10.70.0127 johand wiharta putra singgih bab i

6
1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bakteri asam laktat merupakan kelompok bakteri yang tergolong ke dalam bakteri Gram positif yang menghasilkan asam laktat sebagai hasil dari fermentasi karbohidrat. Bakteri asam laktat banyak digunakan sebagai starter dari proses fermentasi produk turunan susu, daging, dan sayuran, karena dapat memberikan perbaikan pada rasa dan pengawetan makanan. Efek pengawetan makanan tersebut, ditimbulkan oleh senyawa asam-asam organik, hidrogen peroksida, dan bakteriosin. Senyawa-senyawa tersebut, terbukti dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk makanan dan juga bakteri patogen (Hajar & Hamid, 2013). Sayuran merupakan komoditas pangan yang tergolong dalam bahan makanan mudah rusak. Kerusakan yang kemungkinan timbul antara lain kerusakan fisik, mekanis, maupun mikrobiologis. Kerusakan tersebut dapat dihindari dengan pemberian perlakuan tambahan pada sayuran tersebut, salah satunya dengan proses fermentasi. Fermentasi merupakan sistem pengawetan makanan yang paling tua dalam sejarah perkembangan produk pangan. Proses fermentasi masih dianggap salah satu proses pengawetan yang paling ekonomis jika dibandingkan dengan pengalengan atau pembekuan, bahkan mampu meningkatkan kualitas nutrisi maupun karakteristik sensori dalam bahan (Tamang et al., 2005). Sayur asin dapat dibuat dengan proses fermentasi hampir semua jenis sayuran, namun lazimnya bahan baku fermentasi dibuat dari sawi hijau atau sawi pahit. Sawi pahit digunakan sebagai bahan baku baku sayur asin karena memiliki kadar air yang sangat tinggi (91,1 g/100 g bahan), sehingga mudah mengalami kerusakan oleh mikroorganisme (Pradani & Hariastuti, 2009). Proses fermentasi sayur asin dapat digolongkan ke dalam proses fermentasi asam laktat. Proses kimiawi yang terjadi selama proses fermentasi sayur asin memberikan efek pengawetan, yang disebabkan oleh adanya senyawa laktat yang dihasilkan oleh bakteri penghasil asam laktat atau Bakteri Asam Laktat (BAL) (Pradani & Hariastuti, 2009). Air rendaman sawi pahit

Upload: kiklikijhygg

Post on 16-Jan-2016

232 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

nbhggj

TRANSCRIPT

Page 1: 10.70.0127 Johand Wiharta Putra Singgih BAB I

1

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bakteri asam laktat merupakan kelompok bakteri yang tergolong ke dalam bakteri Gram

positif yang menghasilkan asam laktat sebagai hasil dari fermentasi karbohidrat. Bakteri

asam laktat banyak digunakan sebagai starter dari proses fermentasi produk turunan

susu, daging, dan sayuran, karena dapat memberikan perbaikan pada rasa dan

pengawetan makanan. Efek pengawetan makanan tersebut, ditimbulkan oleh senyawa

asam-asam organik, hidrogen peroksida, dan bakteriosin. Senyawa-senyawa tersebut,

terbukti dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk makanan dan juga

bakteri patogen (Hajar & Hamid, 2013).

Sayuran merupakan komoditas pangan yang tergolong dalam bahan makanan mudah

rusak. Kerusakan yang kemungkinan timbul antara lain kerusakan fisik, mekanis,

maupun mikrobiologis. Kerusakan tersebut dapat dihindari dengan pemberian perlakuan

tambahan pada sayuran tersebut, salah satunya dengan proses fermentasi. Fermentasi

merupakan sistem pengawetan makanan yang paling tua dalam sejarah perkembangan

produk pangan. Proses fermentasi masih dianggap salah satu proses pengawetan yang

paling ekonomis jika dibandingkan dengan pengalengan atau pembekuan, bahkan

mampu meningkatkan kualitas nutrisi maupun karakteristik sensori dalam bahan

(Tamang et al., 2005).

