sungai, dsb).

h. Persyaratan Komunikasi

Perusahaan harus menetapkan sarana komunikasi yang tepat, seperti:

1. Radio communication, Merupakan sarana yang vital, harus ditetapkan

berdasarkan ketentuan kepala teknik tambang. Harus ada jalur komunikasi

khusus yang hanya digunakan saat keadaan darurat.

2. Pertemuan P2K3 yang merupakan hal yang wajib di tambang, terdiri dari unsur

manajemen & wakil karyawan. Pertemuan minimal 1 X sebulan. Notulen

pertemuan harus tercantum di papan informasi K3LH.

3. Papan informasi K3LH

4. Safety talk (sarana informasi 2 arah yang disampaikan oleh supervisor atau

safety officer), dll

94

Page 95: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

M. Umum

1.       Persyaratan Kode Warna

Kode warna yang dipakai adalah kode warna internasional

2. Persyaratan Ladders, Stairs & walkways

Sususan tangga harus berwarna kuning, dengan tinggi susuran minimum 80 cm,

maksimum 120 cm. Tangga portable harus selalu diperiksa & dalam keadaan

baik

3. Persyaratan Perancah

4. Persyaratan alat & peralatan angkat

Harus diperiksa minimum 3 bulan sekali. Hook & sling harus diberi kode &

metode identifikasi pemeriksaan.

95

No. Daerah / Penggunaan Warna1 Demarkasi, pelindung mesin, tangga, susuran tangga, lemari

cairan mudah terbakarKuning

2 Daerah jalan (clear walk way) Hijau3 Tempat meletakan barang Abu-abu4 Daerah kerja Biru5 Daerah bebas (keep clear areas) Merah6 Peralatan kebakaran Strip Merah-putih7 Peralatan safety (K3) Strip Hijau-Putih8 Identifikasi bahaya (atap rendah, ruang sempit,cekungan) Strip Hitam-Kuning9 Distribusi listrik, peralatan berputar Oranye10 Tempat sampah standar Hijau gelap, tulisan

putih11 Tempat sampah metal Biru muda, tulisan

hitam12 Tempat sampah karet Hitam, tulisan putih13 Tempat sampah bahan mudah terbakar Kuning, tutup hitam14 Tempat sampah Asbestos Merah muda (pink)

Jalur Perpipaan15 Air Hijau16 Uap Perak - abu-abu17 Oli, solar, minyak sawit, cairan lain mudah terbakar Coklat18 Gas, LPG, bahan uap lain yang ditransportasi Kuning tua19 Asam & basa Ungu20 Udara Biru muda21 Cairan lain (termasuk drainase) Hitam22 Pemadam api (hidran, alat lain) Merah23 Jasa berbahaya Kuning24 Listrik Oranye muda25 Komunikasi Putih

Page 96: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

5. Persyaratan machine guarding

Harus memenuhi regulasi standar, khususnya yang tertera pada Permenaker No.

4 tahun 1985.

6. APD

Yang digunakan harus senantiasa dalam keadaan baik. Pembeliannya harus

melibatkan wakil karyawan & diuji coba sebelumnya untuk mengetahui

kenyamanan & keamanan dari pemakainya.

3.4 Norma, Standar, Prosedur, dan Manual (NSPM) Kawasan Pegunungan

1. Norma

Norma yang dijadikan acuan dalam kebijakan dan strategi penataan ruang

kawasan pegunungan ialah:

a) UU No 26/2007 tentang Penataan Ruang

b) PP No. 26 tahun 2008 tentang RTRWN

c) PP No.68 Tahun 2010 Tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat

dalam Penataan Ruang

d) Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan

Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur (sebagai

acuan penataan ruang kawasan puncak lainnya)

e) PP No.16 Tahun 2004 Tentang Penatagunaan Tanah

f) UU No.1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

g) PP No.24 Tahun 2010 Tentang Penggunaan Kawasan Hutan

h) PP No. 10 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan

Fungsi Kawasan Hutan

i) Strategi Nasional Pengelolaan Kawasan Ekosistem Pegunungan yang

ditebitkan Deputi VI KLH

j) Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor

217/KPTS/M/2002 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan

Permukiman.

