1.1 neonatorium dengan asfiksi.doc
TRANSCRIPT
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Asfiksi neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera
bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir (Sarwono, 2007 dalam
Rukiyah dan Yulianti, 2012)
Asfiksia neonatorum didefinisikan sebagai kegagalan bayi untuk
bernafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat
setelah yang ditandai dengan keadaan P2O2 di dalam darah rendah
(hipoksemia), P2CO2 meningkat (hiperkarbia) dan asidosis. (IDAI, 2004
dalam Maryunani dan Nurhayati, 2009)
B. Etiologi
Asfiksia janin atau neonatus akan terjadi jika terdapat gangguan
pertukaran gas atau pengangkutan transport oksigen dari ibu ke janin.
Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan, atau segera
setelah lahir. Hampir sebagian asfiksia bayi baru lahir merupakan
kelanjutan asfiksi janin. Asfiksia yang mungkin timbul pada masa
kehamilan dapat diatasi atau dicegah dengan melakukan perawatan
kehamilan yang adekuat dan melakukan koreksi sedini mungkin terhadap
setiap kelainan yang terjadi. (Pusponegoro.T, 1989 dalam Maryunani dan
Nurhayati, 2009)
Penggolongan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi/asfiksia
dapat terjadi karena beberapa faktor berikut ini :
1. Faktor Ibu
a. Hipoksia Ibu
Terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat
analgetika atau anesthesia dalam. Hal ini akan
menimbulkan hipoksia janin.
1
b. Gangguan aliran darah uterus
Mengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan
berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan ke janin.
Hal ini sering ditemukan pada :
1) Gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni,
hipotoni atau teteni uterus akibat penyakit atau obat.
2) Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan.
3) Hipertensi pada penyakit toksemia, eklamsia, dan
lain-lain.
4) Primitua, diabetes melitus, anemia,iso-iunisasi,
golongan darah, riwayat lahir mati, ketuban pecah
dini, infeksi, renjatan penyakit jantung.
2. Faktor Plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan
kondisi plasenta. Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan
mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan
plasenta, dan lain-lain.
3. Faktor Fetus
Kompresi umbilicus akan mengakibatkan targanggunya aliran
darah dalam pembuluh darah umbilicus dan menghambat
pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini
dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, tali pusat
melilit leher, kompresi tali pusat antar janin dan jalan lahir, dan
lain-lain.
4. Faktor Neonatus
Deprsei pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena:
a. Bayi premature (sebelum 37 minggu kehamilan).
b. Persalianan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia
bahu,ekstraksi vakum, forcep)
c. Kelaianan bawaan
d. Air ketuban bercampur mekonuim (warna kehijauan).
(Sondakh, 2013)
2
C. Patofisiologi
Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi
janin pada masa kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu
menimbulkan asfiksi ringan yang bersifat semntara pada bayi (asfiksia
transient), proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang
kemoreseptor pusat pernafasan agar “primary gasping” yang kemudian
akan berlanjut dengan pernafasan.
Bila terdapat gangguan pertukaran gas/ pengangkutan oksigen
selama kehamilan dan persalinan akan menjadi asfiksia yang lebih berat.
Keadaan ini akan memempengaruhi fungsi sel tubuh dan tidak teratasi
akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi ini dapat
reversible/tidak tergantung kepada berat dan lamanya asfiksia. Asfiksia
yang terjadi dimulai dengan suatu periode apnea (primary apnea) disertai
dengan penurunan frekuensi jantung, selanjutnya bayi akan
memperlihatkan usaha bernafas (gasping) yang kemudian diikuti oleh
pernafasan teratur. Pada penderita asfksia berat usaha bernafas ini tidak
tampak dan bayi selanjunya berada pada periode apnea kedua (secondary
apnea). Pada tingkat ini ditemukan brakikardi dan penurunan tekanan
darah.
Di samping adanya perubahan klinis, akan terjadi pula G3
metabolisme dan pemeriksaan keseimbangan asam-basa pada tubuh bayi.
Pada tingkat pertama dan perukaran gas mungkin hanya menimbulkan
asidosis respiratorik, bila G3 berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi
metabolisme anaerobik yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga
glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang asam
organik terjadi akibat metabolisme ini akan menyebabkan tumbuhnya
asidosis metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan
kardiovaskuler yang disebabkan oleh beberapa keadaan antaranya
hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi
jantung. Terjadinya asidosis metabolic akan mengakibatkan menurunnya
sel jaringang termasuk otot jantung sehingga menimbulkan kelemahan
jantung dan pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan
3
menyebabkan tingginya resistensinya pembuluh darah paru sehingga
serkulasi darah paru ke sistem tubuh lain akan mengalami gangguan.
Asidosis dan gangguan kardiovaskuler yang terjadi dalam tubuh berakibat
buruk terhadap sel otak. Kerusakan sel otak yang terjadi menimbulkan
kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.