Sayur asin dapat dibuat dengan proses fermentasi hampir semua jenis sayuran, namun

lazimnya bahan baku fermentasi dibuat dari sawi hijau atau sawi pahit. Sawi pahit

digunakan sebagai bahan baku baku sayur asin karena memiliki kadar air yang sangat

tinggi (91,1 g/100 g bahan), sehingga mudah mengalami kerusakan oleh

mikroorganisme (Pradani & Hariastuti, 2009). Proses fermentasi sayur asin dapat

digolongkan ke dalam proses fermentasi asam laktat. Proses kimiawi yang terjadi

selama proses fermentasi sayur asin memberikan efek pengawetan, yang disebabkan

oleh adanya senyawa laktat yang dihasilkan oleh bakteri penghasil asam laktat atau

Bakteri Asam Laktat (BAL) (Pradani & Hariastuti, 2009). Air rendaman sawi pahit

Page 2: 10.70.0127 Johand Wiharta Putra Singgih BAB I

2

biasanya dibuang ke lingkungan, namun dapat dimanfaatkan sebagai starter

pertumbuhan bakteri asam laktat (Evelyn et al., 2011).

Fermentasi sayur asin dengan menggunakan sawi pahit, akan memberikan efek yang

baik bagi produk yang diferementasi. Asam-asam organik yang dihasilkan selama

proses fermentasi oleh bakteri asam laktat, disamping sebagai pengawet yang mampu

membunuh bakteri patogen dan perusak pada bahan, juga dapat berfungsi sebagai

senyawa yang mampu membentuk aroma dan cita rasa khas fermentasi dan mengurangi

rasa pahit yang ditimbulkan oleh sawi (Pradani & Hariastuti, 2009).

Penggunaan kadar garam 5%, merupakan konsentrasi garam yang paling optimal dalam

proses fermentasi. Menurut Hadiyanti & Wikandari (2013), fermentasi dengan kadar

garam 5% akan meningkatkan aktivitas proteolitik dari BAL selama proses fermentasi.

Aktivitas proteolitik yang tinggi, akan menyebabkan tingginya kandungan protein

sederhana, sehingga akan meningkatkan ketercernaan dari bahan pangan tersebut.

Bahaya biologi (mikroba) pada produk pangan, merupakan ancaman serius bagi

keamanan pangan. Bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli merupakan

bakteri yang paling sering menyebabkan kasus keracunan pangan. Kedua bakteri

tersebut memberikan Escherichia coli merupakan salah satu mikroba yang menjadi

indikator sanitasi lingkungan yang buruk. Pada bahan makanan yang teridentifikasi

adanya Escherichia coli, jika termakan, maka akan menyebabkan keracunan.

Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang bersifat enterotoksin, yang biasanya

mengkontaminasi bahan pangan berasal dari hidung, mulut, dan tangan food handler

dan juga dapat berasal dari peralatan masak yang kurang memadahi dari segi sanitasi

(Ariyani & Anwar, 2006).

1.2. Tinjauan Pustaka

1.2.1. Bakteri Asam Laktat

Bakteri asam laktat merupakan kelompok dari bakteri Gram positif, tidak membentuk

spora, memproduksi asam laktat sebagai hasil terbesarnya dalam proses fermentasi

Page 3: 10.70.0127 Johand Wiharta Putra Singgih BAB I

3

karbohidrat dan termasuk genera Aerococcus, Carnobacterium, Enterococcus,

Lactobacillus, Lactococcus, Leuconostoc, Pediococcus, dan Streptococcus,

Tetragenococcus, Vagococcus, dan Weisella. Bakteri asam laktat tergolong ke dalam

bakteri yang sangat selektif terhadap nutrisi yang diperlukan selama pertumbuhan,

yakni memerlukan karbohidrat, asam amino, peptida, asam nukleat, dan vitamin.

Bakteri asam laktat memiliki rentang pH pertumbuhan yang bervariasi, yaitu antara 3,0

hingga 8,0 (Rattanachaikunsopon & Phumkhachorn, 2010).

Tetragenococcus merupakan salah satu genus bakteri asam laktat yang memiliki sifat

Gram positif, non-motil, coccus yang tidak membentuk spora, bersifat homofermentatif,

halofilik, dan memiliki kemampuan tumbuh pada suhu yang bervariasi antara 10-300C,

pada konsentrasi NaCl antara 2-5 %, dan tumbuh optimal hingga pada pH 9.