2. Standar

a) Karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan:

96

Page 97: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

1) Topografi datar sampai bergelombang dengan kelerengan lahan 0 - 25%

(Tabel 2.3);

2) Ketinggian minimum pembangunan permukiman ditanah berkontur tinggi

dan perbukitan yaitu 300 m dpl

3) Ketinggian maksimum boleh dibangun 1000 m dpl (Tabel 2.6)

4) Tersedia sumber air, baik air tanah maupun air yang diolah oleh

penyelenggara dengan jumlah yang cukup. Untuk air PDAM suplai air

antara 60 L/org/hari - 100 liter/org/hari;

5) Tidak berada pada daerah rawan bencana (longsor, banjir, erosi, abrasi);

untuk daerah pegunungan daerah yang memiliki problem erosi tinggi ialah

kemiringan lereng 15-25%, dalam pembangunannya biasanya dilakukan

pelandaian lereng.

6) Drainase baik sampai sedang;

7) Tidak berada pada wilayah sempadan sungai/pantai/waduk/danau/mata

air/saluran pengairan

8) Tidak berada pada kawasan lindung;

9) Tidak terletak pada kawasan budidaya pertanian/penyangga;

10) Menghindari sawah irigasi teknis.

b) Kriteria dan batasan teknis:

1) Penggunaan lahan untuk pengembangan perumahan baru 40% - 60% dari

luas lahan yang ada, di kemiringan lereng gunung yang diperbolehkan

dibangun antara kemiringan 15-25% harus menyisakan lahan yang tidak

boleh diganggu sebasar 30-40% (Tabel 2.5)

2) Kepadatan bangunan dalam satu pengembangan kawasan baru perumahan

tidak bersusun maksimum 50 bangunan rumah/ha dan dilengkapi dengan

utilitas umum yang memadai;

3) Memanfaatkan ruang yang sesuai untuk tempat bermukim di kawasan

peruntukan permukiman di perdesaan dengan menyediakan lingkungan yang

sehat dan aman dari bencana alam (longsor, letusan gunung berapi,

kebakaran hutan) serta dapat memberikan lingkungan hidup yang sesuai bagi

pengembangan masyarakat, dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi

lingkungan hidup;

97

Page 98: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

4) Kawasan perumahan harus dilengkapi dengan:

a. Sistem pembuangan air limbah yang memenuhi SNI 03-1733-2004

tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan;

b. Sistem pembuangan air hujan yang mempunyai kapasitas tampung yang

cukup. Direncanakan berdasarkan frekuensi intensitas curah hujan 5

tahunan dan daya resap tanah. Dilengkapi juga dengan sumur resapan air

hujan mengikuti SNI 03-2453-2002 tentang Tata Cara

PerencanaanSumur Resapan Air Hujan untuk Lahan Pekarangan dan

dilengkapi dengan penanaman pohon;

c. Prasarana air bersih yang memenuhi syarat, baik kuantitas maupun

kualitasnya. Kapasitas minimum sambungan rumah tangga 60

liter/orang/hari dan sambungan kran umum 30 liter/orang/hari;

d. Sistem pembuangan sampah mengikuti ketentuan SNI 03-3242-1994

tentang Tata Cara Pengelolaan Sampah di Permukiman.

5) Penyediaan kebutuhan sarana pendidikan di kawasan peruntukan

permukiman yang berkaitan dengan jenis sarana yang disediakan, jumlah

penduduk pendukung, luas lantai dan luas lahan minimal, radius pencapaian,

serta lokasi.

6) Penyediaan kebutuhan sarana kesehatan di kawasan peruntukan permukiman

yang berkaitan dengan jenis sarana yang disediakan, jumlah penduduk

pendukung, luas lantai dan luas lahan minimal, radius pencapaian, serta

lokasi dan penyelesaian;

7) Penyediaan kebutuhan sarana ruang terbuka, taman, dan lapangan olah raga

di kawasan peruntukan permukiman yang berkaitan dengan jenis sarana

yang disediakan, jumlah penduduk pendukung, luas lahan minimal, radius

pencapaian, dan kriteria lokasi dan penyelesaian;