(Maryunani dan Nurhayati, 2009: 50)
D. Klasifikasi
Beberapa literature mengklasifiksikan atau menggolongkan
asfiksia neonatorium sebagai berikut :
1. Atas dasar pengalaman klinis, Asfiksia Neonatorum dibagi dalam :
a. “Vigorous baby”, nilai APGAR 7-10, dalam hal ini bayi
dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
b. “Mild-moderate asphyxia (Asfiksia sedang)”, nilai
APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi
jantung lebih dari 200 kali/menit, tonus otot kurang baik
atau baik, sianosis, refleks iritabilitas tidak ada.
c. Asfisia berat, nilai APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 kali/menit,
tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat,
refleks iritabilitas tidak ada.
Asfiksia berat dengan henti jantung, yaitu keadaan:
a. Bunyi jantung janin menghilang tidak lebih dari 10 menit
sebelum lahir lengkap.
b. Bunyi jantung bayi menghilang setelah persalinan.
2. Ada juga yang mengklasifikasikan asfiksia neonatorum menurut
ringan beratnya, yaitu bebang bayi/asfiksia neonatirum dibagi
dalam dua tingkat, sebagai berikut:
4
a. Asfiksia Livida (Bebang Biru)
Dengan gejala warna kulit kebiru-biruan, tonus otot cukup
tegang dan denyut jantung cukup kuat, lebih dari 100
kali/menit.
b. Asfiksia Palida (Bebang Putih)
Dengan gejalan warna kulit purtih, tonus otot lemas, dan
denyut jantung kurang dari 100 kali/menit.
Namun saat ini, derajat ringan beratnya bebang bayi
(asfiksia neonatorum) lebih tepat dinilai dengan cara penilaian menurut
APGAR. Setelah dilahirkan sati menit diperiksa keadaan denyut jantung,
pernafasan, tonus otot, reaksi pengisapan dan warna kulit dinilai menurut
APGAR, yang kemudian ditentukan dengan menjumlah nilai-nilai
APGAR tersebut, yaitu:
a. Nilai APGAR 4-6, disebut Asfiksia ringan – sedang.
Biasanya didapatkan frekuensi jantung lebih dari 100
kali/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis,
refleks masih ada.
b. Nilai APGAR 0-3 disebut Asfiksia berat. Didapatkan
frekuensi jantung kurang dari 100 kali/menit, tonus otot
buruk, sianosis dan kadang-kadang pucat, refleks rangsang
tidak ada.
(Maryunani dan Nurhayati, 2009: 50)
5
Tabel 1. Skor APGAR (Sondakh, 2013: 197)
6
Skor 0 1 2A: Appearance
(warna kulit)Biru, pucat
Badan merah mudaEkstremitas biru
Seluruhnya merah muda
P: Pulse (denyut nadi)
Tidak ada Lambat (di bawah 100 kali/ menit)
Di atas 100 kali/ menit
G: Grimace (refleks)
1. Respons terhadap kateter dalam lubang hidung (dicoba setelah orofaring dibersihkan)
Tidak ada respon
Menyeringai Batuk atau bersin
2. Tangensial foot siap
Tidak ada respon
Menyeringai Menangis dan menarik kaki
A: Activity (tonus otot)
Pincang Beberapa aktivitas pincang
Fleksi dengan baik
R: Respiration(usaha bernapas)
Tidak ada Tengisan lemahhipoventilasi
Tangisan kuat
E. Diagnose
Anamnesis ;
Anamnesis diarahkan untuk mencari faktor risiko terhadap
terjadinya asfiksia neonatorum. Pemeriksaan fisik ;
Memerhatikan sama ada kelihatan terdapat tanda- tanda berikut
atau tidak:
1. Bayi tidak bernafas atau menangis.
2. Denyut jantung kurang dari 100x/menit.
3. Tonus otot menurun.
4. Bisa didapatkan cairan ketuban ibu bercampur mekonium, atau sisa
mekonium pada tubuh bayi.
5. BBLR (berat badan lahir rendah) (Ghai, 2010).
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dan
anoksia/hipoksia janin. Diagnose anoksia/hipoksia janin dapat dibuat
dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal
yang perlu mendapat perhatian, yaitu :
1. Denyut jantung frekuensi normal ialah antara 120 dan 160 denyut
permenit. Apabila frekuensi denyut turun sampai di bawah 100
permenit dan luar his dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu
merupakan tanda bahaya.
2. Meconium dalam air ketubah: adanya meconium pada presentasi
kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigen dan gawat janin,
karena terjadi rangsangan nervus X, sehingga peristaltic usus
meningkat dengan sfingter ani terbuka. Adanya meconium dalam
air ketuban pada prsesntasi kepala dapat merupakan indikasi untuk
mengakhiri persalinan bila hal itu dilakukan dengan meudah.
3. Pemeriksaan pH darah janin: adanya asidosis menyebabakan
turunnya pH. Apakah pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu
dianggap sebagai tanda bahaya.
(Rukiyah dan Yulianti, 2012: 250-251)
7
Dilakukan pemeriksaan penunjang. Laboratorium: hasil analisis gas
darah tali pusat menunjukkan hasil asidosis pada darah tali pusat jika:
1. PaO2 < 50 mm H2O
2. PaCO2 > 55 mm H2
3. pH < 7,30 (Ghai, 2010)
Tiga komponen yang berperan utama yaitu PaO2 untuk menetapkan
derajat hipoksemia, PaCO2 untuk menilai kemampuan ventilasi paru,
sedangkan pH untuk menentukan status metabolik atau respiratorik.