Tetragenococcus merupakan genus BAL yang diisolasi dari makanan tradisional Korea,

yaitu Kimchi (Lee et al., 2005). Tetragenococcus dapat pula dijumpai pada produk

fermentasi yang lainnya, diantaranya yaitu kecap, kecap ikan, dan terasi (Juste et al.,

2008).

Klasifikasi genus dari bakteri asam laktat didasarkan pada morfologi, model dari

fermentasi glukosa, pertumbuhan dalam variasi suhu, kemampuan tumbuh dalam

konsentrasi garam yang tinggi, dan toleransi terhadap asam atau basa. Secara garis

besar, bakteri asam laktat dibedakan menjadi 2 kelompok berdasarkan pada

pembentukan produk akhirnya selama proses fermentasi, yaitu homofermentatif dan

heterofermentatif. Bakteri asam laktat yang bersifat homofermentatif, seperti

Pediococcus, Streptococcus, Lactococcus, memproduksi asam laktat sebagai hasil

terbesar dari fermentasi glukosa (Gambar 1). Bakteri homofermentatif menggunakan

jalur Embden-Meyerhof-Parnas untuk memproduksi 2 mol laktat tiap mol glukosa. Pada

bakteri asam laktat yang bersifat heterofermentatif, diantaranya Weisella dan

Leuconostoc, dan beberapa jenis Lactobacillus, menghasilkan laktat, CO2, dan etanol

dalam jumlah yang relatif setara (Rattanachaikunsopon & Phumkhachorn, 2010).

Page 4: 10.70.0127 Johand Wiharta Putra Singgih BAB I

4

Gambar 1. Perbedaan Jenis Bakteri Asam Laktat Berdasarkan pada Produk Akhirnya

(Rattanachaikunsopon & Phumkhachorn, 2010).

1.2.2. Peranan Bakteri Asam Laktat Sebagai Antimikroba

Bakteri asam laktat memiliki sejarah yang panjang dalam perkembangan produk

fermentasi makanan, karena memberikan manfaat yang baik dalam komposisi nutrisi,

kualitas organoleptik, dan terhadap umur simpan produk. Penurunan pH secara cepat

pada produk fermentasi sebagai akibat dari asam laktat dan asam-asam organik lainnya

yang turut diproduksi selama proses fermentasi juga memiliki peranan sebagai

antimikroba disamping senyawa lainnya yang diproduksi, antara lain etanol, peroksida,

asam format, reuterin, bakteriosin, dan reutericyclin. Asam-asam organik terutama

dihasilkan terutama oleh Lactococcus, Streptococcus ̧Pediococcus, Lactobacillus, dan

Leuconostoc (De Vuyst & Leroy, 2007).

Xylulose-5-P

Glyceraldehyde-3-P Dihydroxyacetone-P

Glucose-6-P Glucose-6-P

Fructose-6-P 6-Phosphogluconate

Fructose-1,6-DP Ribulose-5-P

Glucose

Glyceraldehyde-3-P Acetyl-P

H2O

2 Pyruvate

2 Lactate

Pyruvate

Lactate

Acetaldehyde

Ethanol

Heterolactic Homolactic

Page 5: 10.70.0127 Johand Wiharta Putra Singgih BAB I

5

Asam-asam organik yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat, mampu berfungsi sebagai

pengawet, sementara komponen ester yang dihasilkan, dapat menjadi senyawa

antimikroba yang efektif. Asam laktat mampu merusak permeabilitas bakteri Gram

negatif, yaitu dengan merusak pelindung permeabilitas yang berupa lapisan

lipopolisakarida, karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Perusakan dinding sel

disebabkan karena asam laktat dan senyawa lainnya mampu menembus periplasma

bakteri Gram negatif melalui protein porin pada membran luarnya (Widyasih, 2008).