8) Penyediaan kebutuhan sarana perdagangan dan niaga di kawasan peruntukan

permukiman yang berkaitan dengan jenis sarana yang disediakan, jumlah

penduduk pendukung, luas lantai dan luas lahan minimal, radius pencapaian,

serta lokasi dan penyelesaian secara lebih rinci ditunjukkan pada Tabel 8;

9) Pemanfaatan kawasan perumahan merujuk pada SNI 03-1733-2004 tentang

Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan, serta Peraturan

98

Page 99: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1987 tentang Penyerahan Prasarana

Lingkungan, Utilitas Umum, dan Fasilitas Sosial Perumahan kepada

Pemerintah Daerah;

10) Dalam rangka mewujudkan kawasan perkotaan yang tertata dengan baik,

perlu dilakukan peremajaan permukiman kumuh yang mengacu pada

Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kampung

Kota.

11) Dalam hal kawasan siap bangun (kasiba) dan lingkungan siap bangun

(lisiba), penetapan lokasi dan penyediaan tanah; penyelenggaraan

pengelolaan; dan pembinaannya diatur di dalam Petunjuk Teknis Kawasan

Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun yang Berdiri Sendiri yang

diterbitkan Menpera tahun 2005 berdasarkan PP No.80 Tahun 1999.

3. Prosedur Pembangunan Permukiman di Kawasan Pegunungan

Prosedur/pedoman pembangunan kawasan Permukiman di pegunungan dan

Kawasan Lindung melaui Kriteria Umum Pembangunan Permukiman sebagai

berikut:

1) Ketentuan pokok tentang perumahan, permukiman, peran masyarakat dan

pembinaan perumahan dan permukiman nasional mengacu kepada Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman dan Surat

Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor

217/KPTS/M/2002 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan

Permukiman (KSNPP);

2) Pemanfaatan ruang untuk kawasan peruntukan permukiman harus sesuai dengan

daya dukung tanah setempat dan harus dapat menyediakan lingkungan yang

sehat dan aman dari bencana alam serta dapat memberikan lingkungan hidup

yang sesuai bagi pengembangan masyarakat, dengan tetap memperhatikan

kelestarian fungsi lingkungan hidup;

3) Kawasan peruntukan permukiman harus memiliki prasarana jalan dan terjangkau

oleh sarana tranportasi umum;

4) Pemanfaatan dan pengelolaan kawasan peruntukan permukiman harus didukung

oleh ketersediaan fasilitas fisik atau utilitas umum (pasar, pusat perdagangan dan

99

Page 100: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

jasa, perkantoran, sarana air bersih, persampahan, penanganan limbah dan

drainase) dan fasilitas sosial (kesehatan, pendidikan, agama);

5) Tidak mengganggu fungsi lindung yang ada;

6) Tidak mengganggu upaya pelestarian kemampuan sumber daya alam;

4. Manual

Seperti yang telah dijelaskan dalam subbab sebelumnya yaitu subbab 2.2 dan 2.3

serta Tabel 2.3 hingga Tabel 2.6, Pembangunan kawasan permukiman dibangun

dikelandaian 0-15%. Di pegunungan yang memiliki kemiringan yang lebih besar,

harus disesuaikan dengan kondisi lahan. Kemiringan 15-25% memiliki problem

erosi yang tinggi, diperlukan Pelandaian lereng. Kegiatan pengolahan tanah

“pelandaian lereng” dengan cara timbun gali sebaiknya dibatasi. Manual atau

petunjuk pelandaian lereng dalam pembangunan perumahan:

a) Meninggalkan system petak lahan seperti pada perumahan real

estate/perumnas pada umumnya mengingat system tersebut akan banyak

memerlukan jaringan jalan yang berarti meningkatkan jumlah pelandaian

lereng dan mengakibatkan ketidakstabilan tanah.

b) Memperhitungkan penempatan fasilitas dan penataan parkir yang

memperhitungkan kemiringan lereng.

c) Penggunaan tipe perancangan bangunan yang tidak banyak merubah kontur

lahan.

d) Pembuatan turap-turap alami yang melindungi daerah permukiman dari

bahaya longsoran dan memakai tumbuhan-tumbuhan yang dapat membantu

kestabilan tanah seperti rumput vetiver yang mampu menahan erosi karena

akarnya yang mampu menjangkau kedalaman 3 meter dan budidayanya

mudah.