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan asfiksia neonatorum adalah resusitasi neonatus
atau bayi. Semua bayi dengan depresi pernapasan harus mendapat
resusitasi yang adekuat. Bila bayi kemudian terdiagnosa sebagai asfiksia
neonatorum, maka tindakan medis lanjutan yang komrehensif. Tindakan
resusitasi neonatorum akan dipastikan sendiri kemudian, namun pada
intinya penatalaksanaan terhadap asfiksia neonatorum adalah berupa:
1. Tindakan Umum
a. Bersihkan jalan napas: kepala bayi diletakkan lebih rendah
agar lendir mudah mengalir, bila perlu digunakan
laringoskop untuk membantu penghisapan lendir dari
saluran napas yang lebih dalam.
b. Rangsang reflek pernapasan: dilakukan setelah 20 detik
bayi tidak memperlihatkan bernapas dengan cara memukul
kedua telapak kaki menekan tanda achiles.
c. Mempertahankan suhu tubuh.
2. Tindakan khusus
a. Asfiksia Barat:
Berikan O2 dengan tekanan positif dan intermiten melalui
pipa endotrakeal, dapat dilakukan dengan tiupan udara yang
8
telah diperkaya dengan O2. Bila pernapasan spontan tidak
timbul, lakukan message jantung dengan ibu jari yang
menekan pertengahan sternum 80-100 kali/ menit.
b. Asfiksia Sedang atau Ringan:
Pasang relkiek pernapasan (hisap lendir, rangsang nyeri)
selama 30-60 detik bila gagal, lakukan pernapasan kodok
(frog breathing) 1-2 menit yaitu: kepala bayi ekstensi
maksimal beri O2 1-2 liter/ menit melalui kateter dalam
hidung, buka tutup mulutdan hidung serta gerakan dagu ke
atas-bawah secara teratur 20 kali/menit.
c. Penghisapan cairan lambung untuk mencegah regurgitasi.
G. Komplikasi
Komplikasi dari Asfiksi neonatorum meliputi berbagai organ yaitu :
1. Otak: hipoksia iskemik ensefalopati, edema serebri, kecacatan
serebralpalsy (CP).
2. Jantung dan Paru: hipertensi pulmonal persisten pada neonatus,
perdarahan paru, edema paru.
3. Gastrointestinal: enterokolitis nekrotikans.
4. Ginjal: tubular nekrosis akut, siadh.
5. Hematologi: DIC
(Maryunani dan Nurhayati, 2009: 53)
H. Prognosa
Prognosis bayi diprediksi melalui pemulihan motorik dan
kemampuan mengisap. Bila satu minggu sesudah kelahiran bayi masih
lemas atau spastik, tidak responsif dan tidak dapat mengisap, mungkin
mengalami cedera berat otak dan mempunyai prognosis buruk.
Prognosis tidak begitu buruk untuk bayi-bayi yang mengalami
pemulihan fungsi motorik dan mulai mengisap. Keadaan ini harus dibahas
dengan orangtua selama bayi di rumah sakit.
9
Menurut Mansjoer (2000:509), prognosis asfiksia neonatorum
adalah :
Pada pasca penatalaksanaan resusitasi bayi baru lahir,
kemungkinan menjadi faktor resiko untuk terjadinya sepsis neonatorum
pada bayi. Gejala klinis pada saluran napas seperti terjadinya apnu, dispnu,
takipnu, retraksi, napas cuping hidung, merintih, dan sianosis.
Menurut Nelson (2000:583), prognosis asfiksia neonatorum
adalah :
Hasil akhir asfiksia bergantung pada apakah komplikasi metabolik
dan kardiopulmonalnya (hipoksia, hipoglikemia, syok) dapat diobati, pada
umur kehamilan (hasil akhir paling jelek jika bayi preterm), dan pada
tingkat keparahan ensefalopati hipoksik-iskemik. Ensefalopati berat
(stadium 3), ditandai dengan koma flasid, apnea, refleks okulosefalik tidak
ada, kejang refrakter, dan pengurangan penipisan korteks yang nyata pada
CT scan, dihubungkan dengan prognosis yang jelek. Skor Apgar rendah
pada menit ke – 20, tidak ada respirasi spontan pada usia 20 menit, dan
menetapnya tanda–tanda kelainan neurologis pada usia 2 minggu juga
meramalkan kematian atau adanya defisit kognitif dan motorik berat.