Selain asam-asam organik, ada senyawa-senyawa lain yang memberikan efek

antimikroba, yaitu diantaranya hidrogen peroksida (H2O2), karbon dioksida (CO2),

diasetil, substansi antimikrobial berberat molekul rendah seperti reuterin, reutericyclin,

2 pyrolidone-5-carboxylic acid (PCA), maupun bakteriosin (Ruzanna, 2011). Hidrogen

peroksida memiliki fungsi sebagai agen pengikat oksigen sehingga membuat suasana

lingkungan yang anaerob dan menghambat pertumbuhan bakteri aerob. Kelebihan yang

dimiliki oleh hidrogen peroksida adalah kemampuannya dalam menghambat

pertumbuhan bakteri gram negatif terutama koliform, karena lebih sensitif terhadap

H2O2 (Widyasih, 2008). Hidrogen peroksida memiliki efek bakterisidal karena

menghasilkan superoksida oksigen dan radikal hidroksil, sehingga akan menyebabkan

oksidasi sel bakteri dan merusak struktur dasar molekul dari protein sel (Rachmawati et

al., 2006).

1.2.3. Sayur Asin

Sawi pahit merupakan tumbuhan dari marga Brassica yang biasa dimanfaatkan sebagai

bahan pangan, baik segar maupun difermentasi menjadi sayur asin. Bahan baku

pembuatan sayur asin yang paling sering digunakan adalah sawi pahit, karena

mengandung senyawa carpaine yang memicu rasa pahit, sehingga menurunkan tingkat

kesukaan konsumen. Sawi pahit (Brassica juncea) merupakan jenis sawi yang memiliki

kadar air yang tinggi (91,1 g/100 g bahan), sehingga selama masa penyimpanannya

mudah mengalami kerusakan mikrobiologis. Proses fermentasi sayur asin umumnya

dilakukan pada suhu 30oC, sedangkan pada suhu lebih rendah, maka fermentasi akan

berjalan lebih lambat dan kemungkinan muncul bakteri pembusuk semakin besar.

Pengolahan dengan fermentasi sayur akan memperpanjang umur simpan, karena

Page 6: 10.70.0127 Johand Wiharta Putra Singgih BAB I

6

penggunaan kadar garam yang cukup tinggi dalam proses fermentasinya (Pradani &

Hariastuti, 2009).

Suhu memiliki peranan yang sangat penting dalam berjalannya proses fermentasi sayur

asin. Sayur asin yang dibuat dengan menggunakan kubis, akan tumbuh bakteri asam

laktat jenis Leuconostoc mesenteroides, Lactobacillus cucumeris, Lactobacillus

pentoaceticus. Pada suhu fermentasi yang terlalu tinggi (>21oC), maka Leuconostoc

tidak akan mampu memproduksi asam laktat, sehingga peranannya akan digantikan oleh

Lactobacillus (Rustan, 2013). Menurut Sanchez et al. (2001), Lactobacillus mampu

tumbuh dengan baik hingga pH diatas 9 dan memfermentasi bahan hingga pH dibawah

5. Selain itu, Lactobacillus pentosus atau Lactobacillus plantarum mampu bertahan

pada konsentrasi garam diatas 12%.

Sama halnya dengan sayur asin di Indonesia, kimchi merupakan makanan tradisional

Korea yang pada prinsipnya menggunakan fermentasi asam laktat, namun dengan suhu

yang lebih rendah. Rendahnya suhu yang digunakan, adalah untuk menghindari

produksi asam yang terlalu kuat, over-ripening, dan memperpanjang periode optimum

untuk dikonsumsi jika ditinjau dari aspek sensori. Proses pembuatan kimchi dapat

dilakukan dengan memfermentasi beberapa jenis sayuran, yang dilakukan pada suhu

fermentasi yang bervariasi, yaitu dimana jika terjadi peningkatan suhu, maka waktu

pemeraman akan berkurang. Kimchi akan dapat mencapai tahapan akhir fermentasi

dalam waktu 29 hari dengan suhu 4oC (Jung et al., 2011), dapat dilakukan juga selama 1

minggu jika difermentasi pada suhu 15oC dan 3 hari pada suhu 25

oC (Karovicova &

Kohajdova, 2003). Proses fermentasi kimchi dilakukan dengan proses fermentasi yang

terjadi secara anaerob. (Lee et al., 2005).

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk mengisolasi dan mengidentifikasi bakteri asam laktat yang berasal dari

fermentasi sayur asin dalam larutan garam 5% dan suhu 150C, serta menguji daya

hambatnya terhadap bakteri patogen Escherichia coli dan Staphylococcus aureus.