3.5 Norma, Standar, Prosedur, dan Manual (NSPM) Kawasan Pesisir

1. Normatif

100

Page 101: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

Pengembangan wilayah (regional development) secara normatif dapat didekati

dari penetapan arah/tujuan pengembangan di satu pihak, dan komponen

pengembangan di lain pihak. Secara ilustratif pola fikir tentang hubungan atau

kaitan keduanya dapat dilihat pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Ilustrasi Pola Fikir Hubungan Antara Arah/Tujuan/Sasaran Pengembangan Dan Komponen Pengembangan Wilayah

Selaras dengan arah/tujuan pengembangan wilayah tersebut, maka dapat

diidentifikasikan paling tidak ada 7 komponen pengembangan, yaitu:

Kegiatan ekonomi/produksi primer

Kegiatan ekonomi/produksi sekunder

Kegiatan ekonomi tersier

Sistem pusat wilayah (pusat pelayanan, pusat pertumbuhan)

Prasarana wilayah

Sarana/fasilitas pelayanan

Partisipasi masyarakat.

101

Page 102: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

Gambar 3.20 Tujuan Atau Arah Pengembangan Wilayah Pesisir

Gambar 3.21 Indikasi Perkembangan Wilayah/Negara Integrasi Perkembangan

Ekonomi Dan Lingkungan

2. Standard

102

MASYARAKAT PESISIR SEJAHTERA

TUJUAN ATAU ARAH

PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR

Page 103: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

Standard Penetapan Batas Sempadan Pantai

Dalam UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-

Pulau Kecil, disebutkan bahwa sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian

yang lebarnya proposional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100

meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.

Pemerintah Daerah menetapkan batas sempadan pantai yang disesuaikan dengan

karakteristik topografi, biografi, hidro-oseanografi pesisir, kebutuhan ekonomi

dan budaya, serta ketentuan lain.

Penetapan batas sempadan pantai mengikuti ketentuan sebagai berikut :

a. Perlindungan terhadap gempa dan/atau tsunami

b. Perlindungan pantai dari erosi atau abrasi

c. Perlindungan sumber daya buatan di pesisir dari badai, banjir dan

bencana alam lainnya.

d. Perlindungan terhadap ekosistem pesisir, seperti lahan basah, mangrove,

terumbu karang, padang lamun, gumuk pasir, estuaria, dan delta

e. Pengaturan akses publik

f. Pengaturan untuk saluran air dan limbah.

Gambar 3.22 Wilayah Pesisir

Standard Bangunan Pesisir

103

Page 104: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

Mengatur ketinggian bangunan. Kota pesisir sebaiknya melestarikan akses

pandang langsung dari wilayah darat ke wilayah pantai dan laut. Ketinggian

bangunan di wilayah pantai tidak menghalangi pandangan dari wilayah

darat, misalnya bangunan di pusat kota lebih tinggi dari bangunan di

dekat pantai.

Gambar 3.23 Ketinggian Bangunan

Konstruksi bangunan di wilayah pesisir dan laut menggunakan bahan-bahan

yang tidak merusak kelestarian sumberdaya alam yang ada, misalnya

kerusakan terumbu karang atau punahnya ekosistem/biota pesisir dan laut.

Selain ini, teknologi kontruksi bangunan di wilayah pesisir dan laut juga

harus memperhatikan pelestarian sumber daya alam yang ada.

Bangunan di sepanjang wilayah pantai menghadap ke muka laut (laut

sebagai halaman depan)

Gambar 3.24 Penataan Tampak Bangunan

3. Prosedur

104

Page 105: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

Dengan mengacu kepada arah/tujuan pengembangan wilayah secara normatif,

serta corak perencanaan (planning styles) yang mungkin diterapkan, maka

Prosedur pengembangan wilayah Pesisir secara umum dapat dikemukakan

sebagai berikut ini :

a. Peningkatan Produksi

Prosedur untuk peningkatan produksi yang menonjol adalah:

Optimalisasi manfaat (nilai ekonomi) dari kegiatan ekonomi/produksi

sektor primer yang ada, dan rehabilitasi terhadap lahan-lahan pertanian

yang mengalami kerusakan dan/atau penurunan produktivitas;

Meningkatkan kegiatan ekonomi/produksi sektor sekunder (industri

pengolahan) yang berbasis pada sumber bahan mentah dari kegiatan

primer yang ada;

Meningkatkan kegiatan ekonomi/produksi sektor tersier, yang melayani

kebutuhan masyarakat, baik dalam rangka pemasaran produksi maupun

pemenuhan kebutuhan pokok kehidupan;

Mencari peluang bagi pengembangan kegiatan ekonomi/produksi yang

baru baik pada sektor primer, sekunder, maupun tersier, baik yang

berbasis pada sumber daya alam maupun keuntungan lokasi yang strategis,

termasuk di dalamnya kegiatan ekonomi yang ramah lingkungan.

b. Peningkatan Taraf Hidup Masyarakat

Prosedur untuk peningkatan taraf hidup masyarakat yang menonjol adalah:

Mengembangkan kegiatan ekonomi/produksi yang secara langsung

diperani oleh masyarakat;

Menautkan kegiatan ekonomi/produksi skala besar dengan ekonomi

masyarakat dengan perimbangan pendapatan yang lebih adil;

Upaya mengurangi pengeluaran masyarakat dengan ”mendekatkan”

dan/atau ”melancarkan” pelayanan terhadap masyarakat;

Merangsang budaya ”menabung” masyarakat, dan seiring dengan itu akan

merangsang budaya ”berinvestasi”.

c. Pengurangan Kesenjangan Antarbagian Wilayah

Prosedur untuk pengurangan kesenjangan antarbagian wilayah yang

menonjol adalah:

105

Page 106: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

Mengembangkan prasarana transportasi dan komunikasi yang efektif

menghubungkan bagian wilayah maju dengan bagian wilayah kurang

maju/terbelakang; (Infrastruktur)

Merangsang dan mendorong pengembangan kegiatan ekonomi/produksi di

bagian wilayah yang kurang maju dengan penerapan insentif dan

keberpihakan terutama yang berkaitan dengan investasi publik (social

overhead capital/SOC) yang pada gilirannya diharapkan akan menarik

invesatsi sektor privat (directly productive activity/DPA);

Mengembangkan sarana/fasilitas yang dapat merangsang fenomena

”inward looking” secara selektif, guna mengurangi ketergantungan kepada

bagian wilayah yang maju dan menumbuhkan ”kebanggaan” terhadap

perkembangan bagian wilayah tersebut.

d. Prosedur untuk Menjaga Keberlanjutan

Prosedur untuk menjaga keberlanjutan (sustainability) yang menonjol

adalah:

Memfasilitasi peran serta atau partisipasi masyarakat dalam langkah-

langkah pengembangan wilayah dan ”menikmati” hasil-hasil

pengembangan wilayah, sehingga terbangun semangat untuk menjaga

keberlanjutan pengembangan,baik sari sudut kelestarian lingkungan

maupun kelangsungan kegiatan yang diperani;

Merehabilitasi komponen-komponen lingkungan hidup/alam yang

mengalami kerusakan atau penurunan kualitas layanan alamnya;

Menerapkan prinsip mitigasi bencana dalam pengembangan wilayah;

Penegakan hukum (law enforcement) terhadap pelanggaran ataupun

bahkan kejahatan yang berkenaan dengan penurunan kualitas lingkungan

hidup.

106

Page 107: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Pengembangan wilayah ini digunakan untuk lebih mengefisiensikan

pembangunan. Konsepsi ini terus berkembang disesuaikan dengan tuntutan waktu,

teknologi dan kondisi wilayahnya. Begitu pula dalam pengembangan wilayah untuk

kawasan pertanian, perkebunan, pegunungan, pesisir, dan pertambangan dimana ada

aturan yang harus dilaksanakan dan terpenuhi agar kawasan tersebut terekelola dengan

baik.

Dalam merencanakan suatu kawasan yang sustainable diperlukan standar

pengelolaannya maka penyusunan NSPM disini berfungsi sebagai modal awal dalam

melakukan zonasi atau pemetaan wilayah untuk masing – masing bidang tersebut.