Kematian otak pasca–ensefalopati hipoksik–iskemik neonatus
didiagnosis dengan penemuan–penemuan klinis, yaitu koma yang tidak
responsif terhadap rangsangan nyeri, pendengaran atau penglihatan, apnea
dengan kenaikan PCO2 dari 40 sampai lebih dari 60 mmHg, dan refleks
batang otak tidak ada (pupil, okulosefalik, okulovestibular, kornea,
menyumbat, menghisap). Keadaan ini harus terjadi bila tidak ada
hipotermia, hipotensi, dan kenaikan kadar obat – obatan depresan
(misalnya, fenobarbital). Tidak adanya aliran darah serebral pada scan
radionuklid dan aktivitas listrik pada EEG (elektroserebral tenang) diamati
secara tidak tetap pada neonatus yang mengalami kematian otak secara
klinis. Menetapnya kriteria klinis selama 2 hari pada bayi cukup bulan dan
3 hari pada bayi preterm meramalkan kematian otak pada kebanyakan bayi
baru lahir yang mengalami asfiksia.
10
BAB II
KONSEP MANAJEMEN KEBIDANAN PADA NEONATORIUM DENGAN
ASFIKSI
A. Data Subyektif
1. Biodata
a. Data Bayi
Nama : Untuk membedakan identitas bayi.
Tanggal lahir : Untuk menentukan usia bayi.
Jenis kelamin : Untuk membedakan identitas bayi.
Umur : Untuk mengetahui usia bayi.
(Sondakh, 2013: 161)
b. Data Orangtua
1) Nama Ibu/ Ayah
11
Untuk membedakan pasien yang satu dengan yang lain dan
memudahkan mengidentifikasi pasien.
2) Umur
Untuk mengetahui apakah umur ibu pada saat melahirkan
terlalu tua ( >35 tahun) atau terlalu muda ( <15 tahun). Usia
resiko cenderung mudah terjadi penyulit seperti partus lama,
sehingga dapat menyebabkan terjadinya asfiskia.
3) Agama
Untuk mengetahui bagaimana kita memberikan dukungan
kepada ibu dalam menghadapi keadaan bayinya.
4) Pendidikan
Untuk mengetahui latar belakang tingkat pendidikan dan
bagaimana kita memberikan konseling.
5) Pekerjaan
Untuk mengetahui status sosial ekonomi karena pada status
ekonomi rendah kemungkinan kurang mengkonsumsi makanan
bergizi. Hal ini dapat mempengaruhi asfiksia. Untuk
mengetahui beban kerjanya karena klien yang bekerja berat
akan berpengaruh pada kehamilan salah satunya asfiksia berat..
6) Alamat
Untuk mengetahui kondisi tempat tinggalnya.
2. Riwayat kehamilan dan persalinan sekarang
a. Kehamilan
1) Pemeriksaan kehamilan (ANC)
Apabila pemeriksaan kehamilan tidak dilakukan oleh tenaga
kesehatan, maka resiko selama ibu hamil tidak dapat dideteksi
sedini mungkin.
2) Riwayat kesehatan saat hamil
Untuk mengetahui status kesehatan ibu saat hamil, apakah ibu
menderita suatu penyakit tertentu atau tidak, biasanya asfiksia
12
dapat disebabkan oleh ibu dengan penyakt TBC, Diabetes
Melitus, hipertensi, anemia.
3) Penyulit atau saat hamil
Untuk mengetahui apakah ibu mengalami penyulit selama
hamil, biasanya asfiksia didahului penyulit seperti perdarahan
abnormal (placenta previa, solusio placenta).
b. Persalinan
1) Jenis persalinan
Untuk mengetahui jenis persalinan pada saat ibu melahirkan
persalinan dengan tindakan vacum ekstrasi oleh forcep dapat
menyebabkan bayi asfiksia.
2) Lama persalinan
Persalinan yang terlalu lama atau partus macet dapat
mengakibatkan gangguan baik pada ibu maupun pada janin
dan hal ini dapat menyebabkan bayi asfiksia. Pada hasil
penelitian yang dilakuakan terdapat 13.33% penyebab asfiksi
pada bayi yang dikarenakan partus lama. (Mohan, dkk: 2012).
3) Masa gestasi
Untuk mengetahui bayi dilahirkan cukup bulan, kurang bulan,
atau lebih bulan. Asfiksia bisa terjadi pada bayi yang preterm
maupun postterm. Karena pada bayi preterm fungsi organ paru
belum dapat bekerja secara maksimal, sedangkan pada bayi
postterm biasanya terjadi insufisiensi placenta, yaitu fungsi
placenta berkurang yang dapat mengakibatkan aliran oksigen
dari ibu ke janin terganggu.
4) Masalah yang terjadi selama persalinan
Pada kasus neonatus dengan bayi asfiksia keadaan air ketuban
yang keruh atau bercampur dengan mekonium pada letak
kepal, hal tersebut dapat menyebabkan fetal distress pada bayi
sehingga dapat menimbulkan asfiksi..
5) Proses Persalinan13
Gangguan kontraksi uterus dapat mempengaruhi terjadinya
asfiksia. Selain itu, kompresi umbilicus yang ditemukan pada
keadaan tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher,
kompresi tali pusat antar janin dan jalan lahir dapat
mempengaruhi terjadinya asfiksia.
B. Data Obyektif
Data Obyektif adalah data yang berasal dari hasil pemeriksaan secara
menyeluruh.
1. Pemerikasaan Umum
a. Keadaan Umum (Baik/tidak, lemah/tidak)
Untuk mengetahui keadaan umum bayi secara keseluruhan.
Biasanya pada kasus asfiksia keadaan bayi terlihat lemah.
b. Kesadaran
- Composmentis : Baik / sempurna
- Apathis : Perhatian berkurang
- Samnolent : Mudah tertidur walaupun sedang di ajak
bicara
- Supor : Dengan rangsangan yang kuat masih
memberikan respon gerakan
- Soporocoma : Hanya tinggal reflek cornea (sentuhan
kapas pada kornea akan menutup kelopak mata
- Coma : Tidak memberi respon sama sekali
Biasanya bayi dengan asfiksia tingkat kesadarannya somnolen
sampai koma.
c. Tanda – Tanda Vital
1) Suhu
Dinilai dari temperature normal rectal dan axilla yaitu 36oC
sampai 37,5 oC. pada kasus asfiksia biasanya suhu <36,5oC.
2) Nadi
14
Untuk mengetahui jumlah denyut nadi bayi, dalam satu menit
normalnya 120-160x/menit. Pada kasus asfiksia kecepatan nadi
< 100 x/menit.
3) Pernapasan
Dinilai dari sifat pernapasan dan bunyi napas dalam satu menit,
pernapasan normal 40-60x/menit. Pada kasus asfiksia
pernapasan > 60 x/menit dan pendek-pendek.
d. Pemeriksaan Antropometri
1) Berat Badan
Untuk mengetahui berat badan bayi. Normalnya 2500-4000
gram. Pada kasus asfiksia biasanya didapatkan berat badan
bayi < 2500 gram, tetapi tidak semua kasus asfiksia berat
badan bayi < 2500 gram.
2) Panjang Badan
Untuk mengetahui panjang badan bayi. Normalnya (48-50cm).
3) Lingkar kepala
Untuk mengetahui pertumbuhan otak (normalnya 34 cm).
4) Lingkar dada
Untuk mengetahui ukuran lingkar dada bayi (normalnya 32-34
cm).
2. Pemeriksaan Fisik
a. Hidung
Pada kasus asfiksia biasanya pernafasan belum teratur dan cepat,
terdapat pernafasan cuping hidung.
b. Mulut dan bibir
Pada asfiksia biasanya reflek menghisap masih lemah dan warna
pada bibir berwarna kebiruan.
c. Dada / sistem pernafasan
15
Pada bayi baru lahir normal tidak ada tarikan dinding otot dada.
Pada kasus asfiksia ditemukan adanya tarikan dinding dada.
d. Tali Pusat
Pada bayi baru lahir normal tali pusat berkisar 40 cm atau
lebih. Sedangkan pada kasus asfiksia tali pusat
cenderung lebih pendek. Pada kasus asfiksia tali pusat bisa
normal bisa tidak. Pada talipusat yang sangat pendek dapat
menyebabkan asfiksia. Asfiksia janin akan terjadi bila
terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya solusio
plasenta, perdarahan plasenta, dan lain-lain.
e. Kulit
Pada bayi normal wama kulit biasanya merah. sedangkan pada
asfiksia warna kulit bayi biasanya pucat, sianosis.
f. Ekstremitas
Pada kasus asfiksia gerakan kaki dan tangan biasanya pasif atau
lemah, warna kulit pada ekstremitas atas dan bawah pucat,
cyanosis.
3. Pemeriksaan Reflek
a. Reflek moro
Untuk mengetahui gerakan memeluk bila dikagetkan. Pada kasus
asfiksia reflek moro ada namun lemah.
b. Reflek rooting
Untuk mengetahui mencari puting susu dengan rangsangan taktil
pada pipi dan daerah mulut. Pada kasus asfiksia reflek rooting ada
namun lemah.
c. Reflek sucking
Untuk mengetahui reflek isap dan menelan. Pada kasus asfiksia
reflek sucking ada namun lemah.
d. Reflek tonik neck
16
Untuk mengetahui otot leher anak akan mengangkat leher dan
menoleh ke kanan dan ke kiri jika diletakkan pada posisi
tengkurap. Pada kasus asfiksia reflek tonik neck ada namun lemah.
4. Data penunjang
Dilakukan dengan pemeriksaan APGAR pada menit ke-1 dan ke-5
untuk menentukan tingkat asfiksia bayi.
17
Skor 0 1 2A: Appearance
(warna kulit)Biru, pucat
Badan merah mudaEkstremitas biru
Seluruhnya merah muda
P: Pulse (denyut nadi)
Tidak ada Lambat (di bawah 100 kali/ menit)
Di atas 100 kali/ menit
G: Grimace (refleks)
3. Respons terhadap kateter dalam lubang hidung (dicoba setelah orofaring dibersihkan)
Tidak ada respon
Menyeringai Batuk atau bersin
4. Tangensial foot siap
Tidak ada respon
Menyeringai Menangis dan menarik kaki
A: Activity (tonus otot)
Pincang Beberapa aktivitas pincang
Fleksi dengan baik
R: Respiration(usaha bernapas)
Tidak ada Tengisan lemahhipoventilasi
Tangisan kuat
5. Pemeriksaan Penunjang:
1) Pemeriksaan pH darah janin
R/ : Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila
pH itu sampai turun dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai
tanda bahaya.