NSPM dapat dijadikan sebagai standar mutu terutama dalam bidang perencanaan

pengembangan wilayah.. Hal ini perlu dilakukan karena mengingat bahwa setiap

kegiatan memiliki karakteristik khusus dan memerlukan penanganan yang berbeda, agar

pembangunan di kawasan tersebut tidak memberikan dampak buruk untuk kawasan itu

sendiri.

Dari tahun ketahun Sumber Daya Alam Indonesia mengalami penurunan yang

diakibatkan dari ekploitasi berlebihan tanpa adanya kegiatan pengembalian atau

peremajaan dan tidak sesuainya pembangunan yang dilakukan terhadap karakteristik

wilayah yang di bangun tersebut. Pemerintahan sendiri sudah sejak lama mencanangkan

pembangunan yang berkelanjutan tanpa mengakibatkan kerusakan dalam menanggapi

permasalahan yang dihadapi.

Berdasarkan kajian yang telah dilakukan menjelaskan bahwa setiap wilayah atau

kawasan memiliki karakteristik yang berbeda agar perencanaan pembangunan pada

setiap wilayah tersebut pun dilakukan dengan cara dan proses yang berbeda pula. Maka

dari itu jika ingin dilakukan pembangunan yang berkelanjutan haruslah memperhatikan

karakteristik dari kawasan tersebut sehingga pembangunan yang telah dilaksanakan pun

berdaya dukung lingkungan dan mampu memberikan manfaat yang optimal kepada kita

sebagai pengelola (manusia).

107

Page 108: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

DAFTAR PUSTAKA

Issabel Baun, Paula. 2008. Tesis. Kajian Pengembangan Pemanfaatan Ruang

Terbangun Di Kawasan Pesisir Kota Kupang. Universitas Diponogoro : Semarang

Ruswandi. 2009. Disertasi. Model Kebijakan Pengembangan Wilayah Pesisir

Yang Berkelanjutan Dan Berperspektif Mitigasi Bencana Alam Di Pesisir

Indramayu Dan Ciamais. Institut Pertanian Bogor : Bogor.

Novita, Fenti. 2003. Tesis. Pengaruh Perkembangan Ekonomi Kota Bandar

Lampung Terhadap Perkembangan Kawasan Pesisir. Universitas Diponegoro :

Semarang.

Kriteria Teknis Kawasan Budidaya.

Paramita, Beta. 2010. Petunjuk Teknis Kawasan Permukiman Bandung Utara.

http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND._TEKNIK_ARSITEKTUR/19781

2312005012-BETA_PARAMITA/Petunjuk_Teknis_KBU.pdf diakses tanggal 19

Februari 2013

Purnomo, Hadi. 2010. Konservasi Sumberdaya Lahan dan Strategi Manajemen

Wilayah dikawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloops (CAPC) Jayapura,

Provinsi Papua, diunduh dari

http://blog.ub.ac.id/kapttenhadi/files/2012/09/Tugas-1-TKSDL-19911.docx

tanggal 21 Februari 2013

Dept. PU. Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Wilayah di Kawasan

Pengembangan Baru (Provinsi: NTT; Maluku; Maluku Utara; Irjabar dan

Papua). Diunduh dari http://penataanruang.pu.go.id/kpb/Jakstra_REKAP.htm

tanggal 20 Februari 2013

AP. Fedrik, A. Roland, & Daniel,. 2010. Jurnal: Faktor-Faktor Penyebab

Kerusakan Hutan dan Strategi Pengendaliannya (Studi Kasus Pada Cagar Alam

Pegunungan Cycloops) kabupaten Jayapura Provinsi Papua.

W. Hastanti, B., & Nurapriyanto, I., 2003. Jurnal: Kajian Sosial Ekonomi dan

Budaya Masyarakat Suku MOI disekitar C.A. Peg. Cycloops di Jayapura.

108

Page 109: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

Kurniawan, Wawan. Urgensi Pembangunan Agroindustri Kelapa Sawit

Berkelanjutan Untuk Mengurangi Pemanasan Global. Jurnal Teknik Industri :

Universitas Trisakti.