2) Analisa gas darah
R/ : Analisa dilakukan pada darah arteri, penting untuk
mengetahui adanya asidosis dan alkalosis
respiratorik/metabolik. Hal ini diketahui dengan tingkat
saturasi SaO2 dan PaO2. Pemeriksaan ini juga dilakukan
untuk mengetahui oksigenasi, evaluasi tingkat kemajuan
terapi.
C. Analisis Data
Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap
diagnosa adalah masalah dan kebutuhan klien berdasarkan
inteprestasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan.
1. Diagnosa Aktual
a. Diagnosa : bayi Ny.……usia……dengan asfiksia
(ringan/sedang/berat).
b. Dasar :
1) Asfiksia ringan :18
Frekuensi jantung > 100 x/menit
Usaha nafas cepat dan pendek-pendek
Bayi menangis lemah saat lahir
Bayi tampak kemerahan
Tonus otot bayi baik
Refleks terhadap rangsang baik
Suhu badan < 36,5°C
2) Asfiksia sedang :
Frekuensi jantung < 100 x/menit
Usaha nafas cepat dan pendek-pendek
Bayi menangis lemah saat lahir
Tonus otot kurang baik
Reaksi terhadap rangsang lemah
Sianosis pada ekstremitas atas dan bawah
Suhu badan < 36,5°C
3) Asfiksia berat :
Frekuensi jantung lemah (< 100 kali/menit)
Tidak ada usaha nafas
Bayi tidak mengangis spontan
Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada
Refleks terhadap rangsangan kurang bahkan tidak ada
Warna kulit bayi kebiruan/sianosis sentral
Suhu badan < 36,5°C
2. Masalah Aktual :
a. Asfiksia ringan
1) Gangguan kebutuhan O2
Dasarnya :
- Usaha nafas cepat dan pendek-pendek
- Bayi menangis lemah saat lahir
19
2) Gangguan termoregulasi
Dasarnya :
3) Suhu badan < 36,5°C
b. Asfiksia sedang
1) Gangguan kebutuhan O2
Dasarnya :
- Usaha nafas cepat dan pendek-pendek
- Gangguan sirkulasi darah
Dasarnya :
- Frekuensi jantung lemah (< 100 kali/menit)
- Gangguan aktivitas
Dasarnya :
- Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada
2) Gangguan neurogenic
Dasarnya :
- Reaksi terhadap rangsang lemah
3) Gangguan termoregulasi
Dasarnya :
- Suhu badan < 36,5°C
c. Asfiksia berat
1) Gangguan kebutuhan O2 yang makin parah
Dasarnya :
- Usaha nafas cepat dan pendek-pendek
- Bayi menangis lemah saat lahir
- Warna kulit bayi kebiruan/sianosis sentral
- Gangguan sirkulasi darah
Dasarnya :
- Frekuensi jantung lemah (< 100 kali/menit)
2) Gangguan aktivitas
20
Dasarnya :
- Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada
3) Gangguan neurogenic
Dasarnya :
- Refleks terhadap rangsangan kurang bahkan tidak ada
4) Gangguan termoregulasi
Dasarnya :
- Suhu badan < 36,5°C
3. Diagnosa Potensial
a. Asfiksia ringan
Potensial terjadinya asfiksia sedang
b. Asfiksia sedang
Potensial terjadinya asfiksia berat dan hipotermi
c. Asfiksia berat
Potensial terjadinya kerusakan saraf otak, asidosis, apnea, dan henti
jantung.
4. Masalah potensial
a. Asfiksia ringan
- Gangguan kebutuhan O2 yang semakin parah
- Gangguan sirkulasi darah yang makin melemah
- Gangguan aktivitas yang makin melemah
- Gangguan neurogenic yang makin buruk
- Gangguan termoregulasi yang makin parah
b. Asfiksia sedang
- Gangguan kebutuhan O2 yang makin parah
- Gangguan sirkulasi darah yang makin melemah
- Gangguan aktivitas yang makin melemah
- Gangguan neurogenic yang makin buruk 21
- Gangguan termoregulasi yang sangat parah
c. Asfiksia berat
- Gangguan kebutuhan O2 yang sangat parah
- Gangguan thermoregulasi yang sangat parah
- Gangguan neurogenic yang sangat parah
- Gangguan sistem saraf pusat
- Gangguan kesadaran
5. Kebutuhan segera
a. Melakukan pemotongan tali pusat
b. Melakukan langkah awal resusitasi
1) Baringkan di tempat yang datar dan keras
2) Jaga suhu bayi tetap hangat dengan selimut yang hangat dan
nyalakan lampu 60 watt yang berjarak 60 cm ke bayi
3) Mengatur posisi bayi dengan kepala sedikit ekstensi
4) Membersihkan jalan nafas dengan menghisap lendir di mulut
dan hidung menggunakan penghisap DeLee :
- Memasukkan selang penghisap lendir ke dalam mulut tidak
lebih dari 5 cm
- Menghisap lendir di dalam mulut sambil menarik keluar
penghisap
- Memasukkan selang penghisap lendir ke dalam hidung
tidak lebih dari 3 cm
- Menghisap lendir di dalam hidung sambil menarik keluar
penghisap
5) Mengeringkan bayi dan memberikan sedikit rangsangan dengan
menepuk atau menyentil telapak kaki atau menggosok
punggung/perut/dada/tungkai bayi dengan telapak tangan.
6) Mengatur kembali posisi bayi dengan kepala sedikit ekstensi
dan tetap diselimuti.
7) Melakukan penilaian bayi apakah bernafas normal atau masih
megap-megap.22
D. Penatalaksanaan
1. Mandiri
a. Tindakan resusitasi secara menyeluruh :
1) Memberitahu ibu dan keluarga bahwa bayinya memerlukan
bantuan untuk memulai bernafas.
R/ : Memberitahukan kondisi yang sedang dialami bayi kepada
ibu, suami, maupun keluarga akan membuat mereka kooperatif
saat dilakukan tindakan.
2) Memasang sungkup neonatal sampai menutupi mulut dan
hidung bayi.
R/ : Agar udara yang dipompakan dapat maksimal dan tidak ada
yang bocor keluar.
3) Melakukan ventilasi 2 kali dengan tekanan 30 cmH2O,
mengamati gerakan dada bayi.
R/ : Tiupan awal sangat penting untuk membuka alveoli paru
agar bayi bisa mulai bernafas dan menguji apakah jalan nafas
terbuka atau tersumbat
4) Melakukan ventilasi 20 kali dengan tekanan dalam 30 detik
dengan tekanan 20 cm H2O.
R/ : Setelah adanya nafas pertama bayi membutuhkan tekanan
15-20 cm H2O.
5) Menghentikan ventilisasi setiap 30 detik dan lakukan penilaian
ulang nafas tiap 30 detik. Jika bayi mulai bernafas spontan,
hentikan ventilasi secara bertahap, jika bayi megap-megap
lanjutkan ventilasi.
R/ : Penilaian ulang digunakan untuk memutuskan tindakan
selanjutnya
(Sondakh, 2013: 189-190)
b. Menyiapkan Rujukan
23
Menyiapkan rujukan jika bayi tidak bisa bernafas spontan setelah 2
menit dilakukan ventilasi.
1) Jika bayi bekum bernafas, atau pernafasannya lemah,
meneruskan ventilasi. Bawa bayi ke rumah sakit atau
puskesmas, meneruskan ventilasi bayi selama perjalanan.
R/ : Sambil dibawa ke tempat rujukan terus dilakukan ventilasi
untuk tetap membantu menimbulkan usaha nafas.
2) Jika terjadi pelekukan dada yang sangat dalam, ventilasi
dengan oksigen jika mungkin. Segera bawa bayi ke tempat
rujukan, teruskan ventilasi.
R/ : Perlekukan dinding dada atau retraksi dinding dada
mengindikasikan usaha nafas sangat sulit, sehingga
mengguanakan bantuan oksigen untuk bernafas
3) Meminta keluarga untuk persiapan rujukan.
R/ : Persiapan rujukan harus dilakukan secepat mungkin agar
tidak terlambat danbayi dapat segera ditangani.
c. Melakukan asuhan pasca resusitasi jika bayi dapat bernafas spontan,
meliputi:
R/ : Asuhan pasca resusitasi sangat penting untuk menjaga bayi agar
tidak terjadi komplikasi selanjutnya.
1) Meletakkan bayi di atas perut ibu
R/ : Agar suhu tubuh bayi tetap terjaga. Suhu tubuh ibu dapat
menyesuaikan diri dengan suhu tubuh bayi.
2) Meminta ibu untuk menyusui bayinya
R/ : IMD sangatlah penting untuk memberikan nutrisi pada
bayi.
3) Mengajari ibu untuk mengenali tanda-tanda bahaya bayi baru
lahir seperti tidak dapat menyusu, kejang, mengantuk atau
tidak sadar, takipnea, merintih, retraksi dinding dada bawah,
sianosis sentral.
24
R/ : Jika pengenalan tanda-tanda bahaya sejak awal, dapat
segera ditangani untuk mencegah komplikasi selanjutnya
4) Melakukan observasi suhu. Jika di bawah 36,50 C, atau
punggung sangat dingin, lakukan penghangatan yang
memadai.
R/ : Observasi bayi baru lahir sangat penting untuk mengetahui
perkembangan bayi.
2. Kolaborasi
Melakukan kolaborasi dengan dokter atau perawat untuk tindakan
selanjutnya dan untuk pemberian obat.
a. Kompresi dada:
1) Jika ada dua tenaga kesehatan terampil dan pernafasan
bayi lemah atau kurang dari 30 kali/menit dan detak
jantung kurang dari 60 kali/menit setelah ventilasi selama
1 menit, tenaga kesehatan yang kedua dapat mulai
melakukan kompresi dada dengan kecepatan 3 kompresi
dada berbanding 1 ventilasi.