Mutiarawati, tino. 2007. Penanganan Pasca Panen Hasil Pertanian. Fakuktas

Pertanian, Universitas Padjajaran, Bandung

Panduan Penyususnan Cara Budidaya Yang Baik, Direktorat Pengolahan Hasil

Pertanian. Departemen Pertanian. 2007

Basuki, Imam. 2011. Formulasi Pemantauan Partisipatif Kualitas Lahan dan Air

Untuk Program Penatagunaan Lahan Di Laos. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Rencana Kebijakan Strategis Perluasan Areal Pertanian Baru Dalam Rangka

Mendukung Prioritas Nasional Ketahanan Pangan. Direktorat Pangan Dan

Pertanian. BAPPEDA. 2010

Kriteria Teknis Penataan Ruang Kawasan Budidaya. Departemen Pekerjaan

Umum

Pedoman Pelaksanaan Program Kerja dan Anggaran Badan Ketahanan Pangan.

2012

Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2010-2014. Dewan Ketahanan Pangan.

Jakarta, 2009

Ishak, Marenda S, SP., MT. 2008. Penentuan Pemanfaat Lahan, Kajian Land Use

Planning dalam Pemanfaatan Lahan Untuk Pertanian. Universitas Padjajaran.

Bandung

UU No.18 Tahun 2012 Tentang Pangan

Supriyadi, Herman. 2008. Strategi Kebijakan Pembangunan Pertanian Di Papua

Barat. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor

Apriyana, Nana. 2011. Kebijakan Pengendalian Konversi Lahan Pertanian dalam

Rangka Mempertahankan Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perencanaan

Pembangunan Nasional. Jakarta

Dr. Ir. A Dardak, Hermanto M. Sc. 2005. Pemanfaatan Lahan Berbasis Rencana

Tata Ruang Sebagai Upaya Perwujudan Ruang Hidup Yang Nyaman, Produktif

dan Berkelanjutan. Departemen Pekerjaan umum. Jakarta

Pedoman Pengelolaan Ruang Kawasan Sentra Produksi Pangan Nasional dan

Daerah (Agropolitan).

109

Page 110: 1.2Tujuan -    Web viewMenyiapkan materi mata ... pengelolaan kawasan pertanian ... kondisi infrastruktur fisik maupun non fisik (pendidikan/latihan, penyuluhan,

Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 41/ Permentan/OT.140/9/2009 Tentang

Kriteria Teknis Kawasan Peruntukan Pertanian

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26/ Permentan/OT.140/2/2007 Tentang

Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan

Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor

19/Permentan/OT.140/3/2011 Tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit

Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil/ISPO)

PP No. 1 Tahun 2011 tentang Penetapan Dan Alih Fungsi Lahan Pertanian

Pangan Berkelanjutan

PP No. 18 Tahun 2010 tentang Usaha Budidaya Tanaman

PP No. 26 Tahun 2008 tentang RTRWN

PP No. 31 Tahun 2009 tentang Perlindungan Wilayah Geografis Penghasil Produk

Perkebunan Spesifik Lokasi

UU No. 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan

UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

http://andrew.staff.ugm.ac.id/2012/08/24/penerapan-teknologi-inovatif-dalam-

industri-kelapa-sawit-ramah-lingkungan.xhtml

http://membangunkebunkelapasawit.webs.com/blokingdanperencanaan.htm

http://sikumtaru.penataanruang.net/file/produkhukum/Perpres%20No

%20%2087%20Thn%20%202011%202097f3c2b6181b5b5a4e07a6961f5107.pdf

http://www.mongabay.co.id/2013/02/22/statistik-fao-indonesia-buang-187-miliar-

ton-karbon-antara-1990-2010/

http://www.mongabay.co.id/2013/02/22/statistik-fao-indonesia-buang-187-miliar-

ton-karbon-antara-1990-2010/

http://www.sasak.org/tulisan-anda/grk-hutan-dan-laut-kita/26-05-2009

http://www.pustran.go.id/NSPM-Setba-2001-2002.htm l

http://www.pip2bdiy.org/nspm/nspm.php

www. nspm-bintek.net

www.pusair-pu.go.id

110