R/ : Tindakan ventilasi dan kompresi dada ini dilakukan
bersamaan sehingga membutuhkan dua tenaga yang
terampil untuk melakukan ini
2) Melakukan tekanan pada jantung, dengan cara meletakkan
kedua jari tepat di bawah garis putting bayi, di tengah dada.
Dengan jari-jari lurus, tekan dada sedalam 1-1,5 cm.
R/ : Tindakan kompresi dada ini berguna untuk membantu
menimbulkan denyut jantung bayi
b. Melakukan kolaborasi dengan dokter untuk memberikan obat
Epinefrin dengan dosis 0,1-0,3 ml/kg untuk larutan 1: 10.000
melalui intravena atau pipa endotraekal bila denyut jantung
bayi < 60x/menit setelah 30 detik.
R/ : Epinefrin merupakan stimulan jantung yang dapat
meningkatkan kekuatan dan kecepatan kontraksi jantung.
25
c. Pemeriksaan laboratorium:
1) Pemeriksaan pH darah janin
R/ : Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila
pH itu sampai turun dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai
tanda bahaya.
2) Analisa gas darah
R/ : Analisa dilakukan pada darah arteri, penting untuk
mengetahui adanya asidosis dan alkalosis
respiratorik/metabolik. Hal ini diketahui dengan tingkat
saturasi SaO2 dan PaO2. Pemeriksaan ini juga dilakukan
untuk mengetahui oksigenasi, evaluasi tingkat kemajuan
terapi.
3. Rujukan
Jika resusitasi belum atau kurang berhasil, maka bayi perlu
rujukan, yaitu jika sesudah resusitasi 2 menit, bayi belum bernapas
atau megap-megap, atau pada pemantauan didapatkan kondisinya
memburuk. Rujuk segera bila terdapat salah satu tanda-tanda
bahaya tersebut. Sebelum dirujuk, lakukan tindakan prarujukan
berikut:
Menjelaskan pada ibu apa yang terjadi, apa yang anda
lakukan, dan mengapa.
Lanjutkan resusitasi.
Pemantauan dan perawatan tali pusat.
Pencegahan hipotermi.
Pemberian vitamin K.
Pencegahan infeksi.
Pencatatan dan pelaporan. Catat keadaan bayi pada formulir
rujukan dan rekam medis persalinan (Partograf)
(Sondakh, 2013: 184-186)
26
a. Persiapan/ penanganan sebelum dirujuk.
1) Evaluasi klinis neonatus.
Indikasi
Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan, meliputi
indikasi kebutuhan untuk: tindakan medis atau bedah,
apakah tindakan untuk penyelamatan jiwa atau elektif.
Prognosis
Prognosis ditentukan oleh hal-hal berikut ini:
Beratnya penyakit
Tindakan awal
Fasilitas unit kesehatan yang merujuk dan rumah
sakit rujukan.
Jarak, lamanya waktu perjalanan dan kesulitan-
kesulitan dalam transportasi.
2) Stabilisasi
Support Umum
a) Airway dan Breathing.
Atur posisi kepala, isap lendir jalan nafas, berikan
oksigen, lakukan ventilasi tekanan posisi/intubasi
(sesuai kondisi), cegah posisi fleksi leher yang
dapat mengakibatkan apnea obstruktif.
b) Sirkulasi (kardiovaskuler).
Kaji status sirkulasi dan obat-obatan.
c) Termoregulasi.
Cegah mekanisme kehilangan panas, kontrol suhu,
rawat bayi dalam inkubator.
d) Status metabolic dan cairan.
Perhatikan usia bayi, masa gestasi, maturitas, dan
integritas kulit, fungsi ginjal, dan kelembaban
udara serta sushu tubuh akan mempengaruhi status
cairan tubuh.
e) Keseimbangan asam basa.
27
f) Pencegahan terhadap infeksi nosokomial.
Prosedur khusus yang dilakuakan untuk memperbaiaki
kondisi bayi. Seperti mengatasi asfiksia/hipoksia. Jika
fasilitas memungkinkan lakukan intubasi ETT
3) Persiapan administratif
a) Orangtua secara singkat mengerti masalah medis
bayinya dan biaya-biayanya.
b) Informed concent (surat persetujuan)
c) Mempersiapkan surat rujukan.
d) Jika mungkin, komunikasi telepon seharusnya
dilakukan antara unit kesehatan yang merujuk dan
yang dirujukan/rujukan.
4) Persiapan laboratorium
Jika dianggap perlu, sampel darah ibu (5 cc) seharusnya
dikirim.
DAFTAR PUSTAKA
Arvin, Khegman Behrman. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15. Jakarta:
FKUI.
Hidayat, Alimul Aziz. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan
Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.
28
Kriti Mohan, P.C. Mishra, D.K Singh. International Journal of Science and
Technology: Clinical Profile Of Birth Asphyxia In Newborn.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta: FKUI.
Maryunani, Anik dan Nurhayati. 2009. Asuhan Kegawatdaruratan Dan Penyulit
Pada Neonatus. Jakarta: Trans Info Media.
Rukiyah, Ai Yeyeh dan Lia Yulianti. 2012. Asuhan Naonatus Bayi dan Anak
Balita. Jakarta: Trans Info Media.
www.ijst.co.in
29